• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Pembiayaan HIV AIDS di Kota Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Persepsi Pemangku Kepentingan terhadap Pembiayaan HIV AIDS di Kota Pematangsiantar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) ditemukan dalam tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu (WHO, 2007). Penanggulangan HIV/AIDS merupakan agenda prioritas dalam Millenium Development Goals (MDGs), dan sesuai dengan hasil pertemuan KTT ASEAN ke-19 di bulan November 2011 dimanfaatkan untuk memobilisasi para Kepala Negara/Pemerintahan negara-negara ASEAN untuk menyatakan komitmennya terhadap tujuan ”an ASEAN with

Zero new HIV Infection, Zero Discrimination and Zero HIV Related Deaths” yang

diterjemahkan menjadi “Tidak ada infeksi baru, tidak ada diskriminasi, tidak ada kematian akibat AIDS” pada tahun 2015 (Kementrian Kesehatan RI, 2009).

(2)

Status epidemi HIV dan AIDS di Indonesia sudah dinyatakan pada tingkat

concentrated epidemic level oleh karena angka prevalensi kasus HIV dan AIDS di

kalangan sub populasi tertentu di atas 5%. Berdasarkan Laporan Depkes RI (2012) bahwa sejak pertama kali kasus HIV ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Maret 2012, terdapat 30.430 kasus AIDS dan 82.870 terinfeksi HIV di 33 propinsi di Indonesia.

Jumlah kasus HIV tertinggi adalah di DKI Jakarta sebanyak 20.126 kasus. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (46,0%,), dan rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki sebsar 71% dan perempuan sebesar 28%). Selama periode Januari hingga Maret 2012, persentase kasus tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (77%), penggunaan jarum suntik steril pada penasun (pengguna narkoba suntik) (8,5%), dari ibu (positif HIV) ke anak (5,1%) dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (2,7%). Jumlah kasus HIV pada usia dibawah 4 tahun tercatat 547 kasus, sedangkan usia 5 – 14 tahun berjumlah 242 kasus. Bahkan di Propinsi Papua dan Papua Barat status epidemi sudah memasuki tingkatan generalized epidemic level oleh karena prevalensi HIV pada masyarakat umum khususnya populasi 15-49 tahun sudah mencapai 2,4%. Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia terkonsentrasi pada populasi kunci, yang berasal dari dua cara penularan utama yaitu transmisi seksual dan penggunaan napza suntik.

(3)

asing). Kelompok masyarakat yang berpotensi punya risiko tinggi HIV adalah status donor darah (penerima transfusi darah, pendonor darah jika alat tidak steril), bayi dari ibu yang dinyatakan menderita AIDS (proses kehamilan, kelahiran dan pemberian ASI), pecandu narkotik (khususnya IDU, tindik dengan alat yang terpapar HIV/AIDS). Individu yang mempunyai banyak pasangan seks pramuria (di diskotik atau bar, dan panti pijat). Pola hubungan seks, status awal berhubungan seks, orang yang terpenjara, keluarga dengan penderita HIV/AIDS positif (pasangan penderita misal suami/istri) yang tidak menggunakan pelindung, pemakai alat suntik (pecinta tatto, tindik dengan alat terpapar HIV/AIDS ) sangat mungkin tertular HIV dan AIDS (Nyoman , 2006).

(4)

untuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) sendiri anggaran yang disediakan dalam APBN 2009 baru sebesar Rp 27,5 miliar.

Secara keseluruhan alokasi anggaran bagi penanggulangan HIV/AIDS saat ini masih sangat minim, sehingga berbagai upaya pencegahan dan pengobatan penderita HIV/AIDS seringkali tidak maksimal, seperti penyediaan obat anti retroviral untuk ODHA yang belum merata keseluruh daerah-daerah endemik (Sucipto, 2009).

Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang termasuk endemis HIV/AIDS yang ditandai dengan kecenderungan peningkatan kasus-kasus HIV/AIDS. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2012), tahun 2011 jumlah kasus HIV adalah sebanyak 605 kasus dan kasus AIDS sebanyak 361 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 216 kematian, artinya angka kematian akibat AIDS adalah sebesar 59%. Tahun 2012 hingga September 2012 jumlah kasus HIV meningkat menjadi 5.935 kasus, dan jumlah kasus AIDS sebanyak 515 kasus, dengan prevalensi rate sebesar 3,97 per 1.000 kasus.

(5)

peningkatan pengetahuan, maupun konseling (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2012),

Kota Pematangsiantar juga merupakan salah satu kota yang termasuk endemik HIV/AIDS dengan jumlah kasus AIDS sebanyak 14 kasus tahun 2011, kemudian meningkat menjadi 57 kasus yang terdiri dari 47 kasus HIV dan 10 kasus AIDS (90% terjadi pada laki-laki) pada tahun 2012. Upaya penanggulangan HIV/AIDS telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, dan KPAD Kota Pematangsiantar , dengan melakukan screening penyakit menular rutin per tiga bulan, dan memfungsikan klinik VCT untuk konseling dan pemberian anti retroviral. Namun upaya tersebut secara umum belum maksimal karena belum didukung oleh seluruh komponen pemerintah daerah, selain masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya AIDS.

(6)

Tabel 1.1. Alokasi Pembiayaan Penanggulangan HIV/AIDS di Kota KPAD Dinas Kesehatan LSM CBR

Foundation** 2009 16.037.646.500 30.000.000 0,19 Tidak Ada 0,00 256.147.459 2010 6.904.660.578 75.000.000 1,09 Tidak Ada 0,00 256.000.000 2011 1.272.845.700 100.000.000 7,86 Tidak Ada 0,00 72.740.000 2012 7.774.340.079 125.000.000 1,61 11.000.000 0,14 43.425.000 * APBD termasuk Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung serta Gaji

** Sumber lain di luar APBD Pemerintah untuk penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar, termasuk untuk Kabupaten Simalungun

(7)

Data-data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata persentase untuk penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar masih sangat rendah, yaitu hanya 2,31%. Selain itu untuk pembiayaan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun juga terdapat sumber dana lain, yaitu dari LSM CBR

(Community Based Rehabilitation) Foundation dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan

penanggulangan HIV/AIDS, yaitu sejak tahun 2008, yaitu sebesar Rp.31.962.500, kemudian meningkat menjadi Rp.256.147.459 di tahun 2009, dan tahun 2010 juga relatif sama jumlahnya pada tahun 2011 menurun menjadi Rp. 72.740.000,- dan kembali menurun menjadi Rp.43.425.000 pada tahun 2013.

Alokasi anggaran meningkat pada tahun 2009 dan 2010, karena adanya peningkatan penemuan kasus HIV/AIDS, dan demikian juga dengan alokasi pembiayaan bersumber dana APBD untuk Dinas Kesehatan khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS pada tahun 2012 sudah dialokasikan, karena jumlah kasus HIV/AIDS semakin meningkat tajam dari 14 kasus tahun 2011 menjadi 57 kasus pada tahun 2012. Hal ini juga didukung oleh adanya masukan dari pihak LSM dan masyarakat terhadap pentingnya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar.

(8)

penggunaan anggaran untuk kebutuhan logistik dalam program penanggulangan HIV/AIDS.

Berdasarkan alokasi anggaran penanggulangan HIV/AIDS untuk Dinas Kesehatan tahun 2012, yaitu hanya Rp. 11.000.000, dengan alokasi anggaran diperuntukkan pada sosialisasi dan mengaktifkan kembali kelompok kerja program HIV/AIDS di Dinas Kesehatan dan melakukan screening infeksi menular seksual. Keadaan ini mencerminkan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar tidak didukung oleh alokasi anggaran yang sesuai dalam penanggulangan HIV/AIDS. Sementara kasus-kasus HIV/AIDS cenderung meningkat setiap tahunnya, karena Kota Pematangsiantar merupakan daerah yang mempunyai risiko terhadap penularan HIV/AIDS dimana kota Pematangsiantar terletak ditengah-tengah Kabupaten Simalungun yang mempunyai lokalisasi.

(9)

keseluruhan tugasnya berorientasi pada keberhasilan program penanggulangan HIV/AIDS.

Keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar perlu didasari dari kesamaan visi dan misi serta tujuan dari program yang telah direncanakan dengan melibatkan seluruh komponen dalam penanggulangan HIV/AIDS. Wujud nyata dari komitmen bersama harus berdasarkan kesamaan persepsi. Salah satu diantaranya adalah dukungan anggaran yang sesuai untuk mengakomodir kegiatan-kegiatan penanggulangan HIV/AIDS. Menurut Rahmat (2005) persepsi merupakan suatu pandangan tentang pengalaman terhadap obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan terhadap kegiatan yang dilakukan petugas, artinya jika pandangan pemangku kepentingan terhadap upaya pembiayaan dan penanggulangan HIV/AIDS yang tidak selaras, maka akan berimplikasi terhadap keberhasilan program secara keseluruhan.

(10)

Perbedaan persepsi pemangku kepentingan dalam penanggulangan HIV/AIDS dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program HIV/AIDS. Hal ini dapat terjadi karena secara organisatoris kewenangan penanggulangan HIV/AIDS sudah menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan KPAD, sehingga unsur pemangku kepentingan lainnya cenderung tidak mempunyai kewenangan untuk pelaksanaan kegiatan. Padahal unsur-unsur tersebut seperti Bappeda, LSM, dan tokoh masyarakat sangat berperan dan menjadi katalisator dalam keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS.

Salah satu bentuk tidak sinkronnya persepsi terhadap kebutuhan anggaran dalam penanggulangan HIV/AIDS, adalah adanya ketidaksesuaian antara jumlah anggaran yang direncanakan sebelumnya dengan peruntukan anggaran dalam penanggulangan HIV/AIDS. Penelitian Sucipto (2009), menyimpulkan dari hasil penelusuran dokumen program dan anggaran di enam kementerian/lembaga ternyata hampir semuanya bersifat diskriminatif karena alokasi anggaran terbesar (82%) digunakan untuk pencegahan, sementara hak-hak untuk berobat dan mendapatkan perawatan dan pelayanan bagi kelompok terinfeksi terabaikan. Selain itu, semua program hanya digunakan untuk pencegahan yang diakibatkan dari narkoba dan jarum suntik, dan belium menyentuh pencegahan yang diakibatkan hubungan seks. Akibatnya perlindungan dan pembinaan bagi kelompok rentan HIV/AIDS karena hubungan seks (pekerja seks, waria dan homoseksual) tidak ter-cover.

(11)

anggaran terhadap peran Dinas Kesehatan dan KPAD dalam penanggulangan HIV/AIDS, selain itu peran dan fungsi instansi lain juga diabaikan seperti BKKBN yang tercermin dari tidak adanya alokasi anggaran khusus bagi BKKBN dalam penanggulangan HIV/AIDS, sementara BKKBN adalah bagian dari pemangku kepentingan dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar .

Berdasarkan hasil survei awal peneliti tanggal 02 Maret 2013 melalui wawancara dengan Penanggung Jawab program Penyakit Menular Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa ada kecenderungan perencanaan kebutuhan biaya untuk penanggulangan HIV/AIDS tidak melibatkan bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) secara utuh, hanya dimintakan usulan anggaran saja, tetapi tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan rapat akhir penentuan anggaran yang diusulkan, kemudian pada pelaksanan anggaran yang telah disediakan, penanggung jawab kegiatan cenderung hanya dibebankan pada penyiapan laporan keuangan saja, sedangkan evaluasi pelaksanaan kegiatan cenderung tidak dilakukan. Selain itu menurut kepala Bappeda Kota Pematangsiantar, alokasi anggaran untuk bidang kesehatan maupun bidang lain tidak sesuai dengan proporsi yang diharapkan, karena adanya batasan-batasan pagu anggaran, apalagi untuk kegiatan penanggulangan HIV/AIDS. Keadaan di atas mendeksprisikan bahwa ada kecenderungan pemangku kepentingan belum secara utuh dilibatkan dalam hal perencanaan penanggulangan HIV/AIDS.

(12)

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pemangku kepentingan terhadap pembiayaan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis persepsi pemangku kepentingan terhadap pembiayaan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, menjadi masukan untuk perencanaan anggaran dalam program penanggulangan HIV/AIDS pada tahun anggaran berikutnya dengan memperhatikan skala prioritas kebutuhan anggaran, dan berdasarkan fakta dan data (evidence based), sehingga anggaran dapat digunakan tepat sasaran dan efisien.

2. Bagi Komisi Penanggulangan AIDS (KPAD) Kota Pematangsiantar, dapat menjadi masukan dalam merumuskan rencana anggaran dan sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar.

Gambar

Tabel 1.1. Alokasi Pembiayaan Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Pematangsiantar Tahun 2008-2012

Referensi

Dokumen terkait

This is to certify that the present thesis entitled"Waheed Akhtar Ki Adabi Khidmat ka Tanqeedi Jaiza", has been accomplished by Mr. Asrar Ahmad under my supervision

kuis interaktif merupakan perangkat lunak yang khusus didesain untuk meningkatkan hasil belajar dengan membuat latihan soal dan di sajikan

Adanya metode activity based costing maka akan dapat digunakan dalam menentukan tarif jasa inap dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi pada GreenSA Inn

Dengan perkembangan fungsi komputer tersebut, penulis melihat bahwa suatu materi pelajaran dapat ditampilkan dalam bentuk animasi dan modul interaktif yang dapat meningkatkan

Verfikasi lewat logika melalui data dan penemuan lewat logika, merupakan sebuah cara yang digunakan untuk sebuah pengamatan dari penelitian.. empirisme logis

Pidgin juga merupakan sebuah bahasa yang muncul sebagai hasil interaksi antara dua kelompok yang berbicara dengan bahasa yang berbeda dan tidak mengerti apa yang dibicarakan satu

This type of error belongs to false concept hypothesized , it is because most of them have wrong concept understanding of pronoun, and in Bahasa indonesia there is no specific