• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL DIKLAT PENANGGULANGAN MISKONSEPSI GURU FISIKA PADA TOPIK KELISTRIKAN DAN KEMAGNETAN MELALUI SIMULASI KOMPUTER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL DIKLAT PENANGGULANGAN MISKONSEPSI GURU FISIKA PADA TOPIK KELISTRIKAN DAN KEMAGNETAN MELALUI SIMULASI KOMPUTER."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

x

A. Latar Belakang Masalah ………

B. Rumusan Masalah ………

C. Tujuan Penelitian ………

D. Manfaat Penelitian ……….

E. Definisi Operasional ..………

i

BAB II MISKONSEPSI KELISTRIKAN DAN KEMAGNETAN DAN MODEL PENANGGULANGANNYA

A. Konsepsi dan Perubahan Konsepsi Kelistrikan dan Kemagnetan ... B. Miskonsepsi ………... C. Identifikasi Miskonsepsi dengan Tekhnik CRI ..…... D. Beberapa Alternatif Penanggulangan Miskonsepsi…………...…... E. Pendidikan dan Pelatihan.... ………... F. Simulasi Komputer sebagai Model Penanggulangan Miskonsepsi ...

13

A. Paradigma Penelitian ……….………….

B. Metode Penelitian ……….…………..

C. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian……… D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Penelitian ………..…...

(2)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ………..….

1. Hasil Pengkajian Awal ………... 2. Hasil Validasi Instrumen………... 3. Hasil Ujicoba ...…....………... 4. Hasil Implementasi Model …………... B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….……

81 81 88 93 110 119

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... B. Saran ... C. Rekomendasi ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

144 145 145

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Disadari atau tidak, perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Natural

Science, selanjutnya disingkat IPA) saat ini telah memberikan dampak terhadap

kehidupan manusia, baik yang sangat bermanfaat maupun yang dapat membahayakan bagi kehidupan manusia itu sendiri (Subiyanto, 1988). Disisi lain, pembangunan dunia pendidikan di Indonesia sebenarnya telah lama dilakukan yaitu jauh sebelum Indonesia merdeka, namun hasilnya belum juga memuaskan semua pihak. Secara kuantitatif, dunia pendidikan di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah berkembang sangat pesat yang ditandai dengan banyaknya siswa yang masuk sekolah (Zamroni, 2000), namun perkembangan tersebut belum diikuti oleh peningkatan mutu hasil dan proses pembelajaran yang ditandai dengan belum mampunya dunia pendidikan memenuhi kebutuhan dan tantangan nasional dan global (Sidi, 2001).

(4)

2 Rendahnya kemampuan siswa di bidang IPA bukan berarti upaya peningkatan mutu proses pembelajaran IPA tidak dilakukan. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran IPA di kelas antara lain melalui penataran guru, pelatihan, pengadaan buku, alat peraga, dan lain-lain; namun proses pembelajarannya di kelas belum juga terlaksana secara efektif. Beberapa hal yang dianggap sangat mempengaruhi rendahnya mutu dan proses pembelajaran IPA di kelas antara lain materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum dianggap terlalu padat dan dikemas kurang menarik, kemampuan guru dalam menguasai dan menyampaikan materi, serta sarana dan prasarana pendukung proses pembelajaran.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPA di kelas lebih berorientasi kepada penguasaan materi, guru mengajar dan menyampaikan materi dalam bentuk ceramah bukan membantu siswa untuk belajar bagaimana memahami materi pelajaran. Proses pembelajaran IPA di sekolah umumnya dilakukan secara verbalistik dan disajikan melalui metode ceramah sehingga menuntut siswa mengenal istilah-istilah IPA secara hafalan tanpa makna (Liliasari, 2007). Guru-guru IPA di sekolah menengah tidak menguasai isi pelajaran dan cara mengajarkannya (Wahab, 2002).

Proses pembelajaran IPA cenderung berpusat kepada guru (teacher

centered); siswa dianggap pasif dan memiliki keterbatasan belajar; dan tidak

(5)

3 pembelajaran bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis seperti diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 2a.

Rendahnya mutu pendidikan khususnya bidang IPA juga cenderung ditentukan oleh mutu pendidikan pada jenjang pendidikan sebelumnya, dan pada dasarnya yang menjadi penentu mutu pendidikan IPA adalah mutu guru IPA. Guru IPA adalah kunci dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan IPA karena merupakan ujung tombak di lapangan yang bertatap muka dengan siswa secara terjadwal atau terprogram (Wardhani, 1999). Mutu proses pembelajaran sangat bergantung pada mutu guru, selain faktor fasilitas (Gagne, et al; 1988). Dengan demikian, maka langkah yang sangat strategis ke arah peningkatan mutu pendidikan harus ditujukan kepada upaya meningkatkan mutu guru.

Fisika sebagai bagian dari IPA yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain mencakup sekumpulan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang diperoleh melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah yang disebut produk sains yakni fakta-fakta, konsep, prinsip, teori, hukum, generalisasi serta model; juga mencakup proses dan sikap ilmiah yakni berbagai keterampilan dan sikap yang digunakan untuk memperoleh dan mengembangkan produk-produk sains (Rutherford & Ahlgren, 1990; NRC, 1996). Menurut Carin (1997), produk sains merupakan ilmu pengetahuan terstruktur yang diperoleh melalui proses aktif, dinamis dan eksploratif dari kegiatan induktif.

(6)

4 dikuasai dengan baik oleh siswa. Bahkan hingga saat ini masih ada anggapan yang mengatakan bahwa mata pelajaran fisika di sekolah merupakan suatu mata pelajaran yang kurang diminati oleh kebanyakan siswa karena sulit dimengerti dan dihafalkan materinya. Penyebab kesulitan ini adalah karena konsep-konsep fisika banyak yang bersifat mikroskopik, memerlukan kemampuan matematis; kebanyakan disajikan dengan metode ceramah tanpa bermakna bagi siswa, dan tidak dihubungkan dengan kehidupan nyata.

Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa dalam proses belajar fisika dapat menimbulkan atau memicu terjadinya salah konsep atau miskonsepsi. Salah konsep atau miskonsepsi tentang fisika merupakan hal yang umum terjadi, dapat terjadi di negara-negara seperti Indonesia dan Amerika; bahkan profeserpun masih melakukannya juga, apalagi golongan yang kurang terpelajar (Van den Berg, 1991). Tak jarang lulusan jurusan fisika dari Perguruan Tinggi mengalami miskonsepsi terhadap fisika, apalagi mereka yang lulus bukan jurusan fisika dapat dipahami/dimengerti jika banyak mengalami miskonsepsi.

(7)

5 Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam mata pelajaran fisika seharusnya dengan segera mendapatkan perbaikan karena dapat menghambat siswa untuk (1) memahami konsep-konsep ilmiah dalam fisika (Driver & Easley, 1978; Driver & Erickson, 1983; Dahar, 1989); (2) menyelesaikan masalah-masalah dalam fisika (Champagne, Gustone & Klopfer, 1982); dan (3) berprestasi secara optimal (Halloun & Hestenes, 1985).

(8)

6 Kelistrikan dan kemagnetan sebagai bagian dari ilmu fisika yang memegang peranan sangat penting terutama aspek penerapannya dalam kehidupan sehari-hari seperti hasil-hasil teknologi yang bertumpu pada arus listrik atau aliran muatan listrik, juga tidak terlepas dari miskonsepsi siswa karena konsep-konsepnya pada umumnya bersifat tak teramati oleh indera (invisible), tetapi efeknya nyata dan interaksinya merupakan medan tak sentuh.

Hasil penelitian miskonsepsi siswa di sekolah menunjukkan banyak guru fisika kurang menguasai bahan yang diajarkan, dan beberapa guru mengajarkan suatu bahan secara keliru (Suparno, 2005). Disisi lain, guru fisika yang profesional seharusnya telah memiliki pengetahuan tentang konten (subject

matter knowledge) dalam fisika yang memadai (Shulman, 1991; NRC, 1996).

Metode pembelajaran fisika yang tidak tepat juga dapat menyebabkan miskonsepsi pada siswa (Wilantara, 2003). Penyebab lain dari miskonsepsi siswa dalam fisika adalah penggunaan media pembelajaran yang tidak tepat mengungkapkan konsep-konsep fisika menurut pengertian para ahli fisika (Gilbert et al., 1982; Driver & Erickson, 1983).

Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi guru juga dapat mengalaminya. Miskonsepsi guru dapat terjadi ketika mengikuti pendidikan dan latihan, dari buku teks atau membuat sendiri interpretasi yang berbeda dengan pengertian ahli ketika membaca buku teks (Suparno, 2005).

(9)

7 dan pengetahuan konsep tentang fisika yang kuat termasuk kemampuan menerjemahkan konsep-konsep yang bersifat invisible, dan membuat hubungan antara gejala-gejala yang mikroskopik dan makroskopik. Banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa guru-guru IPA fisika masih banyak mengalami miskonsepsi tentang konsep-konsep fisika dan tidak mampu menjelaskan gejala-gejala sains (Kikas, 2004; Azizoglu et.al., 2006).

Usaha atau strategi penanggulangan miskonsepsi siswa dalam fisika telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain dengan menggunakan strategi konflik kognitif (Van den Berg, 1991; Widodo, 1992), analogi (Suparno, 2005; Murray et al., 1990), interaksi pasangan (Van den Berg, 1991; Suparno, 2005), peta konsep (Suparno, 2005), dan dukungan terhadap perubahan konsep (Ipec & Calik, 2008; Demirci, 2003; Corpuz & Rebello, 2006). Strategi-strategi tersebut pada umumnya dilakukan kepada siswa sebagai subyek penelitian, tidak dilakukan pada guru-guru IPA fisika.

(10)

8 yang bersifat invisible; (2) pada umumnya guru-guru fisika telah memiliki fasilitas komputer untuk mengakses program simulasi komputer melalui internet; dan (3) keberhasilan hasil penelitian proses pembelajaran materi fisika melalui simulasi komputer untuk meningkatkan pemahaman konsep (McKagan, et al., 2008; dan Ingerman, et al., 2007).

Pilihan tersebut juga didasari pertimbangan bahwa simulasi komputer merupakan program software yang dapat meniru perilaku sistem nyata, suatu strategi pembelajaran yang dapat mempermudah untuk memahami konsep berdasarkan informasi yang terkandung pada gambar maupun grafik. Simulasi komputer merupakan suatu strategi pembelajaran yang menarik, memudahkan mempelajari pengalaman, membangkitkan kesadaran tentang konsep atau prinsip, menuntut partisipasi aktif, dan belajar banyak hal (Joyce, et al; 2009); simulasi komputer merupakan strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta dapat meningkatkan hasil belajar (Slavin, 2009); strategi pembelajaran simulasi komputer adalah suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses-proses yang terjadi pada suatu sistem dengan menggunakan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law & Kelton, 1991).

(11)

9 Berdasarkan uraian tersebut di atas serta dengan pertimbangan bahwa miskonsepsi dapat terjadi dalam semua lingkup bidang pendidikan fisika dan semua orang baik siswa, guru, dosen maupun ahli fisika dapat mengalami miskonsepsi; serta miskonsepsi perlu segera diupayakan menjadi konsep yang benar sesuai pengertian ahli fisika khususnya miskonsepsi guru fisika, maka dalam penelitian ini ditawarkan model diklat penanggulangan miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan melalui simulasi komputer, dan diberi nama model DPM-GF.

B. RUMUSAN MASALAH

(12)

10 model diklat penanggulangan miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan melalui simulasi komputer, selanjutnya disebut model DPM-GF.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang sangat urgen untuk dipecahkan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana mengembangkan model DPM-GF yang dapat menanggulangi miskonsepsi guru-guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan?”. Permasalahan penelitian ini dapat dirinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik model DPM-GF dalam menanggulangi miskonsepsi guru-guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan?

2. Sejauhmana penerapan model DPM-GF dapat menanggulangi miskonsepsi guru-guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan?

3. Bagaimana tanggapan guru-guru fisika peserta diklat terhadap penerapan model DPM-GF ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model DPM-GF yang dapat digunakan untuk menanggulangi miskonsepsi guru IPA fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan.

D. MANFAAT PENELITIAN

(13)

11 dan kemagnetan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan terhadap kualitas penanggulangan miskonsepsi yang dapat meningkatkan pemahaman konsep guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan.

2. Digunakan oleh pihak Sekolah dan Diknas setempat sebagai acuan untuk menanggulangi miskonsepsi yang dialami oleh guru maupun siswa.

3. Menjadi bahan pembanding maupun rujukan bagi penelitian yang akan dilakukan peneliti lain.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang terdapat dalam model DPM-GF. Untuk memberikan arah yang jelas dalam pelaksanaan penelitian ini, maka dikemukakan beberapa definisi operasional sebagai berikut. 1. Model didefinisikan sebagai strategi pembelajaran interaktif yang digunakan

dalam diklat dengan memanfaatkan tahap-tahap pembelajaran simulasi komputer sehingga proses pembelajaran dapat terjadi dengan tujuan untuk menanggulangi miskonsepsi guru IPA fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan.

(14)

12 3. Penanggulangan miskonsepsi guru fisika didefinisikan sebagai upaya untuk

menyamakan konsepsi guru fisika yang berbeda atau tidak sama dengan konsepsi para ahli fisika.

4. Kelistrikan dan kemagnetan didefinisikan sebagai topik-topik fisika yang diajarkan di SMP/MTs berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mencakup pokok bahasan: muatan listrik, elektroskop, hukum Coulomb, medan listrik, arus listrik, beda potensial, sumber tegangan listrik, hambatan dan hukum Ohm, rangkaian listrik, daya dan energi listrik, sifat-sifat magnet, bumi sebagai magnet, kemagnetan dari kelistrikan, kelistrikan dari kemagnetan.

5. Miskonsepsi kelistrikan dan kemagnetan didefinisikan sebagai pertentangan atau ketidakcocokan antara konsepsi guru fisika terhadap konsep-konsep kelistrikan dan kemagnetan dengan konsepsi yang diyakini para ahli fisika. 6. Simulasi komputer didefinisikan sebagai penanmpilan konsep-konsep fisika

pada topik kelistrikan dan kemagnetan dalam bentuk gambar atau grafik berdasarkan hukum, prinsip atau teori fisika yang berlaku.

(15)

60 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. PARADIGMA PENELITIAN

Paradigma merupakan pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel independent (variabel bebas) dengan variabel dependent (variabel terikat) yang diteliti (Sugiyono, 2006). Paradigma penelitian ini menyatakan bahwa untuk menanggulangi miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan dilakukan diklat dengan proses pembelajaran melalui simulasi komputer, seperti ditunjukkan di Gambar 3.1.

Gambar 3.1: Paradigma Penelitian Kerakteristik materi

kelistrikan dan kemagnetan di SMP/MTs

Hakikat dan tujuan pembelajaran fisika

di SMP/MTs

Miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan berdasarkan hasil pretest dan pilihan angka CRI

Pengembangan model diklat penanggulangan miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan melalui simulasi komputer:

Instrumen tes dan Lembar Kerja Trainee berdasarkan simulasi komputer

Implementasi model:

Mempermudah dan meningkatkan pemahaman konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan

Konsep guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan sesuai dengan pengertian para ahli fisika

(16)

61 Gambar 3.1 menunjukkan bahwa karakteristik materi kelistrikan dan kemagnetan di SMP/MTs, hakikat dan tujuan pembelajaran fisika di SMP/MTs, dan kebutuhan sebagai guru fisika di SMP/MTs sebagai faktor yang diharapkan dapat menentukan keberhasilan guru fisika untuk menanggulangi atau meminimalkan miskonsepsi yang dialaminya pada topik kelistrikan dan kemagnetan. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, didapatkan bahwa miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan dapat diubah menjadi konsep ilmiah sesuai dengan pengertian para ahli fisika. Untuk mencapai tujuan tersebut, dikembangkan model penanggulangan miskonsepsi berbasis simulasi komputer dan panduan lembar kerja trainee, yang didasarkan pada model pengembangan pembelajaran menurut Joyce, et al., (2009) dengan sintaks (tahap-tahap pembelajaran) seperti ditunjukkan di Tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Tahap-tahap Model Pembelajaran Simulasi Komputer Tahap Kegiatan instruktur dan trainee Orientasi

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran

b. Menyampaikan topik-topik simulasi yang disediakan c. Membagikan lembar kerja trainee

Pelaksanaan simulasi

a. Memberikan kesempatan trainee mengoperasikan simulasi berdasarkan lembar kerja yang disediakan

b. Membantu trainee bagi yang mengalami kesulitan dalam mengoperasikan simulasi

c. Mengajukan pertanyaan yang mengarahkan trainee untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Pemantapan

a. Mendiskusikan konsep yang masih meragukan

b. Menugaskan trainee untuk membuat kesimpulan tentang konsep yang dipelajari dengan bantuan simulasi komputer c. Mengaitkan antara hasil simulasi dengan konsep yang telah

dipelajari.

c. Memberikan kesempatan kembali untuk melakukan simulasi, jika diperlukan

(17)

62 B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and

Development, disingkat R & D). Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk

menanggulangi miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan melalui simulasi komputer (diberi nama model DPM-GF) sehingga guru-guru fisika dapat memiliki konsepsi yang sesuai dengan konsepsi para ahli fisika. Produk yang dihasilkan dari penelitian antara lain: (1) instrumen tes penjaring miskonsepsi pada topik kelistrikan dan kemagnetan; (2) Rancangan Kegiatan Diklat (RKD) dan Lembar Kerja Trainee (LKT) berbasis simulasi komputer untuk memecahkan masalah-masalah fisika yang berkaitan dengan butir-butir soal yang telah dikembangkan dan dirumuskan; (3) lembar pengamatan keterlaksanaan diklat; (4) lembar pengamatan aktivitas trainee, dan (5) angket tanggapan trainee.

Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan alur pengembangan Plomp (1997), yakni mencakup tahap pengkajian awal (preliminary investigation

phase); perancangan (design phase); realisasi/konstruksi (realization/ construction

phase); validasi dan ujicoba (validation and tryout phase); dan implementasi

(18)

63 Langkah

Analisis: Kurikulum/silabus fisika; buku pegangan guru; PhET simulations; teori-teori miskonsepsi; dan hasil-hasil penelitian miskonsepsi kelistrikan dan kemagnetan;

Tahap b. Rancangan Kegiatan

Diklat (RKD) e. Angket Tanggapan Trainee

Tahap

Model diklat penanggulangan miskonsepsi guru fisika Gambar 3.2: Tahap operasional pengembangan model DPM-GF

Prototipe-1

Prototipe-2

(19)

64 Kegiatan pengembangan model DPM-GF ini mencakup prototyping stage dan assesment stage. Kegiatan pada prototyping stage mencakup pengkajian awal; perancangan; dan realisasi/konstruksi; sedangkan assesment stage mencakup kegiatan validasi, ujicoba, dan implementasi model. Implementasi model yang lebih luas tidak dilakukan sebagaimana yang dilakukan Plomp. Hal ini merupakan keterbatasan dalam penelitian ini, tetapi hasil-hasil penelitian atau pengembangan model ini sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mencapai tujuan penelitian ini, dan dapat disosialisasikan oleh trainee di sekolah masing-masing sebagai wujud pelaksanaan tahap implementasi yang lebih luas, dan antara tahap pengembangan dan penerapannya selalu bersesuaian dan saling melengkapi.

1. Prototyping Stage

a) Tahap Pengkajian Awal

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan yang diselidiki dan difokuskan pada kajian atau analisis (1) kurikulum/silabus fisika, (2) buku pegangan guru, (3) simulasi dari

Physics Education Technology (PhET) simulations dan web lain, dan (4) teori dan

hasil-hasil penelitian miskonsepsi pada topik kelistrikan dan kemagnetan. Dalam tahap ini dihasilkan data dan informasi tentang bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun draf awal model DPM-GF pada tahap perancangan.

1) Analisis kurikulum/silabus fisika

(20)

65 2) Analisis Buku Pegangan Guru

Analisis buku pegangan guru dilakukan untuk mengidentifikasi buku-buku yang sering digunakan oleh guru sebagai referensi pembelajaran dan lamanya buku-buku tersebut digunakan khususnya yang berkaitan dengan topik kelistrikan dan kemagnetan. Analisis dilakukan dengan mengobservasi langsung dan mewawancarai beberapa guru peserta forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

3) Analisis simulasi

Analisis simulasi dari PhET simulations dan web lain dilakukan dengan merinci dan mengumpulkan serta menetapkan jenis-jenis simulasi yang dapat digunakan untuk menanggulangi miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan berdasarkan butir-butir soal yang telah disusun.

4) Analisis Teori dan Hasil-hasil Penelitian Miskonsepsi

(21)

66 b) Tahap Perancangan

Tahap ini merupakan kegiatan yang menghubungkan tahap pengkajian awal dengan tahapan berikutnya, bertujuan untuk merancang prototipe model DPM-GF serta instrumen-instrumen diklat yang mendukung model tersebut. Instrumen diklat yang akan dirancang pada tahap ini adalah instrumen tes penjaringan miskonsepsi, rancangan kegiatan diklat (RKD) dan lembar kerja

trainee (LKT, lembar pengamatan keterlaksanaan diklat, angket tanggapan

trainee, dan lembar pengamatan aktivitas trainee.

1) Penyusunan Tes

Instrumen tes yang disusun adalah instrumen tes konseptual penjaringan miskonsepsi guru fisika SMP sesuai dengan silabus atau Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) fisika SMP. Penyusunan instrumen tes konseptual ini meliputi kegiatan penulisan butir-butir tes berdasarkan konsep-konsep fisika yang tercakup pada topik kelistrikan dan kemagnetan, kemudian dilajutkan dengan pembimbingan, validasi ahli, dan ujicoba.

2) Penyusunan RKD dan LKT

Penyusunan RKD dan LKT dilakukan berdasarkan setiap butir tes konseptual penjaringan miskonsepsi yang telah disusun. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setiap butir tes yang telah disusun diasumsikan

trainee dapat mengalami miskonsepsi. Penyusunan RKD dan LKT juga

meliputi kegiatan penulisan, pembimbingan, validasi ahli, dan ujicoba. Langkah-langkah penyusunan RKD dan LKT:

(22)

67 b) merumuskan dan mengembangkan materi RKD dan LKT sesuai dengan

butir-butir tes konseptual yang telah disusun c) menetapkan strategi pembelajaran dalam diklat d) menetapkan sarana dan sumber belajar

e) menentukan jenis kegiatan pada LKT

3) Pemilihan simulasi dari PhET Simulations dan Web Site lain

Dalam penelitian ini, peneliti tidak merancang dan mengembangkan program simulasi yang digunakan, tetapi menggunakan simulasi dari PhET

simulations dan web site lain yang telah dirancang dan dikembangkan oleh

orang lain, peneliti memilih simulasi dari PhET (Physics Education

Technology) simulations dan web site lain berdasarkan kebutuhan yaitu

disesuaikan dengan butir-butir tes konseptual yang telah disusun. Dalam hal ini, setiap butir tes konseptual yang disusun diupayakan memiliki simulasi yang diambil dari PhET simulation dan web site lain sehingga guru-guru fisika yang mengalami miskonsepsi pada butir tes konseptual tertentu dapat mempelajarinya dengan simulasi tersebut.

c) Tahap Realisasi/Konstruksi

(23)

68 2. Assesment Stage

a) Memvalidasi Model DPM-GF

Prototipe-1 yang dihasilkan setelah proses pembimbingan pada tahap realisasi/konstruksi disebut draf awal model, kemudian draf ini divalidasi oleh ahli dengan menggunakan instrumen lembar validasi untuk memperoleh tanggapan dan saran-saran perbaikan. Penilaian ahli (judgment experts) terhadap prototipe-1 (tes konseptual, RKD dan LKT), dilakukan oleh ahli pendidikan fisika untuk teknik, ahli pendidikan fisika, ahli fisika, dan ahli pengukuran dan evaluasi pendidikan fisika. Nama-nama penilai ahli, asal lembaga, dan bidang keahliannya dapat dilihat di Lampiran 3a.

Perbaikan instrumen tes konseptual, RKD dan LKT dilakukan berdasarkan saran-saran, tanggapan dan masukan dari validator untuk memperoleh prototipe-2 yang siap untuk diujicobakan pada trainee.

b) Melakukan Ujicoba (Tryout)

Dalam penelitian ini, ujicoba (tryout) model DPM-GF dilakukan sebanyak dua kali. Ujicoba I terhadap draf awal (prototipe-1) dilakukan untuk memperoleh data tanggapan dan masukan dari trainee dengan menggunakan angket tanggapan

trainee. Perbaikan instrumen tes konseptual, RKD dan LKT berdasarkan

(24)

69 hasil ujicoba II disebut draf final (prototipe akhir) instrumen tes, RKD dan LKT yang siap untuk dilakukan uji validasi model kepada trainee.

c) Implementasi Model DPM-GF

Ujicoba dan implementasi model dalam penelitian ini menggunakan

One-Group Pretest-Posttest Design (Cohen & Manion, 1994: 165; Sugiyono,

2006: 110). Dengan desain ini, guru IPA fisika peserta forum MGMP diberi

pretest untuk mengetahui apakah konsep yang dimiliki guru fisika pada topik

kelistrikan dan kemagnetan mengalami miskonsepsi, tidak paham konsep atau tidak. Selanjutnya, guru IPA fisika yang teridentifikasi miskonsepsi dan tidak paham konsep berdasarkan hasil pretest dan angka CRI (disebut trainee) diberi

treatment yakni mempelajari konsep dengan menggunakan simulasi komputer

dan lembar kerja trainee. Setelah treatment, dilakukan posttest untuk mengetahui apakah treatment yang diterapkan dapat menanggulangi miskonsepsi dan tidak paham konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan.

C. LOKASI, POPULASI, DAN SAMPEL PENELITIAN

(25)

70 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru-guru IPA fisika SMP di Gorontalo. Sampel penelitian pada ujicoba yang berjumlah 15 orang adalah guru-guru IPA fisika yang mangasuh mata pelajaran fisika dan telah berstatus miskonsepsi dan tidak paham konsep berdasarkan hasil pretest dan angka CRI yang diberikan; yang terdiri atas 7 orang pada ujicoba I dan 8 orang pada ujicoba II; serta sampel pada tahap implementasi yang merupakan uji validasi model DPMGF berjumlah 20 orang adalah guru-guru IPA fisika peserta forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang telah berstatus miskonsepsi dan tidak paham konsep berdasarkan hasil pretest dan angka CRI yang diberikan. Sampel penelitian ini dapat dilihat di Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Sampel Penelitian

No. Tahapan Konsep Pokok Jumlah Sampel

(26)

71 D. TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam suatu penelitian karena tujuan utamanya adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2006), dan untuk mendapatkan data diperlukan instrumen atau alat pengumpul data. Dalam penelitian ini, instrumen pengumpul data yang digunakan adalah tes pilihan ganda, RKD dan LKT, lembar pengamatan keterlaksanaan diklat, lembar pengamatan aktivitas trainee, dan angket tanggapan trainee. Tabel 3.3 menunjukkan teknik dan alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan pada setiap tahap penelitian.

Tabel 3.3.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data pada Setiap Tahap Penelitian

Tahap Data yang Diperlukan

Teknik

untuk menyusun draf awal Studi pustaka -

Guru fisika yang teridentifikasi

Kualitas Tes Penilaian ahli Lembar validasi

Kualitas RKD dan LKT Penilaian ahli Lembar validasi

Kualitas tanggapan trainee Penilaian trainee Angket

Uji Validasi Model

Kualitas keterlaksanaan diklat Penilaian

pengamat

Lembar pengamatan

Kualitas aktivitas trainee Penilaian

pengamat

Lembar pengamatan

Kualitas tanggapan trainee Penilaian trainee Angket

Penguasaan konsep Tes Tes konseptual

(27)

72 1) Tes

Tes yang telah disusun adalah tes konseptual bentuk pilihan ganda pada topik kelistrikan dan kemagnetan dengan empat pilihan jawaban (option) disertai angka CRI (Certainty of Response Index) dari 0 – 5. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pretest dan posttest ditujukan untuk mengidentifikasi miskonsepsi, tidak paham konsep, dan paham konsep yang dialami guru-guru fisika berdasarkan kecenderungan jawaban yang dipilih dan angka CRI yang diberikan pada setiap butir tes yang diujikan.

Berdasarkan tekhnik CRI pada kajian teori, terdapat empat kemungkinan kombinasi untuk menentukan apakah trainee mengalami miskonsepsi, tidak paham konsep, tahu konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan berdasarkan jawaban pada setiap butir tes yang diujikan dan angka CRI yang diberikan seperti ditunjukkan di Tabel 3.4.

Tabel 3.4:

Ketentuan untuk Setiap Trainee dan untuk Setiap Butir Tes yang Diberikan Didasarkan pada Kombinasi Jawaban Benar atau Salah

dan Tinggi Rendahnya CRI

Kriteria Jawaban CRI rendah (< 2,5) CRI tinggi (> 2,5) Benar tinggi berarti memahami konsep dengan baik

(28)

73 materi Fisika SMP pada lingkup konsep kelistrikan dan kemagnetan yang didefinisikan dan kebenaran konsep; validitas konstruksi yaitu kesesuaian butir-butir tes untuk mengungkap miskonsepsi, tidak paham konsep, dan paham konsep; dan validitas muka yaitu penilaian terhadap penampilan tes meliputi letak permasalahan di tiap butir tes, kalimat mudah dimengerti, efisiensi kalimat, dan relevansi pengecoh. Penilai ahli untuk keperluan validasi berasal dari ahli fisika, ahli pendidikan fisika dan ahli pengukuran dan evaluasi pendidikan fisika. Selain melakukan penilaian, para ahli juga melakukan koreksi pada lembar tes yang dinilainya jika diperlukan.

Kemudian sebelum tes diujicobakan kepada guru-guru IPA fisika, terlebih dahulu ditentukan apakah tes yang telah tervalidasi oleh ahli juga secara teoritis memiliki reliabilitas tinggi, daya pembeda yang baik, tingkat kemudahan yang layak, dan kualitas pengecoh yang baik. Untuk keperluan ini, tes diujicobakan kepada mahasiswa calon guru fisika yang telah memprogramkan matakuliah Fisika dasar dan matakuliah Listrik Magnet di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Gorontalo untuk mendapatkan gambaran tentang reliabilitas, daya pembeda, tingkat kemudahan, dan kualitas pengecoh dari tes tersebut. a) Reliabilitas Tes

(29)

74 dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2008). Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan menggunakan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya (Anastasi, 1988). Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok dalam Singaribun dan Effendi, 1995). Menurut Surapranata (2006), reliabilitas suatu skor adalah suatu hal yang sangat penting untuk menentukan apakah tes telah menyajikan pengukuran yang baik.

Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas ditentukan dengan menggunakan ANATES versi 4.0.2, Oktober 2003; dengan kriteria sangat tinggi: r > 0,8; tinggi: 0,6 < r ≤ 0,8; sedang: 0,4 < r ≤ 0,6; dan rendah r ≤ 0,4 (Surapranata, 2006).

b) Tingkat Kemudahan Butir Tes

Tingkat kemudahan butir tes merupakan perbandingan antara jumlah peserta tes yang menjawab benar dengan jumlah seluruh peserta tes Tingkat kemudahan butir tes dihitung dengan persamaan:

(Surapranata, 2006) dengan: p = proporsi menjawab benar atau tingkat kemudahan

B = jumlah testee yang menjawab benar suatu butir tes

JB = jumlah total testee

B

(30)

75 Kriteria tingkat kemudahan (p) yakni: p > 0,7 (mudah); 0,3 p ≤ 0,7 (sedang); dan p < 0,3 (sukar) (Surapranata, 2006). Tingkat kemudahan ditentukan dengan menggunakan ANATES versi 4.0.2; Oktober 2003.

c) Daya Pembeda

Soal yang baik jika dapat membedakan (discriminate) antara peserta tes yang mampu dengan peserta tes yang tidak mampu menjawab soal tersebut. Daya pembeda dinyatakan dengan indeks daya pembeda dan dihitung atas dasar kelompok atas (kelompok peserta tes berkemampuan tinggi yang ditunjukkan dengan peroleh skor tinggi) dan kelompok bawah (kelompok peserta tes berkemampuan rendah yang ditunjukkan dengan peroleh skor rendah). Indeks daya pembeda didefinisikan sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah dari suatu butir tes (Crocker dan Algina, 1986). Dari analisis ini dapat diketahui apakah suatu butir tes memiliki daya pembeda yang baik atau jelek. Indeks daya pembeda butir soal ditentukan dengan persamaan:

(Surapranata, 2006)

dengan: D = indeks daya pembeda butir soal

= jumlah testee yang menjawab benar pada kelompok atas = jumlah testee yang menjawab benar pada kelompok bawah N = jumlah peserta tes kelompok atas atau kelompok bawah.

N B A

D =

A

(31)

76 Soal dapat membedakan antara kelompok atas dan kelompok bawah jika D > 0,25. Indeks daya pembeda butir-butir tes ditentukan dengan menggunakan ANATES versi 4.0.2; Oktober 2003.

d) Kualitas Pengecoh

Daya pembeda suatu pengecoh ditentukan dengan menghitung selisih tingkat kemudahan antara kelompok atas dengan kelompok bawah yang menjawab pengecoh tersebut (Surapranata, 2006). Indeks daya pembeda pengecoh ditentukan melalui indeks daya pembeda butir soal.

Pengecoh akan berfungsi sebagaimana mestinya jika indeks daya pembedanya bernilai negatif artinya peserta tes yang tidak mampu cenderung memilih pengecoh (Surapranata, 2006). Penentuan kualitas pengecoh suatu butir tes dilakukan dengan bantuan ANATES versi 4.0.2; Oktober 2003.

(32)

77 2. RKD dan LKT

RKD dan LKT dikonstruksi berdasarkan butir-butir tes, dan ditujukan sebagai panduan trainee yang teridentifikasi miskonsepsi dan tidak paham konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan untuk mempelajari konsep tersebut dengan menggunakan simulasi komputer.

3. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Diklat

Lembar pengamatan ini ditujukan sebagai panduan pengamat untuk melakukan pengamatan dan penilaian tentang kualitas keterlaksanaan diklat (model DPMGF) bagi trainee yang telah teridentifikasi miskonsepsi dan tidak paham konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan. Format lembar pengamatan keterlaksanaan diklat dan rubriknya dapat dilihat di Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.

Tabel 3.5.

Format Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Diklat

No. Aspek Keterlaksanaan Diklat/Model DPM-GF Jumlah

Trainee

1. Brainstorming

2. Merumuskan tujuan pembelajaran

3. Mempelajari konsep dengan simulasi komputer 4. Mendiskusikan konsep-konsep yang masih meragukan 5. Refleksi/menilai proses belajarnya

Tabel 3.6.

Rubrik Kualitas Keterlaksanaan Diklat

No. Persentase

Trainee Kriteria

1. < 49 Aspek-aspek keterlaksanaan diklat terlaksana kurang baik 2. 50 – 64 Aspek-aspek keterlaksanaan diklat terlaksana baik

3. 65 – 80 Aspek-aspek keterlaksanaan diklat terlaksana cukup baik 4. 81 – 100 Aspek-aspek keterlaksanaan diklat terlaksana sangat baik

(33)

78 4. Lembar Pengamatan Aktivitas Trainee

Lembar pengamatan ini ditujukan sebagai pedoman pengamat untuk mengamati dan menilai trainee dari sisi aktivitasnya selama diklat. Hasil dari lembar pengamatan ini juga menentukan kualitas keterlaksanaan diklat. Format lembar pengamatan aktivitas trainee dan rubriknya dapat dilhat di Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.

Tabel 3.7.

Format Lembar Pengamatan Aktivitas Trainee

No. Aspek Aktivitas Trainee Jumlah

Trainee

1. Memperhatikan penjelasan atau instruksi 2. Mengoreksi instrumen tes

3. Menggunakan panduan LKT saat mempelajari konsep dengan bantuan simulasi komputer

4. Mengoreksi LKT

5. Mendiskusikan cara mengoperasikan simulasi sesuai LKT 6. Mencatat nama simulasi yang meragukan dapat meremediasi

miskonsepsi

7. Mendiskusikan konsep-konsep yang masih meragukan 8. Mencatat konsep yang dipelajari

Tabel 3.8.

Rubrik Kualitas Aktivitas Trainee No Persentase

Trainee

Kriteria

1. < 49 Aspek-aspek aktivitas trainee terlaksana kurang baik 2. 50 – 64 Aspek-aspek aktivitas trainee terlaksana baik

3. 65 – 80 Aspek-aspek aktivitas trainee terlaksana cukup baik 4. 81 – 100 Aspek-aspek aktivitas trainee terlaksana sangat baik

(34)

79 5. Angket Tanggapan Trainee

Angket ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang tanggapan trainee yang telah teridentifikasi miskonsepsi dan tidak paham konsep pada topik kelistrikan dan kemagnetan setelah treatment. Selain itu, angket ini ditujukan untuk mendapatkan saran-saran untuk perbaikan formulasi kalimat pada butir tes besarta pilihan jawabannya, dan arahan-arahan dalam LKT. Dalam angket ini, setiap trainee diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan angket dengan pilihan jawaban setuju (S) dan tidak setuju (TS). Format angket tanggapan trainee dan rubriknya dapat dilihat di Tabel 3.9 dan Tabel 3.10.

Tabel 3.9.

Format Angket Tanggapan Trainee

No. Pernyataan-Pernyataan Angket

Jumlah Trainee

S TS

1. Materi tes masih dalam cakupan kurikulum/silabus fisika SMP

2. Materi tes menyajikan konsep-konsep dasar kelistrikan dan kemagnetan

3. Kalimat pada setiap butir tes dan option-nya jelas dan mudah dipahami

4. Butir-butir tes dapat mengungkap miskonsepsi

5. RKD/LKT mencerminkan rencana pembelajaran orang dewasa

6. Materi LKT jelas dan mudah dipahami

7. Materi LKT berisi pemecahan butir-butir tes

8. Materi LKT memiliki unsur-unsur yang cukup lengkap dan berkualitas

9. Arahan dalam LKT dapat membantu memperjelas pemahaman konsep

10. Tampilan simulasi menarik dan mudah dioperasikan

11. Materi simulasi memvisualkan konsep-konsep yang invisibel pada topik

kelistrikan dan kemagnetan menjadi lebih konkrit

12. Belajar konsep dengan simulasi komputer menarik, menyenangkan, dan

baru bagiku

13. Belajar konsep dengan simulasi komputer dapat memperjelas pemahaman,

meningkatkan minat dan motivasi belajar serta penguasaan konsep

14. Belajar konsep dengan simulasi komputer dapat menanggulangi

miskonsepsi

15. Belajar konsep dengan simulasi komputer lebih unggul dibanding dengan

(35)

80 Tabel 3.10.

Rubrik Kualitas Pernyataan Angket

No Persentase Trainee Kriteria

1. 0 Tidak satupun trainee yang setuju

2. ≤ 25 Sebagian kecil trainee yang setuju 3. 26 – 49 Hampir separuhnya trainee yang setuju

4. 50 Separuhnya trainee yang setuju

5. 51 – 74 Sebagian besar trainee yang setuju 6. 75 – 99 Hampir seluruhnya trainee yang setuju

7. 100 Seluruh trainee setuju

(Hisyam, 2009; Surapranata (2006)

E. CARA ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yang ditujukan untuk mendiskripsikan data dari tes, pengamatan dan angket, dilakukan secara kualitatif dalam bentuk deskripsi informasi berdasarkan kriteria tertentu serta secara kuantitatif dalam bentuk persentase. Aspek yang diukur, data yang dihasilkan, dan cara analisis data disajikan di Tabel 3.11.

Tabel 3.11.

Pertanyaan Penelitian, Data, dan Cara Analisis Data

Aspek yang Diukur Data Cara Analisis

Data

Jumlah guru fisika yang teridentifikasi miskonsepsi pada topik kelistrikan dan kemagnetan

Hasil pengamatan aktivitas

trainee Persentase

Tanggapan trainee terhadap pelaksanaan model diklat

Hasil angket tanggapan

trainee Persentase

(36)

144 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil-hasil analisis data penelitian ini, maka kesimpulan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Perangkat model diklat penanggulangan miskonsepsi guru fisika pada topik kelistrikan dan kemagnetan melalui simulasi komputer (model DPM-GF) yang meliputi instrumen tes konseptual, rangcangan kegiatan diklat, lembar kerja

trainee memenuhi kriteria valid, reliabel dan layak digunakan.

2. Tahap-tahap pembelajaran model DPM-GF dengan simulasi komputer yang meliputi kegiatan orientasi, pelaksanaan simulasi, pemantapan, dan evaluasi terlaksana dengan baik selama proses pembelajaran dalam diklat.

3. Setelah treatment, 88% miskonsepsi pada 21 konsep berhasil ditanggulangi dengan baik oleh seluruh trainee, sedangkan miskonsepsi pada tiga konsep lainnya (12%) hanya berhasil ditanggulangi dengan baik oleh sebagian besar trainee.

4. Trainee menyatakan bahwa penerapan model DPM-GF cukup menarik,

(37)

145 B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka beberapa saran untuk meningkatkan mutu guru sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam oleh guru mengenai materi-materi fisika meliputi pemahaman dan penguasaan konsep terutama konsep yang bersifat invisible.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penanggulangan miskonsepsi bagi guru-guru fisika maupun calon guru yang minat utamanya adalah fisika, kimia, biologi, dan matematika dengan model pembelajaran simulasi komputer mengingat peran guru sebagai ujung tombak dan agen sentral pendidikan di tingkat sekolah dalam mencerdaskan bangsa harus memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap konsep-konsep fisika yang sesuai dengan pengertian para ahli fisika.

3. Para peneliti/pelaksana pembelajaran yang berminat menggunakan simulasi komputer harus mengembangkan program simulasi komputer yang lebih lengkap terutama pada materi-materi fisika yang bersifat invisible, misalnya program simulasi komputer mengenai arah gaya dan kuat medan listrik pada sebuah titik disekitar muatan sumber harus menyediakan pilihan muatan uji positif dan negatif.

C. REKOMENDASI

(38)

146 1. Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi setempat dapat mengadaptasi

atau mengadopsi model pembelajaran simulasi komputer melalui kegiatan pelatihan konten (subject matter).

2. Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan seyogyanya dapat membekali calon guru tentang pengetahuan mengembangkan program simulasi komputer. 3. Sekolah/guru-guru dapat menjadikan model DPM-GF sebagai rujukan dalam

(39)

147

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, Dj., dan Rasyidin, W. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Pedagogiana Press.

Anastasi, Anne. (1988). Psychological Testing, 6th Edition. New York: Mac Millan Publishing Company.

Arsyad, A. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Azizoglu, N. et.al. (2006). Undergraduate Pre-Service Teachers’ Understandings and Misconception of Phase Equilibriumn. Journal of Chemical Education. Volum 83 (6): 947-953

Bambang, S dan Lukman (2010). Teori Belajar Andragogi. (Online): Tersedia: http://mobilsemarang.net/?p=189 [30 Januari 2011]

Barkan, D & Hitchcock, R. (2001). Children’s Misconceptions about Electricity. Course: Science Theme House (Capstone).

Baser, M. (2006). Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Students’ Understanding of Heat and Temperature Concepts. (Online): Tersedia: http://www.educ.um.edu.mt/jmer [22 September 2007]

Belloni, M & Cristian, W. (2006). Physlets and Open Source Physics for Quantum Physics : Visualizing Quantum Physics, Revivals. Learning & Teaching Journal.

Billinger., Miller & Robler, A. (2006). Encouraging Creativity-Support of Mental Processes by Virtual Experience. Virtual Reality Word 1996. IDG Conferences & Seminar.

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Education Objectives, The Classification of Educational Goals. Hand Book 1: Cognitive Domain. USA: Longmann Inc. Bodner, G.M,. (1986). Constructivism: A Theory of Knowledge. Journal of

Chemical Education, Volume 63, No. 10.

Bossomair, T.R.J & Snyder, A.W. (2005). Complexity, Creativity and Computer. Complexity International Journal, (10).

(40)

148 Carin, A. A. (1997). Teaching Science Through Discovery, Seventh Edition. New

York : Macmillan Publishing Company.

Champagne, A.B, Gustone, R.F & Klopfer, I.E. (1982). A Perspective on the

Differences Between Expert and Novice Performance in Solving Physics Problems. Paper Presented at A Meeting of the Australian Science

Education Research Association, Sydney Australia.

Cohen, L & Manion, L,. (1994). Research Methods in Education, Fourth Edition. London and New York : Routledge

Corpuz, E.G & Rebello, N.S. (2006). Students’ Conceptual Development in the

Context of Microscopic Friction: A Case Study with Two Students.

Proceeding of the NARST 2006 Annual Meeting San Francisco, CA, United States.

Crocker, L & Algina, J. (1986). Introduction to classical and modern Test

Theory. New York : Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Demirci, N. (2003). Dealing with Misconceptions about Force and Motion

Concepts in Physics: A Study of using Web-Based Physics Program.

Journal of Hacetteoe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi 24 : 40-47. Demirci, N. & Cirkinoglu, A. (2004). Determining Students’ Preconceptions/

Misconceptions in Electricity and Magnetism. Journal of Turkish Science

Education, Volume 2, Issue 2, Desember 2004. (Online): Tersedia: http://www.tused.org [19 April 2008]

Depdiknas. (2004). Penyebaran Mutu Sekolah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Driver, R,. (1981). Pupils’ Alternative Frameworks in Science. European Journal of Science Education. Volume 66: 93-101.

Driver, R. & Easley, J. (1978) Pupils and Paradigms a Review of Literature

relatid to Concept Development in Adolescent Science Students, Studies in Science Education. New York : John Wiley & Sons.

Driver, R. & Erickson, G. (1983). Theories in Action: Some Theoretical and

(41)

149 Dupin & Jhosua. (1987). Conception of French Pupils Concerning electrict

circuit: Structure and Evolution. Journal of Research in Science Teaching,

Volume 24, No. 9.

Dykstra, D. et al. (1992). Studying Conceptual Change in Learning Physics. Science Education: John Wiley & Sons Inc.

Echols, John. M. & Shadily, Hassan. (1976). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Educational and Training Union (2000). Educationla and Training Guide. (Online): Tersedia: http://www.etu.org.za/toolbox/docs/building/ webtraining.htm. [19 Juni 2008]

Ellyns, S. (2009). Aplikasi Teknik Simulasi. Tersedia: http://ellyns.wordpress. com/2009/08/28/definisi-simulasi-2/. [30 Januari 2011]

Finkelstein, N.; Adams, W.K; Keller, C.J; Khol, P.B, K.K; Perkins, Podolefsky, N.S; Reid, S & LeMaster, R. (2006). When Learning about the Real Word

is Better Done Virtual: a Study of Substituting Computer Simulations for Laboratory Equipment. Phys. Rev. ST: Phys. Educ. Res. 1, 010103.

Gagne, R.M; Briggs, L.J; & Wager, W.W. (1988). Principle of Instruction

Design. New York: CBS College Publication.

Giancoli. D.C. (1998). Fisika, Jilid 2, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Gilbert, J.K.; Osborne, R. J. & Fensham, P.J.(1982). Childrem’s Science and Its

Consequences for Teaching. Journal of Science Education, Volume 66,

623-633.

Glynn, S.G. & Duit, R. (1995). Learning Science in the Schools: Research

Reforming Practice. New Jersey:Lawrence Erlbaum Associates.

Gonen, S. & Kocakaya, S. (2006). Physics Teachers’ Opinions on Physics Introductional Activities and The Content of Physics Textbooks. Journal of Turkish Science Education, 3. http://www.tused.org/internet/tused/archive/ V3/i1/text/tusedv3i1s7.pdf

Griffiths, A.K. et al. (1988). Remediation of Student-Specific Misconception

Relation to Three Science Concepts. Journal of Research in Science Teaching. Published by John Wiley & Sons, 25(9), 709-719.

(42)

150 Halim,A. & Ali, Md.M. (1993). Training and Professional Development.

(Online): Tersedia: http://www.fao.org/docrep [12 Juni 2008]

Halloun, I.A & Hestenes, D. (1985). The Initial Knowledge State of College

Physics Students. New York : American Journal of Physics.

Hamlen, K.R.(2009). Relationship Between Computer and Video Game Play and Creativity among Upper Elementary School Students. Journal Of Educational Computing Research.

Prior Knowledge and Conceptual Cgange Strategies on Science Learning.

Journal of Research in Science Teaching, Volume 20, No.8

Hikamawan, R. (2007). Andragogi, Pendidikan Untuk pendewasaan. (Online): Tersedia: http://pelajarislam.wordpress.com/2007/10/23/andragogi-pendidikan-untuk-pendewasaan/ [30 Januari 2011]

Hisyam, I. (2010). Statistik Terapan: Prinsip, Metode, dan Analisis Data. Makassar: Pusat Analisis Data Jurusan Matematika UNM.

Indrawati. (1997). Penggunaan Bridging Analogy untuk Remedi Beberapa

Konsep Fisika Siswa SMA. Tesis Magister (tidak dipublikasikan). Bandung:

Program Pascasarjana IKIP Bandung.

Ingerman, A., Cendriclinder., Marshall, D., & Booth,S. (2007). Learning and

Variation in Focus Among Physics Students When Using a Computer Simulation. Nordia Journal.

İpec, H & Çalık, M. (2008). Combining Different Conceptual Change Methods

within Four-Step Constructivist Teaching Model: A Sample Teaching of Series and Parallel Circuits. Iinternational Journal of Environmental &

Science Education Vol. 3, No. 3

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun. (2009). Models of Teaching, Eighth Edition. New York : Pearson Education, Inc.

Kadir, A dan Triwahyuni. (2003). Teknologi Informasi. Yogyakarta : Kanisius. Kikas, E. (2004). Teachers Conception and Misconception Concerning Three

(43)

151 Kim et al,. (2005). Correcting Misconception Using Unrealistic Virtual Reality

Simulation in Physics Education. Journal of Recent Research

Developments in Learning Technologies.

Kucukozer, H. & Kocakulah, S. (2007). Secondary Scholl Students’

Misconceptions about Simple Electric Circuits. Jounal of Turkish Science

Education, Volume 4, Issue 1, May 2007. (Online). Tersedia: http://www.tused.org.

Kuhn, Thomas S. (1970). The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: The University of Chicago Press.

Law, A.M & Kelton, W.D. (1991). Simulation Modeling and Analysis. Singapore: McGraw-Hill Inc.

Lawson, A.E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California : Wadsworth Publishing Company.

Lee, G et. al. (2003). Developmentof an Instrument for Measurement Cognitive

Conflict in Secondary-Level Science Classes. Journal of Research in

Science Teaching, Vol. 40, N0. 6, PP. 585-603.

Lejeune1, A; David, J.P; Martel, C; Michelet, S; dan Vezian, N. (2007). To set

up pedagogical experiments in a virtual lab: methodology and first results.

Conference ICL2007, September 26 -28, 2007, Villach : Austria.

Liliasari. (2007). Scientific Concepts and Gereric Science Skills Relationship in

the 21st Century Science Education. Makalah Seminar International

Pendidikan IPA. Bandung, 27 Oktober 2007.

Matlin, M.W & Geneseo, S. (2003). Cognition, Fifth Edition. John Wiley & Sons.

McKagan, S.B; Perkins, M., Dubson, C., Malley, S., Reid, R., LeMaster., & Wiemna, C.E. (2008). Developing and Researching PhET Simulation for

Teaching Quantum Mechanics. Physics Education Technology Journal.

Minium, E.W.; King, B.M.; and Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in

Psychology and Education, Third Edition. New York: John Wiley

& Sons. Inc.

Muller, D.A. & Sharma, M.D. (2007). Tackling Misconceptions in Introductory

Physics Using Multimedia Presentations. Symposium Presentation,

UniServe Science Teaching and Learning Research Proceedings. http//science.universe.edu.au/pubs/proc/2007/14.pdf.

(44)

152 Murray, T; Schultz, K; Brown, D; dan Clement, J. (1990). An Analogy-Based

Computer Tutor for Remediating Physics Misconceptions. Interactive

Learning Enviroments, Volume 1, 79-101. Environments, Volume 1, Issue 2 June 1990 pages 79 – 101

National Research Council. (1996). National Science Education Standard. Washington DC: National Academy Press.

Novak, J.D & Gowin, B. (1984). Learning How to Learn. Cambrige University Press.

Plomp, Tjeerd. (1997). Development Research in Educational Development. University of Los Angeles. Boston : Allyn & Bacon.

Posner, G, et al. (1982). Accommodation of a Scientific Conception: Towards a

Theory of Conceptual Change. Science Education, Volume 66: 221-227

Prasetyo, Z.K. (2001). Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Jakarta : Universitas Terbuka.

Priyansah, Y. (2009). Tujuan dan Manfaat Pelatihan. (Online): Tersedia: http://infointermedia.com/tag/definisi pelatihan [12 Oktober 2010]

Rae, L. (2005). Using Evaluation in Training and Development; Teknik Mengevaluasi Peltihan dan pengembangan. Jakarta : Gramedia.

Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Dilengkapi dengan Contoh Proposal (Usul Penelitian) dan Tesis. Bandung : Alfabeta.

Rutherford, F.J. & Ahlgren, A. (1990). Science For All Americans. New York: Oxford University Press.

Sadulloh, U. (2007). Konsep Dasar Pedagogik. Bandung : Cipta Utama.

Sarwanto, Hinduan, A. A, Rusli,A. (2008). Identification of Science

Misconception Through Process Skill Execise. Dalam Proceedings The 2nd

International Seminar on Science Education: Current Issues on Research and Teaching in Science Education. Saturday, October 18th 2008, 154-158. Bandung : Indonesia University of Education.

Shulman, L.S. (1991). Ways of Seeing, Ways of Knowing: Ways of of Teaching,

Ways of Learning about Teaching. Journal of Curriculum Studies, 23 (5),

393-395.

(45)

153 Simanek, Donald. E. (2007). Didaktikogenic Physics Misconceptions.

http://www.lhup.edu/~dsimanek/scenario/miscon.htm

Singaribun, M. dan Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES. Sisdiknas (1989). Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. (Online): Tersedia: http://www.bauk,undip.ac.id/ kepegawaian//dow...[15Nopember 2010]

Sisdiknas (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Online): Tersedia: http://www.inherent-dikti.net/ files/ sisdiknas.pdf [15Nopember 2010]

Slavin, R.E. (2009). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Edisi Kedelapan, Jilid 2. Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang.

Sopyan, A. (1993). Salah Konsepsi Fisika Ditinjau dari Perkembangan

Intelektual Siswa. Tesis Magister (tidak dipublikasikan). Bandung:

Program Pascasarjana IKIP Bandung.

Stavy, R. (1991). Using Analogy to OvercomeMisconceptions about

Conservation of Matter. Journal of Research in Science Teaching. New

York : John Wiley & Sons.

Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:P2LPTK.

Sudayat, R.I (2009). Pendidikan dan pelatihan. (Online): Tersedia: http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/Pendidikan dan Pelatihan [15Nopember 2010]

Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah Wawasan, Sejarah Perkembangan,

Falsafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suhandi, A; Sinaga, P; Kaniawati, I; Suhendi, E. (2008). Penggunaan Media Simulasi Virtual Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Meminimalkan Miskonsepsi; Laporan Penelitian Hibah Kompetitif UPI. Bandung : FPMIPA UPI

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

(46)

154 Sunarno, W. (1998). Model Remediasi Miskonsepsi Dinamika Menggunakan

Animasi Simulasi Dengan Komputer. Disertasi Doktor (tidak dipublikasikan). Bandung: Program Pascasarjana IKIP Bandung.

Suparno, P. (1998). Miskonsepsi (Konsep Alternatif) Siswa SMU dalam Bidang

Fisika. Yoyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Supriadi. (2006). Andragogi, Sebuah Konsep Teoritik. (Online): Tersedia: http://re.searchengines.com/0306supriadi.html [30 Januari 2011]

Surapranata, S. (2006). Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Thorley, N.R & Treagust, D,F. (1986). Conflict within Dyadic Interactions as a

Stimulant for Conceptual Change in Physics. International Journal of

Science Education.

Tipler, Paul A. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik, Jilid 2, Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Turkmen, H. & Usta, E. (2007). The Role of Learning Cycle Approach

Overcoming Misconceptions in Science. October 2007, Vol:15, No:2,

Kastamonu Education Journal, 491-500.

Van den Berg, E. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remediasinya. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana

Wahab, A.A,. (2002). Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas. Laporan Penelitian. Bandung: UPI

Wardhani, I G.A.K. (1999). Peningkatan Kualifikasi Guru dan Program Penyetaraan. Kumpulan Makalah Dalam Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Universitas Terbuka

Widodo, W. (1992). Pengaruh Konflik Kognitif Dalam Pengajaran Fisika

Dengan Metode Demonstrasi Terhadap Pemahaman Konsep-Konsep Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Pada Siswa SMA. Tesis Jurusan

Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Surabaya, tidak diterbitkan.

(47)

155 Wikipedia. (2010). Andragogi. (Online): Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/

Andragogi [30 Januari 2011]

Wilantara, I.P.E. (2003). Implementasi Model Belajar Konstruktivis Dalam

Pembelajaran Fisika Untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau Dari Penalaran Formal Siswa. Laporan Penelitian PPS IKIP Singaraja.

[Online], Tersedia: http//www.damandiri.or.id/file/ iputuekaikipsingbab4.pdf.

Gambar

Gambar 3.1: Paradigma Penelitian
Tabel 3.1. Tahap-tahap Model Pembelajaran Simulasi Komputer
Gambar 3.2: Tahap operasional pengembangan model DPM-GF
Tabel 3.2. Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, paragraf, atau kutipan teks yang berkaitan dengan majas dalam kumpulan cerpen Kompas 2015 Anak Ini mau

Bahwa Badan Lingkungan Hudup Provinsi Jawa Timur dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro dalam Pelaksanaan Program Kampung Iklim di Desa / Kelurahan

4.12 Rekapitulasi Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Pendekatan Pembentukan Konsep dengan Metode Refutational Text pada Materi Suhu dan Kalor .....

The County Administrative Boards' supervision of cross-border waste transport is followed up to some extent, mainly through the Swedish Environmental Protection Agency compiling

anggaran terhadap peran Dinas Kesehatan dan KPAD dalam penanggulangan HIV/AIDS, selain itu peran dan fungsi instansi lain juga diabaikan seperti BKKBN yang tercermin dari tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perbandingan peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir logis siswa pada materi suhu dan kalor

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kinerja keuangan yang terdiri dari Current Ratio, NPM, dan DER terhadap Kebijakan dividen perusahaan yang tercermin dalam rasio

MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia |