• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

49

BAB III

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Kehutanan

Perencanaan pembangunan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 merupakan keberlanjutan dari pembangunan tahun-tahun sebelumnya, sehingga dalam merumuskan arah kebijakan dan strategi pembangunan kedepan tidak lepas dari kondisi riil capaian pembangunan tahun sebelumnya. Lima tahun pertama Renstra Provinsi Sulawesi Tengah telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup berarti namun masih menyisahkan berbagai permasalahan pembangunan daerah yang merupakan kesenjangan antara kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan yang bermuara pada tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi.

Untuk mendapatkan gambaran awal bagaimana permasalahan kehutanan dipecahkan, tiap-tiap permasalahan juga diidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilannya dimasa datang. Faktor- faktor penentu keberhasilan adalah faktor kritis, hasil kinerja, dan faktor-faktor lainnya yang memiliki daya ungkit yang tinggi dalam memecahkan permasalahan pembangunan atau dalam mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pemerintahan Pada bagian ini, akan diuraikan permasalahan, diuraikan permasalahan yang paling krusial tentang layanan dasar di tiap Bagian/bidang/UPTD sesuai dengan tugas dan fungsinya masing- masing melalui penilaian terhadap capaian kinerja yang belum mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMD Tahun 2006-2011.

Permasalahan akan diuraikan untuk mengetahui faktor-faktor, baik secara internal maupun eksternal, yang menjadi pendorong munculnya permasalahan tersebut. Identifikasi permasalahan pada tiap urusan dilakukan dengan memperhatikan capaian indikator kinerja pembangunan dan hasil evaluasi pembangunan lima tahun terakhir sebagai berikut :

I. Sekretariat

1. Penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah belum optimal.

2. Masih kurangnya tenaga pengelola kegiatan dan administrasi keuangan yang bersertifikat.

3. Kapasitas pengendalian dan evaluasi terhadap hasil-hasil pelaksanaan program dan kegiatan Dinas Kehutanan Provinsi, Kab/Kota dan UPT Kemenhut belum optimal.

4. Kurangnya data informasi kehutanan yang terintegrasi

sesuai dengan kebutuhan para pihak.

(2)

49

5. Peran aktif Dinas Kehutanan Provinsi sebagai perpanjangan tangan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah masih harus ditingkatkan.

II. Bidang Bina Usaha Hasil Hutan

1. Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

2. Belum optimalnya penatausahaan hasil hutan dan iuran kehutanan serta belum mantapnya kemampuan negara untuk menjamin hak-hak negara atas hasil hutan kayu.

3. Belum seimbangnya kapasitas terpasang industri pengolahan hasil hutan kayu dengan kemampuan penyediaan bahan baku.

III. Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

1. Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD).

2. Data dan informasi detail tingkat lapangan kondisi hutan dan lahan kritis belum lengkap dan akurat, sehingga menyulitkan dalam membuat perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang tepat

3. Kapasitas pengendalian dan evaluasi terhadap hasil-hasil pelaksanaan kegiatan RHL masing kurang.

IV. Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

1. Penerimaan daerah dan pendapatan masyarakat dari hasil pemanfaatan jasa lingkungan masih relatif kecil.

2. Kurangnya data informasi dan laporan mengenai pelanggaran bidang kehutanan secara terintegrasi di daerah.

3. Masih lemahnya koordinasi antara aparatur kehutanan dengan instansi penegak hukum lainnya dalam menangani masalah gangguan keamanan hutan.

4. Penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan dari hasil operasi pengamanan hutan masih banyak yang belum terselesaikan.

V. Bidang Planologi Kehutanan

1. Tata Ruang Wilayah Provinsi yang belum selesai sampai saat ini.

2. Trayek batas yang dibuat berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

3. Hasil tata batas kawasan hutan yang telah 5 tahun keatas tidak memiliki tanda batas yang jelas dilapangan.

4. Adanya kabupaten belum respon terhadap pembangunan KPH diwilayahnya.

5. Data base peta dasar, peta tematik, data potensi kayu dan non kayu belum lengkap dan akurat.

VI. UPTD KPH Dampelas-Tinombo

1. Penyelenggaraan pengelolaan wilayah KPH belum optimal.

2. Masih kurangnya tenaga teknis dan administrasi

keuangan yang bersertifikat.

(3)

49

3. Kapasitas penyelenggaraan Diklat Kemenhut untuk SDM KPH belum memenuhi kebutuhan.

4. Kapasitas organisasi masih belum mencerminkan pengelolaan di tingkat tapak.

5. Kurangnya data informasi potensi wilayah KPH yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan para pihak.

6. Konvergensi UPT Kemneterian Kehutanan belum mempunyai dasar hukum yang kuat.

7. Peran operasional UPT KPH belum didukung dengan Peraturan Kementerian Kehutanan yang memadai.

VII. UPTD Tahura Poboya-Paneki

1. Belum adanya zonasi/pembagian blok-blok areal yang jelas (Definitif).

2. Masih terjadi kegiatan illegal logging dan alih fungsi kawasan.

3. Pemanfaatan potensi kawasan sangat terbatas.

4. Kondisi batas dilapangan kurang jelas dan/atau tidak sesuai lagi dengan peta tata batas.

5. Penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran masih lemah.

6. Pengawasan dan pengamanan sangat terbatas (bersifat temporer).

7. SDM, peralatan teknis, dan pendukung lainnya dalam pengelolaan sangat terbatas.

8. Sarana prasarana di lapangan untuk kegiatan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi belum memadai serta belum ada panduan pelaksanaannya.

9. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan di dalam kawasan Tahura oleh instansi terkait kurang koordinasi dan keterpaduan dengan petugas dari Tahura sendiri, sehingga hasilnya tidak diketahui.

3.2 Telaahan Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

Menelaah visi, misi, dan program kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih ditujukan untuk memahami arah pembangunan yang akan dilaksanakan selama kepemimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan pendorong pelayanan Dinas Kehutanan yang dapat mempengaruhi pencapaian visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut.

Hasil identifikasi tentang faktor-faktor penghambat dan

pendorong pelayanan Dinas Kehutanan yang dapat

mempengaruhi pencapaian visi dan misi kepala daerah dan wakil

kepala daerah terpilih ini juga akan menjadi input bagi

perumusan isu-isu strategis pelayanan Dinas Kehutanan. Oleh

karena itu, issu-issu yang dirumuskan tidak saja berdasarkan

tinjauan terhadap kesenjangan pelayanan, tetapi juga

berdasarkan kebutuhan pengelolaan faktor-faktor agar dapat

berkontribusi dalam pencapaian visi dan misi kepala daerah dan

wakil kepala daerah terpilih.

(4)

49

1. Visi

Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah merupakan gambaran kesuksesan yang ingin dicapai dalam kurum waktu 5 (lima) tahun kedepan yang disusun dengan memperhatikan visi RPJPD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005-2025 dan arah Pembangunan Nasional RPJMN Tahun 2010-2014.

Dengan menyadari keberadaan seluruh potensi yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam maupun potensi sumberdaya manusia termasuk potensi sosial budaya dan sinergitas diantara berbagai sumberdaya serta partisipasi aktif seluruh stakeholders, maka Visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 dirumuskan sebagai berikut :

“SULAWESI TENGAH SEJAJAR DENGAN PROVINSI MAJU DI KAWASAN TIMUR INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS DAN KELAUTAN MELALUI PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA YANG BERDAYA SAING

PADA TAHUN 2020”

Makna dari Visi tersebut adalah :

Sulawesi Tengah sejajar Dengan Provinsi Maju di Kawasan Timur Indonesia, dalam arti bahwa di Tahun 2020 sarana dan prasarana (infrastruktur) memadai, kesejahteraan masyarakat secara umum tidak ketinggalan dengan provinsi lain serta berkurangnya ketimpangan pembangunan antar sektor, antar wilayah dan antar kelompok masyarakat.

Dalam mencapai kesejajaran pembangunan dengan provinsi lain diperlukan langkah konkrit melalui pengelolaan pembangunan berbasis potensi kewilayahan dengan mensinergikan kegiatan di berbagai sektor dari hulu hingga hilir yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah bagi daerah dan masyarakat Sulawesi Tengah.

Dalam Pengembangan Agribisnis dan Kelautan dimaksudkan bahwa dalam melakukan kegiatan untuk mendukung pembangunan Sulawesi Tengah sektor Agribisnis dan Kelautan dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan nilai tambah produk-produk pertanian dan kelautan, pengembangan industri unggulan, peningkatan iklim investasi, serta diharapkan ada perubahan struktur perekonomian dari pertanian ke industri dimana kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan- keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan sektor pertanian dan kelautan yang berkelanjutan.

Kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing yang

ditandai dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) sehingga sejajar dengan provinsi yang telah maju

melalui upaya penciptaan kualitas hidup manusia yang

mencakup: kualitas fisik, intelektual, moral, iman dan taqwa,

sehingga tercipta kualitas manusia secara utuh.

(5)

49

Mengedepankan pengembangan agribisnis dan kelautan dalam visi tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa Provinsi Sulawesi Tengah hingga saat ini masih dapat dikatakan sebagai provinsi yang berbasis pertanian dimana sekitar 39 persen PDRB-nya merupakan kontribusi sektor pertanian, sekitar 59 persen penduduk usia kerja berprofesi sebagai petani, sebagian besar Rumah Tangga Miskin berasal dari sektor pertaniandan berbagai indikator sektor pertanian yang ada, hanya lima indikator yang masuk 10 besar dari 33 provinsi di Indonesia, sementara kelautan dikedepankan karena masih begitu banyak sumberdaya kelautan (non-agribisnis) hingga saat ini belum dikelola secara optimal.

2. Misi

Untuk mewujudkan visi, maka dirumuskan Misi Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut :

Misi 1 : Peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, yang diprioritaskan pada :

- Pendidikan dan Kesehatan.

Misi 2 : Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang diprioritaskan pada :

- Pengentasan kemiskinan.

- Revitalisasi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan.

- Iklim investasi dan iklim usaha.

Misi 3 : Peningkatan pembangunan infrastruktur, yang diprioritaskan pada :

- Peningkatan infrastruktur dan Energi.

Misi 4 : Reformasi birokrasi dan penegakkan supremasi hukum dan HAM, yang diprioritaskan pada :

- Reformasi birokrasi dan tata kelola.

- Pembangunan hukum dan ketertiban.

Misi 5 : Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, yang diprioritaskan pada : - Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.

3. Program Pembangunan

Sebagai upaya mewujudkan Pembangunan Sulawesi Tengah Tahun 2011 – 2016, maka program-program yang menjadi prioritas unggulan terkait Dinas Kehutanan berdasarkan visi, misi Gubernur terpilih adalah sebagai berikut :

Misi II. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan:

1). Program : Peningkatan Usaha Kehutanan

2). Program : Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung

DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

(6)

49

Misi V. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam Secara Optimal dan Berkelanjutan:

1). Program : Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

2). Program : Program Konservasi Keanekagaraman Hayati dan perlindungan Hutan

3). Program : Program Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan.

Dalam pelaksanaan program-program yang menjadi prioritas unggulan terkait Dinas Kehutanan tersebut, sudah barang tentu ada faktor penghambat dan pendorong pelayanan Dinas Kehutanan terhadap pencapaian visi, misi serta program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih yang selengkapnya diuraikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan Dinas Kehutanan Terhadap Pencapaian Visi, Misi dan Program Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

VISI : SULAWESI TENGAH SEJAJAR DENGAN PROVINSI MAJU DI KAWASAN TIMUR INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN KELAUTAN MELALUI PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

YANG BERDAYA SAING PADA TAHUN 2020

No.

Misi dan Program KDH

Terpilih dan Wakil KDH

Terpilih

Permasalahan Pelayanan Dinas Kehutanan

Faktor

Penghambat Pendorong

1. Misi 2 : Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Program : Peningkatan Usaha Kehutanan

1.Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Masih rendahnya minat masyarakat terhadap Program HTR

Tersedianya dukungan anggaran dekonsentrasi APBN pada Dishutprov dan APBN murni pada UPT Kemhut untuk fasilitasi Program HTR

2.

Belum optimalnya

penata-usahaan hasil hutan dan iuran kehutanan serta

belum mantapnya

kemampuan negara untuk menjamin hak-hak negara atas hasil hutan kayu

Adanya tuntutan penerima- an pendapatan daerah dari sektor kehutanan sebagai akibat euporia otonomi daerah disertai dengan masih sering terjadinya pencurian dan perdagang- an sumberdaya hutan (kayu dan non kayu) secara illegal

Adanya dukungan dan

komitmen dari

pemerintah/lembaga lain dan pemerintah daerah dalam upaya menegakan supremasi hukum bidang usaha kehutanan.

3.Belum seimbangnya kapasitas terpasang industri pengolahan hasil hutan kayu dengan kemampuan penyediaan bahan baku

Belum tersedianya data potensi hasil hutan kayu rakyat dan masih rendah- nya efisiensi produksi industri hasil hutan

Adanya potensi hutan rakyat dan hutan tanaman lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal

(7)

49

Program : Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat

1.

Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pelaksana-an HKm dan HD

Minimnya sosialisasi peraturan yang berkaitan dengan kegiatan RHL (terutama HKM dan HD).

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov dan Dana Dekonsentrasi APBN untuk Peningkatan Fungsi dan

Daya Dukung DAS

Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.

2. Misi 5.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan Program : Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat;

1.

Data dan informasi detail tingkat lapangan kondisi hutan dan lahan kritis belum lengkap dan akurat, sehingga menyulitkan dalam membuat perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang tepat.

Masih kurangnya kapasitas unit kerja ditingkat kabupaten/kota yang melakukan koordinasi keterpaduan pengelolaan DAS

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov dan Dana Dekonsentrasi APBN untuk pengambilan data dan informasi.

2.

Kapasitas pengendalian dan evaluasi terhadap hasil- hasil pelaksanaan kegiatan RHL masing kurang

Lemahnya koordinasi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan UPT Kementerian Kehutanan dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan

Adanya dukungan dan komitmen dari pemerintah provinsi dalam upaya pengendalian dan evaluasi RHL.

Program : Konservasi Keanekagaraman Hayati dan perlindungan Hutan;

1.

Penerimaan daerah dan pendapatan masyarakat dari hasil pemanfaatan jasa lingkungan masih relatif kecil ;

Potensi jenis dan jumlah keanekaragaman hayati serta lingkungan belum diketahui secara pasti

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov dan APBN Kemhut untuk pelaksana- an pengelolaan keaneka- ragaman hayati dan Tahura

2.

Kurangnya data informasi dan laporan mengenai pelanggaran bidang kehutanan secara terintegrasi di daerah;

Belum optimalnya instansi kehutanan daerah kabupten/kota dalam menyampaikan laporan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan

Adanya dukungan anggar- an untuk koordinasi pendataan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan ke setiap daerah

3.

Masih lemahnya koordinasi antara aparatur kehutanan dengan instansi penegak hukum lainnya dalam menangani masalah gangguan keamanan hutan;

Belum adanya keterpaduan komitmen seluruh pihak dalam penanganan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan sistem perlindungan hutan

Masih adanya dukungan konsolidasi dari pemerintah daerah dalam pembinaan hukum dan peraturan perundangan kehutanan

4.

Penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan dari hasil operasi pengamanan hutan masih

banyak yang belum

terselesaikan.

Belum optimalnya peran instansi kehutanan daerah dalam menindaklanjuti pelaporan kasus-kasus hukum bidang kehutanan dan Tidak adanya tenaga PPNS yang dimiliki Dinas Kehutanan

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov dan APBN Kemhut

Program : Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan.

1.

Tata Ruang Wilayah Propinsi yang belum selesai sampai saat ini

Perubahan pola ruang yang ditangani gugus GIS mengalami proses waktu yang cukup lama karena banyaknya sumber peta yang menjadi acuan dari Direktorat Pengukuhan Kawasan Hutan Ditjen Planologi.

Komitmen Pemda untuk mempercepat revisi tata ruang wilayah

(8)

49

2.Trayek batas yang dibuat berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan tidak sesuai dengan kondisi lapangan

Pemahaman stakeholder terhadap konsep, proses dan pelaksanaan tata batas masih rendah

Tersedianya dana APBN untuk proses reposisi batas

3.Hasil tata batas kawasan hutan yang telah 5 tahun keatas tidak memiliki tanda batas yang jelas dilapangan serta.

Kurangnya Perhatian Pemerintah Pusat dan Kabupaten terhadap kegiatan pemeliharaan batas kawasan hutan.

Adanya dukungan

pembiayaan dari APBD

Provinsi untuk

pemeliharaan batas luar HP dan HL.

4.Adanya kabupaten belum

respon terhadap

pembangunan KPH

diwilayahnya.

Tidak tersedianya dukungan dana APBD

Kabupaten untuk

pembentukan KPH

Adanya alokasi sosialisasi pembangunan KPH dari Pusat dan Provinsi dan Penetapan wilayah KPHP dan KPHL sebanyak 21 unit

5.Data base peta dasar, peta tematik, data potensi kayu dan non kayu belum lengkap dan akurat

Tidak tersedianya dukung- an dana APBD Kabupaten dan dana APBN untuk kegiatan inventarisasi dan penyediaan citra satelit

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov untuk kegiatan inventarisasi dan penyediaan citra satelit

3.3 Telaahan Renstra Kementerian Kehutanan dan Renstra Kabupaten/Kota

Telaahan terhadap Renstra Kementerian Kehutanan dan Renstra SKPD kabupaten/kota, diperlukan dalam upaya menyusun daftar faktor penghambat dan pendorong pelayanan Dinas Kehutanan yang akan mempengaruhi penanganan permasalahan yang telah diidentifikasi sebagaimana pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3.

Tabel 3.2.

Permasalahan Pelayanan Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Sasaran Renstra Kementerian Kehutanan beserta

Faktor Penghambat dan Pendorong Keberhasilan Penanganannya

No.

Sasaran Jangka Menengah Renstra

Kemenhut

Permasalahan Pelayanan SKPD

Faktor

Penghambat Pendorong

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Areal tanaman pada

hutan tanaman

bertambah seluas 2,65 juta ha

Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Belum Optimalnya Peran Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan dalam pembiayaan pembangunan HTR

Terdapatnya pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Tengah

2. Penerbitan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan atau Restorasi Ekosistem (IUPHHK- HA/RE) pada areal bekas tebangan (logged over area/LOA) seluas 2,5 juta ha

Belum optimalnya

penatausahaan hasil hutan dan iuran kehutanan serta belum mantapnya kemampuan negara untuk menjamin hak- hak negara atas hasil hutan kayu.

Resistensi pihak-pihak tertentu atas pemanfaatan hutan dan hasil hutan produksi yang mengedepankan kepentingan-kepentingan jangka pendek.

Tersedianya hutan alam produksi bekas tebangan IUPHHK-HA yang memiliki potensi memadai

3. Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan kemasya- rakatan (HKm) seluas 2 juta hektar serta Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan desa seluas 500.000 ha

Belum optimalnya peran serta

masyarakat dalam

pelaksanaan HKm dan HD

Minimnya sosialisasi peraturan yang berkaitan dengan kegiatan RHL (terutama HKM dan HD).

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov dan Dana Dekonsentrasi APBN untuk Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.

(9)

49

(1) (2) (3) (4) (5)

4. Rencana pengelolaan DAS terpadu sebanyak 108 DAS prioritas

Data dan informasi detail tingkat lapangan kondisi hutan dan lahan kritis belum lengkap dan akurat, sehingga menyulitkan dalam membuat perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang tepat.

Tidak adanya dukungan dana APBN pada Kabupaten/Kota untuk pengambilan data dan informasi detail tingkat lapangan kondisi hutan dan lahan kritis

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov untuk pengambilan data dan informasi.

5. Tanaman rehabilitasi pada lahan kritis di dalam DAS prioritas seluas 1,6 juta hektar

Kapasitas pengendalian dan evaluasi terhadap hasil-hasil pelaksanaan kegiatan RHL masing kurang

Lemahnya koordinasi antara UPT Kementerian Kehutanan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/ pelaksanaan rehabilitasi lahan.

Adanya dukungan dan komitmen dari pemerintah provinsi dalam upaya pengendalian dan evaluasi RHL.

6. Biodiversitas dan ekosistem yang berada pada 50 unit taman nasional dan 477 unit kawasan konservasi lainnya dikelola dan dimanfaatkan secara wajar

Penerimaan daerah dan pendapatan masyarakat dari hasil pemanfaatan jasa lingkungan masih relatif kecil ;

Potensi jenis dan jumlah keanekaragaman hayati serta lingkungan belum diketahui secara pasti

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov dan APBN Kemhut

untuk pelaksanaan

pengelolaan keanekaragaman hayati dan Tahura

7. Jumlah hotspot ke- bakaran hutan me- nurun 20% setiap tahun, dan penurunan konflik, perambahan kawasan hutan, illegal logging dan wildlife trafikcing sampai dengan di batas daya dukung sumber daya hutan

Kurangnya data informasi dan laporan mengenai pelanggaran bidang kehutanan secara terintegrasi di daerah;

Tidak adanya dukungan anggaran APBN untuk pendataan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan ke setiap kabupaten/kota.

Adanya dukungan anggaran APBD Provinsi untuk koordinasi pendataan kasus- kasus pelanggaran bidang kehutanan ke setiap daerah

Masih lemahnya koordinasi antara aparatur kehutanan dengan instansi penegak hukum lainnya dalam menangani masalah gangguan keamanan hutan;

Belum adanya keterpaduan komitmen seluruh pihak dalam penanganan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan sistem perlindungan hutan

Masih adanya dukungan konsolidasi dari pemerintah daerah dalam pembinaan hukum dan peraturan perundangan kehutanan

Penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan dari hasil operasi pengamanan hutan masih banyak yang belum terselesaikan.

Tidak adanya tenaga PPNS yang dimiliki Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Kota

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov untuk diklat PPNS

8. - Tata Ruang Wilayah Propinsi yang belum selesai sampai saat ini

Perubahan pola ruang yang ditangani gugus GIS mengalami proses waktu yang cukup lama karena banyaknya sumber peta yang menjadi acuan dari Direktorat Pengukuhan Kawasan Hutan Ditjen Planologi.

Komitmen Pemda untuk mempercepat revisi tata ruang wilayah

9. Tata batas kawasan hutan sepanjang 25.000 kilometer yang meliputi batas luar dan batas fungsi kawasan hutan

Trayek batas yang dibuat berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan tidak sesuai dengan kondisi lapangan

Pemahaman stakeholder terhadap konsep, proses dan pelaksanaan tata batas masih rendah

Tersedianya dana APBN untuk proses reposisi batas

10. - Hasil tata batas kawasan hutan

yang telah 5 tahun keatas tidak memiliki tanda batas yang jelas dilapangan.

Tidak adanya alokasi anggaran kementerian kehutanan

terhadap kegiatan

pemeliharaan batas kawasan hutan.

Adanya dukungan pembiayaan dari APBD Provinsi untuk pemeliharaan batas luar HP dan HL.

11. Wilayah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) ditetapkan di setiap provinsi dan terbentuk- nya 20% kelembagaan KPH

Adanya kabupaten belum respon terhadap pembangunan KPH diwilayahnya.

Tidak tersedianya dukungan dana APBN untuk operasional KPH

Adanya alokasi sosialisasi pembangunan KPH dari Pusat dan Provinsi dan Penetapan wilayah KPHP dan KPHL sebanyak 21 unit

12. Data dan informasi sumberdaya hutan tersedia sebanyak 5 judul

Data base peta dasar, peta tematik, data potensi kayu dan non kayu belum lengkap dan akurat

Tidak tersedianya dukungan

dana APBN ke

Kabupaten/Kota untuk kegiatan untuk inventarisasi dan penyediaan citra satelit

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov untuk kegiatan inventarisasi dan penyediaan citra satelit

(10)

49

Tabel 3.3.

Permasalahan Pelayanan Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Sasaran Renstra SKPD Kabupaten/Kota beserta

Faktor Penghambat dan Pendorong Keberhasilan Penanganannya

No. Sasaran Jangka Menengah Renstra

SKPD Kabupaten/Kota Permasalahan Pelayanan Dinas Kehutanan

Faktor

Penghambat Pendorong

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Terwujudnya penge- lolaan hutan secara produktif dan lestari dan meningkatnya kesejahteraan

masyarakat

Belum optimalnya peran serta masyarakat dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Tidak tersedianya anggaran dari Pemerintah Daerah untuk membiayai program HTR

Adanya Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H)

Belum optimalnya penata- usahaan hasil hutan dan iuran kehutanan serta belum mantapnya kemampuan negara untuk menjamin hak- hak negara atas hasil hutan kayu.

Masih terdapatnya regulasi daerah tentang retribusi yang bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi

Semakin meningkatnya kesadaran pengusaha bidang

kehutanan untuk

melaksanakan kegiatan usaha sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku

Belum seimbangnya kapasitas terpasang industri pengolahan hasil hutan kayu dengan kemampuan penyediaan bahan baku

Semakin rendahnya realisasi produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam produksi dan belum tersedianya data potensi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak/kayu rakyat di Kabupaten/Kota sebagai salah satu sumber bahan baku industri

Tersedianya potensi hasil hutan hak/kayu rakyat yang dapat dikelola sebagai sumber bahan baku industri

2. Optimalnya fungsi DAS dalam aspek ekologi (catcmen area) dan aspek ekonomi (lahan produktif bagi masyarakat)

Data dan informasi detail tingkat lapangan kondisi hutan dan lahan kritis belum lengkap dan akurat, sehingga menyulitkan dalam membuat perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang tepat.

Masih kurangnya kapasitas unit kerja ditingkat kabupaten/kota yang melakukan koordinasi keterpaduan pengelolaan DAS

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov dan Dana Dekonsentrasi APBN untuk pengambilan data dan informasi.

Meningkatnya ke- mandirian masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat

Kapasitas pengendalian dan evaluasi terhadap hasil-hasil pelaksanaan kegiatan RHL masing kurang

Lemahnya koordinasi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota dam UPT Kementerian Kehutanan dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan

Adanya dukungan dan komitmen dari pemerintah provinsi dalam upaya pengendalian dan evaluasi RHL.

Tersedianya SDM yang berkualifikasi teknis serta bahan informasi teknologi kehutanan

Penerimaan daerah dan pendapatan masyarakat dari hasil pemanfaatan jasa lingkungan masih relatif kecil ;

Kabupaten/Kota belum optimal dalam melakukan inventarisasi potensi jenis dan jumlah keanekaragaman hayati serta lingkungan

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov dan APBN Kemhut

untuk pelaksanaan

pengelolaan keanekaragaman hayati dan Tahura

3. Terjaganya kawasan hutan dari ancaman dan gangguan kerusak- an serta meminimasi kerugian Negara/daerah akibat pemanfaatan hutan dan hasil hutan illegal

Kurangnya data informasi dan laporan mengenai pelanggaran bidang kehutanan secara terintegrasi di daerah;

Belum optimalnya dukungan anggaran APBD Kab/Kota untuk pendataan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan ke setiap kabupaten/kota.

Adanya dukungan anggaran APBD Provinsi untuk koordinasi pendataan kasus- kasus pelanggaran bidang kehutanan ke setiap daerah

Masih lemahnya koordinasi antara aparatur kehutanan dengan instansi penegak hukum lainnya dalam menangani masalah gangguan keamanan hutan;

Belum adanya keterpaduan komitmen seluruh pihak dalam penanganan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan sistem perlindungan hutan

Masih adanya dukungan konsolidasi dari pemerintah daerah dalam pembinaan hukum dan peraturan perundangan kehutanan

Penanganan kasus-kasus pelanggaran bidang kehutanan dari hasil operasi pengamanan hutan masih banyak yang belum terselesaikan.

Tidak adanya tenaga PPNS yang dimiliki Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Kota

Tersedianya dukungan anggaran dari APBD Dishutprov untuk diklat PPNS

(11)

49

(1) (2) (3) (4) (5)

4. Dipertahankannya eksistensi kawasan hutan, baik secara fisik maupun kepastian hukum

Tata Ruang Wilayah Propinsi yang belum selesai sampai saat ini

Kurangnya data pendukung dari kab/kota

Komitmen Pemda Provinsi untuk mempercepat revisi tata ruang wilayah

Trayek batas yang dibuat berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan tidak sesuai dengan kondisi lapangan

Pemahaman stakeholder terhadap konsep, proses dan pelaksanaan tata batas masih rendah

Tersedianya dana APBN untuk proses reposisi batas

Hasil tata batas kawasan hutan yang telah 5 tahun keatas tidak memiliki tanda batas yang jelas dilapangan

Kurangnya dukungan anggaran APBD Kab/Kota

terhadap kegiatan

pemeliharaan batas kawasan hutan.

Adanya dukungan pembiayaan dari APBD Provinsi untuk pemeliharaan batas luar HP dan HL.

Adanya kabupaten belum respon terhadap pembangunan KPH diwilayahnya.

Tidak tersedianya dukungan dana APBD kab/kota untuk operasional KPH

Adanya alokasi sosialisasi pembangunan KPH dari Pusat dan Provinsi dan Penetapan wilayah KPHP dan KPHL sebanyak 21 unit

Data base peta dasar, peta tematik, data potensi kayu dan non kayu belum lengkap dan akurat

Kurangnya dukungan anggaran APBD Kab/Kota untuk kegiatan untuk inventarisasi dan penyediaan citra satelit

Tersedianya dukungan anggaran APBD pada Dishutprov untuk kegiatan inventarisasi dan penyediaan citra satelit

3.4 Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

3.4.1 Rencana Struktur Tata Ruang

Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi terdiri atas:

A. Sistem Perkotaan;

Sistem Perkotaan Wilayah Provinsi meliputi:

1) PKN di Palu;

2) PKNp di Luwuk Kabupaten Banggai;

3) PKW meliputi Banawa di Kabupaten Donggala, Buol di Kabupaten Buol, Kolonodale di Kabupaten Morowali, Tolitoli di Kabupaten Tolitoli, Poso di Kabupaten Poso;

4) PKWp di Parigi Kabupaten Parigi Moutong;

5) PKL yang sudah ditetapkan meliputi: Bora di Kabupaten Sigi; Salakan dan Banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan; Tinombo di Kabupaten Parigi Moutong; Toili di Kabupaten Banggai; Tentena dan Wuasa di Kabupaten Poso; Tambu dan Watatu di Kabupaten Donggala;

Bungku dan Beteleme di Kabupaten Morowali; Bangkir di Kabupaten Tolitoli; Ampana dan Wakai di Kabupaten Tojo Una-una; dan Paleleh di Kabupaten Buol.

B. Sistem Jaringan Prasarana utama;

Sistem Jaringan Prasarana Utama meliputi:

1) Sistem Transportasi Darat;

a. Jaringan lalu lintas angkutan jalan;

1. Jaringan jalan;

a) jaringan arteri primer meliputi: ruas jalan Abd.

Rahman Saleh (Palu); jalan Basuki Rahmat

(palu); jalan Emmy Saelan (Palu); jalan

Wolter Monginsidi (Palu); jalan Sudirman (Palu);

(12)

49

Jalan Sam Ratulangi (Palu); jalan Yos Sudarso (Palu); ruas jalan Tanah Runtuh - Kebunsari;

ruas Kebunsari – Tawaeli; ruas Tawaeli – Pantoloan; ruas Tawaeli – Nupabomba; ruas Nupabomba - Kebon Kopi; ruas Kebun Kopi – Toboli; ruas Toboli – Parigi; ruas Parigi –Tolai;

ruas Tolai – Sausu; ruas Sausu –Tumora (batas Kab. Poso); ruas Tumora (batas Kab. Parigi Moutong) – Tambarana; ruas Tambarana – batas kota Poso; jalan Tabatoki (Poso); jalan Tanjungbulu (Poso); jalan Diponegoro (Poso);

jalan P. Kalimantan (Poso); jalan P. Sumatra (Poso); jalan P. Sabang (Poso); ruas Poso – Tagolu; ruas Tagolu – Tentena; ruas Tentena – Taripa; ruas Taripa – Pape; ruas Pape – Tindantana (batas Prov. Sulawesi Selatan); ruas jalan Toboli – Ampibabo; ruas Ampibabo – Kasimbar; ruas Kasimbar – Tinombo; ruas Tinombo – Mepanga; ruas Mepanga – Lambunu;

ruas Lambunu – Molosipat (batas Prov.

Gorontalo);

b) jaringan jalan kolektor primer K1 meliputi: jalan Hasanudin (Palu); jalan Gajah Mada(Palu); jalan Imam Bonjol (Palu); jalan Diponegoro (Palu);

jalan Malonda (Palu); ruas Watusampu (Taman Ria) – Ampera (batas Kab. Donggala); ruas Ampera (batas Kota Donggala) – Surumana (batas Prov. Sulbar); ruas Pantoloan – Tompe;

ruas Tompe – Tambu; ruas Tambu - Sabang;

ruas Sabang – Siboang; ruas Siboang – Ogoamas;

ruas Ogoamas – Ogotua; ruas Ogotua – Malala;

ruas Malala – Silondou; ruas Silondou – batas Kota Tolitoli; jalan Tadulako (Tolitoli); jalan Sona (Tolitoli); jalan W. Monginsidi (Tolitoli); jalan Abd.

Muis (Tolitoli); jalan Moh. Hatta (Tolitoli); jalan A.

Yani (Tolitoli); jalan Syarif Mansur (Tolitoli); jalan Yos Sudarso (Tolitoli); jalan Moh. Saleh (Tolitoli);

ruas batas Kota Tolitoli – Lingadan; ruas Lingadan – Laulalang; ruas Laulalang – Lakuan;

ruas Lakuan – Buol; ruas Buol – Bodi; ruas Bodi – Paleleh; ruas Paleleh – Umu (batas Prov.

Gorontalo); ruas Taripa – Tiwa’a (batas Kab. Morowali) ; ruas Tiwa’a (batas Kab. Poso) - Tomata; ruas Tomata – Beteleme; ruas Beteleme – Tompira; ruas Tompira – Kolonodale; ruas Tompira – Wosu; ruas Wosu –Bungku; ruas Bungku – Bahodopi; ruas Bahodopi – batas Prov.

Sultra; jalan Lawanga – Tondoyondo (Poso); Jl.

Patimura (Poso) ; Jl. Letjend

Suprapto (Poso); Jl. U. Manasoli(Poso); ruas

Tagolu – Malei; ruas Malei – Uekuli; ruas Uekuli –

Marowo; ruas Marowo – Ampana; ruas

Ampana – Balingara;

(13)

49

ruas Balingara – Bunta; ruas Bunta Pagimana;

ruas Pagimana – Biak; ruas Biak – Batas Kota Luwuk; jalan Imam Bonjol (Luwuk); jalan Sam Ratulangi 1 (luwuk); jalan S. Musi (luwuk); jalan Hasanudin (luwuk).

c) jaringan jalan kolektor 2 meliputi ruas :

(1) Wilayah Kota Palu yaitu Jalan Towua, Jalan Karanjalemba, Jalan Moh. Hatta, Jalan Juanda, Jalan Moh Yamin dan Jalan Dewi Sartika;

(2) Wilayah Kab. Donggala yaitu: ruas Kalukubula - Kalawara, ruas Kalawara - Kulawi, ruas Biromaru/Birobuli - Palolo, ruas Kulawi -Gimpu dan ruas Palolo -Napu;

(3) Wilayah Kab. Parigi Moutong yaitu: ruas Tambu - Kasimbar dan ruas Mepanga - Pasir Putih;

(4) Wilayah Kab. Tolitoli yaitu: ruas Pasir Putih - Basi dan ruas SP.Lampasio - Air Terang;

(5) Wilayah Kab. Buol yaitu : ruas Air Terang - Momunu dan ruas Momunu - Buol

(6) Wilayah Kab. Poso yaitu : ruas Kasiguncu - Sanginora, ruas Tentena-Tonusu (KM. 340), ruas Tonusu (KM. 340), - Gintu, ruas Napu -Sanginora, ruas Gimpu - Gintu dan ruas Napu - Puna;

(7) Wilayah Kab. Tojo Una-una yaitu : ruas Tayawa - Malino

(8) Wilayah Kab. Morowali yaitu: ruas Pape -Tomata, ruas Malino- Tondoyondo, ruas Kolonodale – Tondoyondo, ruas Tondoyondo – Salubiru, ruas Salubiru – SP. Baturube, ruas Rata (KM.753) – Baturube dan ruas Beteleme – Batas Sulsel

(9) Wilayah Kab. Banggai yaitu: ruas Biak - Bonebobakal , ruas Bonebobakal – Balantak, ruas Luwuk - Batui, Jalan Samratulangi II (Luwuk), Jalan Ahmad Yani (Luwuk), Jalan Urip Sumoharjo (Luwuk), Jalan Jenderal Sudirman (Luwuk), Jalan Moh. Hatta (Luwuk), Jalan Yos Sudarso (Luwuk), Jalan Pattimura (Luwuk), Jalan RE.Martadinata (Luwuk), ruas Batui – Toili, ruas Toili – Rata, ruas Balingara - Longge Atas, ruas Longge Atas – Toili, ruas Salodik – Bantayan, ruas Bantayan - Bualemo, ruas Bualemo – Pangkalasean, ruas Pangkalasean – Balantak;

(10) Wilayah Kab. Banggai Kepulauan yaitu : ruas Salakan-Sambiut.

d) jaringan jalan strategis nasional ruas Mepanga -

Pasir Putih; ruas Pasir Putih - Basi; ruas Luwuk

- Batui; ruas Batui -Toili; ruas Toili-Moiling; ruas

Moilong – Rata; ruas Rata – Sp. Baturube; ruas

Sp. Baturube – Baturube.

(14)

49

e) rencana jaringan jalan strategis nasional rencana yang belum tersambung pada ruas Baturube – Kolonodale

2. Jaringan prasarana

a) terminal Tipe A yaitu Terminal Mamboro di Kota Palu dan terminal Kasintuwu Kab. Poso;

b) peningkatan tipe Terminal Luwuk di Kabupaten Banggai dan terminal Toboli di Kab. Parigi Moutong dari Terminal Tipe B menjadi Terminal Tipe A;

c) pengembangan terminal tipe B meliputi:

terminal Bumi Harapan di Kab. Tolitoli, Terminal Ampana di Kabupaten Tojo Una-una, Terminal Bora di Kabupaten Sigi;

d) peningkatan tipe Terminal Tipo dan Terminal Petobo di Kota Palu dari terminal tipe C menjadi terminal tipe B terminal;

a. jembatan timbang Toboli Kabupaten Parigi Moutong, Jembatan Timbang Tawaeli di Kota Palu, dan Jembatan Timbang Biromaru di Kabupaten Sigi

b. Jaringan lalu lintas penyeberangan

1. Penyeberangan Tolitoli di Kabupaten Tolitoli dengan lintas penyeberangan Tolitoli – Tarakan (Prov.

Kalimantan Timur);

2. Penyeberangan Pagimana di Kabupaten Banggai dengan lintas penyeberangan Pagimana – Gorontalo ( Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo);

3. Penyeberangan Taipa di Kota Palu dengan lintas penyeberangan Taipa – Balikpapan (Provinsi Kalimantan Timur);

4. Penyeberangan Boniton – Banggai ( Kabupaten Banggai Kepulauan) – Taliabu (Provinsi Maluku Utara);

5. Penyeberangan Uebone – Wakai (Kabupaten Tojo Una-una) – Gorontalo (Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo).

6. Penyeberangan Luwuk di Kabupaten Banggai dengan lintas penyeberangan Luwuk – Salakan (Kabupaten Banggai Kepulauan); dan lintas Salakan – Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan);

7. Rencana Jaringan lalulintas penyeberangan Uebone – Wakai – Marisa (Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo).

2) Sistem transportasi laut;

a. Pelabuhan utama : Pantoloan di Kota Palu;

b. Pelabuhan pengumpul terdiri atas:

1. Pelabuhan Bunta, Pelabuhan Luwuk dan Pelabuhan Pagimana di Kabupaten Banggai

2. Pelabuhan Banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan;

3. Pelabuhan Bungku, Pelabuhan Kolonodale dan Pelabuhan Wosu di Kabupaten Morowali;

4. Pelabuhan Lokodidi dan Pelabuhan Leok di

Kabupaten Buol;

(15)

49

5. Pelabuhan Dede di Kabupaten Tolitoli;

6. Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Wani dan Pelabuhan Ogoamas di Kabupaten Donggala;

7. Pelabuhan Moutong di Kabupaten Parigi Moutong;

8. Pelabuhan Poso di Kabupaten Poso; dan

9. Pelabuhan Ampana di kabupaten Tojo Una-una;

c. Pelabuhan pengumpan:

1. Pelabuhan Sabang di Kabupaten Donggala;

2. Pelabuhan Ogotua di Kabupaten Tolitoli;

3. Pelabuhan Kumaligon dan Pelabuhan Paleleh di Kabupaten Buol;

4. Pelabuhan Parigi di Kabupaten Parigi Moutong;

5. Pelabuhan Wakai di Kabupaten Tojo Unauna;

6. Pelabuhan Salakan di Kabupaten Banggai Kepulauan;

7. Pelabuhan Menui dan Sambalagi di Kabupaten Morowali

3) Sistem transportasi udara a. bandar udara pengumpul;

1. bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder yaitu Bandara Mutiara di Kota Palu; dan 2. bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier

yaitu Bandara Syukuran Aminuddin Amir Bubung Luwuk di Kabupaten Banggai

b. bandar udara pengumpan;

1. Bandara Pogogul Buol di Kabupaten Buol;

2. Bandara Lalos Tolitoli di Kabupaten Tolitoli;

3. Bandara Tojo Una-una di Kabupaten Tojo Una-una;

4. Bandara Morowali di Kabupaten Morowali;

5. Bandara Gintu di Kabupaten Poso (dalam perencanaan);

6. Bandara Tentena di Kabupaten Poso (dalam perencanaan).

C. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya.

Sistem jaringan prasarana lainnya terdiri atas:

1) Sistem Jaringan Energi;

a. Jaringan Listrik;

terdiri dari sistim interkoneksi 70 kV Palu-Parigi dan pembangkit kecil tersebar (per sistim): Poso 7,1 kV;

Tentena 1,7 kV; Kolonedale 3,1 kV; Bungku 1,6 kV;

Tolitoli 10,8 kV; Leok 3,9 kV; Moutong-Kotaraya- Palasa 6,3 kV; Bangkir 1,8 kV; Luwuk-Moilong 18,1 kV; Ampana 3,2 kV; Bunta 1,4 kV; Banggai 2,3 kV;

dan Sulteng tersebar 10,1 kV;

(16)

49

b. Pembangkit Listrik;

1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang meliputi PLTD Silae di Kota Palu; PLTD Leok dan Paleleh di Kabupaten Buol; PLTD Bangkir, Ogotua, Tinabogan, Tolitoli, dan Laulalang di Kabupaten Tolitoli; PLTD Siboang, Sabang, dan Donggala di Kabupaten Donggala; PLTD Kulawi di Kabupaten Sigi; PLTD Moutong, Palasa, kasimbar, dan Paru di Kabupaten Parigi Moutong; PLTD Poso, Wuasa,

Tentena, Taripa, Pendolo dan Gintu di Kabupaten Poso; PLTD Dolong, Wakai, Ampana, Marowo dan Malino di Kabupaten Tojo Una-Una; PLTD Baturube, Kolonodale, Tomata, Tompira, Bungku, Kaleorang dan Ulunambo di Kabupaten Morowali;

PLTD Balantak, Bualemo, Sobol, Luwuk, Bunta dan Baturube di Kabupaten Banggai; PLTD Tataba, Lumbi-Lumbia, Bulagi, Liang, Salakan, Sambiut, Banggai dan Mansalean di Kabupaten Banggai Kepulauan;

2. Pembangkit Listrik Tenaga uap (PLTU) yang meliputi PLTU Panau di Kota Palu;

3. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang meliputi: PLTA Poso I, Poso II, Poso III dan Sawidago di Kabupaten Poso; PLTA Malewa diKabupaten Tojo Una-Una.

4. Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLPB) tersebar di 14 lokasi dengan potensi sebesar kurang lebih 366 MW;

5. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terdiri dari : Kintom/Batui di Batui potensi 30 MW dan Donggi- Senoro di Luwuk potensi 240 MW di Kabupaten Banggai.

c. Gardu Induk (GI);

terdiri atas : GI Palu Baru (30 MVA); GI Silae (30 MVA); GI Talise (30 MVA); dan GI Poso (30 MVA).

d. Jaringan pipa minyak dan gas bumi;

1. Depo BBM Bokat di Kabupaten Buol;

2. Depo BBM Tolitoli dan Baolan di Kabupaten Tolitoli;

3. Depo BBM Parigi, Moutong, Tinombo di Kabupaten Parigi Moutong;

4. Depo BBM Banawa dan Tawaeli di Kabupaten Donggala;

5. Depo BBM Kolonodale di Kabupaten Morowali; dan 6. Depo BBM Bulagi di Kabupaten Banggai Kepulauan e. Jaringan Transmisi;

terdiri dari : PLTA Poso (Tentena)-Poso panjang 80 kms; Poso-Palu Baru panjang 190 kms; Palu Baru Silae panjang 90 kms; Moutong-Tolitoli panjang 270 kms; PLTG Kintom-Luwuk panjang 90 kms; PLTG Kintom-Moilong panjang 120 kms; Tolitoli-Leok panjang 216 kms; Poso-Ampana panjang 248 kms;

Palu Baru-Talise panjang 30 kms; Kolonedale-Inc.Poso

Ampana panjang 146 kms; Tentena (PLTA Poso)-Wotu

(17)

49

panjang 272 kms; dan PLTGU Senoro (FTP 2)-Tentena (PLTA Poso) panjang 360 kms

2) Sistem Jaringan Telekomunikasi;

Sistem Jaringan Telekomunikasi terdiri atas:

a. Jaringan Mikro Digital dengan panjang jaringan meliputi Batas Provinsi Gorontalo (Kabupaten Buol) – Kota Palu, Kota Palu – Batas Provinsi Sulawesi Barat (Kabupaten Sigi), Kota Palu – Luwuk (Kabupaten Banggai), Luwuk (Kabupaten Banggai) – Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan), dan Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan) – Batas Laut Provinsi Sulawesi Tengah;

b. Jaringan Stasiun Telepon Otomat (STO), meliputi STO Banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan; STO Luwuk di Kabupaten Banggai; STO Tolitoli di Kabupaten Tolitoli; STO Poso di Kabupaten Poso; STO Parigi di Kabupaten Parigi Moutong; STO Tawaeli dan Banawa di Kabupaten Donggala; STO Tomata, Beteleme, Bungku dan Wosu di Kabupaten Morowali.

3) Sistem Jaringan Pengelolaan Sumberdaya Air;

Sistem Jaringan Pengelolaan Sumberdaya Air terdiri atas:

a. Wilayah Sungai (WS);

1. Wilayah Sungai Lintas Provinsi meliputi Wilayah Sungai Palu – Lariang, Wilayah Sungai Pompengan - Lorena, Wilayah Sungai Lasolo – Sampara, Wilayah Sungai Randangan, dan Wilayah Sungai Kaluku - Karama;

2. Wilayah Sungai Strategis Nasional meliputi Wilayah Sungai Parigi – Poso dan Wilayah Sungai Laa – Tambalako; dan

3. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota meliputi Wilayah Sungai Lambunu – Buol dan Wilayah Sungai Bongka – Mentawa

b. Bendung;

1. Bendung Nasional : Bendung Lambunu, sausu atas, Gumbasa, Singkoyo

2. Bendung Provinsi : Tende Lalos, Kolondom dan Bambapun di kabupaten Tolitoli; Bendung Malino, Ongka Atas, Tada, Kasimbar, Parigi Kanan, Dolagu, Maoti dan Torue di Kabupaten Parigi Moutong;

Bendung Malonas dan Pangimpu, di Kabupaten Donggala; Bendung Kekeleo di Kabupaten Sigi;

Bendung Puna Kiri, Gintu, Saroso dan Karangkasa di Kabupaten poso; Bendung Tambayoli dan Kulangi di Kabupaten Morowali; Bendung Warulamala, Bakung,Toili, Tolisu, Dongin, Moilong dan Bunta di Kabupaten Banggai

c. Daerah Irigasi (DI);

1. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah pusat, yaitu: DI Gumbasa di Kabupaten Donggala – Kota Palu; DI Mentawa, DI Sinkoyo, DI Sinorang Ombolu di Kabupaten Banggai; DI Lambunu dan DI Sausu Atas di Kabupaten Parigi Moutong;

2. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah

provinsi, yaitu DI Malonas, DI Kekeloe, DI Simau

di Kabupaten Donggala; DI Ongka Atas, DI Dolago,

(18)

49

DI Kasimbar, DI Malino, DI Maoti, DI Mepanga Hilir, DI Parigi Kanan, DI Tada, DI Torue di Kabupaten Parigi Moutong; DI Puna Kiri, DI Karongkasa, DI Gintu, DI Saroso di Kabupaten Poso; DI Donginpandawangi, DI Toili, DI Bunta, DI Waru Lamata, DI Bakung, DI Moilong, DI Bella, DI Tolisu Atas Bawah di Kabupaten Banggai; DI Tendelalaos, DI Kolondom, DI Malomba Bambapun di Kabupaten Tolitoli; DI Ungkaya, DI Karaopa, dan DI Tambayoli di Kabupaten Morowali;

3. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah kabupaten.

d. Pantai;

terdiri atas: Pantai di Kabupaten Banggai sepanjang kurang lebih 613km, Pantai di Kabupaten Buol sepanjang kurang lebih 197 km, Pantai di Kabupaten Donggala sepanjang 400 Km, Pantai di Kabupaten Parigi Moutong sepanjang kurang lebih 431 km, Pantai di Kabupaten Tojo Una-Una sepanjang kurang lebih 454 km, Pantai di Kabupaten Tolitoli sepanjang kurang lebih 454 km, Pantai di Kabupaten Banggai Kepuluan sepanjang kurang lebih 700 km, Pantai di Kabupaten Poso sepanjang kurang lebih 174 km, Pantai di Kabupaten Morowali sepanjang kurang lebih 800 km, dan Pantai di Kota Palu sepanjang kurang lebih 42 km.

e. Instalasi Pengolahan Air Bersih

terdiri atas: IPA Palu di Kota Palu, IPA Banawa di Kabupaten Donggala; IPA Pangimpu di Kabupaten Sigi; IPA Poso di Kabupaten Poso; IPA Bungku, Kolonodale, dan Beteleme di Kabupaten Morowali, IPA Balantak, Luwuk, Batui, Bunta, Kintom, Pagimana dan Lamala di Kabupaten Banggai.

4) Sistem Persampahan;

merupakan Sistem Persampahan Terpadu Provinsi yang direncanakan melayani persampahan di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala

3.4.2 Rencana Pola Ruang;

Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah

Rencana pola ruang provinsi yang termuat dalam Draft Raperda RTRW Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010–2030 telah memperhatikan pola ruang yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana Pola Ruang tersebut terdiri atas :

A. Kawasan Hutan Lindung :

(1) Kawasan lindung provinsi terdiri atas :

a. kawasan hutan lindung seluas kurang lebih 1.345.706,19 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah.

b. Kawasan Perlindungan setempat terdiri atas:

1. sempadan pantai sepanjang kurang lebih 4.265 km

meliputi :

(19)

49

a) pantai di Kabupaten Banggai sepanjang kurang lebih 613 km,

b) Pantai di Kabupaten Buol sepanjang kurang lebih 197 km,

c) Pantai di Kabupaten Donggala sepanjang 400 Km, d) Pantai di Kabupaten Parigi Moutong sepanjang

kurang lebih 431 km,

e) Pantai di Kabupaten Tojo Una-Una sepanjang kurang lebih 454 km,

f) Pantai di Kabupaten Tolitoli sepanjang kurang lebih 454 km,

g) Pantai di Kabupaten Banggai Kepuluan sepanjang kurang lebih 700 km,

h) Pantai di Kabupaten Poso sepanjang kurang lebih 174 km,

i) Pantai di Kabupaten Morowali sepanjang kurang lebih 800 km, dan

j) Pantai di Kota Palu sepanjang kurang lebih 42 km.

2. Sempadan sungai dengan lebar sempadan 50 meter yang menyebar di seluruh kabupaten dan kota di Propinsi Sulawesi Tengah

3. Kawasan sekitar danau atau waduk yang terletak di sekitar Danau Lindu, Danau Talaga, Danau Rano dan Danau Poso

c. Kawasan Cagar Budaya terdiri atas :

1. Istana peninggalan Kerajaan Banggai di seluruh Kabupaten Banggai Kepulauan;

2. Istana peninggalan Kerajaan Palu di Kota Palu; dan 3. Patung Megalitik di Lembah Bada

d. Kawasan Suaka Alam dan pelestarian alam terdiri atas:

1. Suaka Margasatwa meliputi:

a) Kawasan Bangkiriang di Kabupaten Banggai seluas kurang lebih 12.500 Ha,

b) Lombuyan I & II di Kabupaten Banggai seluas kurang lebih 3.069 Ha,

c) Pati-pati di Kabupaten Banggai seluas kurang lebih 3.103 Ha,

d) Dolangon di Kabupaten Tolitoli seluas kurang lebih 462 Ha,

e) Pinjan/Tanjung Matop di Kabupaten Tolitoli seluas kurang lebih 1.692 Ha,

f) Pulau Pasoso di Kabupaten Donggala seluas kurang lebih 5.000 Ha,

g) Tanjung Santigi di Kabupaten Parigi Moutong seluas kurang lebih 1.502 Ha,

h) Laut Pulau Tiga di Kabupaten Morowali seluas kurang lebih 42.000 Ha,

2. Cagar Alam meliputi:

a) Kawasan Gunung Dako di Kabupaten Tolitoli seluas kurang lebih 19.590 Ha,

b) Gunung Sojol di Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong seluas kurang lebih 64.448 Ha,

c) Gunung Tinombala di Kabupaten Tolitoli dan

Parigi Moutong seluas kurang lebih 37.106 Ha,

(20)

49

d) Morowali di Kabupaten Morowali dan Tojo Una- una seluas kurang lebih 209.400 Ha,

e) Pamona di Kabupaten Poso seluas kurang lebih 25.967 Ha,

f) Pangi Binangga di Kabupaten Parigi Moutong seluas kurang lebih 6000 Ha,

g) Tanjung Api di Kabupaten Tojo Una-una seluas kurang lebih 4.246 Ha;

3. Taman Nasional yaitu Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Sigi dan Poso seluas kurang lebih 217.991 Ha;

4. Taman Laut dan Taman Wisata Laut meliputi :

a) Taman Nasional Laut Kepulauan Banggai kurang lebih 171.312 Ha

b) Taman Laut Pulau Tokobae Morowali kurang lebih 1.000 Ha

c) Taman Laut Teluk Tomori Morowali kurang lebih 7.200 Ha

5. Taman Wisata Alam meliputi:

a) Taman Wisata Alam (TWA) Air Terjun Wera di Kabupaten Sigi seluas kurang lebih 250 Ha,

b) TWA Bancea di Kabupaten Poso seluas kurang lebih 5.000 Ha,

c) TWA Tanjung Karang di Kabupaten Donggala seluas kurang lebih 1.000 Ha,

d) Laut Tasale di Kabupaten Donggala seluas 5.000 Ha,

e) Laut Pulau Peleng di Banggai Kepulauan seluas 17.462 Ha, dan

f) Laut Kepulauan Sago di Banggai Kepulauan seluas 153.850 Ha;

6. Taman Wisata Alam laut meliputi:

a) Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Una-una seluas kurang lebih 100.000 Ha,

b) Pulau Batudaka di Kabupaten Parigi Moutong 7. Taman Hutan Raya yaitu Taman Hutan Raya

(Tahura) Poboya Paneki di Kabupaten Donggala, Parigi Moutong dan Kota Palu seluas kurang lebih 7.128 Ha.

e. Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas:

1. kawasan rawan gempa bumi terdapat diseluruh wilayah provinsi;

2. kawasan rawan tsunami terdapat diseluruh pantai yang mempunyai morfologi landai, yaitu terdapat di Kabupaten Donggala, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai Kepulauan;

3. kawasan rawan abrasi yang menyebar pada seluruh kabupaten/kota kecuali kabupaten Sigi;

4. kawasan rawan tanah longsor yang menyebar pada seluruh kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah ; 5. kawasan rawan gelombang pasang yang berada di

kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai, Kabupaten

Banggai Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-una,

Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Moutong,

(21)

49

Kabupaten Donggala, Kabupaten Buol, Kabupaten Tolitoli dan Kota Palu;

6. kawasan rawan banjir yang tersebar di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, Kota Palu dan Kabupaten Buol; dan

7. kawasan rawan bencana gunung api di Kabupaten Tojo Una-una.

(2) Kawasan lindung lainnya terdiri atas:

a. kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yaitu Cagar Biosfer Lore Lindu di Kabupaten Sigi dan Poso seluas kurang lebih 217.991,18 Ha;

b. terumbu karang yang menyebar pada seluruh pesisir pantai Propinsi Sulawesi Tengah

B. Kawasan Budidaya

(1) Kawasan budi daya provinsi yangterdiri atas :

a. kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas:

1. hutan produksi terbatas seluas kurang lebih 1.493.697,71 Ha yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Buol, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Sigi;

2. hutan produksi tetap seluas kurang lebih 500.491,98 Ha yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Buol, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Sigi; dan

3. hutan produksi yang dapat dikonversi seluas kurang lebih 297.859,78 Ha yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Buol, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Sigi.

b. kawasan peruntukan pertanian terdiri atas:

1. kawasan tanaman pangan tersebar di seluruh kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah;

2. kawasan perkebunan tersebar di seluruh kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah;

c. kawasan peruntukan perikanan terdapat di di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, Kota Palu, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Tolitoli;

d. kawasan peruntukan pertambangan terdapat

menyebar di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tengah;

(22)

49

e. kawasan peruntukkan dan pengembangan Minapolitan, yang berada di Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Tojo Una-una;

f. kawasan peruntukan pertambangan (KPP) terdiri atas:

1. KPP mineral meliputi : Nikel terdapat di Kabupaten Morowali : kecamatan Bungku Utara,Kecamatan Petasia, Kecamatan Bungku Tengah, Kecamatan Bungku Selatan; di Kabupaten Banggai : Kecamatan Toili, Kecamatan Bunta, Kecamatan Pagimana,

Kecamatan Bualemo dan Kecamatan Balantak; di Kabupaten Tojo Unauna : Kecamatan Ampana Tete dan Kecamatam Ulubongka; Galena di Kabupaten Donggala Kecamatan Marawola (Sungai Lewara Hulu), Emas terdapat di Kabupaten Parigi Moutong Kecamatan Moutong, Kecamatan Tolai dan Kecamatan Ampibabo; di Kabupaten Poso Kecamatan Lore Selatan Desa Gintu, di Kabupaten Tolitoli Kecamatan Dondo, di Kabupaten Donggala Kecamatan Sirenja, di Kabupaten Buol Kecamatan Bunobogu, di Kota Palu Kelurahan Poboya;

Molibdenium terdapat di Kabupaten Tolitoli Kecamatan Dondo, di Kabupaten Parigi Moutong Kecamatan Motuong; Chromit terdapat di Kabupaten Morowali Kecamatan Bungku Tengah, Kecamatan Bungku Barat dan Kecamatan Petasia; di Kabupaten Banggai Kecamatan Bunta dan Kecamatan Toili; di Kabupaten Tojo Unauna Kecamatan Ulubongka dan Kecamatan Ampana Tete; Biji Besi terdapat di Kabupaten Morowali Kecamatan Bungku Utara, Kecamatan Petasia,

2. Kecamatan Bungku Tengah dan Kecamatan Bungku Selatan, di Kabupaten Banggai Kecamatan Toili, Kecamatan Bunta, Kecamatan Pagimana, Kecamatan Bualemo dan Kecamatan Balantak, di Kabupaten Tojo Unauna Kecamatan Ampana Tete, Kecamatan Ulubongka dan Kecamatan Tojo Barat; Tembaga tedapat di Kabupaten Parigi Moutong Kecamatan Moutong dan Kabupaten Tolitoli Kecamatan Dondo;

Belerang terdapat di Kabupaten Tojo Unauna Pulau Unauna; Wolfram-Tungsten terdapat di Kabupaten Poso Kecamatan Lore Utara, Lore Tengah dan Lore Selatan; Granit terdapat di Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Banggai Kepulauan; Marmer terdapat di kabupaten Poso Kecamatan Pamonan Utara dan Kecamatan Pesisir; Kabupaten Morowali Kecamatan Lembo dan Kecamatan Petasia, Kabupaten Tojo Una- Una, Kabupaten Banggai Kecamatan Luwuk Timur dan Kabupaten Parigi Moutong Kecamatan Tomini;

Asbes terdapat di Kabupaten Tojo Una-Una;

3. KPP Batubara terdapat di Kabupaten Morowali

Kecamatan Mori Atas dan Kecamatan Donggala

(23)

49

Kecamatan Sindue, Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Buol Kecamatan Momunu.

4. KPP Minyak Bumi terdapat di Kabupaten Morowali Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Banggai Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Donggala Kecamatan Balaesang, Kecamatan Dampal Selatan dan Kecamatan Surumana; Gas Bumi terdapat di Kabupaten Morowali Kecamatan Bungku Utara;

Kabupaten Donggala Balaesang, Dampal Selatan dan Surumana;

5. KPP Panas Bumi terdapat di Kabupaten Tolitoli Kecamatan Tinabogan (Ongka, Dondo ), Kabupaten Donggala Kecamatan Sabang, Kabupaten Buol Kecamatan Palele, Kabupaten Banggai Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Sigi Kecamatan Dolo dan Kecamatan Biromaru serta Kabupaten Donggala Kecamatan Kecamatan Sindeu.

g. kawasan peruntukan perindustrian terdiri atas:

1. kawasan industri kecil menyebar di seluruh kabupaten dan kota Propinsi Sulawesi Tengah;

2. kawasan agro industri berada di Kabupaten Donggala, Kabupaten Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Tojo Una-una dan Kota Palu;

3. kawasan industri lainnya.

h. kawasan peruntukan pariwisata terdiri atas:

1. kawasan wisata alam berada di :

a) Suaka Margasatwa. P. Dolangan dan Tj. Mantop di Kab. Toli – toli,

b) Cagar Alam Gunung Dako di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong,

c) TN. Lore Lindu di Kabupaten Sigi dan kabupaten Poso,

d) Danau Lindu di Kabupaten Sigi,

e) Cagar Alam Tanjung Api di Kabupaten Tojo Una – Una,

f) Air Terjun Hanga – Hanga dan Hutan Bakau Luwuk di Kabupaten Banggai;

2. kawasan wisata alam laut berada di Pulau Peleng, Kepulauan Sago di Kabupaten Banggai Kepulauan, Wakai dan Tg. Api di Kabupaten Tojo Una- Una, Pulau Tikus di Kabupaten Banggai, Pulau Makakata, Pulau kelelawar, dan Pulau Rosalina di Kabupaten Parigi Moutong, Danau Laut Tolongano, Pulau Pasoso dan Pulau Tuguan di Kabupaten Donggala;

3. kawasan wisata budaya berada di Taman Purbakala Watunonju di Kabupaten Sigi;.

4. kawasan wisata buatan tersebar di seluruh kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah

5. kawasan wisata lainnya Pulau Maputi, Pulau Pagalaseang Kabupaten Donggala dan Tanjung Manimbaya di Kabupaten Donggala.

i. kawasan peruntukan permukiman terdiri atas:

Referensi

Dokumen terkait

Menguji dan menganalisis pengaruh bauran promosi yang meliputi periklanan, promosi penjuaalan, personal selling dan publisitas secara parsial terhadap kepuasan

Kompetensi yang akan diperoleh setelah mempelajari bab ini adalah pemahaman tentang pengertian seni, pengertian desain, dan keterkaitan antara seni dan desain dilihat

Sehati tersebut penulis mendapatkan ide untuk membuat sebuah program perancangan sistem pendukung keputusan berbasis website menggunakan metode perhitungan SAW (Simple

Beban emergency pada prioritas dua terdiri dari 9 unit komputer yang terdapat pada 5 unit di jurusan teknik elektro dan 4 unit di jurusan teknik mesin.. 4.2.3

Anak usia 3-6 tahun telah memperoleh kosakata, yaitu kosakata dasar (kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, kata ganti, kata yang berhubungan dengan kekerabatan, dan

Secara fisik tampak pula bahwa populasi Alor menunjukkan kesamaan dengan populasi dari Papua .1 Penelitian lain 6,7 yang men- dasarkan pada analisis komposisi percampuran

58 LEUWILIANG CIBEBER II kampung Cibeber Opat RW 1 NON PROGRAM - Rehabilitasi Jalan Lingkungan DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG DAERAH. 59 LEUWILIANG CIBEBER II kampung

Capaian penerimaan Pajak Daerah tersebut mengalami peningkatan sebesar 6,43 persen dengan total 16,43 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimana pada Triwulan I