• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TAMPILAN VISUAL PADA APLIKASI BELANJA ONLINE DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN

IMPULSIF DI ONLINE PADA DEWASA AWAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Seppriska Angelika Thennos

109114015

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Nikmati dan syukuri setiap peristiwa hidup yang menyulitkan, karna akhir peristiwa itu pasti

(5)

v

Karya ini saya persembahkan untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria

yang telah merancang kehidupanku dengan indah

Papi dan Mami

Untuk kasih saying dan didikannya

Cidang & Nyunyun

Saudara yang super cerewet sekaligus teman berantem

Bapak Andrea & Boru Panggoaranku (Andreana)

Untuk dukungan kalian

Sahabat dan keluarga di perantauan

(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TAMPILAN VISUAL PADA APLIKASI BELANJA ONLINE DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF

SECARA ONLINE PADA DEWASA AWAL

Studi Pada Mahasiswa Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Seppriska Angelika Thennos ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan subjek 262 responden (149 perempuan dan 113 laki – laki). Instrument penelitian ini menggunakan skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang terdiri dari 8 aitem dengan nilai alpha cronbach = 0,892 dan skala kecenderungan pembelian impulsif secara online yang terdiri dari 12 aitem dengan nilai alpha cronbach = 0,919. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online berkorelasi positif, lemah, dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online (N = 262, r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang baik (27,37 > 20), p = 0,000 dan kecenderungan pembelian impulsif secara online yang tinggi (33,83 > 30), p = 0,000.

(8)

THE RELATION BETWEEN PERCEPTION OF VISUAL DISPLAY IN ONLINE SHOPPING APPLICATION WITH ONLINE IMPULSE BUYING TENDENCY

IN EARLY ADULT

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Seppriska Angelika Thennos

ABSTRACT

The research aimed to know correlation between perception of visual display in online shopping application with online impulse buying tendency in early adult. This research uses 262 individual (149 woman and 113 men). This instrument used on this research are perception of visual display scale consisting of 8 items with alpha cronbach value = 0,892 and online impulse buying tendency scale consisting of 12 items with alpha cronbach value = 0,919. The result showed that the variable perception of visual display in online shopping application correlated positive, weak, and significant with variable online impulse buying tendency (N = 262, r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). This research also showed that subject had high perception of visual display in online shopping application (27,37 > 20), p = 0,000 and online impulse buying tendency (33,83 > 30), p = 0,000.

(9)
(10)
(11)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

(12)

xiii

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Pembelian Impulsif secara Online ... 9

1. Definisi Pembelian Impulsif secara Online... 9

2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif secara Online ... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif secara Online ... 12

B. Persepsi Tampilan Visual ... 15

1. Persepsi Tampilan Visual dan Efeknya... 15

2. Aspek Persepsi tampilan Visual ... 18

C. Dewasa Awal ... 20

1. Definisi Dewasa Awal... 20

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal ... 21

3. Aspek Masa Dewasa Awal... 22

D. Dinamika Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Dewasa Awal ... 25

E. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Operasional... 32

(13)

xiv

2. Kecenderunagn Pembelian Impulsif secara online ... 33

D. Subjek Penelitian ... 33

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34

1. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara online ... 34

2. Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online ... 36

F. Validitas dan Reliabilitas ... 38

1. Validitas ... 38

2. Seleksi Aitem ... 38

3. Reliabilitas ... 41

G. Metode Analisis Data ... 42

1. Uji Asumsi ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Linearitas ... 42

2. Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Pelaksanaan Penelitian ... 44

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44

C. Deskripsi Data Penelitian ... 44

1. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ... 44

2. Hasil uji-t ... 47

D. Hasil Penelitian ... 48

(14)

xv

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Linearitas ... 50

2. Uji Hipotesis ... 51

E. Pembahasan ... 53

BAB V PENUTUP ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Keterbatasan Penelitian ... 56

C. Saran ... 57

(15)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Penilaian Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 35

Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

sebelum Seleksi Aitem ... 36

Tabel 3. Skor Penilaian Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja

Online ... 37

Tabel 4. Sebaran Aitem Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

sebelum Seleksi Aitem ... 37

Tabel 5. Nilai Indeks Diskriminasi Aitem ... 39

Tabel 6. Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

setelah Uji Coba ... 40

Tabel 7. Sebaran Aitem Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja

Online setelah Uji Coba ... 41

Tabel 8. Kriteria Koefisien Korelasi menurut Siregar ... 43

Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian ... 45

Tabel 10. Norma Kategorisasi Persepsi Tampilan Visual pada Aplikai Belanja

Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online ... 46

Tabel 11. Kriteria Kategorisasi Skor Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi

Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online 46

Tabel 12. Jumlah Persentase Subjek untuk Setiap Kategorisasi ... 47

Tabel 13. One Sample t-test ... 44

(16)

xvii

Tabel 15. Uji Linearitas ... 51

Tabel 16. Pedoman Analisis Korelasi ... 52

(17)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi

Belanja Online dan Pembelian Impulsif secara Online pada Dewasa

Awal ... 30

Gambar 2. Tampilan Grafik Q-Q Plot Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi

Belanja Online ... 49

(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Blue Print Skala ... 60

Lampiran 2 Skala Uji Coba ... 66

Lampiran 3 Reliabilitas Skala ... 81

Lampiran 4 Skala Penelitian ... 84

Lampiran 5 Deskripsi Subjek ... 95

Lampiran 6 Uji Asumsi ... 98

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena berbelanja online di Indonesia saat ini semakin berkembang. Hal

ini dapat dilihat dari riset Online Shopping Outlook 2015 yang dikeluarkan oleh

Brand and Marketing Institute (BMI) reasearch, mengungkapkan bahwa peluang

pertumbuhan pasar online masih sangat besar seiring dengan meningkatnya

jumlah pengguna internet di Indonesia. Pada tahun 2014, pengguna belanja online

mencapai 24 persen dari jumlah pengguna internet di Indonesia. Riset ini

dilakukan di 10 kota besar yang ada di Indonesia dengan responden sebanyak

1.213 responden dengan usia antara 18-45 tahun melalui metode phone survey.

Menurut kepala BMI research, pasar belanja online di Indonesia akan bertumbuh

hingga 57 persen pada tahun 2015 atau meningkat sekitar dua kali lipat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Biskom, 2015).

Belanja online menghilangkan kendala ruang dan waktu yang sering dihadapi

oleh pembeli (Madhavaram & Laverie, 2004). Hal ini didukung dengan penelitian

Forrester (2011), terkait dengan alasan semakin populernya belanja online adalah

isu yang berkaitan dengan harga, faktor kenyamanan, pengiriman yang cepat,

banyaknya pilihan produk yang tersedia, dan akses yang mudah untuk berbelanja

(dalam Chalal, 2015). Donathu dan Gracia menemukan bahwa pembeli online

lebih impulsif dibandingkan dengan pembeli offline (Madhavaram & Laverie,

(20)

Pembelian impulsif dapat didefinisikan sebagai pembelian yang tidak

direncanakan, hasil dari adanya stimulus, dan pengambilan keputusan membeli

dilakukan di tempat (Piron dalam Parboteeah, Valacich, & Wells, 2009). Menurut

Rook (1987), pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami dorongan

yang kuat dan terus menerus yang terjadi secara tiba-tiba untuk membeli sesuatu

dengan segera. Keputusan untuk membeli dibuat dengan cepat untuk pembelian

impulsif (Rook, 1987). Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) pembelian

impulsif digambarkan sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan

sebagai pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, serta diikuti oleh adanya

konflik pikiran dan dorongan emosional.

Wood (dalam Ghani, Imran, & Jan, 2011) berpendapat, pembelian impulsif

akan meningkat pada usia 18-39 tahun dan akan menurun setelahnya. Rentang

usia ini termasuk dalam tahap perkembangan masa dewasa awal (Santrock, 2007).

Adapun kriteria untuk mendefinisikan masa dewasa yaitu menerima tanggung

jawab akan diri sendiri, membuat keputusan yang mandiri, dan mandiri secara

finansial (Arnett dalam Papilia & Feldman, 2014). Individu akan lebih mandiri

baik dari sisi pemikiran dan ekonomi (Santrock, 2007).

Papilia dan Feldman (2014) juga mengatakan bahwa kriteria dewasa awal

dapat dilihat dari perkembangan kognitifnya yaitu pemikiran pascaformal dan

kemampuan berpikir reflektif atau penalaran abstrak. Pemikiran pascaformal

dikarakteristikkan sebagai kemampuan untuk mengatasi ketidakkonsistenan,

ketidaksempurnaan, dan kompromi. Pemikiran pascaformal dapat

(21)

menghadapi dunia. Pemikiran pascaformal menerapkan hasil dari pengalaman

terhadap situasi yang ambigu (Papilia & Feldman, 2014).

Masa dewasa awal juga ditandai dengan perkembangan kognisi yaitu berpikir

reflektif yang merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan

aktif, persisten, dan hati-hati terhadap informasi atau keyakinan mengenai

bukti-bukti yang mendukung mereka dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat

(Dewey dalam Papilia & Feldman, 2014). Pemikir reflektif terus menerus

menannyakan fakta-fakta yang seharusnya, menggambarkan keterkaitan, dan

membuat koneksi (Papilia & Feldman, 2014).

Perkembangan kognisi pada masa dewasa awal yang ditandai dengan

kemampuan berpikir reflektif seharusnya mampu membuat dewasa awal lebih

dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli secara impulsif. Namun,

pada kenyataannya individu pada masa dewasa awal cenderung untuk melakukan

pembelian secara impulsif. Hal ini ditunjukkan dari data yang didapat pada

penelitian yang dilakukan oleh Nielsen bahwa konsumen di Indonesia yang

cenderung melakukan pembelian secara impulsif didominasi dengan konsumen

kisaran usia 20 hingga 39 tahun (Maulana, 2016).

Pembelian impulsif memiliki banyak dampak negatif bagi konsumen. Dalam

penelitiannya, Rook (1987) mengungkapkan dampak negatif biasanya dirasakan

oleh konsumen setelah melakukan pembelian impulsif. Sebagian besar konsumen

mengatakan bahwa mereka mengalami masalah keuangan sebagai akibat dari

(22)

karena tidak seperti yang dibayangkan oleh konsumen, adanya perasaan bersalah,

dan adanya ketidaksetujuan dari orang disekitar atas barang yang telah dibeli.

Pembelian impulsif dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yang akan mempengaruhi pembelian impulsif

terkait dengan kepribadian konsumen dan keadaan mood (Dawson & Kim, 2009).

Beatty dan Ferrel (dalam Dawson & Kim, 2009) mengatakan bahwa karakter

kepribadian konsumen dapat lebih menunjukkan perilaku impulsif dibandingkan

dengan karakter lainnya. Pengambilan keputusan untuk membeli secara impulsif

akan didorong oleh keadaan mood, emosi dan hasrat untuk memenuhi

keinginannya dalam mengambil keputusan membeli (Rook, 1987).

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif terkait dengan

cara promosi dan stimulus yang ada di toko (Youn dan Fabel dalam Dawson &

Kim, 2009) serta iklan secara online (Bagga & Bhatt, 2013). Menurut Dholakia

(dalam Dawson & Kim, 2009) konsumen juga dapat mengalami dorongan untuk

membeli secara impulsif ketika secara visual mereka dihadapkan dengan promosi

tertentu yang akan mengarahkan konsumen untuk mengakses sebuah situs web.

Dalam situs web tersebut konsumen dihadapkan dengan berbagai informasi dari

produk yang dicari oleh konsumen, produk yang direkomendasikan, produk yang

terkait dengan pencarian konsumen dan produk yang banyak terjual (Dawson &

Kim, 2009).

Rutz dan Bucklin (Bagga & Bhatt, 2013) mengungkapkan bahwa tampilan

produk atau informasi yang terkait dengan pencarian pada aplikasi atau situs web

(23)

oleh konsumen. Chicago E-tailing Group Inc. juga mengungkapkan bahwa

semakin banyak penjual yang menampilkan produk yang direkomendasikan,

produk yang terkait dengan pencarian, dan produk yang banyak terjual pada suatu

aplikasi atau situs web akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian

impulsif secara online (Dawson dan Kim, 2009). Selaras dengan itu, Youn dan

Faber juga menemukan bahwa konsumen yang cenderung impulsif akan lebih

mudah terpengaruh oleh stimulus pemasaran seperti iklan, hadiah atau promosi,

dan elemen visual yang ditampilkan. Konsumen yang terlibat di toko online akan

cenderung lebih sering merespon dorongan untuk membeli secara impulsif

(Dawson dan Kim, 2009).

Keterlibatan konsumen dalam toko online memerlukan suatu media yang

berupa sebuah perangkat, seperti ponsel pintar. Penelitian Nielsen pada tanggal 17

Februari hingga 7 Maret 2014 dengan 30.000 responden di 60 negara di dunia

menyatakan bahwa Indonesia berada dalam peringkat teratas secara global dalam

hal penggunaan telepon genggam untuk berbelanja secara online. Hasil penelitian

menunjukkan sebanyak 61 persen pengguna internet di Indonesia melakukan

transaksi online menggunakan telepon genggam (Lubis, 2014). Hal ini

menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia suka melakukan pembelian secara

online dengan menggunakan telepon genggam.

Ketika konsumen menggunakan telepon genggam dalam melakukan

pembelian maka konsumen akan menggunakan sebuah aplikasi belanja. Survei

yang dilakukan oleh Lazada Indonesia melibatkan 2000 responden pengguna

(24)

dalam memanfaatkan aplikasi. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 85 persen

pengguna di Indonesia memiliki 10 sampai 15 aplikasi mobile di smartphone.

Kebiasaan pengguna smartphone di Indonesia juga sering mengunduh aplikasi

setiap satu bulan sekali, yang mana 50 persen dari 3-5 aplikasi yang diunduh

merupakan aplikasi belanja online (Ngazis & Haryanto, 2016). Menurut Chalal

(2015) aplikasi akan membuat hidup menjadi lebih mudah, konsumen tidak harus

mengunjungi suatu tempat tertentu untuk melakukan sebuah transaksi, seperti

membayar tagihan, mengunjungi sebuah toko, membuat rencana perjalanan, dan

hal yang lainnya.

Penggunaan aplikasi mobile akan berkaitan dengan tampilan visual yang dapat

memberi konsumen kenyamanan dan kemudahan dalam pengoperasian aplikasi

tersebut. Tampilan visual sendiri digunakan untuk meyajikan informasi yang

terdiri dari berbagai jenis informasi yang harus disajikan secara bersamaan

(Schultz dan Schultz, 2006). Ada tiga tipe dari tampilan visual, diantaranya ada

tampilan visual kuantitatif, tampilan visual kualitatif, dan tampilan visual check

reading.

Tampilan visual menjadi sangat penting karena otak manusia bekerja dimulai

dari kode visual kemudian kode auditori dan terakhir kode semantik (Sternberg

dan Sternberg, 2012). Kode visual sendiri akan melibatkan indera penglihatan,

dimana penglihatan menyediakan informasi paling penting (Solso, Maclin, dan

Maclin, 2008). Penglihatan ini akan melibatkan atensi individu. Atensi adalah

pemusatan pikiran, dalam bentuk yang jernih dan gamblang terhadap sejumlah

(25)

Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin meneliti hubungan antara persepsi

tampilan visual pada aplikasi belanja online dengan kecenderungan pembelian

impulsif secara online pada dewasa awal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang ingin diketahui oleh peneliti

yaitu apakah ada hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja

online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tampilan

visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara

online pada dewasa awal.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang psikologi

terutama psikologi konsumen sebagai kajian teori mengenai persepsi tampilan

visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan perilaku pembelian

impulsif secara online pada dewasa awal. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan referensi berupa hasil penelitian, teori, maupun saran bagi peneliti

(26)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan evaluasi kepada konsumen

dewasa awal mengenai perilaku konsumen secara online dan persepsi tampilan

(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif secara Online

1. Definisi Pembelian Impulsif secara Online

Pembelian impulsif merupakan kecenderungan konsumen untuk

melakukan pembelian secara spontan, segera, dan kinetis, serta di

dorong aspek psikologi emosional terhadap suatu produk dan tergoda

dari kegiatan persuasi yang dilakukan oleh pemasar (Rook dan Fisher,

dalam Samuel 2007). Menurut Mowen dan Minor (2002) pembelian

impulsif merupakan suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan penuh

kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli dan tanpa

banyak mempertimbangkan akibatnya. Rana dan Tirthani (2012) juga

menjelaskan bahwa pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat

sebuah produk di toko dan membelinya tanpa pertimbangan yang

disebabkan oleh keinginan kuat untuk memiliki produk tersebut.

Rook (1987) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai bentuk

perilaku pembelian yang tidak direncanakan, pembelian secara

mendadak ketika berada di tempat, disertai dengan keinginan yang kuat

serta perasaan senang dan gembira (dalam Verplanken & Herabadi,

2001). Rook (1987) juga memberikan definisi yang komprehensif dari

(28)

tidak direncanakan, sulit untuk mengontrol, dan disertai dengan respon

emosional (dalam Verplanken & Sato, 2011).

Menurut Kacen dan Lee (dalam Ekeng, Lifu, & Asinya, 2012)

pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan dengan

karakteriksik pengambilan keputusan untuk membeli relatif cepat dan

adaya keinginan yang kuat untuk memiliki barang tersebut. Ekeng, dkk

(2012) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif terkait dengan

keputusan membeli suatu produk tanpa perencanaan dan tidak dapat

ditahan, keputusan pembelian ini mungkin terkait dengan design produk

dan alasan lainnya terkait dengan harga.

Dalam perkembangannya, pembelian juga dapat dilakukan secara

online. Belanja online merupakan suatu bentuk dari electronic

commerce atau biasa di singkat dengan e-commerce, dimana konsumen

melakukan pembelian produk atau jasa secara langsung dari penjual

melalui internet tanpa layanan perantara (Jagtap, 2013). Selaras dengan

itu, Javadi dkk (2013) juga menjelaskan bahwa belanja secara online

merujuk pada proses dalam membeli produk atau jasa melalui internet.

Kekhasan dari proses belanja secara online, ketika konsumen

membutuhkan suatu produk atau jasa, mereka langsung mengakses

internet dan mencari informasi yang berkaitan dengan produk atau jasa

yang dibutuhkan (Javadi, Dolatabadi, Nourbakhsh, Poursaeedi, dan

(29)

Berdasarkan penjelasan tersebut pembelian impulsif secara online

merupakan pembelian yang dilakukan melalui internet dengan proses

pengambilan keputusan untuk membeli yang cepat, tanpa terencana dan

segera ketika konsumen melihat sebuah produk dan memiliki keinginan

yang kuat akan produk tanpa mempertimbangkan konsekuensi negatif

dari pembelian.

2. Aspek-aspek dalam Pembelian Impulsif

Secara garis besar pembelian impulsif memiliki dua aspek, yaitu :

a. Aspek kognitif

Aspek kognitif dalam pembelian impulsif yaitu kurangnya

pertimbangan, perencanaan, dan membeli dengan spontan ketika

melakukan pembelian (Verplanken dan Herabadi, 2001).

Menurut Youn (dalam Dawson dan Kim, 2009) aspek kognitif

mengacu pada bagaimana seseorang memahami, berpikir,

menafsirkan informasi, dan dapat mengakibatkan

kecenderungan pembelian yang impulsif. Ketika konsumen

kurang memperhatikan aspek kognitif maka konsumen akan

mengalami dorongan yang kuat untuk membeli dan terikat

dalam perilaku pembelian impulsif (Dholakia, 2000; Rook,

(30)

b. Aspek afektif

Aspek afektif dalam pembelian impulsif yaitu munculnya

perasaan senang dan gembira, keinginan untuk membeli yang

sulit dikontrol dan adanya rasa bersalah atau penyesalan setelah

melakukan pembelian (Verplanken dan Herabadi, 2001).

Menurut Coley dan Burgess (dalam Dawson dan Kim, 2009)

ketika stimuli internal yang mencakup dorongan tak tertahankan

untuk membeli, emosi membeli yang positif, dan manajemen

mood menjadi pengalaman konsumen, maka konsumen akan

merasa terdorong untuk melakukan pembelian impulsif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, secara garis besar aspek dalam

pembelian impulsif ada dua, yakni aspek kognitif dan aspek afektif.

Aspek kognitif mengacu pada cara berpikir individu dalam menerima

informasi dan menafsirkan informasi tersebut hingga membentuk

persepsi individu terhadap informasi yang diterima. Aspek afektif

berkaitan dengan perasaan individu ketika menerima stimuli internal

yang mendorong individu untuk melakukan pembelian impulsif.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi pembelian

impulsif, yaitu faktor internal dan faktor eksertnal: ( Verplanken dan

Herabadi, 2001; Verplanken dan Sato, 2011; Dawson dan Kim, 2009;

(31)

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri

individu. Menurut Rook dan Fisher (1995) kepribadian diprediksi

lebih bisa menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif

daripada sifat-sifat lainnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian

yang menyatakan bahwa kepribadian dapat mempengaruhi

pembelian impulsif pada konsumen (Verplanken dan Herabadi,

2001; Verplanken dan Sato, 2011).

Berkaitan dengan kepribadian, Youn dan Faber (dalam Dawson

dan Kim, 2009) menemukan bahwa kecenderungan pembelian

impulsif berkaitan dengan kurangnya control diri, dimana pembeli

kurang mengontrol kognitifnya untuk tidak melakukan pembelian

impulsif.

Usia juga dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Rawling,

Boldero, dan Wiseman (dalam Ghani, Imran, dan Jam, 2011)

menyatakan bahwa orang muda akan lebih cenderung untuk

melakukan pembelian impulsif daripada orang yang lebih tua dan

orang usia lanjut. Hal ini diperkuat oleh Mai et al. (dalam Ghani,

Imran, dan Jan, 2011) yang berpendapat bahwa orang muda ingin

menjadi orang yang pertama dalam mengadaptasi lifestyle yang

baru. Hal ini yang menyebabkan orang muda cenderung untuk lebih

impulsif. Wood (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) juga

(32)

konsumen akan meningkat di usia 15-39 tahun dan akan menurun

setelahnya.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar

individu. Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), factor eksternal

berkaitan dengan penampilan produk secara fisik, cara menampilkan

produk, atau adanya tambahan seperti wewangian, warna yang

indah, dan musik yang menyenangkan akan memberikan

kenyamanan pada konsumen. Hal ini dapat mengakibatkan

munculnya suasana hati yang positif sehingga akan meningkatkan

pembelian impulsif.

Kacen dan Lee (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011)

menjelaskan bahwa pembelian impulsif berpotensi untuk semakin

berkembang seiring dengan adanya teknologi baru seperti internet

dan channel belanja yang ada di televisi. Inovasi penjualan yang

memberikan kemudahan pada konsumen juga akan meningkatkan

pembelian impulsif, seperti toko yang buka selama 24 jam dan

adanya kemudahan untuk mengakses suatu produk dan pelayanan

yang di dapat oleh konsumen akan meningkatkan pembelian

impulsif.

Youn dan Faber (dalam Dawson dan Kim, 2009) menemukan

bahwa konsumen dengan kecenderungan melakukan pembelian

(33)

seperti iklan, elemen visual, atau hadiah promosi, dan terikat pada

pencarian di dalam toko serta cenderung untuk lebih sering

merespon dorongan untuk membeli secara impulsif. Selaras dengan

itu, Dholakia juga menyatakan bahwa konsumen dapat mengalami

dorongan untuk membeli secara impulsif ketika secara visual

konsumen dihadapkan dengan promosi tertentu. Promosi yang

ditawarkan oleh penjual akan mengarahkan konsumen untuk

mengakses sebuah situs web dan konsumen akan dihadapkan

dengan produk yang direkomendasikan, produk yang terkait dengan

pencarian konsumen, dan produk yang banyak terjual (Dawson dan

Kim, 2009).

Berdasarkan penjelasan faktor yang akan mempengaruhi pembelian

impulsif, dapat dikatakan bahwa faktor internal dari pembelian impulsif

adalah kepribadian, control diri, dan usia. Sedangkan factor eksternal

pembelian impulsif adalah lingkungan toko, stimulus pemasaran yang

melibatkan iklan dan adanya elemen visual dan perkembangan

teknologi.

B. Persepsi Tampilan Visual

1. Persepsi Tampilan Visual dan Efeknya

Persepsi adalah proses untuk mengenali, mengorganisasikan, dan

memahami cerapan inderawi yang diterima dari stimuli lingkungan

(34)

Steinberg, 2008). Persepsi mencakup banyak fenomena psikologis,

namun yang paling penting adalah persepsi visual. Dalam membentuk

persepsi visual, maka individu akan melibatkan pengelihatan, dimana

pengelihatan akan menyediakan informasi paling penting dalam

pembentukan kesan citra visual (Solso, Maclin, dan Maclin 2008).

Dalam pembentukan kesan citra visual, individu menggunakan

indera penglihatan untuk mengumpulkan informasi dari sebuah

tampilan visual yang akan membentuk persepsi visual individu.

Tampilan visual digunakan untuk meyajikan informasi yang terdiri dari

berbagai jenis informasi yang harus disajikan secara bersamaan (Schultz

dan Schultz, 2006). Ada tiga tipe tampilan visual, di antaranya ada

tampilan visual kuantitatif yang menyajikan nilai numerik yang tepat,

tampilan visual kualitatif digunakan saat pembacaan numerik yang tepat

tidak diperlukan, dan tampilan visual check reading merupakan jenis

yang paling sederhana dari tampilan visual (Schultz dan Schultz, 2006).

Menurut Ziefle (2009), tampilan visual yang digunakan untuk

menyajikan informasi berkaitan dengan produktivitas pengguna dalam

hal kecepatan dan ketepatan kinerja visual sehingga informasi yang

ditampilan melalui elektronik harus ditampilkan dengan tepat. Hal ini

berkaitan dengan kualitas dari informasi yang ditampilkan, baik dalam

bentuk teks maupun foto yang ditampilkan. Kualitas dari tampilan

(35)

untuk mengerjakan tugas yang berbeda dan membaca informasi di layar

yang dilakukan dalam waktu yang lama (Ziefle, 2009).

Tampilan visual ini menjadi sangat penting karena otak manusia

bekerja dimulai dari kode visual kemudian kode auditori dan terakhir

kode semantic. Proses kerja ini berbentuk hirarki, yang berarti tidak

dapat dibalik (Sternberg, 2012). Kode visual bisa didapat dari gambaran

visual. Menurut Reed (2011) gambaran visual merupakan metode yang

efektif untuk mengingat informasi. Reed juga menambahkan bahwa

gambaran visual memiliki kemungkinan untuk memberikan kode

memori yang efektif karena biasanya individu biasanya lebih mudah

mengenali gambar dibandingkan tulisan. Hal yang sama juga

diungkapkan berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan

oleh Shepard (1967) dengan hasil yang menunjukkan bahwa akurasi

pengenalan material visual sangat tinggi (Reed, 2011).

Berdasarkan penjelasan tersebut, persepsi tampilan visual

merupakan bentuk penyajian informasi dimana informasi yang disajikan

terdiri dari beberapa jenis informasi. Tampilan visual menjadi sangat

penting untuk diperhatikan kualitasnya karena individu akan

berinteraksi dalam waktu yang lama untuk mengerjakan beberapa tugas.

Tampilan visual menjadi sangat penting karena otak manusia bekerja

dimulai dari kode visual, dimana kode visual akan didapat dari

(36)

2. Aspek Persepsi Tampilan Visual

Aspek dari persepsi tampilan visual adalah :

a. Ukuran

Persepsi mengenai suatu objek yang terlihat memiliki ukuran yang

sama meskipun sudah terjadi perubahan-perubahan di dalam

stimulus ukuran proksimal. Ukuran suatu imaji di retina tergntung

pada jarak objek dari mata. Objek yang sama pada dua jarak yang

berbeda akan memproyeksikan ukuran yang berbeda di retina mata

(Steinberg, 2008).

b. Warna

Warna adalah sebuah properti atau deskripsi dari energi cahaya dan

hanya dengan cahaya kita dapat melihat warna (Landa, R., 2011).

Goethe membagi warna menjadi dua kategori, yaitu warna yang

masuk dalam gelombang panjang dan gelonbang pendek. Warna

yang masuk gelombang panjang yaitu warna kuning, merah,

merah-kuning, dan kuning-merah yang akan menimbulkan respon

emosional dan menimbulakan reaksi psikologis yang tergambar

dalam pengalaman emosional, orientasi kognitif, dan tindakan nyata

(Elliot, 2015). Warna yang masuk gelombang panjang ini cenderung

menghangatkan, sedangkan warna yang masuk gelombang pendek

(37)

c. Orientasi

Individu cenderung untuk melihat setiap susunan visual yang

diberikan dengan cara yang paling sederhana dalam mengatur

unsur-unsur yang berbeda ke dalam bentuk yang stabil dan sama

(Sternberg, Robert J. dan Sternberg, Karin, 2012). Dalam mengenali

setiap susunan visual, otak manusia cenderung mengelompokkan

bagian-bagian informasi menjadi sesuatu yang bermakna. Konsep

ini digambarkan dengan prinsip Gestalt. Dalam hal ini, ada beberapa

prinsip Gestalt yang digunakan, yaitu proximity, similarity, dan

continuity. Prinsip proximity Gestalt adalah pengelompokkan

benda-benda yang berdekatan sebagai satu kesatuan dan

membedakannya dari sekelompok benda lain yang memiliki jarak

berbeda. Prinsip similarity Gestalt adalah kecenderungan otak utuk

menyederhanakan informasi dengan logika pengelompokkan

elemen-elemen visual yang memiliki kemiripan dan kedekatan

lokasi. Prinsip continuity Gestalt adalah kecenderungan otak untuk

mengikuti suatu pola tertentu berdasarkan pola sebelumnya dan

adanya tendensi untuk menghubungkan dot. Prinsip continuity ini

dapat diciptakan melalui tiga hal yaitu arah memandang, jalur, dan

perspektif.

d. Jarak

Jarak berkaitan dengan persepsi kedalaman. Kedalaman adalah jarak

(38)

sedang mempersepsi. Ketika individu menggeser tubuh,

memanipulasi objek, dan memposisikan diri di dalam dunia 3-D,

maka individu harus menggunakan informasi terkait kedalaman

untuk melakukannya. Sebagai contoh, ketika individu sedang

mengemudi, maka individu menggunakan kedalaman untuk

menaksir jarak antar mobil atau mobil yang akan mendekat

(Steinberg, 2008).

C. Dewasa Awal

1. Definisi Dewasa Awal

Sudut pandang dari sosiologi mengungkapkan bahwa individu akan

dianggap dewasa ketika mereka mampu menanggung diri mereka

sendiri atau telah memilih sebuah karir, telah menikah, atau membentuk

hubungan romantis yang signifikan, atau mulai untuk berumah tangga

(Papilia dan Feldman, 2014). Menurut Shanahan, Prfeli, dan Mortimer

menyatakan bahwa beberapa indicator internal yang diungkapkan oleh

beberapa psikolog seperti otonomi, control diri, dan tanggung jawab

pribadi lebih merupakan kerangka berpikir daripada peristiwa yang

terpisah-pisah (Papilia, Olds dan Feldman, 2008). Menurut Papilia dan

Feldman (2014) individu yang masuk dalam masa dewasa awal biasanya

berada dalam rentang usia 18-39 tahun. Arnett (dalam Papilia dan

(39)

mendifinisikan masa dewasa yaitu menerima tanggung jawab akan diri

sendiri, membuat keputusan sendiri, dan mandiri secara finansial.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai masa dewasa awal

dapat dikatakan bahwa masa dewasa awal berada dalam rentang usia

18-39 tahun. Masa dewasa awal juga ditandai dengan kemampuan individu

untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, dapat membentuk

hubungan romantis yang signifikan, dan mandiri secara finansial.

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal

Menurut Papilia dan Feldman (2014), ada dua karakteristik dalam

masa dewasa awal, yaitu :

a. Berpikir Reflektif

Pemikir reflektif umumnya muncul diantara usia 20 dan 25

tahun, yang menyatukan ide-ide atau pertimbangan yang

muncul.Berpikir reflektif merupakan jenis berpikir logis yang

dominan pada masa dewasa awal. Hal ini membuat seseorang pada

masa dewasa awal terus menerus akan dengan aktif mengevaluasi

sebuah informasi dan keyakinan mengenai mengenai bukti-bukti

yang mendukung mereka dan mengarahkan pada keputusan yang

dibuat.

b. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi merupakan komponen penting efektivitas

(40)

mengacu pada keterampilan yang saling berhubungan, seperti

kemampuan untuk melihat, menggunakan, memahami dan

mengelola atau mengatur emosi diri sendiri atau orang lain untuk

mencapai suatu tujuan. Selain itu, hal tersebut memungkinkan

individu untuk lebih efektif menghadapi lingkungan sosial.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa masa

dewasa awal memiliki dua karakteristikyaitu berfikir reflektif dan

memiliki kecerdasan emosi.

3. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal

Menurut Papilia, Olds, dan Feldman (2014) ada beberapa aspek dari

masa dewasa awal, di antaranya ada :

a. Perkembangan Fisik

Masa dewasa awal merupakan masa dimana seseorang harus

memperhatikan kesehatan dan kebugaran mereka. Hal ini

dikarenakan apa yang individu ketahui tentang kesehatan

berdampak pada apa yang mereka lakukan, apa yang mereka

lakukan akan berdampak pada apa yang mereka rasakan. Ada

beberapa faktor yang berkaitan dengan gaya hidup dan

berhubungan erat dengan kesehatan dan kebugaran seperti diet

dan mengontrol berat badan, aktivitas fisik, tidur, merokok,

minum minuman beralkohol, penggunaan obat terlarang, dan

(41)

b. Perkembangan Kognitif

Teori neo-piagetian memperhatikan tingkat tertinggi dari

pencapaian kognitif adalah berpikir reflektif atau penalaran

abstrak. Berpikir reflektif merupakan bentuk kompleks dari

kognisi. Berpikir reflektif pertama kali didefinisikan oleh filsuf

Amerika dan seorang pendidik John Dewey sebagai

pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati terhadap informasi

atau keyakinan mengenai bukti-bukti yang mendukung mereka

dan mengarahkan keputusan yang dibuat. Berdasarkan tahap

Piaget dari operasi formal, pemikir reflektif dapat menciptakan

system kecerdasan kompleks yang menyatukan konflik ide-ide

atau pertimbangan yang muncul. Kapasitas pemikir reflektif

muncul di antara usia 20 dan 25 tahun. Meskipun hampir semua

individu dewasa mengembangkan kapasitas untuk menjadi

pemikir reflektif, lebih sedikit yang mencapai kecakapan yang

optimal dalam keterampilan tersebut dan bahkan lebih sedikit

lagi yang dapat menggunakannya secara konsisten untuk

beragam masalah.

Penyelidikan lain berhadapan dengan pikiran pascaformal

yang mengombinasikan logika dengan emosi dan pengalaman

praktis dalam memecahkan masalah yang rancu. Pemikiran

pascaformal ini fleksibel, terbuka, adaptif, dan indivialistik.

(42)

reflektif, yang memungkinkan individu dewasa untuk

melampaui system logika tunggal dan mencoba berdamai atau

memilih di antara konflik yang ada atau tuntutan, perspektif ini

bisa menjadi sebuah kebenaran yang valid ( Labouvie-Vief,

1990a; Sinnott, 1996, 1998, 2003).

c. Perkembangan Psikososial

Peralihan menjadi dewasa seringkali merupakan waktu

untuk mencoba sebelum manjalankan peran dan tanggung jawab

sebagai individu dewasa. Menuju masa dewasa ini dipengaruhi

oleh faktor-faktor seperti gender, kemampuan akademis, sikap

awal terhadap pendidikan, harapan di akhir masa dewasa, kelas

social, dan perkembangan ego. Pengukuran akan suksesnya

peralihan masa dewasa mengatasi tugas-tugas perkembangan

ketika meninggalkan rumah masa kecilnya adalah kemampuan

dewasa untuk memelihara kedekatan dengan orang tua.

Dewasa muda mencari intimasi dalam sebuah hubungan

dengan sebayanya dan pasangan romantisnya. Membuka diri

merupakan aspek penting dalam intimasi. Kebanyakan dari

dewasa muda ini memiliki banyak teman dan kurang

menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Menurut teori

segitiga cinta dari Sternberg, cinta memiliki tiga aspek yaitu

intimasi, gairah, dan komitmen. Dewasa muda yang sampai pada

(43)

pernikahan. Setelah menikah, dewasa muda akan menjadi orang

tua.

Berdasarkan penjelasan tersebut ada tiga perkembangan yang dilalui

oleh dewasa awal yaitu adanya perkembangan fisik, perkembangan

kognitif, dan perkembangan psikososial.

D. Dinamika Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online pada Dewasa Awal

Adanya peningkatan penggunaan telepon genggam oleh konsumen,

maka pengembang sistem mobile shopping mengijinkan konsumen untuk

mencari suatu produk atau layanan, informasi mengenai produk (seperti

harga, ketersediaan barang), pembelian online, menganalisis produk

pesaing, pengeriman yang cepat, serta sistem pembayaran yang mudah, dll

(Chahal, P., 2015). Hal ini memungkinkan konsumen untuk dapat

membandingkan harga produk, adanya penawaran tertentu, reward yang

mungkin didapat oleh konsumen, dan untuk memeriksa ketersediaan barang

di toko. Selain itu, aplikasi mobile juga memberikan pandangan bagi

konsumen yang akan membeli suatu produk dengan melihat ulasan dan

pendapat dari konsumen lain mengenai produk yang akan dibeli (Chalal, P.,

2015).

Aplikasi belanja online yang saat ini digunakan sebagai toko online

(44)

ketersediaan berbagai barang yang dibutuhkan, kemudahan dalam

mengakses informasi terkait dengan produk. Kelebihan yang ditawarkan

oleh toko online akan meningkatkan kegiatan pembelian secara online.

Stern (1962) menyatakan bahwa kenyamanan dan kemudahan konsumen

dengan suasana tempat berbelanja akan meningkatkan pembelian impulsif.

Ketika menggunakan aplikasi belanja online, individu tidak terlepas dari

tampilan visual yang ada dalam aplikasi tersebut. Tampilan visual

digunakan untuk menyajikan informasi yang terdiri dari berbagai informasi

yang harus disajikan secara bersamaan (Schultz & Schultz, 2006). Dalam

menyajikan informasi, kualitas dari tampilan visual harus sangat

diperhatikan karena individu akan berinteraksi langsung dalam waktu yang

lama dengan layar tampilan visual (Zielfie, 2009).

Dalam konteks berbelanja online, tampilan visual dimanfaatkan oleh

penjual untuk menampilkan informasi yang berkaitan dengan produk yang

dijual. Sebelum melihat informasi yang terkait produk pada tampilan visual,

konsumen mendapat stimulus eksternal berupa iklan online yang akan

mengarahkan konsumen untuk membuka sebuah situs web atau aplikasi

belanja (Dawson & Kim, 2009). Dalam situs web atau aplikasi belanja

online konsumen akan dihadapkan pada berbagai informasi yang terkait

dengan produk yang dicari, produk yang direkomendasikan, dan produk

yang banyak terjual (Dawson & Kim, 2009).

Informasi mengenai produk yang ditampilkan merupakan faktor penting

(45)

(Bagga & Bhatt, 2013). Youn dan faber mengungkapkan bahwa stimulus

eksternal seperti iklan online dan elemen visual yang ditampilkan akan

membuat konsumen untuk cenderung merespon dorongan membeli secara

impulsif (Dawson & Kim, 2009).

Pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak direncanakan,

hasil dari adanya stimulus, dan dalam melakukan pembelian dilakukan di

tempat (Parboteeah, Valacich, & Wells, 2009). Kacen dan Lee juga

menjelaskan hal yang sama mengenai pembelian impulsif. Menurut Kacen

dan Lee pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak direncanakan

dengan karekteristik pengambilan keputusan yang relatif cepat serta adanya

kenginan yang kuat untuk membeli barang tersebut (Ekeng, Lifu, & Asinya,

2012).

Pembelian impulsif yang terjadi sebagai akibat dari manipulsi yang

dilakukan oleh penjual terkait dengan atmosfir toko dan suasana toko

(Madhavaram & Laverie, 2004). Childers juga mengungkapkan dalam

manipulasi toko online, yang dapat menyebabkan konsumen untuk membeli

secara impulsif terkait dengan atmosfir web yang terkait dengan

pengorganisasian barang yang dijual, teks yang menjelaskan mengenai

informasi produk, gambar produk yang ditampilkan dengan resolusi yang

baik, adanya video yang memperlihatkan detail produk, dan konfigurasi

mesin pencari. Danthu dan Gracia mengatakan bahwa konsumen online

lebih impulsif karena rangsangan yang mereka hadapi (Madhavaram &

(46)

Penelitian yang dilakukan oleh Kacen dan Lee (2002) menunjukkan

hasil bahwa perilaku pembelian impulsif akan meningkat pada usia antara

20 tahun dan akan menurun setelah melewati usia 30 tahun. Sedangkan

menurut Wood (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) pembelian impulsif

akan meningkat pada usia 18-39 tahun dan akan menurun setelahnya.

Rentang usia ini termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal, dimana

perkembangan dewasa awal ditandai dengan perkembangan kognitifnya.

Salah satu karekteristik dari perkembangan kognitif ditandai dengan

kemampuan berpikir reflektir, dimana berpikir reflektif merupakan bentuk

kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati

terhadap informasi atau keyakinan mengenai bukti-bukti yang mendukung

mereka dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat (Dewey dalam

Papilia dan Feldman, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, persepsi tampilan visual pada aplikasi

belanja online adalah tampilan informasi yang digunakan untuk menyajikan

berbagai informasi secara bersamaan. Persepsi tampilan visual pada aplikasi

belanja online yang tinggi dapat dilihat dari informasi produk yang

ditampilkan. Selain itu, gambar yang ditampilkan dengan resolusi yang

tinggi juga dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Adanya tambahan

informasi mengenai produk yang direkomendasikan, dan produk yang

banyak terjual dapat mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif

(47)

Hal ini juga berlaku sebaliknya, semakin rendah informasi yang didapat

dari aplikasi belanja online maka konsumen cenderung untuk tidak

merespon dorongan membeli secara impulsif. Sedikitnya informasi

mengenai produk yang direkomendasikan dan banyak terjual akan

menyebabkan kosumen kurang merespon dorongan untuk membeli secara

impulsif. Gambar yang ditampilkan dengan resolusi rendah juga dapat

(48)

F. Skema Hubungan antara Pembelian Impulsif secara Online dan Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online pada Dewasa Awal

Persepsi Tampilan Visual

pada Aplikasi Belanja Online

Persepsi Positif pada

Tampilan Visual

terhadap Aplikasi

Belanja Online

Semakin rendah persepsi tampilan

visual pada aplikasi belanja online

yang terkait dengan informasi

produk yang ditampilkan, gambar

yang ditampilkan dengan resolusi

yang tinggi, produk yang

direkomendasikan, dan produk

yang banyak terjual kurang bisa

mempengaruhi kecenderungan

pembelian impulsif secara online. Semakin tinggi persepsi tampilan

visual pada aplikasi belanja online

yang terkait dengan informasi

produk yang ditampilkan, gambar

yang ditampilkan dengan resolusi

yang tinggi, produk yang

direkomendasikan, dan produk

yang banyak terjual dapat

mempengaruhi kecenderungan

pembelian impulsif secara online.

(49)

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah disampaikan, maka hipotesis

yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara persepsi

tampilan visual pada aplikasi belanja online dengan pembelian impulsif

secara online pada dewasa awal.

Semakin positif persepsi terhadap tampilan visual pada aplikasi

(50)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif korelasional.

Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu

variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan

koefisen korelasi (Azwar, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat

hubungan antara pembelian impulsif secara online dan persepsi tampilan visual

pada aplikasi belanja online pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif, dimana metode ini menekankan analisisnya pada data-data

numerical (angka) yang diolah dengan metoda statistika (Azwar, 2013)

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Y : pembelian impulsif secara online.

Variabel X : persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.

C. Definisi Operasional

1. Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online

Persepsi tampilan visual merupakan bentuk penyajian informasi yang

terdiri dari beberapa jenis informasi dan sangat penting untuk diperhatikan

kualitasnya karena individu akan berinteraksi dalam waktu yang lama.

(51)

persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang terdiri dari aspek

ukuran, warna, orientasi, dan jarak, dimana semakin tinggi skor yang di dapat

maka persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online maka akan

menunjukkan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tinggi

dan berlaku sebaliknya, semakin rendah skor yang di dapat maka persepsi

tampilan visual pada aplikasi belanja online juga rendah.

2. Kecenderungan pembelian impulsif secara online

Kecenderungan pembelian impulsif secara online merupakan

kecenderungan pembelian yang dilakukan pada media aplikasi belanja online

tanpa perencanaan yang matang dan dalam pengambilan keputusan untuk

membeli terjadi secara spontan, tiba-tiba, dan segera, sehingga konsumen

yang melakukan pembelian secara impulsif tidak memikirkan konsekuensi

negatif dari perilaku tersebut sehingga cenderung untuk mengalami

penyesalan setelah melakukan pembelian. Pembelian impulsif akan diukur

menggunakan skala pembelian impulsif secara online yang terdiri dari aspek

kognitif dan afektif, dimana semakin tinggi skor yang didapat maka akan

menunjukkan pembelian impulsif secara online yang tinggi dan berlaku

sebaliknya, semakin rendah skor yang didapat akan menunjukkan pembelian

impulsif yang rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen dengan rentang usia 18-39

(52)

subjek adalah dewasa awal yang sering melakukan pembelian produk secara

online melalui aplikasi belanja online.

Penelitian ini menggunakan metode Convenience Sampling, yaitu pemilihan

sampel yang dilakukan berdasarkan ketersediaan sampel atau kemudahan sampel

untuk diperoleh (Prasetyo, 2008)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan Skala Likert. Peneliti menyusun menjadi dua skala

yaitu skala kecenderungan pembelian impulsif secara online dan skala persepsi

tampilan visual pada aplikasi belanja online.

1. Skala Pembelian Impulsif secara online

Skala pembelian impulsif secara online ini berdasarkan aspek yang

dikemukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001) serta Dawson dan Kim

(2009) yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Dalam skala

pembelian impulsif ini terdapat dua pernyataan yang terdiri dari pernyataan

favorable yaitu pernyataan yang mendukung objek sikapnya dan pernyataan

unfavorable yaitu pernyataan yang tidak mendukung objek sikapnya (Azwar,

2013). Subjek diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada pilihan

jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam skala ini terdapat empat

(53)

(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penentuan skor dalam pernyataan

favorable dan unfavorable adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Skor Penilaian Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Perolehan skor pada skala ini akan menunjukkan kecenderungan pembelian

impulsif secara online. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin

tinggi kecenderungan pembelian impulsif secara online pada subjek.

Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah

(54)

Tabel 2

Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online Sebelum Seleksi Aitem

2. Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

Skala persepsi tampilan visual pada Aplikasi Belanja Online ini

menggunakan aspek yang dikemukan oleh Treisman dan Jules (2008) yang

terdiri dari aspek ukuran, warna, orientasi, dan jarak. Dalam skala persepsi

tampilan visual pada Aplikasi Belanja Online terdapat dua pertanyaan untuk

setiap aspek. Subjek diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada pilihan

jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam skala ini terdapat empat

alternatif jawaban yaitu jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penentuan skor dalam pertanyaan

(55)

Tabel 3

Skor Penilaian Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Perolehan skor pada skala ini akan menunjukkan persepsi tampilan visual

pada aplikasi belanja online. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka

semakin baik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada

subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin buruk

persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada subjek.

Tabel 4

(56)

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas menunjukkan fungsi pengukuran suatu tes, melihat kecermatan

ukur suatu alat ukur, dan melihat sejauh mana ketepatan alat ukur melakukan

fungsi pengukurannya (Periantalo, 2015). Penelitian ini akan menggunakan

validitas isi yang didasarkan pada penilaian ahli (expert judgement) yaitu

dosen pembimbing skripsi dan salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma. Makna dari validitas isi adalah sejauhmana elemen-elemen

dalam suatu instrument ukur benar-benar relevan dan merupakan representasi

dari konstrak yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Hayne, Richad, dan

Kubany dalam Azwar, 2012). Penelitian ini juga menggunakan evidensi

terkait proses respon yang diberikan oleh subjek. Evidensi ini didasarkan pada

penilaian terhadap kesesuaian antara konstruk yang diukur dengan kinerja atau

respon yang diberikan oleh subjek (Supratiknya, 2014).

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem adalah tahap lanjutan setelah aitem diuji dengan validitas isi

(expert judgement) dan telah dilakukan uji coba. Berdasarkan hasil uji coba

yang dilakukan dengan menyebar tautan kepada beberapa subjek yang

termasuk dalam kriteria penelitian maka didapatkan responden sebanyak 59

(42 peremuan dan 17 laki-laki).

Seleksi aitem dapat dilakukan dengan melihat daya diskriminasi setiap

(57)

penting adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi

aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan individu yang memiliki

atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar untuk melakukan seleksi aitem

adalah dengan memilih aitem-aitem yang mengukur hal yang sama dengan

apa yang diukur oleh skala. Kesesuaian fungsi aitem dengan fungsi skala

dalam mengungkap perbedaan individual dapat ditunjukkan oleh parameter

daya beda aitem yang berupa koefisien korelasi aitem total. Pemilihan aitem

ini didasarkan pada besarnya koefisien korelasi (Azwar, 2013).

Besarnya koefisien korelasi aitem total dari 0 – 1 dengan tanda positif dan

negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya

semakin mendekati angka 1 dan sebaliknya (Azwar, 2013). Adapun kriteria

nilai untuk memlih aitem berdasarkan daya beda aitem sebagai berikut

(Periantalo, 2015) :

Tabel 5

Nilai Indeks Diskriminasi Aitem

Nilai Klasifikasi

≥0,300 Memuaskan (diterima)

0,250 – 0,299 Dipertimbangkan

≤ 0,249 Tidak Disarankan

(minus) Gagal atau ditolak

Penelitian ini menggunakan nilai koefisien korelasi 0,250 dengan taraf

(58)

skor koefisien korelasi ≥ 0,250 pada taraf signifikansi 0,05. Pengujian ini

menggunakan program SPSS 23.0 for windows.

Pada skala kecenderungan pembelian impulsif secara online, terdapat 36

aitem, 18 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable. Aitem-aitem ini diseleksi

dengan melihat nilai koefisien korelasinya. Aitem yang memiliki nilai

koefisien korelasi ≥0,250 dikategorikan sebagai aitem yang dapat

dipertimbangkan, aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi ≤0,250

dikategorikan sebagai aitem yang tidak dapat dipertimbangkan sehingga aitem

digugurkan. Dalam skala kecenderungan pembelian impulsif secara online

terdapat 1 aitem yang digugurkan yaitu aitem 31.

Tabel 6

Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Kognitif 8, 33, 36, 11,

Keterangan : Angka bercetak tebal merupakan aitem yang tidak lolos uji Pada skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online, terdapat 8

aitem favorable. Aitem-aitem ini diseleksi dengan melihat nilai koefisien

korelasinya. Aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥0,300

(59)

koefisien korelasi ≤0,300 dikategorikan sebagai aitem yang kurang baik

sehingga aitem digugurkan. Dalam skala tampilan visual tidak ada aitem yang

digugurkan.

Tabel 7

Sebaran Aitem Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

1. Ukuran 1, 1 2 (25%)

2. Warna 2, 2 2 (25%)

3. Orientasi 3, 3 2 (25%)

4. Jarak 4, 4 2 (25%)

Total 8 (100%)

3. Reliabilitas

Suatu alat ukur dianggap reliable jika dalam beberapa kali pelaksanaan

pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif

sama (Azwar, 2015). Penelitian ini akan menggunakan pendekatan konsistensi

internal yang bertujuan untuk melihat konsistensi antar aitem (Azwar, 2007).

Penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach (α) untuk mencari

estimasi reliabilitas konsistensi internal.

Skala kecenderungan pembelian impulsif secara online diuji dengan

menggunakan teknik Alpha Cronbach dan setelah seleksi aitem nilai Alpha

(60)

pada aplikasi belanja online nilai Alpha Cronbach yang diperoleh setelah

seleksi aitem adalah 0,892.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data

penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji asumsi

normalitas ini menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai sig.

atau p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi

tidak normal. Sedangkan jika nilai sig. atau p > 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal (Santoso, 2010).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui linearitas data, yaitu apakah

dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak (Priyatno, 2014).

Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak

dianalisis mengikuti garis lurus. Jadi, peningkatan atau penurunan

kuantitas di satu variabel akan di ikuti dengan peningkatan atau penurunan

di variabel lainnya. Dengan kata lain, uji linearitas digunakan untuk

melihat kekuatan hubungan antara dua variabel. Dua variabel dapat

dikatakan memiliki hubungan linear jika nilai signifikansi kurang dari 0.05

(61)

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan uji asumsi yang

telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian korelasional, uji hipotesis akan

dilakukan dengan teknik uji statistik parametrik yaitu dengan menggunakan

teknik analisis Korelasi Pearson Product Moment.

Jika uji asumsi tidak terpenuhi maka akan menggunakan uji statistik

non-parametrik dengan menggunakan teknik analisis Koefisien Korelasi Spearman

rho. Dalam pengolahannya menggunakan alat bantu berupa SPSS 23.0 for

windows. Besarnya korelasi berkisar antara 0 – 1. Korelasi positif

menunjukkan hubungan searah (jika variabel pertama besar, maka variabel

kedua semakin besar juga). Korelasi negatif menunjukkan hubungan terbalik

(jika variabel pertama besar, maka variabel kedua semakin kecil) (Siregar,

2013). Siregar (2013) memberikan kriteria koefisien korelasi yaitu :

Tabel 8

Kriteria Koefisien Korelasi menurut Siregar :

Koefisien Kekuatan Hubungan

0,00 Tidak ada hubungan

0,01-0,09 Hubungan kurang berarti

0,10-0,29 Hubungan lemah

0,30-0,49 Hubungan moderat

0,50-0,69 Hubungan kuat

0,70-0,89 Hubungan sangat kuat

(62)
(63)

44

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 hari yaitu pada tanggal 14 – 21 Februari

2017. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebar tautan secara online

kepada subyek yang berada pada rentang usia 18 – 39 tahun dan sering

melakukan pembelian produk secara online dengan menggunakan aplikasi

belanja online.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah dewasa awal, yang berada pada usia 18-39 tahun

dan sering melakukan pembelian produk secara online melalui aplikasi belanja

online. Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian berjumlah 262 subjek

dengan jumlah subjek perempuan sebanyak 149 orang dan subjek laki-laki

sebanyak 113 orang.

C. Deskripsi Data Penelitian

1. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik

Hasil perhitungan mean teoritik kecenderungan pembelian impulsif

yang di dapat berdasarkan skala yang digunakan sebagai berikut :

Jumlah aitem : 12

Nilai minimum : 12 x 1 = 12

Nilai maksimum : 12 x 4 = 48

(64)

Mean Teoritik : (min + max)/2 = (12 + 48)/ 2 = 30

Standar Deviasi : 1/6 (max – min) = 1/6 (48 – 12) = 6

Mean teoritik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online :

Jumlah aitem : 8

Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online Skor Teoritik Skor Empirik Skor Teoritik Skor Empirik

Xmin 12 17 8 20

Xmax 48 46 32 32

Mean 30 33,83 20 27,37

SD 6 7,351 4 2,906

Tabel 9 menunjukkan bahwa mean teoritik pembelian impulsif secara

online sebesar 30 dan standar deviasi teoritik sebesar 6, sedangkan mean

Gambar

Tabel 17. Hasil Uji Hipotesis ...............................................................................
Gambar 2. Tampilan Grafik Q-Q Plot Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi
Tabel 1
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

opini yang dikeluarkan oleh auditor, itu semua merupakan hasil dari temuan yang diperoleh dalam mengaudit. Jadi apabila auditor telah menyelesaikan pekerjaannya

Terhadap dalil para Pemohon, yang menyatakan bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama diskriminatif karena hanya membatasi pengakuan terhadap enam agama yaitu Islam, Kristen,

Disisi lain, kenaikan Ib pada bulan Mei 2015 ini disebabkan karena terjadi perubahan pada indeks kelompok konsumsi rumah tangga naik sebesar 0.13 persen relatif lebih cepat

Penebalan saluran empedu pada organ hati sapi bali, pada gambar tampak tonjolan dibagian medial organ hati .... Penilaian Warna Dan Kejernihan

Teknik atau alat yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data baik dilapangan maupun dalam melakukan wawancara dengan responden yang ditemui penulis serta data yang diambil

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seorang investor ingin memperoleh tingkat pengembalian tertentu dengan risiko yang paling rendah, investor dapat

Perkara ini telah diputuskan oleh Fatwa di Malaysia yang menjelaskan bahawa sebarang proses rawatan IVF ini perlu dilakukan dalam ikatan perkahwinan yang sah dan adalah

Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam penilaian kelayakan kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang