• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

LRFD (Load And Resistance Factor Deisgn) adalah spesifikasi yang dikeluarkan oleh AISC (America Instate Of Steel Construction) untuk desain konstruksi baja, berdasarkan ketahanan metode kekuatan ultimit (Metode Plastis).

LRFD memberikan perbandingan yang lebih spesifik antara beban Q dan resistensi Rn, seperti persamaan untuk persyaratan mendapatkan keamanan sebagai berikut:

ϕRn ≥ ∑ γi Qi ... (2.1) Dimana :

∑ = Penjumlahan

i = menunjukan berbagai kondisi Qi = pengaruh beban nominal

Yi = faktor beban terkait beban Qi yang ditinjau

Yi Qi = kuat perlu, dari kondisi batas yang paling ekstrim Rn = kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan ϕ = faktor tahanan sesuai jenis struktur yang di tinjau ϕRn = kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan

Dimana ruas kiri mewakili resistensi (kekuatan) dari komponen atau sistem,

sedangkan ruas kanan mewakili beban yang diharapkan akan ditanggung sehingga

cenderung memberikan struktur yang lebih aman, Pada sisi kekuatan harga

nominasi resistensi Rn dikalikan dengan faktor resistensi (reduksi kekuatan) ϕ

untuk mendapatkan kekuatan desain. Pada sisi beban berbagai efek beban Qi

(seperti beban mati, beban hidup, dan beban salju) dikalikan dengan faktor-faktor

kelebihan beban γi untuk mendapatkan jumlah ∑ γi Qi dari beban-beban terfaktor.

(2)

LRFD (Load And Resistance Factor Design) adalah suatu metode dalam perencanaan bangunan gedung yang memperhitungkan faktor beban dan faktor ketahanan material. Konsep desain ini pada prinsipnya tegangan yang terjadi dalam setiap elemen struktur harus lebih kecil dari tegangan yang di ijinkan.

Dengan pengertian lain, beban yang bekerja harus lebih kecil dari kapasitas kekuatan elemen dibagi dengan suatu faktor keamanan safety factor.

2.2. Konsep Pembebanan

Pembebanan gedung berdasarkan SNI 1727-2013 tentang pembebanan minimum untuk perancangan gedung dan struktur lain.

A. Beban Mati (Dead Load)

Merupakan berat dari semua unsur atau bagian gedung yang bersifat tetap dan segala unsur tambahan, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung.

B. Beban Hidup (Life Load)

Semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah-pindah, peralatan yang merupakan bagian dari gedung dan dapat diganti posisi, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan pada gedung. Khusus pada bagian atas bagunan yaitu atap, beban hidup yang termasuk berasal dari air hujan dan tekanan jatuh (energi kinetik).

C. Beban Angin (Wind Load)

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

D. Beban Gempa (Earthquake Load)

Beban gempa adalah beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu.

Dalam hal pengaruh gempa pada struktur ditentukan berdasarkan suatu analisa

(3)

dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut, yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

2.2.1. Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan peraturan yang berlaku pada SNI 1727 – 2013 tentang Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain, digunakan kombinasi dasar pembebanan metode desain kekuatan sebagai berikut :

1) 1.4D

2) 1.2D + 1.6L + 0.5 ( Lr atau R)

3) 1.2D 1.6 (Lr atau R) + (L atau 0.5W) 4) 1.2D 1.0W + L + 0.5 (Lr atau R) 5) 1.2D 1.0E + L

6) 0.9D

1.0W

7) 0.9D

1.0E

Keterangan :

D = beban mati

E = beban gempa

L = beban hidup

Lr = beban hidup atap

R = beban hujan

W = beban angin

(4)

2.2.2. Faktor Tahanan dan Faktor Beban

Faktor tahanan (ɸ) bervariasi menurut tipe batang dan keadaan batang yang sedang diperhitungkan. Konsep dasar ketentuan LRFD adalah :

Ru ≤ ϕ Ru ... ( 2.2) Kuat perlu, Ru adalah nilai maksimum dari berbagai kombinasi beban terfaktor yang dicari dengan bantuan analisis struktur. Untuk mencari kuat perlu , Ru untuk tiap – tiap elemen struktur, maka diperlukan analisa struktur secara menyeluruh (global). Faktor kombinasi beban disiaokan untuk analisis struktur cara elastis.

Jika alat analisis struktur dilengkapi opsi memperhitungkan efek P-∆ (nonlinier geometri), maka ketentuan analisis stabilitas struktur selain memakai Efective Length Method (ELM) juga dapat memakai Direct Analysis Method (DAM)

Tabel 2.1 Faktor tahanan φ

Komponen Struktur Faktor Tahanan (φ)

Lentur 0.9

Tekan aksial 0.9

Tarik aksial

- tarik leleh 0.9

- tarik fraktur 0.75

Geser 0.9

Sambungan baut

- baut geser 0.75

- baut tarik 0.75

- kombinasi geser dan tarik 0.75

- baut tumpu 0.75

Sambungan las

- las tumpul penetrasi penuh 0.9

- las sudut/tumpul penetrasi sebagaian 0.75

- las pengisi 0.75

Sumber : Struktur Baja Perilaku, Analisa & Desain – AISC 2010,Wiryanto Dewobroto

(5)

2.3. Struktur Komposit 2.3.1. Tinjauan Umum

Konstruksi komposit adalah suatu sistem konsturksi dimana terdapat kerja sama monolith antara dua macam bahan yang berbeda, yaitu beton dan baja. Aksi komposit terjadi bila dua batang stukrutral penumpu beban seperti sistem lantai beton dan balok baja penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan.Pada kerjasama ini diharapkan terjadi interaksi penuh antara baja dan beton dengan memasang alat penghubung geser atau Shear Connector. Faktor yang penting pada aksi komposit ialah lekatan antara beton dan baja harus tetap ada. (Salmon, 1995:347)

Keuntungan memakai konstruksi komposit adalah :

1) Berkurangnya luas baja yang dipakai mencapai 20% - 30%

2) Kapasitas penampang meningkat dalam menerima beban dan untuk gelagar tunggal bentang gelagar dapat lebih panjang

3) Struktur lebih tahan pada lingkungan agresif 4) Pelaksanaan konstruksi lebih praktis dan efisien Sedangkan kekurangan konstruksi komposit adalah :

1) Pengaruh kontinuitas, penampang tidak seluruhnya efektif (pada balok menerus) dapat menjadi diskontinuitas

2) Lendutan jangka panjang 2.3.2. Deck Baja

Konstruksi komposit plat lantai terdiri dari sebah slab beton cetak ditempat yang solid, yang ditempatkan diatas dan saling dihubungkan dengan gelagar baja.

Slab beton tersebut juga sering dicetak diatas baja dan slab itu sendiri ditumpu oleh penampang baja profil. Aksi komposit antara deck baja dan plat beton dapat terbentuk melalui :

1) Lekatkan kimiawi dan friksi antara kedua material

(6)

2) Kekuatan pasif dari profil deck yang beraksi seperti pratekan (tergantung pada ketebalan plat dan bentuk profil

2.3.3. Dasar-Dasar Desain Deck Baja

Desain dari beberapa sistem konstruksi, kerusakan deck baja di kelompokkan berdasarkan pada model kerusakan yang terjadi pada deck baja tersebut.Dua kerusakan utama yang terdapat pada deck baja diantaranya kerusakan bentang gelombng dan kerusakan akibat lendutan.

Kerusakan bentangan gelombang adalah tipe kerusakan yang sering terjadim ciri-ciri kerusakannya berupa bentuk patahan diagonal pada penampang beton yang ditandai dengan sleep gelombang antara deck baja dan beton. Secara cepat kerusakan sleep gelombang dapat mempengaruh kapasitasnya.

Perencanaan plat komposit dalam beberapa cara berbeda dengan perencanaan plat lantai beton bertulang, plat komposit memakai tulangan yang bersirip permukaannya, satu hal yang perlu diperhatikan bahwa luasan penampang dari lantai baja yang berfungsi sebagai tulangan didistribusikan pada sebagian tinggi plat melalui suatu cara yang tergantung pada bentuk dari lantai baja tersebut. Hal yang lebih penting lagi adalah kenyataan bahwa hasilnya lantai baja-beton tersebut berfungsi sebagai perkuatan plat seluruhnya tergantung pada ikatan antara kedua material pada kedua permukaan.

Berdasarkan alasan ini, untuk memperkuat ikatan tersebut diapaki berbagai

alat yang dikenal sebagai alat penyalur gaya geser, biasanya berupa tonjolan-

tonjolan (gerigi) yang mempunyai jarak yang cukup dekat sekali. Di samping itu

alat ini juga harus dapat melawan kecenderungan terpisahnya lantai baja dan

beton dalam arah vertikal.

(7)

2.3.4. Momen Kapasitas Lentur

Untuk lantai baja yang relatif dangkal dan plat yang tingginya cukup besarm yaitu apabila tebal plat h jauh lebih besar dari tinggi lantai baja, pelelehan mungkin telah menyebar pada seluruh tinggi lantai baja sebelum regangan tekan beton mecapai harga batas sebesar ϵ

u

= 0.003. selanjutnya gaya tarik baja akan bekerja pada pusat dari penampang lantai baja. Pada keadaan ini plat tersebut bersifat bertulangan lembah (undereinforced) dan disini berlaku persamaan yang biasa dipakai untuk merencanakan penampang yang berbentuk persegi yaitu : C = (0,85.ƒc’).b.a ... (2.3) T = As.Fy ... (2.4) Didapat keseimbangan gaya horizontal, jika C = T maka diperoleh :

... (2.5) Maka besarnya nilai momen kapasitas lentur deck baja (Mn).

Mn = T.jd ... (2.6) Mn = As.Fy { d - } ... (2.7)

Keterangan :

Mn : adalah momen nominal lentur deck baja A : Adalah luasan deck baja

ɑ : Adalah garis netral penampang b : Adalah pias persatuan lebar deck baja

Untuk plat dengan tulangan lantai baja seperti ini, kondisi keseimbangan

didefinisikan sebagai keadaan dimana bagian atas dari lantai baja baru mencapai

tegangan lelehnya ketika regangan tekan beton mencapai harga ϵ

u

= 0.003. Harga

perbandingan baja seimbang untuk kondisi yang dijelaskan tersebut (A.nilson)

adalah:

(8)

 

  

 

 

 

d hr yc y u

u fy

Pb 0 . 85 . 

1

fc '

... (2.8) Jika ϵ

u

= 0.003 dan ϵ

y

=

Maka diperoleh nilai P

b

:

 

  

 

 

 

d hr yc fy Es

Es fy

Pb fc

. 003 . 0

. 003 . 0 . '

85 . 0 

1

... (2.9) Jika nilai Es = 200000 Mpa, maka nilai P

b

yang dipakai :

 

  

 

 

 

d hr yc fy fy

Pb fc

600 600 1 '

. 85 .

0 

... (2.10) Keterangan :

β

1

: 0,85 untuk fc’ ≤ 30 Mpa

β

1

: 0,85 – 0,008 (fc’ – 30) untuk fc’ > 30 Mpa fc’ : kuat mutu beton (Mpa)

fy : kuat mutu baja (Mpa) hr : keadalaman deck baja (mm) Yc : tebal plat (mm)

D : kedalaman efektif plat (jarak dari serat atas beton ke titik Pusat deck baja (mm)

Persamaan ini sama dengan ρ

b

pada plat biasa kecuali untuk bentuk terakhir

yang dapat di dalam kurung, seluruh lantai baja termasuk serat atasnya pada jarak

yc – hr dari bagian atas plat harus meleleh sedang gaya tarik total pada pusat

lantai baja terletak pada jarak d dari bagian atas plat.

(9)

Gambar 2.3 Diagram Gaya Komposit Plat

Gambar 2.1 Diagram Gaya Komposit Plat (Sumber: Salmon, 1995)

2.3.5. Desain tulangan tumpuan

Dalam perhitungan tulangan negatif menggunakana persamaan (Istimawan Dipohusodo,1994) :

D

rec

= tebal plat (h) = tebal selimut beton minimum – 1.2 D

tulrenc

... (2.11) Menentukan nilai (k) yang diperlukan :

... (2.12) Dari tabel istimawan (A-8 sampai A-37) dengan nilai k didapat ρ. Dengan nilai fc’

dan fy dari tabel istimawan (A-6) didapat nilai ρ

min

dan ρ

max

. Nilai ρ

min

<ρ <ρ

max

. Menentukan luas tulangan :

As = ρ.b.d ... (2.13) Apabila nilai ρ < ρ

min

maka yang dipakai dalam menentukan luas tulangan ada ρ

min

.Untuk menentukan tulangan yang diapakai dalam perencanaan plat deck baja ini memakai baja tulangan dengan leleh baja fy = 300 Mpa

2.3.6. Defleksi deck baja

Kemampuan suatu struktur ditentukan oleh lendutan retak, korosi tulangan

dan rusaknya permukaan beton, memberikan daftar tebal minimum dari balok

serta plat dan memberikan daftar tebal minimum dari balok serta plat dan

memberikan nilai lendutan maksimum sesuai perizinan.

(10)

Dalam menentukan tabel atau tinggi minimum komponen struktur, dapat mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam tabel atau menghitung lendutan yang terjadi menggunakan rumus lendutan standar yang digabungkan dengan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan momen inersia serta pengaruh riwayat beban dan waktu dari komponen struktur yang ditinjau.

Defleksi pada deck baja dapat menimbulkan lengkungan pada permukaan sehingga beton akan mengalami kerusakan. Momen inersia untuk perencanaan deck baja harus dihitung berdasarkan desain khusus dari bentuk panel deck baja.Beban hidup dan beban mati harus juga diperhatikan padas saat menentukan panjang bentang.

Gambar 2.2 Penampang Komposit Plat (Sumber: Salmon, 1995)

Z = h – hr/2 – a ... (2.14) Besar garis netral yang berjarak a terhadap serat tepi tersebut dilakukan menggunakan persamaan keseimbangan momen statis. Luas efektif terhadap serat tepi tersebut sebagai berikut :

2 0 .

.  

 

  a a A Z n

L

s

... (2.15) Dimana momen inersia penampang retak :

s s

cr A Z I

nn a L

I   

3 ) (

3

... (2.16)

(11)

Sedangkan besarnya nilai modulus penampang retak adalah :

) 2 / (hr h S

cr

I

cr

  ... (2.17) Keterangan :

h : slab depth

a : panjang beton equivalen

L : panjang suatu bagian floor deck hr : tinggi floor deck

As : luas penampang satu bagian floor deck N : modulus rasio,

Gambar 2.3 Penampang komposit plat (Sumber: Salmon, 1995)

Besar garis netral terhadap serat tepi atas dihitung menggunakan persamaan keseimbangan momen statis sebagai berikut :

A y yuc A

  .

... (2.18) Dimana momen inersia penampang uncracked :



  



  



 

 

2 3

2 2

3

2 ) 2 ).(

12 .(

2 ) (

2 ) .(

2) .(

12 . ) (

uc

uc uc

uc

hr y n h

hr L n

hr L

y hr h As d Is

n y d L n d L I

(12)

Keterangan :

D : tinggi beton diatas tepi atas floor deck Hr : tinggi floor deck

As : luas penampang satu bagian floor deck

Jadi total momen inersia yang digunakan adalah momen inersia rata-rata dari kedua kondisi.

2 uc

av Icr I

I  

... (2.19) Perhitungan lendutan terbagi menjadi dua tahapan :

a. Lendutan seketika

Lendutan seketika pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah beban bekerja seketika itu pula terjadi lendutan untuk memperhtiungkannya komponen struktur dianggap berperilaku elastis sepenuhnya. Lendutan komponen struktur merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan dan kondisi ujung.

(bentang sederahana, menerus atau jepit). Jenis beban (terpusat,merata) dan kekuatan lentur komponen (EI).

Lendutan maksimum adalah :

Ic Ec

l W

u n

maks

185 . .

4

 ... (2.20)

Keterangan :

maks

: defleksi yang terjadi

Wu : beban yang bekerja disepanjang bentang deck Ln : panjang bentang

b. Lendutan jangka panjang

Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan seketika

akan pula mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur dalam jangka

(13)

waktu yang cukup lama. Selanjutnya lendutan tersebut lendutan jangka panjang, dan dihitung berdasarkan dua hal yakni besarnya beban mati dan beban hidup yang menetap , dan rasio perbandingan tulangan desak terhadap tulangan tarik pada plat. Nilai lendutan dinyatakan dalam perkalian suatu faktor dengan lendutan seketika yang disebabkan oleh beban menetap (Istimawan Dipohusodo,1994)

') 50 (1

1

1

 

 

LT

... (2.21) Keterangan :

LT

: lendutan jangka panjang

1

: lendutan seketika disebebakan oleh beban yang menetao

: konstanta tergantung waktu untuk beban tetap, ditetapkan sebagai berikut:

Untuk 5 tahun atau lebih (ɷ)

= 2.0

12 bulan

= 1.4

6 bulan

= 1.2

3 bulan

= 1.0

Pada komposit dengan lantai baja biasa dipakai pada bentang statis tertentu

diantara gelagar baja maupun sebagai bentang menerus. Pada kasus pertama harus

diberikan tulangan negatif diatas perletakan untuk memperkecil retak pada bagian

atas plat. Untuk plat menerus, baguan yang memikul momen negatif direncanakan

secara konvensional seperti juga tulangan pada plat beton.

(14)

2.3.7. Sifat Mekanik Baja

Gambar 2.4. Hubungan tegangan regangan tipikal (Sumber: Solmon, 1997:41)

Titik titik penting ini membagi kurva tegangan –regangan menjadi beberapa daearah sebagai berikut :

Daerah linier, Daerah plastis antara 0 dan f

e

, Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%, Daerah penguatan regangan (strain – hardening ) antara e

sh

dan e

u.

Daerah linier dalam hokum hooke ,kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut modulus elastisitas.

Daerah plastis antara 0 dan f

e

pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji masih bersifat elastis

Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5% pada

bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar f

y

.

.karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-bnar datar

sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis. Daerah penguatan regangan

(15)

(strain –hardening ) antara e

sh

dan e

u

Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain –hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus.

2.4. Balok Komposit 2.4.1. Umum

Sistem struktur komposit terbentuk dari adanya interaksi antara komponen- komponen struktur baja dan beton yang masing-masing karateristik dasar materialnya dimanfaatkan secara optimal.(Salmon, 1995:345)

Konsep perilaku komposit, pertama-tama ditinjau pada balok non komposit dimana bila slib diantara pelat dan balok diabaikan, balok dan pelatnya masing- masing memikul beban secara terpisah. Bila pelat mengalami deformasi karena beban vertical, permukaan bawahnya berada dalam keadan tarik dan mengalami perpanjangan,sedangkan permukaan atas balok bajanya tertekan dan mengalami perpendekan. Sehingga terjadi diskontinuitas pada bidang kontaknya, karena gesekan diabaikan, hanya gaya-gaya vertical saja yang bekerja diantara slab dan balok

Sedangkan pada balok komposit tidak akan terjadi slip di antara pelat dan balok. Gaya-gaya horizontal (geser) terjadi dan bekerja pada permukaan bawah pelat tersebut sehingga menekan dan membuatnya menjadi pendek, sementara gaya-gaya tersebut juga bekerja pada permukaan atas balok dan membuatnya lebih panjang. .(Salmon, 1995:348)

Gambar 2.5 Perbandinngan antara balok komposit dan non komposit (Salmon, 1995 :348)

(16)

Aksi balok komposit terbentuk dengan adanya transfer geser antara pelat beton dan balok baja dapat terjadi melalui:

1) Mekanisme interlocking (menahan) antar penghubung geser mekanis dan pelat beton

2) Mekanisme lekatan dan friksi disepanjang permukaan atas profil baja yang terkekang didalam beton dan mekanisme tahanan pada bidang antara beton dan selubung beton sekitar profil baja.

2.4.2. Sistem Pelaksanaan Pada Balok Komposit

Sistem pelaksanaan pada balok komposit, secara umum dibedakan berdasarkan dengan ada atau tidaknya perancah (tumpuan sementara) pada saat proses kontruksi.

Jika tidak ada tumpuan sementara, maka saat beton belum mengeras balok baja harus bisa menahan berat sendiri, berat beton pelat dan berat bekisting pelat (dek baja gelombang). Setelah pelat beton mengeras, struktur menjadi komposit dan harus bisa menahan beban mati dan beban hidup

Cara yang lain ialah dengan menggunakan perancah (tumpuan sementara), perancah ini saat beton belum mengeras akan memikul beban dari berat sendiri balok baja, beton pelat lantai dan bekisting pelat. Saat beton mengeras perancah dilepas dan struktur harus kuat menahan beban mati dan beban hidup.

2.4.3. Lebar Efektif Balok Komposit

Lebar efetif minimum untuk gelagar dalam dengan plat di kedua sisi gelagar (diambil nilai minimum dari ketiga syarat).

 bE ≤ L/4

 bE ≤ bo (untuk jarak antara balok yang sama)

Lebar efektif untuk gelagar pinggir dengan plat hanya di salah satu sisi (diambil nilai minimum dari ketiga syarat):

 bE ≤ L/8

 bE ≤ ½ bo (jarak dari pusat balok ke pinggir slab)

(17)

Gambar 2.6 Lebar Efektif Balok Komposit (Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

2.4.4. Kuat Lentur Balok Pra-Komposit

Dalam merencanakan struktur komposit, sebelum beton mengeras struktur baja harus kuat dalam menahan beban dari berat sendiri dan beban hidup kontruksi yaitu sebesar 100 kg/m

2

. Besar momen nominal struktur baja tergantung dari nilai kekompakan penampang baja yang digunakan.

Tabel 2.2 Nilai batasan kelangsingan untuk penampang WF

Elemen λ λp λr

Flens

t

b

0.38 √ 0.95√

Web

t

w

h

3.76√ 5.70√

Sumber: SNI 1729 – 2015

1) Penampang kompak M

n

= M

p

M

p

= Z . ƒ

y

... (2.22) Dimana :

M

p

: momen plastis (N.mm) ƒ

y

: tegangan leleh baja (MPa)

Z

x

:  

. .( )2

4

.tf d tf 1 tw d tf

b   

(untuk profil WF, mm

3

)

Z

y

:

. .( 2 )

4 . 1 2

1 2 2

f w

f t d t

t

b  

(untuk profil WF, mm

3

)

(18)

b : lebar sayap (mm) d : tinggi penampang (mm) t

f

: tebal sayap (mm) t

w

: tebal badan (mm)

2) Penampang Tak kompak

M

n

=  

P r r P P

P

M M

M  

 

 ... (2.23) M

r

= (ƒy – ƒr) × S ... (2.24) Dengan :

M

r

: momen batas tekuk (N.mm) ƒ

r

: tegangan sisa (MPa)

ƒ

r

: 70 MPa untuk penampang gilas panas ƒ

r

: 115 MPa untuk penampang yang dilas 3) Penampang Langsing

M

n

=

2

 

r

Mr

... (2.25)

2.4.5. Tegangan Pada Balok Komposit

Dalam menentukan tegangan yang terjadi pada suatu komponen komposit, terlebih dahulu harus diketahui titik berat komponen tersebut. Karena terdapat perbedaan pada baja dan beton, maka beton harus ditransformasikan ke penampang baja yang di jelaskan pada sub bab sebelumnya. Cara mentransformasikannya adalah sebagai berikut :

Luas transformasi =

n

AC

... (2.26)

(19)

Dimana :

A

c

: luas pelat beton efektif = b

E

x tebal plat n : rasio modulus =

C S

E E

E

S

: modulus elastisitas baja (200000 MPa)

E

C

: modulus elastisitas beton = 4700 f '

C

(MPa) f’

C

: kuat tekan rencana pada usia 28 hari (MPa)

AC

b

E

AC/n

fsb fst fc

yb yt y ec

ey

Gambar 2.7 Diagram tegangan dan regangan pada balok komposit dengan luas penampang pelat beton yang telah ditranformasikan (Sumber: Perencanaan Struktur

Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Setelah didapatkan luas transformasi kita dapat mencari nilai titik berat dan momen inersia yang ada, sehingga besarnya tegangan yang terjadi bisa diketahui.

Besarnya suatu tegangan pada penampang adalah sebagai berikut :

I y fst Mt

... (2.27)

I y fsb Mb

...

(2.28) I n

y f

C

M

 

... (2.29) Dimana :

M : momen yang terjadi I : momen inersia penampang

y

b

: jarak titik berat penampang dengan tepi bawah penampang baja y

t

: jarak titik berat penampang dengan tepi atas penampang baja

y : jarak titik berat penampang dengan tepi atas penampang beton

(20)

2.4.6. Sifat – sifat Penampang Komposit

Sifat – sifat penampang komposit dapat dihitung dengan metode transformasi luas, dimana luas beton ditransformasi menjadi luas ekuivalen. Luas beton direduksi dengan memakai lebar plat yang sama be/n, dengan n adalah rasio modulus elastisitas baja Es dengan modulus elastisitas beton Ec.

Balok komposit dapat dipandang sebagai batang baja yang memiliki plat rangkap pada sayap atasnya. Plat rangkap yang berupa beton dianggap efektif bila sayap atas tertekan. Untuk balok menerus plat beton biasa diabaikan pada momen daerah negatif. Jika garis netral memotong plat beton maka beton hanya menahan gaya lentur tekan. (Salmon, 1995:353)

2.4.7. Kekuatan Batas Komposit Penuh Daerah Momen Positif Menurut SNI 1729 – 2015 pasal I3.2a ditentukan sebagai berikut :

Kekuatan lentur nominal desain,ϕ

b

. M

n

dari suatu komponen struktur komposit (untuk momen positif) dan kekuatan lentur positif yang diizinkan, M

n

harus ditentukan untuk keadaan batas leleh sebagai berikut:

a) Untuk

≤ 3.76 √

M

n

harus ditentukan dari distribusi tegangan plastis pada penampang komposit untuk keadaan batas leleh (momen plastis). ϕ

b

= 0.90

b) Untuk

> 3.76 √

M

n

harus ditentukan dari superposisi tegangan elastis dengan memperhitungkan efek penopang, untuk keadaan batas leleh (momen leleh). ϕ

b

= 0.90

Kuat lentur nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis

dapat dikategorikan menjadi dua kasus berikut :

(21)

1) Sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton

b

E

d/2

titik berat t

s

d

a

0,85.f '

c

d

1

C T

Gambar 2.8 Diagram tegangan dengan sumbu plastis jatuh pada pelat beton (Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Besar gaya tekan C adalah :

C = 0.85. f’c . a . b

E

... (2.30) Gaya tarik T pada profil baja adalah :

T = As. Fy ... (2.31) Dari keseimbangan gaya C = T, maka diperoleh :

... (2.32)

Kuat lentur nominal dapat dihitung sebagai berikut :

Mn = C.d1 atau Mn = T.d1 = As . fy . ( + ts - ) ... (2.33)

Jika dari hasil perhitungan ternyata , maka asumsi harus diubah. Hasil ini

menyertakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk menggimbangi gaya tarik

yang timbul pada profil baja.

(22)

2) Sumbu netral plastis jatuh pada profil baja

b

E

d/2

titik berat ts

d

0,85.f 'c

d'

C

c

T

ts

C

s d''

fy fy

Gambar 2.9 Diagram tegangan dengan sumbu plastis jatuh pada profil baja (Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan)

Apabila ke dalam balok tegangan beton a, ternyata melebihi tebal pelat beton, gaya tekan, C

c

yang bekerja pada beton adalah sebesar :

C

c

= 0.85 . f’c . b

E

. t

s

... (2.34) Dari keseimbangan gaya diperoleh hubungan :

T’ = C

c

+ C

s

... (2.35) Besarnya T’ sekarang lebih kecil dari pada As . fy, yaitu :

T’ = As . fy – Cs ... (2.36) Dengan menyamakan persamaan diatas diperoleh :

Cs =

atau Cs =

... (2.37) Kuat lentur nominal diperoleh :

Mn = Cc . d

2

’ + Cs . d

2

” ... (2.38)

(23)

2.4.8. Kekuatan Batas Komposit Penuh Daerah Momen Negatif

Kuat lentur rencana untuk daerah momen negatif 

b

. Mn , dengan

b

= 0,90

dan Mn besarnya ditentukan berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit, selama hal – hal berikut terpenuhi :

1) Balok baja mempunyai penampang yang kompak yang diberi pengaku yang memadai.

2) Pelat beton dan balok baja di daerah momen negative harus disatukan dengan penghubung geser

3) Tulangan pelat yang sejajar dengan balok baja di sepanjang daerah lebar efektif pelat beton harus diangker dengan baik.

Ts’ = As.fy ... (2.39) Gaya tekan pada balok baja yang dihasilkan oleh bagian balok dibawah garis netral sebagai Cs.

2 .fy Ts

Cs As

... (2.40)

Gaya tarik baja Ts yang lebih kecil dari As.fy adalah :

2 ' ) .

(As fy Ts

Ts

... (2.41)

2.4.9. Penghubung Geser

Pemakaian balok komposit akan menimbulkan gaya geser pada pelat beton

dan balok baja. Agar penampang komposit bekerja secara kongkrit, untuk

mengatasi gaya geser horizontal yang terjadi tersebut maka pada balok komposit

perlu dipasang penghubung geser. Penghubung geser yang umumnya dipakai

adalah jenis stud dan kanal

(24)

Gambar 2.10 Macam-macam penghubung geser (Sumber: Salmon,1995)

Sesuai dengan SNI 1729 – 2015 pasal I8.2 menyatakan bahwa panjang dari angkur steel headed stud tidak boleh lebih kecil dari empat kali diameter batang dari dasar angkur steel headed stud pada bagian atas dari kepala batang sesudah pemasangan.

Kekuatan geser nominal satu angkur steel headed stud yang ditanamkan pada suatu pelat beton solid atau pada suatu pelat komposit dengan dek harus ditentukan sebagai berikut :

Qn = 0.5 . A

sa

. √ ≤ R

g

. R

p

. A

sa

. F

u

... (2.42) Keterangan :

A

sa

: luas penampang dari angkur steel headed stud (mm

2

) Ec : modulus elastisitas beton (Ec = 0.043 . Wc

1.5

.√ , Mpa)

F

u

: kekuatan tarik minimum yang diisyaratkan dari suatu angkur steel headed

stud (Mpa)

(25)

Tabel 2.3 Nilai Rg dan Rp

Kondisi Rg Rp

Tanpa dek 1,00 1,00

Dek diorientasi pararel terhadap profil baja

≥ 1.5 1,00 0,75

< 1.5 0,85 0,75

Dek diorientasikan tegak lurus terhadap profil baja

Jumlah dari angkur steel headed stud yang memiliki rusuk dek sama

1 1,00 0,60

2 0,85 0,60

3 atau lebih 0,70 0,60

Sumber : SNI 1729 – 2015

Kekuatan geser nominal satu angkur kanal canai panas yang ditanam pada pelat beton solid harus ditentukan sebagai berikut :

Qn = 0.3 . (t

f

+ 0.5t

w

) . I

a

.√ ... (2.43) Keterangan :

I

a

: panjang angkur kanal (mm)

t

f

: ketebalan sayap angkur kanal (mm) t

w

: ketebalan badan angkur kanal (mm)

Kekuatan dari angkur kanal harus dikembangkan dengan pengelasan kanal kesayap balok untuk suatu gaya yang sama dengan Qn, dengan memperhitungkan eksentrisitas pada konektor. Jumlah angkur baja yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus berikut :

N = ... (2.44) Keterangan :

N : jumlah angkur konektor yang dibutuhkan

(26)

V : gaya geser horizontal

Qn: kuat geser nominal satu buah angkur konektor 2.4.10. Lendutan

Lendutan ditinjau akibat pengaruh beban mati dan beban hidup.

1) Akibat beban merata

Gambar 2.11 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata

Lendutan akibat pengaruh beban merata (Yun C.Ku,1984)

EI l DL

. 384

)

max (  4

... (2.45)

 

2

2

. 24

)

( l x

EI l xDL  

...

(2.46)

2) Akibat beban merata dan beban terpusat ditengah

Gambar 2.12 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata dan Terpusat

(27)

Lendutan akibat pengaruh beban merata dan beban terpusat (Yun C.Ku,1984)

EI Pl

. max 1923

... (2.47)

 3 . 4 ) 

. 48 2

3

l x

EI Px x L

x  

 

  

 ... (2.48)

3) Akibat beban merata diujung balok kantilever

Gambar 2.13 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Merata

EI Wl

. 8 max  ( 4

... (2.49)

4 4 3 3 3

24 x l x L

EI

xw  

... (2.50) 4) Akibat Beban terpusat diujung balok kantilever

Gambar 2.14 Balok Statis Tak Tentu Dengan Beban Terpusat



 



EI

Pl

max 3 3

... (2.51)

2 3 3 2 3

6 l l x Tx

EI

xp  

...

(2.52)

(28)

2.5. Kolom Komposit 2.5.1. Umum

Kolom komposit didefinisikan sebagai ”kolom baja yang dibuat dari potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural.

Ada dua tipe koom komposit, yaitu

1) Kolom komposit yang tetbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di sekelilingnya (Kolom baja berselubung beton).

2) Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (Kolom baja berintikan beton).

Gambar 2.15 Kolom komposit (Sumber: Salmon, 1996)

2.5.2. Batas Kelangsingan Batang Tarik

Karena mutu material baja relatif tinggi, dimensi batang tariknya bisa sangat langsing. Secara teoritis, kondisi kelangsingan hanya diperhitungkan elemen tekan, untuk mengantisipasi tekuk. Batang tarik secara teoritis tidak mengalami tekuk, oleh karena itu batang tarik tidak dibatasi kelangsingannya hanya disarankan L/r ≤ 300.

2.5.3. Kuat Tarik Nominal

Kuat tarik rencana ϕ

t

P

n

, dengan ϕ

t

sebagai faktor ketahanan tarik dan P

n

sebagai kuat aksi nominal.

(29)

Nilai terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang terjadi pada penampang utuh dan penampang berlubang (tempat sambung). Kuat tarik penampang utuh terhadap keruntuhan leleh (yield) :

P

n

: F

y

. A

g

... (2.53) Dimana :

ϕ

t

: 0.9 terhadap keruntuhan leleh A

g

: luas penampang bruto (gross)

Kuat tarik penampang berlubang (ditempat sambung) akan memanfaatkan perilaku strain-hardening ( peningkatan tegangan ) pada kondisi regangan inelastis yang dipicu oleh lonjakan tegangan terkonsentrasi di sekitar lubang.

P

n

= F

u

. A

e

= F

u

. A

n

. U ... ( 2.54) Dimana :

ϕ

t

: 0.75 terhadap keruntuhan fraktur

A

n

: luas penampang bersih (netto), dikurangi lubang A

e

: luas penampang efektif

U : faktor shear lag

Nilai F

y

dan F

u

tergantung dari mutu material, yaitu kuat leleh dan kuat tarik minimum (kuat batas) dari bahannya. Keruntuhan leleh tingkat daktilitasnya lebih tinggi dari keruntuhan frakur, oleh sebab itu maka faktor ketahanan tarik (ϕ

t

) antara keduanya berbeda. Faktor keamanan untuk fraktur tentunya lebih tinggi.

2.5.4. Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan

Parameter material, F

y

dan F

u

akan menentukan kuat batang tarik, tetapi pada

batang tekan hanya F

y

yang penting F

u

tidak pernah tercapai.

(30)

Selain material batang tekan juga dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu konfigurasi bentuk fisik atau geometri.

Parameter geometri terdiri dari luas penampang (A), pengaruh bentuk penampang terhadap kekuatan lentur (I

min

), panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh panjang efektif (KL). Ke tiganya dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio kelangsingan batang (KL/r

min

). Secara visual, tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) tekuk lokal pada elemen penampang dan (2) tekuk global pada kolom atau batang secara menyeluruh.

Radius girasi pada arah tekuk :

R

min =

... (2.55)

2.5.5. Panjang Efektif Kolom (KL)

Panjang efektif kolom atau KL adalah cara sederhana tetapi efektif dalam memprediksikan kekuatan kolom, yaitu dengan mencari korelasi bentuk tekuk yang berkesesuaian dengan rumus Euler ( P

cr

=

). Kondisi ideal tumpuan tidak mudah dievaluasi dilapangan, untuk itu rekomendasinya nilai K diperbesar.

Meskipun akurat, tetapi implementasi tidak mudah, diperlukan proses penyederhanaan dari struktur real yang kompleks terlebih dahulu. Dalam hal ini cukup diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan nilai K yang berbeda, yaitu : a) Rangka tidak bergoyang : 0.5 ≤ K ≤ 1.0

b) Rangka bergoyang : 1.0 ≤ K ≤ ∞

(31)

Gambar 2.16 Panduan memprediksi nilai K (Sumber: Struktur Baja Perilaku, Analisis

& Desain – AISC 2010,Wiryanto Dewobroto)

2.5.6. Kuat Tekan Nominal

Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu (1) tekuk lentur, (2) tekuk torsi dan (3) tekuk lentur – torsi. Adapun tekuk global atau lokal tergantung klasifikasi penampang, jika penampangnya tidak-langsing maka tidak terjadi tekuk lokal dan sebaliknya penampang langsing beresiko tekuk lokal terlebih dahulu.karena tekuk terjadi pada kondisi elastis, sebelum leleh maka agar efesien perlu dipilih kolom penampang tidak langsing.

1) Tekuk lentur

Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pada penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk tersebut telah dirumuskan oleh Euler. Sampai saat ini rumus tersebut tetap dijadikan dasar menentukan kual nominal batang tekan (P

n

). Agar berkesesuaian dengan cara perencanaan batang tarik, maka luas penampang utuh atau gross (A

g

) dijadikan konstanta tetap. Adapun variabelnya adalah tegangan kritis (F

cr

) yang dituliskan dalam format berikut :

P

n

= F

cr

. A

g

... (2.56)

(32)

Tegangan kritis, F

cr

dihitung berdasarkan syarat berikut, jika

(a)

4.71 √

atau

≤ 2.25 , tekuk inelastis, maka :

F

cr

= (0.658

) .F

y

... (2.57)

(b)

4.71 √

atau

≤ 2.25 , tekuk elastis, maka :

F

cr

= 0.877 . F

e

... (2.58) Dimana F

e

= Tegangan tekuk Euler (elastis) sebagai berikut.

F

e

=

2

... (2.59)

2) Tekuk torsi dan tekuk lentur – torsi

Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu puntir (tekuk torsi) atau gabungan keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan kekakuan torsi yang relatif kecil atau pusar geser dan pusat beratnya tidak berhimpit. Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak-langsing terhadap tekuk torsi dan lentur-torsi adalah sebagai berikut.

P

n

= F

cr

. A

g

... (2.60) Tegangan kritis, F

cr

dihitung berdasarkan syarat berikut, jika

(a) Penampang siku ganda atau tee

F

cr

= (

) . [ √

] ... (2.61) (b) Untuk penampang yang lain F

cr

tetap dengan rumus tekuk lentur tetapi tegangan tekuk elastis F

e

dihitung dengan memasukan pengaruh kekakuan torsi batangnya sebagai berikut.

Profil dengan sumbu simetri ganda, maka:

(33)

F

e =

(

)

.

... (2.62) Profil dengan sumbu simetri tunggal, maka:

F

e

= (

) . [ √

] ... (2.63)

2.6. Sambungan Baut 2.6.1. Umum

Untuk waktu yang cukup lama metode penghubung/sambungan dengan rivet struktur baja banyak digunakan. Sekarang ini penggunaan rivet berkurang karena keunggulan metode sambungan las dan baut mutu tinggi.

Penggunaan baut pada sturktur baja dapat mempercepat proses pelaksaan dan tidak memerlukan kemampuan tinggi bagi pekerja dibanding dalam sambungan rivet dan las. Hal ini menyebabkan struktur baja dengan sambungan baut lebih ekonomis.

2.6.2. Jenis Baut

Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepada berbentuk segi enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang memiliko kuat leleh 560 – 630 Mpa, baut A490 terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790 – 900 Mpa, tergantung pada diameternya. Diameter baut mutu tinggi berkisar antara ½ - 1 ½ in, yang sering digunakan dalam struktur bangunan berdiameter antara ¾ dan

7

/

8

in, dalam desain jembatan antara

7

/

8

hingga 1 in.

Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang cukup diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini akan memberikan friksi sehingga cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan proof load.

Proof load diperoleh dengan mengalikan luas daerah tegangan tarik (A) denga

kuat leleh yang diperoleh dengan metode 0.2% tangen atau 0.55 regangan yang

besarnya 70% fu untuk A325, dan 80% fu untuk A490.

(34)

8743 2

. 0

4 

 

d n

As

b

... (2.64)

Dengan :

d

b

: diameter nominal baut n : jumlah ulir per mm

Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti ½ putara lagi (turn-of-the-nut method). Dalam tabel 2.4 ditampilkan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya

Tabel 2.4. Tipe-Tipe Baut

Tipe Baut Diamter (mm) Proof Stress (Mpa) Kuat Tarik Min.

(Mpa)

A307 6.35 – 104 - 60

A325 12.7 - 25.4 585 825

28.6 – 38.1 510 725

A490 12.7 825 1035

Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan

Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki tak ada slip) atau juga sambungan tipe tumpu.

2.6.3. Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor Ru, sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi:

Ru ≤ ɸ.Rn

Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan ɸ adalah faktor redukti yang

diambil sebesar 0.75. besarnya Rn berbeda-beda untuk masing- masing tipe

sambungan.

(35)

2.6.4. Kekuatan Tarik dan Geser Baut

Tahanan nominal satu buat baut yang memikul gaya tarik atau geser memenuhi persamaan:

R

n

= F

n

. A

b

... (2.65)

Dengan :

A

b

: luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm

2

) F

n

: tegangan tarik nominal, F

nt

, atau tegangan geser, F

nw

ksi (Mpa)

2.6.5. Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Tipe-Tumpuan Kekuatan tarik yang tersedia dari baut yang menahan kombinasi gaya tarik dan geser harus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan geser sebagai berikut:

R

n

= F

’nt

. A

b

... (2.66) Dengan:

F’

nt

: tegangan tarik nominal yang dimodifikasi mencakup efek tegangan geser, ksi (Mpa)

F’

nt

: 1.3 F

nt

-

frv ≤ Fnt

F

nt

: tegangan tarik nominal F

nv

: tegangan geser

f

rv

: tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi beban,ksi (Mpa)

(36)

2.7. Sambungan Las 2.7.1. Umum

Suatu proses penyambungan bahan logam yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi.

2.7.2. Jenis – jenis las

las tumpul, las ini dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang.karena las ini harus menyaurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.

Las sudut, tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya.

Las baji dan pasak, jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama dengan las sudut. manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran panjang las sudut.

2.7.3. Tahanan nominal

Persyaratan keamanan suatu struktur, dalam hal ini terutama untuk las adalah terpenuhinya persamaan:

ɸ.R

nw

≥ R

u

...(2.67) dengan: ɸ adalah faktor tahanan

R

nw

adalah tahanan nominal per satuan panjang las R

u

adalah beban terfaktor per satuan panjang las

Kuat rencana per satuan panjang las sudut,ditentukan sebagai berikut:

ɸ.R

nw =

0.75 . t

e

(0,6 . f

uw

) (las) ...(2.68)

ɸ.R

nw =

0.75 . t

e

(0,6 . f

u

) (bahan dasar) ...(2.69)

(37)

2.8 Perencanaan Breising 2.8.1. Umum

Sesuai SNI 1729 - 2015 kolom dengan ujung dan titik – titik terbreis menengah didesain memenuhi persyaratan dalam pasal 6.2 boleh didesain berdasarkan panjang tanpa dibreis, L, antara titik – titik terbreis dengan faktor panjang efektif, K = 1.0 . Balok dengan titik – titik terbreis menengah didesain memenuhi persyaratan dalam pasal 6.3 boleh didesain berdasarkan panjang tanpa dibreis,L

b

, antara titik – titik terbreis.

Bila breising tegak lurus terhadap komponen struktur yang akan dibreis, persamaan dalam SNI 1729 – 2015 Pasal 6.3 dan 6.3 harus digunakan langsung tanpa penyesuaian.

2.8.2. Breising Kolom

Diizinkan untuk breis suatu kolom individual pada ujung dan titik – titik menengah sepanjang panjang tersebut menggunakan breising relatif atau breising nodal.

1) Breising relatif Kekuatan perlu :

P

rb

= 0.004P

r

... (2.70) Kekakuan perlu :

br

= (

) ... (2.71)

2) Breising nodal Kekuatan perlu :

P

rb

= 0.01P

r

... (2.72)

(38)

Kekakuan perlu :

br

= (

) ... (2.73) 2.8.3. Breising Balok

Balok dan rangka batang harus dikekang melawan rotasi di sumbu longitudinalnya pada titik – titik tumpuan. Bila titik terbreis diasumsikan dalam desain antara titik – titik tumpuan, breising lateral, breising torsional atau kombinasi dari dua tersebut harus disediakan untuk mencegah perpindahan relatif sayap – sayap atas dan bawah.

1) Breising lateral

Breising lateral harus ditempatkan pada atau dekat sayap tekan balok, kecuali sebagai berikut :

a. Pada ujung bebas balok dikantilever, breising lateral harus ditempatkan pada atau dekat bagian atas sayap (tarik).

b. Untuk balok terbreis yang menahan lentur kurva ganda, breising lateral harus ditempatkan pada kedua sayap – sayap di titik terbreis terdekat titik belok.

2) Breising torsi

Boleh ditempatkan breising torsional pada setiap lokasi penampang melintang dan tidak perlu ditempatkan dekat sayap tekan

2.9. Gaya Lateral 2.9.1. Umum

Setiap struktur dianalisis untuk pengaruh gaya lateral statik yang diaplikasikan secara independen di kedua arah ortogonal. Pada setip arah yang ditinjau, gaya lateral statik harus diaplikasikan secara simultan di tiap lantai.

Untuk tujuan analisis, gaya lateral di tiap lantai dihitung sebagai berikut :

F

x

=0,01 W

x

... (2.74)

(39)

Keterangan :

F

x

: gaya lateral rencana yang diaplikasikan pada lantai x

W

x

: bagia beban mati total struktur (D) yang bekerja pada lantai x 2.9.2. Berat Seismik Efektif

Berat seismik efektif struktur(W), harus menyatakan seluruh eban mati dan beban lainnya yang terdaftar dibawah ini:

1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum sebesar 25 persen beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik dan struktur parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5 persen dari berat seismik efektif pada suatu lantai, tidak perlu disertakan)

2. Jika ketentuan untuk partisi diisyaratkan dalam desain beban lantai : diambil sebagai yang terbesar diantara berat partisi aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48 KN/m2.

3. Berat operasional total dari peralatan yang permanen.

4. Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dnluasansjenis lainnya.

2.9.3. Pengaruh Beban Gempa

Pengaruh beban gempa, E, berdasarkan pada SNI 1726 :2012;48, harus ditentukan sesuai dengan ketentuan berikut ini:

1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5, E,harus ditentukan E=E

h

+E

v

2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7, E,harus ditentukan E=E

h

-E

v

Keterangan :

E : pengaruh beban gempa

E

h

: pengaruh gaya gempa horizontal

E

v

: pengaruh gaya gempa vertikal

(40)

2.9.4. Pengaruh Beban Gempa Horisontal

Pengaruh beban gempa horizontal berdasarkan pada SNI 1726 : 2012;48,, E

h

harus ditentukan sesuai dengan persamaan sebagai berikut : E

h

= Q

E

= pengaruh gaya gempa horizontal V atau V

p

2.9.5. Pengaruh Beban Gempa Vertikal

Pengaruh beban gempa Vertikalberdasarkan pada SNI 1726 :2012;48,E

v

harus ditentukan sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

E

v

= 0,2. S

DS.

D ... (2.75) S

DS

= . S

MS

... (2.76) S

MS

= F

a

,S

s

... (2.77) Keterangan :

S

DS

: parameter percepatan spektrumresponsdesain pada periode pendek D : pengaruh beban mati

F

a

: Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek

S

MS

: Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

S

s

: Parameter respons spektral percepatan gempa MCE

R

terpetakan untuk periode Pendek

Gambar 2.17 Spektrum respons Desain (Sumber: SNI 1726 – 2012)

(41)

2.9.6. Periode Fundamental Pendekatan

Berdasarkan pada SNI 1726 :2112;55,Periode fundamental pendekatan (T

a

), dalm ,detik , harus ditentukan dari persamaan berikut :

... (2.78) Keterangan :

h

n

= ketinggian struktur (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien C

t

dan x ditentukan tabel dibawah ini :

Tabel. 2.5 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ctdan x

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka mmikul 100 persen gaya gempa yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 a 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 a 0,75

Sumber: SNI 1726 – 2012

2.9.7. Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan pada SNI 1726 :2012;57, Gaya gempa lateral (F

x

) (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :

F

x

= C

vx.

V... (2.79) C

vx

=

... (2.80) Keterangan :

C

vx

: faktor distribusi vertikal

V : gaya lateral desai total atau geser didasar struktur, dinyatakan dalam

(kN)

(42)

w

i

dan w

x

: bagian dari berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau ditempatkan pada tingkat i atau x h

i

dan h

x

: tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam meter(m)

k : eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut

k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau kurang

k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau lebih

k = 2 atau harus diinterpolasiliniar antara 1 dan 2 ,untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 dan 2,5 dettik

2.9.8. Distribusi Horisontal Gaya Gempa

Berdasarkan pada SNI 1726 :2012;57, geser tingkat desain gempa di semua tingkat (V

x

) (kN) ditentukan dari persamaan berikut :

V

x

= ∑

... (2.81) Keterangan :

: bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i, dalam (kN)

Geser tingkat desai gempa tingkat (V

x

) (kN) harus didistribusikan pada

berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa ditingkat yang ditinjau

berdasarkan pada kekauan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.

(43)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Teknik pemijahan tiram mutiara ( Pinctada maxima ) telah dilakukan menggunakan metoda kejut suhu (Thermal shock ) dimana induk mutiara direndam dalam air laut yang memiliki

Selain tipe kelapa Dalam dan Genjah, beberapa jenis kelapa yang dianggap unik adalah (1) kelapa Hibrida, adalah jenis kelapa hasil persilangan antara tipe kelapa Genjah dan

Demikian rincian kewenangan klinis ini diberikan sebagai acuan dalam melaksanakan prosedur/ tindakan, dengan ketentuan dilarang melakukan prosedur

Oleh karena itu disarankan bahwa budi- daya kedelai di lahan sawah tadah hujan tanah Vertisol dengan kadar lempung tinggi sebaiknya dilakukan pada musim hujan atau di lahan

Dari berbagai faktor resiko di atas, yang paling berpengaruh terhadap terjadinya PPROM pada pasien ini adalah hygine yang buruk sehingga mencetuskan terjadinya infeksi

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan dan kondisi dalam lingkungan perusahaan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul &#34;Pengaruh