• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP

Gambaran Umum

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus dari family palmae. Tanaman ini merupakan tanaman serba guna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan hidup manusia sehari-hari.

Produkti!itas kelapa rakyat 0,5 - 1 ton kopra per hektar per tahun adalah rendah bila dibandingkan dengan kemampuannya untuk berproduksi sampai 2 ton kopra. Rendahnya produksi ini, disamping belum menggunakan bibit unggul dan kurangnya pemeliharaan juga disebabkan oleh umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh yang tidak sesuai. Kondisi yang demikian mengakibatkan pendapatan petani kelapa sangat rendah. Untuk meningkatkan produktifitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi. Penanaman baru atau perluasan harus mempertimbangkan kesesuaian lingkungan, dan meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan tetapi aneka ragam produk yang berasal dari tanaman kelapa maupun dari tanaman sela yang ditanam diantara pohon kelapa (Nababan, 2017).

Dalam pelaksanaan budidaya tanaman perkebunan ada salah satu hambatan yang cukup berarti yaitu dengan adanya gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), karena dapat mengakibatkan rendahnya kualitas dan poroduksi yang dihasilkan dan berimplikasi pada rendahnya pendapatan petani. Salah satu jenis OPT yang menyerang tanaman kelapa dan penyebarannya cukup luas adalah hama pucuk daun kelapa Brontispa longissima.

(2)

Gambar 1. Hama Brontispa longissima 1. Taksonomi dan Morfologi

Sistematika kumbang pucuk daun (janur) menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda

Kelas : Hexapoda

Ordo : Coleoptera Famili : Chrysomelidae Genus : Brontispa

Spesies : Brontispa longissima

2. Siklus Hidup

Siklus hidup mulai telur hingga imago membutuhkan waktu ± 1.5 bulan, umur imago 1.5 bulan. Jadi satu generasi umurnya ± 3 bulan, dengan siklus hidup yang relative pendek ini maka tidak mengherankan jika hama B. longissima terdapat sepanjang tahun dengan populasi tertinggi yang dijumpai pada musim kemarau.

Stadia telur lamanya 4 hari. Seekor betina bertelur sebanyak ± 120 butir. Telur B. longissima berbentuk pipih jorong, panjang 1,4 mm dan lebar 0,5 mm. Biasanya berbaris 2-4 butir, dibungkus dengan kotoran bekas kunyahannya dan diletakkan pada anak daun bekas hasil gerekan. Stadia larva rata-rata selama 1 bulan, larva berbentuk pipih, panjang 10 mm, berwarna kuning. Sisi badan berbulu pendek dan ekornya berkait seperti huruf U.

Pupa berbentuk pipih, panjangnya 10 mm, lebar 2 mm, warna kuning, ekornya juga berkait model huruf U seperti larvanya. Lama perkembangan masa pupa 4-7 hari. Kumbang dewasa (imago) bentuknya pipih, berukuran panjang 10 mm, lebar 2 mm, kepalanya berwarna kuning-coklat. Antenanya hitam, sedangkan thoraksnya

(3)

berwarna kuning. Kumbang dewasa dan juga larva sangat takut akan cahaya karena itu hama ini bergerak aktif pada malam hari (Setyamidjaya, 1984).

3. Gejala Serangan

Hama ini dapat menyerang semua tingkat umur tanaman, akan tetapi kerusakan lebih banyak terdapat pada tanaman muda di pembibitan atau setelah 3 atau 5 tahun ditanam di lapangan, terutama pada daerah kering. Imago B.

longissima dan larva tersebut menyerang daun muda (janur) yang belum membuka dengan cara mengorok lipatan anak daun sehingga setelah daun membuka terlihat gejala bercak-bercak memanjang dan anak daun menjadi keriput. Pada serangan berat daun menjadi kering bahkan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman.

Ambang toleransi B. longissima adalah 20 stadia hidup (telur, larva, pupa, imago) per pucuk yang mulai membuka per pohon. Diperkirakan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah serangan hama tersebut akan mengalami penurunan produksi kelapa secara drastis dan apabila tidak ada langkah penanggulangan dan upaya pengendalian yang serius akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena tanaman tidak menghasilkan (Setiawan, 2010).

Gambar 2. Gejala Serangan B. longissima

(4)

Teknik Pengendalian

Keberadaaan OPT perlu diwaspadai sejak dini agar tidak terjadi serangan yang cukup berat dan mengakibatkan kerusakan tanaman secara total atau tidak menghasilkan. Untuk mencegah tingginya tingkat serangan perlu dilakukan upaya pengendalian hama yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya seperti predator, parasit dan patogen (Sunarno, 2012).

Di Indonesia pemanfaatan musuh alami yang berupa parasit, predator dan patogen telah lama dilakukan untuk pengendalian hama. Pengendalian ini sangat baik diterapkan di tingkat petani karena lebih murah dan dapat berlangsung dalam jangka waktu cukup lama. Disamping itu juga dapat memberikan keuntungan lain yaitu tidak menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap lingkungan. Beberapa musuh alami OPT tanaman kelapa : Ooencyrtus podontiae, parasitoid Tetrastichus brontispae, jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana.

Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid ternyata memberikan hasil yang menggembirakan. Tetrastichus brontispae merupakan agens hayati yang termasuk golongan parasitoid, yang menyerang stadium larva tua dan pupa muda dari hama kumbang janur kelapa B. longissima.

Parasitoid ini merupakan musuh alami yang efektif karena daya parasitasinya yang tinggi. Pada kondisi laboratorium, parasitoid ini diketahui mampu memparasit 60- 90% pupa B. longissima (Rismansyah, 2012).

1. Klasifikasi parasitoid (Kalshoven, 1981) : Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Eulophidae Genus : Tetrastichus Spesies : Tetrastichus sp.

(5)

2. Siklus Hidup

Parasitoid ini berwarna hitam, bertubuh kecil, panjang 1,5 – 2,00 mm. Stadia telur lamanya ± 2 hari, larva 5-8 hari dan pupa 7-11 hari. Parasitoid jantan ujung abdomennya tumpul, sedangkan yang betina abdomennya runcing. Umur imago betina 10-11 hari, dan jantan 3-4 hari. Imago betina meletakkan telur pada larva instar IV dan pupa yang baru berumur 1-2 hari. Setelah 4-6 hari, pupa yang terinfeksi akan menjadi tegang dan tidak bergerak kemudian pupa akan mengalami kematian. Dari dalam satu pupa terinfeksi dapat keluar 18 - 20 ekor parasitoid (Sihombing, 2009). Bila jumlah parasitoid yang muncul sedikit, biasanya tubuh parasitoid cenderung gemuk. Sebaliknya bila parasitoid yang muncul banyak maka tubuh parasitoid cenderung ramping dan kecil. Hal ini terkait dengan ketersediaan makanan selama di tubuh inangnya / pupa terparasit (Siahaan, 2007).

Gambar 3. A). Parasitoid T. brontispaememparasit Pupa B. longissima (Sumber : Rismansyah, 2012) B). Pupa B. longissima yang terparasit T. brontispa

3. Daya Parasitasi

Daya parasitasi Tetrastichus sp. terhadap pupa lebih tinggi dibandingkan pada larva. Hal ini disebabkan karena pupa tidak lagi aktif bergerak sehingga parasitoid ini lebih mudah untuk meletakkan telurnya. Pupa yang terinfeksi akan mengalami perubahan warna menjadi kehitaman, setelah 4-6 hari pupa yang terinfeksi akan menjadi tegang dan tidak bergerak kemudian pupa akan mengalami kematian.

Sedangkan daya parasitasi Tetrastichus sp. terhadap larva berkisar antara 15−25

A B

(6)

menit, lamanya waktu peletakan telur disebabkan larva aktif bergerak sehingga mengganggu parasitoid meletakkan telurnya. Apabila tetap ingin meletakkan telurnya, parasitoid ini harus berulang-ulang menusukkan ovipositornya pada tubuh larva. Hal ini jugalah yang menyebabkan daya parasitasi parasitoid ini terhadap larva sangat rendah. Berdasarkan hasil penelitian, persentase parasitasi T.

brontispae pada pupa di laboratorium berkisar antara 30-80% dan 76.7-87.0%, sedangkan daya parasitasi di lapangan terhadap larva dan pupa berkisar antara 60- 90% (Pulungan, 2012.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Kalshoven, 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru, Van Hoeve, Jakarta.

Nababan, M.F.A., 2017. Makalah Budidaya Perkebunan Kelapa.

https://www.scribd.com/doc/262084369/makalah-budidaya-perkebunan- kelapa. Diakses tanggal 23 Pebruari 2017

Pulungan, S. R., 2012. Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera:

Eulophidae) Pada Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu Di Laboratorium.

http://id.123dok.com/document/eqo5gg5y-kemampuan-parasitasi-tetrastichus- sp-hymenoptera-eulophidae-pada-beberapa-pupa-penggerek-batang-tebu-di- laboratorium.html. Diakses tanggal 27 Pebruari 2017.

Rismansyah, E.A., 2012. Potensi Parasitasi Parasitoid Tetrastichus brontispae Terhadap Pupa Kumbang Janur Kelapa Di Laboratorium.

http://erlanardianarismansyah.blogspot.co.id/2012/09/potensi-parasitasi- parasitoid.html. Diakses tanggal 24 Pebruari 2017

Setiawan, A., 2010. Uji Predasi Cecopet (Forficula Auricularia) (Darmaptera :

Forficulidae ) Terhadap Larva dan Imago Brontispa longissima Gestro.

Coleoptera : Chrysomelidae) Di Laboratorium.

http://text-id.123dok.com/document/rz3d7gey-uji-predasi-cecopet-forficula- auricularia-darmaptera-forficulidae-terhadap-larva-dan-imago-brontispa- longissima-gestro-coleoptera-chrysomelidae-di-laboratorium.html.

Diakses tanggal 24 Pebruari 2017.

Setyamidijaya D, 1984. Bertanam Kelapa

https://books.google.co.id/books?id=kWRK9tMm3kEC&pg=PA68&lpg=PA68&dq=siklus +hidup+brontispa&source=bl&ots=Wrsq7G24-

H&sig=8bV8O_7fvUyfDrqSGCwTxz42PKM&hl=id&sa=X&ei=kKliUum_D4KYrgfb0ICQCw&

redir_esc=y#v=onepage&q=siklus%20hidup%20brontispa&f=false.

Diakses tanggal 23 Pebruari 2017.

Siahaan, I. R. T. U., 2007. Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium. http://docplayer.info/38632639-Uji-parasitasi- tetrastichus-brontispae-terhadap-pupa-brontispae-di-laboratorium.html.

Diakses tanggal 27 Pebruari 2017

Sihombing, M. B., 2009. Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa longissima di Laboratorium.

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=r ja&uact=8&ved=0ahUKEwiMl4Sg1KDSAhVBvY8KHX8ADogQFggsMAI&url=h ttp%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F7734%

2F1%2F09E00569.pdf&usg=AFQjCNFNL-

BEAB80qLLVb2nH5UjTKnsZFg&bvm=bv.147448319,d.c2I. Diakses tanggal 24 Pebruari 2017.

Sunarno, 2012. Pengendalian Hayati ( Biologi Control ) Sebagai Salah Satu

(8)

Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

http://journal.uniera.ac.id/abst/31/pengendalian-hayati-(biologi-control)- sebagai-salah-satu-komponen-pengendalian-hama-terpadu-(pht) Diakses tanggal 24 Pebruari 2017.

Jombang , Maret 2017

Penulis 1, Penulis 2,

Irfan Chammami, SP Umiati, SP

NIP. 19691205 2002121 001 NIP. 19731004 200212 2 001

Mengetahui

,

Koordinator Fungsional,

Erna Zahro’in, SP NIP. 197604222006042 001

Kasie Yantekinfo,

Warnoto

NIP. 196002081983031003

Kabid. Proteksi BBPPTP Surabaya

Wahyu Irianto, SP NIP. 19608302002122001

Referensi

Dokumen terkait

Laporan dengan judul “Karakteristik Komunitas Parasitoid Telur dan Potensinya sebagai Agens Pengendalian Hayati Penggerek Batang Padi Kuning, Schirpophaga incertulas

Laporan dengan judul “ Karakteristik Komunitas Parasitoid Telur dan Potensinya sebagai Agens Pengendalian Hayati Penggerek Batang Padi Kuning, Schirpophaga incertulas

Siklus hidup pada parasitoid dapat terbagi menjadi empat tahap yaitu, telur, Siklus hidup pada parasitoid dapat terbagi menjadi empat tahap yaitu, telur, larva, pupa dan imago atau

Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan teknologi pengendalian hama kumbang kelapa sawit ( Oryctes rhinoceros ) dengan eksplorasi dan aplikasi.. pengendali hayati

Hasil penelitian diperoleh dua famili parasitoid pupa hama lalat buah, yaitu tiga spesies dari famili Braconidae yang terdiri atas Opius longicaudatus, O.oophilus,

dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang beorientasi pengembangan penggunaan agens hayati dari golongan cendawan entomopatogen untuk mengendalikan hama utama

Di samping itu bila dilihat awal fase penyerangan maka kedua jenis parasitoid larva tersebut merupakan parasitoid penting setelah parasitoid telur di dalam mengendalikan populasi

Tujuan dari kegiatan ini adalah mendorong petani agar menggunakan agens hayati dalam pencegahan dan pengendalian hama penyakit yang menyerang pada sayuran