• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. jam WIB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. jam WIB."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum tahun 2003, istilah PAUD belum begitu populer di masyarakat kita. Barulah setelah tahun 2003, tepatnya ketika Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan dan diberlakukan, istilah PAUD mulai populer di masyarakat kita. Pada Pasal 1 dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa PAUD atau pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.

Kemudian pada Pasal 28 dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidkan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) serta jalur nonformal seperti Kelompok Bermain (KB) dan TPA (Taman Penitipan Anak). Secara kelembagaan, pada tiga tahun terakhir ini jumlah lembaga PAUD baik formal maupun nonformal semakin meningkat.

Pada tahun 2015 jumlah lembaga PAUD di Indonesia baru mencapai 174.367. Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 74.487 lembaga. Kelompok Bermain (KB) sebanyak 70.477 lembaga. Sedangkan Satuan PAUD Sejenis (SPS) mencapai 26.269 lembaga.1 Pada tahun 2016 jumlah lembaga PAUD di Indonesia mencapai 190.238 lembaga. Taman Kanak-Kanak (TK) 80.140 lembaga. Kelompok Bermain (KB) 78.056 lembaga. Taman Penitipan Anak

1 Diakses pada http://scholae.co/web/read/756/paud.masih.dimarjinalkan, 4 Desember 2017 jam 09.54 WIB.

1

(2)

(TPA) 3.473 lembaga. Sedangkan Satuan PAUD Sejenis (SPS) 28.569 lembaga.2

Pada tahun 2017 jumlah lembaga PAUD di Indonesia mencapai 195.742.

Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 89.204 lembaga. Kelompok Bermain (KB) sebanyak 81.058 lembaga. Taman Penitipan Anak (TPA) sebanyak 3.042 lembaga. Kemudian Satuan PAUD Sejenis (SPS) mencapai 22.438 lembaga.3

Logikanya, peningkatan jumlah lembaga PAUD tiga tahun terakhir di atas diikuti pula oleh peningkatan jumlah peserta didik di lembaga-lembaga PAUD. Peningkatan jumlah peserta didik tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan urgensi PAUD bagi putra-putrinya.

Anak usia dini merupakan anak yang hidup pada rentang usia 0 hingga 6 tahun. Menurut ahli neurologi pada saat lahir, otak bayi mengandung 100 sampai dengan 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sel-sel tersebut dapat saling menyambung ketika anak diberi stimulasi edukasi. Stimulasi edukasi tersebut dapat diberikan oleh orang tua di lingkungan keluarga dan guru PAUD di lembaga PAUD serta orang dewasa lainnya di lingkungan masyarakat.

Semakin kuat dan erat sambungan antar sel maka akan membuat anak semakin cerdas. Mudahnya, semakin banyak stimulasi edukasi yang diberikan kepada anak dapat menjadikan anak semakin cerdas. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan pada manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun. Kemudian 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun. Sedangkan mencapai titik kulminasi 100%

ketika berusia 8 sampai 18 tahun. Berdasarkan fakta tersebut maka pemberian stumulasi edukasi pada manusia sangat tepat jika dilakukan sejak usia dini karena 50% kecerdasan pada manusia diperoleh di usia dini.

Fakta lain mengenai urgensi PAUD adalah bahwa usia 0-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Pada masa peka ini anak dapat dengan mudah menangkap dan menyimpan informasi. Informasi dapat tersimpan di dalam

2 Diakses pada http://bangimam-berbagi.blogspot.co.id/2016/01/per-januari-2016-jumlah- lembaga-paud-di.html, 4 Desember 2017, jam 09.57 WIB.

3 Diakses pada http://bangimam-berbagi.blogspot.co.id/2017/03/apa-kabar-paud-tahun- 2017.html, 4 Desember 2017, jam 10.02 WIB.

(3)

memori otaknya dalam jangka waktu yang panjang (short memories). Daya rekam anak pada usia dini sangatlah tajam. Jika yang tersimpan dalam otaknya sejak dini adalah informasi yang positif, pengetahuan yang berguna bagi dirinya dan orang lain, serta pengalaman yang mendidik maka hal itu akan sangat mempengaruhi kecerdasannya di masa dininya dan di masa anak-anak serta dewasanya. Disadari ataupun tidak hingga kini kita masih mengingat suatu peristiwa yang telah lama terjadi ketika kita masih kanak-kanak. Hal itu menunjukkan kebenaran akan adanya masa peka ketika kita berada pada usia dini (usia kanak-kanak).

Fakta berikutnya adalah program pertama Perdana Menteri Singapura, Lee Kwan Yu dalam membangun Singapura hingga akhirnya Singapura dengan segala keterbatasan alamnya maupun keterbatasan jumlah penduduknya menjadi negara maju di kawasan ASEAN adalah dengan memprioritaskan penyelenggaraan layanan PAUD. Lee Kwan Yu menyadari bahwa fokus peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) ada pada anak usia dini. Anak pada usia dini diberikan berbagai stimulasi edukatif. Mereka dibentuk dengan berbagai aktivitas dan kreativitas, serta yang lebih utama dibentuk karakter dan sikap kemandiriannya.

Fakta-fakta di atas menunjukkan betapa pentingnya penyelenggaraan layanan PAUD bagi generasi penerus bangsa ini. Sadar akan hal itu, maka pemerintah dan masyarakat berupaya menyelenggarakan layanan pendidikan yang berkualitas mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini hingga jenjang Pendidikan Tinggi. Kualitas layanan pendidikan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas gurunya.

Sebagus apapun kurikulum yang diterapkan maka bagusnya kurikulum tersebut tidak akan berdampak positif terhadap peserta didik ketika gurunya yang notabene merupakan developer dan implementator kurikulum belum berkualitas. Selengkap apapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah, maka kelengkapan tersebut tidak akan berdampak positif jika guru sebagai pihak pengguna sarana dan prasarana tersebut belum berkualitas.

(4)

Dapatlah dikatakan, guru merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan baik dalam skala mikro, messo, maupun makro.

Keberhasilan guru PAUD dalam mendidik anak usia dini dapat menjadikan anak benar-benar memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi. Posisi guru PAUD yang sangat strategis dalam penyelenggaraan layanan pendidikan menjadikannya disebut sebagai pihak yang akan melahirkan generasi emas bangsa ini. Generasi emas merupakan sebutan bagi generasi penerus bangsa ini yang berkualitas. Tentunya generasi emas dapat dilahirkan dari guru emas atau guru yang berkualitas. Guru emas tersebut akan menorehkan tinta emas pada anak sehingga anak mampu menjadi generasi emas bangsa ini.

Posisi guru PAUD yang sangat strategis dalam penyelenggaraan layanan pendidikan menjadikan penyelenggaraan layanan PAUD oleh lembaga- lembaga PAUD memiliki posisi yang sangat vital. Hal itulah yang kemudian menjadikan pemerintah bukan hanya berupaya untuk meningkatkan kualitas guru PAUD, tetapi juga berupaya meningkatkan kualitas lembaga PAUD.

Guru PAUD yang berkualitas, kualitasnya tidak akan berdampak positif secara signifikan terhadap peserta didik ketika lembaga PAUD tempatnya mendidik anak usia dini belum berkualitas. Seorang guru PAUD mampu memanfaatkan peralatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai media pembelajaran bagi anak usia dini, namun apalah artinya kemampuan tersebut jika lembaga PAUD tempatnya bekerja tidak memiliki peralatan TIK.

Seorang guru PAUD mampu membuat Alat Permainan Edukatif (APE) yang dapat digunakan oleh anak untuk belajar, namun apalah artinya kemampuan tersebut jika lembaga PAUD tempatnya bekerja tidak memiliki anggaran untuk mengadakan bahan-bahan untuk membuat APE tersebut. Seorang guru PAUD memiliki ide-ide yang brilliant dalam penyelenggaraan layanan PAUD, namun apalah arti ide-ide tersebut jika lembaga PAUD tempatnya bekerja tidak mengakomodir ide-ide tersebut dengan alasan keterbatasan.

(5)

Ada satu ungkapan yang dapat digunakan untuk mewakili guru PAUD yang demikian, yaitu “the right man in the wrong place”. Ini berarti idealnya kualitas guru PAUD harus berbanding lurus dengan kualitas lembaga PAUD.

Ketika berbicara tentang kualitas lembaga PAUD, maka pada saat yang bersamaan kita juga sedang berbicara tentang kepala PAUD. Diakui ataupun tidak, lembaga PAUD yang berkualitas dibentuk oleh kepala PAUD sebagai leader sekaligus manager lembaga PAUD. Bahkan kepala PAUD juga dapat menjadi pihak yang dapat membentuk guru PAUD yang berkualitas melalui praktik manajemen PAUD yang berorientasi pada prinsip continuous improvement atau perbaikan berkelanjutan.

Prinsip continuous improvement tersebut dapat diaktualisasikan oleh kepala PAUD sebagai seorang manager sekaligus leader dengan berbagai gaya kepemimpinan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pendahuluan peneliti menemukan data bahwa salah satu gaya kepemimpinan yang digunakan untuk mengaktualisasikan prinsip continuous improvement adalah gaya kepemimpinan responsif. Upaya ini sudah dilakukan di PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes.

Dengan gaya kepemimpinan responsif untuk mengaktualisasikan prinsip continuous improvement tersebut, kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas dapat melakukan pengembangan kelembagaan. Cikal bakal PAUD Islam Terpadu al- Ikhlas adalah Kelompok Bermain (KB) al-Ikhlas yang diselenggarakan pada tahun 2006.

Layanan PAUD pada KB al-Ikhlas diselenggarakan menggunakan sarana dan prasarana pendidikan yang serba terbatas. Namun keterbatasan tersebut tidak menjadi penghalang bagi pengelola KB al-Ikhlas untuk menyelenggarakan layanan PAUD yang bermutu. Untuk memberikan kepuasan kepada wali murid dalam penyelenggaraan layanan PAUD, maka pengelola KB al-Ikhlas merespon berbagai kebutuhan, keinginan dan harapan wali murid serta berikhtiar untuk mewujudkannya.

Kepuasan yang dirasakan oleh wali murid pada KB al-Ikhlas kemudian menjadikan mereka memberikan masukan kepada pengelola KB al-Ikhlas

(6)

untuk menyelenggarakan layanan PAUD di tingkat TK (Taman Kanak-kanak).

Respon wali murid tersebut muncul karena mereka menginginkan dan mengharapkan pendidikan anak-anaknya di KB dilanjutkan di TK yang juga diselenggarakan oleh pengelola KB al-Ikhlas. Keinginan dan harapan tersebut mengindikasikan bahwa wali murid masih membutuhkan layanan PAUD yang diselenggarakan oleh KB al-Ikhlas. Akhirnya pada tahun 2008 keinginan dan harapan wali murid direspon oleh pengelola KB al-Ikhlas sehingga diselenggarakanlah TK al-Ikhlas pada tahun 2008.

Kemudian pada tahun-tahun berikutnya baik wali murid maupun masyarakat mulai menyadari akan urgensi Taman Penitipan Anak (TPA) bagi anak-anak mereka yang belajar di KB al-Ikhlas dan TK al-Ikhlas. Pengelola KB dan TK pun kemudian merespon kebutuhan, keinginan dan harapan mereka lalu berdirilah TPA al-Ikhlas pada tahun 2010. Penyelenggaraan layanan PAUD mulai dari TPA, KB, dan TK secara terpadu di atas kemudian telah melahirkan PAUD Terpadu dengan lembaga PAUD Islam Terpadu al- Ikhlas. Hingga tahun 2017 PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu tercatat sebagai satu-satunya lembaga PAUD Islam Terpadu di wilayah Brebes Selatan.

Pada dasarnya pengembangan kelembagaan mulai dari KB, TK, dan TPA pada PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas dilakukan sebagai respon dari kebutuhan, keinginan dan harapan dari masyarakat. Untuk memenuhi respon tersebut kemudian kepala PAUD menyelenggarakan layanan PAUD dengan gaya kepemimpinan responsif.

Pada gaya kepemimpinan responsif ini dilakukan upaya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) bukan hanya dalam hal pembaharuan maupun modifikasi dari sarana dan prasarana PAUD, tetapi juga dengan melakukan pengembangan SDM guru dan staf, serta pengembangan program- program PAUD. Hal itulah yang kemudian mendorong peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Aktualisasi Prinsip Continuous Improvement dalam Kepemimpinan Responsif Kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes”.

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al- Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes?”.

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan deskripsi tentang aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes. Deskripsi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk memandu para pengelola PAUD Islam dalam mengembangkan lembaga PAUD Islam menjadi lembaga PAUD Islam berbasis TQM (Total Quality Management).

Selain itu, bagi program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) dan manajemen pendidikan Islam (MPI), hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk mata kuliah manajemen PAUD serta mata kuliah manajemen mutu terpadu di lembaga pendidikan. Hal itu menjadikan jalannya pembelajaran pada mata kuliah manajemen PAUD dan manajemen mutu terpadu di lembaga pendidikan dilakukan berbasis riset.

Kedua hal tersebutlah yang kemudian menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan.

D. Telaah terhadap Penelitian Terkait

Peneliti melakukan telaah terhadap peenlitian terkait yang dipublikasikan melalui jurnal ilmiah untuk mendapatkan masukan dalam pelaksanaan penelitian ini serta untuk menunjukkan orisinalitas penelitian ini. Ada tiga hasil penelitian yang peneliti telaah. Pertama, penelitian Hasyim Asy’ari, dkk yang berjudul “Implementasi Prinsip-Prinsip Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di SMK Ekonomika Depok Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan Prinsip-Prinsip Sistem Manajemen Mutu

(8)

(SMM) ISO 9001: 2008 di SMK Ekonomika Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif.4

Persamaan penelitian Hasyim Asy’ari, dkk dengan peneliti adalah secara umum sama-sama mengkaji tentang konsep Total Quality Management (TQM). Perbedaannya adalah jika penelitian Hasyim Asy’ari, dkk menjadikan implementasi prinsip SMM ISO 9001: 2008 sebagai bentuk penjaminan mutu menjadi kajian utamanya, maka penelitian peneliti menjadikan aktualisasi prinsip continuous improvement dalam praktik TQM dan praktik kepemimpinan responsif sebagai kajian utamanya. Jadi pada penelitian ini secara khusus peneliti hendak mengkaji dua konsep.

Kedua, penelitian Muhammad Hambali yang berjudul “Kepemimpinan Berbasis Core Values Sekolah Unggulan di Malang”. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mengetahui tentang nilai- nilai yang dijadikan sebagai dasar dalam praktik kepemimpinan pada sekolah unggulan di Malang.5 Persamaan penelitian Muhammad Hambali dengan penelitian peneliti adalah sama-sama menjadikan kepemimpinan dalam perspektif pendidikan sebagai kajiannya. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Muhammad Hambali dilakukan pada sekolah unggulan di Malang, yaitu pada jenjang pendidikan dasar. Sementara itu, penelitian peneliti dilaksanakan pada jenjang PAUD, yaitu pada lembaga PAUD Islam unggulan di Brebes.

Ketiga, penelitian Subiyantoro dengan judul “Strategi Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengembangan MAN Propinsi DIY Perspektif Total Quality Management (TQM)”. Penelitiannya merupakan penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran konsep tentang strategi permberdayaan pendidikan Islam berdasarkan perspektif Manajemen Mutu Terpadu (TQM) pada model kepemimpinan pendidikan dalam pengembangan

4 Hasyim Asy’ari, dkk, Implementasi Prinsip-Prinsip Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di SMK Ekonomika Depok Jawa Barat, Jurnal Manageria UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 2 No. 2, Tahun 2017, hlm. 205-233.

5 Muhammad Hambali, Kepemimpinan Berbasis Core Values Sekolah Unggulan di Malang, Jurnal Manageria UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 2 No. 1 Tahun 2017, hlm. 19- 43.

(9)

Madrasah Aliyah Negeri Provinsi DIY.6 Persamaan penelitian Subiyantoro dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengkaji suatu model kepemimpinan dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam dalam perspektif TQM. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian Subiyantoro dilakukan di tingkat Madrasah Aliyah, sementara penelitian penulis dilakukan di lembaga PAUD Islam Terpadu yang terdiri dari Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan Taman Kanak-kanak (TK) Islam.

E. Kerangka Teori

1. Prinsip Continuous Improvement dalam TQM

Menurut Bounds, Total Quality Management (TQM) merupakan suatu sistem manajemen yang fokus pada peningkatan perbaikan di suatu organisasi yang dilakukan secara berkelanjutan yang ditujukan untuk mendapatkan kepuasan pelanggan (pemakai produk maupun jasa) yang dihasilkan oleh organisasi tersebut.7

TQM juga merupakan suatu pendekatan yang digunakan sebagai perbaikan tanpa henti hingga visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan dapat dicapai dengan melibatkan segenap stakeholders pendidikan. Upaya perbaikan tanpa henti itulah yang kemudian diistilahkan dengan continuous improvement. Selanjutnya continuous improvement dijadikan sebagai salah satu dari prinsip dalam TQM. Sebagai sebuah prinsip, continuous improvement harus diaktualisasikan oleh seluruh stakeholders organisasi, termasuk organisasi pendidikan.

Istilah lain yang merujuk pada prinsip continuous improvement adalah kaizen yang berasal dari bahasa Jepang. Kaizen menjadi istilah kunci dalam praktek manajemen di Jepang. Kaizen berkaitan dengan aktivitas untuk

6 Subiyantoro, Strategi Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengembangan MAN Propinsi DIY Perspektif Total Quality Management (TQM), Jurnal Manageria UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 1 No. 2, Tahun 2016, hlm. 169-194.

7 Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2010), hlm. 134.

(10)

melakukan perubahan pada suatu organisasi melalui upaya-upaya perbaikan berkelanjutan.8

Langkah awal dalam aktualisasi prinsip continuous improvement adalah dengan melibatkan pendidik, staf, wali peserta didik, masyarakat, dan pejabat terkait dalam perumusan visi, misi, dan tujuan lembaga pendidikan. Perumusan visi, misi dan tujuan lembaga penddikan sendiri merupakan tahap terpenting dalam implementasi TQM di lembaga pendidikan.

Visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan menggambarkan masa depan warga sekolah yang diinginkan. Visi, misi dan tujuan pendidikan harus mampu memberikan inspirasi kepada warga sekolah agar warga sekolah termotivasi untuk bekerja dengan penuh semangat dan antusias.

Itulah sebabnya perumusan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan harus melibatkan warga sekolah.

Perumusan visi, misi dan tujuan pendidikan yang melibatkan warga sekolah menurut Blum dan Butler sangat identik dengan perbaikan lembaga pendidikan. Hal ini dikarenakan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan menggambarkan cita-cita khusus bagi pribadi atau organisasi lembaga pendidikan yang kurang puas dengan apa yang sudah ada. Alhasil visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan menjadi daftar rencana aksi yang ditujukan untuk mencapai suatu program lembaga pendidikan yang dikehendaki oleh warga sekolah.

Dalam upaya pencapaian visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan, kepala sekolah harus menghindari pendekatan top down yang memaksa pendidik dan staf untuk menerima gagasannya. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan kepada pendidik dan staf, melakukan berbagai inovasi pendidikan untuk memunculkan semangat pendidik dan staf dalam bekerja, serta memberikan kepercayaan dan menugaskan pendidik dan staf untuk bekerja dalam

8 J. Winardi, Manajemen Perubahan: Management of Change, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 10.

(11)

berbagai inovasi pendidikan yang digagasnya tanpa paksaan yang dapat membuat mereka benci dan tidak partisipatif dalam proses inovasi pendidikan di lembaga pendidikan.9

Sedangkan menurut Vincent Gaspersz, aktualisasi prinsip continuous improvement dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini:

a. Mengidentifikasi masalah dalam konteks proses.

b. Mengidentifikasi dan mendokumentasi proses.

c. Mengukur performansi.

d. Memahami mengapa suatu masalah dalam konteks proses terjadi.

e. Mengembangkan dan menguji ide-ide.

f. Implementasi solusi dan evaluasi.10 2. Konsep Kepemimpinan Responsif

Reuter mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk membujuk atau mengarahkan orang lain tanpa menggunakan kewibawaan atau kekuasaan formal maupun keadaan eksternal (leadership is an ability to persuade or direct men without use of the prestige or power of formal affice or external circumstance).11

Dalam perspektif pendidikan, Hefniy Rozak mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, serta menggerakkan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan serta pengajaran agar berbagai kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.12

Sedangkan menurut peneliti kepemimpinan adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menggerakkan seluruh anggota organisasinya agar melakukan berbagai aktivitas secara efektif dan efisien

9 Tony Bush dan Marianne Coleman, Manajemen Strategi Kepemimpinan Pendidikan, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2010), hlm. 35-41.

10 Vincent Gaspersz, Total Quality Management, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 79.

11 Agus Wibowo, Manager dan Leader Sekolah Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 61.

12 Hefniy Rozak, Kepemimpinan Pendidikan dalam al-Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 11.

(12)

sesuai dengan tata nilai organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa ada lima unsur yang harus ada dalam kepemimpinan antara lain:

a. Kemampuan menggerakkan anggota organisasi.

Seorang pemimpin dalam menjalankan roda kepemimpinannya harus mampu menggerakkan anggota organisasinya dengan berbagai upaya, misalnya dengan cara:

1) Mensosialisasikan tujuan organisasi kepada anggota organisasinya.

2) Memberikan pemahaman mengenai urgensi pencapaian tujuan organisasi bagi kesejahteraan anggota organisasi.

3) Memfasilitasi ataupun memberikan pelayanan kepada anggota organisasinya dalam bekerja.

4) Memotivasi anggota organisasinya dalam bekerja melalui pemberian kompensasi dan reward baik materi maupun nonmateri.

5) Memberikan instruksi kepada anggota organisasinya untuk bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

6) Memberikan bimbingan dan penilaian terhadap kinerja anggota organisasinya.

b. Kerja tim.

Pada suatu organisasi terdapat sekelompok orang yang saling bekerjasama dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Mudahnya hal itu bisa diistilahkan dengan kerja tim. Seorang pemimpin harus mampu memunculkan kerja tim tersebut melalui praktik kepemimpinannya.

c. Aktivitas kerja yang dilakukan secara efektif dan efisien.

Kepemimpinan yang dipraktikkan oleh seorang pemimpin dilakukan untuk menggerakkan anggota organisasinya agar mereka mau dan mampu melakukan aktivitas kerja. Aktivitas kerja tersebut harus dilakukan secara efektif dan efisien.

d. Aturan yang harus dipatuhi.

(13)

Seorang pemimpin memimpin dengan kewenangannya. Meskipun demikian ia tidak boleh memimpin dengan sewenang-wenang karena kewenangannya didasari oleh aturan organisasi. Begitu juga dengan anggota organisasi, mereka juga bekerja di bawah komando pemimpin organisasi sesuai dengan aturan organisasi. Aturan organisasi ini menjadi norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggota organisasi, termasuk oleh pemimpin organisasi dalam menggerakkan roda kepemimpinannya.

e. Tujuan yang hendak dicapai.

Pada suatu organisasi terdapat tujuan organisasi. Pada dasarnya tujuan organisasi tersebut merupakan tujuan bersama. Tujuan bersama tersebut merupakan intisar dari tujuan masing-masing individu sebagai anggota organisasi. Dengan demikian, pencapaian terhadap tujuan organisasi juga merupakan pencapaian tujuan individu. Seorang pemimpin menjadi pihak yang menggerakkan seluruh anggota organisasi agar mampu mencapai tujuan tersebut melalui praktik kepemimpinannya.

Kelima unsur di atas dapat diwujudkan oleh seorang pemimpin dengan mempraktekkan berbagai gaya kepemimpinan, salah satunya adalah gaya kepemimpinan responsif. Kepemimpinan responsif merupakan salah satu bentuk kepemimpinan yang berorientasi pada pembangian tugas dan tanggungjawab secara adil kepada orang-orang yang dipimpin dalam rangka melakukan upaya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan responsif merupakan penjabaran lebih lanjut dari kepemimpinan yang demokratis.

Kata responsif yang digunakan dalam kepemimpinan responsif mengarah pada keterbukaan dan mau mendengarkan serta menanggapi dan menindaklanjuti keinginan atau aspirasi dari anggota organisasi dan pelanggannya. Ada empat langkah yang dilakukan dalam praktik kepemimpinan responsif, yaitu:

a. Pembuatan keputusan partisipatif.

(14)

b. Membuat mekanime kontrol dan melakukan kontrol terhadap motivasi belajar dan bekerja anggota organisasi.

c. Melakukan perbaikan instruksional sebagai upaya untuk melakukan perbaikan berkelanjutan.

d. Menghasilkan output sesuai dengan visi organisasi.13

F. Metodelogi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif naturalistik. Pendekatan penelitian kualitatif naturalistik diambil karena situasi dan kondisi pada lokasi penelitian bersifat apa adanya, tanpa rekayasa, dan berlangsung alamiah. Dilihat dari sisi yang lain, penelitian kualitatif naturalistik ini menekankan pada kealamiahan sumber data. Tidak ada rekayasa data dalam penelitian ini sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Dalam prakteknya, penelitian kualitatif naturalistik tidak mewajibkan peneliti agar terlebih dahulu membentuk konsepsi-konsepsi atau teori-teori tertentu untuk menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti dapat mendekati lapangan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan pikiran yang murni dan memperkenankan interpretasi data muncul dari dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa nyata.14

Sementara itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Ada dua alasan yang melatarbelakangi pemilihan penggunaan metode kualitatif deskriptif, yaitu:

a. Peneliti tidak melakukan rekayasa maupun eksperimen pada wilayah kajian penelitian.

b. Objek yang diteliti membutuhkan kajian secara terus-menerus (continue).

c. Kajian bersifat radiks, komprehensif, konseptual, dan rasional.

13 Sulthon Masyhud, Manajemen Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014), hlm. 195.

14 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012), hlm. 4.

(15)

2. Sumber Data

Berdasarkan objek kajian dalam penelitian ini, maka peneliti tetapkan tiga jenis sumber data penelitian, yaitu data berupa orang (person), dokumen (document), dan tempat (place). Sumber data berupa orang (person) antara lain:

a. Kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes.

b. Guru PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes.

d. Komite PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes.

Sementara itu sumber data berupa dokumen (document) meliputi dokumen kurikulum, dokumen hasil rapat-rapat, dokumen laporan kegiatan, dokumen RPPM dan RPPH, dan dokumen-dokumen pendukung penelitian lainnya. Sedangkan sumber data berupa tempat (place) yaitu berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes yang digunakan untuk menyelenggarakan layanan PAUD bagi anak usia dini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Teknik Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur. Jenis wawancara ini termasuk kategori in-dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas jika dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari penggunaan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan data secara lebih terbuka terkait dengan pendapat dan ide-idenya mengenai aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes. Pada saat melakukan wawancara, penulis mendengarkan jawaban subjek penelitian

(16)

secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakannya di dalam catatan lapangan/field note.15 (Sugiyono, 2010: 233).

b. Teknik Observasi

Jenis teknik observasi yang digunakan adalah observasi partisipatori. Pada penggunaan jenis teknik observasi ini, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan pada aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes. Hasilnya kemudian dicatat berbagai temuan selama melakukan observasi ke dalam catatan lapangan (fieldnote). Pada saat penulis berpartisipasi secara langsung, penulis sekaligus dapat melakukan wawancara mendalam kepada peserta didik (in-dept interview) dan mengumpulkan berbagai dokumen yang secara perlahan diarahkan kepada tujuan penelitian ini.16

c. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari penggunaan teknik wawancara dan teknik observasi. Itu disebabkan, hasil dari wawancara dan observasi akan lebih kredibel manakala didukung oleh keberadaan berbagai dokumen seperti dokumen program kerja, dokumen laporan kerja, dan foto-foto kegiatan yang menggambarkan aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes.17 4. Teknik Analisis Data

Tahap analisis data adalah tahapan yang terakhir. Tahap analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data secara induktif.

Analisis data secara induktif ini digunakan karena empat alasan, yaitu:

a. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak yang terdapat dalam data.

15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 233.

16 Afifudin dan Ahmad Beni Saebani, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 140.

17 Sugiyono, Metode..., hlm. 240.

(17)

b. Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel.

c. Analisis induktif lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan mengenai dapat-tidaknya pengalihan dilakukan pada suatu latar.

d. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan.18

G. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, bagian awal. Bagian ini terdiri dari halaman sampul, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian, abstrak, kata pengantar, dan daftar isi. Kedua, bagian isi. Bagian ini terdiri dari lima bab dengan rincian berikut:

1. Bab I pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, telaah terhadap penelitian terkait, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II landasan teori, yang terdiri dari prinsip continuous improvement dalam TQM dan konsep kepemipinan responsif dalam pendidikan.

3. Bab III profil wilayah penelitian, yang terdiri dari sejarah berdirinya lembaga, visi dan misi, keadaan sarana dan prasarana, keadaan siswa, keadaan guru, dan susunan pengurus.

4. Bab IV hasil dan pembahasan, yang mengkaji tentang profil PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes, penyajian data, dan analisis data hasil penelitian.

5. Bab V penutup, yang membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran.

Ketiga, bagian akhir yang terdiri dari daftar pustaka, kisi-kisi instrumen penelitian, instrumen wawancara, instrumen observasi, instrumen dokumentasi, hasil wawancara, hasil observasi, hasil dokumentasi, surat keterangan telah melakukan penelitian, dan biodata peneliti.

18 Lexy J. Moleong, Metode..., hlm. 10.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kedua Tim Media bergerak pada koridor masing-masing yang awalnya secara sengaja diatur untuk mengelola

Keluarannya (barang yang.. setengah jadi ) menjadi masukkan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan

Berdasarkanpadafokuspenelitian, paparan data dantemuanpenelitiansertapembahasan, makahasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut (1) Pengelolaan UKS di SDN Grogol

Artinya ada pengaruh substitusi tepung keong mas terhadap kandungan energi, kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein, serat, seng, zat besi, asam lemak omega-3 dan

Namun begitu, apabila sumber daya dimiliki secara nasional, masyarakat yang tinggal di dekat lokasi ekstraksi lazimnya tidak memiliki klaim yang melekat terhadap bagian

dan teknologi sendiri terdapat beberapa hal yang harus diketahui, diantaranya adalah: strategi inovasi dan keunggulan bersaing, membangun kekuatan persaingan melalui

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menerapkan model pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) variabel return , motivasi, pelatihan pasar modal, dan kemajuan teknologi berpengaruh terhadap minat mahasiswa