• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian Yang Relevan Strategi Bisnis Strategi adalah sebuah sarana yang memiliki tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian Yang Relevan Strategi Bisnis Strategi adalah sebuah sarana yang memiliki tujuan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian Yang Relevan 2.1.1 Strategi Bisnis

Strategi adalah sebuah sarana yang memiliki tujuan jangka panjang yang akan dicapai bersama. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah alat yang digunakan oleh seseorang atau perusahaan yang merupakan suatu perencanaan berskala besar dengan orientasi masa depan yang berhubungan dengan bagaimana suatu perusahaan memposisikan dirinya guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai keunggulan yg kompetitif (David, Fred R, 2013:41)

Strategi bisnis adalah rencana aksi jangka panjang yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu atau serangkaian tujuan atau sasaran (Robbins, 2010). Strategi bisnis sangatlah penting karena melihat bagaimana unit bisnis tersebut memiliki efek terhadap keseluruhan kinerja perusahaan. Strategi bisnis dapat kompetitif (bersaing dengan seluruh pesaing untuk mengambil keuntungan) maupun kooperatif (bekerja sama dengan satu atau lebih perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pesaing yang lain).

Para manajer bisnis mengevaluasi dan memilih strategi yang mereka pikir dapat membuat bisnis mereka berhasil. Bisnis menjadi berhasil karena memiliki kepemimpinan relatif terhadap para pesaingnya (Pearce & Robinson, 2000). Untuk mempertahankan bisnis dengan adanya globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, perusahaan dalam industri global hampir semuanya diharuskan untuk bersaing di tingkat dunia. Menurut Porter (1998) mengatakan untuk menghadapi persaingan ada beberapa strategi yang dapat digunakan yaitu (1) Strategi kepemimpinan biaya (cost leadership) dan (2) Strategi diferensiasi (Hansen & Mowen, 2013).

(2)

2.1.1.1Strategi Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership)

Kepemimpinan Biaya (Cost Leadership) adalah kemampuan perusahaan atau unit bisnis untuk merancang, memproduksi dan memasarkan produk dengan lebih efisien daripada pesaingnya (Wheelen, Hunger, Hoffman, & Bamford, 2015:203).

Strategi kepemimpinan biaya memberikan nilai yang sama atau lebih baik bagi pelanggan dengan biaya yang lebih rendah dari pesaing. Strategi kepemimpinan biaya dapat diperoleh melalui beberapa pendekatan seperti skala ekonomis dalam produksi, dampak kurva belajar, pengendalian biaya yang ketat, dan minimalisasi biaya (dalam beberapa area seperti penelitian dan pengembangan, jasa, tenaga penjualan, atau periklanan)

2.1.1.2Mengevaluasi Keunggulan Biaya

Keberhasilan bisnis yang dibangun atas dasar keunggulan biaya mengharuskan bisnis tersebut mampu menyediakan produk atau jasanya dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dapat dicapai oleh pesaingnya. Keunggulan biaya tersebut pun harus berkesinambungan melalui keahlian dan sumber daya yang diidentifikasi dari hal – hal berikut ini (Pearce & Robinson, 2000) :

1. Berinovasi menurunkan biaya produksi

2. Mendesain ulang produk untuk menentukan jumlah komponen

3. Melakukan pelatihan keselamatan untuk seluruh karyawan untuk mengurangi hal yang tidak diinginkan, terhentinya proses produksi dan kecelakaan

4. Mengurangi tingkatan manajemen untuk menurunkan overhead perusahaan

5. Mengggunakan sistem informasi yang terkomputerisasi dan terintegrasi untuk mengurangi kesalahan dan biaya administrasi

6. Melakukan kontrak jangka panjang yang menguntungkan, pemasok yang terikat atau menjadi pelanggan utama bagi pemasok

(3)

kembali secara otomatis atas pemesanan berdasarkan pada penjualan perusahaan

8. Operasinya mengurangi biaya peralatan dan depresiasi

9. Menggunakan rute yang terkomputerisasi untuk menurunkan beban tranportasi

10. Bekerja sama dengan periklanan dengan distributor untuk menciptakan keunggulan biaya

11. Memperbaiki produk dengan benar pada saat pertama atau pelanggan yang harus menanggung seluruh biaya.

(Sumber berdasarkan On Competition oleh Michael Porter, 1998, Harvard Business School Press)

2.1.1.3Strategi Diferensiasi

Diferensiasi (Differentiation) adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan nilai unik dan nilai lebih untuk pembeli dalam hal kualitas produk, fitur spesial dan layanan setelah penjualan (Wheelen, Hunger, Hoffman, & Bamford, 2015:203).

Strategi diferensiasi berusaha untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan realisasi. Menyediakan sesuatu untuk pelanggan yang tidak disediakan oleh pesaing akan menciptakan kepemimpinan bersaing. Strategi diferensiasi yang layak tentu harus memastikan bahwa nilai yang ditambahkan bagi pelanggan dengan diferensiasi ini harus melebihi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan diferensiasi (Hansen dan Mowen, 2013).

Para penyusun strategi memeriksa sumber daya dan kapabilitas bisnis mereka untuk menemukan kepemimpinan diferensiasi mengevaluasi kesinambungan dari kepemimpinan tersebut dengan melakukan penentuan tolok ukur atas bisnis mereka terhadap pesaing utama dengan mempertimbangkan dampak dari kepemimpinan diferensiasi apapun terhadap kekuatan dalam lingkungan kompetitif tersebut (Pearce

(4)

& Robinson, 2000).

2.1.1.4Mengevaluasi Diferensiasi

Diferensiasi mengharuskan agar bisnis memiliki keunggulan berkesinambungan yang memungkinkannya menyediakan sesuatu yang bernilai unik bagi pembeli. Suatu strategi diferensiasi yang sukses memungkinkan bisnis untuk menyediakan produk atau jasa yang di mata pembeli memiliki nilai lebih tinggi pada “biaya diferensiasi” yang lebih rendah dibandingkan dengan “nilai premium” bagi pembeli. Diferensiasi tersebut pun harus berkesinambungan melalui keahlian dan sumber daya yang diidentifikasi dari hal – hal berikut ini (Pearce & Robinson, 2000): 1. Menggunakan teknologi produksi dan fitur fitur yang canggih untuk

mempertahankan suatu citra dan produk actual yang “berbeda”

2. Mengembangkan program untuk memastikan kompetensi teknis dan staf penjualan orientasi pemasaran personel service

3. Mengembangkan basis data komprehensif yang dirancang khusus guna membangun pengetahuan mengenai kelompok – kelompok pelanggan dan pembeli individual untuk digunakan dalam “menyesuaikan” cara di mana produk dijual, direparasi dan diganti

4. Mempertahankan kendali mutu dari pemasok utama dan bekerja sama dengan pemasok dalam aktivitas pengembangan produknya

5. Membeli komponen dengan kualitas yang superior dan terkenal meningkatkan kualitas dan citra dari produk akhir

6. Melakukan inspeksi yang cermat atas produk di setiap tahapan produksi untuk memperbaiki kinerja produk dan menurunkan tingkat barang cacat

7. Mengoordinasikan jasa pengiriman dengan pembeli, menggunakan layanan transportasi milik sendiri atau yang terikat kontrak untuk memastikan ketepatan waktu

(5)

9. Memberikan diskresi yang cukup besar kepada personel bagian layanan pelanggan untuk mengenakan biaya kepada pelanggan untuk perbaikan. (Sumber berdasarkan On Competition oleh Michael Porter, 1998, Harvard Business School Press)

2.1.2 Keterlibatan Karyawan

2.1.2.1 Pengertian Keterlibatan Karyawan

Usaha yang dilakukan oleh perusahaan akan selalu menuntut adanya keikutsertaan atau keterlibatan dari seluruh anggota demi tercapainya tujuan perusahaan. Keterlibatan karyawan atau biasa disebut employee engagement ini pertama kali didefinisikan oleh Kahn pada tahun 1990-an yaitu sebagai upaya melibatkan anggota dari organisasi agar dapat mengetahui perannya di dalam pekerjaan. Dalam kondisi ini, seorang akan melibatkan dan mengekspresikan dirinya secara fisik dan secara emosional selama melaksanakan performa kerjanya di perusahaan.

Keterlibatan karyawan adalah sikap positif yang dipegang oleh karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang terlibat menyadari akan konteks bisnis yang dijalankan, bekerja sama dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja demi tercapainya tujuan organisasi. Definisi ini memberikan 3 dimensi pada keterlibatan karyawan yakni: Pertama, keterlibatan intelektual membuat karyawan memikirkan bagaimana melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Kedua, keterlibatan afektif membuat karyawan merasa positif dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Ketiga, keterlibatan sosial membuat karyawan secara aktif mengambil kesempatan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan rekan kerjanya (Robinson, Parryman dan Hayday, 2004).

Seseorang karyawan yang terlibat kepada perusahaan akan berkomitmen peduli terhadap tujuan perusahaan, menggunakan segenap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas, menjaga perilakunya saat bekerja, memastikan bahwa dia telah

(6)

menyelesaikan tugas dengan baik sesuai dengan tujuan dan bersedia mengambil langkah evaluasi jika memang diperlukan suatu perbaikan (Marciano, 2010).

Keterlibatan karyawan dalam suatu perusahaan mempunyai beberapa manfaat antara lain:

1. Dapat meningkatkan kualitas kerja para karyawannya. 2. Meningkatkan kinerja dan produktivitas para karyawannya. 3. Kualitas perusahaan akan menjadi lebih baik.

4. Rendahnya tingkat absensi karyawan.

5. Mengurangi tingkat turnover pada karyawan. 6. Meminimalkan keluhan karyawan saat bekerja.

Kesimpulannya dengan adanya keterlibatan karyawan dapat memberikan komitmen dari dalam diri karyawan sehingga karyawan menjadi lebih peduli dengan pekerjaannya, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan bertanggungjawab sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dimana dia bekerja (Marciano, 2010). 2.1.2.2 Tipe Keterlibatan Karyawan

Gallup Organization dalam survei Q12 nya tentang keterlibatan karyawan membagi karyawan dalam 3 kategori, yaitu:

1. Karyawan yang terlibat (Engeged Employees)

Karyawan yang terlibat adalah karyawan yang bekerja dengan sangat semangat dan mereka merasakan hubungan yang dalam dengan perusahaan. Secara alami mereka memiliki keingintahuan tentang perusahaan dan tempat di mana mereka saat ini bekerja. Secara konsisten mereka melakukan pekerjaan dengan maksimal dengan menggunakan bakat dan ide-ide inovatif mereka untuk memajukan perusahaan.

2. Karyawan yang tidak terlibat (Not Engeged)

Karyawan yang tidak terlibat adalah karyawan yang tidak lagi memikirkan kemajuan perusahaan. Pada umumnya karyawanan tersebut hanya menyelesaikan tugas-tugas dan mengabaikan hasil akhir karena karyawan yang tidak terlibat seperti

(7)

ini cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan, dan kemampuan mereka tidak memberi manfaat. Mereka seringkali merasa bahwa ini cara mereka karena mereka tidak memiliki hubungan yang baik dengan pimpinan ataupun dengan rekan

kerjanya.

3. Karyawan yang lepas (Actively Disengaged)

Karyawan yang lepas adalah seorang karyawan yang tidak puas dengan tempat kerjanya dan sebenarnya mereka tidak menyukai pekerjaannya, bahkan kadang secara terbuka karyawan menampakkan ketidakpuasan ditempat kerjanya, setiap hari karyawan tersebut hanya menjadi benalu pada rekan-rekan kerjanya dan perusahaanya. 2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Karyawan

Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan keterlibatan karyawan para karyawannya, karena hal tersebut sangat berkaitan kesediaan dan loyalitas karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan. Semakin karyawan memiliki rasa keterlibatan yang tinggi dengan perusahaan, maka semakin meningkat pula kinerja dari karyawannya yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan pendapatan perusahaan tersebut (Eka Maslikhah, 2018:30).

Hal tersebut sejalan dengan faktor yang mempengaruhi keterlibatan karyawan yaitu:

1. Organisasi, sebuah organisasi dapat memuncul keterlibatan dalam karyawan karena adanya budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut oleh organisasi. Nilai keadilan dan kepercayaan karyawan yang ada pada organisasi dapat memberikan dampak positif bagi terciptanya keterlibatan yang menimbulkan persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan dari organisasi. 2. Manajemen dan Kepemimpinan, konsistensi dari pemimpin dalam

membimbing karyawan dapat menciptakan keterlibatan karyawan, pemimpin organisasi diharapkan memiliki beberapa keterampilan seperti teknik

(8)

berkomunikasi, teknik memberikan feedback dan teknik penilaian kerja yang baik bagi para karyawannya.

3. Working life, adalah kondisi lingkungan kerja yang nyaman dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi terciptanya keterlibatan karyawan ( Rusdin Tahir, 2013).

2.1.2.4 Dimensi Keterlibatan Karyawan

Schaufeli, Marisa dkk (2002:74) menyatakan bahwa employee engagement

(keterlibatan karyawan) dapat diukur dari 3 dimensi, yaitu: 1. Vigor (Semangat)

Vigor adalah aspek dari keterlibatan karyawan yang ditandai oleh tingginya kekuatan fisik dan mental seorang karyawan saat menyelesaikan tugas perusahaan. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga dan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan pekerjaan serta tetap giat dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan.

2. Dedication (Dedikasi)

Dedication adalah aspek dari keterlibatan karyawan yang ditandai dengan antusias karyawan dalam bekerja. Karyawan yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaannya akan menjadikan pekerjaannya sebagai pengalaman yang berharga, inspirasi dan menantang. Begitu sebaliknya karyawan yang memiliki dedikasi yang rendah terhadap pekerjaannya menjadikan mereka tidak memiliki pengalaman dan tidak antusias terhadap pekerjaan dan perusahaanya.

3. Absorption (Penyerapan)

Absorption adalah aspek dari keterlibatan karyawan yang ditandai dengan prilaku karyawan yang memberikan perhatian penuh dan serius terhadap pekerjaannya, dimana saat bekerja karyawan merasa waktu berlalu dengan cepat dan sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaanya

(9)

2.1.2.5 Dampak Keterlibatan Karyawan

Keterlibatan karyawan merupakan suatu keadaan karyawan yang terlibat langsung secara psikologis, fisik, kognitif, maupun secara emosional selama menunjukkan perfomanya dalam bekerja (Cintya, 2012).

Dampak yang disebabkan karena adanya keterlibatan karyawan yang ada diperusahaan, antara lain:

1. Karyawan yang terlibat akan tetap berada diperusahaan, akan menjadi pendukung memberikan ide-ide inovatif yang dihasilkan untuk menyumbang kesuksesan bisnis perusahaan.

2. Karyawan akan menunjukkan kinerja yang baik dan lebih termotivasi dalam menjalankan tugas perusahaan karena terdapat hubungan yang siginifikan antara employee engagement (keterlibatan karyawan) dengan peningkatan keuntungan perusahaan.

3. Karyawan akan membentuk sebuah hubungan emosi pada perusahaan yang dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap klien atau pelanggan perusahaan, dengan demikian akan meningkatkan kepuasan pada pelanggan. Disimpulkan bahwa keterlibatan karyawan dapat memicu kinerja dari karyawan yang membuat peningkatan kinerja dari sebuah perusahaan dimana karyawan itu bekerja (Eka Maslikhah, 2018:32-33).

2.1.3 Kinerja Perusahaan 2.1.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996).

Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan

(10)

referensi pada jumlah standar seperti biayabiaya masa lalu atau yang diproyeksikan dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti,2004).

2.1.3.2 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Cita – cita penting dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan pengembalian pemegang saham bagi perusahaan emiten dan menghasilkan laba sebanyak –banyaknya. Pada saat yang sama, kebutuhan akan umpan balik dan pengendalian manajemen yang terus – menerus Perusahaan diharuskan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja unit bisnis paling tidak sekali dalam setahun (Anthony & Govindarajan, 2005).

Pengukuran kinerja menurut Mulyadi (2001:353) pengertian penilaian kinerja adalah Penentuan secara periodik efektifitas operasional atau organisasi, bagian organisasi dan personilnya, berdasarkan sasaran standar dan kriteria yang telah di tetapkan sebelumya

2.1.3.3 Tujuan Pengukuran Kinerja

Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi, memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja karyawan, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pemgembangan karyawan sebagai dasar untuk evaluasi pengembangan karyawan dan membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan (Gordon,1993:36).

Lynch dan Cross (1993) mengatakan yang ditulis dalam Sony Yuwono (2007:29) manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik ialah sebagai berikut :

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat lagi dengan pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi ikut terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

(11)

rantai pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan serta mendorong upaya-upaya pengurangan pemborosan tersebut.

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur dan menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsesus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi penghargaan atas perilaku yang diharapkan tersebut.

2.1.3.4Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekataan Balance Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton (2000:2), bahwa kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard yang dibagi ke dalam empat perspektif:

1. Perspektif Keuangan 2. Perspektif Pelanggan

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Balance Scorecard suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan baik dari segi keuangan maupun non keuangan dengan mempertimbangkan empat aspek antara lain: aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek proses bisnis internal, dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan.

Balance Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat digunakan sebagai alat pengendalian, analisi, dan merevisi strategi organisasi.

Balance Scorecard dikembangkan oleh profesor dari Hardvard Universuty Fakultas Bisnis yaitu David P. Norton dan Bob Kaplan tahun 1992.

Balance Scorecard merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaan dalam serangkai tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuran bagi pengukuran prestasi perusahaan. Visi, misi dan strategi perusahaan dijabarkan dalam

(12)

empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan, perspektfi pelanggan, perspektif proses bisnis intenal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 2002:2).

2.1.3.5Konsep Penerapan Perspektif Balance Scorecard

Balance Scorecard memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kerja kinerja keuangan sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Menyajiakan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem kinerja yang mencangkup empat perspektif sebagai berikut:

a. Perspektif Keuangan

Balance Scorecard tetap menggunakan perspektif finansial karena ukuran finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan ( Kaplan dan Norton, 2000:41-43). Balance Scorcard pada perspektif finansial terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Pertumbuhan (Growth)

Dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang terbaik. Perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan peningkatan pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian tolak ukur kinerja adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar.

2. Bertahan (Sustain)

Tahap selanjutnya dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Sehingga perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada bahkan

(13)

mengembangkannya.

3. Kedewasaan (Harvest)

Tahap terakhir perushaan benar-benar mamanen /menuai hasil investasi pada tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas.

b. Perspektif Pelanggan

Mengidentifikasikan bagaimana kondisi pelanggan dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor. Segmen yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber pendapatan dalam perspektif ini (Kaplan dan Norton,2000:55-63). Pengukuran dalam perspektif ini dilakukan dengan lima aspek, yaitu:

1. Pangsa Pasar (Market Share)

Pengukuran tersebut menggambarkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang termasuk antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

2. Pertumbuhan/mempertahankan pelanggan (Customer Retention) Perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang dimiliki.

3. Menarik/Memperoleh pelanggan baru (Customer Acquisition)

Untuk mendapatkan pelanggan baru atau menarik pelanggan baru dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan pelanggan baru dan perbandingan total penjualan baru dengan penjualan baru yang ada.

(14)

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam value proposition. Dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti: survei dan interview.

5. Keuntungan pelanggan (Customer Profitabilitas)

Melihat laba bersih dari pelanggan atau segmen setelah dikurangi yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif ini para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk memberikan proporsi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran (Kaplan dan Norton, 2000:80-92). Perspektif tersebut terbagi menjadi tiga model dari proses bisnis utama, yaitu:

1. Proses Inovasi

Sebagai perumusan rantai nilai unit bisnis memperlukan penelitian dan pengembangan sebagai sebuah proses pendukung bukan sebagai sebuah elemen utama dalam proses penciptaan nilai. Pentingnya siklus inovasi dibandingkan siklus operasi terutama tampak pada perusahaan dengan siklus rancangan dan pengembangan yang panjang seperti perusahann farmasi ataupun bahan kimia yang berteknologi tinggi.

2. Proses Operasi

Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai didalam perusahaan. dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu.

3. Layanan Purna Jual

(15)

pergantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran, seperti: administrasi kartu kredit.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk mengfhasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinakan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lain yang dapat dicapai. (Kaplan dan Norton, 2000:109-114). Balance Scorecard telah mengungkapkan tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:

1. Kapabilitas Pekerja

Tenaga kerja pada perusahaan dewas lebih menuntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk mendapatkan memberikan usulan perbaikan, salah satu harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai. Ada tiga hal yang harus ditinjau dalam menerapkan Balance Scorecard, yaitu:

a) Kepuasan Pekerja

Pekerja puas merupakan pra-kondisi bagi peningkatan produktivitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi perlu memiliki pelangganyang dilayani oleh pekerja yang terpuas oleh perusahaan.

b) Mengukur Retensi Pekerja

Tujuan retensi pekerja adalah untuk mepertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan. Para pekerja yang bekerja dalam jangka yang lama dan loyal membawa nilai perusahaan, pengetahuan

(16)

tentang berbagai proses organisasioanl, dana diharapkan sensitivitasnya tehadap kebutuhan para pelanggan.

c) Mengukur Produktivitas Pekerja

Produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut.

2. Kapabilitas Sistem Informasi

Motivasi dan keahlian pekerja mungkin diperlukan untuk mencapai sasaran yang luas dalam tujuan pelanggan dan proses bisnis internal. Oleh sebab itu karyawan membutuhkan suatu sistem informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang mamadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

3. Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan

Meskipun pekerja yang terampil dilengkapi dengan akses kepada informasi yang luas tidak akan memberi kontribusi bagi keberhasilan perusahaan jika tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat keputusan dan mengambil tindakan. Oleh karena itu faktor enabler yang ketiga bagi tujuan pembelajaran dan pertumbuhan terfokus pada iklim perusahaan.

Keempat perspektif dalam Balance Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka panjang dengan tujuan jangka pendek, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut.

2.1.3.6Keunggulan Balance Scorecard

Keunggulan pendekatan Balance Scorecard dalam sistem perencanaan strategi adalah mampu menghasilkan rencana strategi yang memiliki karakteristik (Mulyadi, 2001:81) Sebagai berikut:

(17)

1. Komprehensif

Cangkupan perspektif Balance Scorecard dalam perencanaan strategi diperluas dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif lainnya yaitu: konsumen, proses bisinis internal dan pembelajaran dan pertungbuhan. Perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif non keuangan menghasilkan manfaat.

2. Koheren

Koheren berarti membangun hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategi. Koheren sasaran strategi yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategi memotivasi personel untuk bertanggungjawab dalam mencari inisiatif strategi yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja perusahaan.

3. Terukur

Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan tercapainya berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Sasaran strategik di perspektif pelanggan, prosen bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang sulit diukur, namun dalam Balance Scorecard ketiga perspektif tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian Ibnu Hajar (2015:7) dalam jurnal internationalnya The Effect Of Business Strategy on Innovation and Firm Performance in the Small Industrial Sector, berdasarkan partial least square (PLS) menunjukkan bahwa strategi bisnis berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Owner-manajer akan memilih orientasi strategi prospektor untuk mencari peluang pasar dan mengembangkan lini produk melalui pengembangan inovasi produk, inovasi proses,

(18)

dan inovasi pengeluaran untuk dapat memaksimalkan kemampuan inovasi untuk meningkatkan laba dan penjualan bersih.

Penelitian Rustamblin, dkk (2013:120) yang berjudul pengaruh strategi generik (kepemimpinan biaya dan diferensiasi) terhadap kinerja perusahaan menyatakan bahwa penerapan strategi diferensiasi memiliki pengaruh yang penting terhadap kinerja bank umum, terutama untuk indikator pengembangan produk baru atau produk yang sudah tersedia, pengembangan tenaga penjualan dan pengenalan produk baru ke pasar. Namun penerapan strategi kepemimpinan biaya tidak berpengaruh pada kinerja bank umum. Kemudian jika dilakukan penerapan strategi kombinasi (strategi kepemimpinan biaya dengan diferensiasi) tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian Ricky Yeekwong Chan dan Y.H. Wong (1999:561) yang berjudul

Bank generic strategies: does Porter’s theory apply in an international banking center

menyatakan bahwa Strategi Diferensiasi dan Kepemimpinan Biaya berpengaruh terhadap kinerja Bank.

Penelitian terdahulu mengenai employee engagement terhadap Kinerja Perusahaan diyakini peneliti variabel ini belum pernah dilakukan penelitian. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan employee engagement yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.

Penelitian Paul Maku Gichohi (2014:22) dengan judul The Role of Employee Engagement in Revitalizing Creativity and Innovation at the Workplace : A Survey of Selected Libraries in Meru County – Kenya, jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif, pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa employee engagement mempengaruhi kreatifitas dan inovasi di perpustakaan.

2.3 Kerangka Berfikir Hipotesis Penelitian

2.3.1 Hubungan Strategi Bisnis Terhadap Kinerja Perusahaan

(19)

memiliki efek terhadap keseluruhan kinerja perusahaan. Penerapan Strategi pada tingkat bisnis berguna untuk mengantisipasi persaingan yang semakin kompetitif. Menurut Porter penerapan strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi dapat mengungguli persaingan dalam industri yang semakin ketat. Dalam rangka memenangkan kompetisi , perusahaan perlu memiliki strategi kepemimpinan biaya dan diferensiasi yang jelas dan tepat agar perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik dalam menghadapi persaingan.

Penelitian terdahulu mengenai Strategi organisasi (kepemimpinan biaya dan diferensiasi) dinilai memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan (Ricky & Y.H.Wong, 1999:561). Hal senada juga dinyatakan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Hajar (2015:7) menjelaskan bahwa strategi bisnis berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Berbeda dengan penelitian Rustamblin, dkk (2013:120) menunjukan bahwa penerapan strategi kombinasi (kepemimpinan biaya dan diferensiasi) tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

2.3.2 Hubungan Keterlibatan Karyawan Dengan Kinerja Perusahaan

Keberadaan karyawan yang memiliki keterlibatan (engagement) terhadap perusahaan akan menghasilkan karyawan yang lebih bersemangat dalam bekerja, membawa produktifitas dan profit yang lebih tinggi terhadap perusahaan (Paul, Carrots & Stick, 2010:42).

Penelitian terdahulu mengenai keterlibatan karyawan menunjukkan bahwa employee engagement mempengaruhi kreatifitas dan inovasi di perpustakaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara semi terstruktur (Paul Maku Gichohi, 2014:22).

(20)

Strategi Bisnis (X1) Keterlibatan Karyawan (X2) Kinerja Perusahaan (Y)

Pendekatan Balance Scorecard :

 Perspektif Keuangan  Perspektif Pelanggan  Perspektif Proses Bisnis

Internal

 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Strategi bisnis berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

Gambar

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran  2.4 Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dewasa ini dalam praktek peradilan yang menerapkan pengertian melawan hukum materiel dalam fungsinya yang positif atau mengartikan melawan hukum dalam hukum pidana

(2) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian setelah menerima permohonan dari Kepala PPVTPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima

Dengan channel spacing yang tetap 0,2 nm, teknologi CWDM akan memiliki keterbatasan dalam hal jumlah panjang gelombang yang dapat dikonsumsi jika mengoptimalkan band

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam bentuk perilaku yang mendukung

terlampir dalam dokumen tersebut, surat pernyataan kesediaan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang ditandatangani oleh Ketua Koperasi

Dari pengamatan yang dilakukan ketika kedua orang pengawai diminta untuk memasukkan metadata ke dalam WINISIS dan aplikasi data entry katalog, diketahui bahwa

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dalam mengumpulkan data dan analisis datanya. Metode studi kasus peneliti gunakan untuk mengkaji peristiwa kontemporer yang

Pada akhir perkulihan ini mahasiswa akan dapat memahami konsep kesehatan masyarakat, konsep epidemiologi, Issue kesehatan lingkungan yang berpengaruh terhadap