KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK DAN SERAT KASAR SECARA In-Vitro DARI SERBUK BATANG KELAPA SAWIT YANG DIHIDROLISIS DENGAN ENZIM SELULASE TERMOSTABIL
SKRIPSI
Oleh :
KUMI IKEDA 0910612126
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Andalas
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS
KECERNAAN BK, SK, DAN BO SECARA In-Vitro DARI BATANG KELAPA SAWIT YANG DIHIDROLISIS DENGAN ENZIM SELULASE
TERMOSTABIL
Kumi Ikeda1, Yetti Marlida2 dan Yuliaty Shafan Nur3 1)
Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, 2014
2)
Dosen pembimbing I, Dosen pengajar Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang
3)
Dosen pembimbing II, Dosen pengajar Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat interaksi konsentrasi serbuk batang kelapa sawit dan dosis enzim selulase terhadap kecernaan BK, BO, dan SK secara
in-vitro. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2x3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi serbuk batang kelapa sawit yang dihidrolisis dengan enzim selulase termostabil yaitu: A1 : 40 gr/100 ml larutan buffer phospat dan A2 : 60 gr/ 100 ml larutan buffer phospat. Faktor kedua, dosis enzim yaitu: B1 : 250 U/ml, B2 : 500 U/ml dan B3 : 750 U/ml. Peubah yang diamati adalah : kecernaan BK, BO, dan SK. Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa adanya interaksi yang berbeda nyata (P<0,05) antara konsentrasi serbuk batang kelapa sawit dan dosis enzim selulase terhadap kecernaan BK, BO, dan SK, sedangkan masing-masing faktor memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi batang kelapa sawit 60 gr/ 100 ml larutan buffer phospat dan dosis enzim selulase 750 U/ml menghasilkan kecernaan BK 60,64%, BO 63,27%, dan SK 64,38%.
1
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis quineensis JACQ) dari famili Arecaceae merupakan
suatu komoditas non migas andalan Indonesia dan primadona bagi komoditi
perkebunan. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, khususnya di
Sumatera Barat dimana limbah padat berupa batang atau kayu sawit dihasilkan
sebesar 2.257.200 ton (Statistik Perkebunan Indonesia, 2012) dengan tinggi pohon
sekitar 7–25 cm di atas permukaan tanah, dan diameter batang lebih kurang 45 –
65 cm.
Menurut hasil Analisa Laboratorium Ruminansia Fakultas Peternakan
Universitas Andalas (2013), batang kelapa sawit mengandung serat kasar 38% ,
protein kasar 4,1%, lemak kasar 1,1%, NDF 61,31%, ADF 43,15%, selulosa
29,41%, hemiselulosa 18,00% dan lignin 14,32%. Batang kelapa sawit berpotensi
sebagai sumber energi bagi ternak namun protein kasar yang rendah menyebabkan
batang sawit ini digolongkan pada pakan serat berkualitas rendah (low quality)
karena tingginya kadar serat kasar dan lignin, sehingga sangat potensial
digunakan sebagai sumber energi bagi ruminansia, karena mempunyai kandungan
karbohidrat yang tinggi. Berdasarkan limbah yang tersedia dan kandungan gizi
yang rendah, maka batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif
ternak dengan melakukan pengolahan hidrolisis enzim selulase termostabil bakteri
NG2.
Hidrolisis bertujuan memutus ikatan lignoselulosa, sehingga menurunkan
kadar selulosa dan peningkatan daya cerna secara proporsional dengan turunnya
2 dengan menggunakan enzim selulase termostabil bakteri NG2. Enzim termofilik
yang dihasilkan bakteri NG2 dapat diaplikasikan pada bahan pakan yang tinggi
selulosa dan mengalami proses pemanasan >50º C, dimana proses pemanasan
bertujuan merenggangkan ikatan dan membuat bahan pakan tersebut
menghembang sehingga memudahkan enzim mendegredasi selulosa. Yetti (2001)
menyatakan bahwa perlakuan panas pada suhu 95ᵒC pada pati jagung bertujuan
untuk menurunkan viskosiotas pati. Mikroorganisme yang menghasilkan enzim
selulase mampu memecah selulosa menjadi bentuk sederhana seperti glukosa,
sehingga glukosa dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh ternak. Selanjutnya
menurut Kenedi (2012), bakteri NG2 merupakan bakteri gram negatif, berspora
dan berbentuk batang. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri NG2
diperoleh pada pH 7.0, dengan suhu 60oC, lama inkubasi 30 jam dan
menghasilkan aktifitas spesifik 59.45 U/mg. Bakteri ini bersifat termofilik dan
terbukti mampu memecah komponen lignoselulosa.
Aplikasi enzim ke dalam pakan ternak bertujuan untuk membantu
mendegradasi senyawa komplek menjadi sederhana diluar tubuh ternak dan
dilanjutkan di dalam saluran cerna (Yetti et al., 2012). Percobaan untuk
mengetahui tingkat degradasi memerlukan waktu, materi, tenaga dan biaya yang
banyak sehingga perlu metode alternative yaitu dengan metode in-vitro (Tillman
dkk., 1989). Metode in-vitro dilakukan dilaboratorium dengan menirukan kondisi
rumen.
Pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba perlakuan
enzimatik menggunakan enzim selulase diluar tubuh atau sebelum dilakukan uji in
3 sehingga bahan pakan tersebut lebih mudah difermentasi dibandingkan tanpa
perlakuan. Pengujian kualitas dari suatu bahan pakan dapat dilakukan secara fisik,
kimia dan biologis. Walaupun nilai pengujian secara fisik dan kimia baik, belum
tentu mempunyai angka manfaat bagi ternak. Pertumbuhan dan produksi ternak
didukung oleh zat makanan yang tercerna, karena itu perlu dilakukan pengolahan
untuk meningkatkan daya cerna bahan tersebut, salah satu metoda penentuan
daya yang mudah dan murah adalah dengan menggunakan metode in-vitro.
Tingkat kecernaan bahan pakan merupakan salah satu kendala penting dan
membutuhkan teknik untuk mengatasinya. Masalah utama pemanfaatan hasil
samping perkebunan kelapa sawit adalah bagaimana meningkatkan kecernaan,
kecernaan yang meningkat, diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi
peningkatan konsumsi. Pada umumnya kebutuhan zat makanan yang utama perlu
diketahui pada ternak ruminansia adalah kebutuhan bahan kering. Sebagian besar
zat makanan penyusun bahan kering tersebut adalah bahan organik, dan sumber
utama bagi ternak ruminansia berasal dari karbohidrat yang terdapat di dalam
serat kasar akan menghasilkan VFA menjadi sumber energi bagi ternak dan
mikroorganisme. Penelitian tentang hidrolisis enzim selulase termostabil bakteri
NG2 sebelumnya belum pernah diteliti, maka perlu dilakukan pengujian
kecernaan bahan kering, bahan organik, dan serat kasar batang kelapa sawit
sebelum digunakan sebagai pakan ternak.
Dari uraian diatas maka dilakukanlah penelitian ini dengan judul
“Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Serat Kasar Secara In-
4
1.2 Rumusan Masalah
Apakah proses hidrolisis dengan enzim selulase termostabil dapat
meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan serat kasar serbuk batang
kelapa sawit?
1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tingkat kecernaan bahan kering, bahan organik dan serat
kasar batang kelapa sawit setelah dihidrolisis dengan enzim selulase secara
in-vitro, untuk dapat memanfaatkan batang kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak
ruminansia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
teknologi pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit yang dihidrolisis dengan enzim
selulase, sebagai pakan ternak ruminansia serta dapat mengurangi pemakaian
pakan yang bernilai jual tinggi dan bersaing dengan kebutuhan nutrisi.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah interaksi antara konsentrasi serbuk batang
kelapa sawit 40gr/ml larutan buffer phospat dan dosis enzim selulase 750 U/ml