• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN MEREMAS BOLA TENIS TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTERMITAS ATAS PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI TAHUN 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LATIHAN MEREMAS BOLA TENIS TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTERMITAS ATAS PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI TAHUN 2014."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH LATIHAN MEREMAS BOLA TENIS TERHADAP

KEKUATAN OTOT EKSTERMITAS ATAS PADA PASIEN

STROKE NON HEMORAGI DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI

TAHUN 2014

Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

IKA KHAIRUNNISA ZUARDI BP.1010323063

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

vii FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS JUNI 2014

NAMA : IKA KHAIRUNNISA ZUARDI

NO.BP : 1010323063

Pengaruh Latihan Meremas Bola Tenis Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Non Hemoragi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Tahun 2014

xv +72 halaman +7 tabel +2 skema +2 gambar +1 grafik +12 lampiran

ABSTRAK

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia dewasa. Dua pertiga pasien stroke mengalami kelemahan salah satu sisi anggota gerak. Di RSSN Bukittinggi terjadi peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya. Perbaikan pasca stroke non hemoragi dapat dilakukan dengan memberikan latihan meremas bola tenis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke non hemoragi. Penelitian menggunakan desain quasi eksperiment dengan pendekatan pre test and post test nonequivalent control group. Jumlah responden adalah 32 pasien yang dijadikankan sebagai sampel (16 pasien kelompok kontrol dan 16 pasien kelompok perlakuan). Intervensi yang dilakukan pada kelompok perlakuan adalah latihan meremas bola tenis ditambah latihan Range Of Motion (ROM) standar untuk kelompok kontrol latihan ROM standar pada pasien hemiparese. Latihan meremas bola tenis dilakukan 3 kali sehari selama 6 hari dan latihan ROM dilakukan dua kali sehari selama 6 hari, dengan penilaian kekuatan otot pada hari pertama sebelum latihan dan hari keenam setelah latihan. Hasil wilcoxon test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata kekuatan otot pre-test dan post-test baik pada kelompok perlakuan (p=0.000) maupun kelompok kontrol (p=0.008). Hasil Mann Whitney Test membuktikan ada perbedaan yang signifikan rata-rata peningkatan kekuatan otot antara kelompok kontrol dan perlakuan (p=0.003). Dapat disimpulkan bahwa latihan meremas bola tenis ditambah latihan ROM standar lebih berpengaruh dari pada latihan ROM standar dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke. Saran hasil penelitian adalah latihan ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi di rumah sakit dan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan upaya peningkatan kemampuan perawat terutama yang bekerja di ruang perawatan neurologi dalam memberikan latihan meremas bola tenis.

(3)

viii FACULTY OF NURSING

ANDALAS UNIVERSITY JUNY 2014

Name : IKA KHAIRUNNISA ZUARDI

Registered Numbered : 1010323063

The Effect Of Tennis Ball Squeezing Exercise On Upper Extermity Muscle Strength in Patient With Stroke Non Hemorrhage at National Stroke

Hospital Bukittinggi in 2014

xv +72 pages +7 tables +2 schemas +2 figures +1 graphs +12 appendices

ABSTRACT

Stroke is the main cause of handicaps in adult age. Two-third of stroke patient suffer a weakness of one of extremities side. Stroke cases increases every year in RSSN Bukittingi. Post stroke non hemorrhage recovery can be done by giving astimulation on the affected side, for example by giving tennis ball squeezing exercise. This research aimed to identifying the effect of tennis ball squeezing exercise on the upper extermity muscle strength of patient with stroke non hemorrhage. The design of the research was a quasi experiment with pre test and post test nonequivalent control group.32 patients were participated as subjects for both the control and intervention groups. The tennis ball squeezing exercise plus standard ROM exercise are provided for intervention group and the standard ROM for control group. Tennis ball squeezing exercise done 3 times a day for 6 days and standard ROM exercise done 2 times a day for 6 days. The assessment of muscle strength was at the first day before intervention and sixth day after intervention. The result of Wilcoxon Test showed that there is a significant difference on the average muscle strength before and after intervention for the treatment group (p-0.000) and the control group (p=0.008). The result of the Mann Whitney Test revealed that there is a significant difference on the average of increasing of muscle strength between control and treatment groups (p=0.003). Based on the result, it can be concluded that tennis ball squeezing exercise plus standard ROM exercise has more effect than the standard ROM in increasing muscle strength of stroke patients. Suggestion of this research is that the practice of squeezing tennis ball exercise can be continued as an intervention in the hospital and considered to improve nurse ability especially for those who work in neurology department in giving squeezing tennis ball exercise to patients with stroke non hemorrhage.

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO, 1983 dalam Tarwoto, 2013). Stroke terjadi ketika aliran darah pada lokasi tertentu di otak terganggu. Lokasi pada daerah yang kekurangan oksigen menjadi rusak dan menimbulkan gejala. Tipe dan beratnya defisit neurologik mempunyai gejala - gejala yang bervariasi tergantung dari bagian - bagian otak yang terkena (Tarwoto, 2013).

Stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di negara maju di Amerika Serikat tahun 2010, dimana setiap tahunnya 795.000 penduduk Amerika mengalami serangan stroke baru ataupun berulang (iskemik ataupun hemoragi). Stroke menyebabkan 1 dari 19 kematian di Amerika Serikat dimana setiap 40 detik satu orang mengalami stroke, dan setiap 4 menit satu orang meninggal akibat stroke (AHA, 2014).

(5)

2

Setiap tiga hari rata-rata 1 orang penduduk Indonesia, baik tua maupun muda, meninggal dunia karena stroke (Pdpersi, 2010 dalam Briner, 2013).

Sumatera Barat dalam prevalensi penyakit stroke menempati urutan ke enam dari 33 provinsi setelah Nangroe Aceh Darusalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta, NTB, dengan presentase 10,6% (BPS, 2011 dalam Briner, 2013). Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi sebagai rumah sakit khusus stroke di Sumatera berdasarkan data dari bagian rekam medik RSSN Bukitinggi terjadi peningkatan jumlah pasien stroke non hemoragik setiap tahunnya yakni pada tahun 2011 sebanyak 1.617 pasien, pada tahun 2012 sebanyak 2.125 pasien dan pada tahun 2013 sebanyak 2.364 pasien (Rekam Medik RSSN, 2014).

Berbeda dengan stroke non hemoragi, untuk stroke hemoragi hampir setengah dari pasien yang dirawat di rumah sakit admission timenya kurang dari 6 jam (49,1%) sedangkan yang lainya admission timenya lebih dari 6 jam (6-12 jam 12,8%; 12-24 jam 17%; dan>24 jam 21,1%). Semakin cepat pasien mendapatkan pertolongan yang tepat maka terjadinya infark serebri semakin kecil dengan demikian defisit neurologis yang ditimbulkan lebih ringan. Pemulihan pasien stroke dengan infark serebri yang minimal akan lebih cepat

dibandingkan dengan pasien stroke dengan infrak serebri yang luas (Misbach, 2007).

(6)

3

umumnya menunjukan gambaran klinis yang lebih berat dibandingkan dengan stroke non hemoragi.

Separuh pasien stroke non hemoragi yang hidup mengalami kecacatan fisik karena defisit neurologis yang menetap. Pasien tidak hanya mengalami kelumpuhan tetapi juga mengalami gangguan kognisi, gangguan komunikasi dan gangguan lapang pandang atau defisit dalam persepsi. Akibatnya baik pasien maupun keluarganya mengalami kesulitan untuk melaksanakan program terapi dan rehabilitasi jangka panjang serta penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan pasien stroke non hemoragi dalam melaksanakan fungsi aktifitas sehari - hari dan keterbatasan dalam melakukan kegiatan sosial serta menimbulkan ketergantungan (Browman, 2001 dalam Nurbaini, 2009)

Canning et al (2004), mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi penurunan fungsi motorik pada ekstremitas pasien stroke antara kekuatan otot dengan keterampilan gerak otot dalam beraktifitas. Dari hasil penelitiannya, faktor yang paling dominan mengalami penurunan fungsi pada ekstremitas pasien stroke adalah kekuatan ototnya dibandingkan kemampuan keterampilan gerak otot (p=0.0001). Dengan demikian diperlukan suatu

desain program latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot pasien stroke non hemoragi untuk mengurangi ketidakmampuannya.

(7)

4

yang teratur dan terencana secara sistematis (Petty, 2011). Sekitar 90% pasien stroke mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan. Kelemahan atau kelumpuhan ini sering kali masih dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit, dan biasanya pasien telah mampu belajar berjalan tetapi lengannya masih mengalami kelemahan (Mulyatsih & Airiza, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan ke ruang rawat inap neurologi RSSN Bukittinggi pada tanggal 21 April 2014, hampir seluruh (92%) pasien pasca stroke non hemoragi yang dirawat di RSSN Bukittinggi mengalami hemiparesis. Hemiparesis merupakan gejala yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan gejala stroke lainnya seperti disfagia (70%). Efek kelemahan otot pada tangan, wajah, dada, dan kaki dapat menyebabkan pasien stroke mengalami hilangnya keseimbangan, kesulitan dalam berjalan, gangguan dalam kemampuan memegang benda, keletihan otot, kurangnya koordinasi gerakan, yang secara keseluruhan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dan melaksanakan ADL, sehingga pasien menjadi tergantung pada orang lain dan hilangnya kemandirian pasien (NSA, 2012). Selain itu harga diri dan kepercayaan diri pasien juga akan menurun karena tidak bisa lagi bekerja serta terganggunya kehidupan sosial pasien yang pada

akhirnya akan mempengaruhi kualitas hidup pasien (Mulyatsih, 2007).

(8)

5

kekuatan/ strength training merupakan salah satu latihan fisik yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot pasien pasca stroke yaitu dengan latihan resisten progresif (NICE, 2013). Salah satu latihan kekuatan yang sederhana yang bermanfaat bagi penderita stroke yang selamat yaitu meremas bola tenis (Collela, 2013). Latihan fisik sendiri baru boleh di mulai setelah pasien melewati fase akut dan mencapai kestabilan dimana menurut Olsen (2000) dalam Utomo (2008) fase akut pada stroke non hemoragi berlangsung selama 5-7 hari sehingga latihan meremas bola tenis ini akan dimulai pada ≥ 5 hari setelah awitan terjadi.

Latihan meremas bola tenis merupakan salah satu latihan yang direkomendasikan oleh AHA untuk meningkatkan kekuatan otot tangan pasien pasca stroke (AHA 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh AHA (2007), yang mengadakan sebuah stroke trial untuk memprediksi pencapaian fungsional tangan pasien pasca stroke dimana 24 pasien pasca stroke diberikan latihan yang berbeda–beda (4 pasien latihan mengetuk jari telunjuk, 17 pasien latihan ekstensi pergelangan tangan, dan 3 pasien diberikan latihan meremas bola tenis) selama 6 minggu untuk melihat pengaruhnya terhadap rentang gerak dan kekuatan otot tangan pasien pasca

stroke. Terjadi perubahan yang siginifikan terhadap peningkatan aktivitas kortex yang diketahui dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

(9)

6

dilakukan oleh AHA di atas, latihan meremas bola tenis merupakan latihan yang memiliki pengaruh terhadap kekuatan otot tangan, sedangkan dua latihan lainnya memiliki pengaruh terhadap rentang gerak tangan pasien. Menurut Sherwood (2001) dengan adanya latihan (meremas bola tenis (AHA, 2007)), pada bagian yang hemiparesis akan membantu memperlancar aliran darah ke otak dimana akan terjadi peningkatan ukuran cabang – cabang dendrit yang membantu sinaps - sinaps baru menutupi area otak yang lesi, sehingga akan memperbaiki fungsi penerimaan dan pengiriman impuls ke anggota gerak badan, kemudian meningkatkan kontraksi dan kekuatan otot. Oleh karena itu pada penelitian kali ini peneliti lebih memfokuskan pada latihan meremas bola tenis.

Dari observasi peneliti dan wawancara kepada 2 orang perawat di ruang rawat inap neurologi RSSN Bukitinggi pada tanggal 13 Februari 2014, rata – rata pasien stroke yang mengalami hemiparese pada ekstremitas atas kekuatan ototnya berkisar antara 0-3. Pasien stroke non hemoragi mendapatkan program latihan ROM rutin yang dapat membantu peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas yang dilakukan setiap hari oleh unit fisioterapi RSSN Bukittinggi sebanyak 2 kali sehari (08.00 dan 16.00).

(10)

7

belum pernah diterapkan di RSSN Bukittinggi. Selama ini belum ada penelitian tentang penggunaan bola tenis untuk meningkatkan kekuatan otot pasien di lakukan di RSSN Bukittinggi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut, ”Adakah pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot pasien stroke non hemoragi di ruang rawat inap neurologi RSSN Bukitinggi tahun 2014?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Mengidentifikasi pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukitinggi tahun 2014.

2. Tujuan Khusus :

a. Teridentifikasi kekuatan otot ekstermitas atas pre-test dan post-test pada kelompok kontrol.

(11)

8

c. Teridentifikasi pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke non hemoragi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Pelayanan

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan fungsional ekstremitas atas yang mengalami kelemahan pada pasien stroke yaitu latihan meremas bola tenis.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Menambah pengetahuan dan sebagai evidance based practice dalam praktik keperawatan tentang latihan meremas bola tenis untuk meningkatkan kekuatan otot. Selain itu membantu meningkatkan pemahaman dan pengembangan kualitas tindakan keperawatan dalam bidang spesialisasi keperawatan medikal bedah.

3. Bagi Keluarga

(12)

9

4. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam bidang ilmu yang terkait dan menambah pengetahuan mahasiswa/i keperawatan, sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan intervensi khusus keperawatan pasien stroke yang mengalami hemiparese dan mendukung terwujudnya evidence based dalam praktik latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas.

5. Bagi Penelitian Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah para pejabat tinggi Zona Euro dan Yunani mencapai kesepakatan terkait konsesi apa yang akan diberikan Yunani demi mendapatkan kucuran dana bailout, pasar tengah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh : (1) model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan pemahaman konsep siswa SMA N 6 Yogyakarta

Kadar Si dalam abu silika yang dihasilkan mengalami peningkatan dari ~85% menjadi ~92-93% apabila sekam padi mengalami perlakuan awal terlebih dahulu sebelum

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan

Bangsa Indonesia memliki sejarah yang sangat panjang, hidup dalam kemakmuran dan ketentraman selama berabad abad, kerajaan besar dan kecil banyak berdiri di

Kemudian apabila nakoodo sudah menemukan calon yang baik, dan mereka merasa tertarik untuk bertemu, maka dilakukan “ miai ” (pertemuan). Tempat pertemuan bisa dilakukan di

Wilayah kajian dalam skripsi ini adalah “Pengembangan/ Pembiayaan Ekonomi lokal ” yang dalam penelitian ini berkaitan dengan Pembiayaan Ekonomi masyarakat yaitu “

Dinamika penyelenggaraan empat fungsi Negara seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, merupakan suatu proses yang kompleks, karena adanya