• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kecerdasan Interpersonal remaja dengan Efektivitas Komunikasi pada orangtua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan antara Kecerdasan Interpersonal remaja dengan Efektivitas Komunikasi pada orangtua"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA

ORANGTUA

(Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Angkatan 2004–2006)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Dekan Fakultas Psikologi UIN Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

AYU PURNAMASARI NIM: 03410076

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

2007

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA ORANGTUA

(Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Angkatan 2004–2006)

SKRIPSI

Oleh:

AYU PURNAMASARI NIM: 03410076

Telah Disetujui Oleh:

Dosen pembimbing

Dra. Siti Mahmudah, M. Si NIP: 150 269 567

Tanggal, Agustus 2007

Mengetahui:

Dekan,

Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I NIP: 150 206 243

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA ORANGTUA

(Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Angkatan 2004–2006)

SKRIPSI

Oleh:

AYU PURNAMASARI NIM: 03410076

Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji

Dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

SUSUNAN DEWAN PENGUJI TANDA TANGAN

1. Retno Mangestuti, M. Si NIP. 150 327 255

(Ketua Penguji) 1 2. Dra. Siti Mahmudah, M. Si

NIP. 150 269 567

(Sekretaris)

2 3. Drs. H. Djazuli, M. Pd.I

NIP. 150 019 224

(Penguji Utama) 3

Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi

Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I NIP. 150 206 243 Tanggal, Agustus 2007

(4)

DEPARTEMEN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

FAKULTAS PSIKOLOGI

Jl. Gajayana 50 Malang Telp. (0341) 551354 Fax. (0341) 572533

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ayu Purnamasari NIM : 03410076 Fakultas : Psikologi

Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja Dengan Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua (Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Angkatan 2004-2006)

Menyatakan bahwa skripsi tersebut adalah karya saya sendiri dan bukan karya orang lain, baik sebagian maupun keselurahan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkankan sumbernya.

Selanjutnya apabila dikemudian hari ada “klaim” dari pihak lain, bukan menjadi tanggungjawab Dosen Pembimbing dan/atau Pengelola Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, tetapi menjadi tanggungjawab saya sendiri.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi akademis.

Malang, 04 Juli 2007 Yang menyatakan,

Ayu Purnamasari

(5)

MOTTO

tÏ%©!$#uρ (#θç/$yftGó™$#

öΝÍκÍh5tÏ9 (#θãΒ$s%r&uρ nο4θn=¢Á9$#

öΝèδãøΒr&uρ 3“u‘θä©

öΝæηuΖ÷t/

$£ϑÏΒuρ

öΝßγ≈uΖø%y—u‘

tβθà)ÏΖãƒ

∩⊂∇∪

Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka(QS. Asy-Syuro:

38).

Kata-kata merupakan peradaban itu sendiri, tetapi kata-kata dapat menimbulkan kebrutalan dan juga tindakan yang beradab, bisa membawa

penderitaan dan juga kesembuhan

(-Thomas Mann- Pujangga penerima Nobel Kesusastraan).

(6)

PERSEMBAHAN PERSEMBAHAN PERSEMBAHAN PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, karya ini ku persembahkan teruntuk Papa dan Mama, yang entah harus dengan apa nanda mengucapkan ribuan terima kasih atas segala pengorbanan dan limpahan kasih sayang, tiada henti doa terucap dari hati kalian, hingga nanda mampu menyelesaikan karya akhir dalam pendidikan nanda saat ini, tentu ini akan menghantarkan nanda pada jalan yang lebih lebar demi menapaki kehidupan nanda kelak.

Berbagai rasa hendakku berikan pada keluargaku tersayang, teteh Miawku yang manis & Abang Ibadku yang cakeup juga lagi pada nyusun zcrypt, chayo..met berjuang ya! Wat ayu’

Rahmahku sing cute dewe, tenkyu semangatnya, the last Adekku yang Guanteng, met Belajar juga (^,^); moga kita mendapatkan segala apa yang menjadi Cita dan yang terpenting membuat kita semakin mengerti arti cinta dan pengorbanan Papa dan Mama, berbakti pada mereka dan mampu mengantarkan mereka ke tempat yang paling Mulia, amien.

Untuk semua Guru-guru dan Dosen yang telah mengajariku dari ketidaktahuanku, menerangiku dari kegelapanku dan menghantarkanku menjadi orang yang berilmu, semoga semua ini selalu bermanfaat di manapun saya berada, amin.

Buat all nak Psi ’03 yang selalu kompak (katanya..), Alhamdulillah ya harapan kita terwujud bisa lulus bareng di 2007, met menjalani kehidupan baru yang lebih menantang ke depannya, terus semangat dan never give up!! Moga kita dapat terus berhubungan langgeng pe anak cucu ntar. Wat in, lul, nyeet, pie, fee, zax, thonk (masuk juga deh), lis, lien, nith (wah lama2 jadi absen anak B neh..) semuanya aj ya, hatur nuwun supportnya dalam bentuk apapun, biar Allah yang bales kebaikan kalian semua ya, amin. Ditambah semua pihak yang bantu de, maaf tidak bisa disebutin satu2, lembarnya gak cukup neh..pokoknya makasyih jidan2 guyz.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Tak terhitung pujian penulis haturkan pada Allah swt, Dzat yang telah melimpahkan segala rahmatNya dan karunia-Nya kepada setiap mahluk. Dialah yang telah meninggikan langit dengan tanpa penyangga dan yang telah menghamparkan bumi dengan segala kenikmatan yang terkandung di dalamnya.

Shalawat dan salam semoga selalu terhaturkan kepada kecintaan umat, Nabi Muhammad saw, sebagai tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Beliaulah yang akan kita nantikan syafaatnya di hari kebangkitan kelak, semoga kita senantiasa berada dalam sunnahnya, amin.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tugas akhir (skripsi) ini bukanlah hasil kerja keras penulis semata, tetapi juga karena bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang.

2. Bapak Drs. H. Mulyadi M. PdI selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Malang.

3. Ibu Dra. Siti Mahmudah, M.si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi tersendiri kepada penulis hingga terselesaikanya skripsi ini.

4. Kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membantu dan memberikan masukan demi penyusunan skripsi ini, beserta seluruh staf KAJUR.

(8)

5. Kepada semua Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2004-2006 selaku subyek yang telah membantu selama proses penelitian ini.

6. Kepada Papa dan Mama terkasih yang tiada pernah lelah memberikan do’a, cinta dan sayang, dukungan semangat serta kepercayaan pada penulis, beserta seluruh keluarga tercinta, hingga menjadi sebuah kekuatan bagi penulis untuk penyelesaian karya ini.

7. Teman-teman Psikologi angkatan 2003, yang saling berlomba menyelesaikan skripsi ini dan yang telah menemani hari-hariku di UIN Malang.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah apa yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan ini, semoga apa yang penulis hasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pihak-pihak yang terkait dengan skripsi ini. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan tugas akhir ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini.

Malang, 27 Juni 2007

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ...iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG... 1

2. RUMUSAN MASALAH ... 12

3. TUJUAN PENELITIAN ... 12

4. MANFAAT PENELITIAN ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA ... 14

1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal Remaja... 14

2. Dimensi Kecerdasan Interpersonal Remaja ... 17

3. Peran Kecerdasan Interpersonal Pada Remaja... 20

(10)

4. Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Pada Remaja ... 26

5. Kecerdasan Interpersonal Remaja Dalam Islam ... 40

B. EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA ORANGTUA ... 44

1. Pengertian Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 44

2. Ciri-ciri & Karakteristik Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 48

3. Pentingnya Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 53

4. Unsur-unsur dalam Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 55

5. Hambatan dalam Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua... 57

6. Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 63

7. Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua Dalam Islam ... 65

C. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA ORANGTUA ... 69

D. HIPOTESIS ... 78

BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN... 79

B. VARIABEL PENELITIAN... 79

1. Identifikasi Variabel ... 79

2. Definisi Operasional ... 80

C. POPULASI DAN SAMPEL... 81

1. Populasi ... 81

2. Sampel ... 83

3. Tehnik Pengambilan Sampel ... 84

(11)

D. JENIS DATA DAN TEHNIK PENGUMPULAN DATA... 84

1. Observasi ... 85

2. Angket... 86

3. Wawancara... 89

4. Dokumentasi ... 89

E. PROSES PENELITIAN ... 90

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 92

1. Validitas ... 92

2. Reliabilitas ... 96

G. ANALISA DATA ... 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 101

B. PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 105

C. PEMBAHASAN ... 109

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ………..121

B. SARAN ………..122

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Populasi ... 83

Tabel 02 Sampel ... 83

Tabel 03 Skor Skala Likert... 87

Tabel 04 Blue Print Angket Kecerdasan Interpersonal Remaja... 88

Tabel 05 Blue Print Angket Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 88

Tabel 06 Interpretasi Nilai r Hasil Analisis Korelasi... 93

Tabel 07 Butir Shahih Skala Kecerdasan Interpersonal Remaja... 94

Tabel 08 Blue Print Angket Kecerdasan Interpersonal Remaja... 94

Tabel 09 Penyebaran Aitem Skala Kecerdasan Interpersonal Remaja... 95

Tabel 10 Butir Shahih Skala Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 96

Tabel 11 Hubungan Jumlah Butir dengan Reliabilitas ... 97

Tabel 12 Reliabilitas Kecerdasan Interpersonal Remaja ... 98

Tabel 13 Reliabilitas Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 98

Tabel 14 Standar Pembagian Klasifikasi ... 100

Tabel 15 Rancangan Desain Penelitian... 100

Tabel 4.1 Mean & Standar Deviasi Kecerdasan Interpersonal Remaja... 105

Tabel 4.2 Hasil Deskriptif Variabel Kecerdasan Interpersonal Remaja ... 105

Tabel 4.3 Digram Kecerdasan Interpersonal Remaja ... 106

Tabel 4.4 Mean & Standar Deviasi Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 107

Tabel 4.5 Hasil Deskriptif Variabel Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua ... 107

Tabel 4.6 Digram Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua... 107

Tabel 4.7 Korelasi Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja dengan Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua... 108

(13)

ABSTRAK

Purnamasari, Ayu. (2007). Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja Dengan Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2004-2006 Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Malang, Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Kata kunci: Kecerdasan Interpersonal, Remaja, Efektivitas Komunikasi, Orangtua.

Kecerdasan interpersonal merupakan sebuah kemampuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain yang meliputi kemampuan menjalin komunikasi yang efektif, mampu berempati secara baik dan mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Komunikasi yang efektif itu juga merupakan salah satu keterampilan dalam sosialisasi dan juga sebagai unsur yang sangat penting bagi perkembangan psikologis remaja yang sehat, karena pada masa remaja, individu lebih senang melakukan kegiatan dengan sebayanya dan melakukan try dan error dalam pencarian identitas/jati dirinya. Namun terkadang orangtua kurang memahami keadaan remajanya dalam masa transisi ini, sehingga dapat menimbulkan konflik yang akhirnya membentuk jurang pemisah untuk hubungan cinta antara orangtua dan anak. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara kecerdasan interpersonal remaja dengan efektivitas komunikasi pada orangtua pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecerdasan interpersonal remaja, tingkat efektivitas komunikasi pada orangtua dan untuk membuktikan adanya hubungan antara kedua variabel tersebut pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah eksplanatory, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang angkatan 2004-2006, sedangkan sampel dari penelitian ini adalah 15% dari jumlah populasi yang ada yaitu 47 responden. Teknik Pengambilan Sampel dalam penelitian ini yaitu sampling stratified dan purposive sample.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan observasi, angket dan wawancara sebagai data pendukung.

Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang baik dari tingkat kecerdasan interpersonal remaja (frekuensi 39 dengan prosentase 82%) maupun tingkat efektivitas komunikasi dengan orangtuanya (frekuensi 33 dengan prosentase 70%) berada pada kategori sedang atau cukup. Hasil penelitian selanjutnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu “Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan interpersonal remaja dengan efektivitas komunikasi pada orangtua” (r = 0,581 sig 0,000/p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian hipotesis diterima.

(14)

ABSTRACT

Purnamasari, Ayu. (2007). The Relationship between Teenager’s Interpersonal Intelligence with the Effectiveness of Parents Communication of Students of Psychology Faculty Generation of 2004-2006 of The State Islamic University of Malang.

Key words: Interpersonal Intelligence, Teenager, the Effectiveness of Communication, Parents.

Interpersonal intelligence is the ability and skill in making relationship with others which cover the ability in making effective communication nalling, ability to be empathy well, and ability to improve harmonic relationship with others. Effective communication is also one of skills in socializing with others, and also as very important unsure for healthy psychological development of teenagers, because during teenager, person is more comfortable to do activities with person with the same age and do “try & error” in searching their self identity. However, sometimes parents less understand teenager’s condition in their transition era, so it causes conflict which finally make distance in love relationship between parents and children. Whereas, the problem in this research is how the relationship between teenager’s interpersonal intelligence with the effectiveness of parents communication of Students Psychology Faculty Generation of 2004-2006 of The State Islamic University of Malang.

The aim of this research is for knowing level of teenager’s interpersonal intelligence, level of the effectiveness of parents’s communication and for proving the existence of relationship between those two variables on Students of Psychology Faculty of State Islamic University of Malang.

Approach that is used on this research is quantitative approach and the kind of research is explanatory, research which explains the relationship between research variables, and testing the hypothesis determined before.

Research population is students from Psychology Faculty of The State Islamic University of Malang generation 2004-2006, research sample is 15% from the total of present population and that is 47 respondents. The removal sample technique in this research is sampling stratified and purposive sample. Collecting data method which is used is observation, questionnaire, and an interview as supporting data.

From this research result shows that students of Psychology Faculty of The State Islamic University of Malang, either from level teenager’s interpersonal intelligence (frequency 39 with 82% percentage) although level effectiveness of parents’s communication (frequency 33 with 70% percentage) is being on the average or sufficient category. The next result of the research appropriates with hypotheses proposed “there is a significant relationship between teenager’s interpersonal intelligence with the effectiveness communication between teenagers and parents (r = 0,581 significant 0,000/p < 0, 05) or 95%

percentage of belief. Therefore, the hypothesis is accepted.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga adalah tempat terbentuknya ingatan emosional yang pertama dan terkuat, dan disanalah ingatan itu akan terus berkembang. Namun orang-orang yang berhubungan darah dengan individu yang seharusnya menjadi orang terdekat, sumber cinta dan dukungan terbesar bagi individu, seringnya interaksi dengan mereka penuh dengan kesalahpahaman, kebencian pertengkaran dan gangguan. Mereka yang seharusnya paling dikenal oleh individu dan sebaliknya mengenal individu tersebut, akhirnya terasa seperti orang “asing”. Sehingga sangat penting untuk meningkatkan keintiman hubungan keluarga yang dapat diawali dengan saling menyampaikan perasaan kepada semua anggota keluarga.

Misalnya, orangtua mengungkapkan secara verbal, bahwa mereka menyayangi anak remajanya, atau dengan pelukan hangat sebagai bukti cinta kasih.

Hubungan interpersonal dalam keluarga jika tanpa disertai dengan pertukaran emosional, hubungan keluarga akan menjadi beban, karena tidak akan ada orang yang merasa nyaman menghabiskan waktu lama bersama orang-orang yang “asing”, sehingga dalam hubungan keluarga penting kiranya untuk saling memulai dengan kejujuran dan keterbukaan emosional, dengan demikian anggota keluarga akan dapat saling mengenal dan menerima dengan cinta.1

1Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional: Cara Baru-Praktis Untuk Mendayagunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda (Bandung: Kaifa, 2002), 226.

(16)

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang seluruh anggotanya merasa sebagai satu kesatuan, adanya kerja sama dan saling pengertian sesama anggota dan hubungannya diliputi dengan kasih sayang yang tidak berlebihan. Hal ini juga menunjang pada perkembangan rasa kasih sayang dalam diri anak-anaknya.

Sebuah keluarga minimal terdiri atas orangtua (ayah dan ibu) serta anak- anak. Dalam pengasuhannya, orangtua tidak akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan anak-anaknya. Tetapi orangtua akan akan kesulitan berkomunikasi dengan anaknya yang telah memasuki usia remaja, hal ini karena pada tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok adalah penting.

Debesse (1936), berpendapat behwa remaja sebenarnya menonjolkan apa yang membedakan dirinya dari orang dewasa, yaitu originalitasnya dan bukan identitasnya.2 Para remaja menunjukkan originalitasnya bersama-sama kelompok sebayanya dalam berpakaian, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan terhadap musik, pesta dan hal lainnya yang memanifestasikan dirinya sebagai kelompok anak muda dengan gayanya sendiri.

Masa ini biasa dianggap sebagai masa yang penuh dengan masalah. Saat menjadi anak-anak, segala permasalahan diselesaikan dengan bantuan orangtua maupun para guru, sehingga mereka belum berpengalaman dalam mengatasi masalah. Saat ini mereka ingin mandiri dan tidak menginginkan campur tangan orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya. Karena ketidakmampuan menyelesaikan dengan cara mereka sendiri, seringnya mereka mengalami kegagalan dan disertai dengan dampak yang tidak baik. Dengan demikian orang

2F. J. Monks., A. M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. (Yogyakarta: UGM Press, 2002), 280.

(17)

dewasa pun harus tetap membantu mereka, dan terkadang timbul ketidakpercayaan orang dewasa, khususnya orangtua, saat mereka harus memutuskan sesuatu yang penting dalam kehidupannya.

Masa remaja merupakan masa dimana anak ingin menunjukkan pada orangtuanya, bahwa mereka perlu membentuk suatu derajat otonomi dan identitas agar mengasumsikan peran dewasa dan tanggung jawab dalam menjalani masa transisi (masa anak ke masa dewasa). Pada masa ini remaja biasanya membentuk hal-hal baru, nilai dan tujuan serta membentuk pandangan yang berbeda dari orangtua.3

Monks dkk (2002: 264), membagi rentang perkembangan manusia dalam masa prapubertas; yang berlangsung sekitar 2 tahun, dari usia 10-12 tahun.

Masa remaja awal; pada usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan; 15-18 tahun dan remaja akhir 18-21 tahun, yang pada umumnya mereka masih belajar di Perguruan Tinggi.

Masa remaja akhir adalah masa peralihan ke masa dewasa, dan merupakan masa penutup dari masa remaja. Masa ini tidak berlangsung lama, karena dengan tercapainya masa ini seseorang telah masuk ke dalam masa dewasa, dalam masa ini terjadi proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik, yang berlangsung secara berangsur-angsur dan teratur. Mereka cenderung menunjukkan kematangan dalam cara berpikir, bekerja, berperilaku dan bergaul. Apa yang telah dimilikinya sebagai hasil belajar dan pengalamannya selama masa remaja, akan dilengkapi dalam masa ini. Penyesuaian-penyesuaian yang dicapai pada masa remaja akan mendasari penyesuaian diri dalam masa dewasa dan mengantarkan individu dalam kedewasaan yang sesungguhnya.

3Yulia Singgih, Novita W. Sutantoputri, “Hubungan Orangtua dan Remaja”, dalam Singgih D.

Gunarsa (ed.) et. Al., Dari Anak Sampai Usia Lanjut (Cet I; Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 288.

(18)

Masa ini merupakan kunci penutup dari masa anak-anak, mereka mulai merasa mantap dan stabil, mulai mengenal internal dirinya dan telah menyadari tujuan hidupnya, mempunyai pendirian tertentu berdasarkan pola hidup yang jelas.4 Sehingga mereka dituntut untuk dapat menggunakan segala kemampuan yang telah diperoleh dan dikembangkannya demi mempersiapkan diri masuk ke dalam dunia kerja dan tidak lagi berada dalam otoritas orangtua, baik secara ekonomis maupun emosional.

Dalam islam, masa ini dinamakan dengan masa taklif, dimana seseorang telah menjadi manusia dewasa.5

“Sebagai manusia dewasa, individu telah dikenai kewajiban sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi secara baik. Bila manusia mampu menjalankan tugas-tugas hidupnya secara baik, ia tengah memproses dirinya menjadi pribadi yang berkualitas. Pada saatnya nanti ia akan dapat menunjukkan kemampuan-kemampuan dan prestasinya, baik secara fisik, psikologis maupun spiritual”.

Dalam masa ini, remaja akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama dengan teman-temannya, remaja juga dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini telah dipelajari dari hubungannya dengan keluarganya. Kemampuan ini dinamakan dengan kecerdasan Interpersonal atau yang biasa disebut juga dengan kecerdasan Sosial. Remaja yang tinggi inteligensi interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka dapat dengan cepat memahami tempramen, sifat dan kepribadian orang lain,

4Andi Mappiare, Psikologi Remaja (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 71.

5Fuad Nashori, Potensi-potensi Manusia Seri Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 156.

(19)

mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Dengan semua kemampuan ini, akan memudahkan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, menciptakan, membangun dan mempertahankan suatu hubungan antar pribadi yang sehat dan saling menguntungkan.

Pitaloka (2005), meneliti tentang Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Dengan Kecemasan Menyelesaikan Masalah Pada Remaja, yang menghasilkan adanya hubungan yang signifikan antara dua variabel tersebut.

Karena salah satu komponen kecerdasan interpersonal juga berupa keterampilan pemecahan masalah dengan win-win solution.6

Orangtua terkadang mengeluhkan pendidikan/pengasuhan yang telah diusahakan sebijaksana mungkin untuk anak remajanya, ternyata tidak membuahkan hasil apapun. Walau begitu, remaja juga merasa dirinya tidak dimengerti oleh orangtua, kurang mendapat perhatian dan kasih sayang, bahkan diperlakukan seperti bukan anak kandungnya. Seringnya orangtua dipersalahkan karena terlalu mengatur kehidupan anak remajanya, sehingga remaja merasa terkekang dan akhirnya memberontak pada orangtua.

Terkadang hubungan keduanya diwarnai dengan adanya perselisihan dan pembangkangan yang terlihat sepele, orangtua menginginkan sesuatu yang mereka pikir baik untuk remajanya, begitu juga remaja menginginkan hal lainnya, karena menganggap dirinya tahu yang terbaik dan sudah cukup dewasa untuk membuat keputusannya sendiri.7

6Ardiningtiyas Pitaloka, “Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Dengan Kecemasan Menyelesaikan Masalah Pada Remaja”, http://www.duniaguru.com, (diakses 11 Mei 2007), 6.

7Jacob Azerrad, Membangun Masadepan Anak: Rahasia Sederhana Menjadi Orangtua yang Positif (Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2005), 170.

(20)

Dari deskripsi di atas, kita dapat mengetahui bahwa selain tidak adanya titik temu antara kedua belah pihak, dalam pelaksanaannya (di mata anak) maksud dan tujuan orangtua pun tidak tersampaikan sama sekali. Akhirnya jika hal ini begitu sering terjadi, tentu akan menimbulkan ketegangan yang berakibat pada sulitnya terbangun jembatan saling pengertian antara orangtua dan remaja. Namun anggapan itu diluruskan kembali oleh Blos (1989), yang mengungkapkan bahwa:8

“konflik sehari-hari yang terjadi antara orangtua dan remaja sebenarnya dapat juga berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif, karena hal ini dapat mempermudah transisi remaja dari tergantung pada orangtua menjadi seorang individu yang memiliki otonomi”.

Kedekatan (attachment) antara orangtua dan remaja tentu harus diawali dengan komunikasi antara keduanya, bagaimanapun orangtua tidak akan mengetahui perkembangan anaknya tanpa adanya komunikasi. Karena kedekatan dengan orangtua selama masa remaja dapat berlaku sebagai fungsi adaptif, yang dapat menyangga remaja dari kecemasan, depresi/tekanan emosional yang berkaitan dengan transisi dari anak-anak ke masa dewasa. Kedekatan ini juga dapat meningkatkan relasi dengan teman sebaya.

Dalam sebuah penelitian Armsden dan Greenberg (1984), “remaja yang dekat dengan orangtua cenderung dapat dekat juga dengan sebayanya, dan sebaliknya”.9

Komunikasi antara remaja dengan orangtua dinamakan dengan komunikasi antar pribadi, hal ini merupakan salah satu keterampilan dalam sosialisasi dan juga sebagai unsur yang sangat penting bagi perkembangan

8John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid Dua (Jakarta: Erlangga, 2002), 42.

9Ibid., 41.

(21)

psikologis remaja yang sehat. Johnson (1981) menunjukkan beberapa manfaat dari hubungan komunikasi antar pribadi bagi remaja, yaitu:10

(1) komunikasi antar pribadi dapat membantu perkembangan intelektual dan sosial remaja, (2) identitas/jati diri remaja terbentuk dalam dan melalui komunikasi dengan orang lain, (3) remaja melakukan pembandingan sosial dalam rangka memahami realitas/pemahaman akan dunia di sekelilingnya, (4) kesehatan mental remaja sebagian ditentukan oleh kualitas komunikasi/hubungan antar pribadi yang terjalin antara remaja terutama dengan orang-orang terdekatnya (significant others).

Masalah komunikasi antar pribadi (interpersonal) ini, sebelumnya juga telah diteliti oleh Prasetyawati (2003), yang meneliti tentang “Hubungan Antara Harga Diri Dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Pada Remaja”.

Didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan antara dua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi harga diri seorang remaja, maka semakin tinggi pula efektivitas komunikasinya, begitu juga sebaliknya.11

Agama juga banyak mengajarkan pada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orangtua, sebagaimana firman Allah swt sebagai berikut:

* 4|Ós%uρ y7•/u‘

āωr&

(#ÿρ߉ç7÷ès?

HωÎ) çν$−ƒÎ) Èøt$Î!≡uθø9$$Î/uρ

$—Ζ≈|¡ômÎ)

4

$¨ΒÎ)

£tóè=ö7tƒ x8y‰ΨÏã uŽy9Å6ø9$#

!$yϑèδ߉tnr&

÷ρr&

$yϑèδŸξÏ.

Ÿξsù

≅à)s?

!$yϑçλ°;

7e∃é&

Ÿωuρ

$yϑèδöpκ÷]s?

≅è%uρ

$yϑßγ©9 Zωöθs%

$VϑƒÌŸ2

∩⊄⊂∪

Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua- duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Depag RI, QS. Al-Isra’ (17): 23).

10Safaria, Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak.

(Yogyakarta: Amara Books, 2005), 16.

11Rr. E. Prasetyawati, "Hubungan Antara Harga Diri Dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal Pada Remaja,” Skripsi (Malang: UNMU Malang, 2003), 32.

(22)

Inti dari terbentuknya komunikasi adalah adanya saling pengertian dan pemahaman posisi/status antara remaja dengan orangtuanya. Bagaimana orangtuanya mengajarkan makna dewasa yang sesungguhnya, memahami perkembangan-perkembangan kecil dari anak yang yang dulu dididiknya dan sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang telah dapat memenuhi beberapa kebutuhannya secara mandiri. Sehingga semua perbedaan dan persoalan-persoalan yang terjadi akan dapat diselesaikan secara bersama-sama, dan lambat laun akan tercipta hubungan yang baik dan hilanglah jurang pemisah keduanya.

Sistem yang diterapkan dalam Perguruan Tinggi tentu sangat berbeda dengan sistem SMP ataupun SMA, yang kebanyakan dari kegiatan siswanya masih ditentukan oleh pihak sekolah sebagai pengelola dan fasilitator pengembangan pribadi siswa/siswinya. Tetapi sebagai seorang mahasiswa, individu bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Jika bersungguh-sungguh dan menggunakan waktu dengan efisien, maka individu akan dapat menuai keberhasilan, dengan selesai tepat waktu dan mendapatkan nilai yang memuaskan.

Sebaliknya, mahasiswa yang tidak dapat mengatur waktu dengan baik, bermalas- malasan, lebih sibuk dengan hal lainnya di luar kegiatan akademis, selain mungkin akan tidak lulus tepat waktu, karena masih juga harus mengulang beberapa mata kuliah.

Dalam setiap perkuliahan, keaktifan dalam mengungkapkan opini, menanggapi dan memberikan feedback menjadi suatu hal yang mutlak. Individu tidak lagi hanya bertumpu pada penjelasan dosen dan terpaku pada satu referensi, tetapi mahasiswa dibebaskan untuk mengeksplor dari berbagai sumber pemikiran

(23)

yang nantinya dapat didiskusikan bersama dalam kelas dengan dosen sebagai pembimbing, sehingga menjadi suatu pemahaman yang benar.

Namun hal itu akan menjadi suatu kendala yang sangat besar, jika seorang mahasiswa tidak dapat membangun relasi dengan teman sekelasnya, takut untuk memulai suatu hubungan, mempunyai konsep diri dan harga diri yang rendah (sehingga menilai dirinya dan orang lain secara negatif). Hal ini akan membuat remaja tidak optimal dalam perkembangannya, disaat remaja dituntut untuk menjadi individu yang mandiri dalam setiap aspek kehidupannya dan bertanggung jawab untuk setiap masalah yang menyangkut pendidikannya, maka remaja harus dapat menguasai keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam penyelesaian masa studinya.

Dalam prakteknya, saat perkuliahan berlangsung, masih akan ditemukan mahasiswa hanya duduk mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan dosen pembimbing. Tidak akan terpengaruh dengan kesibukan teman-temannya yang berdiskusi dengan sesama mahasiswa dan ditengahi oleh dosen. Diantara mahasiswa yang diam tersebut, masih banyak yang merasa takut untuk berbicara, beranggapan bahwa pendapat yang akan diberikannya hanya akan membuat dirinya malu, merasa tidak dapat merangkai pertanyaan itu, walau banyak yang hendak ditanyakan dan belum dimengerti. Adanya perasaan jika pertanyaan itu mungkin hanya dia saja yang tidak mengetahui jawabannya dan anggapan negatif lainnya, sehingga hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya mahasiswa psikologi yang diam pada setiap perkuliahan, khususnya mata kuliah yang ditugaskan untuk diskusi dan presentasi.12

12Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang, Observasi dan Wawancara (20 Maret 2007).

(24)

Tentu hal ini menjadi suatu dilema, jika terjadi dalam kelas mahasiswa fakultas psikologi. Bagaimana tidak, mereka yang seharusnya dapat mengenali, mengerti dan paham benar siapa dirinya, sehingga kelak nantinya mereka juga akan memberikan pemahaman terhadap orang lain mengenai diri mereka juga, tetapi tidak dapat melakukan hal itu, mereka tidak dapat memecahkan konflik intrapersonal yang dapat menghalangi mereka dalam memulai hubungan dengan orang lain. Sehingga, bagaimana mereka akan dapat memberikan bantuan yang merupakan suatu bentuk intervensi untuk pengubahan tingkah laku sebagai salah satu proses yang ada dalam konseling. Karena pada akhirnya, mahasiswa Psikologi ini pun, akan dituntut untuk dapat membantu menyelesaikan masalah orang lain.

Seorang konselor yang efektif harus memenuhi berbagai persyaratan supaya dapat berhasil dalam melaksanakan profesinya: penelitian-penelitian oleh berbagai ahli yang dikutip Brammer, Abrego dan Shostrom (1993), menunjuk pada sikap hangat, dapat memahami, positive regard, self revealing sebagai kondisi fasilitatif yang dapat membantu perubahan yang terjadi pada klien.13 Salah satu hal yang sangat penting, adanya keterbukaan dalam diri konselor tersebut (keterbukaan pikiran, dapat menerima pendapat orang lain, menyadari bahwa ada berbagai macam nilai di dunia ini, dan nilai-nilai yang dianutnya bukanlah satu- satunya yang betul). Ia juga harus sadar akan pengaruh nilai-nilai budaya pada dirinya dan pada kliennya.

Dari deskripsi di atas, maka penelitian ini akan mencoba untuk mengetahui bagaimana kecerdasan interpersonal remaja dapat dikembangkan dengan

13Jeanette Murad Lesmana, Dasar-dasar Konseling (Jakarta: UI Press, 2005), 26.

(25)

efektivitas komunikasi pada orangtua, terlebih bahwa kecerdasan interpersonal ini dapat berubah dan lebih ditingkatkan. Semua anak bisa memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi, untuk itu anak membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari orangtua untuk mampu mengembangkan kecerdasan interpersonalnya.

Dengan demikian, penelitian ini akan menjawab pertanyaan, Bagaimana Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja dengan Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua.

B. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa masalah yang terkait dengan latar belakang di atas, yaitu:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan interpersonal remaja?

2. Bagaimana tingkat efektivitas komunikasi pada orangtua?

3. Bagaimana hubungan antara tingkat kecerdasan interpersonal remaja dengan tingkat efektivitas komunikasi pada orangtua?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sebagaimana rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana tingkat kecerdasan interpersonal remaja.

2. Mengetahui bagaimana tingkat efektivitas komunikasi yang terjalin pada orangtua.

3. Mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat kecerdasan interpersonal remaja dengan tingkat efektivitas komunikasi pada orangtua.

(26)

D. MANFAAT PENELITIAN Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang Psikologi khususnya dan menambah khazanah pengetahuan dan wawasan dalam keilmuan sosial pada umumnya.

Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Peneliti

Penelitian ini akan memperluas cakrawala pemikiran dan pengalaman penulis di bidangnya untuk lebih jeli dalam menganalisa setiap peluang yang ada untuk kemudian dijadikan wahana untuk meningkatkan mutu out-put Fakultas Psikologi, khususnya masalah efektivitas komunikasi dan kecerdasan interpersonal.

2. Orangtua

Banyak informasi yang telah dikumpulkan selama proses penelitian ini, yang dapat dimanfaatkan oleh orangtua untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis, saling terbuka dan saling membantu antara anggota keluarga, dengan demikian akan terjalinlah hubungan komunikasi yang efektif antara remaja dengan orangtua, yang tentu dapat membantu berkembangnya kecerdasan interperssonal remaja di lingkungan luar rumahnya.

3. Pihak-pihak yang berkompeten/berkepentingan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang ada relevansinya dengan masalah tersebut di atas, dan juga sebagai tambahan informasi bagi masyarakat untuk dapat menciptakan hubungan yang

(27)

baik antara remaja dengan orangtua, khususnya dalam jalinan komunikasi antar keduanya. Sehingga orangtua akan mengerti dan memahami bagaimana perkembangan anak remajanya di luar lingkungan rumah.

(28)

BAB II KAJIAN TEORI

A. KECERDASAN INTERPERSONAL REMAJA 1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal Remaja

Kecerdasan interpersonal atau bisa juga disebut dengan kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya, sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang/saling menguntungkan.14 Dua tokoh dari psikologi inteligensi yang secara tegas menegaskan adanya sebuah kecerdasan interpersonal ini adalah Thorndike dengan menyebutnya kecerdasan sosial dan Howard Gardner (1999) yang menyebutnya sebagai kecerdasan interpersonal.15 Adapun penggunaan kata sosial/interpersonal hanya istilah penyebutannya saja, namun kedua kata tersebut menjelaskan hal yang sama, yaitu kemampuan untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan suatu hubungan antar pribadi yang sehat dan saling menguntungkan.

Raymond B. Catell, mengklasifikasikan kemampuan mental menjadi dua macam, yaitu inteligensi fluid (gf) yang merupakan faktor bawaan biologis, yang lepas dari pengaruh pendidikan dan pengalaman.16 Dan intelligensi crystallized (gc) yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan dan kebudayaan dalam diri seseorang. Gc ini akan meningkat kadarnya seiring dengan

14Safaria, Op. Cit., 23.

15Azwar Saifuddin, Psikologi intelligensi, Cetakan IV. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 41.

16 Ibid., 33.

(29)

bertambahnya pengetahuan, pengalaman dan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Cattel, kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan yang lebih bersifat cristallized, inteligensi cristallized dapat dipandang sebagai endapan pengalaman yang terjadi selagi inteligensi fluid bercampur dengan inteligensi budaya. Inteligensi cristallized akan meningkat kadarnya dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman dan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh individu. Inteligensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14-15 tahun, sedangkan inteligensi cristallized masih dapat terus berkembang sampai usia lebih dari 30-40 tahun.

Dalam mempelajari perkembangan, masa remaja mempunyai arti yang khusus dan mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan. Pada akhir abad ke 18, masa remaja dipandang sebagai periode tertentu dan lepas dari masa kanak-kanak. Walaupun begitu, masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi/peralihan, dan karena tidak mempunyai status yang jelas, dari segi sosial remaja ada dalam tempat marginal.17 Masa peralihan itu diperlukan untuk remaja belajar memikul tanggung jawabnya di masa dewasa kelak.

Secara psikologis, masa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia yang mereka tidak lagi merasa ada di tingkatan bawah orang yang lebih dewasa, melainkan dalam tingkatan yang sama, setidaknya dalam masalah hak. Masa ini juga dinamakan dengan masa peralihan, dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya, sehingga apapun yang telah terjadi di masa sebelumnya akan membias pada pola perilaku dan sikap yang baru di masa sekarang dan yang akan datang.

Remaja juga biasanya bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi juga takut bertanggung jawab akan akibat yang ditimbulkan dan meragukan kemampuan mereka untuk mengatasi tanggung jawab tersebut.18

Monks dkk (2002: 264), membagi rentang perkembangan manusia ke dalam masa Prapubertas; yang berlangsung sekitar 2 tahun, dari usia 10-12 tahun.

17Monks, dkk, Op. Cit., 260.

18Elizabeth, B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 1980), 206.

(30)

Masa remaja awal; pada usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan; 15-18 tahun dan remaja akhir 18-21 tahun, yang pada umumnya mereka masih belajar di Perguruan Tinggi, yang juga sebagai masa peralihan ke masa dewasa, dan merupakan masa penutup dari masa remaja. Masa ini tidak berlangsung lama, karena dengan tercapainya masa ini seseorang telah masuk ke dalam masa dewasa. Mereka cenderung menunjukkan kematangannya dalam cara berpikir, bekerja, berperilaku dan bergaul.

Dalam masa ini, remaja akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama dengan teman-temannya, remaja juga dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini telah dipelajari dari hubungannya dengan keluarganya. Manfaat dari berhubungan dengan teman sebaya dapat menunjukkan kepada orangtua hal-hal yang terkait dengan harga diri dan perkembangan kepribadian remaja yang sangat bermanfaat untuknya. Hubungan ini memberi remaja peluang untuk belajar menemukan kepribadian dan jati dirinya. Orangtua harus memupuk rasa percaya diri mereka dalam mengembangkan kekuatan pribadinya, tunjukkan betapa kuatnya dia karena dapat mengatasi segala permasalahan bersama dan tidak menyerah pada tekanan teman-temannya.19

Sebagaimana Allah swt juga menciptakan manusia dari berbagai jenis suku dan bangsa agar manusia saling mengenal dan memahami satu sama lain, seperti dalam ayat berikut:

$pκš‰r'‾≈tƒ â¨$¨Ζ9$#

$‾ΡÎ) /ä3≈oΨø)n=yz 9x.sŒ ÏiΒ

4s\Ρé&uρ öΝä3≈oΨù=yèy_uρ

$\/θãèä©

Ÿ≅Í←!$t7s%uρ (#þθèùu‘$yètGÏ9

4

¨βÎ)

ö/ä3tΒtò2r&

y‰ΨÏã

«!$#

öΝä39s)ø?r&

4

¨βÎ)

©!$#

îΛÎ=tã

׎Î7yz

∩⊇⊂∪

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa

19Darlene Powell Hopson, Derek S. Hopson, Menuju Keluarga Kompak: Delapan Prinsip Praktis Menjadi Orangtua yang Sukses (Bandung: Kaifa, 2002), 231.

(31)

diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Depag RI, Al-Hujuraat (49): 13).

Dari paparan di atas, disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal/kecerdasan sosial merupakan keterampilan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain dalam lingkungannya. Hal ini tentu sangat dibutuhkan oleh para remaja dalam menjalani masa transisinya, sehingga akan memudahkan mereka dalam membangun interaksi, menciptakan dan mempertahankan hubungan antar pribadi. Serta dapat menyelesaikan permasalahan dengan solusi yang sama-sama menguntungkan. Kecerdasan interpersonal juga bagian dari intelligensi cristallized, sehingga bukanlah suatu hal yang mutlak, sifatnya bisa berubah dan dapat ditingkatkan, karena lebih merupakan proses belajar dari pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan sehari-hari dan bukan faktor hereditas.

2. Dimensi Kecerdasan Interpersonal Remaja

Kecerdasan sosial ini memiliki tiga dimensi utama, yaitu (a) social sensitivity, (b) social insight, (c) social communication.20 Ketiga dimensi ini merupakan satu kesatuan utuh dan ketiganya saling mengisi satu sama lain, sehingga jika salah satu dimensi tumpang, maka dapat melemahkan dimensi lainnya.

Berikut ini tiga dimensi kecerdasan interpersonal, yaitu:

1. Social sensitivity (sensitivitas sosial), yaitu kemampuan remaja untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun nonverbal. Remaja yang memiliki

20Safaria, Op. Cit., 24.

(32)

sensitivitas sosial yang tinggi, akan mudah memahami dan meyadari adanya reaksi-reaksi tertentu (positif/negatif) dari orang lain.

2. Social insight, kemampuan remaja untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial, sehingga masalah-masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi sosial yang telah dibangun remaja. Tentu saja pemecahan masalah yang ditawarkan adalah pendekatan menang-menang (win-win solution). Di dalamnya terdapat juga kemampuan remaja dalam memahami situasi dan etika sosial, sehingga remaja mampu beradaptasi dengan situasi tersebut.

Fondasi dasar dari social insight adalah berkembangnya kesadaran diri remaja secara baik, dengan kesadaran yang berkembang ini akan membantu remaja memahami keadaan (internal/eksternal) dirinya, seperti memahami emosi yang sedang muncul/menyadari penampilan cara berpakaiannya sendiri, cara berbicaranya dan intonasi suaranya.

3. Social communication (penguasaan keterampilan komunikasi sosial) merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Sarana yang dipakai dalam proses menciptakan, membangun dan mempertahankan relasi sosial adalah melalui proses komunikasi: verbal, non verbal maupun komunikasi melalui penampilan fisik.

Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, keterampilan berbicara efektif, keterampilan public speaking dan keterampilan menulis secara efektif.21

21Ibid., 25.

(33)

Berikut karakterstik remaja yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi, yaitu:22

a. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif.

b. Mampu berempati dengan orang lain/memahami orang lain secara total.

c. Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif, senantiasa berkembang semakin intim dan penuh makna.

d. Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non verbal yang dimunculkan orang lain, dengan kata lain sensitif terhadap perubahan sosial situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya. Sehingga anak mampu menyesuaikan dirinya secara efktif dalam berbagai situasi.

e. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, dan yang terpenting adalah mencegah terjadinya masalah dalam relasi sosialnya. Seperti dalam ayat berikut:

$yϑ‾ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#

×οuθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r'sù t÷t/

ö/ä3÷ƒuθyzr&

4

(#θà)¨?$#uρ

©!$#

÷/ä3ª=yès9 tβθçΗxqöè?

∩⊇⊃∪

Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (Depag RI, QS. Al- Hujuraat (49): 10).

f. Memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan, berbicara dan menulis secara efektif, termasuk mampu menampilkan penampilan fisik (model busana) yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.

Dapat disimpulkan bahwa dimensi global dari kecerdasan interpersonal yaitu sensitivitas sosial, berupa kepekaan individu atas reaksi/perubahan orang

22Ibid.

(34)

lain di sekitarnya yang ditunjukkan secara verbal atau pun nonverbal. Sosial insight yang bersumber pada kesadaran diri individu/pemahaman keadaan internal maupun eksternal dirinya, sehingga hal ini dapat mendorong individu untuk menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan kemampuan mencari pemecahan masalah yang efektif (win-win solution), sebagaimana Allah swt menyebutkan bahwa mukmin itu adalah bersaudara, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dan dapat berkomunikasi dengan baik yang dipakai dalam proses menciptakan, membangun dan mempertahankan relasi sosial. Dimensi-dimensi tersebut lebih tergambar lagi dengan karakteristik yang telah disebutkan.

3. Peran Kecerdasan Interpersonal Remaja

Ketika keluar dari lingkungan rumahnya, seorang remaja membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, remaja tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya karena mereka belajar dan berkembang dari dan di dalamnya. Dari interaksi sosial mereka dapat memenuhi kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dan cinta, untuk itulah teman dan lingkungan sosial yang mendukung menjadi penentu kematangan psikologis remaja kelak. Seperti dalam ayat berikut:

ôÏΒuρ ÿϵÏG≈tƒ#u

÷βr&

t,n=y{

/ä3s9 ôÏiΒ öΝä3Å¡àΡr&

%[`≡uρø—r&

(#þθãΖä3ó¡tFÏj9

$yγøŠs9Î) Ÿ≅yèy_uρ Νà6uΖ÷t/

Zο¨Šuθ¨Β

ºπyϑômu‘uρ

4

¨βÎ) y7Ï9≡sŒ’Îû

;M≈tƒUψ 5Θöθs)Ïj9 tβρ㍩3xtGtƒ

∩⊄⊇∪

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir (Depag RI, QS. Ar-rum (30): 21).

.

(35)

Remaja merasa hidup bersama dengan teman-temannya, karena melalui teman-temannya remaja mendapatkan peneguhan dan dukungan, beberapa alasan remaja membutuhkan penerimaan dan dukungan sebayanya adalah pemenuhan kebutuhan sosial, pembentukan keterampilan sosial, pembentukan konsep diri dan harga diri yang positif, serta sebagai tempat berbagi perasan dan pengalaman.

Jika remaja tidak cukup mempunyai keterampilan dalam bersosialisasi, maka dia akan mengalami kesepian, dan hal tersebut menggambarkan bahwa dirinya merasa tidak bahagia, kurang puas, kurang bersemangat (hidup), kosong dan menatap hidup dengan pesimis. Menurut Safaria, manifestasi dari kesepian secara umum dapat bersifat afektif, kognitif, motivasional dan bisa juga dalam bentuk perilaku.23 Manifestasi yang bersifat afektif tergambar dari perasaan yang tidak menyenangkan, menyedihkan dan menakutkan (Peplau & Pearlman, 1982).

Bisa juga muncul dalam bentuk perasaan tidak bahagia, pesimis, dirinya selalu tegang, tidak bisa santai dan jemu.

Manifestasi yang bersifat kognitif, seperti kurang dapat berkonsentrasi, tingginya tingkat fokus diri (self focus) sehingga terlalu memperhatikan diri dan pengalamannya sendiri. Mereka cenderung menilai diri mereka dan orang lain secara negatif, sikap terlalu berhati-hati dan waspada terhadap suatu ancaman.

Manifestasi yang bersifat motivational, ada dua gambaran yang seolah bertolak belakang. Di satu sisi, kesepian menyebabkan seseorang untuk meningkatkan motivasi berhubungan dengan orang lain. Tetapi di sisi lain, kesepian juga menurunkan motivasi individu untuk menjalin interaksi dengan orang lain. Sikap demikian ini, seperti tergambar dalam ayat berikut:

23Safaria, Op. Cit., 35.

(36)

‘,ysø9$#

y7Îi/¢‘ÏΒ

(

Ÿξsù

¨sðθä3s?

zÏΒ tΎtIôϑßϑø9$#

∩⊇⊆∠∪

Artinya: Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (Depag RI, QS. Al-Baqoroh (2):

147).

Manifestasi yang bersifat perilaku dimunculkan dengan menunjukkan kecenderungan tertutup, lebih lambat dalam merespon lawan bicara, memiliki rasa malu yang berlebihan, kurang berani mengambil resiko dan kurang sensitif dalam interaksi sosialnya (Jones, 1982).

Beberapa sebab mengapa remaja mengalami kesepian dan sulit menjalin hubungan yang lebih hangat dengan orang lain, yaitu:24

(1) Hubungan yang Kurang Harmonis dengan Orangtua

Remaja merasa orangtua kurang memberikan perhatian pada mereka, kurang menyediakan waktu bersama dan tidak memahami mereka secara empati.

Mereka juga merasa tidak ada orang dewasa yang bisa diajak berbagi rasa dan curhat, remaja membutuhkan kasih sayang yang memadai agar mampu menerima hidup secara terbuka. Walaupun mereka memiliki teman, namun jika orangtua tidak memperhatikannya, mereka merasa tidak diterima sebagai seorang anak. Karena perhatian teman tetap berbeda maknanya dengan kasih sayang orangtua.

(2) Kekacauan Konsep Diri

Banyak remaja yang kesepian dan tidak memiliki banyak teman karena mereka menilai dirinya tak berharga, konsep diri mereka lebih condong pada konsep-konsep negatif. Seperti menilai dirinya jelek, tidak menarik, bodoh, tidak bisa bergaul, rendah diri dan merasa tidak sebanding dengan teman-

24Safaria, Op. Cit., 35-38.

(37)

temannya. Mereka menjadi cemas dan putus asa untuk menjalin hubungan dengan sebayanya, karena mudah merasa malu dan rendah diri sehingga memiliki ketakutan ditolak oleh sebayanya.

(3) Self Esteem yang Rendah

Mereka memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang rendah, menunjukkan kecenderungan mengkritik secara berlebihan dan mengasihani diri sendiri, menilai dirinya tidak populer dan tidak disukai. Sehingga mereka memiliki kontrol diri yang lemah, merasa tidak berdaya dan menjadi pasif dalam pergaulan (Brennan, 1982).

(4) Rasa Malu yang Berlebihan

Mereka merasa malu untuk bersosialisasi sehingga lebih banyak mengisolasi diri, sifat pemalu ini sebagai hasil dari konsep diri yang negatif, harga diri dan kepercayaan diri yang rendah. Sehingga mereka diliputi kecemasan yang menghalanginya untuk membina hubungan baru dengan sebayanya.

(5) Tidak Memiliki Keterampilan Sosial yang Baik

Keterampilan sosial diperlukan untuk membina hubungan yang baik dan hangat dengan orang lain dan juga untuk memecahkan konflik interpersonal di dalamnya. Sehingga dalam setiap hubungan yang mereka jalani, konflik selalu menghambat berkembangnya hubungan yang lebih intim. Akibatnya mereka dikucilkan oleh sebayanya dan kurang disukai (Peplau & Pearlmen, 1982).

(6) Apatis dan Tidak Mempunyai Tujuan Hidup

Tidak adanya tujuan hidup yang mengarahkan impiannya di masa depan, tidak mempunyai minat pada pekerjaan, mereka mengalami kebingungan dengan

(38)

nilai-nilai pribadinya, merasa jemu dengan kehidupannya dan kurang perhatian terhadap orangtua, teman, guru dan pendidikannya sendiri.

(7) Harapan Sosial yang Berlebihan serta Norma-norma yang Tidak Realistis Seringkali harapan sosial yang tidak realistis memaksakan remaja untuk mengucilkan diri, seperti harus cantik/tampan, jadi bintang kelas dan populer serta kaya jika ingin diterima dalam pergaulan. Hal-hal semacam ini seringnya tidak mampu untuk dipenuhinya. Akibatnya mereka menjadi rendah diri.

Merasa tidak pantas untuk disukai sebayanya dan putus asa karena tidak mampu memenuhi harapan tersebut.

(8) Adanya Keyakinan Irasional

Keyakinan irasional ini seperti pikiran-pikiran negatif yang selalu menghantui mereka saat hendak menjalin hubungan sosial, keyakinan ini seperti, menganggap diri sebagai orang yang tidak menarik, membosankan, tidak disukai, dan lainnya. Sehingga membuat remaja menarik dari pergaulan sosialnya.

Dari pemaparan di atas, kita dapat menganalisa bahwa inti dari timbulnya tujuh poin yang lain adalah bersumber dari hubungan keluarga khususnya orangtua dengan remaja yang tidak harmonis. Sebagaimana yang digambarkan bahwa orangtua tidak begitu memantau perkembangan anak remajanya, hanya akan memarahi jika mengetahui anaknya berkelakukan tidak baik, tanpa mencari tahu penyebab mengapa anak berbuat demikian. Sehingga dalam setiap pertengkaran hanya akan berakhir dengan ketegangan antara keduanya, tanpa penyelesaian dan hal ini mungkin akan berulang kemudian. Dan walaupun anak

(39)

memiliki teman yang dapat mendukung dan memperhatikan mereka, tetaplah posisi orangtua tidak akan terganti oleh apapun.

Sehingga hal ini akan mempengaruhi cara remaja memandang diri dan sosialnya, dan tentu tidak akan mengherankan jika anak mempunyai self esteem yang rendah, malu utuk memulai hubungan dengan orang lain, terlebih anak juga tidak memiliki keterampilan sosial yang baik, karena memang mereka tidak dapat mencontoh dari apa yang terjadi dalam keluarganya sebagai sumber pendidikan pertama bagi mereka sebelum mereka terjun dalam lingkungan sosial yang lebih luas.

Harapan sosial yang terlalu tinggi juga tentu tidak akan terwujud,

bagaimana mungkin mereka yang sudah terpuruk dengan keadaan diri sendiri yang terkucilkan dari lingkungan sosialnya masih harus terbebani dengan harapan-harapan sosial yang tidak realistis (padahal sesungguhnya hal semacam ini hanyalah keberuntungan seseorang, tidak semua orang dapat hidup dengan keadaan sesempurna demikian, jika harus memilih pun, tidak ada orang yang ingin hidup dengan serba kekurangan, sehingga patut kiranya kita semua berbesar hati untuk menerima apapun keadaan yang ada dalam diri dan lingkungan sosial kita, namun tetap tidak pasrah dengan keadaan tersebut. Teruslah berusaha dan menjadikan diri ini lebih baik, karena walau bagaimanapun, dunia ini diciptakan dengan sangat seimbang dan berpasang-pasangan, orang yang kaya tidak akan diakui kekayaannya jika tidak saling memberi pada yang kurang mampu/miskin, begitu juga dengan yang rupawan, populer, mereka tidak akan menjadi terkenal jika tidak diciptakan orang yang memiliki kemampuan dalam batas biasa saja).

(40)

4. Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Remaja

Orangtua dapat membantu remaja dalam mengembangkan kecerdasan interpersonalnya dengan mengajarkan beberapa keterampilan, sebagai berikut:25 1) Mengembangkan Kesadaran Diri Remaja

Eksistensi remaja terkait dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti siapakah saya, dimana saya berada, kemana hidup saya akan berjalan dan apa yang harus saya lakukan (Drijakara, 1984). Pertanyaan-pertanyaan tesebut terdapat di dalam eksistensi remaja yang mempunyai kesadaran akan seluruh totalitas keberadaannya dan realitas dimensi sisi-sisi kemanusiaannya sebagai manusia. Kemampuan menentukan eksistensi diri sendiri tersebut dikarenakan remaja telah sadar akan dirinya, kesadaran diri ini sangat penting dimiliki remaja karena: (a) fungsi monitoring, dengan ini remaja mampu menyadari dan memonitor setiap kejadian yang dialaminya, membuat remaja mampu mengendalikan dorongan emosionalnya/dorongan alam bawah sadarnya. (b) fungsi kontrol, kemampuan remaja untuk mengatur diri, membuat perencanaan serta kemampuan remaja untuk mengendalikan emosi dan tindakannya sendiri. Seperti dalam ayat berikut:

šÍ×‾≈s9'ρé&

šχ÷ρt“øgä†

sπsùöäóø9$#

$yϑÎ/

(#ρçŽy9|¹ šχöθ¤)n=ãƒuρ

$yγŠÏù Zπ¨ŠÏtrB

$¸ϑ≈n=y™uρ

∩∠∈∪

Artinya: Mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya (Depag RI, QS. Al-Furqon (25): 75).

25Ibid., 45-172.

(41)

Dengan kesadaran diri yang tinggi, remaja lebih mampu untuk:

a. Menyesuaikan diri dan mempunyai sensitivitas terhadap penolakan lingkungan sosialnya.

b. Mereka lebih akurat dan tepat dalam mendeskripsikan dirinya, dan juga mempunyai respon afektif yang lebih kuat.

c. Lebih objektif dalam mengevaluasi diri mereka dan hasil evaluasi mereka lebih banyak yang sesuai dengan hasil orang lain terhadap dirinya.

Meningkatkan kesadaran diri berarti meningkatkan kesanggupan remaja untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia, kesadaran tentang dirinya akan menimbulkan persepsi realistis terhadap kehidupannya sendiri, artinya remaja bisa memandang kehidupan dan dunia mereka secara objektif tanpa adanya distorsi. Sehingga dengan adanya pemahaman diri (self objectification) ini (siapa dirinya, bagaimana cara dia hidup, kelebihan dan kekurangannya), maka remaja akan memunculkan penerimaan diri (self acceptance).

2) Mengajarkan Pemahaman Situasi Sosial dan Etika Sosial Pada Remaja

Agar sukses dalam membina dan mempertahankan suatu hubungan, remaja perlu memahami norma-norma sosial yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari persoalan aturan selalu berkaitan dengan situasi dan setiap situasi menuntut aturannya sendiri. Hal inilah yang dinamakan sebagai etiket, yaitu kaidah sosial yang mengatur perilaku mana yang harus dan perilaku mana yang dilarang untuk dilakukan.

Beberapa etiket yang perlu diketahui remaja, antara lain: bertamu, meminjam, memenuhi undangan dan mengundang orang lain, berbicara,

(42)

duduk, bertemu dengan orang yang lebih tua, mendengarkan, saat berada dalam kelas, berpakaian, saat menelpon dan lainnya.

Orangtua harus membimbing remaja agar mengetahui lebih banyak lagi etika sosial yang harus mereka pahami dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga remaja menjadi orang yang mampu menempatkan diri secara baik dalam situasi sosial apapun, dan remaja juga akan lebih dihargai oleh lingkungan sosialnya.

3) Mengajarkan Pemecahan Masalah Efektif Pada Remaja

Konflik terjadi ketika ada dua kepentingan yang berbeda muncul dalam suatu hubungan interpersonal. Dua strategi dalam memecahkan suatu konflik, yaitu strategi kompetisi; seperti manipulasi, paksaan dan kekerasan yang hanya akan mengorbankan hubungan, kerjasama serta kebersamaan. Dan strategi kolaborasi melibatkan kerjasama antara kedua belah pihak untuk sama-sama mendiskusikan permasalahannya dan mencari pemecahan yang menguntungkan kedua belah pihak. Strategi kolaborasi ini dapat dilakukan dengan negoisasi, mediasi dan fasilitasi.

Menurut Johnson (1981), beberapa manfaat positif dari munculnya konflik antar pribadi dalam kehidupan remaja yaitu:26

a. Remaja akan semakin terampil dalam menangani konflik antar pribadi, jika anak memiliki keterampilan pemecahan masalah yang baik.

b. Remaja akan semakin sadar untuk melakukan perubahan dalam hidupnya, karena konflik juga terkait dengan tuntutan untuk merubah perilaku, sifat dan kepribadian remaja.

26Safaria, Op. Cit., 78.

(43)

c. Remaja akan semakin menyadari siapa dirinya yang sesungguhnya, apa yang diinginkan dan yang dikehendakinya, apa yang disukai dan tidak disukainya.

d. Anak akan semakin dewasa dalam menjalani kehidupannya akibat dari berbagai pengalaman yang dialaminya berkaitan dengan konflik antar pribadi.

Dalam kehidupan sehari-hari, orangtua terkadang mempraktekkan gaya- gaya negatif pendekatan membimbing remaja dalam memecahkan masalah ketika mengetahui remajanya terlibat dalam suatu konflik. Empat gaya pendekatan yang menghambat kecerdasan pemecahan masalah anak, keempat gaya ini hanya akan membuat anak tidak mandiri, manja, merasa tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak percaya diri, menjadi pasif dan kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah yang akan dihadapinya kelak. Akibatnya, remaja akan semakin bergantung pada orangtua dan tidak mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

(1) Gaya Patronsing (merasa paling tahu yang benar)

Gaya ini sering digunakan orangtua karena tidak sabar melihat anak remajanya menyelesaikan masalah, orangtua merasa yang paling pintar, paling berpengalaman dan berkeyakinan bahwa remaja harus menuruti nasihatnya agar bisa sukses menyelesaikan masalahnya. Akibatnya remaja tidak terbiasa menggunakan daya pikirnya dalam memecahkan masalahnya sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan yang dilakukan oleh PR Manager berkunjung ke media dengan membawa cindera mata The Sunan Hotel Solo agar terjalin hubungan yang baik antara pihak perusahaan

Selanjutnya dilakukan pemanenan lebah Trigona maka dapat diketahui jumlah propolis dan madu yang didapat dilakukan pelatihan cara pembuatan propolis, setelah itu dilakukan

[r]

dilakukan adalah menggalakkan keberadaan pendidikan di taman-kanak-kanak yang merupakan pendidikan formal dengan proses pembelajaran dengan ketrampilan bercerita

Pembagian beban kerja yang tidak seimbang mengakibatkan banyak waktu tenaga, biaya yang terbuang karena terjadi stagnasi pada operasi- operasi tertentu, misalnya pada stasiun

Bapak Muhammad Taufiq Tamam selaku Dekan Fakultas Teknik da Sains sebagai Pembimbing Akademik angkatan 2013 yang selalu mengarahkan mahasiswanya untuk menjadi pribadi

Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan reaksi imunopositif pada sel-sel inflamasi mononuklear dari semua organ yang diamati, sitoplasma sel-sel epitel mukosa trakhea, sel-sel

IN WITNESS WHEREOF t he undersigned, being dut y aut horised t heret o by t heir respect ive Government s, have signed t his First Prot ocol Amending t he Agreement on