i
SKRIPSI
MAKNA IMPLIKATUR AKIBAT PELANGGARAN
PRINSIP KERJA SAMA DALAM KOMIK KIMI NI
TODOKE KARYA SHIINA KARUHO
(KAJIAN PRAGMATIK)
NI MADE BULAN DWIGITTA PRATIVI NIM: 1201705036
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, skripsi dengan judul
“Makna Implikatur Akibat Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Komik Kimi ni
Todoke Karya Shiina Karuho: Kajian Pragmatik” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ni Luh Kade Yuliani Giri, S.S., M.Hum. selaku pembimbing pertama dan Ni Made Andry Anita Dewi, S.S., M.Hum. selaku pembimbing kedua yang selalu membimbing dan memberikan masukan serta saran yang berguna dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor
Universitas Udayana atas kesempatan dan segala fasilitas yang diberikan selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sastra Jepang di Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha,
M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya atas karena kesempatan yang telah diberikan untuk berada di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana ini. Terima
kasih kepada Ni Luh Putu Ari Sulatri, S.S.,M.Si selaku ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Ucapan terima kasih penulis
iv
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih untuk ayah dan ibu tercinta, I Gede Ika Kusumajaya, ST, MAP dan Novita yang telah membimbing penulis
dari kecil hingga dewasa serta selalu memberikan dukungan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakek tersayang, Drs I Nyoman Gopta yang selalu
mengingatkan agar penelitian ini cepat selesai dan Alm. nenek, Ni Nyoman Mausadi Gopta yang semasa hidupnya selalu membimbing dan membantu penulis. Penulis juga sampaikan ucapan terimakasih untuk saudara-saudara tercinta, I
Gede Ekaguna Persadha Utama, S.T, Yohanes Rico Janasaputra, Ni Nyoman Triyunita Sinthadevi, I Ketut Catur Dharma Sukresna dan Andreas Ricky
Janaprasetya serta paman dan bibi, Yosep Totok Suryanto dan Margaretha Dwi Indah Cahyani yang telah memberikan semangat dan selalu mendukung penulis. Terima kasih pula penulis sampaikan untuk orang terdekat Alm. Anggit Pradana
yang telah membantu dalam pencarian sumber data serta selalu memberikan semangat dan dorongan untuk penulis semasa hidupnya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat penulis Andani Pertiwi, Sri Wahyuni, Ninda Anggita, Arista Rahayu, Hwayeon Jeong, Tjok Indriyanti, Marina Ambari serta teman-teman Sastra Jepang khususnya Sastra Jepang
angkatan 2012 karena telah memberikan kenangan dan pengalaman yang indah selama mengikuti perkuliahan. Tidak lupa juga penulis sampaikan ucapan terima
v
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan anugerah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Denpasar, April 2016
vi ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Makna Implikatur Akibat Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Komik Kimi Ni Todoke Karya Shiina Karuho Kajian Pragmatik”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pelanggaran maksim kerja sama yang menyebabkan terjadinya implikatur dan makna yang timbul dalam implikatur dalam komik Kimi Ni Todoke karya Shiina Karuho.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori maksim kerja sama yang dikemukakan oleh Grice dan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak, metode padan pragmatik dan metode informal.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 21 data yang melakukan pelanggaran maksim yang menyebabkan terjadinya implikatur percakapan terbagi menjadi empat yaitu 1) 6 data melanggar maksim kuantitas; 2) 5 data melanggar maksim kualitas; 3) 6 data melanggar maksim relevansi dan 4) 4 data melanggar maksim pelaksanaan. Terdapat 4 data yang melanggar dua maksim. Makna implikatur percakapan yang terjadi dalam komik Kimi Ni Todoke berdasarkan tindak tutur ilokusi terdiri dari 5 jenis tindak tutur ilokusi yaitu 1) tindak tutur ilokusi asertif; 2) tindak tutur ilokusi direktif; 3) tindak tutur ilokusi ekspresif; 4) tindak tutur ilokusi komisif; 5) tindak tutur ilokusi deklarasi.
vii 要約
本論文 タイ ル 椎名軽穂 君 届け 漫画 協調原
理を 則し 会話 含み あ 含意 いう 会話 含み あ 研
究 目的 あ 椎名軽穂 君 届け 漫画 おけ 協調原理を 則
し 会 話 含 意 含意 を 理 解す こ あ 研究 使 理 論 Paul
Grice 協調原理 理論 Searle 発話行為論 理論 あ
研究し 漫画を読み 協調原理を 則し 会話を書 写し
いう方法 集さ そし 語用論的 方法 ータ 数 く 言
葉 け 見せ いう方法 あ
分析し ータ よ 協調原理を 則し 会話 二十一 あ
そ )量 格 率 を違 し 会話 六 あ )質 格率を 違 し 会話 五 あ )関係 格率 を違 し 会話 六 あ )様態 格率を違 し 会話 四 あ そし 二 格率を違 し 会話 四
あ 君 届け 漫画 おけ 含意 意味 Searle 発話行為論 発 話 内 行 為 理 論 よ 五 あ そ )Assertives )
Directives )Expressives )Commisives )Declarations あ
viii
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………... 6
1.6 Sumber Data ……… 6
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ……… 7
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………... 7
1.7.2 Metode dan Teknik Penganalisan Data ………... 7
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ………... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI.. 9
2.1 Kajian Pustaka ………. 10
ix
2.2.1 Implikatur Percakapan………... 12
2.2.2 Maksim ………….………... 13
2.2.3 Tindak Tutur ………... 13
2.3 Kerangka Teori ………..……… 14
2.3.1 Teori Maksim Kerja Sama………... 14
2.3.2 Teori Tindak Tutur………... 17
BAB III PELANGGARAN MAKSIM KERJA SAMA YANG MENYEBABKAN TERJADINYA IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM KOMIK KIMI NI TODOKE KARYA SHIINA KARUHO 21
3.1 Pelanggaran Maksim Kuantitas... 21
3.2 Pelanggaran Maksim Kualitas... 30
3.3 Pelanggaran Maksim Relevansi... 38
3.4 Pelanggaran Maksim Pelaksanaan………... 46
BAB IV MAKNA IMPLIKATUR PERCAKAPAN YANG TERJADI DALAM KOMIK KIMI NI TODOKE KARYA SHIINA KARUHO 54 4.1 Makna Implikatur Tindak Tutur Ilokusi Asertif... 54
4.2 Makna Implikatur Tindak Tutur Ilokusi Direktif... 59
4.3 Makna Implikatur Tindak Tutur Ilokusi Ekspresif………... 74
4.4 Makna Implikatur Tindak Tutur Ilokusi Komisif……….... 85
4.5 Makna Implikatur Tindak Tutur Ilokusi Deklarasi………... 87
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………... 91
x DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR KAMUS
DAFTAR SUMBER DATA
DAFTAR UNDUHAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berkomunikasi sosial, penting bagi penutur dan lawan tutur saling memahami isi tuturannya. Berbicara secara langsung, apa adanya tanpa ada
basa-basi merupakan faktor yang dapat membuat tuturan menjadi tidak sopan. Oleh karena itu, penutur cenderung membungkus tuturannya menggunakan implikatur
percakapan. Implikatur percakapan merupakan makna tersirat atau ungkapan-ungkapan maksud hati yang tersembunyi (Grice, 1975)
Grice (1975:41-47) dalam bukunya Logic and Conversation menyatakan
bahwa hubungan antara tuturan sesungguhnya dengan maksud yang dituturkan dalam implikatur percakapan bersifat tidak mutlak. Implikatur percakapan muncul
akibat terjadinya pelanggaran pada maksim kerja sama. Maksim kerja sama harus dilakukan agar komunikasi antara penutur dengan lawan tutur berjalan secara lancar. Namun penutur tidak dapat menaati maksim kerja sama karena suatu hal
tertentu, seperti suatu tuturan yang lebih panjang cenderung lebih sopan dibandingkan tuturan yang pendek. Wijana (1996:55) mengatakan bahwa maksim
kerja sama tidak dapat terlaksana dengan baik karena tuturan yang selalu sesuai dengan konteks, jelas dan tepat pada persoalan (straight forward) dianggap
sebagai kesalahan sosial dan ketidaksopanan. Contohnya, (a) ‘Kamu ini bodoh
2
Amerika itu Bangkok’ yang saling memiliki maksud merendahkan
kemampuan lawan tuturnya. Tuturan (a) merupakan tuturan pendek yang secara
langsung merendahkan dan tidak sopan, sementara tuturan (b) yang lebih panjang telah menunjukkan maksud kesantunan dalam tuturan tersebut. Oleh karena itu,
implikatur percakapan membuat tuturan dipandang lebih halus.
Implikatur percakapan terjadi bukan hanya di dunia nyata, melainkan dituangkan ke dalam karya sastra. Hal ini terlihat pada percakapan yang terjadi di
dalam komik, novel, ataupun buku pelajaran. Fenomena kebahasaan di atas, terjadi pada dialog yang diambil dari cuplikan percakapan antara Miller dan
Ogawa Sachiko dalam dialog yang terdapat pada buku Minna no Nihongo Shokyu II. Ogawa Sachiko : Musuko ni eigo wo oshiete itadakemasenka. Natsu
yasumi ni oosutoraria e hoomusutei ni ikun desuga, kaiwa ga dekinaindesuyo.
Miller : Oshiteagetaindesuko, chotto jikan ga…
Ogawa Sachiko : Ochademo nominagara oshaberishite itadakemasenka. Miller : Un, shucchou mo ooishi, mousugu nihon go no shiken
Mo arushi… Sore ni ima demo oshieta koto ga
arimasenkara
(minna no nihongo shokyuu II, 2012:19)
3
disana saat liburan musim panas, tetapi ia tidak bisa
berbahasa Inggris’
Miller : ‘Saya mau mengajar, tetapi waktunya….’
Ogawa Sachiko : ‘Maukah anda ngobrol dengannya sambil minum teh?’
Miller : ‘Emh… Saya banyak dinas keluar kota, dan tak lama lagi akan ada ujian bahasa Jepang. Dan lagi saya belum pernah mengajar’
(minna no nihongo shokyuu II, 2012:19)
Konteks tuturan pada data (1) adalah Sachiko yang meminta bantuan
kepada Miller untuk mengajarkan putranya bahasa Inggris karena akan pergi ke Australia untuk melakukan homestay. Namun Miller terlihat keberatan karena ia
tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengajar, sedangkan Sachiko berusaha keras membujuknya agar mau membantu mengajarkan anaknya bahasa Inggris.
Miller pun menyatakan beberapa alasan seperti dalam waktu dekat banyak melakukan dinas keluar kota, mengikuti tes bahasa Jepang, dan tidak pernah
mengajar bahasa Jepang. Tuturan Miller, ‘Un, shucchou mo ooishi, mousugu
nihon go no shiken mo arushi….Sore ni ima demo oshieta koto ga
arimasenkara….’, melanggar maksim dari maksim kerja sama yang dikemukakan
oleh Grice yaitu maksim relevansi karena Miller tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah yang dibicarakan oleh Sachiko. Tuturan Miller yang
melanggar maksim kerja sama diatas telah menimbulkan terjadinya implikatur percakapan. Implikatur percakapan tersebut memiliki makna bahwa Miller menolak secara halus permintaan Sachiko dan implikatur yang terjadi termasuk ke
dalam tindak tutur ilokusi ekspresif yang menunjukkan sikap psikologis Miller terhadap kondisinya yang tidak memiliki waktu untuk mengajarkan putra Sachiko
4
Alasan dipilihnya komik Kimi ni Todoke sebagai objek penelitian, karena komik ini merupakan best seller di Jepang, berdasarkan Oricon Style Ranking
yaitu ranking dari penjualan album, penyanyi dan komik yang terdapat dalam website yang dimiliki oleh perusahaan Jepang Oricon pada 7 April 2014. Komik
ini pun memiliki tema tentang kehidupan sekolah dan percintaan. Pada umumnya, tuturan anak muda cenderung melanggar maksim kerja sama yang menimbulkan terjadinya implikatur. Data yang dibutuhkan dalam komik ini juga mencukupi
untuk digunakan sebagai bahan penelitian. Berdasarkan pertimbangan yang telah dikemukakan di atas maka komik Kimi ni Todoke karya Shiina Karuho dipilih
sebagai objek penelitian khususnya tentang implikatur yang terjadi pada tuturan yang terdapat dalam komik tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian pada latar belakang
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran maksim kerjasama yang menyebabkan terjadinya implikatur percakapan dalam komik Kimi ni Todoke karya
Shiina Karuho?
2. Bagaimanakah makna yang timbul dalam implikatur percakapan yang
5
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian memiliki tujuan sebagai langkah awal, agar penelitian
dapat dilaksanakan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk menambah kepustakaan dari hasil analisis linguistik kajian pragmatik. Diharapkan analisis implikatur dalam komik
Kimi ni Todoke ini mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang pelanggaran maksim kerja sama yang terjadi dalam suatu tuturan dapat
menyebabkan timbulnya implikatur percakapan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikatur
percakapan (makna tersirat) dan pelanggaran maksim pada maksim kerja sama yang terjadi. Hal yang difokuskan adalah mengetahui penyebab terjadi implikatur
dan makna yang terdapat pada implikatur percakapan sesuai dengan tindak tutur ilokusi yang terjadi di dalam percakapan komik Kimi ni Todoke karya Shiina Karuho.
1.4 Manfaat Penelitian
6
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis merupakan manfaat yang terkait dengan pengembangan
ilmu. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan cabang linguistik yaitu pragmatik, khususnya di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana, serta agar dapat dijadikan pembanding untuk penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis merupakan manfaat yang terkait dengan pembaca. Penelitian ini diharapkan memudahkan pembaca dalam memahami tuturan yang
memiliki makna implikatur akibat terjadinya pelanggaran maksim kerja sama yang terdapat dalam komik Kimi ni Todoke karya Shiina Karuho.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah komik Kimi ni
Todoke karya Shiina Karuho dari volume 1 sampai 21. Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan keluar dari pokok bahasan, penelitian ini dibatasi pada tuturan para tokoh yang melanggar maksim kerja sama serta menimbulkan implikatur
percakapan yang terdapat dalam komik tersebut.
1.6 Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data tertulis yang diperoleh dari komik Kimi ni Todoke karya Shiina Karuho volume 1
7
digunakan komik terjemahannya dengan judul Kimi ni Todoke: From Me to You yang diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo pada tahun 2014.
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tahapan yang digunakan sebagai mekanisme kerja. Terdapat tiga tahapan dalam penelitian ini yaitu, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik penganalisisan data, serta metode
dan teknik penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam tahap pengumpulan data digunakan metode simak dengan teknik catat. Metode simak merupakan metode yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988: 2). Langkah awal yang dilakukan
adalah membaca komik Kimi ni Todoke secara teliti, kemudian menyimak tuturan yang mengandung pelanggaran maksim kerja sama di dalam komik ini, dari
volume 1 sampai 21.
Setelah menyimak tuturan yang ada, dilanjutkan dengan teknik catat. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan dengan mencatat data-data mengenai
pelanggaran maksim kerja sama yang terdapat dalam komik Kimi ni Todoke untuk keperluan dalam penelitian, yakni mempermudah klasifikasi dan analisis data.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan pada tahap analisis data adalah metode padan dengan pendekatan pragmatik. Alat penentu dari metode padan adalah mitra
8
yang mengandung pelanggaran maksim kerja sama terkumpul, dilakukan analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk
menemukan implikatur beserta maknanya. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mengkaji data melalui proses yang berlangsung dari fakta (data) ke teori
(Djajasudarma, 2006:14).
Data yang telah diklasifikasi berdasarkan pelanggaran maksimnya, kemudian dianalisis dengan menggunakan teori maksim kerja sama Grice.
Sementara untuk menganalisis maknanya digunakan teori tindak tutur khususnya tindak ilokusi dari Searle. Kemudian makna implikatur tersebut dikaitkan dengan
kebudayaan atau tata bahasa Jepang.
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah metode
informal, yaitu cara menyajikan melalui kata-kata biasa bukan dalam bentuk angka, bagan atau statistik (Sudaryanto, 1993:145). Penyajian hasil analisis data mengenai tuturan yang mengandung pelanggaran maksim kerja sama dan
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berikut beberapa penelitian yang dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,
dipaparkan sebagai berikut:
Mulyanto (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Tindak Tutur
Ilokusi dalam Iklan Radio di Jember” mengangkat permasalahan realisasi tindak
tutur ilokusi verba asertif, komisif, direktif, ekspresif, dan deklarasi yang tercermin dalam wacana iklan radio di Jember. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian Mulyanto adalah metode deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur atau speeh act miliki Searle. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dari 87 tindak tutur ilokusi yaitu terdapat 48 verba asertif, 24 verba direktif, 11 verba ekspresif, 2 verba komisif dan deklarasi. Penelitian Mulyanto dapat dijadikan acuan untuk penelitian ini karena memiliki keterkaitan dengan tindak
tutur ilokusi yang dikemukakan oleh Searle. Perbedaan penelitian Mulyanto dengan penelitian ini ialah pada sumber data. Penelitian Mulyanto menggunakan
wacana radio sedangkan penelitian ini menggunakan komik. Rumusan masalah penelitian ini adalah makna ilokusi yang terkandung di dalam implikatur percakapan yang terjadi, sedangkan penelitian Mulyanto hanya melihat tindak
10
Noviana (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Penyimpangan Prinsip Kerja Sama pada Pemakaian Bahasa Percakapan dalam Interaksi Belajar
Mengajar Bahasa Indonesia serta Aplikasinya dalam Pengajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan Sleman” mengangkat
permasalahan mengenai jenis-jenis penyimpangan prinsip kerja sama pada pemakaian bahasa percakapan siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Seyegan Sleman. Penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik SBLC (simak bebas
libat cakap), teknik rekam, dan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan dengan menggunakan teknik padan pragmatik.
Hasil penelitian ini diantaranya adalah (1) jenis penyimpangan prinsip kerja sama terdiri dari penyimpangan tunggal dan penyimpangan ganda. (2) Tujuan atau maksud yang melatarbelakangi penutur dan mitra tutur melakukan
penyimpangan prinsip kerja sama terbagi menjadi sepuluh macam tujuan. (3) Ada tiga pola interaksi pada penyimpangan prinsip kerja sama yang terjadi. (4) Pada
tahap aplikasi, penyimpangan yang terjadi setelah guru menerapkan materi tentang teori prinsip kerja sama dalam pengajaran keterampilan berbicara menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah penyimpangan prinsip kerja sama.
Penelitian Noviana dapat dijadikan sebagai acuan karena memiliki keterkaitan, yaitu menggunakan teori maksim kerja sama yang dikemukakan oleh
Grice (1975). Perbedaannya terletak pada sumber data dan pengaplikasian teori. Penelitian Noviana menggunakan interaksi belajar para siswa sedangkan penelitian ini menggunakan komik. Selanjutnya pada teori, penelitian Noviana
11
penelitian ini menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle dan difokuskan pada tindak tutur ilokusi untuk mengetahui makna dari implikatur
percakapan yang terjadi.
Aryani (2010) dengan skripsinya yang berjudul “Pelanggaran Prinsip
Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7”. Penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap) sebagai metode dan teknik pengumpulan data, kemudian menggunakan teknik
analisis heuristic untuk menganalisis data dan menggunakan metode formal informal sebagai penyajian hasil. Teori yang digunakan dalam penelitian Aryani
adalah teori kesantunan Brown dan Levinson, teori prinsip kesantunan Leech, diikuti dengan prinsip Ironi dari Leech. Hasil yang diperoleh dari penelitian Aryani adalah terdapat pelanggaran terhadap prinsip kesantunan dan maksim yang
paling banyak dilanggar adalah maksim pujian, jadi memunculkan kesimpulan bahwa di OVJ, humor itu dimunculkan dengan cara menghina orang lain.
Terdapat 9 macam implikatur di dalam OVJ, yaitu implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang istri, menyuruh dan merayu.
Penelitian Aryani dapat dijadikan sebagai acuan karena berkaitan dengan implikatur percakapan. Perbedaan penelitian Aryani dengan penelitian ini,
pertama terletak pada sumber data, Aryani menggunakan tuturan pada acara televisi Opera Van Java, sedangkan penelitian ini menggunakan komik. Perbedaannya terletak pada kebudayaan yang terkait dalam maksud tuturan yang
12
Aryani menganalisis pelanggaran prinsip kesantunan yang dikemukakan Brown dan Levinson sedangkan penelitian ini menggunakan teori maksim kerjasama
yang dikemukakan oleh Grice serta menggunakan teori tindak tutur Searle yang memfokuskan pada tindak ilokusi untuk mengetahui makna dari implikatur
percakapan yang terjadi.
2.2 Konsep
Konsep merupakan kata kunci yang digunakan dalam suatu penelitian. Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
2.2.1 Implikatur Percakapan
Implikatur merupakan hal yang perlu diperhatikan agar percakapan dapat
berlangsung dengan lancar. Implikatur yang terdapat dalam suatu ujaran yang terealisasikan dalam sebuah percakapan disebut dengan implikatur percakapan.
Implikatur digunakan untuk menerangkan tuturan yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur. Implikatur percakapan digunakan untuk menerangkan makna implisit dibalik “sesuatu yang diucapkan atau
dituliskan” sebagai “sesuatu yang dimplikasikan”, dengan kata lain implikatur
merupakan maksud atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi (Grice,
1975:43).
Percakapan berlangsung berkat adanya kesepakatan bersama. Seseorang menyampaikan maksudnya secara tidak langsung agar memberi kesan sopan.
13
dari pernyataan secara harfiah menggunakan implikatur (Brown dan Yule, 1983:1). Makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana
tulis disebut dengan makna tersirat (implied meaning) atau implikatur.
Interpretasi maksud seseorang pada konteks tertentu dan bagaimana
konteks memengaruhi maksud ujaran dibutuhkan dalam studi pragmatik. Cara penutur mengatur hal yang dikatakannya dengan melihat pada lawan bicara, waktu, tempat dan ruang lingkupnya.
2.2.2 Maksim
Maksim merupakan prinsip yang harus ditaati oleh peserta tuturan dalam
berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Terdapat kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual pada maksim, kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan
bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang
tidak sopan (Leech, 1983).
2.2.3 Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologi, yang ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghapi situasi tertentu. Tindak tutur merupakan aktivitas tutur untuk membentuk tindakan dan bertindak.
14
sebagai melakukan tindakan, disamping hanya mengujarkan kalimat itu (Wijana, 1996:23).
Tindak tutur merupakan penentu makna dari ujaran suatu kalimat. Namun, suatu kalimat tidak ditentukan oleh satu ujaran di kalimat tersebut, tetapi
kemungkinan untuk menyatakan secara tepat apa yang dimaksudkan oleh penuturnya. Terdapat tiga jenis tindak tutur, yaitu, tindak tutur lokusi (tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan sesuatu), tindak tutur ilokusi (tindak tutur yang
digunakan untuk melakukan sesuatu), dan tindak perlokusi (tindak tutur yang mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkan).
2.3 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori maksim kerja sama
dan teori tindak tutur. Pertama, teori maksim kerja sama yang dikemukakan oleh Grice dan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle, berikut penjelasannya:
2.3.1 Teori Maksim Kerja Sama
Sebuah prinsip dengan tujuan percakapan menjadi kooperatif disebut maksim kerja sama. Grice menyatakan maksim kerja sama terbagi menjadi 4
maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of
relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner) (Grice, 1975:45-47).
1. Maksim Kuantitas (maxim of quantity)
Maksim kuantitas mengharuskan penutur memberikan kontribusi
15
adalah penutur dapat memberikan informasi yang cukup, memadai dan tidak melebihi informasi yang sesungguhnya. Maksim kuantitas dipenuhi oleh
pembatas yang menunjukkan keterbatasan penutur dalam memberikan informasi. Tuturan yang mengandung informasi melebihi yang diperlukan mitra tutur,
dikatakan melanggar maksim kuantitas, begitupula sebaliknya. Contohnya: a. “Lihat itu Muhammad Ali mau bertanding lagi!”
b. “Lihat itu Muhammad Ali yang mantan petinju kelas berat itu mau
bertanding lagi”
Konteks situasi yang terdapat dalam tuturan (a) dan (b) adalah para
penutur memunculkan tuturan tersebut ketika mereka melihat acara tinju di televisi secara bersamaan. Tuturan (a) sudah jelas dan isinya sangat informatif, karena mitra tutur sudah dapat memahami dengan baik tuturan tersebut tanpa
penutur harus menambahkan informasi lain. Penambahan informasi secara berlebihan terjadi pada tuturan (b). Hal tersebut justru membuat tuturan (b)
terkesan berlebihan dan terlalu panjang, karena menambahkan ‘mantan petinju
kelas berat itu mau bertanding lagi’, sedangkan mitra tutur sudah mengetahui
bahwa Muhammad Ali adalah seorang mantan petinju terkenal, sehingga tuturan
(b) dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas.
2. Maksim Kualitas (maxim of quality)
Maksim kualitas mengharuskan penutur mengungkap hal yang sebenarnya dan jelas yang sesuai dengan fakta yang didukung pada bukti-bukti memadai, kuat, dan jelas. Tujuannya agar mitra tutur tidak kebingungan dalam memahami tuturan.
16
sebagainya, merupakan cara untuk mengungkapkan keraguan tanpa harus menyalahi maksim kualitas.
a. A: Coba kamu Andi, apa ibu kota Bali? B: Surabaya, Pak guru.
A: Bagus, kalau begitu ibu kota Jawa Timur Denpasar, ya?
Pada dialog (a), Pak guru memberikan jawaban yang melanggar maksim kualitas, yaitu ibu kota Jawa Timur adalah Denpasar bukannya Surabaya. Tuturan
ini terjadi karena reaksi Pak Guru terhadap jawaban Andi yang salah.
Dengan jawaban seperti ini, Andi sebagai kompetensi komunikatif akan
mencari jawaban mengapa gurunya membuat pernyataan yang salah. Dengan bukti-bukti yang memadai, Andi akhirnya mengetahui bahwa jawabannya terhadap pertanyaan Pak Guru salah.
b. Maksim Relevansi (maxim of relevance)
Maksim relevansi mengharuskan penutur memberikan kontribusi yang
relevan dengan situasi percakapan dan tidak meleset dari topik yang sedang dibicarakan. Tidak terjadinya kerja sama yang baik antara penutur dengan mitra tutur dianggap melanggar maksim kerja sama. Berikut contohnya:
a. A: Siapa nama perempuan itu? B: Masa kamu tidak tahu siapa dia?
Dialog (a) menyimpang dari pertanyaan serta melanggar maksim relevansi, karena mengatakan hal yang tidak diharapkan oleh lawan tuturnya. A hanya menanyakan nama perempuan tersebut, namun B memberi A jawaban yang tidak sesuai dengan
17
b. Maksim Pelaksanaan (maxim of manner)
Maksim pelaksanaan tidak menekankan tuturan tetapi cara mengatakan
sesuatu hal. Penutur harus berbicara dengan jelas, tanpa ambigu, ringkas dan tertib dalam memberikan informasi agar mudah dipahami. Selain keringkasan dan
keruntutan, maksim cara kelangsungan tuturan merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
a. A: Aku haus, ingin minum
B: Ambil sendiri
Pada kalimat (a), pernyataan B sangat jelas dan langsung atas permintaan A. B
menyatakan bahwa ia tidak bisa memenuhi keinginan A. B memberikan jawaban dengan jelas, tidak ambigu, ringkas dan mudah dipahami kepada A.
Teori maksim kerja sama yang dikemukakan oleh Grice ini akan
digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama. Teori ini digunakan untuk membuktikan adanya pelanggaran maksim kerja sama dalam tuturan pada komik
Kimi ni Todoke serta menimbulkan implikatur yang beragam.
2.3.2 Teori Tindak Tutur
Tindak tutur secara pragmatis terdapat 3 macam yang dapat diwujudkan
oleh seorang penutur. Ketiga macam tindak tutur secara berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1) tindak lokusi (locutionary acts), (2) tindak ilokusi
(illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts) (Searle, 1969: 23-24).
Teori tindak tutur Searle ini akan digunakan untuk menjawab rumusan
18
ilokusi, dengan tujuan untuk mengetahui makna yang terdapat di dalam implikatur yang terjadi pada komik Kimi ni Todoke.
1. Tindak Lokusi (locutionary acts)
Tindak lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai
makna yang terkandung di dalamnya, bertujuan untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang mudah untuk diidentifikasi karena tidak memerlukan
konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Contohnya:
a. Ikan paus adalah hewan menyusui
Tuturan (a) dituturkan oleh penuturnya hanya untuk memberikan informasi mengenai sesuatu hal tanpa tujuan untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang paling mudah diidentifikasi karena tidak memerlukan konteks tuturan yang terdapat dalam situasi tutur.
2. Tindak Ilokusi (illocutionary acts)
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi menyatakan sesuatu, namun dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut
dengan the act of doing something. Tindak tutur tersebut sulit untuk diidentifikasi karena mempertimbangkan siapa penutur dan mitra tutur, kapan dan dimana
tuturan itu terjadi. Contohnya:
19
Tuturan (a), jika diucapkan oleh seorang anak laki-laki kepada perempuan, mungkin memiliki fungsi untuk menyatakan kekaguman. Namun jika diutarakan
oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, tuturan ini memiliki maksud untuk menyuruh atau memerintah agar anak itu memotong rambutnya.
Searle (1969) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima macam bentuk yang memiliki fungsi komunikatif, yakni sebagai berikut:
a. Asertif (Assertives)
Bentuk tuturan yang mengikat kebenaran proposisi yang diungkapkan oleh penutur. Misalnya menyatakan (stating), menyarankan
(suggestion), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
b. Direktif (Directives)
Bentuk tuturan yang dituturkan oleh penutur untuk mempengaruhi mitra tutur melakukan suatu tindakan. Misalnya memesan (ordering),
memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).
c. Ekspresif (Expressives)
Bentuk tuturan yang menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat
20
d. Komisif (Commisives)
Bentuk tutur yang memiliki fungsi untuk menyatakan janji atau
menawarkan sesuatu. Misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering).
e. Deklarasi (Declarations)
Bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan. Misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membabtis
(christening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), dan menghukum (sentencing).
3. Tindak Perlokusi (perlocutionary acts)
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang memberikan daya pengaruh atau efek bagi mitra tutur yang mendengarkannya. Pengaruh ini dapat terjadi secara
sengaja maupun tidak sengaja dinyatakan oleh penuturnya. Tindak tutur ini disebut dengan the act of affecting someone.
Contohnya:
a. Rumahnya jauh
Tuturan pada data (a) apabila diutarakan oleh seseorang kepada ketua
perkumpulan, maka memiliki ilokusi secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif dalam organisasinya.