• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil tersebut, termasuk gereja dan tentunya orang tua anak-anak itu sendiri. Dalam gereja-gereja kini, dapat kita lihat berbagai upaya yang coba diusahakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan iman anak, salah satunya melalui pelaksanaan Sekolah Minggu/Kebaktian Anak. Dari berbagai aliran gereja yang ada dan berkembang, maka salah satu aliran gereja yang turut mengusahakan pemberian pendidikan iman anak yakni aliran atau denominasi Calvinis.

Di lingkungan gereja-gereja protestan sedunia, aliran atau denominasi Calvinis (lebih sering disebut Reformed ataupun Presbyterian) hampir sama tuanya dengan Lutheran dan jumlah anggota gereja penganutnya merupakan yang kedua terbesar sesudah Lutheran, tersebar di lima benua.1 Di Indonesia sendiri, diantara 72 gereja anggota PGI (sampai dengan 1994), yang sebagian besar lazim dimasukkan ke dalam kategori arus utama, sekurang-kurangnya sebagian mengaku sebagai Calvinis, atau paling tidak dipengaruhi Calvinis,2 salah satunya adalah GKS (Gereja Kristan Sumba).

Sebagai gereja yang menyebut diri beraliran Calvinis, tentunya ajaran-ajaran Calvin berakar di dalamnya; beberapa ajaran Calvin yang ada antara lain mengenai predestinasi, sakramen-sakramen maupun gereja. Calvin melihat gereja sebagai sarana yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya yang lemah untuk membina dan memelihara mereka dalam iman3 dan yang menentukan apakah suatu gereja tertentu betul-betul boleh disebut gereja adalah cara Firman diberitakan dan sakramen-sakramen dilayankan.4

1 Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) p.52.

2 S.d.a.

3 Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) p.99.

4 S.d.a., p.100.

(2)

Terkait dengan keberadaan anak dalam gereja, salah satu pengajaran Calvin yakni mengenai diberlakukannya sakramen baptisan anak. Baptisan sendiri menurut Calvin adalah tanda bahwa kita diterima masuk ke dalam persekutuan gereja, supaya setelah kita ditanamkan di dalam Kristus, kita terhisap anak-anak Allah.5 Calvin menyebutkan 3 karunia yang diberikan kepada kita dalam baptisan yakni pengampunan akan dosa-dosa kita, kematian dan kebangkitan kita kembali bersama Kristus dan persekutuan kita dengan Tuhan sendiri.6 Sedangkan manfaat baptisan bagi anak-anak sendiri menurut Calvin adalah selain berguna bagi orang tua sang anak yakni sebagai tanda Ilahi dan tanda itu menyatakan bahwa Tuhan akan menjadi Allah mereka termasuk Allah bagi anak-anak mereka, tetapi bagi sang anak sendiri dengan baptisan mereka dimasukkan ke dalam tubuh gereja dan iman mereka pun dapat dibina sejak awal.7 Dapat dikatakan, baptisan menjadi landasan pelaksanaan pendidikan bagi anak.

Pembenaran Calvin untuk memberlakukan baptisan bagi anak-anak, merupakan perluasan pembenaran berkaitan dengan baptisan anak menurut Zwingli. Calvin mengatakan bahwa apabila bayi-bayi Kristen tidak dapat dibaptis, mereka berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan dalam hubungannya dengan bayi-bayi Yahudi, sehingga bagi Calvin bayi-bayi haruslah dibaptis dan jangan sampai menolak manfaat-manfaat yang diberikan olehnya.8 Lebih lanjut Calvin pun beralasan bahwa jikalau anak-anak Israel disunat karena tercakup dalam perjanjian Allah dengan Israel, maka lebih-lebih lagi anak-anak orang percaya dibaptis karena tercakup dalam Kristus dengan orang tua mereka.9 Ada manfaat yang diberikan baptisan dan sangat terasa bahwa Calvin menekankan agar anak-anak orang percaya juga mendapat manfaat-manfaat tersebut.

Selain baptisan, dalam hubungan anak dengan gereja, Calvin mengungkapkan bahwa merupakan kewajiban bagi gereja untuk membuat program pendidikan keagamaan yang berguna untuk mengilhami dan menuntun anak-anak untuk hidup saleh atau suci.10 Gereja menjadi utusan Tuhan

5 Yohanes Calvin, (Diseleksi oleh Th. van den End), Institutio Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) p.281.

6 Wilhem Niesel, The Theology of Calvin (Translated by Harold Knight, Philadelphia: The Wesminster Press, 1956) p.220.

7 Scn 3, p198.

8 Alister E. Mcgrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (terj: Liem Sien Kie, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002) p.239.

9 Scn 3, p.197.

10 Barbara Pitkin, “The Heritage of The Lord: Children in The Theology of Calvin”, dalam The Child in Christian Thought (Ed. Marcia J. Bunge, UK: Wm. B. Eerdmans, Publishing Co., 2001) p.186.

(3)

yang bertanggung jawab atas iman dan hidup rohani anak-anak muda tersebut dan gereja menunjukkan bukti tanggung jawabnya tersebut dengan memberikan pendidikan bagi mereka.

Keseriusan Calvin untuk memberikan pendidikan dalam hal keagamaan kepada anak ditunjukkan dengan membuat sebuah rumusan untuk mengajarkan agama Kristen kepada anak, yang dikenal dengan nama Katekismus Gereja Jenewa. Bahkan perhatian Calvin pada anak ia tunjukkan pula dengan mendirikan sebuah akademi di Jenewa, di mana di dalamnya pemeliharan iman Kristen sangat dijaga selain upayanya untuk menciptakan kesempatan lebih lanjut bagi anak-anak. Dari semuanya ini menunjukkan betapa Calvin memberi perhatian yang serius terhadap pelaksanaan pendidikan iman anak. Jika selama ini Calvin lebih dikenal dengan ajarannya mengenai predestinasi, disiplin atau siasat gereja, ternyata tidak berarti beliau lupa atau tidak menunjukkan perhatian kepada pendidikan iman anak.

Calvin menunjukkan bahwa anak merupakan bagian dari gereja dan keberadaan mereka harus juga menjadi perhatian, yakni dengan pemberian pendidikan untuk membekali mereka sejak usia dini.

Gereja tidak melulu memikirkan atau memberi perhatian hanya pada warga dewasa tetapi juga bagi anak. Saat ini memang telah banyak gereja-gereja Tuhan yang tengah berlomba-lomba memberi perhatian yang serius terhadap anak, tetapi tidak sedikit juga yang masih berjalan di tempat atau terkadang terkesan diam jika sudah harus berurusan dengan anak. Walau memang sepantasnyalah diakui bahwa bukanlah hal yang gampang untuk memahami anak-anak.

Jika meninjau ke dalam diri GKS sendiri sebagai salah satu gereja yang mengaku beraliran Calvinis, selain memang telah memberlakukan baptisan anak, GKS juga mencoba memberi perhatian bagi pendidikan anak yang menyangkut pembinaan iman mereka dengan mengadakan Kebaktian Anak/

Kebaktian Remaja (KA/KR), tetapi penjabarannya ini diserahkan sepenuhnya kepada tiap komisi KA/KR di masing-masing gereja GKS untuk mengatur sendiri program-program yang dirasa sesuai dan dibutuhkan oleh masing-masing KA/KR yang ada, sehingga dalam hal ini sinode tidak campur tangan di dalamnya.

Dalam Tata Gereja GKS sendiri tidak dibicarakan secara khusus dan mendalam tentang anak, hanya saja memang diatur mengenai pelaksanaan pemberitaan firman Tuhan bagi anak pada hari minggu

(4)

dalam bentuk cerita Sekolah Minggu. Hal lainnya lagi tentang anak dibicarakan dalam kaitannya dengan sakramen baptisan anak maupun katekisasi sidi dan ketiganya; baik cerita Sekolah Minggu, sakramen maupun katekisasi, dimasukkan dalam bagian pembinaan.

Melihat pada catatan-catatan sinode yang ada dan telah lama sekali berlalu, misalnya sidang sinode pada tahun 1976 dan 1978, GKS terlihat berupaya memberikan perhatiannya pada pendidikan anak tidak hanya sebatas kebaktian pada hari minggu, tetapi GKS juga mendukung pelaksanan PAK di sekolah-sekolah. Tetapi dalam setiap evaluasi yang ada, selalu muncul kendala mengenai kurangnya kerja sama dari pendeta, para majelis maupun para guru yang ada dalam pelaksanaan pelayanan bagi anak. Dalam GBKU (Garis-Garis Besar Kebijakan Umum) tahun 2006-2010 pun, ternyata kendala yang sama masih juga dikeluhkan. Adanya kesadaran yang kurang dari masing-masing pihak untuk bekerja sama bagi pembinaan iman anak hingga sulitnya mendesain bahan-bahan pembinaan yang cocok dengan anak, ternyata masih terus dirasakan hingga sekarang ini.

Dalam kaitan dengan Sekolah Minggu, banyak warga jemaat yang sebenarnya mampu mengambil bagian dalam pelayanan tetapi menolak untuk melayani. Banyak guru-guru agama Kristen di sekolah-sekolah maupun pengerja gereja yang tidak atau bahkan kurang mengambil bagian dalam kegiatan KA/KR.11 Sehingga sebagai akibatnya, banyak kebaktian anak pada hari minggu yang sama sekali tidak berjalan dengan alasan tidak ada pengajar, tetapi jika ada yang berjalan itu pun dengan tersendat-sendat, karena pengajar yang tidak tentu hadirnya.

Namun berbicara tentang peranan gereja dalam memperhatikan dan mendukung terlaksananya pendidikan iman anak dengan segala tantangan yang ada, sebenarnya tidak boleh dilupakan bahwa tetap orang tua anak-anaklah yang memegang peranan penting dalam pemberian pendidikan. Tetapi ternyata, para orang tua sebagai pendidik utama anak-anak masih kurang menunjukkan peranannya.

“Pembinaan anak secara kristiani semakin jarang dilakukan dalam rumah tangga.”12 Padahal jika mau disadari dengan sungguh, keluarga merupakan salah satu komponen penting gereja untuk

11 Catatan dari Sidang Sinode GKS ke 29 yang Berhimpun di Elopada pada Tanggal 3-11 Juli 1978 bersama Lampiran- Lampirannya, p.137.

12 Badan Pelaksana Majelis Sinode GKS, Garis-Garis Besar Kebijakan Umum (GBKU) 2006-2010 (Sumba: Percetakan Kantor Sinode GKS, 2007) p.13.

(5)

mendukung pelaksanan pendidikan bagi anak dan baptisan anak menegaskan peranan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka.

Demikianlah, GKS terus bergumul dengan berbagai kendala yang ada. Banyak komponen penunjang dalam tubuh GKS yang harusnya bekerjasama tetapi kurang bersatu untuk memberi perhatian serius bagi pendidikan anak dalam hal pembinaan dan pemeliharaan iman mereka sejak usia dini. Sehingga, melihat kenyataan yang ada dalam diri GKS, dengan berbagai kendala yang ada, akhirnya memunculkan kerisauan dalam hati penyusun mengenai anak dan perhatian GKS bagi pendidikan iman mereka.

Apalagi mengingat GKS sebagai gereja yang mengakarkan dirinya pada ajaran Calvin yang sebenarnya serius memberi perhatian pada anak, mendorong penyusun untuk memberi semangat dan mendobrak keseriusan GKS beserta semua pihak yang bertanggung jawab di dalamnya untuk sungguh-sungguh memberi perhatian pada anak dan pendidikan iman mereka, apalagi mengingat bahwa semua komponen pendukung dalam GKS baik pendeta, keluarga, pengajar hingga keseluruhan jemaat perlu saling mendukung dan harusnya perhatian Calvin yang besar pada anak dapat menjadi pendobrak semangat, kesadaran dan keseriusan GKS dengan berbagai komponen di dalamnya. Anak-anak perlu dibantu merasakan bahwa mereka merupakan bagian gereja yang utuh, dikelilingi oleh para anggota yang mengasuh mereka dalam cinta.13 Akhirnya penyusun berharap penulisan ini dapat memberi sumbangan yang berarti bagi GKS dan semua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan iman anak.

2. Perumusan Masalahan

Berangkat dari latar belakang permasalahan yang ada, melihat perhatian Calvin pada anak dalam hubungan mereka dengan gereja, salah satunya melalui pemberlakukan baptisan bagi anak, menunjukkan betapa Calvin serius untuk peduli pada keberadaan anak dan pembinaan iman mereka sejak dini. Bahkan tidak berhenti pada pelayanan sakramen baptisan, sebab Calvin mengupayakan pendidikan anak dengan menyusun katekismus guna pendidikan keagamaan mereka. Sehingga ketika Calvin melakukan berbagai upaya guna melaksanakan pendidikan iman anak, maka menurut

13 Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976) p.154.

(6)

penyusun salah satu hal yang menarik untuk diangkat sebagai bahan penulisan yakni bagaimana pendidikan iman anak menurut Calvin? Karena tentunya ketika Calvin begitu menaruh perhatian pada anak dan pendidikan iman mereka, Calvin memiliki pandangan sendiri tentang apa itu pendidikan iman anak?

Selanjutnya jika mengkaitkan dengan GKS sebagai salah satu gereja yang mengaku beraliran Calvinis, dengan berbagai kendala yang ada dalam upayanya memberi perhatian pada pendidikan iman anak, tentunya menarik pula untuk mengetahui masih relevankah pendidikan iman anak menurut Calvin yang berangkat dari situasi kota dan jemaat gereja Jenewa pada saat itu untuk tetap dimanfaatkan oleh GKS masa kini dalam melaksanakan pendidikan iman anak?

Sehingga penyusun kemudian tertarik untuk mengetahui:

1. Bagaimanakah pendidikan iman anak menurut Yohanes Calvin?

2. Apakah pendidikan iman anak menurut Calvin masih relevan untuk dimanfaatkan oleh GKS masa kini bagi upaya pendidikan iman anak dan adakah upaya-upaya lain yang perlu GKS kembangkan?

3. Pemilihan Judul dan Alasan Pemilihan Judul

Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang permasalahan yang ada, maka judul yang dipilih penyusun bagi skripsi ini adalah :

Pendidikan Iman Anak menurut Yohanes Calvin dan Kaitannya dengan Gereja Kristen Sumba dalam Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Iman Anak

Dengan alasan bahwa judul ini yang penyusun rasa dapat mewakili isi dari penulisan skripsi ini.

(7)

4. Batasan Masalah

Agar dapat lebih memusatkan perhatian dan pembicaraan pada masalah yang ingin diangkat, maka penyusun membatasi masalahnya hanya kepada Pendidikan Iman Anak menurut Yohanes Calvin.

Alasan penyusun memusatkan perhatian pada anak adalah karena penyusun melihat masih kurangnya perhatian dan semangat yang ditujukan bagi anak, terutama jika penyusun melihat ke dalam gereja asal penyusun sendiri yang menyebut diri beraliran Calvinis. Apalagi mengingat bahwa pemberian pendidikan berkaitan dengan upaya membina dan memelihara iman anak bukanlah perkara yang gampang, sebab anak memiliki dunia dan pemikiran sendiri yang berbeda dengan dunia dan pemikiran orang dewasa.

Alasan penyusun memilih untuk menulis tokoh Yohanes Calvin adalah selain karena gereja penyusun beraliran Calvinis, penyusun sendiri juga ingin mengetahui bagaimana pendidikan iman anak dalam pandangan dan pemikiran beliau, karena mengingat beliau adalah seorang yang serius memberi perhatian dan sumbangan yang besar terkait keberadaan anak.

Penyusun juga hanya mengangkat tentang GKS (tidak gereja Calvinis lainnya), karena penulisan ini berangkat dari keberadaan GKS sendiri dan pada akhirnya hasil penulisan ini ingin penyusun sumbangkan bagi gereja asal penyusun, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi gereja Calvinis lainnya untuk turut memanfaatkan hasil dari penulisan ini dalam upaya memberikan perhatian yang sungguh bagi anak, sebab Calvin adalah seorang bapa gereja yang serius memberikan perhatiannya pada kelompok ini. Sehingga semangat, sumbangan dan keseriusan beliau dapat menjadi cambuk penyemangat, masukan dan pendorong keseriusan gereja-gereja beraliran Calvinis yang mungkin belum sepenuhnya memberikan perhatian serius terhadap pendidikan iman anak.

5. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Dapat mengetahui pendidikan iman anak menurut Yohanes Calvin

(8)

Dengan mengetahui pendidikan iman anak menurut pandangan sang reformator asal prancis ini maka akhirnya dapat diketahui upaya-upaya apa saja yang dimanfaatkan oleh Calvin dalam mendukung terlaksananya pendidikan iman anak, sehingga mungkin saja bisa menjadi sumbangan pemikiran bagi gereja-gereja Calvinis khususnya GKS dalam upayanya melaksanakan pendidikan iman anak. Selain itu, pandangan Calvin ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan bagi kita yang mungkin selama ini kurang atau bahkan tidak mengetahui bahwa sang reformator juga memiliki perhatian yang besar bagi pendidikan iman anak.

2. Dapat mengetahui masih relevan atau tidakkah pendidikan iman anak menurut Calvin untuk tetap dimanfaatkan oleh GKS dengan melihat konteks GKS masa kini. Jika masih relevan, apa yang menjadi alasannya. Sumbangan-sumbangan apa dari Calvin yang masih dapat dimanfaatkan dan dikembangankan sesuai kebutuhan dan kenyataan GKS masa kini dan sumbangan apa yang memang tidak perlu dipertahankan, serta dapat diketahui pula adakah upaya-upaya lain yang sekiranya perlu dikembangkan GKS selain upaya-upaya yang telah diupayakan Calvin bagi pendidikan iman anak sesuai kenyataan GKS masa kini. Selain itu dapat diketahui pula upaya-upaya apa saja yang telah GKS kembangkan di masa kini bagi pendidikan iman anak.

6. Metodologi Penulisan

Metode yang penyusun gunakan dalam penulisan ini yakni :

Deskriptif Analitis, yaitu metode yang meliputi pengumpulan data, penyusunan, penjelasan dan kemudian menganalisa. Selanjutnya guna memperoleh data-data atau referensi untuk mendukung penulisan maka penyusun menggunakan studi literatur, yang berarti menggunakan buku-buku penunjang yang dapat membantu penyusun dalam pembahasan pokok-pokok permasalahan yang ada sehingga tujuan penulisan ini dapat tercapai. Penyusun pun akan memanfaatkan wawancara- wawancara dengan para narasumber dari GKS yang dapat membantu penyusun memperoleh data- data guna mendukung penulisan skripsi ini, seandainya data-data tertulis dari sinode sudah sangat susah penyusun peroleh.

(9)

7. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, pokok permasalahan, batasan permasalahan, pemilihan judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Pendidikan Iman Anak menurut Yohanes Calvin

Bab ini akan berisikan pandangan Yohanes Calvin tentang pendidikan iman anak. Tetapi tidak hanya itu saja, sebab mengawali bab ini akan dimasukkan riwayat pendidikan Calvin yang diperolehnya sedari ia kecil hingga dewasa, yang ternyata cukup memberi pengaruh bagi pemikirannya untuk menekankan pentingnya orang percaya memperoleh pendidikan. Selain itu akan dibicarakan pula tentang situasi Jenewa yang turut mempengaruhi pemikiran dan sumbangan Calvin terkait pendidikan iman anak.

Akan diangkat pula pendapat atau pemikiran Calvin tentang arti pendidikan dan alasannya menekankan pendidikan bagi orang percaya dan lebih khusus bagi anak, akan diangkat tentang bagaimana anak dalam pandangan Calvin, alasannya menekankan perlunya anak-anak memperoleh pendidikan dan berbagai upaya Calvin untuk melaksanakan pendidikan iman anak yakni melalui baptisan anak, peranan orang tua, katekismus dan sekolah.

Bab III: Gereja Kristen Sumba dan Pendidikan Iman Anak

Bab ini akan berisikan analisa tentang masih relevan atau tidakkah pendidikan iman anak menurut Calvin untuk tetap dimanfatkan oleh GKS di masa kini dalam upayanya melaksanakan pendidikan iman anak. Akan diangkat pula upaya-upaya lain yang sekiranya perlu GKS kembangkan guna meningkatkan pelaksanaan pendidikan iman anak dengan tetap memperhatikan konteks GKS kini.

Tetapi tidak itu saja, sebab mengawali bab ini akan diangkat sejarah singkat masuknya Calvinisme ke Indonesia hingga akhirnya masuk ke tanah Sumba dan menghasilkan

(10)

gereja Tuhan yang beraliran Calvinis di sana, agar kita mendapat gambaran mengapa akhirnya Gereja Kristen Sumba bercorak Calvinis. Selain itu akan dibicarakan pula mengenai upaya-upaya zending bagi pendidikan iman anak antara lain melalui pendirian sekolah-sekolah rakyat dan sekolah minggu. Selanjutnya, akan diangkat pula sekilas tentang GKS di masa kini dan upaya-upaya yang telah dilakukannya bagi pendidikan iman anak.

Bab IV: Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab akhir dari skripsi ini yang akan berisi kesimpulan dan saran- saran.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dapat memberikan suatu karya penulisan baru yang dapat mendukung dalam pengolahan data pada sistem informasi inventori barang

Turbin Gorlov Helikal adalah jenis turbin yang baru dikembangkan pada tahun 1995, mengubah energi kinetik yang dihasilkan oleh arus aliran menjadi energi

Berdasarkan informasi laporan tahunan Astra diketahui jumlah rasio laba bersih per saham dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan dengan persentase

bila serat ditambahkan kedalam adukan kuat tekan Peningkatan kuat tekan beton akibat penambahan gaya yang diterima oleh beton sebagian disalurkan kedalam serat yang

Struktur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah kabupaten sambas perlu di analisis karena hasil perhitungannya dapat dijadikan sebagai indikator

32 Ketika manusia melakukan suatu perbuatan baik atau buruk yang itu merupakan atas aktualitas daya yang diciptakan oleh Allāh dalam dirinya dalam arti yang

[r]

The indicators of teacher’s wield of power over the learners during classroom interaction were the amount of speech, frequency of directive acts, initiative of interaction, control