PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP
KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V
Donnie Weda Dharmawan
1, I Md. Suarjana
2, I Md. Citra Wibawa
3 1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: wedadonnie@gmail.com
1, pgsd_undiksha@yahoo.co.id
2,
dekwi_petiga@yahoo.com
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai keterampilan berbicara antara siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran role playing dan siswa yang belajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan post test only with non equivalent control
group design. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh kelas V SD Gugus VI
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng yang berjumlah 184 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik simple random sampling (undian). Data keterampilan berbicara siswa dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi berupa rubrik penilaian. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial menggunakan uji t-polled varians. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai keterampilan berbicara antara siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran role playing dan siswa yang belajar dengan metode pembelajaran konvensional (thitung = 8,19 dan ttabel = 2). Siswa yang mengikuti pembelajaran pembelajaran dengan model role playing memperoleh rata-rata nilai keterampilan berbicara yaitu = 83,80 berada pada kategori sangat baik. Sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata nilai 60,08 berada pada kategori cukup. Jadi model pembelajaran role playing berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa.
Kata kunci: role playing, keterampilan berbicara Abstract
The purpose of this research was to recognize the differences between the students that taught with role playing learning model and those that taught with conventional learning model at grade V Elementary School Gugus VI Kecamatan Buleleng in academic year 2013/2014. This research was a quasi experimental research using post test design only with non equivalent control group design. The research population was all students in grade V which belong to Elementary School Gugus VI Kecamatan Buleleng, with the total 184 students. The samples were determined by using random sampling technique. In collecting the data, the writter uses observation sheet, which had some indicators on it. The data were analysed using a descriptive statistic and inferencial statistic. The result of this research showed that there were the differences between the students taught with role playing learning model and taught with conventional model learning (tvalue = 8,19 ; ttable = 2). The average score of the students taught with role playing model learning is 83,80 it is considered to be excellent. Whereas those taught with conventional learning model is 60,08 it is considered to be enough category. In this research role playing model learning can be considered to be significant in developing student speak skills.
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di setiap jenjang pendidikan, tidak terkecuali untuk jenjang pendidikan dasar. Secara
umum tujuan dibelajarkannya bahasa
Indonesia menurut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut : (1) siswa menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara, (2) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk makna, dan fungsi serta menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan,
dan keadaan, (3) siswa memiliki
kemampuan menggunakan Bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), dan (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk mengembangkan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Sejalan dengan tujuan kurikulum tersebut, Akhadiah,
dkk (1999:1) menyatakan tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia yaitu :agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra bahasa Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar. Dari penjelasan Akhadiah, tujuan dibelajarkannya bahasa Indonesia dapat dirumuskan menjadi empat bagian. Pertama, lulusan Sekolah Dasar (SD) diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Kedua, lulusan SD diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia. Ketiga, penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa, dan keempat pengajaran disesuaikan dengan tingkat
pengalaman SD. Berdasarkan kedua
pendapat tersebut menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada ranah kognitif dan afektif, butir ketiga menyiratkan pendekatan komunikatif yang digunakan, dan butir keempat menyiratkan tingkat kesulitan materi pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan. Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi pengajaran bahasa
Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa, terutama sebagai alat komunikasi.
Selain itu pula, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara
khususnya pada siswa. Menurut (Adri, 2010) setiap guru bahasa Indonesia berharap
semua siswa mampu menggunakan
keterampilan berbicara sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan
berkomunikasinya secara lisan sehingga dalam kondisi pembicaraan apapun, mereka mengaplikasikannya secara efisien dan efektif.
Keefisienan dan keefektifan dalam berkomunikasi sangatlah dipengaruhi oleh
keterampilan berbicara. Keterampilan
berbicara merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang sangat
penting peranannya dalam melahirkan
generasi masa depan yang cerdas, kreatif,
dan berbudaya. Dengan menguasai
keterampilan berbicara, peserta didik akan
mampu mengekspresikan pikiran dan
perasaannya secara cerdas sesuai konteks
dan situasi saat sedang berbicara.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Arini
(2010:1) yang menyatakan bahwa
“keterampilan berbicara secara efektif sangatlah penting dalam segala bentuk interaksi antarmanusia”. Pendapat serupa juga diungkapkan Arsjad (1991:1) bahwa “dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih
banyak berkomunikasi secara lisan
dibandingkan dengan cara lain”. Dalam kehidupan sehari-hari lebih dari separuh waktu kegiatan manusia digunakan untuk berbicara dan mendengarkan.
Hal serupa juga diungkapkan
Salimah (2011:191) bahwa “berbicara secara umum dapat diartikan sebagai suatu penyampaian ide atau gagasan, pikiran kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain”. Kegiatan berbicara merupakan aktivitas memberi dan menerima bahasa, menyampaikan gagasan dan pesan pada waktu yang hampir bersamaan, antara penutur atau pembicara dan pendengar. Untuk itulah, keterampilan berbicara disebut sebagai kegiatan yang
bersifat aktif produktif. Melalui kegiatan berbicara seseorang dapat menyampaikan ide atau pesan yang ingin disampaikannya
kepada orang lain dalam kegiatan
berkomunikasi.
Arsjad (1991) berpendapat bahwa tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan
informasi dengan efektif, sebaiknya
pembicara betul-betul memahami isi
pembicaraannya, disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya. Jadi, bukan hanya perihal isi yang akan dibicarakan, tetapi cara dalam mengemukakannya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan berbicara yang dimiliki oleh setiap orang.
Menurut Arsjad, (1991:17)
“keterampilan berbicara merupakan
keterampilan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan”. Sikap yang mendukung
peningkatan keterampilan berbicara yang harus dimiliki siswa yaitu keberanian serta kepercayaan diri dalam berbicara di depan umum. Anak-anak yang memiliki rasa percaya diri serta keterampilan berbicara di depan umum sejak dini akan membawa keberuntungan di kemudian hari (Olivia, 2006). Mengacu pada pencapaian tujuan
tersebut diatas, proses pembelajaran
bahasa Indonesia diharapkan dapat
menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif untuk memfasilitasi peningkatan
keterampilan berbicara, pemerolehan
pengetahuan, dan pengalaman bermakna bagi siswa.
Penciptaan iklim yang kondusif
dalam proses pembelajaran merupakan tanggung jawab dari seorang guru. Oleh
karena itu, guru diharapkan memiliki
keterampilan memilih pendekatan maupun metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik siswa. Pemilihan metode yang sesuai sangat mempengaruhi suasana proses
pembelajaran khususnya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup 4 aspek yang harus dikuasai siswa diantaranya mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca. Dalam
aspek berbicara, keterampilan berbicara siswa masih perlu dibimbing, terutama adanya permodelan yang baik dari guru. Menurut Linda (1996:13), “ada hal yang
perlu diperhatikan guru untuk model
keterampilan berbicara efektif, model yang baik sangat besar efeknya dalam kebiasaan berbicara bagi siswa”. Selain hal itu, penyampaian materi yang dilakukan oleh seorang guru dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia sangat rentan menimbulkan
kejenuhan dan kebosanan siswa.
Pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya disajikan secara holistik, nyata, relevan, dan bermakna. Dengan demikian, pemilihan
metode sangat menentukan suasana
pembelajaran bahasa Indonesia yang akan dilaksanakan.
Hasil observasi yang dilaksanakan dari tanggal 10 Desember sampai 15 Desember 2013 di SD Gugus VI Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng dalam
pelajaran Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang kurang mampu menyampaikan ide dan gagasannya melalui komunikasi secara lisan dalam situasi formal. Dalam proses pembelajaran, khususnya kegiatan berbicara, siswa sering malu dan merasa gugup ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Keterampilan berbicara secara praktik masih kurang dikuasai oleh siswa. Hal ini
disebabkan berbicara masih dianggap
sebagai suatu pembelajaran yang mudah,
mengingat secara alamiah seseorang
mampu berbicara. Sebab lainnya, guru
masih berorientasi pada teori saat
memberikan materi. Siswa lebih banyak mendengar dan cenderung pasif, sehingga
terlihat beberapa siswa kurang
memperhatikan penjelasan guru. Hal ini
mencerminkan dalam kegiatan
pembelajaran masih menekankan pada aspek kognitif, sehingga partisipasi siswa
dalam kegiatan cenderung rendah.
Antusiasme siswa dalam mengikuti
pembelajaran bahasa Indonesia juga
dikatakan sangat rendah, hal ini terlihat hanya beberapa orang siswa yang aktif ketika guru melakukan tanya jawab.
Selain observasi, wawancara pun dilakukan kepada guru mata pelajaran
bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil
bahasa Indonesia terkait dengan hasil observasi sebelumnya, guru menyatakan
bahwa penggunaan metode ceramah,
metode observasi, dan metode penugasan merupakan cara alternatif yang tepat untuk menuntaskan materi yang ada. Tuntutan materi yang harus diajarkan kepada siswa sangat banyak, sedangkan waktu efektif untuk belajar terkadang tidak cukup, hal
inilah yang menyebabkan guru mata
pelajaran bahasa Indonesia enggan
menggunakan metode pembelajaran yang
berfungsi meningkatkan keterampilan
berbicara. Guru juga kurang memanfaatkan metode-metode pembelajaran yang inovatif
dalam proses pembelajaran. Metode
pembelajaran yang kurang inovatif membuat pembelajaran bahasa Indonesia menjadi membosankan. Padahal, dengan adanya metode pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan akan membantu siswa lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dianggap
menguntungkan bagi guru pada realitanya kurang menguntungkan bagi siswa. Hal ini juga terbukti dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan siswa setelah
pembelajaran bahasa Indonesia usai.
Sebagian besar siswa menyatakan sering merasa bosan dan mengantuk saat belajar bahasa Indonesia. Perasaan bosan tersebut disebabkan oleh penyampaian materi yang dilakukan menggunakan metode ceramah. Siswa juga mengutarakan beberapa alasan keengganannya berbicara di depan kelas. Alasan yang disampaikan beragam dari perasaan takut, malu, dan siswa tidak paham dengan materi yang disampaikan oleh guru sehingga kurang percaya diri untuk berbicara di depan kelas. Anitah, dkk., (2008:7:5) menyatakan bahwa “guru masih beranggapan bahwa dia adalah sumber
informasi, sedangkan siswa adalah
penerima informasi, sehingga guru masih cenderung mendominasi kelas dengan metode ceramah”.
Berdasarkan pencatatan dokumen, rata-rata nilai keterampilan berbicara siswa di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng yaitu SD No. 1 Kampung Baru 72,00; SD No. 2 Kampung Baru 70,69; SD No. 3 Kampung Baru 73,98; SD No. 4 Kampung Baru 74,00; SD No. 5 Kampung Baru 71,12 dan SD No. 6 Kampung Baru 71,56. Dari rata-rata diatas
dapat disimpulkan bahwa nilai bahasa
Indonesia pada aspek keterampilan
berbicara masih dibawah standar nilai yang telah ditetapkan.
Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan guru, observasi dan pencatatan dokumen dapat disimpulkan keterampilan berbicara siswa yang masih rendah disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : (1) siswa kurang aktif dalam pembelajaran berbicara karena metode yang digunakan oleh guru
kurang inovatif; (2) evaluasi untuk
pembelajaran berbicara jarang dilakukan sehingga siswa tidak terbiasa untuk berlatih
berbicara dan menganggap kegiatan
berbicara mudah; (3) dalam berbicara di
depan kelas siswa kurang mampu
mengorganisasikan perkataannya sehingga pembicaraan tidak terstruktur; (4) dalam kegiatan berbicara siswa merasa tegang, gugup, malu, dan kurang rileks, kondisi ini akan mengurangi kualitas tuturan mereka; dan (5) siswa kurang bisa merangkaikan ide dan gagasannya secara lengkap, mereka sering lupa dan tidak fokus dengan hal yang mereka sampaikan saat berada di depan kelas. Selain faktor internal, faktor eksternal
yang menyebabkan rendahnya tingkat
keterampilan berbicara siswa adalah
pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam
proses komunikasi sehari-hari, banyak
keluarga yang menggunakan bahasa ibu
(bahasa daerah) sebagai bahasa
percakapan di lingkungan keluarga.
Demikian juga halnya dengan penggunaan
bahasa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat masih terkontaminasi dengan bahasa ibu yang digunakan sebagai sarana komunikasi.
Realita di atas mengindikasikan bahwa pemilihan dan penerapan metode pembelajaran oleh guru masih kurang tepat untuk menciptakan proses pembelajaran
aktif, efektif, serta sesuai dengan
karakteristik siswa dalam rangka
mewujudkan tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia. Pembelajaran dengan
menggunakan metode ceramah kurang melibatkan siswa secara aktif dan kurang mampu untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Penggunaan metode ini secara terus-menerus akan mengakibatkan
siswa cenderung pasif, kurang memiliki keterampilan berbicara yang mumpuni, dan pada akhirnya akan berdampak pada kurang optimalnya hasil belajar siswa.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka upaya peningkatan kualitas
keterampilan berbicara siswa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak
untuk dilakukan. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik di atas yaitu model
pembelajaran role playing. Model
pembelajaran role playing dapat digunakan untuk menciptakan susasana pembelajaran inovatif. Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah
yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia. Kompetensi yang
dikembangkan melalui model pembelajaran ini antara lain kompetensi bekerjasama, berkomunikasi, tanggung jawab, toleransi, dan menginterpretasikan suatu kejadian (Pratiwi, 2009).
Model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Melalui pengggunaan model role
playing dalam pembelajaran keterampilan
berbicara akan mampu
menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu
berkomunikasi dan berinteraksi sosial
secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu,
mereka juga akan terlatih untuk
mengemukakan gagasan dan perasaan
secara cerdas dan kreatif, mampu
berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran model ini juga dapat digunakan untuk merangsang kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya
diri, dan belajar berkomunikasi di depan umum, sehingga dapat mendorong proses
pembelajaran. Dengan bermain peran
tersebut diharapkan dapat membangkitkan kreatifitas siswa dan diperoleh pengalaman berlajar yang lebih berarti bagi siswa.
Lebih lanjut prinsip pembelajaran role
playing menurut Boediono (2001:14) :
memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan
sehingga dengan melakukan berbagai
kegiatan tersebut dan secara aktif
berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari. Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka dipandang perlu diadakan penelitian lebih
lanjut tentang “Pengaruh Model
Pembelajaran Role Playing terhadap
Keterampilan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD Gugus VI Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian eksperimen. ”Penelitian
eksperimen merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji keefektifan suatu
teori/konsep/model dengan cara
menerapkan (treatment) pada satu
kelompok subjek penelitian dengan
menggunakan kelompok pembanding yang biasa disebut kelompok kontrol” (Agung, 2011:23). Dalam penelitian ini yang diuji keefektifannya adalah pembelajaran dengan model pembelajaran role playing dan pembelajaran dengan metode pembelajaran
konvensional terhadap keterampilan
berbicara bahasa Indonesia. Dalam
penelitian ini unit eksperimennya berupa kelas, sehingga penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi
Eksperiment). Dalam eksperimen semu,
penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara
acak. Individu subjek sudah ada dalam
kelompok yang dibandingkan sebelum
diadakannya penelitian. Penelitian ini
dilaksanakan di SD Gugus VI Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng pada
semester genap tahun pelajaran 2013/2014.
Adapun rancangan penelitian yang
digunakan adalah Non-Equivalent Post-Test
Only Control Group Design. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh kelas V SD gugus VI Kecamatan Buleleng dengan jumlah siswanya sebanyak 184 orang. Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling yaitu dengan cara pengundian atau random.
Penentuan sampel dilakukan setelah
menguji kesetaraan dari populasi dengan menganalisis nilai keterampilan berbicara siswa V SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Dari
hasil uji kesetaraan menunjukkan
kemampuan siswa kelas V SD gugus VI Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng adalah setara.
Dari hasil pengundian diperoleh dua kelas yang menjadi sampel penelitian yaitu kelas V di SD No.1 Kampung Baru dan kelas V di SD No.2 Kampung Baru. Dilakukan pengundian kembali terhadap 2 kelas
tersebut untuk menentukan kelas
eksperimen dan kontrol. Hasil dari
pengundian tersebut kelas V di SD No. 1 Kampung Baru sebagai kelas eksperimen dan kelas V di SD No. 2 Kampung Baru sebagai kelas kontrol. Perlakuan dengan model pembelajaran role playing diberikan kepada kelas ekperimen dan perlakuan dengan metode pembelajaran konvensional diberikan kepada kelas kontrol.
Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan instrumen lembar observasi berupa
rubrik penilaian. Sebelum melakukan
penelitian, dilakukan uji ahli terhadap rubrik penilaian yang terdapat dalam observasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu mean, median, modus. Deskripsi data (mean, median, modus) tentang nilai keterampilan berbicara siswa selanjutnya disajikan ke dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini adalah
untuk menafsirkan sebaran data
keterampilan berbicara siswa pada
kelompok eksperimen dan kontrol.
Hubungan antara modus (Mo), median (Md), dan mean (M) dapat digunakan untuk
menentukan kemiringan kurva poligon
distribusi frekuensi.
Teknik analisis deskriptif juga
dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian.
Analisis t-test dilakukan setelah uji
normalitas dan uji homogenitas dilakukan
terhadap nilai keterampilan berbicara.
Analisis chi-kuadrat digunakan untuk uji normalitas dan uji-F untuk uji homogenitas varians. Jika hasil analisis menunjukkan data yang normal dan homogen, maka rumus uji-t yang digunakan adalah polled
varians.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Statistik deskriptif dan statistik
inferensial yaitu digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian. Data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu nilai keterampilan berbicara siswa yang diberikan perlakuan model pembelajaran
role playing pada kelas eksperimen dan
metode pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Rekapitulasi perhitungan nilai
keterampilan berbicara hasil analisis
deskriptif disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Nilai Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia
Statistik Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Modus (Mo) 93,20 54,54
Median (Md) 93,10 57,70
Mean (M) 83,80 60,08
Varians 49,51 42,18
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui
bahwa pada kelompok eksperimen
Mo>Md>M sedangkan pada kelompok
kontrol Mo<Md<M. Data hasil belajar matematika pada kelas eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Eksperimen
Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa sebaran data kelompok siswa dari kelas eksperimen yang belajar dengan perlakuan
role playing menunjukkan kurva juling
negatif. Dari analisis data, mean nilai keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa yaitu 83,80. Setelah dikonversi ke
dalam PAP skala lima, mean nilai
keterampilan berbicara siswa berada pada kategori sangat baik.
Distribusi frekuensi data nilai
keterampilan berbicara bahasa Indonesia
siswa dengan perlakuan metode
konvensional disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar 2, terlihat bahwa sebaran data kelompok siswa dari kelas kontrol yang belajar dengan perlakuan metode konvensional menunjukkan kurva juling positif. Dari analisis data, mean nilai keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa yaitu 60,08. Setelah dikonversi ke
dalam PAP skala lima, mean nilai
keterampilan berbicara siswa berada pada kategori cukup.
Uji normalitas dan uji homogenitas
dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji
normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian berdistribusi normal.
Dari hasil analisis data post test kelas eksperimen dengan menggunakan rumus
Chi-Square, diperoleh X2hitung =-282,068 dan
X2tabel =11,070 dengan taraf 5% dan dk = 5.
Dengan demikian X2hitung < X2tabel, ini berarti
data post test nilai keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas eksperimen
berdistribusi normal. Sedangkan hasil
analisis data post test kelas kontrol diperoleh X2hitung = -494,46 dan X2tabel =
11,070dengan taraf 5% dan dk = 5. Dengan
demikian X2hitung < X2tabel,, maka data post test nilai keterampilan berbicara siswa kelas
kontrol berdistribusi normal.
Kemudian dilanjutkan dengan uji
homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelas eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung <
Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji
homogenitas didapatkan Fhitung = 1,173 dan
Ftabel = 1,93 pada taraf signifikasi 5%.
Dengan demikian varians antar kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
Dari hasil analisis ujii prasyarat diperoleh bahwa data nilai keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen, sehingga dilanjutkan dengan uji hipotesis
dengan uji-t. Data nilai keterampilan
berbicara bahasa Indonesia siswa
berdistribusi normal dan homogen, maka
pengujian hipotesis dilakukan dengan
(tidak berkorelasi) yaitu rumus polled varians dengan kriteria H0 ditolak jika thitung > ttabel dan
H0 terima jika thitung < ttabel. Ringkasan hasil uji
hipotesis disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji-t Independent dengan Polled Varians Kelas Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan
Eksperimen 49,51 31
Kontrol 42,18 31 60 13,87 2 Signifikan
Dari tabel 2 tersebut, terlihat bahwa thitung >
ttabel. Hal ini dimaknai bahwa H0 ditolak,
dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran role playing dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester ganjil tahun pelajaran
2013/2014 di Gugus VI Kecamatan
Buleleng.
Pembahasan
Berdasarkan deskripsi data hasil
penelitian, kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran
role playing lebih baik dibandingkan dengan
kelompok siswa yang dibelajarkan dengan
metode pembelajaran konvensional.
Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata nilai keterampilan berbicara siswa. Rata-rata nilai
keterampilan berbicara siswa yang
dibelajarkan dengan metode pembelajaran
role playing adalah 83,80 berada pada
kategori sangat baik dan rata-rata nilai
keterampilan berbicara siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional adalah 60,08 berada pada kategori cukup.
Berdasarkan analisis data
menggunakan uji-t, diketahui thitung = 13,87
dan ttabel (db=60 dan taraf signifikansi 5%) =
2. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung >
ttabel), sehingga hasil penelitian adalah
signifikan. Hal ini berarti, terdapat
perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran
role playing dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus VI Kecamatan Buleleng.
Perbedaan signifikan keterampilan berbicara antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
role playing dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan metode pembelajaran
konvensional dikarenakan karena
kompetensi yang dikembangkan melalui
model pembelajaran ini antara lain
kompetensi bekerjasama, berkomunikasi,
tanggung jawab, toleransi, dan
menginterpretasikan suatu kejadian. Selain itu pula, sintaks yang terdapat dalam
pembelajaran role playing dapat
menstimulus keterampilan berbicara siswa. Pada tahap pemanasan, siswa diajak untuk memahami naskah drama yang telah disiapkan oleh guru. Dalam tahapan ini, siswa diajak untuk menginterpretasikan suatu kejadian yang terdapat dalam naskah drama. Selanjutnya pada tahap, memilih pemain (partisipan), siswa memilih teman-teman yang diajak berkelompok untuk memainkan drama. Pada tahap menyiapkan pengamat, siswa dibimbing oleh guru menentukan urutan kelompok yang akan
tampil dan menyiapkan pengamat.
Pengamat disini pun akan memperhatikan secara seksama permainan drama yang
dimainkan oleh temannya,
mengorganisasikan struktur kata yang akan disampaikan. Pada tahapan memainkan peran (manggung), siswa akan berusaha menguasai tokoh yang akan dimainkannya. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Melalui, memainkan peran,
keterampilan berbicara siswa akan
senantiasa terlatih. Tahapan ini pula dapat
berekspresi, percaya diri, dan belajar berkomunikasi di depan umum. Tahapan selanjutnya yakni diskusi dan evaluasi, siswa difasilitatori oleh guru berdiskusi terhadap drama yang telah dimainkan. Dalam tahapan ini, siswa akan terlatih
mengemukakan pendapat dan dan
perasaan secara cerdas dan kreatif, mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Serta tahapan terakhir yakni berbagi pengalaman dan kesimpulan, siswa akan menceritakan pengalamannya ketika bermain drama. Melalui pengggunaan model
role playing dalam pembelajaran
keterampilan berbicara akan mampu
menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu
berkomunikasi dan berinteraksi sosial
secara matang, arif, dan dewasa.
Selain itu pula, faktor yang
mempengaruhi perbedaan siginifikan
keterampilan berbicara yaitu dari aktifitas siswa. Melalui role playing, siswa menjadi lebih bersemangat seta antusias dalam
mengikuti pembelajaran. Ketika siswa
merasa antusias dalam pembelajaran maka secara otomotis materi yang disampaikan oleh guru akan disimak dengan baik.
Berbeda halnya dalam pembelajaran
dengan model konvensional yang membuat siswa lebih banyak mendengar ceramah, sehingga siswa cenderung pasif. Dalam
pembelajaran ini, guru lebih banyak
mendominasi kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran konvensional pun kurang merangsang keterampilan berbicara siswa.
Perbedaan cara pembelajaran
dengan model role playing dan model pembelajaran konvensional tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap keterampilan berbicara siswa. Pembelajaran dengan model pembelajaran bermain peran memberikan pengalaman langsung kepada siswa terhadap masalah yang diangkat dalam cerita drama. Dengan demikian, keterampilan berbicara yang dibelajarkan dengan model role playing
memperoleh hasil yang baik dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurfarida (2012) yang diperoleh bahwa hasil kegiatan bermain peran yang diterapkan pada siswa SD kelas IV dapat mencapai peningkatan pada pembelajaran tarikh setiap siklusnya. Selanjutnya Setyowati (2012), menemukan
bahwa ada peningkatan kecerdasan
interpersonal anak kelompok B TK Pertiwi Bungkal I Werdi Klaten dengan menerapkan pembelajaran bermain peran, yakni sebelum tindakan 43,7%, siklus I mencapai 61,8%, siklus II mencapai 81,9%. Oleh karena itu, hasil penelitian ini berhasil memperkuat
penelitian penelitian terkait model
pembelajaran role playing.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran role playing lebih unggul dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model role
playing berpengaruh terhadap keterampilan
berbicara siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berbicara yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
role playing dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus
VI Kecamatan Buleleng. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa nilai thitung adalah 13,87
sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5%
dan db = 60 adalah 2. Hal ini berarti, thitung
lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel). Disamping
itu, rata-rata skor keterampilan berbicara
siswa yang belajar dengan model
pembelajaran role playing = 83,80 lebih tinggi daripada rata-rata skor keterampilan berbicara siswa yang belajar dengan metode pembelajaran konvensional = 60,08.
Hal ini menunjukkan bahwa metode
pembelajaran role playing berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa kelas
V semester genap tahun pelajaran
2013/2014 di Gugus VI Kecamatan
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Disarankan kepada siswa agar tetap mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan aktif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Saran selanjutnya ditujukan kepada guru pengajar bahasa Indonesia di sekolah dasar hendaknya menggunakan model pembelajaran role playing sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Disarankan
juga kepada sekolah agar
mempertimbangkan model pembelajaran
role playing sebagai salah satu model
pembelajaran inovatif khususnya dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Selanjutnya disarankan kepada peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran role
playing dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia maupun pada mata pelajaran lainnya, penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk perbaikan dan
penyempurnaan penelitian. DAFTAR RUJUKAN
Adri. (2010). Peningkatan Keterampilan
Berbicara dengan Menerapkan Teknik Debat Topik Siswa Kelas X SMAN 3 Takalar. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan Vol.3, Tahun Ke-1.
Agung, A. A. Gede. 2010. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Singaraja :
Jurusan Teknologi Pendidikan,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Agung. 2010. Bahan Kuliah Statistik
Deskriptif. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.
.
Alwi, H., & dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Arini dan Kertiasih. 2010. Peningkatan
Keterampilan Berbicara dengan
Mempertunjukkan Boneka pada Siswa Kelas 4 SD No. 1 Paket Agung.
Singaraja. Laporan Hasil Penelitian
(tidak diterbitkan). Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha.
Brown, Kate M. 1994. Using Role Playing to
Integrate Ethics into Busines
Curriculum (online).
http://proquest.umi.com/pqdweb (diakses tanggal 20 Desember 2013. BSNP. 2007. Peraturan menteri pendidikan
nasional republik Indonesia nomor 22 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Idris, M. 2008. Strategi dan Metode
Pengajaran. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Inskandar. 2009. Psikologi Pendidikan. Cipayung: Gaung Persada (GP) Press. Kathleen, B. E. 1999. Speaking: A Critical
Skill and A Challenge. CALICO
Journal, 16 (3).
Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Kemmis, S & Taggart, M.C. 1992. The
Action Research Planner. Victoria:
Deakin University Press.
Koyan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Undiksha.
Kusmintayu, 2012. Penerapan Metode Mind
Mapping untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal
Pendidikan.
Maindar G. A & Mukti U.S (1991). Pembinaan Kemampuan Berbicara