DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Idetifikasi Masalah ...10
C. Rumusan Masalah ...10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...11
E. Lokasi dan Subjek Penelitian ...13
BAB II KONSEP PENDIDIKAN NILAI CATUR GATRA MELALUI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) A. Nilai-Nilai Catur Gatra ...15
B. Hakikat Kewirausahaan ...25
1. Pengertian Kewirausahaan ...25
2. Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan ...31
4. Perilaku Kewirausahaan ...40
C. Hakikat Pendidikan Nilai ...44
1. Pendidikan dan Pembelajaran ...44
2. Pengertian Nilai ……….. 49
3. Nilai dalam Pendidikan ...54
4. Hakikat dan Landasan Pendidikan Nilai ...60
5. Prose Pembentukan Nilai ……… 68
6. Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Nasional ...70
7. Pendidikan Nilai di Lingkungan Sekolah ... 72
8. Implementasi Pendidikan Nilai di Lingkungan Sekolah ...89
9. Strategi Pembelajaran Pendidikan Nilai di Sekolah ... 99
10.Kurikulum Pendidikan Nilai di Sekolah ... 102
11.Target Sasaran Pendidikan Nilai di Sekolah ...104
12.Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Nilai ...104
D. Model dan Karakteristik Pembelajaran di SMK ...112
E. Hubungan Pendidikan Umum dengan Pembelajaran di SMK SPP. ... 115
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 120
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 125
1. Metode Penelitian ... 125
2. Sumber dan Jenis Data ... 126
C. Subjek Penelitian ……… 135
D. Kisi-kisi Penelitian ………. 136
E. Teknik Pengumpulan Data ………... 137
1. Teknik Observasi ...137
2. Teknik Wawancara ...140
3. Teknik Dokumentasi ...142
4. Teknik Studi Pustaka ...142
5. Tahapan-Tahapan Penelitian ...143
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...156
B. Hasil Penelitian ... 161
C. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 217
D. Pengembangan Model... 299
E. Pandangan Teori Sibernetika ………. 313
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 317
B. Saran-Saran ... 320
DAFTAR PUSTAKA ...322
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..……… 328
DAFTAR TABEF
No Judul Tabel Hlm
2.1 Ciri-Ciri dan Watak Kewirausahaan 21
2.2 Materi Esensial IPA dan Matematika 94
2.2 Materi Esensial IPS dan Humaniora 96
2.4 Materi Esensial PAI 97
2.5 Langkah-Langkah Pendekatan Analisis Nilai 108 2.6 Langkah-Langkah Pendekatan Klarifikasi Nilai 109
2.1 Kisi-Kisi Penelitian 127
2.2 Sepuluh Strategi Kombinasi untuk Memperkaya Validitas Data Penelitian (McMillan dan Schumacher, 2001)
152
4.1 Perkembangan Sekolah Pertanian di Kabupaten Sumedang Jawa Barat
156
4.2 Program Studi di SMK SPP Tanjungsari Sumedang Jawa Barat 157
4.2 Tenaga Pendidik 159
4.4 Tenaga Non Pendidik 159
4.5 Jumlah Peserta Ujian dengan Jumlah Kelulusan Peserta Didik yang Melanjutkan dan Bekerja
160
4.6 Prestasi Peserta Didik Non Akademik Dalam Empat Tahun Terakhir
160
4.8 Model Pendidikan Rajin dan Tekun 182
4.9 Model Pendidikan Bekerjasama 191
4.10 Model Pendidikan Pembaharuan 202
4.11 Perbandingan Model Pendidikan Nilai Catur Gatra 202 4.12 SK, KD dan Pengembangan Materi Kewirausahaan Kelas X 206 4.12 Matrikulasi Komponen Pembelajaran Kewirausahaan di SMK
SPP Tanjungsari
208
4.14 Hasil Penelitian tentang Nilai Catur Gatra sebelum dan sesudah perlakuan
214
4.15 Matriks Pendidikan Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Hlm
2.1 Model Proses Kewirausahaan 29
2.1 Desain Penelitian 129
2.2 Alur Analisis dan Interpretasi Data Kualitatif 149 4.1 Model Pendidikan Nilai Berbasis Catur Gatra (budi pekerti
luhur, kerajinan dan ketekunan, kerjasama, serta pembaharu) di SMK SPP Tanjungsari
162
4.2 Model Pendidikan Nilai Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan dalam Dimensi Kelas
208
4.2
4.5 4.6
Model Pendidikan Nilai Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan dalam Tiga Dimensi
Lingkaran dinamis dialektis pendidikan karakter (Koesoema, 2007:217) Kerangka Karakter Terpadu (Sulhan:2010:8)
209
275
286
4.4 Model Pengembangan Proses Pembelajaran Nilai Catur Gatra melalui Mata Pelajaran Kewirausahaan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam hubungan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat,
pendidikan mengemban tiga sifat penting. Sukmadinata (1997: 30)
mengungkapkan bahwa ketiga sifat tersebut yaitu: pertama, pendidikan
mengandung dan memberikan pertimbangan nilai, yang diarahkan pada
pengembangan pribadi anak, agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan
diharapkan masyarakat. Kedua, pendidikan diarahkan kepada kehidupan dalam
masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh
masyarakat tempat pendidikan berlangsung.
Dalam perkembangan persaingan global yang semakin ketat, eksistensi
individu, masyarakat ataupun organisasi akan ditentukan oleh kepemilikan
keunggulan daya saing yang berkesinambungan (sustained competitive
advantage). Hanya dengan sumberdaya manusia yang unggul dan mempunyai
daya saing tinggi, suatu masyarakat ataupun organisasi dapat memprediksi,
mengantisipasi dan mengendalikan setiap perubahan kearah yang diharapkan.
Penguasaan faktor-faktor produksi seperti tanah, modal, dan tenaga kerja tidak
bisa dijadikan sebagai satu-satunya kekuatan untuk mempertahankan eksistensi di
arena pasar bebas.
Perkembangan situasi global yang sangan pesat telah mempengaruhi
negara-negara maju dan berkembang. Menyikapi akselerasi globak yang sangat
(Sumberdaya Manusia) agar tidak larut dalam gelombang perubahan global
(Setiady, 2007:12)
Dalam konteks tata kelola pemerintahan, faktor internal penggerak
perubaan yakni pemberlakuan otonomi daerah, sudah membawa perubahan pada
tatanan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik, hal
tersebut menuntut perubahan terhadap beberapa aspek yang diantaranya
pelayanan, kemandirian, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Komponen
yang paling menentukan keberhasilan otonomi daerah dengan segala tuntutan
yang dihadapinya tiada lain adalah kualitas sumberdaya manusia.
Potensi Sumber daya manusia telah membuahkan fenomena globalisasi
yang menunjukan banyak perubahan. Di satu sisi perubahan itu berdampak
positif, yaitu berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan
kemudahan kegiatan manusia. Namun pada sisi lain hal itu berdampak negatif
terhadap perilaku manusia, seperti terjadinya benturan-benturan nilai kehidupan
yang tidak terelakan bahkan telah menyeret manusia pada krisis multi dimensi
diantaranya dampak ”dunia tanpa batas” Bordeless World Power and Strategy in
the Interlinked Economy (Ohmae: 1991)
Dalam konteks sumberdaya manusia bidang pertanian, terdapat empat
pilar yang harus diperhatikan yaitu petani, petugas/pejabat struktural, pejabat
fungsional dan stakeholders. Kondisi dan permasalahan sumberdaya manusia
pertanian dicirikan oleh tingkat pendidikan dan produktivitas yang rendah.
Berdasarkan tingkat pendidikan, komposisi tenaga kerja sektor pertanian
Indonesia meliputi SD 83%, SLTP 12%, SLTA 5%, dan perguruan tinggi kurang
oleh lulusan SLTA (65%); sedangkan dilihat dari sebaran lokasi administrasi,
aparatur pertanian di pusat berjumlah 62%, di provinsi 20% dan di kabupaten
18%. Tingkat pendidikan petani di Indonesia sekitar 87% berlatar belakang SD
(Badan Pengembangan SDM Pertanian,2006).
Dalam konteks pendidikan nasional, Peraturan Pemerintah (PP)
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 26 ayat 3 butir (3) mengemukakan bahwa Standar Kompetensi Lulusan
pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Akhir dari proses pendidikan kemampuan peserta didik memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap,
pengembangan kecerdasan atau intelektual. Ketiga aspek inilah (kecerdasan, sikap
dan keterampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.
(Sumarni; 2009)
Tampaknya pelaksanaan pendidikan belum sesuai dengan harapan
diatas. Para guru disekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata
pelajaran yang diberikannya, seakan-akan mata pelajaran yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini bisa terjadi karena selama ini belum ada pedoman yang bisa
dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung. Seperti
juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun
Nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No.19 Tahun 2005 Bab
1 Pasal 1)
Semakin tingginya kasus amoral / asusila yang terjadi di indonesia,
mulai dari korupsi, kolusi, penggunaan narkoba, sampai dengan tawuran antar
sekolah, MBA (married by accident), dan berbagai kasus lainya merupakan
fenomena sosial yang mengundang keprihatinan. Dalam kondisi seperti ini, dunia
pendidikan menjadi sorotan, Pendidikan dinayatakan telah gagal mencetak
generasi yang cerdas secara intelegensi, emosional dan spiritual. (zuriah;2007)
Salah satu masalah yang dihadapi pendidikan adalah masalah lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas
diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut
memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Akhirnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka
pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, W 2006:1)
Pengembangan sumberdaya manusia pertanian melalui SMK SPP dapat
terlaksana dan sesuai dengan tujuan dalam PP di atas, jika setiap komponen dan
fungsi organisasi baik di pusat maupun di daerah memandang upaya
pengembangan sumberdaya manusia bukan sebagai unsur penunjang, melainkan
merupakan bagian integral dari masing-masing fungsi organisasi (integrative
lingkages). Sumberdaya manusia pertanian menyangkut sekitar 39,5 juta tenaga
kerja pertanian yang terdiri atas petani dan petugas, serta jutaan stakeholders
segmen sumberdaya manusia pertanian. Masalah utama sumberdaya manusia
pertanian diantaranya menyangkut tingkat pendidikan rendah, produktivitas
rendah dan sebaran yang tidak merata. Untuk itu, diperlukan acuan yang menjadi
kebijakan makro pengembangan sumberdaya manusia pertanian, baik di pusat
maupun di daerah.
Memajukan inovasi dalam pembangunan pertanian mungkin tak tercapai
dalam waktu lima tahun, perlu satu generasi lagi. Di sini diperlukan kebesaran
hati para pemimpin untuk tidak bervisi jangka pendek, tapi jauh strategis ke depan
sebagai negarawan. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian
Kementrian Pertanian Republik Indonesia yang diberi mandat oleh pemerintah
untuk mengembangkan sumberdaya manusia pertanian telah menyusun kebijakan
dimaksud. Hal tersebut dituangkan dalam Grand Design Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian untuk sepuluh tahun kedepan (Badan
Pengembangan SDM Pertanian, 2006). Grand Design tersebut diharapkan
mampu mengantisipasi perubahan, tantangan, kebutuhan perkembangan
teknologi, aspirasi yang berkembang dan dinamika pembangunan dimasa depan,
serta isu global yang menjadi komitmen Kementrian Pertanian. Dengan adanya
Grand Design yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi, diharapkan tercapainya
harmonisasi, koordinasi, sinergi dan efisiensi pengembangan sumberdaya manusia
pertanian.
Berdasarkan grand design tersebut, sumberdaya manusia pertanian
Indonesia dibangun dan dikembangkan diatas empat landasan filosofis yang
disebut “Catur Gatra”, yaitu;
2. Rajin dan tekun (diligent);
3. Mampu bekerjasama (cooperative); dan
4. Bersifat pembaharu (innovative)
Catur Gatra tersebut merupakan ciri utama dari sosok manusia pertanian
Indonesia. Dalam rangka mengimplementasikan pengembangan sumberdaya
pertanian tersebut, dicanangkan empat strategi utama, yaitu;
1. Meningkatkan daya saing sumberdaya manusia pertanian;
2. Membangun sistem pengembangan sumberdaya manusia pertanian;
3. Mengoptimalkan fungsi kelembagaan pengembangan sumberdaya manusia
pertanian, dan;
4. Mengembangkan piranti lunak dan piranti keras perangkat pengembangan
sumberdaya manusia pertanian.
SMK SPP sebagai salah satu entitas penting dalam upaya mengembangkan
sumberdaya pertanian, belum memberikan kontribusinya secara optimal. Hal
tersebut terbukti dengan masih banyaknya lulusan SMK SPP saat ini yang hanya
dapat bekerja atau dipekerjakan di dunia usaha atau industri tertentu dan belum
mampu menyediakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri (berwirausaha). Jika
hal ini terus berlangsung bukan tidak mungkin pada masa yang akan datang
terjadi ledakan tenaga kerja terdidik lulusan SMK SPP yang tidak memperoleh
kesempatan kerja. Dengan kata lain melonjaknya pengangguran terdidik di sektor
pertanian.
Masih banyak adanya alumni SMK SPP Tanjungsari setelah lulus sekolah
bekerja tidak dalam dunia pertanian lagi, walaupun mereka telah didik diberikan
membekali siswa kelak setelah lulus sekolah. Tingkat kehadiran rata-rata peserta
didik pada SMK SPP Tanjungsari masih berkisar 95%, juga tingkat keterlibatan
siswa dalam mengikuti kegiatan pengembangan pribadi hanya mencapai 10%
saja, padahal kegiatan pembentukan kepribadian melalui kegiatan ekstra kulikuler
sangat penting bagi pembentukan karakter siswa terhadap pembentukan sosok
manusia pertanian.
Dengan demikian, tuntutan dan tantangan kedepan dalam konteks
pembangunan sumberdaya manusia pertanian adalah bagaimana membentuk
sumberdaya manusia pertanian yang memiliki sikap mental wirausaha
(kewirausahaan), berkepribadian catur gatra, serta memiliki karakter sebagaimana
disebutkan dalam bunyi tujuan dan fungsi pendidikan nasional (UU No 20 tahun
2003 bab II pasal 3).
Proses pendidikan dengan orientasi kepada pembentukan karakter lulusan
yang memiliki keterpaduan antara kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, serta mengikuti pendidikan lebih lanjut
menjadi tantangan bagi para pengelola SMK SPP dewasa ini.
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengembangkan
kajian lebih lanjut tentang upaya pembinaan sumberdaya manusia pertanian di
lingkungan SMK SPP yang berbasis kepada pendidikan nilai, khususnya
nilai-nilai catur gatra yang menjadi identitas sumberdaya pertanian Indonesia
sebagaimana ditegaskan dalam grand design pengembangan sumberdaya manusia
pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia melalui pelajaran
Sikap mental kewirausahaan seperti kemandirian, kepemimpinan,
keteladanan, kedisiplinan, dan kerja keras merupakan sesuatu yang wajib
terintegrasi dalam pribadi sumberdaya pertanian Indonesia. Demikian halnya
dengan serangkaian karakter yang ditegaskan dalam rumusan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3).
Core value sumberdaya pertanian Indonesia yang terformulasikan dalam
konsep catur gatra, yaitu; berbudi pekerti luhur (morale); rajin dan tekun
(diligent); mampu bekerjasama (cooperative); dan bersifat pembaharuan
(innovative), juga hendaknya terejawantahkan dalam kurikulum dan model
pembelajaran yang dikembangkan di lingkungan SMK-SPP. Dalam konteks
pembelajaran di sekolah menengah kejuruan, mata pelajaran kewirausahaan
merupakan mata pelajaran yang paling beririsan dengan empat nilai utama catur
gatra tersebut. Mata pelajaran kewirausahaan bertujuan agar peserta didik dapat
mengaktualisasikan diri dalam perilaku wirausaha. Isi mata pelajaran
kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai fenomena empiris
yang terjadi di lingkungan peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, peserta
didik dituntut lebih aktif untuk mempelajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang
terjadi di lingkungannya. Pembelajaran kewirausahaan dapat menghasilkan
perilaku wirausaha dan jiwa kepemimpinan, yang sangat terkait dengan cara
mengelola usaha untuk membekali peserta didik agar dapat berusaha secara
mandiri. Ruang lingkup mata pelajaran Kewirausahaan di SMK SPP Tanjungsari,
meliputi sikap dan perilaku wirausaha;Kepemimpinan dan perilaku prestatif;
Solusi masalah; Pembuatan keputusan. Namun demikian, berbagai fenomena
ketimpangan antara Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran
kewirausahaan khususnya dan kualifikasi lulusan SMK SPP secara umum sebagai
sumberdaya pertanian harapan bangsa yang diharapkan dengan yang terjadi.
Dari hasil observasi lapangan diperoleh data bahwa penjamin mutu
internal lembaga sekolah belum ada. Kehadiran Guru sebagai tenaga pengajar
90% dari yang dijadwalkan. Angka putus sekolah masih ada sekitar 5% dari
jumlah peserta didik yang ada. Prestasi calon peserta didik sebagian besar adalah
menengah kebawah. Dalam kegiatan proses belajar mengajar tampak beberapa
kasus yang penulis tangkap mengenai perilaku peserta didik seperti, didalam hand
phone terdapat video dan gambar porno, pada proses belajar yaitu, peserta didik
ketahuan keluar kelas sebelum jam belajar selesai, masi ada peserta didik pada
waktu tes tertulis yang mencontek, hasil akhir pembelajaran peserta didik dalam
mata ajar kewirausahaan yang belum maksimal dalam penugasan individu dan
kelompok baik itu dari intrakulikuler atau pun ektrakulikuler yang mendukung.
Sehingga apabila hal tersebut masi tampak terjadi didalam pendidikan maka
tujuan catur gatra tidak akan terwujud sebagaimana yang diharapkan.
Beberapa masalah tersebut seharusnya bukan dijadikan wacana perdebatan
untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab,
namun harus menjadi bahan pemikiran untuk mencari solusi tepat sebagai upaya
cerdas dalam sistem pendidikan. Pentingnya diangkat kembali pendidikan nilai
catur gatra yang diajarkan di SMK SPP harus menjadi perhatian, lalu apa dan
bagaimana system pembelajaran nilai catur gatra ini, khususnya melalui pelajaran
Hal tersebut yang akan menjadi titik tolak pengkajian atau fokus penelitian
dalam penelitian ini, tepatnya seperti apa sesungguhnya model pembelajaran
berbasis nilai-nilai catur gatra yang dipraktikan di lingkungan SMK SPP selama
ini dan seperti apa proses pembelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di
lingkungan SMK SPP, serta model pengembangan seperti apa yang dapat menjadi
alternatif bagi para stakeholder pendidikan SMK SPP dalam
mengimplementasikan model pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra
sehingga dihasilkan lulusan SMK SPP yang sesuai dengan tuntutan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dan memiliki kepribadian utuh.
B. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang akan muncul dari paparan diatas dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, diketahui belum ada
pengembangan model pendidikan nilai catur gatra yang melibatkan peserta
didik, pengajar dan lembaga pendidikan;
b. Fakta dilapangan ditemukan bahwa, nilai-nilai catur gatra belum tampak
mengintegrasi terhadap pelajaran kewirausahaan;
c. Diperlukan peningkatan pembelajaran untuk mengarah kepada nilai-nilai
catur gatra baik itu dari bahan yang diajarkan dan tenaga didiknya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
1. Bagaimana Nilai catur gatra sebelum pembelajaran kewirausahaan yang
dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang?
2. Bagaimana nilai catur gatra pada peserta didik dalam mempelajari
kewirausahaan?
3. Bagaimana proses penerapan nilai catur gatra melalui pembelajaran
kewirausahaan yang dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten
Sumedang?
4. Bagaimana Model Pengembangan yang dapat menjadi alternatif dalam
mempraktikan pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran
kewirausahaan di lingkungan SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah model
pengembangan tentang implementasi pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra
di lingkungan SMK SPP dalam upaya membentuk sumberdaya pertanian. Adapun
secara khusus penelelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis:
1. Model pembelajaran berbasis catur gatra yang dipraktikan di SMK SPP
Tanjungsari Kabupaten Sumedang;
2. Proses pendidikan nilai catur gatra yang dipraktikan oleh peserta didik;
3. Proses pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan yang
dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang;
4. Model pengembangan yang dapat menjadi alternatif dalam mempraktikan
pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan di
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan
praktis bagi dunia pendidikan dalam membina dan mengembangkan pendidikan
nilai di lingkungan persekolahan, khususnya di SMK SPP. Secara rinci penelitian
ini diharapkan bermanfaat:
1. Secara khusus dapat memberikan gambaran tentang kondisi objektif proses
pembelajaran berbasis nilai catur gatra pada mata pelajaran kewirausahaan
yang dipraktikan di SMK SPP serta menjadi rujukan para praktisi pendidikan
di lingkungan sekolah dalam melakukan proses pembelajaran berbasis nilai
catur gatra.
2. Pada tataran teoretis dapat memberikan kontribusi dalam mengkonstruk model
pembelajaran nilai catur gatra di institusi persekolahan, baik dalam pembinaan
kematangan budi pekerti luhur, penanaman nilai rajin dan tekun (diligent),
bekerjasama (cooperative), serta bersifat pembaharuan (innovative) sebagai
identitas sumberdaya manusia pertanian Indonesia.
3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan dunia pendidikan pada umumnya
dan pendidikan secara institusional pada khususnya sebagai sebuah
kelembagaan pendidikan yang memiliki peranan strategis dalam melakukan
proses pembelajaran nilai moral pada generasi muda bangsa.
4. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para stakeholder pendidikan,
khususnya pemegang kebijakan di lingkungan SMK SPP dalam merumuskan
program yang lebih tepat demi optimalnya proses pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
5. Dapat dijadikan penelitian awal dan rujukan ilmiah untuk mengembangkan
E. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMK SPP Tanjungsari, dalam hal ini
penulis memilih sekolah yang ditunjukan diantaranya : berdasarkan surat ijin
penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang,
nomor 070/334-Litbang/Bapp/2010, tanggal 5 Oktober 2010
Dalam penelitian ini, subjek penelitian lebih ditekankan kepada sumber
data yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelian. Sumber
data yang dipilih tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pendidikan nilai-nilai catur gatra dan bentuk program pembinaan serta
pengembangan pendidikannya bagi siswa SMK-SPP.
Untuk mencapai tujuan penelitian, ditetapkan subjek penelitian secara
purposive mengikuti alur proses penelitian dengan tetap mengacu kepada tujuan
penelitian sebagai garis panduan. Adapun subjek penelitian yang dijadikan
sumber data terdiri atas guru mata pelajaran kewirausahaan, kepala sekolah,
tenaga kependidikan, siswa/i, alumni, dan komite sekolah di SMK-SPP
TanjungsariKabupaten Sumedang.
Dipilihnya SMK-SPP Tanjungsari didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. SMK-SPP Tanjungsari berstatus akreditas Negeri berdasarkan SK
Departemen Pertanian RI No. DI.210/282/IV/2002 tanggal 24 April 2002;
2. SMK-SPP Tanjungsari merupakan Pembina Koordinator SMK-SPP Wilayah
Binaan se Jawa Barat;
3. SMK-SPP Tanjungsari memiliki Program magang bagi siswa berprestasi di
4. Sesuai dengan tuntutan di lapangan, para siswa diberikan keterampilan
wirausaha yaitu melalui praktik wirausaha yang dilakukan secara perorangan
maupun kelompok. Praktik diarahkan untuk melakukan pengumpulan
informasi pasar, penentuan jenis usaha, penyusunan rencana usaha, serta
pelaksanaan usaha dan penyusunan laporan.
5. Keberadaannya di daerah dengan jumlah siswa yang memadai.
125
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, merupakan
metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu
atau sekelompok orang yang di anggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya - upaya penting,
seperti mengajukan pertanyaan - pertanyaan dan prosedur - prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara
induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan
makna data. (Creswell,2007)
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
kebanyakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode
Grounded theory merupakan strategi penelitian yang didalamnya peneliti
”memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu proses, aksi atau interaksi
tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini
mengharuskan peneliti untuk menjalani sejumlah tahap pengumpulan data dan
penyaringan kategori-kategori atas informasi yang diperolah (Charmaz,2006;
Straus dan Corbin,1990,1998). Rancangan ini memiliki dua karakteristik utama,
yaitu (1) perbandingkan yang konstan antara data dan kategori-kategori yang
126 kelompok-kelompok yang berbeda untuk memaksimalkan kesamaan dan
perbedaan informasi
Oleh karena metode yang digunakannya metode deskriptif dengan variasi
metode studi kasus, maka dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis yang
dirumuskan di awal untuk diuji kebenarannya. Hal ini sesuai dengan yang
dungkapkan oleh Arikunto (1998:245) bahwa pada umumnya penelitian deskriptif
merupakan penelitian non hipotesis. Kalaupun dalam perjalannnya terdapat
hipotesis, ia mencuat sebagai bagian dari upaya untuk membangun dan
mengembangkan teori berdasarkan data lapangan (grounded theory).
Pendekatan kualitatif interaktif sengaja dipilih karena penulis menganggap
bahwa karakteristiknya sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus
penelitian. Alwasilah (2006:104-107) sejalan dengan pemikiran Guba dan Lincoln
mengungkapkan bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif yaitu; Latar
alamiah; Manusia sebagai instrumen; Pemanfaatan pengetahuan non-proporsional;
Metode-metode kualitatif; Sampel purposif; Analisis data secara induktif; Teori
dilandaskan pada data di lapangan; Desain penelitian mencuat secara alamiah;
Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; Cara pelaporan kasus; Interpretasi
idiografik; Aplikasi tentatif; Batas penelitian ditentukan fokus; Keterpercayaan
dengan kriteria khusus.
2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data utama dalam konteks penelitian ini adalah kata-kata dan
tindakan yang dilakukan oleh warga SMK SPP Tanjungsari Sumedang Jawa
127 subjek penelitian. Selain itu, dimanfaatkan pula berbagai dokumen resmi yang
mendukung seperti Laporan Analisis Konteks SMK SPP Tanjungsari, Dokumen I
Kurikulum SMK SPP Tanjungsari, Dokumen II SMK SPP Tanjungsari, dan grand
design pengembangan sumberdaya pertanian dari Kementrian Pertanian. Hal
tersebut merujuk kepada ungkapan Moleong (2007:157-158) yang sejalan dengan
pemikiran Lofland dan Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen, sumber data tertulis lainnya, foto, dan statistik.
Sementara sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi
data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek penelitian yaitu
guru mata pelajaran kewirausahaan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga
Kependidikan, dan Siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai
dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian
dan mendukung data primer. Secara rinci sumberdata yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
a. Pernyataan langsung dari sumber primer berupa kata-kata yang digali melalui
wawancara, pernyataan tertulis melalui angket terbuka, karya tulis buku atau
makalah dari subjek penelitian.
b. Tindakan, diperoleh dari pengambilan keputusan, pelaksanaan tugas dan
lain-lain yang dapat dikumpulkan melalui observasi dan partisipasi, tindakan
tersebut berkaitan dengan proses pembelajaran nilai-nilai catur gatra, sesuai
128 c. Dokumen, berupa bahan tertulis atau gambar, seperti photo data statistik,
catatan pribadi, bahan pameran dan lain-lain, dalam penelitian ini yang
berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran nilai-nilai catur
gatra yang telah dan sedang serta perencanaan untuk masa depan;
d. Peristiwa atau situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian
dalam perencanaan dan peningkatan kualitas nilai-nilai catur gatra. Sesuai
dengan harapan Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementrian
Pertanian.
Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan
berperanserta (observasi) merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar dan bertanya peneliti terhadap subyek penelitian di SMK SPP
Tanjungsari Sumedang. Hal tersebut dilakukan secara sadar dan terarah karena
memang direncanakan oleh peneliti. Terarah karena memang dari berbagai
macam informasi yang tersedia tidak seluruhnya akan digali oleh peneliti.
Senantiasa bertujuan karena peneliti memiliki seperangkat tujuan penelitian yang
diharapkan dicapai untuk memecahkan sejumlah masalah penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, jumlah subjek penelitian lebih ditekankan
kepada sumber data yang dapat memberikan informasi yang sesuai denga tujuan
penelian. Sumberdata yang dipilih dalam studi ini seperti dikemukakan oleh
Lefland (Moleong, 1989:122) yaitu sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata dari tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
129
FOKUS PENELITIAN
SUBJEK PENELITIAN
• Peserta Didik • Pendidik/Guru • Tenaga Kependidikan • Kepala Sekolah • Komite Sekolah
WAWANCARA, OBSERVASI, STUDI DOKUMENTASI, STUDI PUSTAKA DATA ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA MODEL PENDIDIKAN BERBASIS NILAI CATUR GATRA PADA
MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI
SMK SPP TANJUNGSARI
MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BEBASIS NILAI CATUR GATRA MELALUI MATA
PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN UJI VALIDITAS, OBJEKTIFITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL
Rancangan penelitian yang dikembangkan dapat di gambarkan sebagai
[image:25.595.119.510.183.753.2]berikut:
130
B. Konsep Dalam Penelitian 1. Pengembangan Model
Pengembangan adalah upaya atau usaha yang disengaja agar sesuatu
menjadi lebih maju atau sempurna dari sebelumnya, baik kuantitas maupun
kualitas. (popon; 2009)
Elias MA (dalam Hasan, 2001;47) mengemukakan : “a model is a
representation is a real or a planned system” artinya model merupakan
pencerminan, penggambaran system yang ntara atau direncanakan. Model
merupakan sebuah bentuk konstruksi yang dapat berwujud konsep atau maket
yang menggambarkan secara lengkap sebuah pemikiran atau gambaran bentuk
fisik sebuah benda dalam skala yang lebih kecil.
Murdick & Ross (1982:500) menyatakan model merupakan abstraksi
realitas, suatu “penghampiran” kenyataan, sebab model tidak menceritakan
perincian atau detail perencanaan tersebut, melainkan hanya porsi atau
bagian-bagian tertentu yang penting saja, atau yang merupakan sosok kunci atau pokok
(Key Features). Model dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang ideal dan sangat
wajar untuk ditiru. Dalam konteks penelitian ini, model yang dimaksud adalah
model pendidikan nilai catur gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan di
lingkungan Sekolah Menengah Kejuuran (SMK) Sekolah Pembangunan Pertanian
(SPP).
Produk akhir dari penelitian ini adalah berupa model pengembangan
sebagai alternatif dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis nilai catur
131
2. Pembelajaran Nilai
Pembelajaran menurut Hamalik (1995:57) adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru, dan tenaga
lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film,
audio, serta video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruangan kelas,
perlengkapan audio visual, dan komputer. Sementara prosedur terdiri atas jadwal
dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Sementara Djahiri (2007:1) mengartikan pembelajaran secara programatik
dan prosedural. Secara programatik pembelajaran dimaknai seperangkat
komponen rancangan pelajaran yang memuat hasil pilihan dan ramuan profesional
perancang/guru untuk dibelajarkan kepada peserta didiknya. Rancangan ini
meliputi 5 komponen (M3SE) yakni; (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode
atau kegiatan belajar-mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber
sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian perolehan belajar. Secara prosedural,
pembelajaran adalah proses interaksi/interadiasi antara kegiatan belajar siswa
(KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan
belajarnya (learning environment).
Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran nilai dalam konteks
penelitian ini adalah proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri
peserta didik di lingkungan SMK SPP yang melibatkan seluruh komponen
belajar-132 mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola
Evaluasi atau penilaian perolehan belajar di persekolahan. Pembelajaran nilai
dapat diartikan juga sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan
mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan
hidupnya. Pembelajaran nilai tidak hanya merupakan program khusus yang
diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan
program pendidikan yang dipraktikan di lingkungan SMK SPP.
3. Nilai-Nilai Catur Gatra
Grand design pengembangan sumberdaya manusia pertanian yang
dikeluarkan Kementrian Pertanianmenegaskan bahwa catur gatra merupakan ciri
utama dari sosok manusia pertanian Indonesia. Sumberdaya manusia pertanian
Indonesia dibangun dan dikembangkan diatas empat landasan filosofis yang
disebut “Catur Gatra” meliputi; Berbudi pekerti luhur (morale); Rajin dan tekun
(diligent); Mampu bekerjasama (cooperative); dan Bersifat pembaharuan
(innovative).
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes
pada penelitian kuantitatif, adapun instrument utama (key instrument) dalam
penelitian adalah peneliti itu sendiri, maksudnya bahwa peneliti langsung menjadi
pengamat dan pembaca situasi pembudayaan nilai moral yang berlangsung di
SMK SPP Tanjungsari Sumedang.
Peneliti sebagai pengamat dimaksudkan bahwa peneliti tidak sekedar melihat
133 terhadap situasi tersebut. Sebagai pengamat, peneliti berperanserta dalam
kehidupan sehari-hari subjek penelitian pada setiap situasi yang diinginkan untuk
dapat dipahami. Sedangkan yang dimaksud peneliti sebagai pembaca situasi
adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam
situasi tersebut, selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.
Moleong (2007:169-172) mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia sebagai
instrumen mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Responsif. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan
terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia
bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya
responsif terhadap tanda-tanda, tetapi ia juga menyediakan tanda-tanda
kepada orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya dimaksudkan
untuk secara sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha
memahaminya. Ia responsif karena ia berusaha memahaminya. Ia responsif
karena menyadari perlunya merasakan dimensi-dimensi konteks dan
berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi ekplisit.
2. Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas
dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.
Manusia sebagai peneliti dapat melakukan tugas pengumpulan data
sekaligus.
3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan
imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu
134 memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riel,
benar dan mempunyai arti. Pandangan yang menekankan keutuhan ini
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memandang konteksnya
dimana ada dunia nyata bagi subjek dan responden dan juga memberikan
suasana, keadaan dan perasaan tertentu. Peneliti berkepentingan dengan
konteks dalam keadaan utuh untuk setiap kesempatan.
4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki
oleh peneliti sebelum melakukan penelitian menjadi dasar-dasar yang
membimbingnya dalam melakukan penelitian. Dalam prakteknya, peneliti
memperluas dan meningkatkan pengetahuannya berdasarkan
pengalaman-pengalaman praktisnya. Kemampuan memperluas pengetahuannya juga
diperoleh melalui praktek pengalaman lapangan dengan jalan memperluas
kesadaran terhadap situasi sampai pada dirinya terwujud
keinginan-keinginan tak sadar melebihi pengetahuan yang ada dalam dirinya, sehingga
pengumpulan data dalam proses penelitian menjadi lebih dalam dan lebih
kaya.
5. Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada diri manusia
sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya seteleh diperolehnya,
menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya,
merumuskan hipotesis kerja sewaktu berada di lapangan, dan mengetes
hipotesis kerja itu pada respondennya. Hal demikian akan membawa peneliti
untuk mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih mendalam lagi
135
6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan.
Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya, yaitu
kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek
atau responden. Sering hal ini terjadi apabila informasi yang diberikan oleh
subjek sudah berubah, secepatnya peneliti akan mengetahuinya, kemudian ia
berusaha menggali lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan
itu. Kemampuan lainnya yang ada pada peneliti adalah kemampuan
mengikhtisarkan informasi yang begitu banyak diceritakan oleh responden
dalam wawancara. Kemampuan mengikhtisarkan itu digunakannya ketika
suatu wawancara berlanngsung.
7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan
idiosinkratik. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk
menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan
semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi.
Kemampuan peneliti bukan menghindari melainkan justru mencari dan
berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan demikian tidak ada
tandingannya dalam penelitian mana pun dan sangat bermanfaat bagi
penemuan ilmu pengetahuan baru.
C. Subjek Penelitian
Dalam konteks penelitian ini, secara umum penelitian ditujukan kepada
semua pihak yang terlibat dalam praktik pembalajaran nilai catur gatra melalui
mata pelajaran kewirausahaan di lingkungan SMK SPP Tanjungsari. Sedangkan
136 oleh SMK SPP Tanjungsari Sumedang. Dengan demikian, satuan kajian dalam
konteks penelitian ini adalah warga sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru
mata pelajaran kewirausahaan, tenaga kependidikan, komite sekolah, siswa. Atas
dasar pertimbangan tersebut, maka ditetapkan kelompok-kelompok subjek
penelitian sebagai berikut :
1. Peserta didik SMK SPP Tanjungsari kelas X, program keahlian Tanaman
Pangan dan Hortikutura;
2. Guru pengajar mata pelajaran Kewirausahaan;
3. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum;
4. Tata Usaha;
5. Kepala Sekolah;
6. Komite Sekolah;
7. Pengelola Perpustakaan;
Subjek penelitian ini sekaligus menjadi sampel penelitian, yang akan
dikembangkan secara purposive yaitu disesuaikan dengan tujuan, kemudian
jumlah dan jenis yang dikembangkan secara snowball sampling hingga
mencapai titik jenuh (S.Nasution, 2003;32)
D. Kisi-Kisi Penelitian
Proses pengumpulan data penelitian ini, mengacu pada kisi-kisi penelitian
137
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Penelitian
KISI-KISI PENGUMPULAN DATA
! " # $ % &" " " ' " ( ) (
( "" $ *+
, ( % &" " - " , & . /$ # $ % " "
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan empat teknik
yakni observasi/pengamatan berperanserta, wawancara, dokumentasi dan studi
pustaka.
1. Teknik Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan sistematis dan terencana
yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan
reliabilitasnya. Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan adalah
observasi sambil partisipasi atau disebut juga pengamatan berperanserta,
maksudnya peneliti mengamati sekaligus ikut serta dalam kegiatan yang
138 hal ini Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran Kewirausahaan, Tenaga
Kependidikan, Komite Sekolah, Siswa, dan Alumni tidak sepenuhnya artinya
dalam batas tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan
antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang
yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan responden.
Selain sambil partisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka,
artinya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey
terhadap responden dan kehadiran peneliti ditengah-tengah responden atas ijin
responden. Seperti dalam melakukan observasi kelas, peneliti meminta ijin
dan membuat janji waktu yang tepat dengan pendidik kelas sehingga proses
pengamatan atas sepengetahuan pendidik bersangkutan.
Terdapat beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini pengamatan
dimanfaatkan sebesar-besarnya. Moleong (2007: 174-175) sejalan dengan
pendapat Guba dan Lincoln memberikan sejumlah alasan sebagai berikut:
a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.
Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu
kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya
peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena ia hendak
memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut; jalan yang
ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung
139 b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang
langsung diperoleh dari data.
d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang
dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi
karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya
jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi
peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk
mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan
pengamatan.
e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin
memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat
menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk
perilaku yang kompleks.
f. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.
Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena
yang ditemukan dan sesampainya di rumah (pada malam hari) catatan yang
140 yang dibagi menjadi dua bagian, yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif.
Selanjutnya, dalam rangka mengkonfirmasi dan menindaklanjuti
temuan-temuan pada saat observasi yang sudah dituangkan ke dalam catatan lapangan,
maka peneliti selanjutnya melakukan proses wawancara terhadap kepala
sekolah, guru mata pelajaran kewirausahaan, tenaga kependidikan, komite
sekolah, siswa, dan alumni yang sudah direncanakan sebelumnya.
2. Teknik Wawancara
Dengan wawancara diharapkan dapat menjaring sejumlah data verbal
mengenai persepsi informan maupun responden tentang dunia empirik yang
mereka hadapi. Pemikiran, tanggapan, maupun pandangan yang
diverbalisasikan akan lebih mudah dipahami oleh peneliti dibandingkan
dengan bahasa (ekspresi) tubuh. Oleh karena itu, menurut Nasution (1996:69)
teknik pengamatan saja tidak cukup memadai dalam melakukan suatu
penelitian. Wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth interview)
dengan tetap berpegang pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan.
Hal ini dilakukan agar arah percakapan tidak terlalu menyimpang dari data
yang digali, juga untuk menghidari terjadinya bias penelitian. Untuk
mendapatkan validitas informasi maka pada saat wawancara berlangsung,
peneliti berusaha membina hubungan baik dengan cara menciptakan iklim
saling menghargai, saling mempercayai, saling memberi dan menerima.
Menurut Alwasilah (2006:195) yang sejalan dengan pendapat Lincoln
dan Guba bahwa terdapat lima langkah penting dalam melakukan wawancara,
141 a. Menentukan siapa yang akan diinterviu;
b. Menyiapkan bahan-bahan interviu;
c. Langkah-langkah pendahuluan;
d. Mengatur kecepatan menginterviu dan mengupayakan agar tetap
produktif;
e. Mengakhiri interviu.
Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Alwasilah di
atas, langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan siapa yang
akan di wawancara, hal ini dilaksanakan setelah dilakukan observasi
pendahuluan di sekitar lingkungan SMK SPP Tanjungsari.
Setelah orang yang akan diwawancara jelas, selanjutnya peneliti
menyusun pedoman wawancara sebagai kompas dalam praktik wawancara
agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian. Dalam praktiknya, pertanyaan
terlontar secara sitematis sesuai dengan pedoman, namun tidak jarang
ditambahkan beberapa pertanyaan tambahan atas fenomena baru yang
mencuat. Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah, hasil
observasi dan hasil wawancara sebelumnya. Sementara ruang lingkup
pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai
(lihat lampiran).
Dalam penelitian ini, teknik wawancara dilakukan untuk melengkapi
data-data hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap subyek penelitian
yang dalam hal ini kepala sekolah, guru mata pelajaran kewirausahaan, tenaga
142 dilaksanakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yakni
wawancara yang dilakukan untuk menanyakan permasalahan-permasalahan
seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas data atau informasi
yang tidak jelas pada saat observasi/pengamatan berperanserta.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data
karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Di samping itu Nasution
(1996:86) mengungkapkan bahwa dokumen dapat memberikan latar belakang
yang luas mengenai pokok penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk
mengecek kesesuaian data. Dokumen dapat dipandang sebagai info yang dapat
membantu dalam menganalisis dan menginterpretasi data.
Dalam konteks penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk
mengetahui dokumen tentang bagaimana proses pembelajaran nilai catur gatra
di SMK SPP Tanjungsari Sumedang sebelum penelitian dilaksanakan.
Dokumen diperoleh dari kepala sekolah, guru mata pelajaran, komite sekolah,
tenaga kependidikan, pembina ekstrakurikuler, siswa dan alumni.
4. Teknik Studi Pustaka
Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari
berbagai literatur yang berhubungan dengan pendidikan umum, pendidikan
nilai-moral, pendidikan pada sekolah dasar, strategi belajar mengajar,
143 Dalam memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji
referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan Universitas Pendidikan Indonseia
(UPI), perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI,
perpustakaan SMK SPP Tanjungsari Sumedang, perpustakaan pribadi penulis,
internet, majalah, koran dan sumber lainnya.
5. Tahapan-Tahapan Penelitian
Tahapa-tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini merujuk kepada tiga
tahapan penelitian kualitatif yang disarankan Nasution (2003 : 33). Ketiga tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahap orientasi, tahap ini diperlukan untuk mempertajam pemaknaan peneliti terhadap informasi yang dapat membantu dalam pemecahan masalah,
termasuk wawancara pendahuluan. Informasi yang diperoleh dianalisis untuk
menemukan hal-hal yang bersifat ekstrim, menarik perhatian dan berguna
dalam penelitian. Moleong (1999:85) menyebut tahap ini sebagai tahap
pralapangan. Tahap ini pada dasarnya merupakan orientasi lapangan, peneliti
berusaha menjajagi hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik, untuk kemudian mencoba menghubungkannya dengan
masalah penelitian sebagaimana telah digambarkan oleh peneliti. Secara
umum terdapat beberapa hal pokok yang dilakukan pada tahap ini, yakni
menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus izin,
menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, dan
menyiapkan peralatan penelitian. Tahap ini pun sekaligus menjadi landasan
144 tahap ini, penelitian melakukan diskusi informal dengan beberapa warga
sekolah, khususnya dengan kepala sekolah beberapa pendidik yang ada di
sekolah.
b. Tahapan eksplorasi, diperlukan untuk mempertajam fokus penelitian. Observasi dipusatkan pada hal-hal yang relevan dan fokus penelitian,
demikian halnya untuk kegiatan wawancara lebih ditujukan kepada responden
yang benar-benar kompoten; Moleong (1999:85) menyebutnya sebagai tahap
pekerjana lapangan. Tahap ini disebut juga tahap eksplorasi karena pada
tahap ini peneliti mulai menggali informasi/data secara intensif sesuai dengan
teknik pengumpulan data yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada tahap ini
peneliti mulai melibatkan diri pada latar penelitian (setting) dan membina
hubungan baik dengan anggota sistem sosial bersangkutan.
Peneliti mencoba untuk memahami latar penelitian, mengembangkan
hubungan yang akrab dengan responden, mempelajari bahasa responden,
memetakan peranan, serta berperanserta sambil mengumpulkan data. Secara
lebih rinci, berikut fokus utama yang menjadi sasaran pada tahap kedua ini:
1) Menggali apakah warga sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru mata
pelajaran kewirausahaan mengetahui dan memahami nila-nilai catur gatra
sebagaimana yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya
Pertanian Kementrian Pertanian.
2) Meneropong implementasi model pembelajaran berbasis nilai-nilai catur
gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan yang dikembangkan di SMK
145 3) Mengumpulkan data empiris yang dapat mendukung upaya perumusan
model pengembangan pembelajaran berbasis nilai catur gatra yang dapat
dipraktikan di lingkungan SMK SPP.
c. Tahap “member check” dimana data terkumpul baik melalui pengamatan maupun wawancara, dianalisis kemudian dibagikan kepada responden yang
bersangkutan untuk dibaca dan dinilai sesuai dengan informasi yang
diberikan masing-masing. Tujuan “member check” ialah agar responden
dapat mengecek kebenaran data lapangan yang disusun peneliti sesuai dengan
data yang diberikannya.
Setelah tiga tahapan di atas terlewati, selanjutnya dilakukan pengolahan
dan analisis data hasil penelitian. Dalam praktiknya dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kategorisasi dan Kodifikasi.
Pada tahap ini data yang telah terkumpul ditulis dalam bentuk kartu data,
kemudian dikategorisasikan dengan pembubuhan kode, tentunya pengkodean
dengan pembubuhan kode dan disesuaikan dengan pedoman kode yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Kategori dan kodefikasi data ini diperlukan untuk
memudahkan dalam interprestasi dan verifikasi data selanjutnya (Alwasilah,
2003:160);
2) Reduksi Data
Pada tahap ini data yang terkumpul dari lapangan setelah di kategorisasikan
kemudian dikodefikasikan dalam bentuk laporan yang rinci, kemudian
146 penting. Data yang tidak relevan dengan hal-hal penting menurut penelitian ini
direduksi dan dieleminir untuk disisih dari proses pengolahan selanjutnya;
3) Display dan Klasifikasi Data
Tahap ini untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu, maka akan dilakukan klasifikasi dengan menggunakan berbagai
matriks. Dengan berbagai matriks dibuat, paling tidak dapat membantu
peneliti untuk memudahkan dalam melihat temuan penelitian secara holistik;
4) Analisis dan Interpretasi Data.
Proses analisis dan interpretasi data dilakukan oleh peneliti baik di lokasi
maupun di luar lokasi penelitian. Sekumpulan data hasil wawancara dan
pengamatan yang bersifat abstrak dan fenomenologis langsung dianalisis dan
diinterpretasikan dengan mengkodifikasi dan mengklasifikasi data kasus
perkasus. Adapun khusus data-data yang dijaring melalui studi dokumentasi
dianalisis di luar lokasi penelitian.
Proses analisis data dalam studi ini dimulai dengan menelaah seluruh data
yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil wawancara, pengamatan, maupun
dari studi dokumentasi. Data-data tersebut sudah tentu masih berupa
tumpukan data mentah yang tidak mungkin untuk ditransfer secara langsung
ke dalam laporan penelitian. Tumpukan data tersebut diramu menjadi catatan
lapangan yang didalamnya dikelompokkan menjadi catatan deskpriptif dan
catatan reflektif.
Proses pembuatan catatan lapangan memerhatikan hal-hal yang
147 a) Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar
penelitian dengan jalan menuliskan hanya kata-kata kunci pada buku-nota.
b) Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal.
Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada
gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.
c) Apabila waktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada
yang belum dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, dan hal itu
dimasukkan.
Data yang sudah tertuang dalam catatan lapangan selanjutnya
dianalisis untuk kepentingan pengembangan teori atau penemuan teori baru.
Menurut Moleong (2007: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data
secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti
terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.
Langkah pertama dalam pengolahan data yang sudah dituangkan dalam
catatan lapangan adalah membuat koding atas fenomena yang ditemukan,
selanjutnya membuat kategorisasi dan pengembangan teori.
Penelitian kulitatif pada umumnya menggunakan prosedur yang umum
148 mencampurkan prosedur umum dangan langkah-langkah khusus. Ringkasan
proses analisis data dapat dilihat pada gambar 3.2.(Creswell:2007)
Gambar.3.2 mengilustrasikan pendekatan lienear dan hierarkis yang
dibangun dari bawah keatas, tetapi didalam praktiknya pendekatan ini lebih
interaktif; beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus selalu sesuai
dengan susunan yang telah disajikan pendkeatan tersebut dapat dijabarkan
lebih detail dalam langkah-langkah analisis berikut :
Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis.
Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scaning materi, mengetik
data lapangan, atau memilah milah dan menyusun data tersebut kedalam
jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah
membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merepleksikan
maknanya secara keseluruhan.
Langkah 3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data.
Coding merupakan proses mengolah materi / informasi menjadi
segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rosman &Rallis,1998;171). Langkah
ini melibatkan beberapa tahap : mengambil data tulisan atau gambar yang
telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mengsegmentasi
kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam
kategori-kategori, kemudian melabeli kategori ini dengan istilah-istilah
khusus, yang seringkali didasarkan pada istilah/ bahasa yang benar-benar
149
Gambar 3.2: Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif
Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa dalam studi
kualitatif, analisis data adalah sebuah proses sistematik yang bertujuan untuk
menyeleksi, mengkategori, membandingkan, mensintesa, dan menginterpretasi
data untuk membangun suatu gambaran komprehenshif tentang fenomena
yang sedang diteliti.
McMillan dan Schumacher (2001:463) mengungkapkan bahwa proses
analisis data kualitatif pada dasarnya berlangsung secara berulang (cyclical)
dan terintegrasi ke dalam seluruh tahapan penelitian. Analisis data sudah Menginterprestasi tema-tema/
deskripsi-deskripsi
Menghubungkan tema-tema / deskripsi - deskripsi
Deskripsi Tema-tema
Memvalidasi keakuratan informasi
Data mentah (transkipsi, data lapangan, gambar dan sebagainya) Mengolah dan mempersiapkan data
Untuk dianalisis Membaca keseluruhan
150 dilakukan peneliti sejak penelitian berlangsung hingga masa akhir
pengumpulan data. Karena itu, ketika menganalisis data penelitian ini, peneliti
berulang ulang bergerak dari data deskriptif ke arah tingkat analisis yang lebih
abstrak, kemudian kembali lagi pada tingkat abstraksi sebelumnya, memeriksa
secara berulang analisis dan interpretasi yang telah dibuat, bernegosiasi
kembali ke lapangan untuk memeriksa secara cermat data yang masih
memerlukan tambahan informasi dan demikian seterusnya.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasikan analisis data
kualitatif sebagaimana disarankan oleh McMillan dan Schumacher
(2001:466), yaitu:
a) Inductive analysis, yaitu proses analisis data yang dilakukan dengan
mengikuti langkah-langkah cyclical untuk mengembangkan topik,
kategori, dan pola-pola data guna memunculkan sebuah sintesa deskriptif
yang lebih abstrak.
b) Interim analysis, yaitu melakukan analisis yang sifatnya sementara selama
pengumpulan data. hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat
berbagai keputusan dalam pengumpulan data dan mengidentifikasi topik
dan pola-pola yang muncul secara berulang. Dalam analisis ini, teknik
yang peneliti gunakan mengadopsi strategi yang disarankan McMillan dan
Schumacher yaiut:
c) Meninjau semua data yang telah dikumpulkan yang berkaitan dengan
151 pada upaya memperoleh sebuah perspektif global mengenai jajaran
topik-topik data.
d) Mencermati makna-makna yang berulang dan bisa dijadikan sebagai tema
atau pola-pola utama. Tema-tema bisa didapatkan dari bahasan dan
percakapan dalam latar sosial, aktivitas yang berulang, perasaan, dan
apa-apa yang dikatan orang. Untuk membuat tema, peneliti memberi komentar
terhadap temuan dalam catatan pengamatan, mengelaborasi hasil
wawancara, dan mereflesikan rekaman rekaman data.
e) Berfokus kepada masalah utama yang menjadi fokus penelitian. Karena
kebanyakan data kualitatif bersifat terlalu luas dan bisa memunculkan
beberapa studi, maka penelitian harus mempersempit fokus untuk analisis
datanya secara intensif.
Langkah terakhir setelah data dianalisis dan diinterpretasikan adalah
memadukan data dengan teori-teori yang relevan dan konsepsi penulis
tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Dalam konteks
penelitian ini, langkah terakhir penelitian diarahkan kepada proses
pengembangan model pembelajaran berbasis nilai catur gatra di SMK SPP
Tanjungsari Sumedang
5) Membuat Verifikasi, Kesimpulan, dan Rekomendasi.
Dalam penelitian ini pengambilan kesimpulan dikembangkan sejak awal dan
terus menerus dikembangkan serta diverifikasi selama penelitian berlangsung
sehingga membentuk grounded theory. Sedangkan rekomendasi ditujukan
152 berbasis nilai catur gatra di lingkungan SMK SPP serta bagi para peneliti
selanjutnya.
6) Validitas, Objektifitas dan Reliabilitas Penelitian
Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai
keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas
data yang ditemukan dari lapangan.
1) Validitas dan Objektifitas.
Validitas merupakan kebenaran dan kejujuran sebuah deskpripsi,
kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan. Pengujian validitas
penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, Alwasilah
(2006:175-184) mengungkapkan bahwa terdapat 14 teknik dalam menguji
validitas penelitian kualitatif sebagai berikut: 1) Pendekatan Modus Operandi
(MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi;
4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member ckecks.
6) ”Rich” data atau data yang melimpah. 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan;
9) Audit; 10) Obervasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode
partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal
reflektif (Reflective Journal); 14) Catatan pengambilan keputusan.
Sementara McMillan dan Schumacher (2001) mengemukakan sepuluh
kombinasi strategi yang bisa digunakan peneliti kualitatif untuk memperkaya
validitas data penelitiannya. Secara umum kesepuluh kombinasi strategi tersebut
153
Tabel 3.2
Sepuluh Strategi Kombinasi untuk Memperkaya Validitas Data Penelitian (McMillan dan Schumacher, 2001)
Strategi De