WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Oleh:
INDAH WAHYU PUJI UTAMI S861008018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
TESIS
oleh:
Indah Wahyu Puji Utami S861008018
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Warto, M.Hum
NIP. 196109251986031001 ……… ………...
Pembimbing II Drs. Syaiful Bachri, M.Pd
NIP. 195206031985031001 ……… ………...
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.
WACANA IDEOLOGI NEGARA DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SEJARAH SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
TESIS
oleh:
Indah Wahyu Puji Utami S861008018
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.
NIP. 195603031986031001 ……… ………...
Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.
NIP. 194403151987041001 ……… ………...
Anggota Dr. Warto, M.Hum
NIP. 196109251986031001 ……… ………...
Anggota Drs. Syaiful Bachri, M.Pd
NIP. 195206031985031001 ……… ………...
Mengetahui,
Direktur Ketua Program Studi
Program Pascasarjana UNS Pendidikan Sejarah
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama : Indah Wahyu Puji Utami
NIM : S861008018
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Wacana Ideologi
dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah betul-betul karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi.
Sepanjang sepengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh
dari tesis ini.
Surakarta, Maret 2012
yang membuat pernyataan
MOTTO
Proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan dan bukan yang menjinakkan.
PERSEMBAHAN
untuk janin dalam kandunganku,
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa
atas pemberian nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Penyelesaian tesis ini juga tidak lepas dari dorongan, bimbingan, dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis
menyampaikan terima kasih setulus hati yang sangat mendalam kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd., selaku ketua Prodi Pendidikan Sejarah
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan
memberikan kesempatan, dorongan, dan masukan.
3. Dr. Warto, M.Hum., sebagai pembimbing I penulisan tesis, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan
motivasi yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd., sebagai pembimbing II penulisan tesis, yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Para Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah membuka wawasan pengetahuan penulis
6. Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. yang telah mendorong penulis untuk melanjutkan
studi dan memberikan inspirasi topik penelitian tesis ini.
7. Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
informasi yang bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini.
8. Suamiku, Purwanto Hadi Waluyo, A.Md., yang selalu sabar dan terus
memberikan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini sebelum anak kami lahir.
9. Bapak, Ibu, Emak serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan
moral dan materi serta doa yang tiada henti selama ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret angkatan 2010, terutama Ulfatun Nafi’ah, Imaniar
Purbasari, dan I Gede Wayan Wisnuwardana. Terima kasih atas persahabatan
dan dukungannya selama ini.
Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan dan dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk masalah-masalah
yang sejenis.
Surakarta, Maret 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori ... 10
1. Kepentingan Negara dalam Pendidikan Sejarah ... 10
2. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah ... 15
3. Analisis Wacana Kritis Teks Pendidikan ... 25
B. Penelitian yang Relevan ... 31
C. Kerangka Pikir ... 35
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37
B. Sumber Data ... 39
C. Teknik Pengumpulan Data ... 40
1. Analisis Teks Model Fairclough ... 40
2. Wawancara ... 41
3. Studi Literatur/Dokumen ... 41
D. Validitas Data ... 44
E. Teknik Analisis ... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Latar ... 48
B. Sajian Data ... 51
1. Analisis Teks untuk Menemukan Tema-tema Ideologi dalam BSE Sejarah Kelas XII IPA ... 51
a. Analisis Teks 1 ... 51
c. Analisis Teks 3 ... 67
d. Analisis Teks 4 ... 72
e. Analisis Teks 5 ... 74
f. Analisis Teks 6 ... 77
g. Analisis Teks 7 ... 85
h. Analisis Teks 8 ... 88
i. Analisis Teks 9 ... 89
j. Analisis Teks 10 ... 96
k. Analisis Teks 11 ... 99
l. Analisis Teks 12 ... 101
m. Analisis Teks 13 ... 106
n. Analisis Teks 14 ... 109
2. Praktik Wacana ... 113
a. Proses Produksi BSE Sejarah oleh Penulis dan Penerbit ... 113
b. Peran Negara dalam Produksi BSE Sejarah ... 120
c. Konsumsi BSE Sejarah ... 135
3. Praktik Politik Pendidikan ... 139
a. Reformasi dan Kebijakan tentang Pendidikan Sejarah di Indonesia ... 139
b. Pelarangan Buku-buku Pelajaran Sejarah ... 143
C. Pokok-pokok Temuan ... 147
1. Tema-tema Ideologi dalam BSE Sejarah ... 147
3. Praktik Politik Pendidikan ... 149
D. Pembahasan ... 150
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 158
B. Implikasi ... 160
C. Saran ... 162
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah
untuk SMA/MA ... 20
Tabel 2. Dimensi Analisis Wacana Kritis, Metode Pengumpulan Data dan
Unit Analisis dalam Penelitian Wacana Ideologi Negara dalam Buku
Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 43
Tabel 3. Rincian isi BSE Sejarah Kelas XII IPA ... 48
Tabel 4. Tema-tema Ideologi Negara yang Muncul dalam BSE Sejarah
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Hubungan antara teks, interaksi, dan konteks menurut Fairclough ... 26
Bagan 2. Kerangka pikir penelitian ... 35
Bagan 3. Dimensi Analisis Wacana Kritis Menurut Fairclouh ... 38
Bagan 4. Tahapan Teknik Analisis Wacana Kritis Fairclough ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 167
Lampiran 2. Daftar Informan ... 170
Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 171
Lampiran 4. Permendiknas No. 7 Tahun 2005 ... 213
Lampiran 5. Permendiknas No. 11 Tahun 2005 ... 216
Lampiran 6. Permendiknas No. 48 Tahun 2007 ... 221
Lampiran 7. Instrumen 1 Penilaian Buku Teks Pelajaran Sejarah SMA/MA... 228
Lampiran 8. Instrumen 2 Penilaian Buku Teks Pelajaran Sejarah SMA/MA... 242
ABSTRAK
Indah Wahyu Puji Utami. S861008018. 2012. Wacana Ideologi Negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA). Tesis, Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) kecenderungan tema-tema ideologi negara yang muncul dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sekolah Menengah Atas, (2) proses produksi wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sekolah Menengah Atas, dan (3) konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi BSE Sejarah Kelas XII IPA, dokumen kebijakan pemerintah mengenai buku teks sejarah, dokumen dari media massa, para penulis BSE Sejarah Kelas XII IPA, kepala redaksi dari penerbit, para tim penilai, dan guru yang menggunakan BSE Sejarah Kelas XII IPA dalam pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis teks model Fairclough, wawancara, dan studi literatur/dokumen. Validitas data menggunakan tiga kriteria validitas data dalam analisis wacana kritis menurut Ibnu Hamad yaitu holistic, historical situatedness, dan teori. Teknik analis data dilakukan melalui teknik analisis wacana kritis menurut Fairclough yaitu deskripsi, interpretasi dan eksplanasi.
ABSTRACT
Indah Wahyu Puji Utami. S861008018. 2012. State Ideological Discourse in High School (SMA) History Electronic Textbook (BSE). Thesis, History Education Studies Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta.
The purpose of this study was to describe: (1) the tendency of state ideological themes that appear in the History Electronic Textbook for High School, (2) the production process of state ideological discourse in the History Electronic Textbook for High School, and (3) education political contexts that influence in the practice of state ideological discourse in the History Electronic Textbook for HighSchool.
This research was qualitative research by using method of critical discourse analysis. Source of data used in this research include History BSE Class XII Science, government policy documents on the history textbooks, documents from the mass media, the authors History BSE Class XII Science, chief editor of the publisher, the assessment team, and teachers who use the History BSE Class XII Science. The data was collected through a model of Fairclough’s text analysis, interviews, and literature/documents studies. The validity of the data in this research using three criteria validity in critical discourse analysis according to Ibnu Hamad which are holistic, historical situatedness, and theory. Techniques of data analysis performed through the technique of critical discourse analysis according to Fairclough: description, interpretation and explanation.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buku teks merupakan buku yang digunakan sebagai sarana belajar dalam
proses belajar (learning) dan pengajaran (teaching) yang digunakan oleh siswa
dan disusun atau ditulis oleh guru atau pakar yang menguasai displinnya dengan
tujuan untuk mempermudah proses pembelajaran bagi siswa. Dua hal pokok yang
harus diperhatikan dalam buku teks yang berbeda dengan buku lainnya yaitu
pertama aspek isi yang mengacu pada disiplin ilmu dan kedua memiliki tujuan
pedagogis.
Buku teks seringkali membebani siswa karena harganya mahal dan hanya
dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. Menanggapi hal itu, Departemen
Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
mengeluarkan kebijakan mengenai buku teks yang termuat dalam Peraturan
Menteri Pedidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005. Sebagai tindak
lanjut dari kebijakan ini pemerintah membeli hak cipta buku teks yang telah lolos
seleksi dan dinilai layak oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Buku
ini selanjutnya dikenal sebagai Buku Sekolah Elektronik (BSE) karena diedarkan
oleh pemerintah dalam bentuk buku elektorik atau e-book. BSE dapat diunduh,
hak cipta. Penerbit diberi kesempatan untuk menerbitkan buku ini dan
mengedarkannya, namun harga eceran tertinggi BSE ditetapkan oleh pemerintah.
BSE Sejarah sebagai buku teks menyajikan materi yang merupakan
pengembangan dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang
terdapat dalam kurikulum. Dalam pengembangan materi ini penulis buku teks
sebenarnya melakukan interpretasi terhadap SK dan KD untuk mencapai tujuan
pembelajaran sejarah yang terdapat dalam kurikulum. Tujuan mata pelajaran
sejarah pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)
menurut Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) adalah:
1. membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan,
2. melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan,
3. menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau,
4. menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, dan 5. menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian
dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. (Depdiknas, 2006:524)
Materi yang disajikan dalam buku teks sejarah merupakan hasil interpretasi
dan konstruksi pemikiran penulis terhadap fakta-fakta sejarah. Saat membangun
konstruksi ini, penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya latar belakang
pendidikan, kurikulum yang berlaku, institusi, ideologi, kekuasaan, dan
Materi yang ditulis dalam buku teks sejarah haruslah berpijak pada
kurikulum. Kurikulum secara teoritis merupakan kebijakan politik, sehingga
materi pelajaran sejarah tidak bisa lepas dari kepentingan politis pemerintah.
Kondisi politik negara sangat berpengaruh terhadap kurikulum dan materi dalam
buku teks sejarah. Hal ini terjadi karena buku-buku teks sejarah di sekolah
merupakan dasar untuk mengembangkan kesadaran sejarah dan kesadaran
nasional menurut versi negara (Nordholt, 2005:15).
Perkembangan politik pasca reformasi melahirkan tulisan-tulisan sejarah
yang menjadi historiografi tandingan bagi sejarah versi negara, terutama berkaitan
dengan sejarah-sejarah kontroversial. Intervensi masyarakat dalam pengajaran
sejarah di sekolah pun terjadi. Masyarakat mulai mempertanyakan kebenaran dan
keabsahan materi sejarah yang terdapat dalam buku teks sejarah di sekolah yang
disusun berdasarkan “sejarah resmi” pada masa Orde Baru. Menteri Pendidikan
Yuwono Sudarsono (1998-1999) memerintahkan agar diadakan penyelidikan
mengenai persoalan ini untuk memperbaiki isi buku resmi pelajaran sekolah.
Namun, hasilnya kurang memuaskan karena masalah kudeta 1965 dan peranan
militer tidak diubah (Nordholt, 2005:18).
Buku teks sejarah mengalami perubahan lagi pada tahun 2004, terutama
mengenai kudeta Gerakan 30 September 1965 yang sering dianggap kontroversial.
Kurikulum 2004 tidak mencantumkan PKI di belakang G30S sehingga buku teks
sejarah pun mencantumkan berbagai versi mengenai peristiwa G30S. Jika dilihat
dari perspektif ilmu sejarah perubahan ini tidak salah. Pencantuman berbagai versi
sejarah yang kontroversial. Namun, perubahan ini ternyata sangat sensitif dari segi
politik, sehingga dalam kurikulum berikutnya yang berlaku mulai tahun 2006
penyebutannya kembali menjadi G30S/PKI.
Perubahan ini sebenarnya merupakan hasil intervensi kelompok masyarakat
tertentu dan negara. Pada tahun 2005 beberapa tokoh Islam seperti Jusuf Hasyim,
Taufiq Ismail, dan Fadli Zon mendatangi DPR dan mempertanyakan kenapa
dalam kurikulum 2004 tidak dicantumkan tentang pemberontakan PKI 1948 dan
1965. Setelah melakukan hearing dengan DPR, Menteri Pendidikan Nasional
membentuk tim khusus untuk menangani masalah ini. Hasil rekomendasi dari tim
tersebut adalah peristiwa PKI Madiun 1948 perlu dimasukkan kembali dalam
pendidikan sejarah, selain itu perlunya pencantuman kata PKI setelah Peristiwa
G30S sehingga menjadi G30S/PKI (Asvi Warman Adam, 2006:xvii).
Topik-topik sejarah yang kontroversial sebenarnya tidak hanya berkisar
pada masalah G30S, Supersemar, ataupun Serangan Umum Satu Maret. Masih
banyak topik yang debatable dan menuntut sikap kritis dalam menyikapinya.
Taufik Abdullah misalnya mempermasalahkan mitologisasi peristiwa Sumpah
Pemuda sebagai salah satu tonggak dalam perjalanan sejarah nation-formation.
Menurutnya, Sumpah Pemuda hanya berhenti pada penyatuan tekad akan bangsa
yang satu dan tanah air yang satu, serta menjunjung bahasa persatuan, sedangkan
Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia (PI) tahun 1923 telah melampaui ke
semua tingkat itu dan menjadikan “Indonesia Merdeka, sekarang” sebagai tujuan
Konstruksi penulis buku teks mengenai berbagai peristiwa sejarah yang
ditulis dalam buku teks menarik untuk dikaji. Hal ini perlu dilakukan untuk
menangkap makna di balik wacana-wacana yang disajikan dalam buku teks
sejarah.
Sejarah sesungguhnya dapat dianggap sebagai suatu sistem wacana,
discourse, yang ingin mengatakan “sesuatu tentang sesuatu” (Taufik Abdullah, 2005:xviii). Wacana sejarah terikat oleh konteksnya, terutama konteks waktu
yang merupakan salah satu ciri khas dari studi sejarah.
Pengungkapan makna wacana sejarah ini penting karena praktik wacana
dalam sejarah, seperti praktik wacana pada umumnya, sebenarnya merupakan
praktik sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan ataupun ideologi. Untuk
menguasai seseorang atau kelompok tertentu maka negara/penguasa harus bisa
mempengaruhi pemikiran mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui praktik wacana
(Teun A. van Dijk, 1998:10). Pengungkapan makna di balik wacana yang tersaji
dalam buku teks sejarah dapat dilakukan dengan menggunakan analisis wacana
kritis.
Analisis wacana kritis adalah salah satu cabang studi bahasa dengan
pendekatan yang multidisipliner. Analisis wacana kritis tidak memahami wacana
atau teks semata-mata sebagai obyek studi bahasa, namun teks harus dipahami
dalam konteksnya. Wacana dipandang sebagai teks yang selalu terikat pada
konteks. Kita dapat memahami makna teks jika membacanya dalam konteks
tertentu. Teks dalam hal ini tidak selalu berupa tulisan, namun juga ujaran. Ilmu
tindakan atau fenomena sosial sebagai teks yang harus dipahami maknanya dalam
konteks sosial tertentu.
Teks juga merupakan alat untuk mencapai tujuan atau praktik sosial
tertentu, termasuk praktik ideologi. Teun A. van Dijk (1998:1) mengungkapkan,
Critical discourse analysis primarily studies the way social power abuse, dominance and inequality are enacted, reproduced and resisted by text and talk in the social and political context.…critical discourse analysis take explicit position, and thus want to understand, expose and ultimately to resist social inequality.
Analisis wacana kritis perlu dilakukan dalam bidang pendidikan, terutama
pendidikan formal, karena pembelajaran selalu bersinggungan dengan teks atau
wacana. Negara dan/atau penguasa berusaha menggunakan wacana dalam
pendidikan, terutama pendidikan sejarah, untuk maksud-maksud tertentu,
termasuk untuk praktik ideologi. Mata pelajaran sejarah memiliki arti penting
dalam membangun kesadaran sejarah dan terutama membangun kesadaran
nasional suatu bangsa. Kesadaran sejarah merupakan sumber aspirasi dan inspirasi
yang potensial untuk membangkitkan sense of pride (kebanggaan) dan sense of
obligation (tanggung jawab dan kewajiban) (Sartono Kartodirjo, 2005:121). Oleh karenanya negara sangat berkepentingan dalam praktik wacana sejarah dalam
buku teks yang digunakan di sekolah.
Praktik wacana ideologi dalam buku teks merupakan salah satu cara untuk
legitimasi kekuasaan dan melestarikan nilai-nilai yang dianggap penting oleh
negara atau penguasa pada masanya. Pada masa revolusi buku-buku teks sejarah
dipenuhi dengan tema-tema ideologi nasionalisme, patriotisme, anti feodalisme
NASAKOM dan MANIPOL-USDEK Presiden Soekarno muncul dalam
buku-buku teks sejarah. Sementara itu pada masa Orde Baru, tema-tema ideologi
pembangunan, anti-komunisme, nasionalisme/persatuan dan kesatuan, dan
stabilitas/keamanan nasional muncul dalam buku teks sejarah. Pasca reformasi
1998, tema-tema wacana ideologi masa Orde Baru masih muncul dalam buku
teks. Anti-komunisme sempat mendapatkan tantangan dengan munculnya
berbagai historiografi alternatif yang sebelumnya dibungkam. Buku-buku teks
sejarah mencantumkan berbagai versi tentang G30S. Namun, hal ini tidak
berlangsung lama, karena pada 2006 tema ideologi anti-komunisme kembali
muncul dalam buku teks sejarah. Buku teks sejarah yang tidak mencantumkan
PKI di belakang G30S dilarang beredar di pasaran. Tafsiran sejarah resmi (official
history) saat ini masih dibayang-bayangi oleh tafsiran masa Orde Baru padahal era dan jiwa jaman telah berubah.
Anti komunisme hanyalah salah satu tema ideologi yang muncul dalam
buku teks. Pelbagai tema ideologi diduga muncul dalam praktik wacana ideologi
pada buku teks sejarah, terutama BSE Sejarah SMA. Hal ini menarik untuk
diteliti, terutama bagaimana tema-tema ideologi dimunculkan dalam praktik
wacana, proses produksi wacana ideologi, dan konteks politik pendidikan yang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kecenderungan tema-tema ideologi yang muncul dalam Buku
Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas?
2. Bagaimanakah proses produksi wacana ideologi dalam Buku Sekolah
Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas?
3. Bagaimanakah konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik
wacana ideologi dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah
Menengah Atas?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan kecenderungan tema-tema ideologi negara yang muncul
dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.
2. Mendeskripsikan proses produksi wacana ideologi negara dalam Buku
Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah Menengah Atas.
3. Mendeskripsikan konteks politik pendidikan yang mempengaruhi praktik
wacana ideologi negara dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis memberikan suatu kajian ilmiah tentang
analisis wacana kritis Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah Sekolah
Menengah Atas (SMA). Kajian mengenai analisis wacana kritis dalam buku
teks Sejarah masih jarang dilakukan sehingga hasil penelitian ini nantinya akan
dapat digunakan sebagai acuan dan perbandingan dalam penelitian selanjutnya
mengenai analisis wacana kritis dalam buku teks sejarah.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan akan memperkaya dan memberi wacana baru
dalam kajian praktik pendidikan di Indonesia dengan penggunaan metode
analisis wacana kritis terhadap BSE Sejarah SMA.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana baru guru dan siswa
sebagai pengguna atau konsumen BSE Sejarah SMA sehingga dapat
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Kepentingan Negara dalam Pendidikan Sejarah
Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting, baik bagi
siswa yang merupakan generasi penerus bangsa, maupun bagi negara
dan/atau penguasa. Pendidikan sejarah juga merupakan salah satu cara untuk
melestarikan memori kolektif. Menurut S. Hamid Hasan (2008:404-406)
ingatan bersama terbentuk dengan dua cara. Pertama adalah apabila
orang-orang tersebut mengalami peristiwa yang sama. Kedua adalah dengan
mempelajari peristiwa-peristiwa tersebut melalui cerita sejarah. Cerita sejarah
untuk kepentingan pendidikan adalah medium utama pendidikan sejarah
dalam membangun dan mengembangkan memori kolektif bangsa.
Ingatan atau memori kolektif bangsa yang dibangun, dikembangkan dan
dilestarikan melalui pendidikan sejarah tentu saja tak lepas dari kepentingan
negara. Secara universal, pendidikan sejarah di jenjang pendidikan dasar dan
menengah selalu ditentukan dan didasarkan pada tafsiran resmi pemerintah
(official history). Dalam sejarah resmi itu negara tidak saja menentukan visi
dan tafsiran tentang suatu peristiwa sejarah tetapi juga menentukan peristiwa
apa saja yang harus masuk dalam kurikulum (S. Hamid Hasan, 2008:413).
History lesson is a lesson associated to the nation’s character development. This results in the goal of history lesson to be associated to the state political ideology. The state mostly viewed that the nation’s character formation of its citizen is the stare’s responsibility. This obligation is done through education, including the history lesson. This means, the goal of history lesson is ideological.
Implikasi dari kuatnya kepentingan negara dalam pendidikan sejarah
adalah pelajaran sejarah yang bersifat dogmatis daripada memberikan nalar
kritis memperoleh kearifan masa lalu. Pelajaran sejarah diberikan sebagai
indoktrinasi ideologi dan kepentingan negara.
Noam Chompsky (dalam H.A.R. Tilaar, 2003:61) mengungkapkan:
The indoctrination is necessary because schools are, by and large, designed to support the interest of the dominant segment of society, theose people who have wealth and power. Early on in your education you are socialized to understand the need to support the power structure, primarly corporation— the business class
Ideologi negara memasuki relung-relung dunia pendidikan bukan hanya
dalam strukturnya, tapi juga dalam isi atau kurikulumnya. Pengalaman selama
Orde Baru menunjukkan betapa ideologi telah dijadikan sumber indoktrinasi
yang telah mematikan kreativitas peserta didik. Ideologi yang seharusnya
menjadi pembimbing telah berubah menjadi alat penekan dari penguasa dalam
mengendalikan sistem dan isi pendidikan nasional (H.A.R. Tilaar, 2003:67).
Kondisi ini masih berlanjut hingga saat ini, meskipun intensitasnya tak sekuat
pada masa Orde Baru.
Sejarah resmi (official history) yang diajarkan pada jenjang pendidikan
sejarah ditandai antara proses konflik antara dua atau lebih pihak. Sayangnya
tafsiran terhadap konflik seringkali bersifat hitam putih dan penuh dengan
rasa dendam. Pemerintahan penjajahan (Belanda, Inggris, Jepang) selalu
digambarkan dalam sisi buruknya sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
Tidak ada kebaikan yang pernah dilakukan oleh pemerintah penjajahan
terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa Tanam Paksa digambarkan sebagai
penderitaan rakyat Indonesia yang sangat dahsyat, sementara keuntungan bagi
bangsa Indonesia dalam posisi ekonomi sekarang dengan adanya tanaman
kina, teh, kopi, dan sebagainya tidak pernah dikemukakan. Demikian pula
dengan keuntungan adanya pengenalan terhadap kegiatan bisnis bersifat
perusahaan besar yang diperkenalkan melalui perkebunan swasta seperti
perkebunan teh. Keuntungan penjajahan dalam melahirkan semangat
persatuan dan kesatuan sehingga menimbulkan keinginan untuk bersatu
sebagai bangsa tidak juga dikemukakan dengan baik.
Di masa kemerdekaan, ketika terjadi konflik antara daerah dengan pusat
maka tafsiran semacam itu dilanjutkan. Daerah adalah bagian yang serba salah
sedangkan pusat adalah yang serba benar sehingga pusat memiliki segala
legalitas untuk menegakkan kekuasaannya terhadap daerah, termasuk
menggunakan segala cara. Pembenaran terhadap apa yang dilakukan
pemerintah pusat menyebabkan sisi-sisi positif dan kebenaran dari gerakan
daerah dalam penentangan terhadap pemerintah pusat tidak ditonjolkan atau
negatif dari pemerintah pusat dalam setiap tindakannya terhadap pemerintah
daerah yang tidak pernah diungkapkan
Kedua, narasi sejarah nasional dalam tafsiran resmi selalu pula
diwarnai oleh gambaran hitam putih dan penuh kebencian terhadap masa lalu.
Pemerintah penjajahan adalah pemerintah yang penuh dengan segala
kesalahan dan pemerintahan Republik Indonesia penuh dengan kebenaran.
Ketika sejarah Republik Indonesia berkembang dan muncul Republik
Indonesia Serikat (RIS) umurnya sangat singkat dan buku teks belum sempat
ditulis kembali dengan visi pemerintah yang baru sehingga tidak diketahui
bagaimana pandangan pemerintah RIS terhadap pemerintahan RI yang lahir
sebelumnya. Setelah RIS bubar dan pemerintahan kembali ke negara kesatuan
RI, keberadaan pemerintahan RIS merupakan suatu masa gelap. Pemerintah
RI dengan sistem pemerintahan parlementer menjadi suatu gambaran
keberhasilan dalam kehidupan ketatanegaraan republik yang masih muda
tersebut. Ketika keluar dekrit dan Indonesia kembali ke Undang-undang
Dasar 1945 dan terlebih ketika pemerintahan masa demokrasi terpimpin,
pemerintahan liberal dianggap sebagai suatu kesalahan dan penyimpangan
dari keinginan bangsa Indonesia.
Pada masa Orde Baru maka pemerintahan lama yang diberi label Orde
Lama berada pada sisi hitam dari penafsiran dan pemerintah yang
menggantikannya (Orde Baru) berada pada sisi putih. Segala kesalahan
pemerintah Orde Lama dijadikan tema sajian utama dan rasa kebencian pada
lebih besar dan warna hitamnya semakin kental. Pada masa kini di mana
reformasi bergulir dan menjadi warna kuat dan dominan dalam gerakan
masyarakat dan pemerintah, suasana kebencian terhadap Orde Baru muncul
dan bukan tidak mungkin akan menjadi tema utama dalam cerita sejarah yang
disajikan.
Niels Mulder (2000:45) melihat adanya gejala proyeksi masa kini ke
masa lalu dalam buku teks. Misalnya, ide tentang persatuan dan kesatuan
diproyeksikan ke dalam konsep Sriwijaya sebagai negara kesatuan pertama,
sementara Majapahit sebagai negara kesatuan kedua, dan puncaknya adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kesatuan ketiga
yang sempurna. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan zeitgeist atau jiwa
jamannya. Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi sebuah kerajaan besar
dengan kekuasaan yang luas di Nusantara adalah sebuah fakta historis, namun
usaha mereka bukanlah demi persatuan dan kesatuan seperti konsep saat ini,
tetapi perluasan wilayah dan pengaruh. Dengan demikian pelajaran sejarah
menjadi anakronis dan tidak memberikan pemahaman yang baik tentang masa
lalu.
Karakteristik sejarah resmi yang demikian itu berimplikasi pada
penulisan buku teks yang belum mampu mengembangkan sikap bahwa semua
peristiwa yang terjadi di masa lalu adalah bagian dari perjalanan kehidupan
bangsa ini dan menjadi bagian dari kehidupan kita sekarang. Penulisan buku
teks sejarah secara hitam dan putih dan tidak menumbuhkan sikap kritis akan
tujuan pendidikan sebenanrnya adalah membebaskan manusia. Pendidikan
pada hakikatnya adalah proses untuk menemukan identitas seseorang atau
suatu kelompok.
Proses pendidikan yang sebenarnya adalah proses pembebasan dengan
jalan memberikan kepada peserta didik suatu kesadaran akan kemampuan
kemandirian atau memberikan kekuasaan padanya untuk menjadi individu.
Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan
seseorang dari berbagai kungkungan atau empowering, atau penyadaran akan
kemampuan atau identitas seseorang atau kelompok (H.A.R. Tilaar, 2003:60).
2. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah
Buku teks merupakan salah satu komponen penting dalam proses
pembelajaran. Buku teks merupakan salah satu bagian dari sumber belajar
sehingga buku teks juga merupakan bagian penting dari pelaksanaan
kurikulum.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004:3) menyebutkan bahwa
buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara
sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh
pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku.
Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus
dikuasai oleh pembacanya.
Pusat Perbukuan (2006:1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku
pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku
teks merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya.
Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan
pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku teks pelajaran yang
telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan rekomendasi
penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Menurut Masnur Muslich (2010:52) buku teks memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan buku pendidikan lainnya baik dari segi isi, tata letak, maupun
fungsinya. Masnur Muslisch menguraikan bahwa,
Dilihat dari segi isinya, buku teks merupakan buku yang berisi uraian bahan ajar bidang tertentu, untuk jenjang pendidikan tertentu, dan pada tahun ajaran tertentu pula. Dilihat dari segi tata letaknya, buku teks merupakan sajian bahan ajar yang mempertimbangkan faktor (1) tujuan pembelajaran; (2) kurikulum dan struktur program pendidikan; (3) tingkat perkembangan siswa sasaran; (4) kondisi dan fasilitas sekolah; dan (5) kondisi guru pemakai. Dilihat dari segi fungsinya, selain mempunyai fungsi umum sebagai sosok buku, buku teks juga mempunyai fungsi sebagai (1) sarana pengembang bahan dan program dalam kurikulum pendidikan; (2) sarana pemelancar tugas akademik guru; (3) sarana pemelancar ketercapaian tujuan pembelajaran; dan (4) sarana pemelancar efisiensi dan efektifitas kegitan pembelajaran.
Menurut Helius Sjamsuddin (1998:103) kedudukan, fungsi dan peranan
buku teks sejarah amat strategis karena menyangkut pembentukan
aspek-aspek kognitif (intelektual) dan afektif (apresiasi, nilai-nilai) semua peserta
didik dari setiap jenjang pendidikan. Sejarah nasional khususnya dianggap
mempunyai nilai didaktif-edukatif bagi pembentukan jati diri bangsa dan
pemersatu berdasarkan atas pengalaman kolektif bernegara dan berbangsa.
faktualnya harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara akademis
dan sedapat mungkin menggunakan sumber primer; (2) penafsiran atau
penjelasannya harus logis, sistematis, serta memperhatikan visi atau kebijakan
pendidikan dan atau politik yang berlaku secara nasional; (3) penyajian dan
retorikanya harus sesuai jenjang usia siswa menurut teori psikologi
perkembangan yang umum dikenal; (4) pengenalan konsep-konsep sejarah
perlu menggunakan pendekatan “spiral”, dimulai dari konsep sederhana
menuju konsep yang lebih kompleks; (5) secara teknis konseptual buku teks
harus mengikuti Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menurut
kurikulum yang berlaku; dan (6) ada kelengkapan ilustrasi, gambar, foto,
peta-peta sejarah dalam setting dan lay out yang inovatif dan atraktif.
S.K. Kochhar (2008:164-167) berpendapat bahwa buku teks yang baik
sangat penting untuk belajar dan mengajar sejarah karena beberapa alasan:
(1) Membantu guru. Buku teks memberikan petunjuk untuk membantu guru
dalam merencanakan pelajarannya; buku ini berfungsi sebagai buku
referensi pada saat mengajar di kelas; memberikan saran tentang
tugas-tugasnya; menyarankan aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan baik di
dalam maupun di luar kelas.
(2) Membantu siswa. Buku teks adalah pembimbing bagi siswa. Siswa
menggunakan buku teks untuk mempersiapkan diri guna menghadapi
pelajaran di kelas.
(3) Memberikan pengatahuan dasar. Buku teks memberikan pengetahuan
(4) Membantu dalam belajar mandiri. Efektivitas buku teks terletak pada
fungsinya yang memungkinkan siswa untuk belajar mandiri.
(5) Memberikan materi yang logis dan menyeluruh. Buku teks yang baik
menyajikan materi dalam susunan yang sistematis dan teratur.
(6) Memastikan keseragaman standar yang baik.
(7) Menyediakan landasan di mana baik guru maupun siswa dapat memulai
dan melanjutkan proses belajar dan mengajar. Buku teks berisi
pengetahuan dasar minimum dan karenanya memberikan titik awal menuju
jalur yang lebih luas. Buku ini menyediakan arena tempat siswa dan guru
bisa bersama-sama melakukan eksplorasi. Buku ini juga bisa membuat
perhatian siswa dan guru terfokus pada hal yang sama dan berfungsi
dengan baik sebagai titik pusat perhatian.
(8) Memberikan konfirmasi dan pengayaan. Buku teks diharapkan berisi
fakta-fakta yang telah disaring dan diuji dengan teliti. Oleh karena itu buku
teks bisa mengonfirmasikan pengetahuan yang diperoleh dari
tempat-tempat lain.
(9) Memastikan persesuaian intelektual masyarakat. Buku teks dapat
mengoordinasikan aktivitas-aktivitas yang memunculkan persesuaian
intrlrktual masyarakat dan dapat berfungsi sebagai bagian dari koordinasi
nasional.
Menurut Wawan Darmawan (2010:100) “the history lesson text book as
antara sejarah akademis dengan sejarah untuk kepentingan pendidikan di
dalam buku teks. Namun, hal ini tidak mudah karena adanya perbedaan
tujuan dalam penulisan historiografinya. Sejarah akademis terutama bertujuan
untuk mencari kebenaran ilmiah melalui metode sejarah, sementara itu
sejarah untuk kepentingan pendidikan diarahkan untuk penanaman nilai dan
pelestarian memori kolektif.
Agus Mulyana (2011:10) mengungkapkan bahwa kepentingan
penanaman nilai atau ideologi dan kepentingan kajian kritis dalam buku teks
seharusnya dapat dipadukan. Ideologi atau nilai-nilai dapat tertanam dalam
diri siswa ketika membaca buku teks pelajaran sejarah secara kritis, bukan
penanaman ideologi atau nilai-nilai yang bersifat indoktrinasi. Membaca buku
teks pelajaran secara kritis lebih mengembangkan kebenaran yang berangkat
dari daya nalar siswa ketika membaca perjalanan sejarah bangsanya.
Kurikulum yang menjadi patokan penulisan buku teks merupakan
produk politik pendidikan pemerintah pada masanya (Agus Mulyana,
2011:5). Oleh karenanya penyusunan buku teks sejarah selalu berkaitan
dengan kebijakan politik pemerintah yang sedang berkuasa. Pemerintah
sebagai penentu kebijakan melakukan rekonstruksi dan seleksi terhadap
peristiwa-peristiwa apa saja yang harus ditulis dalam buku teks dan
bagaimana interpretasinya.
Penulisan BSE Sejarah mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan
[image:37.792.103.754.137.420.2]
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam KTSP untuk mata pelajaran Sejarah, yaitu:
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah untuk SMA/MA
No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Kelas X/Semester 1
1. Memahami prinsip dasar ilmu sejarah
1.1 Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah
1.2 Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa pra-aksara
1.3 Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah 2. Kelas X/Semester
1
2. Menganalisis peradaban Indonesia dan dunia
2.1 Menganalisis kehidupan awal masyarakat Indonesia 2.2 Mengidentifikasi peradaban awal masyarakat di dunia yang
berpengaruh terhadap peradaban Indonesia
2.3 Menganalisis asal-usul dan persebaran manusia di kepulauan Indonesia
3. Kelas XI IPS/ Semester 1
1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional
1.1 Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia
1.2 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
1.3 Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia
1.4 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara, kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Kelas XI IPS/ Semester 2
2. Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang
2.1 Menganalisis perkembangan pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat di Indonesia pada masa kolonial
2.2 Menganalisis hubungan antara perkembangan paham-paham baru dan transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan 2.3 Menganalisis proses interaksi Indonesia-Jepang dan dampak
pendudukan militer Jepang terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia
3. Menganalisis sejarah dunia yang mempengaruhi sejarah Bangsa Indonesia dari abad ke-18 sampai dengan abad ke-20
3.1 Membedakan pengaruh Revolusi Prancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Rusia terhadap perkembangan pergerakan nasional Indonesia 3.2 Menganalisis pengaruh revolusi industri di Eropa terhadap perubahan
sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia 5. Kelas XII IPS/
Semseter 1
1. Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru
1.1 Menganalisis peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia
1.2 Menganalisis perkembangan ekonomi-keuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950
1.3 Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI)
1.4 Menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan 2. Menganalisis perjuangan sejak
Orde Baru sampai dengan masa reformasi
2.1 Menganalisis perkembangan pemerintahan Orde Baru
2.2 Menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya reformasi
No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Kelas XII IPS/ Semester 2
3. Menganalisis perkembangan sejarah dunia sejak Perang Dunia II sampai dengan perkembangan mutakhir
3.1 Menganalisis perkembangan sejarah dunia dan posisi Indonesia di tengah perubahan politik dan ekonomi internasional setelah Perang Dunia II sampai dengan berakhirnya Perang Dingin
3.2 Menganalisis perkembangan mutakhir sejarah dunia 7. Kelas XI IPA/
Semester 1
1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1.1 Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia
1.2 Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang
1.3 Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia
1.4 Menganalisis terbentuknya negara Kebangsaan Indonesia 8. Kelas XI IPA/
Semester 2
2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru
2.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin
2.2 Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru
9. Kelas XII IPA/ Semester 1
1. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi sampai masa Reformasi
1. 1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
1.2 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Reformasi
10. Kelas XII IPA/ Semester 2
2. Menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-20
2.1 Menganalisis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan hubungannya dengan Perang Dunia II dan Perang Dingin
No Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
11. Kelas XI Bahasa/ Semester 1
1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional
Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia
1.2 Menganalisis perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam di Nusantara terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra
12. Kelas XI Bahasa/ Semester 2
2. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa kolonial dan tumbuhnya pergerakan
kebangsaan Indonesia
2.1 Menganalisis perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang
2.2 Menganalisis perkembangan kebudayaan masyarakat Nusantara di bawah penjajahan asing terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra
2.3 Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia
13. Kelas XII Bahasa/ Semester 1
1. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak
proklamasi hingga lahirnya Orde Baru
1.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin
1.2 Menganalisis pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru
1.3 Menganalisis perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin terutama dalam bidang bahasa dan karya sastra
14. Kelas XII Bahasa/ Semester 2
2. Merekonstruksi perjuangan bangsa sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi
2.1 Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru sampai dengan masa Reformasi
Buku Sekolah Elektronik (BSE) Sejarah merupakan suatu produk
kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan buku yang berkualitas,
murah dan mudah untuk diakses. Kebijakan ini bertolak dari kondisi
sebelumnya yaitu banyak siswa maupun guru yang kesulitan untuk
mendapatkan buku teks yang berkualitas, murah dan mudah untuk diakses.
Depdiknas mengeluarkan aturan mengenai Buku Sekolah Elektronik
(BSE) dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Permendiknas No. 11 tahun 2005. Depdiknas membeli hak cipta dari buku
pemiliknya untuk menfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga
kependidikan, dan peserta didik dengan harga yang terjangkau.
Buku-buku yang dibeli hak ciptanya dan diedarkan dalam bentuk Buku
Sekolah Elektronik (BSE) dinilai kelayakan pakainya terlebih dahulu oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebelum digunakan oleh
pendidik dan/atau peserta didik sebagai sumber belajar di satuan pendidikan.
Kelayakan buku teks yang tersebut kemudian ditetapkan oleh Mendiknas.
BSNP menetapkan beberapa kriteria dalam penilaian buku teks Sejarah
SMA yang akan dibeli hak ciptanya dan diedarkan dalam bentuk BSE.
Kriteria itu meliputi komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, dan
komponen penyajian.
Komponen kelayakan isi terdiri dari cakupan materi, akurasi/kebenaran
materi, kemutakhiran, mengandung wawasan produktifitas melalui kesadaran
sejarah, merangsang keingintahuan, mengembangkan kecakapan hidup,
mengandung fakta-fakta sejarah yang intersubjektif, dan mengandung
wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa. Komponen kebahasaan meliputi
kesesuaian bahasa dengan perkembangan peserta didik, komunikatif, dialogis
dan interaktif, lugas, keruntutan alur pikir, koherensi, kesesuaian dengan
kaidah bahasa Indonesia yang benar, dan penggunaan istilah dan
simbol/lambang. Komponen penyajian meliputi teknik penyajian, pendukung
penyajian materi, dan penyajian pembelajaran.
BSE yang hak ciptanya dibeli oleh pemerintah dapat diunduh, dicetak,
diperbanyak dan diperdagangkan oleh siapapun. Harga Eceran Tertinggi
(HET) BSE ditetapkan oleh pemerintah. HET tersebut adalah
setinggi-tingginya sebesar taksiran biaya wajar untuk mencetak dan mendistribusikan
buku sampai di tangan konsumen akhir ditambah keuntungan sebelum pajak
penghasilan setinggi-tingginya 15% dari taksiran biaya wajar.
3. Analisis Wacana Kritis Teks Pendidikan
Analisis wacana kritis berangkat dari pendekatan kritis yang melihat
adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam komunikasi. Penekanan
pendekatan kritis dalam komunikasi ini proses produksi dan reproduksi
makna, yang mana makna yang berasal dari bahasa yang digunakan oleh
individu merupakan representasi yang membentuk subyek tertentu.
Paradigma kritis melihat masyarakat sebagai sistem dominasi yang terdiri dari
untuk mengatur segala segi kehidupan, termasuk mengatur wacana dan
makna dalam mayarakat. Oleh karenanya makna bukan suatu hal yang netral.
Analisis wacana kritis memandang wacana sebagai praktik sosial.
Rebecca Rogers (2005:370) mengungkapkan
Within a CDA tradition, discourse has been defined as language use as social practice. That is, discourse moves back and forth between reflecting and constructing the social world. Seen in this way, language can not be considered neutral, because it is caught up in political, social, racial, economic, religious, and cultural formations.
Implikasi dari pandangan bahwa wacana sebagai praktik sosial adalah
dalam memahami teks harus memahami pula konteks sosialnya. Norman
Fairclough (1998:25) mengungkapkan,
Discourse involves social conditions, which can be specified as social conditions of production, and social conditions of interpretation. These conditions, moreover, relate to three different ‘level’ of social organization: the level of the social situation, or the immediate social environment in which discourse ocuurs; the level of social institution which constitutes a wider matrix for the discourse; and the level of the society as a whole.
Bagan 1. Hubungan antara teks, interaksi, dan konteks menurut Fairclough Social conditions of production
Social conditions of interpretation Context
Process of production
Process of interpretation Interaction
Fairclough (1998:26) mengungkapkan bahwa karena wacana adalah
praktik sosial, maka dalam analisis wacana kritis tidak hanya mengalisis teks
semata, juga bukan hanya menganalisis proses produksi dan interpretasi, tapi
juga menganalisis hubungan antara teks, proses, dan kondisi sosialnya atau
jika mengacu pada gambar di atas, hubungan antara teks, interaksi dan
konteks.
Eriyanto (2001: 8-14) mengungkapkan beberapa karakteristik analisis
wacana kritis, yaitu:
(1) Tindakan. Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang
mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi, bukan ditempatkan
seperti dalam ruang tertutup dan internal. Konsekuensinya, wacana
dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi,
mendebat, mebujuk, menyanggah, bereaksi dan sebagainya. Konsekuensi
lain dari pandangan di atas adalah wacana dipahami sebagai sesuatu yang
diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali
atau diekspresikan di luar kesadaran.
(2) Konteks. Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana
seperti latar, situasi, dan kondisi. Wacana dalam hal ini dipandang
diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Ada
beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi
wacana, yaitu partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana,
(3) Historis. Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti
wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti
tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting
untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam
konteks historis tertentu sehingga perlu untuk memahami mengapa
wacana yang berkembang dan dikembangkan sedemikian rupa.
(4) Kekuasaan. Setiap wacana yang muncul dalam teks tidak dipandang
sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk
pertarungan kekuasaaan. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan
wacana penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol, baik
kontrol atas teks maupun konteks.
(5) Ideologi. Teks adalah bentuk praktik ideologi atau pencerminan dari
ideologi tertentu. Ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan
dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi makna.
Wacana dipandang sebagai medium kelompok dominan mempersuasi
dan mengomunikasikan produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka
miliki sehingga tampak absah dan benar.
Wacana sebagai praktik sosial tak jarang muncul dalam bentuk praktik
ideologi. Yoce Aliah Darma (2009:56) membatasi ideologi dalam kaitannya
dengan analisis wacana kritis sebagai sebuah sistem nilai atau gagasan yang
dimiliki oleh kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, termasuk
Wacana sebagai praktik ideologi memproduksi dan mereproduksi
hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antar kelas sosial di mana
ketidakseimbangan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang
ditampilkan. Eriyanto (2001:74-75) menyebutkan bahwa,
Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda dalam batas-batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, pernyataan kemudian disesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. … Objek bisa jadi tidak berubah, tetapi struktur diskusrif yang yang dibuat membuat objek menjadi berubah. … Contoh yang paling dramatis barangkali adalah bagaimana struktur diskursif yang dibangun tentang PKI sebagai partai terlarang. Pada masa Orde Lama, partai ini adalah partai resmi bahkan masuk dalam lima besar partai yang memperoleh suara terbanyak. Di masa Orde Baru, PKI justru menjadi partai terlarang dengan segala keburukannya. Tidak ada yang berubah dalam PKI ini (sebagai objek), tetapi yang membuat ia terlarang adalah struktur diskursif yang sengaja dibangun oleh Orde Baru bahwa PKI ini partai yang suka memberontak dan anti-Tuhan. Wacana semacam ini membatasi lapangan pandangan sehingga ketika PKI dibicarakan yang muncul adalah kategori PKI sebagai partai pemberontak dan anti-Tuhan, bukan yang lain.
Ideologi dalam praktik wacana seringkali tidak menampakkan diri
secara eksplisit, namun secara implisit berupa hidden transcript dalam teks.
Ideologi menerobos dalam relung-relung konteks sosial sehingga dalam
produksi dan interpretasi teks yang telah dipenuhi oleh berbagai hidden
transcript tersebut pandangan yang sesuai dengan ideologi dianggap sebagai suatu kewajaran meskipun ideologi itu memproduksi hubungan yang tidak
seimbang antar kelompok dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
ideologi tidak hanya menguasai atau mengontrol teks, tapi juga konteks
Wacana dalam buku teks dapat dipandang sebagai sebuah praktik
ideologi yang memproduksi hubungan yang tidak seimbang antar kelompok
dalam masyarakat. Negara menggunakan wacana dalam buku teks untuk
mengukuhkan kedudukannya dan melakukan subordinasi terhadap kelompok
yang menentangnya. Pembaca buku teks diajak untuk mengikuti dan
menerima wacana tersebut sebagai suatu kewajaran.
Negara melakukan hegemoni melalui wacana dalam buku teks. Menurut
Michael Apple (dalam Tilaar, 2003:31) “The concept of hegemony refers to a
process in which dominant group in society come together to form a block and sustain leadership over subordinate groups” Sementara itu menurut Gramsci (dalam Tilaar, 2003:77-78) hegemoni adalah adalah kondisi sosial dalam
semua aspek kenyataan sosial yang didominasi atau disokong oleh kelas
tertentu. Dalam pandangan Gramsci, hegemoni kekuasaan yang dijalankan
oleh alat-alat negara dengan jitu dan jeli bisa membuat rakyat yang ada di
dalam kuasanya menjadi tenteram, dan aman dalam penindasannya. Menurut
Dedy Kristanto (1997:31) “hegemoni tidak tampil dalam wajah seram, namun
halus memikat siapa saja yang ada di sekitarnya, namun akhirnya mereka
takluk mutlak dalam tangan kekuasaan”. Dasar konstruksi hegemoni negara di
Indonesia menurut Michael van Langenberg (1996:225) adalah ketertiban;
stabilitas dan keamanan nasional; bahaya laten di dalam tubuh politik dan
masyarakat madani; kemajuan material dan modernisasi; konstitusionalisme
dan fetishisme hukum; serta kesakralan filosofi nasional; dan korporasi
Keberhasilan hegemoni ditentukan oleh terciptanya kesepakatan.
Jelaslah kiranya kesepakatan itu dibentuk melalui proses belajar (H.A.R.
Tilaar, 2009:138). Dengan demikian hegemoni adalah hubungan edukasional
(educational relationship). Hubungan edukasional inilah yang membentuk
civil society yang di dalamnya terletak dasar dari kekuasaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak netral, tetapi merupakan perekat hegemoni dalam
masyarakat, atau dengan kata lain secara intern terikat kepada intens dari
kelompok yang berkuasa.
Negara dan sistem politik cenderung menempatkan pendidikan sebagai
agen dalam pembentukan realitas masyarakat, salah satunya melaui
buku-buku teks yang telah ditentukan produksi, distribusi dan konsumsinya oleh
pemerintah melalui kebijakan pendidikan. Konstruksi yang dibangun negara
terhadap ideologi yang dipahaminya merupakan upaya yang komprehensif
dan menyeluruh melalui praktik wacana baik dalam aspek teks maupun dalam
aspek pengajarannya. Murti Kusuma Wirasti (2002:31) menyebutkan bahwa
sebagai wacana resmi negara, teks-teks pendidikan berisi
representasi-representasi sosial di mana makna dapat dianggap tidak netral karena
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai Buku Sekolah Elektornik (BSE) Sejarah secara
sejarah juga masih jarang dilakukan. Niels Mulder (1997) melakukan kajian
kritis terhadap buku-buku pelajaran sekolah di Indonesia yang kemudian
ditulisnya dalam sebuah buku “Individual, Society and History According to
Indonesian School Text”. Permasalahan yang dikaji oleh Niels Mulder adalah bagaimana anak-anak sekolah di Indonesia diajar, dan apa yang diajarkan pada
mereka mengenai masyarakat luas. Di sekolah, citra tertentu mengenai
individu, sejarah, dan masyarakat ditanamkan dalam pikiran siswa melalui
proses pedagogis yang kadang-kadang disebut kekerasan simbolis yang sah.
Guna mewujudkan citra tertentu mengenai individu, masyarakat dan sejarah
sesuai versi pemerintah yang sedang berkuasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan melakukan kontrol ketat terhadap buku teks. Akibatnya, buku
teks terlalu banyak dijejali oleh pesan-pesan moral dan ideologis, proyeksi
masa kini ke masa lalu dan sebagainya. Kondisi demikian ini menjadikan
sekolah sebagai penjara, dengan ideologi negara sebagai jerujinya.
Penelitian mengenai buku teks sejarah pernah dilakukan oleh Murti
Kusuma Wirasti (2001) dengan judul “Wacana Ideologi Negara dalam
Pendidikan: Analisis Wacana Kritis pada Buku-buku Teks Pendidikan untuk
SD dan SLTP Tahun 1975-2001”. Hasil dari penelitian ini antara lain
tema-tema ideologi negara yang cenderung muncul dalam buku teks periode
1975-2001 adalah stabilitas/keamanan nasional, kemajuan materiil/pembangunan,
anti-komunisme, dan nasionalisme/persatuan dan kesatuan. Selain itu
pendidikan di Indonesia merupakan hasil hegemoni negara pada masyarakat,
lama yang mendorong kembali pada dasar negara (Pancasila dan UUD 1945)
sebagai orientasi kolektif masa lalu. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses
hegemoni yang dijalankan berdampingan dengan tindakan-tindakan represif,
misalnya dengan tindakan hukum, pelarangan, dan sensor.
Penelitian tentang buku teks sejarah SMA di Indonesia juga pernah
dilakukan oleh Darmiasti (2002) dengan judul “Penulisan Buku Pelajaran
Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas tahun 1964 – 1984: Sejarah
Demi Kekuasan”. Hasil dari penelitian ini antara lain buku-buku yang dipakai
pada Kurikulum 1964 masih diwarnai dengan Nerlandosentris karena
rujukannya masih banyak menggunakan buku-buku yang ditulis oleh
orang-orang Belanda. Buku yang dipakai pada Kurikulum 1968 sudah mulai
Indonesiasentris yang menempatkan orang Indonesia sebagai aktor utama dan
menyebutkan bahwa bangsa Indonesia sudah ada sejak jaman Hindu-Budha.
Selain itu buku-buku yang ditulis pada masa ini menyebutkan bahwa konsepsi
Indonesia secara geopolitik sudah ada sejak masa Sriwijaya dan Majapahit.
Nuansa ideologis juga sudah mulai nampak dalam buku-buku sejarah pada
Kurikulum 1975, 1984 dan PSPB. Ada standarisasi nilai yang bersifat
subyektif dalam menilai peristiwa sejarah yang ditulis dalam buku-buku ini,
seperti standar “Nilai-nilai 45”, contohnya masa Demokrasi Liberal dianggap
sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai 45.
Penelitian tentang buku teks juga pernah dilakukan oleh Nurdin Hussin
(2008) yang berjudul “A Critical Review on the Early History Textbooks in
pada sekolah menengah di Malaya Inggris dan Malaysia pada topik sejarah
Malaysia setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis hanya berisi sejarah
aktivitas orang-orang Eropa di semenanjung Malaya, Sabah dan Sewarak.
Penulis buku teks tersebut kebanyakan adalah orang-orang Inggris. Selain itu
silabus dan kurikulum sejarah di Malaysia mengadopsi silabus dan kurikulum
kolonial Inggris.
Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “A ‘Necessary’
Dictatorship: The ‘Age of Rosas’ in Argentine History Textbooks Published
between 1956 and 1983 and the Defence of Authoritarianism” oleh Gonzalo
de Amézola (2007). Hasil penelitiannya adalah semua buku teks sejarah yang
terbit antara 1956 sampai 1983 di Argentina selalu memuat konsep tentang
tanah air, otoritas, keteraturan, dan tingkatan. Kediktatoran digambarkan
sebagai suatu hal yang tak terhindarkan dan wajar dalam pemerintahan
Argentina.
Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “Old Wounds, New
Narratives: Joint History Textbook Writing and Peacebuilding in East Asia” oleh Zheng Wang (2009). Hasil penelitiannya adalah buku teks sejarah telah
menjadi sumber kontroversi di beberapa negara di Asia Timur. Guna
mengatasi hal tersebut dilakukan penulisan buku teks secara bersama oleh
sejarawan dari Cina, Jepang, dan Korea Selatan yang mampu membangun
wacana perdamaian di kawasan Asia Timur.
Penelitian lain tentang buku teks sejarah adalah “Stigmatized by History
Victor Shnirelman (2009). Hasil penelitiannya adalah bahwa wacana sejarah dalam buku pelajaran sejarah di Rusia sangat tersentralisasi dan dikuasai oleh negara. Wacana alternatif di luar wacana resmi negara tidak diperkenankan untuk muncul dalam buku teks. Implikasi dari sentralisasi dan penyeragaman wacana ini adalah adanya beberapa kelompok etnis tertentu di Rusia yang termarjinalkan dan memori kolektifnya tidak diakui oleh negara.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini bertujuan sebagai arahan dalam
penelitian, terutama untuk memahami alur berpikir, sehingga analisis bisa
sistematis dan sesuai dengan tujuan penelitian. Kerangka berpikir ini sifatnya
lentur dan terbuka. Kerangka pikir dalam penelitian ini secara sederhana
adalah sebagai berikut.
Negara memerlukan pendidikan sejarah untuk menanamkan dan
melestarikan ideologi pada peserta didik. Hal ini dilakukan salah satunya
melalui praktik wacana dalam buku teks sejarah, karena jika ingin menguasai
seseorang maka harus bisa menguasai pemikirannya. Penguasaan pikiran ini
dapat dilakukan melalu wacana.
Negara melakukan produksi sekaligus kontrol wacana. Produksi wacana
itu melalui kurikulum dan buku teks (BSE Sejarah SMA) yang ditulis
berdasarkan kurikulum tersebut. Wacana dalam buku teks tersebut kemudian
dikonsumsi oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada saat
yang sama, negara juga melakukan kontrol terhadap kurikulum dan BSE
Sejarah SMA melalui BSNP. Dalam proses ini negara melakukan hegemoni
terhadap masyarakat melalui BSE Sejarah SMA. Namun, hegemoni ini juga
berhadapan dengan counter hegemoni karenanya buku dan sumber belajar
alternatif yang berbeda dengan official history dalam BSE Sejarah SMA
banyak tersedia sehingga guru atau siswa yang kritis tidak akan menelan
begitu saja wacana negara dalam BSE Sejarah SMA.
Praktik wacana yang berujung pada hegemoni maupun counter
hegemoni dipengaruhi oleh konteks praktik politik pendidikan negara. Negara
menerapkan berbagai kebijakan untuk mengontrol teks sekaligus konteks
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian terhadap BSE Sejarah SMA merupakan penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode analisis wacana kritis yang akan menghubungkan
teks dan konteks untuk melihat tujuan dan praktik bahasa. Dalam analisis wacana
kritis, wacana dipahami sebagai praktik sosial yang dapat menampilkan efek
ideologi: dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak
imbang antara kelas sosial di mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi
sosial yang ditampilkan.
Penelitian ini akan mengalanisis wacana ideologi negara dalam BSE Sejarah
SMA, proses produksi wacana tersebut dan konteks sosial politik yang
melingkupi praktik wacana tersebut. Guna mengungkap semua itu digunakan
analisis wacana kritis yang tidak hanya mengungkap makna sebuah wacana, tapi
juga konteks wacana sehingga dapat diperoleh pemahaman yang holistik
mengenai wacana yang dianalisis. Oleh karenanya model analisis wacana kritis
yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis
model Fairclough.
Fairclough (1997:208-210) membagi analisis wacana kritis dalam tiga
1. Teks. Teks bukan hanya menunjukkan bagaimana suatu obyek digambarkan,
tapi juga bagaimana hubungan antar obyek didefinisikan.
2. Praktik Wacana, merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses
produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks pada dasarnya dihasilkan dari
sebuah proses produksi, seperti pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas
menghasilkan teks. Demikian pula konsumsi teks dapat berbeda pada konteks
yang berbeda. Konsumsi teks dapat dilakukan secara personal atau kolektif.
3. Praktik Sosial Budaya, yaitu melihat bangunan wacana yang berkembang
dalam masyarakat, di mana dimensi ini melihat konteks luar dari teks.
Konteks ini misalnya konteks situasi, hubungan pembuat teks dengan institusi
atau ideologi tertentu, konteks sosial politik yang berkembang dalam
masyarakat, dan sebagainya
Secara sederhana analisis wacana kritis menurut Fairclough dapat
digambarkan sebagai berikut.
Bagan 3. Dimensi analisis wacana kritis menurut Fairclogh Praktik Sosial Budaya
B. Sumber Data
1. BSE Sejarah SMA Kelas XII IPA karya Sh. Mustofa, Suryandari dan Tutik
Mulyati. Pemilihan buku teks ini karena pada kelas XII IPA terdapat Standar
Kompetensi (SK) merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa
Proklamasi sampai masa Reformasi, yang terdiri dari dua Kompetensi Dasar
(KD), yaitu merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa
Orde Baru dan merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia pada masa
Reformasi. Selain itu juga terdapat SK menganalisis perkembangan ilmu
pe