• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SUNDING TONGKENG MANGGARAI UNTUK MAHASISWA : Penelitian Tindakan DI PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SUNDING TONGKENG MANGGARAI UNTUK MAHASISWA : Penelitian Tindakan DI PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SUNDING TONGKENG

MANGGARAI UNTUK MAHASISWA

(Penelitian Tindakan DI PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni

Oleh

KAROLUS BUDIMAN JAMA 1102665

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI

(2)

BANDUNG

2013

Pengembangan Model

Pembelajaran

Sunding Tongkeng

Manggarai Untuk Mahasiswa

(Penelitian Tindakan di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng)

Oleh

Karolus Budiman Jama

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia

© Karolus Budiman Jama 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

DISETUJUI dan DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing

Dr. phil. Yudi Sukmayadi, M. Pd NIP197303262000031003

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Seni

(4)

ABSTRAK

Sunding Tongkeng Manggarai merupakan salah satu jenis alat musik yang tergolong dalam Aerophone. Jumlah Pemain Sunding ini, sangat terbatas, karena sistem pembelajarannya masih bersifat tradisional (imitatif). Melalui penelitan

action research, peneliti melakukan penelitian “Pengembangan Model

Pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai Untuk mahasiswa (penelitian tindakan di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng).

Melalui penelitian ini diperoleh perubahan pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng. Beberapa temuan dapat diungkap di sini yaitu; 1) belajar Sunding Tongkeng diawali dengan eksplorasi ritme, 2) melatih tangga nada dan memperkenalkan bagian-bagin Sunding Tongkeng, 3) memainkan lagu sederhana 4). membuat lagu sederhana yang dibuat sendiri oleh peserta pembelajaran Sunding Tongkeng, 5) sebelum memainkan lagu, terlebih dahulu dinyanyikan sambil membuka nada pada Sunding Tongkeng, 6). Melakukan studi karya wisata, 7) membuat pementasan Sunding Tongkeng.

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

1.1Pertanyaan Penelitian... 9

1.2 Penjelasan Istilah... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Signifikan dan Manfaat Penelitian... 11

1.5 Sistematika Penelitian Tesis... 12

BAB II LANDASAN TEORETIS ... 14

2.1. Konsep Pembelajaran ... 14

2.2 Konsep Pembelajaran Musik ... 28

2.3 Kompetensi ... 37

2.4 Pembelajaran Musik Daerah ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

3.1 Subjek dan Lokasi Penelitian ... 60

3.2 Mengakrabi dan Responden ... 65

3.3 Instrume Penelitian ... 74

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.5 Teknik Analisis Data ... 79

(6)

3.7 Jadwal Penelitian ... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 81

4.1.1 Rancangan Model Pembelajaran Sunding Tongkeng...82

4.1.2 Kegiatan Apresiasi Musik Tradisi dan Eksplorasi Ritme………85

4.2.1 Implementasi Model Pembelajaran Sunding Tongkeng Bagai Mahasiswa………91

4.2.2 Hasil Pembelajaran Sunding Tongkeng………...133

4.2.2.1 Perubahan Model Pembelajaran Sunding Tongkeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng……….134

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .... ... .149

5.1 Kesimpulan ... .149

5.2 Rekomendasi ... .150

DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Salah satu kekayaan jenis alat musik di Indonesia yang cukup dikenal adalah alat musik yang tergolong dalam aerophone. Alat musik jenis ini, tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia. Sistem penamaan jenis alat ini berdasarkan bahan dan cara memainkan (anomatope). Suling merupakan satu contoh jenis alat musik aerophone. Secara umum, alat musik tiup yang terbuat dari bambu ini disebut suling.

Penyebutan suling untuk setiap daerah di Indonesia berbeda berdasarkan bahasa daerah setempat. Di Minang disebut Saluang, di Toraja dikenal dengan nama Suling Lembang, di Halmahera disebut dengan nama Bangsil, Bima Nusa Tenggara Barat

disebut Silu, di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebutan untuk suling ada bermacam-macam, berdasarkan daerah dan etnis. Di Kabupaten Alor NTT, masyarakat setempat memberi nama Kelifang. Masyarakat Kabupaten Ngada NTT menamai suling mereka Foi Doa (suling ganda), di Kabupaten Manggarai NTT suling disebut Sunding. Di daerah Manggarai terdapat dua jenis suling, yaitu Sunding Labang dan

Sunding Tongkeng. Sunding Labang, merupakan suling bernada diatonis seperti yang

terdapat di daerah lain di Indonesia, dimainkan dengan posisi horisontal. Sedangkan Sunding Tongkeng merupakan suling khas daerah Manggarai.

Sunding Tongkeng ini terbuat dari bambu halus (helung dalam bahasa

(8)

Jumlah lubangnya terdiri atas lima, yaitu empat lubang nada dan satu lubang tiup. Sunding Tongkeng dimainkan dengan cara ditiup. Posisi memainkan alat musik

tersebut dengan tegak sedikit miring sesuai nama alat musik tersebut, ‘Tongkeng’ yang artinya tegak.

Sunding Tongkeng dalam perjalanannya, di setiap ‘Beo’ (kampung dalam bahasa etnis Manggarai disebut Beo) selalu hadir bersama aktivitas masyarakatnya, dan sering terdengar permainan pada waktu pagi hari dan sore menjelang malam. Kehadiran alat musik tersebut dalam deretan bersama alat musik yang ada lainnya, merupakan aset budaya yang bernilai bagi masyarakat pendukungnya. Meskipun Sunding Tongkeng sampai sekarang masih tetap hidup dalam kelompok masyarakat

di Manggarai, namun penyebaran dari segi jumlah pemain dan alat musik tersebut sangat kurang, bahkan jarang terdengar lagi Sunding Tongkeng ini dimainkan.

Kesulitan yang sama ini ditandai tidak diperolehnya informasi pada data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai, untuk menunjukkan penyebaran dan jumlah pemain Sunding Tongkeng. Informasi yang bersumber dari seniman dan masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang Sunding Tongkeng, jumlah pemain pada pusat kota kabupaten dan daerah sekitar ibu kota kabupaten sangat sedikit. Jumlah pemain tidak lebih dari 5 (lima) orang yang terdapat di kecamatan dalam pusat kota Kabupaten Manggarai. Usia pemain rata-rata di atas 50 (lima puluh) tahun dan ada usia di bawah 30 (tiga puluh) tahun, terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Keterbatasan jumlah pemain Sunding Tongkeng, sangat dipengaruhi oleh sistem pembelajaran dalam masyarakat Manggarai. Secara umum aktivitas belajar kesenian di dalam etnis Manggarai, berlangsung pada saat aktivitas upacara adat. Seperti pada upacara “Penti” (Tahun Baru Adat) dan upacara adat lainnya. Untuk belajar Sunding Tongkeng itu sendiri, jarang dilakukan pada saat upacara adat tersebut. Bentuk

(9)

yaitu pemain Sunding Tongkeng, belajar dengan cara mendengar dan melihat saja (lebih bersifat imitatif).

Pembelajaran semacam ini, sealur dengan apa yang diungkapkan oleh Alan P. Meriam (1976) bahwa mungkin bentuk yang paling sederhana dan paling tidak berbeda dari belajar musik terjadi melalui peniruan. Pembelajaran melalui cara tersebut merupakan cara yang umum digunakan dalam proses pewarisan atau pembelajaran musik-musik tradisional. Cara pembelajaran suling tersebut senada dengan pendapat Bandura yang diungkap oleh Rahyubi (2011:99) bahwa orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya.

Berkaitan dengan hal di atas Lou Russel (2011) mengungkapkan satu tipe penyerapan tidak berarti lebih baik atau lebih cerdas dari tipe yang lain. Selanjutnya ditegaskan bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam proses pembelajaran. Dalam belajar Sunding Tongkeng di atas tidak berarti kurang sempurna. Akan tetapi, untuk menyikapi fenomena kurangnya pemain Sunding Tongkeng dari hari ke hari, perlu ada bentuk lain untuk memelajari, agar lebih

bervariatif dan lebih memerkaya khasanah pembelajaran Sunding Tongkeng.

Berpijak pada pendapat Lou Russel tersebut, pembelajaran Sunding Tongkeng yang terjadi pada masyarakat Manggarai sekarang sudah sesuai bagi mereka yang memiliki kemampuan musikal tinggi. Namun bagi mereka yang kurang cukup kemampuan musikalnya, maka dibutuhkan suatu cara yang mudah untuk memelajarinya. Oleh sebab itu diperlukan sebuah pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng, melalui bidang pendidikan, yang dikemas dalam model yang

(10)

Jazuli (2008) mengungkapkan bahwa sarana berekspresi seni harus selalu dicari, digali, disesuaikan dan dianalisis pada setiap saat dan oleh setiap personal agar tetap komunikatif selaras dengan tuntutan situasi dan jamannya. Pernyataan tersebut erat kaitannya dengan Sunding Tongkeng sebagai media ekspresi seni. Dalam konteks ini, kualitas ekspresi dibangun, terutama dalam bentuk pembelajaran.

Melalui dunia pendidikan formal, baik dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi yang ada pada Kabupaten Manggarai, proses pembelajaran akan lebih efektif dan lebih mendapat perhatian dari seluruh komponen. Baik itu pemerintah melalui lembaga formal dan nonformal, dalam hal ini sekolah, sanggar-sanggar yang ada, dan terutama masyarakat pendukung kebudayaannya. Dengan proses pembelajaran melalui tingkat pendidikan formal, adalah sebagai bentuk memasyarakatkan Sunding Tongkeng.

Keuntungan lain pembelajaran Sunding Tongkeng melalui pendidikan formal adalah pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memberi peluang bagi setiap daerah untuk mengembangkan potensi musik-musik tradisi melalui kurikulum pendidikan seni budaya. Melihat peluang dengan memberikan kesempatan tersebut, peran pembelajaran musik daerah dalam kurikulum pendidikan seni budaya Sekolah Dasar (SD), seperti tertuang pada pernyataan yang bersumber dari Badan Standar Pendidikan Nasional (BNSP), sebagaimana berikut:

(11)

pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradap serta toleran dalam masyarakat dan budaya majemuk.

Pernyataan di atas dimaknai sebagai bentuk pengembangan kompetensi siswa melalui pembelajaran musik daerah. Dengan demikian bahwa, Pembelajaran Sunding Tongkeng melalui aktivitas pendidikan formal, menjadi wadah pengembangan

kompetensi masyarakatnya, terutama bagi generasi pewaris kebudayaan pendukungnya.

Ardiwinata dan Hufad (2007) mengatakan, melalui dunia pendidikan formal terkait dengan pengembangan budaya belajar. Bahwa pada lembaga pendidikan formal, pengelolaan dilakukan oleh orang yang profesional yang memiliki fungsi ganda yaitu memertahankan dan mengembangkan. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa lembaga pendidikan formal dibentuk oleh kelompok masyarakat yang memiliki kehidupan kompleks untuk menjadi sarana pewarisan budaya yang efektif dan efisien. Karena pada jalur pendidikan formal, ada proses pengubahan dalam bentuk tindakan-tindakan konkrit baik itu secara individu atau kelompok, dengan sengaja maupun tidak sengaja. Pengembangan budaya belajar melalui dunia pendidikan formal, mengarah pada suatu program yang menyeluruh yang mencakup sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan lain.

(12)

Pengembangan model pembelajaran yang dibuat akan disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Materi yang diajarkan melalui pengembangan model, akan dimulai dari bentuk-bentuk yang sederhana sampai pada hal-hal yang kompleks secara sistematis. Dengan merujuk pada aspek psikologis dan tingkat perkembangan mahasiswa. Serta memerhatikan aspek kompetensi dalam pembelajaran seni musik.

Pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng yang akan dibuat, terkait pada definisi model pembelajaran menurut Heri Rahyubi (2012) yang mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Lebih lanjut Rahyubi mengatakan bahwa, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng berdasarkan pengamatan dan analisis saya, dimulai pada tingkat pendidikan tinggi yang ada, khususnya mahasiswa calon guru sekolah dasar yang ada di Kabupaten Manggarai. Hal ini dilakukan dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut. Penerapan pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng dilakukan pada mahasiswa, karena mereka sudah melewati tahap-tahap perkembangan, baik itu perkembangan fisik (aspek psikomotor), mental, dan kemampuan kognitif. Sehingga beberapa aspek terkait dengan materi pembelajaran Sunding Tongkeng, mudah untuk diolah dan dicerna oleh mahasiswa. Hal ini bertalian erat dengan konsep pendidikan orang dewasa (andragogy), (Pannen, dalam Suprijanto, 2009:11) mengatakan bahwa:

(13)

Pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng, bermanfaat dalam membantu meningkatkan kompetensi, bagi mahasiswa calon guru sekolah dasar dalam bidang musik. Hal ini dimaksud, agar mahasiswa calon guru sekolah dasar memiliki kompetensi aktif dalam kepeduliannya terhadap lingkungan budaya dan sosial masyarakat. Dan ketika berada di tengah masyarakat mereka memiliki rasa percaya diri dengan memiliki kompetensi di bidang musik.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang menjadi sasaran kemampuan berkesenian menurut Jazuli (2008:15), Yakni:

Pendidikan diarahkan agar siswa memiliki kompetensi yang terkait dengan kesenimanan atau aktor pelaku seni (tekstual), seperti memiliki kompetensi penghayatan seni, kemahiran dalam memproduksi karya seni, dan piawai mengkaji seni. Justifikasi tekstual ini menempatkan seni sebagai suatu yang esensial, seni menjadi tujuan dan aset budaya dalam kerangka pelestarian. Selanjutnya, pendidikan seni diarahkan agar siswa mempunyai kompetensi berkesenian sebagai bentuk pengalaman belajar dalam rangka pendewasaan potensi individu sehingga dapat menjadi manusia seutuhnya (kontekstual). Terhadap sasaran kedua, justifikasi kontekstual tersebut menempatkan seni sebagai alat, media, instrumen pendidikan, atau biasa disebut sebagai pendidikan melalui seni (educational throught art).

(14)

Melalui pembelajaran musik tradisional tersebut, juga dapat membangun pemahaman-pemahaman tentang peran musik tradisi dalam membentuk karakter berbasis nilai-nilai budaya Sunding Tongkeng. Selain ini mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi dalam bidang musik, bukan hanya aspek keterampilan (psikomotor) saja, tetapi mereka juga memiliki kompetensi afektif dan kognitif.

Faktor-faktor yang menjadi alasan mendasar lainnya adalah bahwa, dalam kurikulum di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) terdapat mata kuliah pendidikan seni musik. Namun demikian, Sunding Tongkeng belum diajarkan pada mahasiswanya. Selain para mahasiswanya merupakan putra-putri daerah sebagai generasi atau pewaris budaya Manggarai, mereka juga kelak berprofesi sebagai guru di sekolah dasar. Oleh sebab itu, maka perlu jika dalam perkuliahan seni musik, memanfaatkan Sunding Tongkeng sebagai media perkuliahannya. Dengan demikian mereka diharapkan dapat mengajarkan suling tersebut, setelah terjun sebagai guru di sekolah dasar. Di samping itu, mereka juga dapat menransformasi nilai-nilai yang terdapat pada Sunding Tongkeng.

Transformasi nilai-nilai budaya dalam seni, menguat apabila dilakukan melalui dunia pendidikan. Hal tersebut dikatakan juga oleh Ardiwinata dan Hufad (2007) bahwa penanaman nilai-nilai kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses pendidikan. Mereka berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan manusia, dan pembudayaan itu bersifat utuh, sehingga nilai yang terkandung dalam kebudayaan dikuasai atau dimiliki pula oleh generasi berikutnya. Pernyataan tersebut dapat ditangkap sebagai bentuk afirmasi dalam upaya membuat sebuah pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng untuk mahasiswa PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng.

(15)

kehidupan yang berdasar pada nilai-nilai budaya lokal. Dengan demikian, mahasiswa mengetahui dan memahami, bahwa budayanya memiliki nilai dan makna yang sangat tinggi. Bukan saja mengandung aspek hiburan, akan tetapi memiliki makna dan fungsi pendidikan, bahkan mengandung unsur religius yaitu berperan dalam acara ritual keagamaan. Pemahaman terhadap permainan alat musik tradisional Sunding Tongkeng, secara langsung dapat membantu para mahasiswa calon guru sekolah dasar

mengenal kompetensi dirinya di bidang seni musik.

Pandangan di atas tentang pentingnya memahami nilai-nilai filosofis dalam pembelajaran Sunding Tongkeng, dikemukakan berdasar pada pemikiran epistemologis. Pemikiran epistemologis bermaksud untuk mengonstruksi berpikir mahasiswa, dalam memahami makna dari sebuah proses belajar tentang Sunding Tongkeng. Memahami nilai filosofis dalam pendidikan, secara ontologis, Suhartono

(2008:99), mengukapkan hubungan pendidikan dan manusia. Ia mengatakan, cipta, rasa, dan karsa manusia perlu ditumbuhkembangkan secara seimbang dan terpadu, agar spirit manusia semakin cerdas. Selanjutnya, lebih jelas Suhartono (2008:109) mengatakan bahwa:

Berdasarkan filsafat, pendidikan berkepentingan untuk membangun filsafat hidup agar bisa dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan untuk selanjutnya, kehidupan sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan. Jadi, terhadap pendidikan, filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran menyeluruh tentang asal mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.

(16)

berkualitas diharapkan mampu menerjemahkan isi dari pembelajaran Sunding Tongkeng dan menransfernya kepada siswa-siswi pada tingkat dasar.

Dari latar belakang pemikiran di atas, langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan ini dengan melakukan penelitian melalui metode penelitian kualitatif dengan judul “PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SUNDING TONGKENG MANGGARAI UNTUK MAHASISWA (Penelitian Tindakan di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng)”

1.1. Pertanyaan Penelitian

Dari uraian latar belakang di atas, yang menjadi fokus penelitian ini adalah “Bagaimana model pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai untuk Mahasiswa dalam penelitian tindakan di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng, dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana rancangan model pembelajaran Sunding Tongkeng bagi Mahasiswa?

2. Bagaimana implemenatasi model pembelajaran Sunding Tongkeng bagi Mahasiswa?

3. Bagaimana perubahan model pembelajaraan Sunding Tongkeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng?

1.2. Penjelasan Istilah

1. Sunding Tongkeng merupakan sebuah alat musik tiup bambu yang berasal dari

etnis Manggarai Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dinamakan Sunding Tongkeng, karena memainkan alat musik ini dengan posisi tegak

(17)

musik suling bagi orang Manggarai dan Tongkeng adalah istilah yang digunakan sebagai penyangga untuk menopang sesuatu agar tidak jatuh atau tumbang, dengan posisi tegak sedikit miring. Dengan demikian, Sunding Tongkeng adalah suling tegak.

2. Pembelajaran berasal dari bahasa Inggris yaitu ‘learning’ sehingga secara konten pembelajaran fokus pada orang yang belajar ‘learner, student’ (Trianto: 2009). Selanjutnya Anna Poedjiadi dalam Trianto (2009) memaknai pembelajaran sebagai proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas dengan menggunakan berbagai sumber belajar sebagai bahan kajian. Dikatakan lebih lanjut bahwa pembelajaran itu sebagai preskripsi yang menguraikan bagaimana sesuatu hendaknya diajarkan sehingga mudah dijangkau dan bermanfaat bagi peserta didik. Untuk itu bahan yang menjadi kajian dikuasai oleh guru atau pengajar sehingga mudah diajarkan. Istilah pembelajaran lebih luas lagi bila dihubungkan dengan pendidikan dan pengajaran, maka pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi peserta didik agar berinteraksi antar sesama individu sebagai warga negara yang baik termasuk mampu mengelola lingkungan alam secara bijak. Dengan demikian dikatakan bahwa pembelajaran itu merupakan proses humanisasi, siviliasi, dan pemberdayaan individu yang belajar.

3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

(18)

sekolah dasar. Penyelenggaran program pendidikan sebagaimana diatur dalam UU No. 20/2003 dan secara khusus diatur dalam PP 38/1992 menunjukkan bahwa secara yuridis formal tenaga kependidikan adalah suatu profesi dan pengadaan serta pembinaan tenaga tersebut harus disiapkan dan dilaksanakan melalui pendidikan khusus yang ditangani oleh lembaga khusus pula. Selanjutnya dalam PP No 14/2005 tentang guru dan dosen mengisyaratkan bahwa praktik dan tindakan pendidikan harus dilandasi oleh konsep keilmuan yang jelas.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk merancang pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng dalam masyarakat Manggarai. Mendeskripsikan implemntasi Sunding Tongkeng, dan memeroleh pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng, sebagai solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran Sunding Tongkeng bagi mahasiswa Program Studi PGSD STKIP St. Paulus Ruteng.

1.4. Signifikan dan Manfaat Penelitian

(19)

sebagai media dalam perkuliahan seni musik di Prodi PGSD STKIP St. Paulus Ruteng.

1. Manfaat Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini diharapkan memeroleh pemahaman untuk dijadikan sebagai landasan dalam mengembangkan hasil penelitian pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Bagi Pengajar

Melalui hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan suatu model pembelajaran Sunding Tongkeng, sebagai upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran Sunding Tongkeng.

3. Manfaat Bagi Mahasiswa

Melalui tahap-tahap pembelajaran yang terdiri dari orientasi pembelajaran, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab, semangat, dan disiplin belajar guna mencapai tujuan pembelajaran.

4. Manfaat Bagi Lembaga Pendidikan

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam mengembangkan kompetensi lembaga melalui peran guru/dosen dan murid/mahasiwa terkait dengan pemanfaatan instrumen musik tradisional setempat dalam menumbuhkan, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi dalam pembelajaran seni budaya (musik).

1.5. Sistematika Penulisan Tesis

(20)

Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan penelitian, signifikan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan yang digunakan dalam tesis.

2. BAB II Landasan Teoritis

Bab ini mengulas berbagai teori pendukung yang menjadi landasan untuk membuat pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng. empat teori umum yang digunakan sebagai acuan yaitu teori tentang pembelajaran, teori kompetensi, teori tentang konsep pembelajaran seni musik, dan teori tentang pembelajaran musik daerah.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan ihwal penelitian kualitatif dengan menggunakan penelitian Action Research. Bab ini juga meliputi pembahasan seperti lokasi, subjek,

instrumen, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta tahapan dalam penelitian.

4. BAB IV Hasil Penelitian

Bab ini meliputi pemaparan dan analisis data untuk menghasilkan temuan pembahasan atau analisis temuan.

5. BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan topik pada penelitian ini yaitu, “Pengembangan Model Pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai untuk Mahasiswa (Penelitian Tindakan di PGSD Santo Paulus Ruteng)” maka peneliti menggunakan penelitian Action Research (Penelitian Tindakan) dalam paradigma kualitatif. Alwasilah (2011: 100)

mengatakan, kekuatan paradigma kualitatif terletak pada induktive dan grounded, yang memang tidak sejalan dengan pendekatan atau desain terstruktur. Peneliti kualitatif berfokus pada fenomena tertentu yang tidak memiliki generalizability dan comparalibity, tetapi memiliki internal validity dan contextual understanding.

Pengertian tentang penelitian kualitatif lainnya diungkapkan oleh Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2011: 4-5), bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

(22)

Dari definisi metode penelitian kualitatif di atas, maka pendekatan dalam penelitian ini yaitu penelitian tindakan (Action Research) yang merupakan salah satu model penelitian kualitatif. Menurut Sukmadinata (2011: 140), penelitian tindakan merupakan suatu pencarian sistematika yang dilaksanakan oleh para pelaksana program dalam kegiatannya sendiri, dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan penyempurnaan. Ada empat aspek pokok dalam penelitian tindakan oleh Kemmis dkk, Burns, (dalam Madya, 2011: 59) yaitu penyusunan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi.

Menggunakan penelitian Action Research sebagai paradigma kualitatif dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai untuk mahasiswa yang dilaksanakan di PGSD STKIP Santo

Paulus Ruteng. Fokus penelitiannya adalah bagaimana pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng untuk mahasiswa. Oleh karena itu, pengolahan data digunakan untuk memaparkan dan mengkaji bagaimana desain pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng, bagaimana implementasi pengembangan model pembelajaran Sunding Togkeng untuk mahasiswa, dan hasil perubahan pengembangan model pembelajaranan Sunding Tongkeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng.

Untuk mencapai tujuan penelitian, secara garis besar empat tahap yang harus dilakukan yaitu; (1) membangun keakrapan dengan responden, (2) penentuan sampel (3) pengumpulan data dan (4) analisis data (Alwasilah, 2011: 100). Empat tahap yang telah disebutkan tadi, akan disesuaikan dengan karakteristik dari penelitian tindakan. Sukmadinata berpendapat, langkah-langkah penelitian tindakan dialektik yang diurutkan secara spiral dari Deborah South adalah yang paling lengkap dan jelas. Sukamadinata juga menambahkan satu kuota lagi. Secara lengkap model spiral

(23)

dialektik tersebut adalah; (1) identifikasi bidang fokus, (2) pengumpulan data, (3) analisis dan interpretasi data, (4) penyusunan rencana, (5) pelaksanaan. Dalam Madya (2011) dijabarkan mengenai langkah-langkah penelitian tindakan yang dibuat oleh seorang peneliti dengan bagan berikut ini.

Gambar bagan 2. Langkah-langkah penelitian tindakan

3.1. Subyek dan Lokasi Penelitian

1. Subyek Penelitian

Total keseluruhan jumlah sampel penelitian adalah 27 orang yang berasal dari berbagai kecamatan yang tersebar di seluruh tiga kabupaten yaitu Kabupaten

Masalah Identifikasi dan

Rumusan

Masalah

Analisis

Belum

selesai

Planing Hipotesis

Tindakan

Pelaksanaan Observasi

Mengolah Dan Menafsir Data

(24)

Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat. Jumlah sampel penelitian mengalami penambahan peserta, sebagai konsekuensi logis dari penentuan sampel berdasarkan kecamatan. Mereka adalah peserta yang tergabung dari dua kelas yang akan melakukan asistensi dalam rangka pelayanan paduan suara saat misa paskah.

Seharusnya penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dua 20 orang dari beberapa kecamatan. Karena mahasiswa peserta asistensi ini lebih dari 20 kecamatan, maka peneliti menambah sampel sesuai dengan jumlah asal kecamatan mahasiswa. Penambahan jumlah peserta sampel penelitian dianggap oleh peneliti bahwa mereka sangat berminat terhadap musik tradisi Manggarai. Sehingga penambahan ini menjadi tolok ukur sementara yang representatif, bahwa mereka memiliki kepedulian akan pengembangan dan pelestarian musik tradisi Manggarai.

Pemilihan sampel dari berbagai kecamatan, oleh peneliti dimaksudkan sebagai upaya strategis untuk melestarikan dan memperkenalkan Sunding Tongkeng ini ke wilayah-wilayah kecamatan yang ada. Dengan harapan bahwa, mahasiswa yang telah mengikuti kelas penelitian ini, dapat menerapkannya dan mengintegrasikan pada materi pembelajaran seni budaya. Alat musik Sunding Tongkeng dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran musik tradisi setempat. Di samping itu, harapan lain adalah mereka dapat mengembangkan model pebelajaran Sunding Tongkeng yang telah ada.

(25)

Setelah penentuan sampel penelitian ini dilakukan, peneliti melakukan sebuah kegiatan apresiasi musik tradisi. Saat memulai pertemuan, peneliti meminta kepada peserta untuk memilih salah satu dari mereka menjadi ketua kelas. Ketua kelas akan berfungsi membantu peneliti yang berkaitan dengan absensi dan sebagai kordinator untuk mengkordinir peserta. Selain itu, agar mahasiswa peserta merasa kegiatan penelitian ini adalah kelas sungguhan, sehingga mereka lebih terlibat aktif.

Sebelum masuk pada kegiatan apresiasi, peneliti menyampaikan hal penting terkait metodologi penelitian. Peneliti menyampaikan bahwa peserta bukan saja sebagai sampel penelitian, tetapi juga sebagai subjek yang akan menentukan pola pembelajaran Sunding Tongkeng. Dengan demikian diharapkan peserta benar-benar berperan aktif, dalam menentukan keberhasilan dan menemukan pola pembelajaran Sunding Togkeng.

2. Lokasi Penelitian

(26)

Gambar 1. Pintu Masuk Kampus STKIP

Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta strategi pencapaian program studi PGSD dirumuskan sejak pendirian Prodi PGSD tahun 2007, oleh seluruh komponen yang ada pada lembaga tersebut yaitu dosen, pegawai, anggota yayasan, serta alumni, dan pengguna lulusan (stakeholder). Kemudian visi dan misi Prodi PGSD direvisi saat dimulai evaluasi diri, yang juga dilakukan oleh seluruh komponen yang ada, pada tanggal 20 Juni 2010. Komponen yang melakukan revisi itu antara lain Staf Prodi PGSD (Kaprodi/Sekretaris/Pegawai PGSD).

(27)

Visi:

PGSD STKIP St. Paulus Ruteng sebagai Program Studi yang menghasilkan tenaga pengajar dan pendidik di SD/MI yang unggul, kompeten dan beriman.

Misi:

Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang bermutu agar menghasilkan guru SD/MI yang memiliki kompetensi personal, sosial dan profesional.

a. Menyelenggarakan penelitian dalam rangka memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia pendidikan SD/MI dalam pembangunan masyarakat. b. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka

menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan, religius, demi tercapainya persaudaraan dan kerukunan.

Tujuan:

a. Menghasilkan tenaga guru SD/MI yang memiliki kemampuan intelektual, emosional, sosial dan spritual.

b. Menghasilakan tenaga guru SD/MI yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.

c. Memperoleh input yang baik secara kualitatif dan kuantitatif pada awal tes/seleksi penerimaan calon mahasiswa PGSD.

STRUKTUR ORGANISASI PROGRAM STUDI PGSD STKIP ST. PAULUS

(28)

Gambar bagan 3. Struktur Organisasi Program Studi PGSD STKIP St. Paulus Ruteng.

(Sumber: Borang Akreditasi Prodi PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng Tahun 2010)

3.2. Mengakrabi Lokasi dan Responden

Langkah ini diambil untuk membangun rapport sebagai mekanisme untuk mengurangi jarak psikologis, mencairkan ketegangan, dan membangun kepercayaan responden terhadap peneliti.

Pada tanggal 5 Februari tahun 2013 sejak pukul 9:00 sampai 14:00, peneliti melakukan kunjungan awal ke Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Santo Paulus Ruteng. Tujuan kunjungan ini adalah untuk mengakarabi

Sekretaris II Sekretaris I

Sekretariat

Dosen Koordinator Kegiatan Prodi PGSD

PPL, Bimbingan Konseling, HMJ Pembimbing

Akademik PGSD

(29)

lokasi penelitian. Agenda kunjungan adalah melapor diri dan mengurus surat ijin untuk melakukan penelitian dan menjumpai pengelola lembaga STKIP.

Di sela kunjungan tersebut, peneliti mengamati lokasi STKIP sebagai tempat penelitian. Kondisi lingkungan STKIP sangat nyaman sebagai lembaga pendidikan. Kenyamanan ini dilihat dari fasilitas gedung yang cukup memadai serta fasilitas lain. Selain itu taman yang tertata rapih, menambah suasana yang tenang dalam mendukung aktivitas perkuliahan dan aktivitas keseharian mahasiswa.

Selain memberi laporan dan menyampaikan surat ijin penelitian, maksud lain adalah untuk mewawancarai beberapa hal penting, dalam hubungan dengan kebijakan sekolah terhadap penelitian musik tradisional Manggari. Di samping, menanyakan kebijakan sekolah terhadap pengembangan, pelestarian kesenian tradisional Manggarai dalam pengintegrasian pada perkuliahan seni musik.

(30)

Ia menyampaikan hal terkait dengan metodologi penelitian Action Research dan menyarankan untuk menerapkannya pada seluruh kelas semester empat yang memrogram matakuliah seni musik. Anjuran sekretaris prodi tersebut sangat menarik perhatian peneliti, beliau mengharapkan pembelajaran Sunding Tongkeng dialami oleh seluruh mahasiswa yang memrogram mata kuliah seni musik. Akan tetapi peneliti menyampaikan keberatan, dengan alasan mendasar bahwa penelitian ini untuk mencari pola pembelajaran Sunding Tongkeng. Sehingga hanya dibutuhkan duapuluh orang sampel saja yang diambil dari setiap kecamatan.

Di sela obrolan tersebut, peneliti menyampaikan, bahwa setelah penelitian pembelajaran Sunding Tongkeng ini selesai dilakukan, dan apabila mendapatkan pola pembelajarannya, maka hasilnya ditawarkan akan sebagai media dalam perkuliahan musik. Tentunya meminta persetujuan dari berbagai pihak penentu kebijakan STKIP. Oleh karenanya saya ingin berdiskusi dengan ketua sekolah dan dosen seni musik dan pihak terkait lain dalam lembaga pendidikan STKIP Santo Paulus Ruteng. Diskusi ini akan berfokus pada kebijakan-kebijakan lembaga STKIP dalam usaha mengembangkan kesenian tradisi, sebagai kekayaan budaya masyarakat Manggarai.

Terkait dengan keberatan peneliti dalam penentuan sampel penelitian untuk dilaksanakan pada seluruh kelas semester empat, peneliti selanjutnya menyampaikan alasan lain, bahwa peneliti akan menghadapi kesulitan waktu, mengolah data, biaya yang banyak jika mengambil sampel penelitian seluruh kelas yang memrogram mata kuliah seni musik. Atas alasan itu, sekretaris prodi akhirnya memaklumi tentang pengambilan sampel tersebut.

(31)

pengajar yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal seni. Sehingga terdapat hanya dua tenaga pengajar yang berlatar belakang pendidikan formal seni, yaitu seni rupa satu pengajar dan seni musik satu pengajar.

Kekurangan tenaga pengajar seni pada lembaga tersebut, dikarenakan seluruh prodi yang ada pada lembaga itu, khususnya mata kuliah seni musik merupkan mata kuliah wajib yang harus diprogram oleh setiap mahasiswa. Hal ini disampaikannya untuk menjawab tuntutan masyarakat dalam kebutuhan tenaga pengajar paduan suara gereja, selain untuk mempersiapkan mahasiswanya untuk kemudian menjadi tenaga guru, dalam mengatasi kesulitan pengajar dalam mata pelajaran seni budaya di tingkat sekolah dasar.

Setelah dialog dengan sekretaris jurusan, peneliti menjumpai ketua prodi PGSD. Respons yang sama adalah beliau sangat senang menyambut kehadiran peneliti pada lembaga tersebut. Disampaikannya, bahwa ada nuansa berbeda akan terjadi, karena baru pertamakali ada penelitian tentang seni musik tradisi Manggarai pada lembaga tersebut. Selain itu ketua prodi PGSD merasa suatu kebanggaan tersendiri karena lembaga mereka dijadikan tempat penelitian tersebut. Topik pembicaraan yang sama, bahwa lembaga tersebut mengalami kekurangan tenaga, dan peneliti diminta untuk membantu mengajar dan setelah tamat nanti kembali mengabdi pada lembaga tersebut, gurauannya, “jangan hanya mengambil data saja lalu tidak kembali untuk mengajar”.

Peneliti berpendapat bahwa pernyataan tersebut sebagai isyarat bahwa, tenaga pendidik di bidang musik sangat kurang. Ini menimbulkan motivasi kuat bagi peneliti, untuk memberikan dan berusaha yang terbaik pada pola pembelajaran Sunding Tongkeng. Dengan demikian kegiatan penelitian ini, tidak saja terbatas pada

(32)

namun juga sebuah langkah awal untuk membangkitkan kembali seni musik tradisi Manggarai dalam dunia pendidikan, khususnya di ketiga kabupaten yang tersebar pada wilayah etnis Manggarai Flores, yaitu Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur.

Ketua prodi sangat senang bertanya seputar Sunding Tongkeng. Ada pertanyaan menarik beliau, bahwa mengapa memilih objek penelitin Sunding Tongkeng, dan mengapa menentukan atau memilih prodi PGSD STKIP Ruteng sebagai tempat penelitian?. Peneliti menjelaskan bahwa, pertama Sunding Tongkeng dan pemainnya hampir sulit ditemukan. Kedua, dalam melestarikan Sunding Tongkeng sebaiknya melalui dunia pendidikan, karena hanya di sanalah terdapat metodologi mengajar yang tersistem, ada warga belajar, dan diorganisir secara kelembagaan. Ketiga, bahwa setidaknya mahasiswa yang telah melakukan dan terlibat sebagai subjek maupun objek penelitian pembelajaran Sunding Tongkeng tersebut, dapat mengajarkannya kembali pada sekolah mereka di mana mereka mengajar. Setelah menyampaikan tiga alasan tersebut, ekspresi wajah dan apresiasi kaprodi sangat gembira dan antusias menyambut rencana penelitian tersebut. Pada akhir pertemuan, peneliti mengucapkan terima kasih atas respons baik, lalu akhirnya mohon diri dan membuat janji untuk melakukan wawancara atau dialog lanjutan tentang penelitian tersebut.

(33)

pendidikan musik di Manila Filiphina dan kursus musik lainnya di Pusat Musik Liturgi (PML) Jogjakarta.

Perbincangan mengenai pendidikan musik menjadi topik hangat bagi kami. Beliau menyampaikan gagasannya tentang pembelajaran musik. Ia mengatakan bahwa belajar musik terlebih dahulu adalah mengalami bunyi/praktik baru teori. Beberapa pemikirannya yang lain adalah bahwa dalam membayangkan notasi musik, kita dapat menggunakan alat bantu media gambar ataupun tubuh, untuk membantu membedakan tinggi rendahnya nada. Utuk mempelajari Sunding Tongkeng, Ia menyarankan untuk terlebih dahulu melatih nada-nada panjang, melatih pernafasan, dan juga dinamika, serta latihan penguasaan teknik ornamentasi.

Pokok pikiran lain yang serius dibicarakan adalah tentang penentuan sampel penelitian. Beliau menganjurkan mengambil sampel pada mahasiswa semester enam. Alasannya adalah mereka sudah mengikuti perkuliahan musik pada semester empat. Selain itu, dimaksudkannya juga untuk mencoba memunculkan kembali ingatan dan melanjutkan beberapa materi yang belum sempat tersampaikan. Pandangan beliau tentang penentuan sampel bahwa, memilih sampel sebaiknya ditawarkan kepada mahasiswa yang berminat. Hal ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana minat mereka terhadap seni musik tradisi. Di samping itu, agar tidak sulit dalam mempelajari materi karena sedikitnya mereka sudah memiliki pengetahuan tentang musik pada semester sebelumnya.

Beliau sangat antusias terhadap rencana penelitian pembelajaran Sunding Tongkeng ini. Hal yang sama juga ditanyakan oleh beliau kepada peneliti tentang

(34)

Diskusi juga dilanjutkan tentang pola bermain dan nada-nada yang ada pada Sunding Tongkeng. Dianjurkannya untuk membandingkan beberapa permainan dari

beberapa pemain Sunding Tongkeng. Ia juga menanyakan kepada peneliti tentang ukuran Sunding Tongkeng. Selain ini beliau pun menginformasikan tentang seorang pemain Sunding Tongkeng, yang berada di salah satu kampung di Kota Kecamatan Langke Rembong. Pembicaraan pun berhenti pada point terakhir ini, karena beliau harus istirahat untuk kemudian melanjutkan pekerjaanya. Akan tetapi sebelumnya kami membuat janji, untuk bertemu lagi pada minggu berikutnya.

Pada tanggal 12 Februari 2013, saat kembali mengurus surat izin dan persetujuan penelitian, peneliti bertemu dengan beberapa mahasiswa. Secara sengaja peneliti menanyakan kepada mahasiswa perihal Sunding tongkeng. Ternyata mahasiswa bersangkutan tidak mengenal dan mengetahui sama sekali tentang Sunding Tongkeng. Menurut tutur mereka, sunding tersebut hanya diketahui oleh

orang tua. Anak muda atau generasi sekarang kurang mengetahui tentang sunding tersebut. Pengakuan mereka, hal ini disebabkan karena musik tradisi kurang diminati oleh generasi muda. Selain itu salah satu mahasiswa mengatakan, bahwa tidak diketahuinya tentang Sunding Tongkeng, karena dalam kurikulum tidak diajarkan tentang Sunding Tongkeng. Mereka juga mengatakan banyak hal yang mereka tidak ketahui tentang kesenian tradisi dan kebudayaan, sebagai akibat kurangnya informasi tentang kebudayaan dan kesenian tradisi bagi generasi muda Manggarai.

Para mahasiswa sangat antusias terhadap rencana penelitian pembelajaran Sunding Tongkeng, mereka mengatakan bahwa hal ini sesuatu yang positif.

(35)

penelitian. Saat menjumpai ketua prodi, peneliti bertemu dengan salah satu dosen matakuliah matematika. Kebetulan dosen matakuliah tersebut sudah berada di ruang keprodi PGSD. Setelah ia tahu maksud dan tujuan peneliti hadir di tempat tersebut, beliau mengatakan bahwa, ia memiliki pengetahuan dan sekaligus dapat memainkan Sunding Tongkeng. Secara spontan dosen tersebut meminta Sunding Tongkeng yang

dibawa oleh peneliti, kemudian dosen tersebut mempertunjukkan permainan Sunding Tongkeng.

Ketua prodi dan sekretaris prodi PGSD sangat terkejut mendengar alunan musik yang dihasilkan oleh dosen tersebut. Bersamaan dengan itu peneliti mencoba mengolaborasikan permainan tersebut dengan keyboard/organ. Hal itu, semakin menambah kekaguman mereka terhadap Sunding Tongkeng. Saat itu keprodi menyarankan untuk sewaktu-waktu menampilkan Sunding Tongkeng pada acara-acara di lembaga tersebut. Ide ketua program studi tersebut, merupakan sinyalemen yang baik bagi peneliti berkaitan dengan rencana akhir dari kegiatan penelitian. Peneliti akan menggelar pertunjukan Sunding Tongkeng dari mahasiswa sampel penelitian, yang digabung bersama seniman-seniman yang ada.

Sesuatu yang mengejutkan dari dosen yang dapat memainkan Sunding Tongkeng tersebut adalah bahwa, dulu ketika beliau kecil selalu diperdengarkan

(36)

Di sela memainkan Sunding Tongkeng oleh dosen tersebut, sekretaris jurusan mengatakan bahwa ia merasakan sesuatu yang sedih. Pengalaman itu, menambah keyakinan peneliti akan perkataan orang-orang yang pernah mendengar permainan Sunding Tongkeng, bahwa mendengar alunan musik Sundig Tongkeng akan

membawa rasa sedih (lerem keta nai). Kesedihan itu dikarenakan dari hasil permainan lagu melalui Sunding Tongkeng, membawa ingatan akan orang terdekat atau leluhur yang telah meninggal dunia.

Pada tanggal 18 Februari 2013, peneliti melakukan konfirmasi dengan Ketua Prodi PGSD dan Dosen pengampu matakuliah. Pembicaraan dengan ketua prodi lebih kepada hal-hal teknis, mengenai penentuan sampel penelitian, dan disepakati bahwa sampel penelitian ini diambil dari beberapa mahasiswa dari beberapa kecamatan. Mahasiswa ini dipilih dari sekolompok mahasiswa, yang tergabung dalam sebuah kelompok paduan suara, dalam rangka asistensi perayaan paskah. Menurut ketua program studi PGSD, kegiatan tersebut merupakan kegiatan tahunan yang wajib dilakukan oleh seluruh mahasiswa STKIP Santo Paulus Ruteng. Mahasiswa-mahasiswa ini adalah Mahasiswa-mahasiswa semester empat. Maka, penentuan sampel penelitian sudah sesuai dengan keinginan dan rencana peneliti.

(37)

Hari berikutnya pada tanggal 19 Februari pukul 14:16, peneliti menghadiri latihan paduan suara mahasiswa, yang akan melakukan asistensi ke Langke Majok untuk perayaan paskah. Dalam rangka penentuan sampel penelitian, peneliti melakukan perkenalan dengan mahasiswa. Pada kegiatan ini, peneliti memperkenalkan diri kepada para mahasiswa, dan menyampaikan maksud dan tujuan kehadiran peneliti di tengah-tengah mereka.

Salah satu cara praktis untuk dekat bersama mereka adalah peneliti terlibat langsung dalam latihan tersebut. Peran peneliti dalam kegiatan tersebut, sebagai pengiring dan sekaligus asisten pelatih jika sesewaktu pelatih utama berhalangan. Untuk itu, setiap kali mahasiswa latihan paduan suara, peneliti mendampingi dan sekaligus membantu mengiringi paduan suara.

Program ini dilakukan oleh peneliti, juga untuk mengetahui kemampuan mahasiswa tersebut dalam bidang musik. Umumnya mahasiswa secara musikal memiliki kemampuan yang baik di bidang musik, hanya saja mereka belum pandai membaca notasi musik. Akan tetapi mereka memiliki kemampuan imitasi atau meniru nada suara yang dinyanyikan oleh pelatih. Keterbatasan mereka dalam membaca notasi, menjadi satu agenda penting dalam pola pembelajaran Sunding Tongkeng yang akan dilakukan. Hasil pengamatan peneliti dalam pemetaan kesulitan mahasiswa adalah tentang perbedaan tinggi rendahnya nada dan membaca nilai not. Untuk itu, kedua hal tersebut menjadi perhatian peneliti pada program pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng.

(38)

musik tersebut. Ada seorang mahasiswa yang menyampaikan bahwa ia melihat Sunding Tongkeng di televisi.

Mereka sangat antusias akan diadakannya penelitan pembelajaran Sunding Tongkeng. Salah seorang mahasiswa setelah selesai latihan paduan suara, langsung

mendaftarkan diri menjadi peserta belajar Sunding Tongkeng. Atas tanggapan baik itu, semakin menguatkan niat dan semangat peneliti untuk mencurahkan segala tenaga dan pikiran dalam kesuksesan pembelajaran Sunding Tongkeng. Peneliti merasa yakin dengan kegiatan penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

Tanggal 22 Februari 2013, peneliti kembali menemui mahasiswa calon sampel penelitian untuk berlatih paduan suara. Peneliti berperan sebagai pengiring paduan suara pada tanggungan koor pada perayaan misa dalam asistensi tersebut. Keterlibatan Peneliti dalam kegiatan mereka dirasa perlu, dalam rangka menarik minat dan sekaligus bentuk kerjasama kami, dalam rangka penelitian yang akan dilakukan.

(39)

pembelajaran Sunding Tongkeng, peneliti menerapkan masalah dalam pembelajarannya.

3.3 Instrumen Penelitian

Cara pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam penelitian ini melalui berbagai cara yaitu observasi, observasi partisipatif, studi literatur dari berbagai sumber buku, telaah dari beberapa penelitian baik skripsi, tesis, atau jurnal, wawancara langsung dengan objek, studi dokumentasi dan studi lapangan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini, digunakan metode pengumpulan data menurut Rohidi (2012) dan Alwasilah (2011) yaitu:

1. Metode Observasi

(40)

Karolus Budiman Jawa, 2013

Pengembangan Model Pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai Untuk Mahasiswa Penelitian Tindakan di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng

peneliti; dan (3) metode observasi terlibat, observasi ini menuntut keterlibatan langsung pada dunia sosial yang dipilih untuk diteliti. Keterlibatan peneliti dalam kancah penelitan memberi peluang yang sangat baik untuk melihat, mendengar, dan mengalami realitas sebagaimana yang dilakukan dan diarahkan oleh para pelaku, pada masyarakat dan kebudayaan setempat.

2. Eksperimen

Alwasilah (2011: 109) mengungkapkan bahwa teknik ini lazimnya dipergunakan dalam penelitian kuantitatif atau metode saintifik. Tujuan menggunakan metode tersebut, agar mampu menerangkan mengapa suatu peristiwa terjadi. Kemudian, peneliti mengontrol situasi atau kondisi dan memanipalasi atau memberikan perlakuan (treatment) khusus pada variabel. Menggunakan metode tersebut pada penelitian ini, lebih dimaksudkan pada penerapan bahan pembelajaran. Lebih tepatnya adalah menguji coba materi, dan tidak berarti menggunakan metode penelitian murni eksperimen dalam penelitian kuantitatif. Berikut akan digambarkan siklus penerapan konsep pengembangan model pembelajaran Sunding Tonggeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng.

Bagan 4. Siklus pembelajaran Sunding Tongkeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng

(41)

3. Metode Perekaman

Teknik-teknik perekaman yang tercakup dalam metode perekaman, yang lazim digunakan untuk membantu, atau bersama-sama, bahkan menjadi alat utama untuk mengobservasi dalam penelitian seni antara lain, yaitu: (1) fotografi, melalui teknik fotografi kita dapat mengidentifikasi jenis-jenis data dan menghadirkannya sebagai bukti yang kuat, misalnya sebagai informasi tekstual (karya seni yang layak atau

Siklus II

Perencanaan

Penambahan dua pertemuan, pertemuan keempat dan kelima pada siklus pertama digabung.

Tindakan Pada siklus kedua ini, semua materi mencapai ketuntasan, sehingga tidak perlu pengulangan materi.

Observasi Interval, tangga nada, harmoni, dan komposisi.

Refleksi

(42)

informasi yang bersifat dinamis, misalnya tarian, pertunjukan, drama, seni kinetik, seni cahaya, dan kolaborasi, maka teknik pengumpulan data melalui film atau video menjadi sangat penting untuk digunakan; (3) teknik Audio, teknologi perekaman suara atau bunyi yang digunakan untuk merekam informasi yang merefleksi tindakan dan pikiran-pikiran yang diungkapkan secara spontan. Melalui teknik audio, kualitas ekspresif dari suara-intonasi, frase, jeda, reaksi dan sebagainya yang mungkin menjadi data yang bermanfaat akan dapat terekam. Secara khusus teknik audio sangat bermanfaat untuk merekam suara dari suatu pementasan kesenian, pertunjukan musik lengkap atau juga solo, maupun nyanyian atau senandung dari seorang penyanyi tradisional. Melalui teknik ini, seorang peneliti dapat menangkap ragam bunyi dari berbagai alat musik dan iramanya, kualitas dan warna suara, ekspresi suara, serta memungkinkan peneliti menyusun notasi musik secara baku dan menuliskan lirik-lirik nyanyian yang disenandungkan.

4. Wawancara

Rohidi (2012: 208) mengungkapkan wawancara hanya akan berhasil jika orang atau tokoh yang diwawancarai bersedia dan dapat menuturkan dengan kata-kata tentang cara berlaku yang telah menjadi kebiasaan tentang kepercayaan dan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat dalam hal ini berkaitan dengan praktek-praktek berkesenian, di mana tokoh yang bersangkutan menjadi bagian daripadanya. Ada tiga jenis wawancara menurut Rohidi (2012: 208-213) yaitu; (1) Wawancara mendalam

(43)

formal, atau interaksi yang lebih lama. Wawancara formal kadang-kadang dibutuhkan dalam penelitian untuk membakukan topik wawancara dan pertanyaan umum. Aspek terpenting dari pendekatan wawancara mendalam adalah bahwa informasi partisipan dapat diterima dan dipandang sangat penting. (2) Wawancara Etnografis. Arti penting wawancara etnografis, dalam bidang seni dan pendidikan seni, terletak pada fokus keseniannya melalui suatu perspektif subjek yang diteliti dan melalui pertemuan atau kontak secara langsung. Ini semua dapat memberi gambaran mengenai nuansa kesenian, dalam konteks kebudayaannya. (3) Wawancara Tokoh. Dalam wawancara tokoh ini, subjek tokoh dipilih untuk wawancara berbasis pada keahlian mereka dalam bidang yang diteliti. Wawancara tokoh memiliki banyak keuntungan. Informasi yang bermakna atau penting dapat diperoleh dari informan tersebut karena posisi yang mereka duduki dalam realitas sosial, organisasi seni, finansial, atau administratif. Kelompok tokoh biasanya dapat memberikan seluruh pandangannya mengenai sebuah karya seni, perkembangan gaya dan bentuk seni, pemikiran dan tokoh-tokoh seni, organisasi seni, dan hubungannya dengan organisasi lain.

4. Matriks Pengumpulan Data

Untuk memudahkan pelaksanaan pengumpulan data, disarankan agar peneliti sebelum masuk ke lapangan memersiapkan ragangan atau garis besar kegiatan pengumpulan data di lapangan. Garis besar kegiatan tersebut dapat disusun dalam bentuk matriks pengumpulan data yang berisikan kolom: (1) nomor urut, (2) masalah penelitian, (3) konsep-konsep yang digunakan, (4) data yang akan dikumpulkan, serta (5) teknik pengumpulan data di lapangan (Rohidi, 2012: 214).

(44)

Dalam menganalisis data penelitian ini mengacu pada struktur analisis data seni menurut Rohidi. Rohidi (2012: 221) mengungkapkan, data seni (bagi peneliti seni dan pendidikan seni) menjadi sangat berguna ketika kita perlu menyempurnakan, mengabsahkan, menjelaskan, menerangkan, atau menafsirkan kembali data yang diperoleh dari latar yang sama. Setelah seorang peneliti telah melakukan pengumpulan data, hal yang perlu dilakukannya adalah menganalisis dan menafsir data tersebut.

Dua tahap dalam menganalisis data penelitian seni yaitu; analisis data intraestetik dan analisis data ekstraestetik. Kedua analisis ini saling berkaitan, dan sekaligus juga menyeluruh (2012: 241). Bertalian dengan analisis data intraestetik, Ocvirk, dkk dalam Rohidi, memberi gambaran tentang karya seni visual, dan menunjukan tiga komponen dasar dari sebuah karya seni untuk dianalisis yaitu; (1) subjek (subject), (2) nas (content), dan (3) bentuk (form) (2012:243). Sementara dalam menganalisis faktor ekstaraestetik beberapa situasi perlu diperhatikan, yaitu; (1) latar alam-fisik yang menjadi sumber daya lingkungan yang dapat dimanfaatkan, (2) konteks sosial budaya tempat karya seni hadir, (3) orang-orang yang terlibat di dalamnya, (4) perilaku atau tindakan orang-orang, dan dengan siapa mereka berinteraksi, dan (5) hubungan yang berlangsung antarwarga pada latar penelitian.

Dalam hubungannya dengan penelitian pengembangan model pembelajara Sunding Tongkeng bagi mahasiswa dalam pembelajaran musik, analisis data

(45)

3.6. Sistematika Penulisan

1. Judul Tesis

2. Latar Belakang Penelitian

3. Identifikasi Masalah/Pertanyaan Penelitian 4. Penjelasan Istilah

5. Tujuan Penelitian

6. Signifikan dan Manfaat Penelitian

7. Kerangka Teoretis/Konseptual Penelitian 8. Asumsi Penelitian

9. Metode Penelitian

a. Pendekatan dan Metode b. Subjek dan Lokasi Penelitian c. Mengakrabi Lokasi dan Responden d. Instrumen Penelitian

e. Teknik Pengumpulan Data f. Teknik Analisis Data 10. Sistematika Penulisan 11. Jadwal Penelitian 12. Daftar Pustaka

3.7 Jadwal Penelitian

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1KESIMPULAN

Pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai yang dilaksanakan di PGSD STKIP Santu Paulus Ruteng memberi kontribusi positif bagi mahasiswa peserta sampel penelitian dan lembaga STKIP Santu Paulus Ruteng. Penelitian pengembangan model pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai yang dilakukan peneliti, mengacu pada dua hal pokok yaitu tekstual dan kontekstual Sunding Tongkeng. Bertolak dari dua hal yang disebutkan tadi, pembelajaran Sunding

Tongkeng membawa pengaruh terhadap peningkatan kompetensi diri mahasiswa

sampel penelitian. Peningkatan kompetensi diri mahasiswa sampel penelitian, dapat dilihat pada kemampuan mereka dalam memainkan dan memahami kontekstual Sunding Tongkeng sebagai salah satu kesenian musik atau alat musik tradisional yang

berada di daerah Manggarai.

Peningkatan kompetensi diri mahasiswa dalam pembelajaran Sunding Tongkeng Manggarai ini, diperoleh melalui tahap-tahap pembelajaran, yaitu lima

pertemuan pada siklus pertama dan dua pertemuan pada siklus kedua. Di samping itu, untuk mengetahui kontekstual Sunding Tongkeng, pembelajaran dilakukan juga dengan metode studi wisata ke budayawan dan pemain Sunding Tongkeng, kemudian diakhiri dengan melakukan pementasan Sunding Tongkeng.

(47)

memperkenalkan bagian-bagin Sunding Tongkeng, 3). Memainkan lagu sederhana dengan dianalisis motif lagunya terlebih dahulu, 4). Materi dan metode pembelajaran Sunding Tongkeng, disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa sampel penelitian dan

visi misi lembaga, 5). Membuat lagu sederhana yang dibuat sendiri oleh peserta pembelajaran Sunding Tongkeng, 6). Melakukan studi karya wisata ke pemain atau pembuat Suding Tongkeng, dan budayawan, 7). Mengkolaborasi Sunding Tongkeng dengan iringan alat musik lain seperti, guitar, mbetung, keyboard atau alat musik harmonis lainnya, 8). Sebelum memainkan lagu, terlebih dahulu dinyanyikan sambil membuka nada pada Sunding Tongkeng, 9). Memberi motivasi dengan cara mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan doa, dengan memainkan lagu rohani menggunakan Sunding Tongkeng, 10). Melakukan pementasan Sunding Tongkeng.

Keberhasilan pembelajaran Sunding Tongkeng di PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng, memperoleh sebuah perubahan model pembelajaran yang signifikan. Perubahan model ini nampak pada proses kegiatan pembelajaran, sebagai konsekuensi logis dari desain model pembelajaran yaitu konstruk model dan konten model. Kedua hal ini terjabar dalam bentuk rancangan model pembelajaran Sunding Tongkeng terdiri dari; a) desain tujuan/kompetensi dan materi pembelajaran, b) desain

strategi pembelajaran, dan c) desain evaluasi pembelajaran. Pada konten model terwujud dalam bentuk mahasiswa mampu memainkan Sunding Tongkeng dari materi yang telah disiapkan oleh peneliti. Pembelajaran Sunding Tongkeng berpusat pada peserta didik dengan penekanan sensitivitas dan keterampilan memainkan Sunding Tongkeng dicapai melalui eksplorasi, evaluasi diri oleh mahasiswa dan uji petik kerja

(penilaian unjuk kerja).

(48)

Tongkeng. Dalam pengembangan kemampuan bermain, peserta dapat memainkan

Sunding Tongkeng dengan kemampuan teknik bermain, dan menciptakan komposisi

musik Sunding Tongkeng dengan dikolaborasikan bersama alat musik lain. Untuk perubahan penyajian Sunding Tongkeng, dari yang tadinya hanya di dalam kelas pembelajaran, peserta melakukan penyajian Sunding Tongkeng disaksikan oleh khalayak umum, dan berkolaborasi dengan seniman daerah Manggarai.

5.2REKOMENDASI

Rekomendasi dalam penelitian ini ditujukan kepada beberapa pihak, di antaranya adalah:

1. Seniman dan Akademisi Seni

Banyak hal yang dapat dilakukan seniman dan akademisi seni dalam melestarikan, mengembangkan dan menjaga kesenian tradisi dari setiap etnis. Salah satu langkah yang dapat dibuat adalah dengan melakukan pembinaan dan pengajaran seni-seni tersebut pada generasi budaya masyarakat di mana kesenian itu hidup dan bertumbuh. Seperti halnya pembelajaran Sunding Tongkeng yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa sampel penelitian di

PGSD STKIP Santo Paulus Ruteng, sebagai bentuk nyata dalam melestarikan, mengembangkan dan menjaga kesenian musik Manggarai, lebih khsusus alat musik tradisi Sunding Tongkeng.

2. Mahasiswa Peserta Sampel Penelitian

(49)

melanjutkan pembelajaran musik daerah Manggarai kepada peserta didik atau siswa.

3. Bagi Lembaga Pendidikan

Penelitian ini dapat memberi sumbangan pikiran dalam rangka peningkatan kompetensi bagi komponen lembaga pendidikan, khususnya guru dibidang seni musik dan siswa. Materi dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran Sunding Tongkeng bagi lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Manggarai, atau dapat dijadikan contoh bagi pembelajaran seni musik lainnya yang terdapat dalam kebudayaan Manggarai.

4. Bagi Peneliti Lainnya

Penelitian yang dilakukan tentu memiliki keterbatasan dan kekurangan di sana-sini, maka diharapkan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti tentang Sunding Tongkeng dapat mengkaji Sunding Tongkeng ini dari aspek berbeda, dan dapat

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Ardiwinata, S. J. dan Hufad, A. (2007). Sosiologi Antropologi Pendidikan. Bandung: UPI.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arifin Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran prinsip teknik prosedur. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Bruce, Joice, at al. 2000. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Burke, P. (2001). Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Campbell, P. S. (1991). Lessons from the World. Schirmer Books A Division of

Macmillan, inc: New York.

Hermawan, D., dkk. (2004). Metodologi Pengajaran Seni Talempong dan Tari Piring Minangkabau. Bandung: P4ST. UPI.

Judith, MacCallum. dkk. (2005). National Review of School Music Education: Australia Goverment.

Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Karwati Uus. (Disertasi, 2011). “Sanggar Kampung Seni & Wisata Manglayang” Sebagai Wahana Pendidikan Seni di Kabupaten Bandung. Tidak diterbitkan: UPI Bandung.

Masunah, J. dan Narawati T. (2003). Seni dan Pendidikan Seni Sebuah Bunga Rampai. Bandung: P4ST UPI.

Meriam, P. A. (1976). The Anthropology of Music: University Press Northwestern.

Mulyana, D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(51)

Moleng, J. L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pamadhi Hadjar, dkk. (2009). Pendidikan Seni di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahyubi, H. (2012). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Referens: Cigasong, Majalengka, Jawa Barat

Russel, L. (2011). The Accelerated Learning Fieldbook, Panduan Pembelajaran Cepat. Bandung: Nusamedia.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Rohidi, R. T. (2012). Metode Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. Sidharta, A . B. (2010). Pengantar Logika. Bandung: Refika Aditama.

Suprijanto. (2009). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta:Bumi Aksara. Rosyid, M. (2009). Kebudayaan dan Pendidikan. Yogyakarta: Idea Pres. Samani. M dan Haryanto. (2011). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Siagian L. Ester. (2006). Gong Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Jakarta: Pendidikan Seni Nusantara.

Trianto. (2011). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Gambar

Gambar bagan 2. Langkah-langkah penelitian tindakan
Gambar 1. Pintu Masuk Kampus STKIP
Gambar bagan 3. Struktur Organisasi Program Studi PGSD STKIP St. Paulus Ruteng.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari beberapa paparan yang telah dikemukakan dan temuan yang ada, model pembelajaran STM terbukti dapat memberikan peluang yang besar untuk

Konsentrasi BCAA menurun dan peningkatan konsentrasi serum AAA (Asam amino aromatik) seperti fenilalanin dan tirosin, pada pasien sirosis hati dapat menyebabkan

Elektrodeposisi logam Cu pada permukaan karbon aktif sekam padi bebas silika dengan iradiasi ultrasonik yang bertujuan untuk meningkatkan nilai kapasitansi

Salah satu penerapan sistem stratifikasi sosial masyarakat yang dikenal adalah shinokosho, yang membagi masyarakat dalam empat kelas sosial yaitu militer, petani, pedagang

mengindikasikan bahwa pengendalian kepik hijau pada stadia telur terutama yang baru diletakkan imago (0 hari) sampai dengan umur dua hari sangat efektif karena serangga

Hal mana PEMOHON III telah dituduh melakukan tindak   pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 KUHP, dan atau pasal 110 KUHP atau  pasal 55 dan atau pasal 56 KUHP, dan

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:

Pada bagian ini penulis akan memperkuat simpulan terhadap epistemologi „positivisme‟ dari seorang Mattulada dalam karyanya Latoa dengan melacak beberapa tulisan