• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN (Studi Semiotik Pemaknaan Gambar Lukisan pada Angkutan Becak).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN (Studi Semiotik Pemaknaan Gambar Lukisan pada Angkutan Becak)."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN

( Studi Semiotik Pemaknaan Gambar Lukisan Pada Angkutan Becak )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh:

NAILI ALFA RAHMAWATI NPM. 0543010067

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

(2)

PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN

(Studi Semiotik Pemaknaan Gambar Lukisan Pada Angkutan Becak)

Oleh :

NAILI ALFA RAHMAWATI NPM. 0543010067

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 9 Juni April 2010

Menyetujui,

Pembimbing Utama Tim Penguji:

1. Ketua

Dra. Dyva Claretta, Msi Dra. Sumardjijati, Msi NPT. 3 6601 94 00251 NIP. 196203231993092001

2. Sekretaris

Dra.Herlina Suksmawati, Msi NIP. 030 223 611

3. Anggota

Dra. Dyva Claretta, Msi

NPT. 3 6804 94 00281

Mengetahui, DEKAN

Drs. Ec. Hj. Suparwati, Msi NIP. 1995507181983022001

(3)

KATA PENGANTAR

Alahamdulillahirrabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi penulis dalam menyelesaikan

proposal dengan judul PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN (Studi Semiotik

Pemaknaan Gambar Lukisan pada Angkutan Becak) sebagai persyaratan pembuatan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana pada jurusan Ilmu

Komunikasi Fisip UPN “Veteran” Jawa Timur. Penulis menyadari dalam

penyelesaiannya dibilang tidak mudah dan merupakan kebanggaan bagi penulis

dengan selesainya proposal ini tentu saja tidak lepas dari bantuan orang-orang

yang patut diberi kehormatan dan terima kasih sebesar-besarnya, baik yang

memberikan secara materi maupun moril.

Dan dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Ec. Suparwati, M.si. Selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

2. Bapak Juwito S.sos, M.si. selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, M.si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

(4)

4. Ibu Dra. Dyva Claretta, M.si. selaku dosen pembimbing yang banyak sekali

membantu, membimbing, dan memberikan masukan pada penulis didalam

penyusunan proposal ini dengan sabar dan ikhlas.

5. Seluruh dosen di jurusan Ilmu Komunikasi yang selama ini telah

membimbing dan mendidik penulis selama mengenyam pendidikan

perkuliahan di Jurusan Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

6. Orang tuaku yang dengan sabar memberi dukungan moral dan spiritual, serta

kasih sayang yang tidak pernah putus kepada penulis.

7. Sahabat-sahabatku yang selama ini memberikan dukungan kepada penulis

didalam pengerjaan proposal ini.

Sungguh penulis menyadari bahwa proposal ini masih sangat jauh dari

sempurna, dengan segala kerendahan hati penulis harapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan proposal ini.

Surabaya, 09 Juni 2010

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Kegunaan Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori... 15

2.1.1. Visual Art Sebagai Bentuk Komunikasi ... 15

2.1.2. Seni Urban (Urban art) dan Seni Jalanan (Street art) .. 26

2.1.3. Sejarah Umum Seni Lukis ... 24

2.1.4. Lukisan sebagai Wacana dan Sistem Bacaan... 28

2.1.5. Analisis Semiotik dalam Kreativitas Visual ... 29

2.1.6. Semiotik Pierce ... 35

2.1.7. Hubungan Kenyataan dengan Jenis Dasarnya ... 37

2.1.8. Hubungan Pikiran dengan Jenis Petandanya... 38

2.1.9. Hubungan Penalaran dengan Jenis Petandanya ... 38

(6)

2.1.10.Penggunaan Warna dalam Tanda... 42

2.1.11.Budaya Visual pada Angkutan Becak... 46

2.2. Kerangka Berpikir... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 49

3.2. Kerangka Konseptual ... 50

3.2.1. Korpus Penelitian ... 50

3.2.2. Unit Analisis ... 51

3.2.2.1. Ikon ... 51

3.2.2.2. Indeks ... 51

3.2.2.3. Simbol ... 52

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 52

3.4. Teknik Analisis Data... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 55

4.1.1. Sejarah Perkembangan Becak ... 55

4.1.2. Paguyuban Becak ... 57

4.2. Penyajian Data ... 62

4.2.1. Cowok Merana ... 62

4.2.2. Gambar Perempuan dengan Tulisan “Slingkuh” ... 64

4.3. Tulisan dan Gambar Pada Angkutan Becak Berdasarkan Analisis Semiotik Charles sanders Pierce ... 65

(7)

4.4. Pemaknaan Gambar dan Tulisan pada Angkutan Becak ... 69

4.4.1. Ikon ... 69

4.4.2. Indeks ... 70

4.4.3. Simbol ... 73

4.5. Makna Keseluruhan Gambar dan Tulisan yang Terdapat pada Angkutan Becak dalam model Triangle Meaning Pierce ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Tipologi Tanda Menurut Pierce ... 37

Gambar 2 : Model segitiga Pierce ... 40

Gambar 3 : Gambar Cowok Merana ... 62

Gambar 4 : Gambar Perempuan dengan tulisan Slingkuh ... 64

(9)

ABSTRAKSI

NAILI ALFA RAHMAWATI. PEMAKNAAN GAMBAR LUKISAN (Studi Semiotik Pemaknaan Gambar Lukisan pada Angkutan Becak).

Selain menjadi alat transportasi dan alat utama mata pencaharian, becak juga dapat digunakan sebagai media penyampaian gagasan/ide mengenai visual art non massa. Gambar-gambar yang dilukis ataupun tulisan yang dituangkan pada angkutan becak, agaknya bukan hanya sekedar lukisan atau gambar biasa saja, namun dibaliknya terkandung maksud-maksud tertentu yang kasat mata.Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa makna dibalik gambar dan tulisan yang tertuang dalam lukisan pada angkutan becak yang terdapat pada sandaran kursi penumpang dan dibalik sandaran kursi penumpang.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotic, unit analisisnya adalah tanda-tanda berupa kata-kata, gambar, dan warna yang ada pada gambar lukisan . corpus penelitian ini merupakan satu kesatuan dari pemaknaan keseluruhan gambar lukisan bertema perempuan dan tulisan cowok merana, slingkuh, murni dan restu ibu. Peneliti membatasi pemaknaan tanda dan warna dominan merah, hijau, hitam, kuning dan biru.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotic Charles Sanders Pierce dengan teori dasarnya yakni teori tanda berdasarkan obyeknya, Pierce membagi tiga kategori yaitu, ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa yang dapat dikenali oleh pemakainya, indeks adalah tanda yang memiliki ketertarikan fenomenal atau eksistensial diantara tanda dan objeknya, symbol adalah tanda yang bersifat arbiter dan konvensional atau tanda yang terhubung dengan objek tertentu semata-mata karena kesepakatan.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai beragam seni visual

(visual art), yang dapat berupa gambar maupun tipografi. Seni visual selain

bersifat kasat mata juga merupakan dasar bagaimana menggambarkan, memaknai

dan mengkomunikasikan apa yang ada di lingkungan sekitar.

Istilah menggambarkan, memaknai dan mengkomunikasikan seni visual

tidak lepas dari kata “melihat”. Bagaimana melihat gambar visual tersebut dan

kemudian menggambarkannya dalam pikiran, lalu bagaimana melihat dan

kemudian memaknai gambar visual tersebut dan mengkomunikasikan gambar

tersebut dalam suatu lingkungan ( Marita Sturken and Lisa Cartwright, 2001, 5 ).

Memahami visual tidak sekedar . melihat apa yang terlihat saja. Membaca

dan memahami visual artinya menginterpretasikan pesan yang disampaikan

menurut apa yang digambarkan oleh komunikator. Pemahaman terhadap unsur

visual tidak seperti pemahaman terhadap teks, karena tergantung pada beberapa

hal yang spesifik, seperti logika audiens, bahasa yang digunakan, dan pengalaman

audiens. Pada media-media komunikasi, ada banyak kemungkinan penggunaan

unsure visual, seperti foto, gambar sketsa, gambar kartun, diagram. Untuk

membacanya diperlukan kemampuan membaca visual. Tidak ada satu rumus

yang dapat menjamin suatu gambar dapat dibaca dengan mudah oleh audiens.

Untuk itu perlu dipelajari secara khusus bagaimana audiens mempersepsikan

(11)

2

suatu unsur visual, atau bagaimana menciptakan suatu pesan bergambar agar

secara efektif dapat dipahami oleh audiens.

Visual memiliki ciri khas dapat dibaca dengan berbagai cara, dan dapat

menimbulkan kesan yang berbeda-beda pula tergantung dari siapa yang

membacanya. Ada tipe orang yang hanya melihat sekilas secara keseluruhan pada

suatu halaman, lalu jika kurang dimengerti, maka akan mengacuhkan halaman

itu, atau bahkan tidak lagi membaca seluruh halaman dari media itu. Ada pula

yang hanya melihat pada suatu bagian spesifik, hingga tidak memperhatikan

keseluruhan.

Komunikasi visual telah digunakan oleh masyarakat, bahkan sejak zaman

prasejarah. Pada masa itu masyarakat telah mengkomunikasikan pikiran dan

perasaan yaiyu melalui pesan-pesan simbolik melalui symbol-simbol yang

dituangkan di atas batu, dinding-dinding gua, pada batang-batang kayu maupun

pohon-pohon http://www.liputan6.com/view/0.85008.1.0.1162000007.html,2006).

Hal ini berarti apa yang ada dalam visual art, berkaitan dengan keadaan

sosial masyarakat. Kaitan tersebut dapat berupa eksistensi manusia yang

berhubungan dengan kebutuhan. Kebutuhan primer dan sekunder dibagi menjadi

6 bagian, yaiutu kebutuhan fisik, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta

dan kasih saying, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan akan perwujudan/

aktualisasi diri, dan kebutuhan akan seni dan keindahan (Leon G schiffman &

Leslie Lazarkanuk, 2004:25).

Seni visual sendiri tidak lepas dari sebuah perkembangan budaya visual

(12)

3

(nilai) dan kebudayaan materi (benda) yang dapat segera ditangkap oleh indera

visual (mata) serta dapat dipahami sebagai tautan pikiran manusia untuk

meningkatkan kualitas hidupnya (Agus Sachari, 2007:14). Contoh budaya visual

meliputi, karya desain, juga berbagai bentuk komunikasi visual, perumahan,

media cetak, iklan, video klip, film, siaran televisi, model pakaian hingga barang

kebutuhan sehari-hari, tusuk gigi, peniti, kunci atau kancing baju. Bahkan kuatnya

budaya visual mempengaruhi pemilih pada pilkada beberapa waktu yang lalu.

Pada perkembangannya seni visual sendiri telah menular dari antar

generasi baik melalui proses pendidiakn maupun berkarya (Agus Sachari,

2007:25). Terdapat 6 generasi pada perkembangan seni visual, yaitu generasi

pembuka (1920-1940), yang ditandai munculnya kesadaran pentingnya perpaduan

antar kebudayaan local (etnik) dengan kebudayaan barat. Selanjutnya pada

generasi transisi (1940-1950), yang beranggapan bahawa seorang seniman harus

memiliki wawasan sejarah yang kuat karena ia adalah makhluk kreatif yang

menyerap fenomena kebudayaan dunia. Pada generasi perintisan (1950-1966),

seni visual mulai disejajarkan dengan pendidikan sarjana lainnya, dan munculnya

beragam aliran seni antara lain, abstrak, impresionis, realisme, dan lain-lain.

Generasi berikutnya adalah generasi pengembang (1966-1970), yang semakin

mengembangkan aliran yang akan memposisikan seniman Indonesia dengan

seniman dunia. Kemudian aliran seni kritis (1973-1980), telah mengembangkan

seni bukan hanya pada karya lukis semata, namun juga melalui media video,

maupun televise, dan yang terakhir merupakan generasi bebas (1986-sekarang),

(13)

4

namun sudah lintas budaya dalam berbagai aspek. Pada generasi bebas inilah seni

intalasi muncul sebagai tanda bahwa teknik dan media berekspresi yang amat

bebas serta dapat menggunakan apa saja untuk mengungkapkan sesuatu (Agus

Sachari, 2007: 4).

Dari perkembangan budaya visual tersebut, maka tidak sedikit

penelitian-penelitian di bidang komunikasi yang bersumber dari media massa, namun tidak

sedikit juga yang bersumber dari media non massa seperti seni tattoo pada tubuh,

graffiti, kesenian rakyat, yang mana pada prinsipnya adalah bagaimana manusia

ingin menyampaikan pesannya. Penelitian yang bersumber pada media non massa

tampaknya sangat menarik perhatian penulis. Karena pada media tersebut individu

menggunakan media yang tidak biasa dan terkesan unik untuk menyamapaikan

suatu pesan.

Berbagai macam hal yang termasuk media non massa, antara lain seni

graffiti, mural, tato tubuh dan seni-seni jalanan lainnya. Pada kota-kota besar di

Indonesia seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Daerah istimewah

Yogyakarta, hingga Batam banyak dijumpai coretan-coretan apda tembok-tembok

di beberapa ruas jalan utama. Coretan-coretan yang merupakan seni jalanan yang

dulunya lebih dipandang merusak keindahan ruang public ini, sejak kurang lebih

tahun 1990 mulai bisa diterima (Heningtyas Widyowati & Novi Mayasari, 2007 :

151-152). Karya- karya visual berupa coretan –coretan gambar maupun

tulisan-tulisan tersebut, sudah bisa dinikmati seperti karya seni lainnya. Beragam

kreativitas seni jalanan ini sudah menjadi keseharian warga perkotaan, baik di

(14)

5

jembatan laying ataupun di jalan tol. Bahkan di kota Bandung coretan-coretan

seperti itu bahkan mendapat dukungan dari pemerintah kota, karena dapat

menampung ekspresi dan aspirasi dari masyarakat khususnya dalam hal ini adalah

para seniman jalanan . Di Batam, seni coret mencoret tembok ini, sudah mulai

marak sejak tahun 2005, dan sampai sekarang jumlah bomber (sebutan untuk

pembuat graffiti) , sudah terdapat sekitar 20 komunitas (Heningtyas Widyowati &

Novi Mayasari, 2007:151).

Di kota besar lainnya seperti di kota Jakarta, seni jalan ini diwadahi dalam

bentuk acara Urban Festival (Ajang Festival seni urban) yang dalam acara ini

terlihat kreativitas kaum urban (orang yang pindah dari desa ke kota) yang bias

menuangkan ide menggambar di atas triplek, hingga di badan bus, bajaj,

maupun mobil (http://www.kabarinIndonesia.com./view/1.65019.1.0.1154098990,

20 Maret 2008). Sedangkan di kota Surabaya sendiri, ajang pameran seni graffiti

juga serung diadakan, seperti yang baru- baru ini digelar, pameran urban art, yang

memamerkan berbagai hasil karya grafitti, melukis di atas sneaker (jenis sepatu

olah raga), sampai unjuk kelihaian membuat graffiti. Kebiasaan melukis tersebut

bermula dari manusia primitive yang melakukannya sebagai cara

mengkomunikasikan kegiatan perburuan dan juga sebagai sarana mistisme dan

spiritual untuk membangkitkan semangat berburu (Adi Kusrianto, Pengantar

desain komunikasi visual, 2007:101)

Makna grafiti kemudian meluas menjadi manusia yang membuat tanda,

ikon, seni gambar maupun kata-kata. Grafitti dibuat untuk menyampaikan pesan

(15)

6

kegiatan itu dipilih oleh individu yang sulit mengungkapkan perasaan lewat

kata-kata. Pada abad ke- 20, saat urbanisasi besar-besaran, kelompok urban mulai

menandakan tembok dan barang atau properti umum disetiap tempat sebagai

wilayah teritorialnya (http//:www.graffiti.org/grafiity/oct06/12/html, 10 agustus

2006). Pada jaman modern seperti sekarang ini, adanya pembagian kelas-kelas

social yang terpisah-pisah serta adanya jarak antar kelas, menimbulkan kesulitan

bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengekspresikan kegiatan seninya.

Akibatnya beberapa individu sarana yang hamper tersedia diseluruh kota,dinding,

Para Bomber , sebagian besar berasal dari kalangan anak muda yang

memiliki minat yang sama dalam hal graffiti dan kemudian membentuk

komunitas. Anak-anak muda yang merupakan Bomber ini pun mengidentikkan

dirinya dngan kelompok maupun komunitas tertentu yang disaat waktu luang,

berkumpul dan menghabiskan waktu dengan menghasilkan suatu kreatifitas dari

kegiatan waktu luang tersebut. Selain itu keinginan untuk bebas dan keluar dari

aturan sering kali dilakukan oleh anak-anak muda dengan cara mengekspresikan

kebosanan serta unek-unek yang mereka rasakan melalui teks yang dianggap tidak

biasa.

Aktivitas seni graffiti tampaknya memberi keasyikan tersendiri karena

tidak selalau menggambar di kanvas. Karena grafitti lebih banyak berupa tulisan,

maka itu bisa menjadi sebuah identitas diri. Jika diperhatikan tiap grafitti

mempunyai karakter tersendiri sesuai dengan gaya masing-masing. Bahkan di

kota Yogyakarta, banyak terdapat seni grafitti yang menggunakan corak local,

(16)

7

Sepertinya kondisi kota juga ikut mempengaruhi berkembangnya seni

jalanan. Jika diperhatikan seni graffiti mulai berkembang akhir-akhir ini sebagai

bentuk kegelisahan seniman jalanan pada perkembangan kota yang tidak

menyediakan alternative media untuk menyalurkan pendapat masyrakatnya,

karena kota sudah dipenuhi oleh polusi, kebisingan, kekerasan, tidak teraturnya

papan billboard, poster maupun pamphlet di dinding yang sudah mengarah pada

ketidak rapian. Kehadiran seni jalanan diharapkan dapat menciptakan komuniksi

secara visual dengan lebih estetis pada masyarakatnya guna membentuk keadaan

kota yang lebih baik melalui pesan- pesan yang terkandung di dalamnya.

Grafitti juga kerap bergesekan dengan mural, sebuah dimensi seni rupa

yang pernah di peloporo oleh Diego Rivera seorang pelukis yang hidup di Mexico

pada abad ke-19, yang kemudian dikenal sebagai bapak mural dunia, dimana pada

jaman tersebut, adalah suatu masa pemberontakan gerakan seni baru yang

ekspresif dan terbuka (Heningtyas Widowati & Novi Mayasari, Ibid, 2007 : 89).

Seni mural mempunyai perbedaan dengan graffiti yang lebih menekankan pada

tingkatan ilustrasi gambar yang berdasarkan pada kritik social. Seni mural sendiri

merupakan karya lukis pada media besar, umunya menggunakan dinding-dinding

luar sebgaia media untuk mengekspos karya kepada public seluas mungkin. Seni

ini telah ada sejak 30.000 tahun lalu dan pada awal keberadaanya seni mural

terdapat di dinding-dinding gua, berupa ornament gereja, kuil-kuil kuno dan

candi-candi.

Sama seperti halnya dengan seni grafitti, seni mural melalui berkembang

(17)

8

grafitti diharapkan dapat menciptakan komunikasi secara visual dengan lebih

menarik kepada masyarakat untuk menciptakan keadaan kota yang lebih baik

melalui pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

Beragam karya seni visual yang telah diahsilkan manusia sebagai bentuk

apresiasi atas makna kehidupan. Salah satu contohnya adalah tato. Selain seni

graffiti dan seni mural tato juga merupakan media elspresi terutama bagi kaum

muda. Tato merupakan seni melukis pada tubuh atau yang juga dikenal sebagai

body painting (seni melukis tubuh dengan menggunakan bahan tertentu). Seni

melukis tubuh ini telah menjadi tren bagi masyarakat. Penggemar tato sebagian

besar dari kalangan anaka muda yang selalu diidentikkan dengan kekerasan,

kriminal, dan pemberontakan. Namun keidentikkan tato dengan kekerasan dan

kriminal semakin lama semakin pudar, kini citra tato telah berkembang menjadi

hiasan tubuh yang mempunyai cita rasa, seni menguatkan jati diri dan dianggap

sebagai sesuatu yang modis, trendi,dan fashionable.

Lebih jelasnya kebutuhan manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

ekspresi, seperti dituangkan dalam kesenian (lagu, music, puisi, ritual), pesan non

verbal maupun pesan verbal. Dalam hal ini, masyarakat marjinal merupakan

komunitas yang mengekspresikan aspirasinya melalui pesan non verbal.

Komunitas marjinal lahir tidak lepas dari kondisi masyrakat yang tertindas.

Salah satu contoh dari komunitas marjinal yang mengekspresikan diri

dengan seni adalah punk. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London,

Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead

(18)

9

punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu,

karena mempunyai semangat yang sama. Gerakan anak muda yang diawali oleh

anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami

masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para

tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.

Punk terdiri dari berbagai aliran, punk lebih terkenal dari gaya dandanan dan

busana yang dikenakan dan tingkah laku yang diperlihatkan. Seperti

menggunakan tato, dengan makna yang berbeda-beda antara anggota satu dengan

anggota lainnya. Kebanyakan tato yang ada di tubuh mereka adalah tato yang

benar-benar mengekspresikan jati diri mereka. Sebagian besar punkers

menggunakan motif tribal yang merupakan ciri khas dari suku Indian Aztec

(http://www.wawasandigital.com/index.php?option=view&id=2800&itemid=49,

juni 2008). Sebagai contoh ketika mereka menggmabar pasar, tidak lagi hanya

menggambar penjual dan pembeli, namun juga diselipkan realita keadaan di pasar,

seperti adanya copet, berkelahi karena persaingan perdagangan, pengemis,

sampah, becek dan sebagainya. Selain itu, ketika menggambar keadaan di stasiun

kereta, anak-anak pun melihat realita keadaan yang sesungguhnya di dalam

stasiun, seperti orang-orang terlantar di stasiun, kekerasan mental yang dilakukan

aparat keamanan kepada mereka, pencemaran lingkungan, pencopetan, pencurian

bantalan rel, dan seterusnya.

Contoh-contoh tersebut merupakan bukti bahwa manusia memiliki

kebutuhan untuk diakui keberadaannya di lingkungan masyarakat. Adanya

(19)

10

simbol-simbol, seperti tato, kemudian melalui seni graffiti, seni mural hingga

kerajinan-kerajinan tangan yang dibuat oleh anak-anak jalanan. Simbol- simbol

tersebut bersifat kasat mata, tidak hanya sekedar simbol biasa, namun mempunyai

beberapa makna tergantung bagaimana penilaian audiens (masyarakat).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kreativitas visual

bersifat kasat mata . ini berarti bahwa apa yang telah diekspresikan oleh manusia,

tidak dapat sekedar dilihat saja, namun harus melalui proses pemaknaan untuk

dapat mengerti apa makna dibalik semua hasil karya visual. Mengingat satu karya

dapat memiliki seribu makna. Dalam penelitian ini, seni visual dari para

pengemudi becak yang menjadi unit analisa diwujudkan dalam bentuk lukisan dan

gambar dengan menggunakan media alat mata pencaharian mereka yaitu angkutan

becak.

Becak merupakan alat transportasi tradisional yang sederhana beroda tiga.

Becak dapat ditemui hamper di seluruh kota di Indonesia. Namun seiring dengan

perkembangan jaman, becak menjadi sebuah alat tranportasi yang langkah. Di

Jakarta becak sudah tidak dapat ditemui karena Jakarta merupakn satu-satunya

kota yang dengan resmi melarang keberadaan becak. Alasan resminya waktu itu

adalah “eksploitasi manusia oleh manusia”. Selain itu keberadaan becak dianggap

mengganggu lalu lintas karena kecepatannya yang lamban dibandingkan dengan

mobil atau motor.

Selain menjadi alat transportasi dan alat utama mata pencaharian, becak

juga dapat digunakan sebagai media penyampaian gagasan/ide mengenai visual

(20)

11

becak yang sebagian besar merupakan masyarakat menengah kebawah lebih

memilih mencari nafkah di kota-kota besar yang mana merupakan daerah tempat

kelas sosial menengah keatas berada. Seperti yang dapat ditemui di daerah Pasar

Pucang, Pasar atom, depan Rumah sakit Umum DR.Soetomo di Surabaya,

beberapa becak sudah dihiasi dengan lukisan-lukisan yang berbeda-beda oleh sang

pemilik becak.

Latar belakang itulah yang membuat peneliti tetarik untuk meneliti dan

mengungkap lebih dalam tentang apa makna kretivitas visual pada angkutan

becak sebagaimana dituangkan melalui visual art pada angkutan becak.

Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa masyarakat terutama kaum

marjinal, menggunakan berbagai media untuk menyampaikan pesannya, setiap

anggota masyarakat baik dari kalangan bawah maupun dari kalangan atas

mempunyai cara-cara tersendiri untuk menyampaikan pesan-pesan individualnya.

Media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan oleh

masyarakat marjinal, dalam hal ini adalah mata pencaharian mereka sendiri, yaitu

becak. Gambar-gambar yang dilukis ataupun tulisan yang dituangkan apda

angkutan tersebut, agaknya bukan hanya sekedar lukisan atau gambar biasa saja,

namun dibaliknya terkandung maksud-maksud tertentu yang kasat mata.

Mengingat dunia ini penuh dengan artefak-artefak tanda (sign) dan symbol. Tanda

dan symbol tersebut bukan apa-apa tanpa makna yang menyertainya, sedangkan

makna itu juga tidak bisa hadir begitu saja mealinkan hasil dari kesepakatan

umum di masyarakat mengenai arti tanda tersebut. Jadi makna itu bersifat

(21)

12

Kurangnya ketertarikan untuk mengamati gambar dan tulisan tersebut

secara mendalam seringkali terjadi. Mungkin karena sudah terbiasa dengan

keberadaan gambar dan tulisan tersebut, maka masyarakat beranggapan hal

tersebut adalah hal yang biasa-biasa saja. Dari anggapan inilah, peneliti tertarik

untuk mengungkap apa makna yang ada dibalik tanda-tanda (sign) tersebut.

Bagaimanapun gambar dan tulisan di angkutan becak tersebut adalah pesan yang

digunakan oleh para pengemudi becak sebagai represantasi dari gagasan/ide dari

perasaanya. Sebagai contoh, tulisan yang ada di sandaran kursi tersebut antara

lain, “LAMBE ABANG”, “cowok MERANA”, “PAHALA”, “ANCOR LEK”,

‘GADIS DESA”, “SURGA DUNIA”. Selain itu ada juga yang berupa lukisan

perempuan maupun pemandangan alam. Seluruhnya itu tidak lepas dari apa

maksud pengemudi becak menuangkan gambar atau tulisan di becaknya. Semua

gambar maupun tulisan mempunyai makna sendiri-sendiri, tidak mungkin gambar

atau tulisan itu muncul tanpa ada faktor yang melatarbelakangi kemunculannya.

Pencarian makna dibalik gambar dan tulisan-tulisan pada angkutan becak

itulah yang diharapkan dalam penelitian ini mampu mengungkap apa makna

dibalik kreativitas visual yang digambarkan oleh para pengemudi becak pada

angkutannya. Maksud-maksud para pengemudi becak menorehkan suatu

karya-karya visual mereka dalam penelitian ini merupakan cermin dari pandangan hidup

dan konsep diri yang mereka dapatkan melalui beberapa tahapan dalam

memandang dirinya secara utuh, baik fisik maupun emosional intelektual, sosial

dan spiritual. Pengalaman-pengalaman tersebut mungkin pada akhirnya akan

(22)

13

pada angkutan becak tersebut, mempunyai fungsi sosial. Maksudnya

persepsi-persepsi yang telah terbangun tadi mendorong terbentuknya pemikiran-pemikiran

yang diharapkan, yakni obsesi tentang sesuatu dunia indah yang mereka ingin

rengkuh, dan juga mereka ingin diakui diri mereka dalam masyarakat secara

umum atau luas.

Dalam penelitian ini akan diteliti makna yang terkandung pada lukisan

becak yang ada di pangkalan becak di daerah Pasar Pucang Surabaya, yang terdiri

dari dua system tanda, yaitu tanda bahasa dan tanda visual maka peneliti

menggunakan pendekatan teori semiotika C.S Pierce karena pendekatan ini

merupakan system tanda yang terorganisir menurut kode-kode yang

merefleksikan nilai, sikap, dan juga keyakinan tertentu dari pengemudi becak

sebagai komunikator. Sedangkan masyarakat sebagai penerima pesan seazni

visual (komunikan), dapat memiliki interpretasi masing-masing. Terkadang

interpretasi masyrakat sesuai dengan apa yang disampaikan pengemudi becak,

namun ada pula yang berbeda.

1.2. Perumusan Masalah

Bedasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut ; “Bagaimanakah Pemaknaan Gambar Lukisan

(23)

14

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui apa makna yang tertuang dalam

gambar lukisan pada angkutan becak.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi

yang berkaitan dengan studi semiotik dalam menganalisa makna visual pada

tulisan dan gambar dalam suatu media khususnya media non massa.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian untuk mengetahui dan membantu pembaca

dalam memaknai gambar yang ada pada medi becak. Dan diharapkan dapat

menyamakan persepsi terhadap pesan yang disampaikan oleh si pelukis

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Visual Art Sebagai Bentuk Komunikasi

Komunikasi merupakan kemampuan yang sangat penting dalm kehidupan

manusia, sebagaimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak

langkah manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang tergantung satu sama

lain dan mandiri serta saling terkait dengan dengan orang lain di lingkungannya.

Satu-satunya cara untuk dapat berhubungan dengan orang lain dilingkungannya

adalah dengan berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal.

Komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan

ungkapan kreatif, tehnik dan media untuk menyampaikan pesan dan gagasan

secara kasat mata. Seni visual (Visual Art) merupakan bagian dari komunikasi

visual. Dimana seni visual bertumpu pada tiga komponen dasar komunikasi, yang

mana tiga komponen dasar komunikasi diantaranya :

1. Pesan (Message)

Yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber (komunikator) kepada

penerima (komunikan). Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui

sesuatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar

komunikasi berlangsung denagn baik, pesan yang merupakan signal

perangsang bagi seseorang penerima (komunikan), harus dikirim dan diterima.

Pesan-pesan tersebut dapat berupa hal yang didengar, dilihat, dirasakan, dibaui

(25)

 16

atau gabungan dari hal-hal tersebut. Namun untuk komunikasi visual pastinya

bertumpu pada apa yang dilihat. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal

dan/atau nonverbal yang mewwakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari

sumber (komunikator) pesan visual harus kreatif (asli, inovatif dan lancar),

komunikatif, efisian dan efektif, sekaligus indah/estetis.

2. Komunikator (Sender)

Mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan

suatu pesan kepada orang yang dimkasud. Pesan yang disampaikan itu bisa

berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bias

dimengerti kedua pihak.

3. Komunikan (Receiver)

Menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang

diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti kedau pihak. Selain itu

Komunikan juga memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas

pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan

yang dimaksud oleh si pengirim.

Dalam era globalisasi sekarang tepatnya sejak Soeharto lengser, telah

banyak isu yang berkembang, antara lain tentang lingkungan, konflik dan

persoalan-persoalan sosial lainnya. Hal ini berdampak pada keadaan sosial

masyarakat, dan membuat para masyarakat khususnya kaum marginal, seperti

pengemudi becak, bajai, nelayan, juga buruh mau tidak mau haru menyampaikan

pendapatnya. Ada yang dengan cara berdemo menuntut kesejahteraan, ada pula

(26)

 17

media angkutan becak, bajai, truk, maupun perahu. Maka itu jika diamati selikas

antara kaum marjinal dan kreativitas memang jauh hubungannya, namun jika

dilihat lebih dalam lagi, kedua hal ini saling berhubungan. Kemiskinan atau

keadaan yang terpinggirkan adalah keadaan dimana manusia menjadi sangat

sensitife dan peka serta menjadi sangat eksploratif (T.B Bottomore, Elit dan

Masyarakat, 2006:23). Hal ini disebabkan karena adanya tekanan dari

lingkungannya. Dengan kata lain, sewaktu manusia berada dalam kemiskinan,

maka daya cipta kreasi menjadi terarah. Kepekaan dan rasa sensitif merupakan

unsur yang penting bagi proses kreatifitas.

Adanya kepekaan dan rasa sensitive pada manusia yang mendorong proses

kreativitas. Semakin banyak tekanan di lingkungan, makin meningkat pula

keinginan untuk berekspresi dan diakui keberadaannya. Maka itu tak jarang

banyak “seniman-seniman” dadakan yang berasal dari suatu komunitas non

seniman, tukang becak, sopir truk, pembuat tato yang saat ini sering menuangkan

berbagai macam ekspresi lewat media, seperti tembok-tembok di jalanan (graffiti),

pada kulit tubuh (tato), pada bak-bak truk, maupun kapal-kapal nelayan

(Penguasa dan Seniman, http//www.kompas.com/kompas-cetak/0609/16/

pustaka/2955731.htm, 28 Agustus 2006). Apa yang diekspresikan bukan hanya

sekedar coretan saja, namun dibalik goresan cat tersebut terkandung berbagai

makna, tergantung bagaimana audiens memaknai.

Keadaan ekonomi serta keadaan mental memang merupakan faktor yang

cukup berpengaruh dalam proses kreativitas manusia lebih cenderung

(27)

 18

Komunikasi visual ini mempergunakan mata sebagai alat penglihatan, seta

menggunakan bahasa visual, dimana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi

kekuatan utama dalam penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat

dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan. Gambar

menyampaikan ribuan kata yang merupakan pengungkapan secara mental dan

visual dari seseorang terhadap apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan

warna (Adi Kusrianto, 2007:46). Pesan yang telah dirangkai sepanjang satu

paragraf, dapat terwakili oleh satu gambar. Hal itu tidak akan menghilangkan

kekuatan bahasa verbal, terutama dalm menyampaikan pemikiran atau perasaan

manusia.

Dalam komunikasi secara visual terdapat beberapa unsur yang dapat

membantu audiens untuk memahami makna dari visual tersebut, yaitu titik, garis,

bidang, ruang, tekstur dan warna. Agris merupakan unsur terbentuknya sebuah

gambar, sedangkan warna meemilki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra

orang yang melihatnya.

Goresan suatu garis memiliki arti bermacam-macam, seperti garis tegak

yang memiliki kesan kuat, kokoh, tegas, dan hidup. Garis dasar yang

menimbulkan kesan lemah, tidur, dan mati. Garis lengkung yang berarti lemah,

lembut, dan garis miring yang berarti sedang, menyudutkan dan garis berombak

yang memiliki arti halus, lunak, berirama (Adi Kusrianto, 2007:47).

Warna juga mempunyai kekuatan yang mampu memberikan respons

secara psikologis. Sebagai contoh, warna merah mampu memberi respon

(28)

 19

Warna biru memberikan respons kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,

kebrsihan, perintah. Warna hijau memilki arti optimis, harapan, filosofi,

ketidakjujuran, pengecut, penghianatan, dan sebagainya.

Kadang kala, gambar biasanya tidak perlu disertakan teks. Bahkan kadang

sama sekali tidak memerlukan teks, seperti lukisan. Hal ini berarti bahwa dalam

perpaduan antara teks dan gambar yang dominan adalah gambar, dan teks yang

dipergunakan hanya bersifat membantu memperjelas. Sistem komunikasi melalui

gambar tadi, penuangannya termasuk dalam bentuk media, seperti fotografi,

lukisan, ilustrasi, poster, reklame, karikatur, dan perangko. Jadi, pengertian

komunikasi di sini adalah suatu proses dimana seseorang atau kegiatan

menyampaikan perangsang berupa pikiran, perasaan, harapan, dan pengalaman,

yang mengandung makna kepada orang lain.

Komunikasi visual melalui seni visual tampaknya sedang marak

dilakukan. Tembok-tembok di pinggir jalan yang dicoret-coret oleh beberapa anak

muda tampaknya bukan hanya sekedar coretan saja, namun terkandung makna di

dalam coretan tersebut. Pengemudi truk, becak, maupun nelayan juga ikut

berekspresi lewat tulisan dan gambar dengan menggunakan media kendaraan

mereka sendiri. Seni visual memang unik, dimana simbol-simbo didalamnya dapat

berkomunikasi dan memiliki lebih dari satu makna, dan audiens bebas

(29)

 20

2.1.2. Seni Urban (Urban art) dan Seni Jalanan (Street Art)

Seni merupakan simbol dari perasaan manusia. Seni juga merupakan

kebutuhan manusia dan merupakan yang tak terpisahkan antara manusia, seni dan

lingkungan masyarakatnya (Dharsono Sony Kartika, 2004:3).

Kota merupakan pusat peradaban manusia. Hal ini ditandai dengan

pergaulan warganya yang tak sebatas local, tapi juga nasional, bahkan global.

Warga kota, kaum urban itu, juga mat beragam dalam hal profesi, ada pedagang,

birokrat, pendidik, buruh, intelektual, seniman.

Urban art adalah seni yang mencirikan perkembangan kota, dimana

perkembangan itu kemudian melahirkan system di masyarakat yang secara

struktur dan kultur berbeda dengan struktur dan kultur masyarakat pedesaan. Saat

ini seni bukan lagi sekedar berlatar belakang tradisi tapi justru lebih merespon

tradisi-tradisi baru terutama di daerah perkotaan yang secara demografis dihuni

oleh anggota masyarakat yangsangat heterogen.

Urban art lahir karena adanya kerinduan untuk merespon krativitas

masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala problematikanya.

Maka muncullah usaha dari sekelompok orang untuk memamerkan dan

mendatangkan seni ditengah-tengah masyarakat dengan cara melakukan

kebebasan berekspresi di ruang publik. Ekspresi yang ditampilkan adalah ekspresi

yang mencoba memotret permaslahan-permasalahan yang kerap terjadi dan

mendominasi masyarakat urban, mencakup masalah sosial, ekonomi, politik dan

budaya, melalui media seni dan dilatarbelakangi oleh pertumbuhan kota itu

(30)

 21

Zaman sekarang seni bukan lagi sebuah representasi yang ditampilkan

digaleri saja, tapi sebuah media ekspresi yang bertarung di fasilitas public dengan

media lainnya seperti iklan di televisi, billboard iklan, poster reklame, adan

baliho. Semua media ekspresi tersebut mendominasi dihampir setiap fasilitas

politik.

Urban art berhasil memangkas hubungan yang berjarak antara public

dengan sebuah karya seni. Dahulu seni diposisikan sebagai sesuatu yang

konservatif dan sarat dengan nilai yang tinggi. Urban art berhasil meruntuhkan

nilai-nilai tersebut denagn cara menghadirkannya ke tengahpublik melalui

media-media yang erat dengan keseharian masyarakat kota. Contoh karya seni dalam

urban art, antara lain lukisan di bak truk dan becak. Tujuan urban art lebih berkar

pada perbedaan sikap politik, anti kemapanan, vandalism dan perlawanan

terhadap sistem dominan dimasyarakat. Bentuk konkret urban art bias

bermacam-macam, seperti di kota Bandung dan Yogyakarta kita bias melihat semua ekspresi

semangat urban itu dalam bebagai bentuk seperti komunitasi, garfitti, juga

lukisan-lukisan mural ditiang-tiang jembatan layang. terutama di kota Bandung

lambat laun berhasil menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis.

Pada akhirnya urban art berhasil dikembangkan oleh komunitasnya

sendiri. Bentuk-bentuk urban art terutama seni mural dan graffiti, terutama di kota

Bandung lambat laun berhasil menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis.

Banyak para seniman mural dan graffiti yang mengekspresikan ide mereka dengan

para pemilik distro atau clothing di Bandung. Para pemilik distro ini memfalitasi

(31)

 22

memberikan nilai estetika pada took, mereka juga ikut memberikan penyaluran

terhadap keinginan tersebut untuk berkarya.

Seni urban memang sebagian besar mengambil bentuk-bentuknya yang

khas berupa graffiti, poster, muarl, komik, billboard, bahkan pamflet-pamflet

politik dan produk massal seperti T-shirt. Pilihan medium amat bergantung pada

seniman yang bersangkutan. Ada seniman urban yang tetap membuat lukisan cat

minyak di kanvas tapi dengan tema-tema kehidupan kota. Contohnya Melodia dari

Yogyakarta dengan lukisan-lukisan kendaraannya.

Para perupa urban kerap menyuarakan masalah-masalah sosial atau politik,

yang merupakan ekspresi individual terhadap problem-problem yang dihadap.

Mereka pada umumnya merasa berhak membuat karya seni di tempat-tempat

umum, karena merasa ikut memiliki tempat-tempat tersebut. Kecenderungan ini

merupakan kenyataan bahwa beberapa karya terbaik seniman urban justru

dipajang di galeri-galeri, bahkan dibalai lelang lukisan.

Istilah urban art digunakan untuk memberikan batasan wilayah pengerjaan

dengan pengertian bahwa seni urban merupakan kesatuan bentuk yang hidup dan

berkembang di kota. Dari segi bentuk pengerjaannya bisa jadi mengadopsi seni

tradisi atau setidaknya mengalami penyesuaian dan perubahan baik dari segi isi

dan bentuk maupun konsep pengerjaannya.

Pemaknaan urban art berinteraksi dengan perkembangan kesenian dan

kebudayaan masyarakat kota. Khususnya seni tradisi yang berimigrasi bersamaan

dengan berpindahnya kelompok maupun perorangan ke dalam wilayah kota. Salah

(32)

 23

pengamen musik anak-anak jalanan. Mereka umumnya adalah mahasiswa yang

mencoba bertahan hidup di kota dengan melakukan serangkaian kegiatan bermain

music dari satu tempat ke tempat lainnya di kota.

Urban art biasanya merupakan istilah secara umum. Namun urban art

sangat identik dengan street art yaitu seni jalanan. Seperti yang sudah di bahas

sebelumnya, urban art merupakan seni yang mencirikan perkembangan kota yang

tak lepas dari media ruang publik. Dalam hal ini, seni jalanan merupakan salah

satu bentuk dari urban art. Fenomena street art menjadi marak dalam beberapa

tahun terakhir. Sama seperti halnya denagn urban art, street art merupakan seni

dan bukan merupakan vandalism. Street art sendiri merupakan seluruh kegiatan

seni yang terjadi di ruang publik atau tempat umum.

Belakangan ini seni jalanan alias street art semakin unjuk gigi dalam dunia

kreatif Indonesia. Di mana-mana terlihat banyak lukisan grafitti menghiasi dan

menyemarakkan jalan-jalan kota besar dan kecil. Bahkan pemerintah pusat dan

daerah memanfaaatkan graffiti untuk ikaln layanan masyarakat yang dipampang

di tempat umum maupun di atas transportasi umum. Berbagai perusahaan, bank,

mal, museum, sekolah, tidak tabu lagi menggunakan graffiti. Ada juga yang

menyelenggarakn acara street art dalam beraneka bentuk : graffiti, mural, body

painting, video art dan seni lainnya. Media yang diplih pun tidak hanya kanvas,

tetapi tembok gedung, lorong jalan, dan di media lain yang sering tak terpikir

(33)

 24

2.1.3. Sejarah Umum Seni Lukis 1. Zaman prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar.

Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu,

nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding

gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan

atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana

seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar

prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan

tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan

atau batu mineral berwarna.

Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua

yang masih bisadilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar

(dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni

rupa lain seperti seni patung dan seni keramik. Seperti gambar, lukisan

kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau

kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut

juga dengan dwi-matra(dua dimensi, dimensi datar).

Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah

manusia, binatang, dan obyek-obyek alam lain seperti pohon, bukit, gunung,

sungai, dan laut. Bentuk dari obyek yang digambar tidak selalu serupa dengan

aslinya. Ini disebut citradan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis

(34)

 25

tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli.

Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap

tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu,

citra mengenai satu macam obyek menjadi berbeda-beda tergantung dari

pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.

Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok

masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk

menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat

gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila

diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada

biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam

kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin

ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada

saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi

kegiatan seni.

2. Seni Lukis Zaman Klasik

Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan :

1. Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)

2. Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),

Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin

bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu

pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu

(35)

 26

3. Seni Lukis Zaman Pertengahan

Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan,

seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan

dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada

Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.

Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme.

Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan

"bagus". Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi.

Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia

mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar"

dari benda.

4. Seni Lukis Zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali

ahli sains dan kebudayaan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium

menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga

deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern

dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan

terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni Rupa menemukan jiwa barunya dalam

kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap

sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang

dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar

(36)

 27

5. Sejarah seni lukis di Indonesia

Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan

Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu

ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut

mengembangkan aliran ini. Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah

seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa

yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan

belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis

Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.

Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti

zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan

yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia

beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan".

Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai

tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum

kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa

itu.

Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat

membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana,

sehingga melahirkan abstraksi. Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan

untuk melawan pemaksaan ideology komunisme membuat pelukis pada masa

1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik

(37)

 28

sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis kita sejak

perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing

oleh berbagai benturan konsepsi. Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum

mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan

modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan

munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance

Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar

1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai

mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya

menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap

masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.

2.1.4. Lukisan sebagai Wacana dan Sistem Bacaan

Dalam bukunya yang berjudul “Elements of a Pictoral Semiotics” Marrine

mendeskripsikan lukisan sebagai “sebuah sistem bacaan yang terbuka”

(1971a:28). Meskipun tak terlepas dari berbagai “kendala ‘tata bahasa gambar,’’

“lintasan penglihatan pemirsa”, dari sutu bacaan ke bacaan yang lain, selalu dapat

mendeteksi berbagai perbedaan baru dalam pengartikulasian gambar. Atas dasar

“tingkat keterbacaan primer”, unsure-unsur gambar pada tingkat bacaan kedua

menjadi terkait dengan potensi tokoh-tokoh ‘in absentia’ yang tak terbatas

(Ibit:26). Kesenjangan yang menyolok mata antara objek visual kajian dan

pengartikulasian verbalnya, menurut Marrine, ddijembatani oleh aksiomanya

(38)

 29

yang diberi nama sebagai sumber makna” (Ibit:23). Dikatakan bahwa makna ada

hanya dengan verbalisasi dan “dunia petanda tak lain hanyalah dunia bahasa.”

Oleh karena itu, makna merupakan wacana verbal tentang lukisan yang

“memungkinkan pengartikulasiannya dan membentukknya sebagai kesatuan

penanda” (Ibit:24). Berdasarkan atas premis bahwa lukisan bukan bahasa, Schever

mengembagkan sebuah semiotic lukisan yang sebaliknya menjadi perhatian utama

bahasa (1969:7:cf.Barthes 1969,Marrine 1971b). Bagi Schever, lukisan selalu

merupakan jumlah total pendeskripsiannya sendiri: “gambar tidak memiliki

struktur yang bersifat a priori. Ia memiliki struktur teks…Yang luisan itu sendiri

merupakan sistem struktur tersebut” (Ibit:162).

2.1.5. Analisis Semiotik dalam Kreativitas Visual

Dalam konteks semiotik komunikasi, apabila kita memandang suatu visual

art, yang kita rasakan adalah bahwa kita sedang berada dalam suatu komunikasi.

Visual art dapat dilihat sebagai suatu kegiatan komunikasi antara ‘seniman’

denagn audiensnya. Visual art dikemas sedemikian rupa oleh kreatornya untuk

menyampaikan pesan-pesan yang ingin disampaikan. Pesan yang ditampilkan teks

visual art merupakan sekumpulan tanda-tanda yang mempunyai makna dan

maksud-maksud tertentu, denagn demikian visual art sebagai sebuah teks

meruapakan system tanda yang terorganisir menurut kode-kode yang mereflesikan

nilai-nilai tertentu, sikap dan juga keyakinan tertentu (Rocky Gerung, Diskusi

sastra, http://www.kompas.com/kompascetak/0612/21/humaniora/3190894.htm,

(39)

 30

dinyatakan secara eksplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara

implicit dibalik permukaan tampilan visual art.

Semiotik berusaha menggali hakikat system tanda yang beranjak keluar

kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit,

tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan

perhatian pada makna tambahan (Connotative) dan arti penunjuk (denotative),

kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan

kombinasi tanda. Pelaksanaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos,

yang telah ada dan sekumpulan gagasan yang bernilai yang berasal dari

kebudayaan dan disampaikan melalui komunikasi (John Fiske, 1990:90). Dengan

demikian pesan-pesan yang tersembunyi dalam visual art memang dapat diuraikan

dengan menggunakan pendekatan semiotik. Sekalipun pesan dalam visual art

tersebut tidak hanya berada pada level denotative namun juga konotatif.

Jika dilihat dari segi desain grafis, semiotik merupakan ilmu komunikasi

yang berkenaan dengan pengertian tanda-tanda / simbol/ isyarat serta

penerapannya. Suatu studi tentang semiotik menyangkut aspek-aspek budaya, adat

istiadat, atau kebiasaan di mayarakat. Dalam hal ini semiotic dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu :

1. Semantic

2. Pragmatic

3. Sintatig

Dalam penelitian ini, semantik akan lebih dijelaskan secara mendalam.

(40)

 31

bermaksud, dan meneliti (Adi Kusrianto, 59). Bila dikaitkan dengan penelitian ini,

maka semantic mempunyai arti meneliti dan menganalisis makna dalam visual

tertentu. Visualisasi dari suatu image merupakan symbol dari suatu makna.

Pada semiotic, juga dikenal semiotic simbolik, yaitu simbolisasi yang

memiliki/mengandung suatu makna atau pesan. Sebagai contoh, tulisan heirogliph

pada jaman Mesir Kuno, yang biasanya tulisan-tulisan seperti itu menyangkut

persepsi atau interpretasi makna pesan visual yang berbeda dari khalayak yang

mengapresiasi.

Disini pihak penyampai maupun pihak penerima pesan memliki dua

kemungkinan cara untuk mempersepsikan dan menginterpretasi makna dalam

suatu visual, yaitu :

a. Denotatif

Bersifat langsung, jelas dan tersurat. Memiliki arti pasti, dan terhindar dari

arti. Sebagai contoh, kata Berawan berarti denotative cuaca mendung.

b. Konotatif

Bersifat tidak langsung, maya, abstrak, dan tersirat. Terdapat makna tambahan

disamping makna sebenarnya. Sebagai contoh kata Berawan bermakna

konotatif sedih, duka.

c. Asosiasi

Merupakan perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Sebagai

contoh, dalam suatu visual digambarkan bahwa multivitamin disamakan

(41)

 32

d. Sinestesia

Merupakan perubahan makna akibat pertukaran antara dua inder yang

berlainan. Sebagai contoh, ungkapkan “Suaranya sedap didengar”.

Dari beberapa cara memaknai pesan yang disampaikan oleh suatu visual

maka semakin banyak makna-makna dalam suatu visual yang perlu digali lebih

dalam lagi pesannya.

Pesan yang ditampilkan dalam teks dapat berupa tanda-tanda maupun

penggunaan bahasa. Pada dasarnya, semiotik sebagai metode kajian ke dalam

berbagai cabang keilmuan ilmu ini, dimungkinkan karena ada kecenderungan

untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa (John

Fiske,op.cit:57). Dengan kata lain, bahasa dijadikan bahan dalam berbagai wacana

sosial. Berdasarkan pandangan semiotik, bila seluruh praktik sosial dapat

dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai

tanda-tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri

(Alex Sobur, 2004:127).

Dengan mengamati tanda-tanda, yang terdapat dalam sebuah teks, maka

dapat mengetahi ekspresi emosi dan kognisi pembuat teks atau pembuat pesan,

baik secara denotative, konotatif, bahkan mitologis (Alex Sobur, 2004:56).

Metode semiotik tidak dipusatkan pada transmisi pesan, melainkan pada

pertukaran makna. Penekanan disini bukan pada tahapan proses, melainkan teks

dan interaksinya dalam memproduksi dan menerima suatu kultur / budaya ;

(42)

nilai- 33

nilai dan bagaimana nilai-nilai tersebut memungkinkan komunikasi memiliki

makna.

Komunikasi sendiri dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication,

berasal dari kata lain Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang

berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Deddy Mulyana,

2002:124). Unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah sumber (komunikator),

pesan (message), saluran (channel), dan penerima (komunikan) serta efek yang

ditimbulkannya. Dalam sebuah proses komunikasi terjadi penyusunan dan

penguraian sandi, sebagaimana Kincaid dan Schramm menjelaskan lebih lanjut :

“Apa yang sedang terjadi”merupakan hal yang nyata ; mula-mula satu pihak

mengatakan sesuatu dan kemudian pihak lain mengatakan sesuatu pula (Alex

Sobur : 2004:16). Istilah yang biasa digunakan untuk mengutarakan piran adalah

“menyusun sandi”. Jadi suatu sumber informasi yang menurut pendapatnya akan

dikenal pihak penerima. Kemudian pihak akan menguraikan sandi tersebut

(mengamati dan menafsirkannnya). Tujuan komunikasi yang utama adalah untuk

menyampaikan perasaan atau pikiran seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan tanda-tanda berupa simbul sebagai perantaranya. Hal ini yang

dikenal sebagai semiotik.

Semiotik berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam

pandangan piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam

berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk

memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain,

(43)

 34

semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa,

semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena

luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262 ).

Salah satu definisi semiotik yang diungkapkan oleh Littlejohn adalah :

“tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi “ (Little John, 1996:64).

Model dasar 34emiotic dikembangkan Charles sanders pierce (1839-1914) dan

Ferdinand de Saussure (1857-1913). Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya

semiotika (semiotic). Bagi Pierce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia

senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat

tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat

diterapkan pada segala macam tanda. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah

semiotika lebih popular daripada semiologi.

Terdapat dua aliran utama dalam semiotika, yaitu yang berafiliasi pada

Ferdinand de Saussure, yang lebih mengarah pada konsep linguistic dan aliran C.S

Pierce yang lebih mengacu pada logika. Ferdinand de Saussure dapat dianggap

sebagai peletak dasar ilmu bahasa. Bahasa sebagai gejala dapat dijadikan sebagai

obyek studi, dan Saussure bahkan memulai dengan studi ini. Itulah awal ilmu

bahasa. Salah satu titik tolak Saussure adalah bahwa bahasa harus dipelajari

sebagai suatu system tanda; tetapi ia pun menegaskan bahwa tanda bahasa

bukanlah satu-satunya tanda. Atas dasar itulah kemudian muncul pemikirannya,

bahwa ilmu bahasa yang dianggap sebagai studi mengenai jenis tanda tertentu,

semestinya dapat tempat dalam ilmu tanda (John Fiske, 1990:90). Ia

(44)

 35

sampai sekarang masih dipakai. Kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan

pemikiran pemakainya. Mereka yang bergabung dengan Pierce menggunakan

kata-kata semiotika dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan

kata-kata Semiologi.

Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotic adalah

pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks

komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut

signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier merupakan bunyi yang

bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan

dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan sifnified merupakan gambaran

mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa (Alex Sobur,

2004:125).

2.1.6. Semiotik Pierce

Pierce menekankan pada hubungan antara tanda, obyek dan peserta

komunikasi. Hubungan antara ketiga unsure tersebut untuk mencapai suatu

makna, terutama antara tanda dan obyeknya. Maka itu hubungan antara ketiganya

disebut hubungan makna. Bila Pierce menekankan fungsi logika tanda, maka

Saussure yang dianggap sebagai bapak Linguistik modern, lebih menekankan

pada hubungan dari masing-masing tanda, dan menurut Saussure tanda

merupakan obyek fisik yang penuh dengan berbagai makna (Alex Sobur,

Bandung, 2004:40). Berbeda dengan Pierce, Saussure tidak terlalu memperhatikan

(45)

 36

‘tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada sistem’

Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek

yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau

bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified , bidang petanda atau konsep atau

makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan

konsep atau apa yang dipresentsikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakanny

bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapn (level of expression) dan

mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar,

warna, obyek dan sebagainya, sedangkan Petanda terletak pada tingkatan isi atau

gagasan (level of content) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan.

Hubungan antara kedua unsure melahirkan makna.

Bagi Pierce, tanda merupakan sesuatu yang digunakan agar tanda selalu

terdapat dalam hubungan triadic, yaitu ground, object, dan interpretan. Teori dari

Pierce menjadi ground theory dari semiotic. Gagasannya bersifat menyeluruh,

deskripsi structural dari semua sistem penanda. Pierce ingin mengidentifikasi

partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam

structural tunggal. Semiotic ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti

ahli fisika membongkar sesuatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis

(46)

 37

Taksonomi Pierce secara ringkas yang menjadi dasar kategorisasinya, oleh

Van Zoest disebut tipologi tanda :

RELASI PROSES TIPOLOGI FUNGSI

Tanda dengan

2.1.7. Hubungan Kenyataan dengan Jenis Dasarnya

1. Icon adalah suatu tanda yang mempunyai kemiripan dengan obyek yang

diwakilinya, atau biasa disebut metafora. Umumnya sering terlihat pada

tanda-tanda visual. Misalny potret dan peta.

2. Index merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab kibat dengan apa yang

diwakilinya, atau denga kata lain merupakan tanda sebagai bukti suatu

peristiwa. Misalnya asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati beersama. Sombol baru dapat dipahami jika seseorang telah

(47)

 38

2.1.8. Hubungan Pikiran dengan Jenis Petandanya

1. Rheme or seme adalah tanda yang memungkinkan orang enafsirkan

berdasarkan pilihan. Misalnya orang yang merah matanya dapat saja

menandakan bahwa orang itu baru saja menangis, atau menderita suatu

penyakit mata, mengantuk atau bahkan baru saja bangun.

2. Dicent or decisign or pheme adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika

pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu

lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.

3. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

2.1.9. Hubugan Penalaran dengan Jenis Petandanya

1. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,

keras, lemah, lembut, merdu.

2. Sinsign adalah eksistensi aktual peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata

‘kabur’ atau ‘keruh’ yang ada pada urutan kata ‘air sungai keruh’ yang

menandakan bahwa ada hujan dihulu sungai.

3. Legisign adalah tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan

yan berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode, misalnya rambu-rambu

lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan

(48)

 39

Bagi Pierce, fungsi esensial sebuah tanda adalah membuat sesuatu efisien,

baik dalam komunikasi seseorang dengan orang lain, maupun dalam pemikiran

dan pemahaman seseorang tentang dunia. Semua itu, menurut Pierce, dilakukan

dengan menetapkan apa yang dipercayai oleh orang tersebut. Individu

mempercayai segala sesuatu, tetapi seringkali individu tersebut tidak menyadari

hal tersebut. Dengan bantuan pengertian yang disajikan oleh semiotika, seorang

individu dapat lebih menyadari apa yang dipercayai oleh individu tersebut

maupun orang lain, tentang apa yang sebagai ‘kebiasaan dalam kepercayaan’

mendasari pemikiran dan perilaku manusia.

Tanda akan selalu mengacu pada sesuatu hal atau benda yang lain yang

disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah cerah

mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada kesedihan. Apabila

hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak orang yang

melihat atau mendengar akan timbul pengertian.

Menurut Pierce, tanda adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang

lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain,

oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau

menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak

penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna

yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi

sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu

pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga

(49)

 40

Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan

menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan symbol. Ikon, indeks, dan

symbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent),

dan konsep (interpretant atau reference). Bentuk biasanya menimbulkan persepsi

dan setelah dihubungkan dengan objek akan menimbulkan interpretant. Proses ini

merupakan proses kognitif dan terjadi dalam memahami pesan iklan.

Dalam penelitian ini lebih mengutamakan pada tanda-tanda yang

diwujudkan dalam gambar-gambar dan tulisan-tulisan yang mengungkap

bagaimana penanda memandang realitas melalui ungkapan gambar dan tulisan

pada angkutan becak. Maka itu, diperlukan pengamatan terhadap tanda yang

digunakan dalam angkutan becak tersebut. Hal inilah yang kemudian dijadikan

alasan penggunaan model Pierce, karena seperti apa yang telah dijelaskan

sebelumya, Pierce memperhatikan realita makna.

Pierce menjelaskan istilah tanda (sign) yang merupakan representasi dari

sesuatu diluar tanda itu sendiri, yang disebut objek, yang kemudian dipahami oleh

peserta komunikasi (interpretant). Pierce menjelaskan modelnya sebagai berikut:

Tanda

Obyek Interpretant

Gambar

Gambar 4.1 Cowok Merana
Gambar 4.2 Slingkuh
gambar yang angkutan becak

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam kombinasi model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan Numbered Heads Together (NHT) ini,.. peserta didik ditempatkan dalam kelompok, yang

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mendiskripsikan secara terperinci tentang fenomena pengelolaan hutan adat di daerah Kepulauan Bangka

Selama proses pembelajaran biologi harus menerapkan prinsip pembelajaran biologi agar materi yang disampaikan efektif dan terserap maksimal dan sesuai dengan materi

Metode yang akan digunakan adalah kajian literatur dengan mengkolaborasikan teori yang sudah ada seperti analytic geometry yang mengkaji garis, lingkaran, parabola, elips dan

Untuk mengetahui pengaruh customer value secara parsial terhadap. keputusan pembelian di Eiger

Dalam film ini perempuan digambarkan dari sisi yang berbeda, bahwa perempuan adalah sosok yang kuat, juga dapat ikut berperang, dan bahkan mampu

Guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik untuk menumbuhkan kebiasaan membaca bagi siswa sebagai suatu yang menangkan.Membaca lanjut adalah membaca yang

Leitch ; sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan