i
EFEKTIVITAS METODE ROLE PLAYING TERHADAP
KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA
MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH
PAKEM SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Lia Ismiasih NIM: 11105241046
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
v MOTTO
“Jagalah tutur katamu seperti kamu menjaga harga dirimu. Karena orang akan menghormatimu dengan melihat cara
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengaharapkan ridho Allah SWT, Skripsi ini penulis
mempersembahkan untuk :
1. Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberikan
motivasi, perhatian serta semangat yang tiada hentinya.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
vii
EFEKTIVITAS METODE ROLE PLAYING TERHADAP
KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA MATA
PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XI SMA
MUHAMMADIYAH PAKEM SLEMAN
Oleh Lia Ismiasih NIM 11105241046
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode role playing
dalam mata pelajaran bahasa Indonesia terhadap keterampilan berbicara siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem Sleman.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment, dengan variabel terikat keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa, serta variabel bebas adalah metode role playing tanpa dampingan guru. Desain penelitiannya yaitu pretest-posttest control group design. Subjek penelitian ini adalah 32 siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem Sleman, 17 siswa kelas IPS sebagai kelas eksprerimen dan 15 siswa kelas IPA sebagai kelas kontrol. Objek penelitian berupa keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa. Metode pengumpulan data menggunakan observasi dan penilaian unjuk kerja. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar observasi rating scale dan lembar penilaian unjuk kerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik uji-t (t-test).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode role playing tanpa dampingan guru lebih berpengaruh terhadap keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa dibandingkan metode role playing dengan dampingan guru. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis uji-t gain score kedua kelompok, hasil uji t diperoleh t hitung yaitu 2,144 dan memperoleh signifikansi 0,40 lebih besar dari 0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima. Berdasarkan perbedaan rata-rata (mean) antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebesar 4.00. Dapat disimpulkan bahwa metode role playing tanpa dampingan guru mempengaruhi peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas XI dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dibandingankan metode role palying dengan dampingan guru.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul: “EFEKTIVITAS METODE ROLE PLAYING
TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH
PAKEM, SLEMAN”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, bapak Dr. Sugeng Bayu Wahyono yang telah memberikan ijin penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Christina Ismaniati, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar telah memberika pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
ix
6. Seluruh dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.
7. Bapak Abdul Wachid, S.Sy., S.T.h.I, selaku kepala sekolah SMA Muhaammadiyah Pakem yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
8. Ibu Fitri Wulandari S. Pd, selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Muhammadiyah Pakem yang telah membantu untuk kelancaran dalam penelitian ini.
9. Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.
10.Keluarga tercinta, ibu Mujiyatun, bapak Muji Hartono, Ari dan Supri yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.
11. Yang tercinta Aidin Aries Bramantyo yang telah memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu semangat dalam mengerjakan Tugas Akhir Skripsi ini.
12.Sahabat dan teman terkasih Eka, Ama, Aulia, Qori, Aprilia, Puji, Anjar, Rifki, Desy, Solekhah, Witri, Luluk, Senuk, Shela, Titik, Sopa, yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
13.Teman-teman seperjuangan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan angkatan 2011.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya dan bagi para pembaca pada khususnya.
x A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah... 6
C. Pembatasan Masalah... 7
D. Rumusan Masalah... 7
E. Tujuan Penelitian... 8
F. Manfaat Penelitian... 9
G. Definisi Operasional... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Metode Pembelajaran Role Playing... 11
1. Pengertian dan Macam-Macam Metode Pembelajaran... 11
2. Pengertian Metode Role Playing... 13
3. Tujuan dan Manfaat Metode Role Playing... 15
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing... 16
5. Landasan Teoretik Role Playing... 18
xi
a. Pembelajaran Role Playing Dengan Guru... 20
b. Pembelajaran Role Playing Tanpa Guru... 21
B. Hakikat Keterampilan Berbicara... 24
1. Pengertian dan Karakteristik Keterampilan Berbicara... 24
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara... 28
3. Faktor-Faktor Penunjang dan Penghambat Keefektifan Berbicara... 29
4. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Atas... 35
5. Penilaian Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Atas... 38
C. Karakteristik Materi Bahasa Indonesia... 41
D. Karakteristik Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas... 42
E. Kajian Penelitian yang Relevan... 44
F. Kerangka Berpikir... 45
G. Pengajuan Hipotesis... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 48
B. Desain Peneleitian... 48
C. Tempat dan Waktu Penelitian... 50
D. Variabel Penelitian... 51
E. Subyek Penelitian... 52
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 53
G. Metode Pengumpulan Data... 58
H. Instrumen Pengumpulan data... 60
I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 63
J. Teknik Analisis Data... 64
BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 68
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 68
C. Pelaksanaan Penelitian... 69
1. Kelas Eksperimen... 69
2. Kelas Kontrol... 73
xii
D. Deskripsi Data Penelitian... 76
1. Data Penelitian Sebelum Perlakuan (pretest)... 76
2. Data Penelitian Setelah Perlakuan (posttest)... 79
3. Data Peningkatan Nilai rata-rata Keterampilan Berbicara Siswa... 83
4. Data Skor Gain Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 85
E. Persyaratan uji Analisis... 86
1. Uji Normalitas... 86
2. Uji Homogenitas... 88
F. Pengajuan Hipotesis... 89
1. Uji Hipotesis Pertama... 95
2. Uji Hipotesis Kedua... 90
G. Pembahasan... 98
H. Keterbatasan penelitian... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 96
B. Implikasi... 97
C. Saran... 97
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. SKKD SMA kelas XI semester 2... 35
Tabel 2. Desain Penelitian Pretest – Posttest... 49
Tabel 3. Data Umur Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 55
Tabel 4. Kisi-kisi Lembar Observasi Ratting Scale Kegiatan Guru Selama Pembelajaran Role Playing... 60 Tabel 5. Format Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa... 61
Tabel 6. Rubrik Kriteria Penilaian Keterampilan Berbicara... 62
Tabel 7. Kategori Skor Penilian... 65
Tabel 8. Jadwal Kegiatan Penelitian... 75
Tabel 9. Nilai Rata-rata Pretest Keterampilan Berbicara Kelompok Eksperimen 76 Tabel 10. Kategori Hasil Interprestasi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen... 77
Tabel 11. Nilai Pretest Keterampilan Berbicara Kelompok Kontrol... 78
Tabel 12. Kategori Hasil Interprestasi Nilai Pretest Kelompok Kontrol... 79
Tabel 13. Nilai Posstest Ketrampilan Berbicara Kelompok Eksperimen... 80
Tabel 14. Kategori Hasil Interprestasi Nilai Rata-rata Posstest Kelompok Eksperimen... 81
Tabel 15. Nilai Rata-rata Posttest Keterampilan Berbicara Kelompok Kotrol... 82
Tabel 16. Kategori Hasil Interprestasi Nilai Rata-rata Posttest Kelompok Kontrol. 82 Tabel 17. Peningkatan keterampilan Berbicara Siswa Kelompok Eksperimen... 83
Tabel 18. Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Kelompok Kontrol... 84
Tabel 19. Gain Skor Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Eksperimen... 78
Gambar 2. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Kontrol... 79
Gambar 3. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Eksperimen... 81
Gambar 4. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Kontrol... 83
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Hasil Penilaian Unjuk Kerja Siswa... 103
Lampiran 2. Hasil Observasi Kegiatan Guru... 111
Lampiran 3. Hasil Pengujian SPSS... 119
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 122
Lampiran 5. Dialog/Skenario Role Playing... 124
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian... 155
Lampiran 7. Surat Ijin Permohonan Penelitian Dari Fakultas Ilmu Pendidikan... 158 Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian... 159
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UUSPN No. 20 tahun 2003). Pendidikan tidak hanya dipandang
sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja,
namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan,
kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi
dan sosial yang memuaskan, pendidikan bukan semata-mata sebagai
sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk
kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju
ke tingkat kedewasaannya (Fuad Ihsan, 2008: 5).
Di Indonesia terdiri dari 3 macam pendidikan, yaitu pendidikan
formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal
adalah pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Contoh pendidikan
2
paket A sampai C). Dan yang terahir pendidikan Informal yaitu jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan dasaradalah jenjang pendidikan awal selama 9
(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar
menjadi dasar bagi jenjangpendidikan menengah. Periode pendidikan
dasar ini adalah selama 6 tahun. Di akhir masa pendidikan dasar, para
siswa diharuskan mengikuti dan lulus dariUjian Nasional (UN). Kelulusan
UN menjadi syarat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat
selanjutnya (SMP/MTs). Pendidikan menengah adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial
budaya, dan alam sekitar. Pendidikan tinggi adalah satuan pendidikan
yang menyelengarakan pendidikan tinggi dan dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (Nur Anisa Noviana,
2014)
Kegiatan proses pembelajaran di sekolah-sekolah masih terbatas
dan bertumpu dalam bentuk tatap muka di dalam kelas. Padahal untuk
meningkatkan penciptaan dan pertumbuhan kemampuan anak didik
dalam berbicara yang baik, dibutuhkan suatu keterpaduan yang
sinergik antara guru dan anak didiknya dalam proses pembelajaran.
Salah satu usaha atau peran serta pendidik (guru) dalam menciptakan
kemampuan berbicara siswa yang baik, maka diperlukan
3
pengajaran bahasa Indonesia oleh guru kepada anak didiknya. Penekanan
pengajaran bahasa Indonesia, dalam hal ini adalah kemampuan
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan membimbing anak didik agar
mampu memfungsikan bahasa Indonesia dalam komunikasi. Salah satu
aspek kemampuan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam
upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan
berbudaya adalah kemampuan berbicara.
Dewasa ini siswa dituntut aktif dan kreatif dalam pembelajaran.
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa.
Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang
harus menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala
belajar adalah niat belajar siswa sendiri, dapat dikatakan bahwa
hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa (Asri Budiningsih,
2012: 59).
Berinteraksi dengan masyarakat memerlukan keterampilan
berbicara supaya seseorang bisa menyampaikan pendapat dan
berkomunikasi secara aktif. Dalam kehidupan sehari-hari orang lebih
sering menggunakan bahasa lisan (berbicara) dalam berkomunikasi, baik
4
Untuk itu, keterampilan berbicara ini perlu mendapat perhatian khusus
pada mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari kecerdasan
manusia yaitu kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence). Menurut Gardner dalam Asri Budiningsih (2012:114) kecerdasan verbal
bertanggung jawab terhadap semua hal tentang bahasa. Keterampilan
berbicara merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa. Dalam
keterampilan berbahasa mencakup 4 aspek, yaitu (1) keterampilan
menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca dan (4)
keterampilan menulis. Keempat-empatnya saling berkaitan. Keterkaitan
antara keempat aspek keterampilan berbahasa itu dinyatakan dengan
istilah catur tunggal. Ini berarti bahwa ada kaitan yang erat antara
berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara
dengan membaca (Djago Tarigan, 1998)
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 4 maret
2015 di SMU Muhammadiyah Pakem, keterampilan bicara siswa kelas VII
masih rendah, hal itu dilihat dari 32 siswa yang terdiri dari 15 siswa kelas
IPA dan 17 siswa kelas IPS , hanya 40% siswa yang terampil berbicara
secara aktif, artinya 60% siswa masih belum aktif berbicara. Berbicara
aktif disini adalah mampu mengemukan ide-ide, pandangan-pandangan
serta pemikiran tantang pokok bahasan yang akan dibicarakan. Kurangnya
keterampilan berbicara siswa dikarenakan siswa masih merasa minder dan
5
perlunya sebuah metode pembelajaran yang bisa melatih keberanian siswa
untuk melatih keterampilan bicara siswa khususnya dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran berbicara di SMA Muhammadiyah
Pakem, guru sudah menggunakan metode bermain peran atau role playing.
Namun peneliti ingin mengetahui apakah metode role playing efektif digunakan dalam melatih keterampilan berbicara siswa.
Keterampilan berbicara, menyatakan maksud dan perasaan secara
lisan, sudah dipelajari dan mungkin sekali sudah dimiliki siswa sebelum
mereka memasuki sekolah. Taraf kemampuan berbicara siswa ini
bervariasi mulai dari taraf baik atau lancar, sedang, gagap atau kurang.Ada
siswa yang lancar menyatakan keinginan, rasa senang, sedih, sakit, atau
letih. Bahkan mungkin dapat menyatakan pendapatnya mengenai sesuatu
walau dalam taraf sederhana. Beberapa siswa lainnya masih takut-takut
berdiri dihadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang kita lihat
beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa segalanya bila ia
berhadapan dengan sejumlah siswa lainnya. Kenyataan tersebut di atas
hendaknya dijadikan sebagai landasan pengajaran berbicara di sekolah.
Berbicara memerlukan kebebasan untuk menyampaikan pikiran
tanpa beban dan tekanan. Peran seseorang juga mempengaruhi kelancaran
dan rasa kepercayaan diri dalam berbicara. Kepercayaan diri sangat
diperlukan dalam keterampilan berbicara, karena bisa mempengaruhi cara
siswa berbicara. Namun masalah yang ditemui dalam pembelajaran
6
diri dan siswa masih malu tampil di depan kelas atau umum. Kurang
percaya diri dan rasa malu tampil di depan kelas mungkin saja dipengaruhi
oleh faktor guru. Menurut Piaget dalam Asri Budiningsih (2012: 98)
perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi siswa dengan
kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa.
Siswa akan lebih merasa bebas dalam belajar jika dengan teman sebayanya
tanpa ada dampingan dari seorang guru.
Berdasarkan masalah di atas diharapkan guru mencari metode yang
baru dalam pembelajaran berbicara. Jika biasanya dalam pembelajaran
role playing, guru masih mendampingi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran, maka peneliti memberikan alternatif pembelajaran role playing di sekolah, dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar tanpa dampingan seorang guru, artinya guru hanya sebagai
pengantar pembelajaran, selanjutnya siswa belajar mandiri. Dari latar
belakang, peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai “Pengaruh
Metode Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI di SMA Muhammadiyah Pakem,
Sleman.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat di
7
1. Upaya pelaksanaan pembelajaran role playing pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem masih kurang efektif.
2. Keterampilan berbicara siswa khususnya pada siswa kelas XI SMA
Muhammadiyah Pakem masih rendah.
3. Belum diketahui pengaruh role playing terhadap keterampilan berbicara dalam mata pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa
kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem.
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas,
penelitian ini dibatasi pada pada Pengaruh Metode Role Playing dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Terhadap Keterampilan Berbicara pada
Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan kemampuan berbicara siswa dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia antara kelas yang belajar menggunakan
8
2. Bagaimana pengaruh metode role playing dengan dampingan guru dan kelas yang belajar menggunakan metode role playing tanpa dampingan guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia terhadap
kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem?
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui perbedaan kemampuan berbicara siswa dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia antara kelas yang belajar menggunakan
metode role playing dengan guru dan kelas yang belajar menggunakan metode role playing tanpa guru di kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem, dan
2. Mengetahui pengaruh metode role playing dengan dampingan guru dan kelas yang belajar menggunakan metode role playing tanpa dampingan guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia terhadap
kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA SMA Muhammadiyah
9 F. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Manfaat Teoretis
a. Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
metode yang inovatif, yaitu penggunaan metode role playing dalam pembelajaran berbicara.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran dan membantu para siswa
dalam meningkatkan kemampuan berbicara.
b. Bagi Pengajar
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi
guru dalam penggunaan metode role playing pada pembelajaran berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
c. Bagi Peneliti
Mengetahui efektivitas metode role playing dalam pelajaran bahasa Indonesia dalam meningkatkan kemampuan berbicara.
G. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap
10
disampaikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Keterampilan Berbicara
Kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide atau
gagasan kepada orang lain melalui kata-kata maupun kalimat-kalimat
dengan menggunakan intonasi dan lafal yang baik, kelancaran
berbicara, kejelasan isi pembicaraan serta ekspresi yang tepat saat
berbicara.
2. Metode Role Playing
Metode role playing adalah metode pembelajaran yang menekankan imajinasi dan kemampuan penghayatan untuk
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Metode Pembelajaran Role Playing
1. Pengertian dan Macam-Macam Metode Pembelajaran
Metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran
yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran
sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran
karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
Menurut Zainal Aqib (2013: 70) metode pembelajaran
didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam
menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Selanjutnya Abdul Majid (2014: 150) Metode pembelajaran
adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun tercapai secara optimal.
Jadi metode pembelajaran adalah cara yang diterapkan oleh
guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun macam-macam metode pembelajaran yang bisa
diterapkan untuk pembelajaran menurut Menurut Wina Sanjaya (2007:
145-159) yaitu: (a) metode ceramah, dapat dirtikan sebagai cara
menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan
langsung kepada sekelompok siswa. Metode ceramah sendiri masih
12
ceramah digunakan untuk pembelajaran ekspositori, (b) metode
demonstrasi, adalah metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu
proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar
tiruan, (c) metode diskusi, adalah metode pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Diskusi dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu (1) diskusi kelas, (2) diskusi kelompok kecil, (3)
simposium, (4) diskusi panel, (d) metode simulasi, merupakan cara
penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan
untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, yaitu : (1) sosiodrama, (2)
psikodrama, (3) role playing.
Macam-macam metode pembalajaran di atas bisa dijadikan
acuan dalam pembelajaran. Namun tidak semua metode baik
digunakan dalam semua mata pelajaran, untuk itu guru harus bisa
memilih metode yang paling tepat untuk di terapkan dalam
pembelajaran sesuai dengan kriteria dan tujuan. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah metode role playing. Metode role playing merupakan salah satu dari strategi pembelajaran simulasi.
2. Pengertian Metode Role Playing
Role Playing merupakan salah satu jenis dari metode simulasi. Menurut Abdul Majid (2013: 205-206) terdapat 5 jenis simulasi
13
a. Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena
sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia
seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga
yang otoriter, dan lain sebagainya.
b. Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran
yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis.
c. Role Playing
Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi
peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.
d. Peer Teaching
Peer Teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru.
e. Simulasi Game
Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa
berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan
14
Dari lima jenis metode simulasi menurut Abdul Majid di atas,
peneliti menggunakan metode role playing sebagai metode yang digunakan dalam melatih keterampilan berbicara siswa, selain itu
dengan metode role playing siswa diharapkan bisa berkreasi sesuai dengan tokoh yang diperankan dan mendalami karakter mereka
masing-masing dengan peran masa lalu maupun masa yang akan
datang.
Menurut Sudjana (2005: 134) teknik bermain peran adalah
teknik kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan
penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi
pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata. Artinya, siswa
memainkan peran sesuai dengan kejadian-kejadian nyata yang pernah
terjadi masa sekarang ataupun masa lampau.
Selanjutnya Miftahul Huda (2014: 209) memaparkan bahwa
metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Siswa dalam pembelajaran role playing berperan sebagai subjek pembelajaran yang aktif. Pembelajaran dilakukan dengan memerankan
suatu tokoh dalam drama dengan menitikberatkan kepada keterlibatan
emosional dan kemampuan menghayati peran.
15
kehidupan sehari-hari. Role Playing dalam penelitian ini adalah mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dengan
menggunakan gerak-gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan watak
tokoh drama.
3. Tujuan dan Manfaat Metode Role Playing
Sebuah metode pembelajaran harus memiliki tujuan dan
manfaat yang jelas sebelum digunakan. Adapun tujuan metode role playing menurut Sudjana (2005: 134) adalah untuk mengenalkan peran-peran dalam dunia nyata kepada peserta didik. Peserta didik
dilatih untuk bermain peran sesuai dengan tokoh yang ada guna
memberikan pengalaman kepada siswa untuk memahami tokoh dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Hamzah B. Uno (2007: 26) bermain peran sebagai
suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa
menemukan makna jati diri di dunia sosial dan memecahkan dilema
dengan bantuan kelompok. Selain tujuan role playing juga mempunyai manfaat. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 28) melalui bermain peran,
siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya
sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku
baru untuk mengatasi masalah seperti dalam dalam permainan
perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.
16
ketepatan, kekurangan, dan pengembangan peran-peran yang dialami
dan diamatinya. Selain untuk mengenalkan peran kepada peserta
didik, metode role playing juga dirasa efektif untuk mengembangkan potensi siswa dalam mengembangkan bakat siswa dalam penghayatan
dan penguasaan peran.
Menurut Hamzah B. Uno (2007: 26) proses bermain peran ini
dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna
sebagai sarana bagi siswa untuk: (1) menggali perasaannya, (2)
memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap
sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan dan
sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran
dengan berbagai macam cara.
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing
Sebuah metode pembelajaran tidak semuanya bagus, baik
buruknya sebuah metode tergantung pada tujuan, siapa dan kapan
pelaksaan metode itu diterapkan. Adapun kelebihan dan kelemahan
metode role playing menurut Miftahul Huda (2014: 210-211) sebagai berikut:
a. Kelebihan
1) Dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan
lama dalam ingatan siswa.
2) Bisa menjadi pengalam belajar menyenangkan yang sulit untuk
17
3) Membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis.
4) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri
siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
5) Memungkinkan siswa untuk terjun langsung memerankan
sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.
b. Kelemahan
1) Banyaknya waktu yang dibutuhkan.
2) Kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak
dilatih dengan baik.
3) Ketidakmungkinan menerapkan RPP jika suasana kelas tidak
kondusif.
4) Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan
menghabiskan waktu dan tenaga.
5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui strategi
ini.
Dari kelebihan di atas pembelajaran role playing dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan menyenangkan yang
sulit untuk dilupakan, artinya siswa lebih berkesan dalam pembelajaran
karena siswa perperan langsung memainkan tokoh dalam drama
sehingga siswa lebih mudah mengingatnya. Selain itu juga bisa
menumbuhkan rasa kebersamaan dan antusiasme yang tinggi karena
dalam suatu pementasan drama dibutuhkan latihan dan kerjasama yang
18
Selain mempunyai kelebihan, metode role playing juga mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan banyak waktu dalam
pementasan drama karena dibutuhkan latihan yang cukup sampai siswa
benar benar memahami isi, jika waktu dibatasi hal tersebut akan
berpengaruh pada hasil, misalnya siswa kurang memahami isi materi
serta belum hafal dengan naskah drama. Suasana kelas yang tidak
kondusif juga ikut berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
5. Landasan Teoretik Role Playing
Proses belajar kontruktivistik secara konseptual dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa, melainkan sebagai
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Pemberian makna terhadap objek dan
pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara
sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial
yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar
kelas. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut ( Asri Budiningsih, 2012: 58).
19
menyenangkan agar sulit untuk dilupakan. Elizabeth B. Hurlock (Umi
khoirotun, 2012: 12) mengemukakan bahwa bermain aktif adalah
kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka memperoleh
kesenangan dan kepuasan dari aktivitas yang dilakukannya sendiri.
Dalam kegiatan ini banyak melibatkan aktivitas tubuh atau
gerakan-gerakan tubuh. Selanjutnya Reardon dan Singer (Darmansyah, 2010:
22) menjelaskan bahwa pembelajaran menyenangkan itu adalah
kemampuan untuk mengubah komunitas belajar menjadi tempat yang
meningkatkan kesadaran, daya dengar, partisipasi, umpan balik, dan
pertumbuhan, dimana emosi dihargai.
Berdasarkan teori di atas, pembelajaran role playing merupakan metode pembelajaran aktif yang memberikan pengalaman dan makna
kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa berperan
langsung dalam pembelajaran, sehingga dapat membuat siswa lebih
berkesan dan menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan yang
sulit untuk dilupakan.
6. Pelaksanaan Pembelajaran Role Playing
a. Pembelajaran Role Playing Dengan Guru
Pada konsep zona perkembangan proksimal menurut
Vigotsky dalam Asri Budiningsih (2012: 101) sebelum terjadi
internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan
instramental terbentuk, maka anak perlu dibantu dalam proses
20
guru perlu membantu dalam proses belajarnya. Peran guru selain
sebagai fasilitator juga berperan membantu kegiatan siswa dalam
pembelajaran role playing. Dalam penelitian ini guru berperan mendampingi siswa dalam proses belajar bermain peran. Jika ada
siswa yang salah atau kurang menghayati peran, guru bisa
memberikan contoh yang benar kepada siswa.
Langkah pembelajaran role playing dengan dampingan guru :
1) Guru masuk kelas memberikan sambutan dan instruksi kepada
siswa tentang pembelajaran role playing yang akan dilaksanakan.
2) Siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok
memainkan drama tradisional dan kelompok lain memainkan
drama modern.
3) Guru memberikan contoh peran yang dimainkan dalam naskah
drama kepada siswa.
4) Siswa berlatih drama di dalam kelas, guru mendampingi serta
memberikan arahan-arahan.
5) Setelah selesai berlatih masing-masing kelompok maju
menampilkan drama secara bergantian.
6) Berdiskusi, kelompok yang sedang tidak tampil bertugas
mengamati dan memberikan komentar kepada kelompok yang
21
b. Pembelajaran Role Playing Tanpa Guru
Kebebasan merupakan suatu yang tidak mengandung unsur
mengekang. Dalam role playing kebebasan harus diutamakan agar siswa bisa bebas mengespresikan emosialnya tanpa tekanan.
Semua prosedur ketat yang sangat mengekang dan membelenggu
anak harus dihilangkan apabila kita menginginkan suatu
kesempatan baik bagi pertumbuhan pribadi dalam seluruh sumber
intelektual dari kebebasan dan yang tanpanya tidak ada jaminan
apapun bagi pertumbuhan normal yang sejati dan yang terus
berkelanjutan (Jhon Dewey: 58-59).
Dalam proses belajar menurut teori konstruktivistik guru
dan siswa memiliki peran yang sangat penting. Peranan Siswa
(si-belajar) menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus
dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal
yang sedang dipelajari. Paradigma konstruktivistik memandang
siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal
sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan
menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat
sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya
22
Peranan Guru dalam belajar konstruktivistik membantu
agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar. Guru tidak mentranferkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan
pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru dalam
pembelajaaran role playing berperan sebagai fasilitator, bertugas untuk menyajikan dan memfasilitasi pemahaman tentang aturan
dalam role playing. Sedangkan peran siswa dalam pembelajaran
role playing adalah mengkonstruksi serta menghayati peran yang dijalankan dengan mengekspresikan dan melatih emosional.
Sedangkan peran guru dalam pembelajaran role playing adalah membantu dan mendampingi siswa dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini guru hanya mendampingi siswa dan
memberikan instruksi di awal pembelajaran tanpa membantu siswa
dalam pembelajaran, artinya tugas guru disini adalah mendampingi
dan mengawasi siswa dalam bermain peran agar suasana tetap
kondusif. Sedangkan peran siswa adalah mengekspresikan dan
menghayati sesuai dengan tokoh dalam peran yang dimainkan,
selanjutnya siswa dibebaskan untuk berekspresi dan memerankan
peran sesuai dengan imajinasi mereka sendiri. Jadi dalam
23
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih
memainkan peran sesuai dengan tema yang sudah di bagikan
kepada setiap kelompok.
Langkah pembelajaran role playing tanpa dampingan guru adalah sebagai berikut :
1) Guru masuk kelas mamberikan sambutan serta memberikan
instruksi kepada siswa tentang pembelajaran role playing yang akan dilaksanakan.
2) Siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok
memainkan drama tradisional dan kelompok lain memainkan
drama modern.
3) Siswa dengan kelompoknya membaca naskah dialog dan
memahami peran yang akan diperankan secara mandiri.
4) Guru mengawasi proses pembelajaran agar tetap kondusif,
namun tidak ikut membantu siswa berlatih.
5) Siswa berlatih drama dengan bebas memilih tempat yang
dirasa nyaman untuk berlatih (masih dalam lingkungan
sekolah). Setelah selesai berlatih masing-masing kelompok
maju menampilkan drama secara bergantian.
6) Berdiskusi, kelompok yang sedang tidak tampil bertugas
mengamati dan memberikan komentar kepada kelompok yang
24 B. Hakikat Keterampilan Berbicara
1. Pengertian dan Karakteristik Keterampilan Berbicara a. Pengertian Keterampilan berbicara
Keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya cakap
dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Keterampilan adalah kecakapan
dalam melaksanakan tugas, dalam arti bahasa keterampilan
merupakan kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam
menulis, membaca, menyimak, atau berbicara. Sedangan dalam
arti tematis merupakan kesanggupan pemakai bahasa untuk
menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan menggunakan
pola gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dari
satu bahasa ke bahasa lain, dan sebagainya. Selanjutnya menurut
Yudha dan Rudyanto dalam (Yani Zuhriyah, 12: 2012)
keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai
aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial-emosional, kognitif,
dan efektif (nilai- nilai moral).
Menurut Djago Tarigan (1997: 34) berbicara merupakan
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dalam
penyampaian pesan kepada pendengar, perlu adanya media yang
digunakan agar maksud dapat disampaikan dengan baik. Media
yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu, pikiran atau pendapat
25
Selanjutnya Henry Guntur Tarigan (2008: 16)
menyampaikan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Berbicara tidak hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau
kata-kata, namun suatu alat untuk mengkomunikasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.
Dilanjutkan dengan pendapat Soenardi Djiwandono (2011:
118-119) bahwa berbicara berarti mengungkapkan pikiran secara
lisan. Dengan menggunakan apa yang dipikirkan, seseorang dapat
membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada
dalam pikiranya. Agar pesan, masalah, atau topik yang ingin di
ungkapkan dapat mencapai orang yang mendengarkan dan dapat
memahaminya, maka isi pesan, masalah, atau topik itu perlu diatur
susunannya sedemikian rupa sehingga memudahkan pemahaman
oleh orang yang mendengarkan. Disamping itu perlu juga isi pesan
itu diungkapkan secara jelas berdasarkan pemilihan kata-kata yang
tepat, disusun menurut susunan dan kaidah gramatika, serta
dilafalkan dengan ucapan yang jelas dan intonasi yang sesuai.
Menurut Shaleh Abbas (2006: 83) berbicara merupakan
26
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalamnya terjadi
pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat yang lain.
Menurut Henry Guntur Tarigan ( Ria: 2014) Keterampilan
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar
menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan
penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap
muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik)
pembicara.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Keterampilan berbicara adalah pengucapan bunyi-bunyi artikulasi
melalui bahasa lisan dengan mengungkapkan apa yang dipikirkan
untuk menyampaikan pesan, topik, dan permasalahan dengan jelas
menggunakan bahasa lisan kepada orang lain. Penyampaian pikiran
harus secara jelas agar apa yang disampaikan bisa diterima dengan
baik oleh pendengar atau orang yang diajak berbicara.
Keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah penyampaian
pesan, topik, dan permasalahan dengan lafal, intonasi dan artikulasi
yang jelas.
b. Karakteristik Keterampilan Berbicara
Kegiatan berbicara dapat berlangsung jika setidak-tidaknya
27
menghadapi seorang lawan bicara. Kegiatan berbicara yang
bermakna juga dapat terjadi jika salah satu pembicara memerlukan
informasi baru atau ingin menyampaikan informasi penting kepada
orang lain.
Berikut disajikan sejumlah karakteristik yang harus ada
dalam kegiatan pembelajaran berbicara menurut Mudini & Salamat
Purba (2009: 19-20) antara lain, hal di bawah ini:
a. Harus ada lawan bicara.
b. Penguasaan lafal, struktur, dan kosa kata.
c. Ada tema/ topik yang dibicarakan.
d.Ada informasi yang ingin disampaikan atau sebaliknya
ditanyakan.
e. Memperhatikan situasi dan kontek.
Sebelum seseorang berbicara, terlebih dahulu harus ada
lawan bicara untuk menerima informasi atau menanggapi
pembicaraan, selanjutnya juga harus menguasai lafal, struktur dan
kosa kata, baru orang bisa lancar dalam berbicara. Setelah itu harus
ada topik yang akan disampaikan atau ditanyakan, yang terakhir
adalah memperhatikan situasi dan kontek pembicaraan agar tidak
keluar jalur dari topik yang dibicarakan.
Selanjutnya karakteristik menurut Tarigan (Isnainar, 2013:
9) meliputi: Pertama, kemampuan berbahasa bersifat mekanistis,
28
Kedua, pengalaman berbahasa. Ketiga, pemberian-pemberian
pertanyaan yang bersifat aplikasi sangat cocok dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa. Seseorang bisa mahir
dalam berbicara yaitu dengan latihan dan praktik secara terus
menerus. Latihan yang tepat akan memungkinkan siswa mampu
berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara
Pada dasarnya kesempatan berbicara itu merupakan suatu
giliran. Kesempatan dalam berbicara mempengaruhi seseorang untuk
bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. Jelas hal
tersebut akan mempengaruhi cara berbicara mereka, misalnya
kecepatan, kejelasan dan ketepatan dalam penyampaian materi, karena
mungkin waktu yang diberikan dirasa kurang. Untuk itu kesempatan
bicara sangatlah penting seperti yang dipaparkan oleh Syamsuddin
(1997: 111) salah satu aspek analisis wacana dialog yang penting
adalah kesempatan berbicara atau dalam bahasa inggris disebut turn-talking atau dialog couplet. Istilah ini diartikan dengan hal-hal yang berkenaan dengan siapa, kapan, dan berapa lama seseorang atau suatu
pihak memperoleh giliran berbicara di dalam seluruh rangkaian
percakapan. Kesempatan ini sangat banyak ragamnya karena berkaitan
erat dengan aspek-aspek penting lain, seperti: (a) Topik pembicaraan,
29
peserta, (e) Jumlah peserta dalam percakapan, (f) Interprestasi isi dan
arah percakapan, (g) Inisiatif memotong/mengambil peran.
Berbicara adalah keterampilan penyampaian pesan melalui
bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara identik dengan penggunaan
bahasa secara lisan. Penggunaan bahasa secara lisan dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara
secara langsung menurut Djago Tarigan (1997: 13) adalah : (a)
Pelafalan, (b) Intonasi, (c) Pemilihan kata, (d) Struktur kata dan
kalimat, (e) Sistematika pembicaraan, (f) Isi pembicaraan, (g) Cara
memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta, (h) Penampilan
(gerak-gerik, penguasaan diri, dan lain lain)
3. Faktor-Faktor Penunjang dan Penghambat Keefektifan Berbicara
Citra suara merupakan faktor yang berpengaruh pada kegiatan
berbicara. Menurut John W.Osborne (2004: 65) ada beberapa faktor tenggorokan, mulut, hidung, tulang pipi dan kepala.
b. Nada suara
30
tetap (variabel) ini mencakup kecepatan, intonasi, volume dan jeda.
c. Kecepatan suara
Kata-kata yang diucapkan secara cepat mengandung kesamaan dan cenderung menjadi kabur bersama-sama. Melakukan variasi terhadap kecepatan kata-kata dan cara mengutarakannya menambah pengertian lebih dan menarik perhatian para pendengar. Kecepatan berbicara yang normal adalah antara 140 dan 185 kata per menit. Otak manusia dapat menyerap informasi sampai dengan 800 kata permenit. Dengan demikian para pendengar masih punya kesempatan untuk berfikir tentang apa yang Anda kemukakan. Anda perlu mengubah-ubah kecepatan bicara untuk mengumpulkn kata-kata dalam kelompok-kelompok yang mengandung arti penuh, yang memberikan penekanan pada kata-kata kunci dan pengertian-pengertian tertentu. Ini berarti bahwa Anda harus mendorong bersama-sama kelompok-kelompok kata yang relatif kurang penting dan memperlambat suara pada waktu mengucapkan kata-kata kunci yang penting, yang Anda inginkan agar dipikirkan oleh pendengar. Dalam hal-hal tertentu, berbicara cepat sesungguhnya dapat meningkatkan pemahaman dengan cara mengikatkan pemikiran-pemikiran secara bersama-sama, tetapi harus berbicara dengan jelas agar dapat dimengerti.
d. Intonasi Suara
Suara yang monoton dan membosankan merupakan pembunuh nomer satu dalam suatu penyajian. Sebagian besar dari arti yang ingin dikatakan akan hilang apabila anda tidak memiliki suara yang menyenangkan. Jelas bahwa naik dan turunnya intonasi suara merupakan satu unsur penting dalam pembicaraan yang efektif. Dalam banyak hal, intonasi suara yang rendah dianggap sebagai suatu aset untuk keberhasilan suatu penyampaian. Untuk seorang pembicara laki-laki, agar bunyi suaranya dapat dipercaya dan meyakinkan, ia harus menampilkan intonasi yang lebih rendah. Untuk seorang pembicara perempuan, agar berhasil dalam bisnis, ia perlu menggunakan intonasi suara yang lebih rendah, yang akan membuat suaranya kedengaran jelas dan tegas.
e. Volume Suara
31
f. Jeda
Para pembicara yang belum berpengalaman biasanya takut mengambil jeda saat berbicara, bahkan hanya untuk sekejap sekalipun. Bagi orang-orang seperti ini, suatu jeda selama tiga detik aja tampaknya seperti berhenti untuk selamanya. Mereka percaya bahwa selama jeda tidak akan terjadi komunikasi. Ketakutan seperti ini sesungguhnya tidak benar. Jeda adalah unsur penting dari komunikasi non-verbal dan sangat penting untuk suatu penyampaian yang baik dan kuat. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh seorang pembicara apabila ia mengambil jeda selama berbicara:
(1) Mengandung suatu pesan non-verbal dengan membuat pembicara kelihatan rileks, bijaksana dan penuh percaya diri.
(2) Membantu pemahaman verbal dengan memberikan kesempatan kepada pendengar untuk menyerap informasi dan berfikir tentang suatu alat peraga yang ditampilkan. (3) Menandakan adanya peralihan dengan memberitahukan
kepada pendengar bahwa suatu unsur berfikir telah selesai dan segera akan muncul point berikutnya.
(4) Jika jeda ditempatkan ditengah suatu frase atau kalimat, hal itu akan menciptakan penekanan dan menyerukan perhatian pada apa yang akan diucapkan setelah itu. g. Cara Pengucapan dan Penekanan – Tanda Baca Lisan
Dalam komunikasi lisan, kita tidak memiliki alat dan tanda baca yang menyenangkan untuk membantu menunjukan arti dari kata-kata yang diucapkan. Penekanan dapat digunakan untuk mendorong isi penyajian Anda dengan menggunakan salah satu metode perubahan nada suara seperti dibawah ini: (1) Mengubah kecepatan suara memberikan tekanan pada
hal-hal penting dengan menurunkan frase-frase atau kelompok-kelompok pikiran tertentu. Ini akan lebih efektif apabila dikombinasi dengan perubahan volume suara dan intonasi.
(2) Mengubah intonasi menimbulkan daya tarik dengan memberikan penekanan pada kelompok-kelompok pikiran dengan perubahan intonasi meninggi atau menurun. Jagalah agar pembicaraan tidak terlalu monoton.
(3) Mengubah volume suara membuat penenkanan secara kontras, meningkatkan volume suara dan menurunkannya secara bergantian merupakan cara yang efektif.
32
h. Artikulasi dan Pengucapan
Cara anda mengucapkan kata-kata dapat menjadi satu faktor besar dalam mempengaruhi orang. Orang yang salah mengucapkan kata-kata biasannya dianggap kurang berpendidikan atau tidak terlalu pintar. Reputasi ini tidak akan dapat ditemukan seluruhnya, karena banyak persoalan salah pengucapan disebabkan oleh kebiasaan salah artikulasi yang buruk, atau faktor-faktor lingkungan dimasa lalu. Kebanyakan persoalan menyangkut pengucapan dan artikulasi dapat diperbaiki dengan mempraktikan kebiasaan artikulasi yang baik, atau menerima intruksi dari instruktur pidato yang berpengalaman.
i. Kosa Kata dan Tata Bahasa yang Tepat
Para pembicara yang belum berpengalaman sering merasa takut karena tidak memiliki pengetahuan tata bahasa yang baik atau kosa kata yang memadai. Hal ini ditambah dengan kurangnya percaya diri menyebabkan penampilan sesorang menjadi buruk sekali. Menggunakan tata bahasa yang tidak benar pasti akan membuat Anda tidak akan berkembang dalam profesi, dan juga dalam lingkungan sosial. Kebanyakan orang menganggap mereka yang dapat menggunakan tata bahasa secara tepat adalah orang yang lebih pintar dan lebih berhasil dari pada orang-orang yang tidak menguasai tata bahasa dengan baik. Setiap orang dapat belajar untuk menggunakan tata bahasa yang benar dengan mempelajari buku pelajaran bahasa disekolah menengah. Untuk menjadi pembicara yang memiliki kosa kata yang baik, orang tidak perlu harus menyelesaikan pendidikan universitas atau akademi. Anda dapat memperkaya kosa kata dengan cara mencari sendiri kata-kata baru dan menggunakannya dalam praktek. Sebagai contoh, Anda dapat memanfaatkan waktu berangkat dan pulang kantor untuk merekam kosa kata baru ke dalam tape mobil. Anda dapat mempelajari begitu banyak kata hanya dengan periode lebih dari dua belas bulan.
j. Masalah Suara
Suara merupakan suatu persoalan apabila suara itu meminta perhatian terhadapnya sendiri. Masalah yang umum menyangkut suara adalah sebagai berikut:
33
(2) Kesengauan, dalam banyak hal, ini disebabkan oleh kebijaksanaaan membuka mulut tidak cukup lebar ketika berbicara. Persoalan ini dapat diatasai dengan cara membuka mulut lebih lebar dan menggunakan gerak lidah lebih kuat.
(3) Kesulitan Bernafas, suara yang lemah dan bergelombang disebabkan oleh Anda tidak bernanfas secukupnya waktu berbicara. Hal ini dapat diatasi dengan menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskan udara berlahan-lahan.
(4) Kata-kata Pendek, kata-kata pendek yang
membingungkan seperti “ah”, “oh”, “um”, “dan” sering
merupakan pengganti jeda alamiah. Untuk menghentikan kebiasaan buruk itu, seorang pembicra harus menarik napas selama satu detik, menahanya dan kemudian mulai berbicara lagi.
(5) Mengubah Citra Suara Anda, tujuan akhir dari upaya memperbaiki cara berbicara/mengeluarkan suara bukanlah agar suuara Anda sama seperti suara orang lain, melainkan untuk membantu mengembangkan citra bunyi suara Anda yang terbaik. Hal yang pertama-tama harus dilakukan adalah dengan hati-hati memperhatikan dan mendengarkan suara Anda sendiri. Anda harus secara jujur dan obyektif melihat dan mendengar diri Anda berbicara, cara para pendengar menilai Anda. Untuk mengevaluasi dan memperbaiki citra suara, Anda mutlak memerlukan sebuah kamera video dan alat perekaman. Dengan alat ini Anda tidak saja mengamati diri, tetapi juga mencatat kemajuan yang telah dicapai. Pada setiap acara praktik, tingkatkanlah variasi suara dengan cara mengikuti petunjuk-petunjuk berikut:
(a) Variasi intonasi untuk memberikan penekanan. (b) Perlahan-lahan ketika membicarakan hal-hal penting. (c) Berhentilah sejenak setelah satu frase atau poin
penting.
(d) Kadang-kadang berbicaralah perlahan-lahan, dalam nada penuh percaya diri untuk memberikan penekanan.
(e) Jagalah agar frase-frase tetap pendek sehingga anda dapat menyampaikannya dalam satu napas saja.
34
Selain beberapa faktor penunjang di atas, dalam berbicara
dikenal dengan adanya gangguan berbicara, hal itu terjadi karena
beberapa hal. Menurut Djago Tarigan (1997: 80-81) salah satu
penghambat keefektifan berbicara adalah kecemasan berbicara.
Kecemasan berbicara merupakan keterampilan menyampaikan pesan
melalui bahasa lisan seseorang yang telah dipengaruhi oleh rasa cemas.
Menurut Saleh Abbas (2006: 84) terdapat dua faktor hambatan
berbicara, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah hambatan yang datang dari diri pembicara itu sendiri, seperti: (a)
alat ucap, (b) penggunaan bahasa, (c) kelelahan, (d) fisiologi, dan (e)
psikologis. Hambatan yang kedua adalah faktor eksternal atau yang
datang dari luar pembicara, seperti: (a) suara atau bunyi (kebisingan),
(b) penglihatan, (c) kondisi ruang, (d) gerak yang aktraktif, (e) media,
dan (f) cuaca atau kondisi saat pembicaraan itu berlangsung.
4. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Atas
Setelah menentukan metode yang tepat untuk pembelajaran
berbicara, selanjutnya guru harus menentukan langkah-langkah
pembelajaran terlebih dahulu. Adapun kriteria untuk menentukan
langkah-langkah pembelajaran menurut Saleh Abbas (2006: 85) yaitu,
di bawah ini:
a. Materi relevan dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan
Indikator.
35
c. Mengembangkan butir-butir keterampilan proses.
d. Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang.
e. Merangsang siswa untuk belajar.
f. Mengembangkan penampilan dan kreativitas siswa.
g. Tidak menuntut peralatan yang rumit dan mudah dilaksanakan.
h. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode role playing disesuaikan dengan SKKD SMA Kelas XI Semester 2 (Main Sufanti, 2010: 150-152).
Tabel 1. SKKD SMA Kelas XI Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1.1 merangkum isi pembicaraan dalam suatu diskusi atau seminar
1.2 mengomentari pendapat
seseorang dalam suatu diskusi atau seminar
penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
2.2 mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian. pada editorial dengan membaca intensif
4.2 menulis notulen rapat sesuai dengan pola penulisanya
36
5.2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan
6.1 mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama
7.1 mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
7.2 membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel indonesia /terjemahan dengan hikayat Menulis
8. Menulis naskah drama
8.1 mendreskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama
8.2 menarasikan pengalaman
manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama.
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa pembelajaran berbicara
disesuaikan dengan SKKD SMA kelas XI semester 2 dengan standar
kompetensi yaitu siswa mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk
pementasan drama dan kompetensi dasar yaitu siswa dapat
mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama serta
mengungkapkan gerak-gerik, mimik dan intonasi, sesuai dengan watak
tokoh drama dalam pementasan.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar dalam Sa’bani (2009:
39) menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara
masing-37
masing. Dalam hal ini ada tiga tingkatan yang digunakan yaitu
tingkat pemula, menengah dan tingkat tinggi. Pembelajaran
keterampilan berbicara pada tingkat pemula bertujuan agar peserta didik
dapat: (1) melafalkan bunyi-bunyi bahasa; (2) menyampaikan
informasi; (3) menyatakan setuju atau tidak setuju; (4) menjelaskan
identitas diri; (5) menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (6)
menyatakan ungkapan rasa hormat; dan (7) bermain peran. Untuk
tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan
bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2)
berpartisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri; (4)
menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5) melakukan
wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan dalam
diskusi atau pidato. Adapun untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu
tingkat lanjut, tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan
bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2)
berpartisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri; (4)
menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5) berpartisipasi
dalam wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan
dalam diskusi, pidato, atau debat.
5. Penilaian Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Atas
Penilaian berbicara yang baik adalah penetapan titik berat
sasaran tes dalam bentuk rincian kemampuan berbicara sebagai patokan
38
sasaran tes berbicara meliputi: (a) relevansi dan kejelasan isi pesan,
masalah, atau topik, (b) kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, (c)
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan
wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.
Menurut Brooks dalam Henry Guntur Tarigan (2008: 28)
terdapat lima faktor yang digunakan dalam mengevaluasi keterampilan
berbicara seseorang yaitu, di antaranya adalah:
a) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat?
b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, tekanan suku kata, memuaskan?
c) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya?
d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
e) Sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun
“ke-native-speaker-an” yang tercermin bila seseorang berbicara?
Menurut Arsyad dan Mukti dalam Isnaniar (2013: 23) faktor-faktor
yang dinilai untuk keefektifan berbicara ada dua yaitu faktor kebahasaan
dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup pengucapan
vokal, pengucapan nada/irama, pilihan kata, pilihan ungkapan, variasi
kata, tata bentukan, struktur kalimat, dan ragam kalimat. Faktor
nonkebahasaan mencakup keberanian dan semangat, kelancaran,
kenyaringan suara, pandangan mata, gerak gerik dan mimik, keterbukaan,
39
Selanjutnya menurut Burhan Nurgiyanto dalam Astri Setyawati
(2014: 19-20 ) terdapat tiga tingkatan tes ketrampilan berbicara, yaitu
sebaigai berikut:
a) Tes Berbicara Tingkat Ingatan
Tes berbicara tingkat ingatan ini umumnya bersifat teoritis,
menyatakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara,
misalnya tentang pengertian, fakta dan sebagainya. Tes
tingkatan ini dapat juga berupa tugas yang dimaksudkan untuk
mengungkap kemampuan ingatan siswa secara lisan. Tes ini
dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau
kejadian, misalnya rumusan pancasila, nama-nama tokoh, acara
televisi dan baris puisi.
b) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman
Tes keterampilan berbicara pada tingkat pemahaman juga
masih bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah yang
berhubungan dengan berbagai tugas berbicara. Tes tingkat
pemahaman dapat pula dimaksudkan untuk mengungkap
pemahaman siswa secara lisan.
c) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Penerapan
Tes keterampilan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi
bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik
40
menerapkan keterampilan berbahasanya untuk berbicara dalam
situasi dan masalah tertentu untuk keperluan berkomunikasi.
Dalam mengukur tes kemampuan berbicara menggunakan metode
role playing peneliti menggunakan tes keterampilan berbicara tingkat penerapan menurut Burhan Nurgiyantoro, tes yang digunakan adalah tes
unjuk kerja/performance.
Menurut Astri Setyawati (2014: 23) terdapat lima aspek yang
digunakan dalam menilai keterampilan berbicara siswa, diantaranya
adalah: (1) intonasi, yaitu penempatan tekanan kata/suku kata pada saat
berbicara; (2) lafal, yaitu pengucapan bunyi konsonan dan vokal pada saat
berbicara; (3) kelancaran, yaitu pengucapan bunyi tanpa terputus-putus
dan tanpa jeda; (4) ekspresi berbicara, yaitu mimik/pantomimik pada saat
berbicara; (5) pemahaman isi yaitu pemahaman isi pembicaraan sesuai
dengan topik dan tokoh yang diperankan.
Dalam penilaian berbicara ini, peneliti menggunakan penilaian
keterampilan berbicara pada kelas XI SMA Muhammadiyah Pakem,
Sleman menurut Astri Setyawati, yang meliputi : (1) lafal yaitu kejelasan
vokal/konsonan, (2) intonasi yaitu penempatan tekanan kata/suku kata, (3)
kelancaran yaitu pengucapan bunyi tanpa terputus-putus, (4) ekspresi yaitu
mimik pada saat berbicara dan (5) pemahaman isi yaitu pemahaman