HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENGUNJUNGI TOKO
ONLINE
DENGANKECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF SECARA
ONLINE
PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar SarjanaPsikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Gusti Bagus Bayu Ambara
099114095
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENGUNJUNGI TOKO
ONLINE
DENGANKECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF SECARA
ONLINE
PADA REMAJA
Disusun oleh :
Gusti Bagus Bayu Ambara
NIM : 099114095
Telah Disetujui Oleh:
DosenPembimbing Skripsi
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENGUNJUNGI TOKO
ONLINE
DENGANKECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF SECARA
ONLINE
PADA REMAJA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Gusti Bagus Bayu Ambara NIM : 099114095
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal : 16 Januari 2014
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
1. Ketua :P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A ...
2. Penguji 1 :Dewi Soerna Anggraeni , M.Psi ...
3. Penguji 2 : Dr.T.Priyo Widiyanto, M.Si ...
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
HALAMAN MOTTO
”Setiap orang berlari dengan tempo yang berbeda, kamu adalah
yang terbaik dan dengan caramu sendiri” -Gusti Bagus Bayu-
“Sometimes 1 % is better than 99 %, because that keeps me
trying harder”
-Gusti Bagus Bayu-
Lelah?Jujur iya. Tapi setiap saya ingin menyerah, hati meminta
berjuang lagi, dan logika berkata “masa cuma segini?”. Jadi saya
kembali
(anonim)
“ Ayo keluarkanlah kapal baru, kembangkanlah layar mimpi”
SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA
TUHAN YANG SELALU MENGUATKAN DAN
MENEMANI, PAPA DAN MAMA TERCINTA, DIRI
SAYA YANG TIDAK PERNAH LELAH BERJUANG,
DAN SELURUH INDIVIDU YANG PERCAYA AKAN
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Februari 2014
Penulis,
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENGUNJUNGI TOKO ONLINEDENGANKECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF
SECARA ONLINE PADA REMAJA
Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Gusti Bagus Bayu Ambara
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas mengunjungi toko online dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada remaja. Penelitian ini menggunakansubjek sejumlah 70 individu remaja ( 40 perempuan, 30 laki-laki ). Instrument penelitian ini menggunakan skala intensitas mengunjungi toko onlineyang terdiri dari 6 item dengan (r) = 0,887 dan skala kecenderungan pembelian impulsif secara onlineyang terdiri dari 36 item dengan (r) = 0,929. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel intensitas mengunjungi toko online berkorelasi secara positif, sangat kuat dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online (N= 70, r= 0,883, p= 0,000 <0,01).Penelitian menunjukkan bahwa subjek memiliki intensitas mengunjungi toko online yang rendah ( 11,09< 15), p = 0,000 dan kecenderungan pembelian impulsif secara online rendah (80,2 < 90), p = 0,000. Hasil analisis tambahan, berdasarkan jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek laki-laki dan perempuan dalam hal intensitas mengunjungi toko onlinet(68) = - 1,880; p > 0,05 serta kecenderungan pembelian impulsif secara online t(68) = -1,310; p > 0,05.
THE RELATION BETWEEN INTENSITY TO VISITONLINESTORE WITH ONLINE IMPULSIVE BUYINGTENDENCY IN ADOLESCENCE
Study in Psychology in Sanata Dharma University
Gusti Bagus Bayu Ambara
ABSTRACT
The research aimed to know correlation between intensity to visitonline store withonlineimpulsive buying tendency in adolescences. This research uses 70 individual (40 women, 30 men ). The instrument used on this research areintensity to visitonline store scale consisting of 6 items with reliability (r)= 0,887 and online impulsive buying tendency scale consisting of 36 items with reliability (r)= 0,929. The result showed that the variableintensity to visit online store correlated positively, very strong and significant with variable onlineimpulsive buying tendency (N= 70, r= 0,883, p= 0,000 <0,01). This research also showed that subject had low intensity to visit online store ( 11,09< 15), p = 0,000 and onlineimpulsive buying tendency (80,2 < 90), p = 0,000. In addition, based on gender, there was no significant difference between men and women in terms of intensity to visit online store t(68) = - 1,880; p > 0,05 and online impulsive buying tendency t(68) = -1,310; p > 0,05.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :
Nama :Gusti Bagus Bayu Ambara
Nomor Mahasiswa : 099114095
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENGUNJUNGI TOKO
ONLINE
DENGANKECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF SECARA
ONLINE
PADA REMAJA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 16 Februari 2014
Yang menyatakan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Ida Sang Hyang Widhi atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses
pengerjaan skripsi ini.Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak
berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing akademik.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Dosen pembimbing skripsi saya ibuP.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A
yang selalu sabar dan memberi arahan selama proses skripsi ini. Terima
kasih sekali ibu, yang diajarkan akan selalu saya ingat.
4. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi dan Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si
selaku dosen penguji yang telah membagikan ilmunya dan membantu proses
pengerjaan revisi.
5. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu selama
saya menempuh bangku kuliah. Kalian dosen terbaik yang pernahsaya
miliki.
6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: mas Gandung, mbak Nanik, pak Gi, mas
Muji (Glory Glory Man.United) dan mas Doni. Terima kasih untuk
kuliah.Terima kasis sudah membantu segala macam praktikum tes yang
cukup merepotkan.
7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan
keberhasilan saya. Cepat besar ya teman-teman semoga bisa masuk SMA,
Perguruan Tinggi dan Perusahaan yang diimpikan.
8. Matur suksmaPapa dan Mama yang selalu mendoakan, memberikan
support, menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih
karena memberikan saya kebebasan untuk hidup dan mengajarkan
perbedaan. Skripsi ini hadiah kecil dari saya untuk kalian.
9. Mba Diah dan Mas Panjul, saudara-saudara ku yang terpisah provinsi dan
pulau yang memberikan doa dan dukungan.
10. Keluarga besar Demangan House yang selalu memberikan hiburan dan
membuat saya tertawa dan begadang hingga pagi hari. Makasi juga eyang
atas pemberkatannya setiap malam. Selamat ya Jekek dapat pacar juga.
11. Sahabat yang luar biasa; Anggita, Ruthi, Cik Steph, Panjul, Yatim,
Moundry, Albert, Jekek, Made, Keyor, Mayang, Gaby. Terima kasih untuk
dukungan, bantuan, dan tempat berkeluh kesah. Terima kasih sudah
mengingatkan saya untuk selalu mengerjakan skripsi. Kita adalah satu
keluarga. Teruslah berjuang untuk cita-cita kita.
12. Menot, Brigit, Mba Sherly, Mba Krinyol yang sudah membantu memberi
referensi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya.
13. Freud, Blacky, Kripto yang selalu menggerakkan ekor dan
14. Teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2009. Terima kasih untuk
waktu yang singkat selama ±4 tahun. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain
waktu dan kesempatan.
15. Keluarga besar UKF PSYNEMA, terima kasih pengalaman baru yang telah
diberikan. Semangat terus untuk berkarya.
16. Keluarga besar Playboy Sudirman, Kris ,Azizi skripsinya dikerjain ya.
17. Jessica Veranda Tanumihardja, terima kasih atas semangatnya, terima kasih
sudah meyakinkan kalau aku bisa menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Walaupun pemalu kamu tetap fashionable.
18. Noella Sisterina, sekali lihat senyum kamu ga akan pernah lupa. Terima
kasih sudah menjadi idola yang memberi warna dalam hidup saya.
19. Keluarga besar SMA Kolese De Britto dan kepada seluruh pihak yang tidak
dapat saya sebutkan.
Semoga Tuhan membalas dan memberikan berkatnya kepada semua orang
yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.Penulis juga dengan senang hati
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun.Terima kasih.
Yogyakarta, 16 Februari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktis ... 11
A. Pembelian Impulsif ... 12
1. Definisi Pembelian Impulsif ... 12
2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif ... 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif ... 17
B. Intensitas Mengunjungi Toko Online... 23
1. Definisi Intensitas Mengunjungi Toko Online ... 23
2. Kelebihan dan Kelemahan yang Ditawarkan Toko Online ... 25
3. Dampak Intensitas Mengunjungi Toko Online Resmi dan Jejaring Sosial yang Dimodifikasi Menjadi Toko Online ... 27
C. Remaja... 28
1. Definisi Remaja ... 28
2. Karakteristik Perkembangan Remaja ... 30
3. Pembelian Impulsif pada Remaja ... 33
D. Dinamika Hubungan Antara Intensitas Mengunjungi Toko Online dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online pada Remaja ... 34
E. Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44
1. Variabel Bebas ... 44
2. Variabel Tergantung ... 44
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45
1. Intensitas Mengunjungi Toko Online ... 45
2. Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online pada Remaja... 46
D. Subjek Penelitian ... 47
E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 47
1. Skala Intensitas Mengunjungi Toko Online ... 48
2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online ... 49
F. Validitas dan Reliabilitas ... 52
1. Validitas ... 52
2. Seleksi Aitem ... 52
3. Reliabilitas ... 56
G. Metode Analisa Data ... 56
1. Uji Asumsi ... 56
2. Uji Hipotesis ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 59
B. Deskripsi Data Penelitian ... 60
1. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ... 60
C. Hasil Penelitian ... 63
1. Uji Normalitas ... 63
2. Uji Linieritas ... 65
3. Uji Hipotesis ... 65
4. Analisis Data Tambahan ... 67
D. Pembahasan ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75
B. Keterbatasan Penelitian ... 75
C. Saran ... 76
1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 76
2. Bagi Remaja sebagai Subjek Penelitian ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Intensitas Mengunjungi TokoOnline ... 48
Tabel 2 Skor Favorable Skala Intensitas Mengunjungi Toko Online ... 49
Tabel 3 Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Secara Online ... 50
Tabel 4 Skor Favorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Secara Online... 51
Tabel 5 Skor Unfavorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Secara Online... 51
Tabel 6 Blue Print Skala Intensitas Mengunjungi TokoOnline Setelah Seleksi Aitem... 54
Tabel 7 Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Secara Online Setelah Seleksi Aitem ... 55
Tabel 8 Identitas Subjek Penelitian ... 60
Tabel 9 Deskripsi Data Penelitian ... 61
Tabel 10 One-Sample Test ... 62
Tabel 11 Uji Normalitas ... 64
Tabel 12 Uji Hipotesis ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 82
Lampiran 2 Reliabilitas Skala ... 90
Lampiran 3 Skala Penelitian ... 94
Lampiran 4 Deskripsi Subjek ... 102
Lampiran 5 Uji Asumsi ... 104
Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 107
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persaingan di pasar global mendorong pengusaha ritel berlomba
memasarkan produk mereka dengan menggunakan tampilan kemasan produk
yang menarik serta desain tempat berbelanja yang semakin nyaman. Hal
tersebut mendorong peningkatan pembelian impulsif yang terjadi di
masyarakat (Jones et al dalam Lin & Lin, 2005). Hasil temuan oleh Point of
Purchase Industry Bodymenunjukkan bahwa di Canada hampir 75 %
keputusan untuk membeli suatu produk terjadi di tempat berbelanja dan
dikategorikan sebagai pembelian impulsif (Miller dalam Jeffrey & Hodge,
2007).Bahkan pembelian impulsif mencapai lebih dari 80 % pada kategori
produk tertentu di Amerika (Lin & Chuang 2005).
Beberapa temuan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di dunia
menjadi semakin impulsif. Fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Negara
maju seperti Amerika, tetapi mulai merambah ke Negara berkembang
termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan oleh AGB Nielsen pada bulan
Desember 2010 hingga Januari 2011 memberikan fakta menarik bahwa
konsumen di Indonesia telah tumbuh menjadi semakin impulsif (Pop Survey,
2011).
Pada konsumen yang melakukan pembelian impulsif, keputusan
memenuhi hasrat, serta keadaan mood seseorang dibandingkan dengan
pertimbangan kebutuhan dan kegunaan akan barang tersebut. Konsumen
impulsif akan membeli suatu produk tanpa alasan yang penting ataupun untuk
memenuhi kebutuhannya, melainkan untuk mencari kesenangan dan bagian
dari gaya hidup modern(Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, 2009).
Mereka hanya menggunakan sedikit pertimbangan ketika membeli suatu
produk (Verplanken & Herabadi, 2001). Konsumen yang cenderung spontan
dan kurang menggunakan pertimbangan ini akan cenderung melakukan
pembelian impulsif(Herabadi et al., 2009).
Pembelian impulsif dideskripsikan sebagai perilaku membeli
seseorang yang tidak menggunakan perencanaan yang baik terlebih dahulu
dan terjadi secara tiba-tiba, serta munculnya dorongan yang sangat kuat untuk
membeli dengan segera tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan lebih
didasarkan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Herabadi et al.,
2009). Beberapa literatur dan konsumen itu sendiri menyadari bahwa perilaku
membeli impulsif tidak sesuai dengan norma karena keputusan untuk
membeli suatu barang tidak didasari oleh kegunaan dan kebutuhan akan
barang tersebut (Rook and Fisher dalam Guiterrez, 2004). Ketika individu
bertindak impulsif mereka akan bertindak dengan sangat cepat tanpa
pemikirian yang baik sehingga kemungkinan mendapatkan hasil yang tidak
disengaja atau tidak diinginkan ( Rook and Fisher, 1995). Pembelian impulsif
dihubungkan dengan masalah finansial sebelum melakukan pembelian,
Rook and Fisher, 1995) Pembelian impulsif melibatkan pengambilan
keputusan yang relatif cepat dan merupakan bias subyektif yang mendukung
keinginan untuk bisa memiliki dengan segera (Kacen & Lee, 2002).
Perilaku membeli secara impulsif yang tidak sesuai dengan norma
menyebabkan konsumen hanya membeli produk tanpa pertimbangan yang
jelas. Hal ini terjadi karena konsumen tidak menggunakan pertimbangan atau
memikirkan terlebih dahulu dengan baik sebelum berbelanja.Mereka
cenderung tertarik secara emosional terhadap suatu barang atau objek dan
berusaha dengan segera untuk memenuhi kepuasan sehingga kurang
memperhatikan dampak negatif dari hal yang dilakukan (Kacen & Lee,
2002).Perasaan senang dan kondisi mood yang baik sangat berperan dalam
pembelian impulsif.Menurut Rook (1987) faktor emosional menyebabkan
konsumen berbelanja diluar kontrol mereka. Perasaan senang saat berbelanja
akan membuat konsumen belanja diluar kontrol dan berpotensi melakukan
pembelian impulsif.
Rook (1987) berpendapat bahwa rasionalitas dan kemampuan untuk
menahan keinginan berbelanja meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Hal ini membuat orang dewasa memiliki kontrol dan regulasi yang lebih baik
dibandingkan para remaja. Hubungan antara usia dengan perilaku impulsif
telah diteliti dalam beberapa studi. Wood (dalam Ghani, Imran, & Jan, 2011)
menemukan bahwa kecenderungan pembelian impulsif meningkat pada usia
antara 18-39 tahun dan akan menurun setelah melewati usia 39 tahun.
orang-orang muda cenderung lebih impulsif dibandingkan mereka yang lebih
tua. Penelitian yang dilakukan Lin dan Lin (2005) yang menggunakan subjek
dengan rentang usia 15-19 tahun menunjukkan hasil remaja dengan usia 19
tahun lebih impulsif dibandingkan remaja usia lainnya.
Pada masa perkembangan remaja muncul pergolakan yang dipenuhi
dengan konflik dan perubahan suasana hati.Minat, karir, pacaran dan
eksplorasi identitas diri sering muncul pada masa ini (Santrock,
2007).Anak-anak muda lebih suka berbelanja sehingga kurang memiliki kontrol terhadap
keinginan untuk melakukan pembelian secara spontan dibandingkan mereka
yang lebih tua. Hal ini terjadi karena para remaja berusaha mengadopsi gaya
hidup sesuai perkembangan zaman. Mereka suka untuk membeli berbagai
produk baru serta menikmati berbelanja di toko-toko baru (Mai, Kwon, Loeb,
& Lantz, 2003). Para remaja juga cenderung melakukan pembelian impulsif
dibandingkan dengan mereka yang lebih tua ( Lin& Lin,
2005).Kemenkominfo mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia
mencapai 63 juta orang pada akhir 2012 dimana sebanyak 95 %
menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial dan sebagian besar
pengguna aktif berada pada rentang usia 12 hingga 25 tahun (Kementrian
Komunikasi dan Informatika, 2013). Hasil Penelitian Yahoo dan Taylor
Nelson Sofres Indonesia menunjukkan pengakses internet terbesasr di
Indonesia adalah mereka yang berusia antara 15-19 tahun (Kompas, 2009).
Pembelian impulsif juga berbeda dalam hal jenis kelamin. Pada pasar
kecenderungan melakukan pembelian impulsif lebih tinggi dan melakukan
pembelian impulsif lebih sering dibandingkan laki-laki. Perempuan juga
menikmati proses berbelanja dan senang untuk menghabiskan banyak waktu
dan energi, sedangkan laki-laki akan berusaha berbelanja secapat mungkin
dan menghindari upaya yang berlebihan saat berbelanja (Gasiorowska,
2011).Perempuan lebih memiliki kedekatan dengan kebiasaan
berbelanja.Mereka suka berjalan pelan sambil melihat-lihat berbagai macam
barang yang berada di sepanjang toko, membandingkan harga, kualitas
barang, berinteraksi dengan penjual dan pembeli yang lain, banyak bertanya,
mencoba berbagai macam pakaian dan akhirnya membeli.Pada dasarnya
laki-laki tidak terlalu dekat dengan kebiasaan berbelanja, sedangkan bagi
perempuan berbelanja merupakan salah satu cara memperoleh pengalaman
emosional serta melihat barang sebagai suatu simbol (hedonic) (Bakewell &
Mitchel dalam Gasiorowska, 2011).
Penelitian yang dilakukan Kollat dan Willet, Bellenger et al., Ditmar
et al., dan Wood (dalam Ghani et al., 2011) menunjukkan hasil bahwa remaja
perempuan cenderung lebih impulsif dibandingkan remaja laki-laki. Lin dan
Lin (2005) menemukan bahwa remaja perempuan memiliki kecenderungan
berperilaku impulsif lebih besar dibandingkan remaja laki-laki.Namun studi
yang dilakukan di Vietnam menemukan fakta yang sebaliknya dimana
laki-laki lebih cenderung melakukan pembelian impulsif dibandingkan perempuan
(Mai et al., 2003).Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan Cobb dan
laki-laki menghabiskan lebih banyak uang untuk berbelanja secara online
dibandingkan perempuan (Zhou et al., 2007). Hal ini tidak menutup
kemungkinan bahwa pada konteks online laki-laki juga melakukan pembelian
impulsif sama seperti perempuan.
Perilaku pembelian impulsif dipengaruhi oleh banyak hal.Secara garis
besar faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif dikategorikan menjadi
dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
dimaksud berfokus pada perbedaan kepribadian individu yang mendorong
mereka untuk dekat dengan pembelian impulsif. Hal ini mencakup beberapa
hal seperti motif hedonis, kegemaran mengikuti perkembangan fashion,
evaluasi normatif konsumen, serta faktor demografis (Muruganantham &
Bhakat, 2003)
Faktor eksternal yang dimaksud mengarah pada isyarat pemasaran
atau stimulus yang dikontrol sepenuhnya oleh penjual dengan tujuan menarik
konsumen berbelanja.Stimulus eksternal ini berkaitan dengan ukuran toko,
suasana dan desain tempat belanja, harga menarik yang ditawarkan, serta
media iklan (Muruganantham & Bhakat, 2003; Virvilaite et al.,
2011).Stimulus eksternal inilah yang menjadi target utama penjual untuk
mendorong konsumen berbelanja ke toko online serta meningkatkan
pembelian impulsif pada konsumen baru ataupun lama (Dawson & Kim,
2009). Strategi pemasaran agresif yang dilakukan oleh berbagai macam toko
online mampu mendorong peningkatan penjualan secara online hingga
Riset yang dilakukan lembaga riset swasta Dailysosial menunjukkan bahwa
transaksi onlineshopping di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 8,5 triliun
dan diprediksi mengalami peningkatan menjadi 95 triliun pada tahun 2015
(dalam Perdana, 2013). Konsumen onlineakan cenderung lebih impulsif
dibandingkan dengan konsumen yang berbelanja pada pasar retail tradisional,
walaupun hal tersebut belum dimengerti dengan baik (Madhavaram dan
Laverie, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Madhavaram dan Laverie
menunjukkan bahwa 22 % dari responden yang melakukan pembelian
impulsif pada pasar retail tradisional juga melakukan pembelian impulsif
melalui internet(Madhavaram & Laverie, 2004). Bukti tersebut menunjukkan
bahwa fenomena pembelian impulsif tidak hanya terjadi pada konteks
tradisional (offline) melainkan sudah merambah ke konteks online.
Perkembangan teknologi seperti saluran belanja televisi dan
perkembangan internet memperluas kemungkinan terjadinya pembelian
impulsif (Kacen and Lee, 2002).Keberadaan toko-toko online telah
memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memperbesar kemungkinan
konsumen mencari dan membeli barang dalam situasi apapun tanpa harus
terkendala waktu.Kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai
berbagai macam supplier produk dan pelayanan yang berbeda juga
menyebabkan konsumen menyukai berbelanja secara online(Zhou, Dai, &
Zhang, 2007).
Potensi kelebihan lain dari berbelanja online adalah ketersediaan
diskon yang ditawarkan oleh beberapa penyedia kartu kredit jika berbelanja
secara online (Zhou et al., 2007). Keberadaan toko online juga
memungkinkan barang yang diperdagangkan bisa diakses 24 jam oleh
pembeli, memberikan efisiensi waktu terkait akses mudah ke berbagai toko
dalam satu tempat serta memberikan privasi pada konsumen yang merasa
malu berbelanja di tempat umum seperti pasar dan mal (Sulianta, 2012). Toko
online yang dimaksud dapat berupas situs resmi ataupun jejaring sosial yang
sudah dimodifikasi sedemikian rupa (Sulianta, 2012). Data terakhir yang
dihimpun internet world stats (2012 Q2), pengguna Facebook di Indonesia
mencapai lebih dari 40 juta pengguna sedangkan Twitter lebih dari 30 juta
pengguna (Puspito, 2013). Menurut survei global terbaru Nielsen Online, di
Indonesia setengah dari pembeli online menggunakan Facebook (50%) untuk
membeli barang. Dari jumlah tersebut 33,5 % responden pernah melakukan
pembelian online (Puspito, 2013)
Persepsi konsumen akan kelebihan yang ditawarkan toko online
memiliki hubungan yang positif dengan kecenderungan konsumen untuk
berbelanja secara online (Muruganantham & Bhakat, 2003). Intensitas
mengunjungi toko online mengacu pada tindakan untuk mengunjungi tempat
membeli dan menjual produk menggunakan perangkat elektronik yang
terhubung dengan koneksi internet. Semakin tinggi intensitas seseorang
mengunjungi toko online maka akan semakin besar kemungkinan untuk
berhadapan dengan kelebihan yang ditawarkan oleh toko onlineyang akan
online(Muruganantham & Bhakat, 2003). Apabila seseorang menghabiskan
waktu lebih dari 10 jam dalam seminggu untuk mengunjungi toko
online,dapat dikatakan bahwa ia memiliki intensitas penggunaan internet
yang tergolong tinggi (SWA-Mark Plus & Co dalam Abrar, 2003). Batasan
ini yang menjadi dasar peneliti untuk menentukan tinggi rendahnya intensitas
mengunjungi toko online.
Karakteristik hedonis dari konsumen online sesuai dengan
kecenderungan pembelian impulsif yang melibatkan konsumen yang
mengutamakan kesenenangan dan hedonisme (Herabadi, Verplanken, &
Knippenberg, 2009).Keberadaan internet yang dekat dengan remaja
memperbesar kemungkinan para remaja melakukan pembelian impulsif
secara online. Penelitian yang dilakukan kompas pada tahun 2012
menunjukkan bahwa belanja online diminati pelajar dan mahasiswa sebesar
19,9 % (Kompas, 2012).Toko online menyebabkan para remaja cenderung
berperilaku impulsif karena di dalam toko online terdapat berbagai macam
produk yang menarik dengan harga terjangkau dan kualitas yang baik serta
mendukung trend dan mode saat ini (Rachmadhany, 2013).Namun pada
dasarnya situs online juga memiliki kekurangan seperti akses konsumen yang
terbatas untuk bisa memegang produk, mencium aroma produk, dan
kesegeraan untuk memiliki produk setelah melakukan pembayaran yang
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan antara intensitas mengunjungi situs onlineshop dengan
kecenderungan perilaku pembelian impulsif pada remaja.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini, yaitu apakah terdapat hubungan antara intensitas mengunjungi
toko online dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada
remaja?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas
mengunjungi toko online dengan kecenderungan pembelian impulsif secara
onlinepada remaja.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi konsumen dan
psikologi perkembangan serta sebagai kajian teori mengenai
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memberikan evaluasi mengenai kebiasaan remaja
mengunjungi atau mengakses situs online yang dapat mempengaruhi
kecenderungan pembelian impulsif secara online pada remaja.Para
remaja dapat mengatur waktu yang mereka dengan lebih baik ketika
menggunakan internet untuk mengakses atau mengunjungi toko online
sehingga dapat memanfaatkan perkembangan internet dengan lebih
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelian Impulsif
1. Definisi Pembelian Impulsif
Rook (1987) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai
pembelian yang terjadi secara spontan atau tiba-tiba, seringkali bersifat
sangat kuat dan menetap serta mendorong untuk membeli sesuatu dengan
segera. Rook (1987) juga menambahkan bahwa pembelian impulsif
muncul karena keinginan membeli atas dasar kesenangan semata tanpa
memikirkan cara yang ditempuh untuk memperolehnya. Rook dan
Gadner (dalam Kacen & Lee, 2002)mendeskripsikan kembali pembelian
impulsif sebagai suatu pembelian yang tidak terencana yang
dikarakteristikkan oleh pengambilan keputusan yang berlangsung relatif
cepat, serta bias subjektif dalam hal ingin memiliki dengan segera suatu
barang. Secara ringkas Hoch dan Loewenstein; Thompson, Locander,
danPollio (dalam Rook & Fisher, 1995) mendefinisikan pembelian
impulsif sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara
spontan dandengan seketika.
Betty dan Ferrell (dalam Kacen & Lee, 2002), mendefinisikan
pembelian impulsif sebagai pembelian yang tiba-tiba dan segera tanpa
munculnya keinginan untuk berbelanja sebelumnya, dimana salah
tugas membeli tertentu.Konsumen cenderung tertarik secara emosional
terhadap suatu barang atau objek dan berusaha dengan segera untuk
memenuhi kepuasan sehingga kurang memperhatikan dampak negatif
dari hal yang dilakukan (Kacen & Lee, 2002).Herabadi et al (2009)
mendeskripsikan pembelian impulsif sebagai perilaku membeli seseorang
yang tidak menggunakan perencanaan yang baik terlebih dahulu dan
terjadi secara tiba-tiba, serta munculnya dorongan yang sangat kuat untuk
membeli dengan segera tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan lebih
didasarkan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan.
Pembelian impulsif juga ditandai dengan kurangnya perencanaan
dan tidak adanya pertimbangan yang matang sebelum melakukan
pembelian serta munculnya perasaan senang dan puas setelah membeli
suatu barang yang diinginkan tanpa mengetahui dengan pasti alasan
membeli barang tersebut (Verplanken & Herabadi, 2001). Rook (dalam
Verplanken & Sato, 2011)juga menambahkan definisi yang lebih luas
tentang pembelian impulsif yang memiliki tiga ciri yakni pembelian yang
tidak direncanakan, sulit untuk melakukan kontrol atas keinginan
tersebut, serta berlandaskan akan respon emosional.
Bayley dan Nancarrow ( dalamMuruganantham& Bhakat, 2003)
mendefinisikan pembelian impulsif sebagai dorongan yang tiba-tiba,
memaksa, serta perilaku membeli yang bersifat hedonis atau berusaha
memenuhi kesenangan dan kepuasan semata tanpa melibatkan pemikiran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelianimpulsif merupakan pembelian yang terjadi secara spontan
atau tiba-tiba dan berlangsung relatif cepat tanpa menggunakan
perencanaan serta pertimbangan yang matang tanpa mempedulikan
akibat yang mungkin ditimbulkan melainkan didasari oleh respon
emosional yang bertujuan untuk kesenangan serta kepuasan hasrat
pembeli untuk memiliki suatu barang dengan segera.
2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif
Verplanken dan Herabadi (2001) mengidentifikasi dua aspek
utama dari pembelian impulsif yaitu aspek kognitif dan aspek afektif :
a. Aspek kognitif (lack of planning and deliberation)
Definisi dari aspek kognitif ini mengarah kepada tidak adanya
perencanaan dan pertimbangan yang baik sebelum mengambil
keputusan untuk melakukan pembelian.Verplanken dan Aarts (dalam
Verplanken & Herabadi, 2001) menyatakan bahwa pembelian
mungkin tidak direncanakan ataupun dipertimbangkan terlebih dahulu
karena beberapa alasan tertentu.Misalnya ketika pembelian yang
tampak tidak direncanakan justru telah direncanakan jauh sebelumnya
atau dalam hal ini terjadi pengulangan dari kebiasaan membeli maka
tidak dapat dinyatakan sebagai pembelian impulsif.Verplanken dan
Herabadi (2001) juga menjelaskan bahwa aspek kognitif yang
dimaksud adalah tidak adanya pertimbangan serta perencanaan dan
Rook (dalam Cinjarevic, 2010) menyatakan bahwa pembelian
impulsif biasanya merupakan pembelian yang tidak direncanakan
serta melibatkan kurangnya evaluasi dari sisi pembeli. Lee dan Kacen
(dalam Cinjarevic, 2010) menyebutkan perbedaan utama dari
pembelian impulsif dan pembelian yang direncanakan terletak pada
kuantitas dan kualitas dari informasi yang dianalisis sebelum
pembelian dilakukan serta waktu yang dibutuhkan diantara melihat
produk dan keputusan untuk membelinya. Dengan demikian dapat
dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pembelian
impulsif lebih singkat dibandingkan pembelian yang direncanakan
karena sedikitnya jumlah informasi yang perlu diproses oleh
konsumen dan tanpa adanya evaluasi jangka panjang terhadap
konsekuensi dari pembelian yang dilakukan.
b. Aspek afektif (emotional aspect)
Aspek kedua yang dimaksud oleh Verplanken dan Herabadi
(2001) adalah aspek afektif atau aspek emosional.Aspek afektif ini
meliputi respon emosional yang muncul terlebih dahulu, secara
serentak, ataupun setelah terjadinya pembelian yang tidak
direncanakan. Emosi paling menonjol yang biasanya berhubungan
dengan pembelian impulsif adalah perasaan gembira dan kesenangan.
Selain itu muncul perasaan tiba-tiba dan keinginan untuk segera
memiliki sesuatu sebelum melakukan pembelian impulsif.Hal ini bisa
&Herabadi, 2001). Ditmar and Drury (dalam Verplanken & Herabadi,
2001) juga menyebutkan bahwa penyesalan mungkin baru akan
dirasakan belakangan setelah melakukan pembelian, seperti perasaan
menyesal karena telah membelanjakan uang yang banyak hanya untuk
kesenangan semata.
Verplanken dan Herabadi (2001) juga menyatakan bahwa
aspek afektif yang dimaksud mencakup kegembiaraan, perasaan
kompulsif, dan dorongan untuk menyentuh atau memiliki
produk.Pembelian impulsif terkait dengan respon emosional yang
kuat. Kollat dan Willett, Hausman dan Silvera et al. (dalam
Činjarević, 2010) menyatakan bahwa konsumen secara umum
menggambarkan bahwa mereka merasakan pengalaman seperti
kegembiaraan, kesenangan, perasaan takut dan kepuasan hati pada
saat mereka sedang berbelanja. Youn (dalam Dawson & Kim, 2009)
menyebutkan bahwa kondisi emosional seseorang, mood dan perasaan
pribadi dapat dikatakan sebagai aspek afektif seseorang. Perasaan
yang dimaksud adalah dorongan tak tertahankan untuk membeli serta
emosi membeli yang positif. Ketika konsumen merasakan dorongan
yang tak tertahankan untuk maka akan mendorong konsumen untuk
melakukan pembelian impulsif.
Jadi aspek pembelian impulsif yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif sebagai
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif
Pembelian impulsif dipengaruhi oleh banyak faktor yang
berbeda.Muruganantham dan Bhakat (2003) membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif dalam empat faktor utama yakni :
a. Stimuli eksternal dan lingkungan belanja
Youn dan Faber dalam (Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menjelaskan stimuli eksternal berkaitan dengan hal-hal dalam dunia
marketing yang sepenuhnya dikontrol dan diatur oleh penjual. Stimuli
eksternal ini sangat terkait dengan lingkungan tempat berbelanja yang
mencakup ukuran toko, suasana, desain tempat belanja, harga menarik
yang ditawarkan, serta media iklan. Schiffman dalam
(Muruganantham dan Bhakat, 2003) berpendapat pembelian impulsif
sangat relevan saat ini, sesuai dengan skenario belanja yang
melibatkan promosi penawaran yang semakin inovatif, kreatif, dan
toko retail yang mulai menerima perkembangan teknologi.
Verplanken dan Herabadi (2001) berpendapat bahwa tampilan
dan penyajian produk serta penambahan latar belakang musik dalam
sebuah toko dapat meningkatkan kenyamanan konsumen pada saat
berbelanja yang mengarahkan konsumen pada perilaku impulsif. Hal
ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Kaur dan Singh
(dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003) yang menemukan bahwa
stimulus eksternal seperti penambahan musik, bau dan aroma, serta
impulsif pada konsumen. Stimulus eksternal ini dapat ditemui dalam
berbagai bentuk tempat berbelanja. Gupta et al (dalam
Muruganantham dan Bhakat, 2003) menemukan bahwa keberadaan
keluarga dan teman saat berbelanja memperkecil kemungkinan
pembelian impulsif, sedangkan kerumunan pembeli pada pasar retail
dapat menarik perhatian konsumen untuk ikut melakukan pembelian
tanpa perencanaan
Harmanciouglu (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menyebutkan bahwa teknik promosi yang dilakukan pelayan dapat
meningkatkan terjadinya pembelian impulsif. Sedangkan Micael et al
(dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003) menyatakan bahwa dengan
perkembangan teknologi yang semakin maju dapat memberikan
berbagai macam alternatif tempat berbelanja kepada konsumen.
Perkembangan teknologi juga memungkinkan konsumen melakukan
self serviceyang membuat pembeli menjadi lebih impulsif.
b. Stimuli internal
Stimuli internal yang dimaksud adalah perbedaan kepribadian
individu yang dapat mendorong mereka untuk dekat dengan perilaku
pembelian impulsif. Youn dan Faber (dalam Muruganantham dan
Bhakat, 2003) berpendapat bahwa pembelian impulsif mungkin
diakibatkan oleh sifat konsumen seperti impulsifness umum, orientasi
Rook dan Hoch (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menyatakan bahwa orang-orang yang merasa puas, senang, antusias,
dan menikmati kegiatan berbelanaja dan menyukai fashion dekat
dengan pembelian impulsif. Rook (1987) menghubungkan pembelian
impulsif dengan sikap materialisme, mencari sensasi dan kepuasan,
dan rekreasi berbelanja.Verplanken dan Herabadi (2001) juga
menambahkan bahwa pembelian impulsif seringkali terjadi karena
individu ingin menghindar dari persepsi psikologis yang negatif
seperti penerimaan diri yang rendah, perasaan negatif, serta mood.
c. Faktor situasional dan keterkaitan dengan produk
Shapiro (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menyatakan bahwa faktor situasional yang berkaitan dengan
pembelian impulsif mencakup lokasi retail atau pasar, waktu
berbelanja, musim berbelanja dan kebiasaan berbelanja. Senada
dengan hal ini, Beatty dan Farell (dalam Muruganantham dan Bhakat,
2003) menyatakan bahwa kesedian waktu untuk berbelanja serta
keinginan berbelanja yang besar merupakan faktor situasional yang
dapat memicu pembelian impulsif. Semakin banyak waktu berbelanja
yang dimiliki juga menyebabkan semakin sering konsumen
menemukan barang-barang yang dapat menimbulkan pembelian
impulsif.
Yu dan Bastin (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
produk yang luas mencakup pakaian, buku, serta alat-alat olahraga.
Kegemaran mengikuti trend dan perkembangan produk fashion juga
mendorong konsumen melakukan pembelian impulsif. Keinginan
untuk memiliki barang model terbaru dengan segera juga mendorong
terjadinya pembelian impulsif.
d. Faktor demografis dan sosial budaya
Vohs dan Faber (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menemukan bahwa kondisi pasar lokal dan kebudayaan juga memiliki
dampak pada kecenderungan konsumen melakukan pembelian
impulsif. Dittmar (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003) juga
menemukan bahwa gender memiliki peran dalam pembelian impulsif.
Ia menemukan bahwa laki-laki cenderung melakukan pembelian
impulsif ketika membeli produk yang dapat menunjang kemandirian
dan aktivitasnya. Sedangkan perempuan melakukan pembelian
impulsif pada produk yang menggambarkan dan mengekspresikan
dirinya serta berkaitan dengan penampilan dan aspek emosional
dirinya.
Matilla dan Writz (2006) menambahkan beberapa faktor sosial
yang dapat menyebabkan perilaku pembelian impulsif seperti
keramahan pegawai toko ataupun pengaruh konsumen lain yang
sedang berbelanja. Kacen dan Lee (2002) menyebutkan bahwa budaya
individualis dan kolektif merupakan faktor penting yang
Wood (dalam Muruganantham dan Bhakat, 2003)
menyebutkan bahwa pendapatan mempengaruhi pembelian impulsif.
Mereka yang memiliki pendapatan tinggi memiliki kesempatan lebih
untuk melakukan pembelian impulsif. Sedangkan faktor personal
seperti pengalaman pendidikan juga mempengaruhi perilaku dari
pembelian impulsif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku pembelian impulsif dipengaruhi oleh interaksi
stimulus internal dan eksternal. Interaksi tersebut menghasilkan empat
faktor penting yang mempengaruhi pembelian impulsif seperti stimuli
eksternal, stimuli internal, faktor situasional dan keterkaitan dengan
produk, faktor demografis dan sosial budaya.
Dawson dan Kim (2009) membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif dalam konteks online menjadi dua
faktor yakni :
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dimaksud mengarah pada isyarat
marketing atau stimulus yang ditempatkan dan dikontrol secara
langusung oleh penjual dengan tujuan untuk dapat menarik konsumen
berbelanja. Marketing yang dilakukan tidak hanya mengarahkan
konsumen menuju berbagai macam toko online saja namun juga
cara mengingkatkan pembelian impulsif melalui penyajian item-item
pengganti yang sejenis maupun item-item yang lebih baik.
Studi yang dilakukan Shop.org pada tahun 2005 menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan penjualan secara online hingga mencapai
30 % setelah suatu situs online melakukan strategi pemasaran yang
agresif dengan cara promosi langsung melalui akun email, pemberian
potongan harga dan hadiah utama, serta memberi sugesti langsung
kepada konsumen mengenai barang-barang baru yang dijual(Dawson
& Kim, 2009). Berkembangnya retail online yang menggunakan
strategi cross and up selling seperti memunculkan link terkait produk
sejenis pada produk yang sedang dilihat konsumen telah
menyebabkan perilaku membeli impulsif secara online mengalami
peningkatan. Dawson dan Kim (2009) memprediksi bahwa
perkembangan teknologi telah membuka kesempatan bagi konsumen
untuk melakukan pembelian impulsif secara online.
b. Faktor internal
Faktor internal dari pembelian impulsif berfokus pada individu
seperti tingkat emosional seseorang, evaluasi normatif konsumen
terhadap peperangan dengan pembelian impulsif, serta faktor
demografis (Dawson & Kim, 2009).
Berdasarkan faktor-faktor dari beberapa tokoh tersebut, secara
umum pembelian impulsif dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
dalam diri individu yang mendorong mereka untuk dekat dengan
pembelian impulsif. Faktor internal ini mencakup keadaan emosional
seseorang, evaluasi normatif, karakteristik pribadi konsumen seperti
motif hedonism, mencari kepuasan dan kegemaran mengikuti
perkembangan trend serta faktor demografis seperti usia, gender,
pendidikan dan budaya. Faktor eksternal yang dimaksud adalah
faktor-faktor yang sepenuhnya dikontrol oleh penjual seperti tampilan
produk dan tempat belanja yang menarik, pemberian diskon dan
keuntungan lainnya,promosi penawaran yang semakin kreatif serta
penggunaan strategi cross up and selling.
B. Intensitas Mengunjungi Toko Online
1. Definisi Intensitas Mengunjungi Toko Online
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, intensitas berarti
keadaan tingkatan atau ukuran intensnya, intens berarti hebat atau sangat
kuat yang mengacu pada kekuatan atau efek (kbbi.web.id). Andarwati
dan Sankarto (2005) menyatakan bahwa intensitas mengacu pada
frekuensi yang dinyatakan dalam satuan kurun waktu tertentu (per hari,
per minggu, atau per bulan) dan durasi yang dinyatakan dalam satuan
kurun waktu tertentu ( per menit atau per jam).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,mengunjungi
berarti mendatangi atau menjumpai, termasuk juga menengok atau
membeli produk atau jasa di internet. Bisnis online adalah bisnis yang
dilakukan secara online dengan memajang barang dagangan secara
virtual di internet, menggunakan media internet dan layanan komunikasi
jarak jauh dan berbagai prosesnya melibatkan sebagian besar internet
(Sulianta,2012). Dalam melakukan bisnis online maka penjual perlu
memiliki toko online.
Menurut Kamus Besar Bahasa IndonesiaOnline, toko berarti
sebuah tempat permanen untuk menjual barang-barang (baju, makanan
dan sebagainya).Dunia IT mendefinisikan online sebagai terhubung,
terkoneksi, aktif dan siap untuk operasi, dapat berkomunikasi dengan
atau dikontrol oleh komputer(Sulianta, 2012).Selain itu bisa juga
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, online artinya dalam
jaringan atau disingkat daring.Kesimpulannya toko online adalah suatu
tempat seseorang dapat menjual produk dan pembeli dapat memesan
produk sehingga terjadi transaksi jual-beli yang dilakukan melalui
perangkat elektronik yang terhubung dan terkoneksi dengan internet.
Toko online dapat berupa situs jual beli resmi ataupun jejaring sosial
dengan menyajikan fitur yang diadaptasi sedemikian rupa
(Sulianta,2012).
Berdasarkan temuan SWA-Mark Plus & Co (dalam Abrar, 2003)
pada 1.100 orang pengguna internet, maka dapat digolongkan beberapa
tipe penggunan internet berdasarkan lama waktu yang digunakan.
dari 10 jam per minggu, pengguna sedang 2,5 -10 jam per minggu dan
pengguna ringan kurang dari 2,5 jam per minggu. Penggolongan tipe
pengguna internet ini kemudian menjadi dasar acuan peneliti untuk
menggolongkan tinggi rendahnya intensitas mengunjungi toko online
pada penelitian. Hal ini dilakukan karena belum adanya batasan yang
pasti mengenai intensitas mengunjungi toko online itu sendiri.
Intensitas mengunjungi toko online berarti suatu tindakan
menunjungi tempat menjual dan membeli produk dengan perangkat
elektronik yang terhubung dengan koneksi internet dan memiliki
jumlahpola tindakan yang sama dari segi durasi dan frekuensi serta
melibatkan usaha tertentu untuk mendapatkan pemuas
kebutuhannya.Berdasarkan pengelompokkan intensitas penggunaan
internet oleh SWA-Mark Plus & Co (dalam Abrar, 2003), maka peneliti
menggunakan batasan tersebut untuk menentukkan tinggi rendahnya
intensitas mengunjungi toko online. Penggunaan batasan ini dipilih
karena belum adanya batasan yang spesifik mengenai intensitas
mengunjungi toko online.
2. Kelebihan dan Kelemahan yang Ditawarkan Toko Online
Banyak keuntungan yang bisa didapatkan dalam berbisnis melalui
toko online antara lain (Sulianta, 2012):
a. Ketersediaan online yang memungkinkan barang yang
diperdagangkan bisa diakses 24 jam oleh pembeli.
c. Transaksi bisa jadi berlangsung aman karena tanpa harus membawa
uang secara fisik.
d. Efisiensi waktu dimana pembeli dapat dengan mudah menelusuri
berbagai macam toko online dengan cepat.
e. Prosesnya murah dimana konsumen dapat menghemat pengeluaran
seperti penghematan uang transportasi.
f. Memberikan privasi, beberapa orang yang malu dan takut untuk
membeli barang tertentu , namun dengan membeli melalui toko online
maka konsumen tidak perlu malu untuk terlihat dimata penjual
ataupun konsumen lain.
Zhou et al. (2007) juga menambahkan bahwa kemudahan untuk
mendapatkan informasi mengenai berbagai macam supplier produk dan
pelayanan yang berbeda juga menyebabkan konsumen menyukai
berbelanja secara online.Potensi kelebihan lain dari berbelanja online
adalah ketersediaan berbagai macam pilihan produk dengan harga yang
murah serta pemberian diskon yang ditawarkan oleh beberapa penyedia
kartu kredit jika berbelanja secara online.
Pada dasarnya, ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh toko
online antara lain (Sulianta, 2012):
a. Keterbatasan atau kesulitan konsumen untuk melihat barang secara
benar dan nyata. Hal ini mencakup warna, tekstur, aroma, rasa, dan
b. Barang tidak dapat diterima realtime atau langsung segera setelah
pembelian
c. Memerlukan berbagai rangkaian proses berbelanja yang melibatkan
beberapa pihak seperti jasa kurir dan penyedia jasa keuangan.
d. Hilangnya sentuhan manusia serta rentan terjadi penipuan.
Jeffrey dan Hodge (2007) juga menjelaskan bahwa situs online
juga memiliki kekurangan seperti akses konsumen yang terbatas untuk
bisa memegang produk, mencium aroma produk, dan kesegeraan untuk
memiliki produk setelah melakukan pembayaran yang merupakan faktor
penting terjadinya pembelian impulsif.
3. Dampak Intensitas Mengunjungi Toko OnlineResmi dan Jejaring
Sosial yang Dimodifikasi Menjadi Toko Online.
Intensitas mengunjungi toko online mengacu pada frekuensi dan
durasi dari suatu pola perilaku tindakan yang sama yang dilakukan
seseorang untuk mengunjungi tempat jual beli barang sehingga dapat
memuaskan kebutuhannya. Toko online menawarkan berbagai kelebihan
yang meliputi kenyamanan, ketersediaan berbagai macam pilihan, harga
yang murah, servis original, perhatian personal, dan kemudahan akses
untuk berbagai informasi. Semakin sering konsumen mengunjungi suatu
toko online, maka semakin besar kesempatan untuk merasakan berbagai
kelebihan yang ditawarkan oleh toko online.apabila konsumen
dalam seminggu maka akan semakin besar kemungkinan untuk
melakukan pembelian impulsif secara online.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al., (dalam
Muruganantham & Bhakat, 2003) menunjukkan bahwa dari sisi
psikologis, persepsi konsumen akan kelebihan yang ditawarkan toko
online memiliki hubungan yang positif dengan kecenderungan konsumen
untuk berbelanja secara online. Brown et al., (dalam Muruganantham &
Bhakat, 2003) menambahkan bahwa frekuensi berbelanja onlinememiliki
dampak yang positif dengan kecenderungan berbelanja online dan
memiliki dampak yang negatif terhadap kemungkinan pembatalan
transaksi online.Cho (dalam Muruganantham & Bhakat, 2003)
menemukan bahwa tingkat kepuasan terhadap transaksi online
sebelumnya memiliki hubungan yang positif dengan kecenderungan
berbelanja online.
C. Remaja
1. Definisi remaja
Menurut Hall (dalam Santrock, 2007)masa remaja adalah masa
dimana usia berkisar antara 12 hingga 23 tahun dan merupakan masa
yang diwarnai pergolakan. Pandangan mengenai badai dan stress adalah
konsep dari Hall yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa
Santrock (2007) mendefinisikan masa remaja sebagai periode
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa
yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan
sosioemosional.Masa remaja awal kurang lebih berlangsung di masa
sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan
pubertal terbesar terjadi dimasa ini.Masa remaja akhir kurang lebih
terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.Minat,
karir, pacaran dan eksplorasi identitas seringkali menonjol di masa ini.
Periode perkembangan masa remaja terjadi antara usia 10-13 tahun
sampai 18-22 tahun.
Di Indonesia sendiri batasan usia remaja secara umum berada
pada rentang usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan
sebagai berikut (Sarwono, 2007) :
a. Usia 11 tahun adalah usia dimana biasanya tanda-tanda seksual
sekunder mulai muncul.
b. Masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sebagai akil balik
baik menurut adat ataupun agama.
c. Pada masa itu mulai tercapai penyempurnaan jiwa seperti tercapainya
identitas diri, fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan
puncak perkembangan kognitif maupun moral.
d. Usia 24 tahun merupakan batas akhir dimana mereka yang hingga
belum memenuhi persyaratan kedewasaan baik secara sosial maupun
psikologi masih dapat digolongkan sebagai remaja.
e. Status perkawinan sangat menentukan karena pada masyarakat
Indonesia hal ini sangat penting.
Sarwono (2007) mendefinisikan batasan remaja menurut WHO
sebagai berikut :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relative lebih mandiri.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa masa remaja adalah periode transisi dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa yang ditandai dengan terjadinya perubahan biologis
atau fisik, kognitif dan sosioemosional.Pada masa ini remaja mengalami
krisis identitas serta konflik dan perubahan suasana hati. Batasan usia
pada remaja secara keseluruhan berada pada rentang 12 sampai 22 tahun.
2. Karakteristik Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik
Perubahan yang pertama kali dirasakan remaja adalah
perubahan yang bertahap dalam internal dan eksternal tubuh
anak-anak menjadi dewasa. Perubahan hormon termasuk hormon seksual
membuat remaja menjadi tidak nyaman dengan dirinya dan sering
terlalu focus dengan kondisi fisiknya. Keadaan fisik pada masa remaja
dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik
tidak sesuai dengan yang diinginkan maka dapat menimbulkan rasa
tidak puas dan kurang percaya diri (Gunarsa, 1981; Papalia, Old &
Feldmen, 2008)
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental
seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Piaget dalam
(Gunarsa, 1981; Papalia, Old & Feldmen, 2008) mengemukakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif , yaitu interaksi
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk
berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap operasi
formal (Gunarsa, 1981; Papalia, Old & Feldmen, 2008).Pada tahap ini
remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual serta pengalaman
yang benar-benar terjadi melainkan sudah berpikir dengan fleksibel
dan kompleks.Setelah memperoleh informasi maka remaja mencoba
mengartikan dengan prespektif yang dimiliki sehingga dapat
Pada masa ini, remaja cenderung belum memiliki pemikiran
yang matang ketika mendapatkan suatu informasi atau stimulus.Oleh
karena itu ketika remaja memiliki permasalahan yang harus
dipecahkan, mereka cenderung gegabah dalam penyelesaian
(Santrock, 2002).Masa remaja juga menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan berpikir kritis serta peningkatan kemampuan remaja
dalam mengkombinasikan berbagai pengetahuan dan memiliki strategi
serta spontan mempertimbangkan berbagai alternatif perencanaan
(Santrock, 2011).
c. Perkembangan Sosial dan Emosi
Perkembangan dalam relasi sosial pada remaja berbeda dengan
masa perkembangan sebelumnya.Remaja memiliki hubungan dengan
teman sebaya yang lebih intim dibandingkan dengan orang tua
(santrock, 2002).Dengan demikian pada remaja maka teman peran
sebaya lebih besar.Pada masa ini remaja tidak hanya berkumpul
dengan sesama jenis melainkan juga dengan lawan jenis.bagi remaja,
teman-teman merupakan sumber informasi baik itu dalam cara
berpakaian, musik, film ataupun informasi lainnya.
Perkembangan aspek emosional pada remaja terjadi ketika
merika berhadapan dengan situasi yang menuntut mereka untuk bisa
lebih mandiri.Remaja memiliki pengalaman emosional pada dirinya
yang mengandung perasaan senang, sedih, khawatir, keinginan untuk
remaja cenderung melakukan pengambilan keputusan berdasarkan
situasi emosi. Pada emosi yang tenang remaja akan membuat
keputusan yang bijaksana, senadangkan pada emosi yang tidak tenang
keputusan yang diambil menjadi kurang bijaksana (Santrock, 2011)
3. Pembelian Impulsif pada Remaja
Para remaja biasanya tidak memiliki tanggung jawab keuangan
yang luas sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan pembelian
impulsif.Rasionalitas dan kemampuan untuk menahan keinginan untuk
berbelanja juga meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rook,
1987). Penelitian yang dilakukanKacen dan Lee (2002) juga
menunjukkan bahwa perilaku pembelian impulsif cenderung meningkat
pada usia diantara 20 tahun dan menurun ketika melewati usia 30 tahun.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Lin dan Lin (2005) yang
menggunakan subjek dengan rentang usia 15-19 tahun menunjukkan
hasil bahwa remaja pada usia 19 tahun memiliki kecenderungan
pembelian impulsif paling tinggi.
Wood (dalam Ghani, Imran, & Jan, 2011) menemukan bahwa
kecenderungan pembelian impulsif meningkat pada usia antara 18-39
tahun dan akan menurun setelah melewati usia 39 tahun. Rawling,
Boldero dan Wiseman (dalam Ghani et al., 2011) menemukan
orang-orang muda cenderung lebih impulsif dibandingkan mereka yang lebih
tua. Anak-anak muda lebih suka berbelanja sehingga kurang memiliki
dibandingkan mereka yang lebih tua. Hal ini terjadi karena para remaja
berusaha mengadopsi gaya hidup sesuai perkembangan zaman. Mereka
suka untuk membeli berbagai produk baru serta menikmati berbelanja di
toko-toko baru (Mai et al., 2003)
Dittmar (dalam Muruganantham & Bhakat, 2003) menemukan
bahwa laki-laki cenderung melakukan pembelian impulsif pada
barang-barang yang dapat menunjang kemandirian dan aktifitasnya. Perempuan
akan cenderung melakukan pembelian impulsif pada barang-barang yang
dapat menunjukkan simbol dan ekspresi dirinya baik yang berhubungan
dengan penampilan maupun emosional. Lin & Lin (2005) menemukan
bahwa remaja perempuan memiliki kecenderungan berperilaku impulsif
lebih besar dibandingkan remaja laki-laki.Namun studi yang dilakukan di
Vietnam menemukan fakta yang sebaliknya dimana laki-laki lebih
cenderung melakukan pembelian impulsif dibandingkan perempuan (Mai
et al., 2003).Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan Cobb dan
Hoyer (dalam Ghani et al., 2011) yang menemukan hasil serupa.
D. Dinamika Hubungan Antara Intesitas Mengunjungi Toko Online dengan
Kecenderungan Pembelian Impulsif Secara Onlinepada Remaja
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63
juta orang. Dari jumlah 63 juta pengguna internet sebanyak 95 %
besar pengguna aktif berada pada rentang usia 12 hingga 25 tahun (Kominfo,
2013). Menurut survei yang dilakukan Subramanian, dari 2000 responden
yang mengikuti survei tentang penggunaan internet diperoleh hasil sebanyak
64% adalah anak muda yang berusia 15 hingga 19 tahun (Kompas, 2009).
Hasil penelitian Yahoo dan TNS Indonesia menunjukkan pengakses internet
terbesar di Indonesia adalah mereka yang berusia 15-19 tahun. Keberadaan
internet yang dekat dengan remaja memperbesar kemungkinan para remaja
melakukan pembelian secara online.
Intensitas mengunjungi toko online mengacu pada frekuensi dan
durasi dari suatu pola perilaku tindakan yang sama dari seseorang untuk
mengunjungi tempat jual beli barang. SWA Mark-Plus & Co (dalam Abrar,
2003) menyatakan apabila seseorang menghabiskan waktu untuk
mengunjungi toko online hingga mencapai lebih dari 10 jam setiap
minggunya maka digolongkan memiliki intensitas penggunaan internet yang
tinggi. Konsumen yang menghabiskan waktu 2,5 hingga 10 jam setiap
minggunya termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan konsumen yang
menghabiskan waktu kurang dari 2,5 jam setiap minggunya tergolong
kategori rendah. Hal ini yang menjadi batasan dan acuan mengenai tinggi
rendahnya intensitas mengunjungi toko online pada konsumen.
Kebiasaan berbelanja secara online telah mengalami peningkatan
pesat dalam beberapa tahun terakhir.Toko onlinemerupakan suatu tempat
dimana seseorang dapat menjual produk dan pembeli dapat memesan produk
terhubung dan terkoneksi dengan internet.Toko online yang dimaksud dapat
berupas situs jual beli online resmi ataupun jejaring sosial yang telah
dimodifikasi (Sulianta,2012).Kelebihan dari berbelanja online adalah
ketersediaan berbagai macam pilihan produk dengan harga yang murah serta
pemberian diskon yang ditawarkan oleh beberapa penyedia kartu kredit jika
berbelanja secara online (Zhou et al., 2007).
Pada kenyataannya, toko onlinejuga menawarkan berbagai macam
kelebihan yang meliputi kenyamanan, ketersediaan berbagai barang dengan
harga murah, pemberian diskon serta kemudahan akses dan informasi.
Persepsi konsumen akan kelebihan yang ditawarkan oleh toko online akan
menyebabkan konsumen nyaman untuk melakukan pembelian secara online
dan meningkatkan intensitas kunjungan konsumen ke toko online. Stern
(1962) menyatakan bahwa kenyamanan dan kemudahan konsumen dengan
tempat berbelanja dapat meningkatkan terjadinya pembelian impulsif.
Sulianta (2012) menyebutkan ada banyak kelebihan dari toko online
seperti akses internet yang memungkinkan pembeli melakukan pembelian
selama 24 jam dengan jangkauan luas antar Negara. Konsumen tidak harus
membawa uang secara fisik dan dapat menghemat waktu serta uang
transport.Toko online juga memberikan privasi kepada konsumen yang malu
untuk membeli barang tertentu ataupun malu karena harus bertatap muka
dengan penjual dan konsumen lainnya.Donthu dan Gargia (dalam
Muruganantham & Bhakat, 2003) menyebutkan bahwa konsumen yang
Kelebihan dan kenyamanan yang ditawarkan toko onlineakan mendorong
konsumen rekreasional cenderung melakukan pembelian online.
Rook (1987) menghubungkan pembelian impulsif dengan sikap
materialisme, mencari sensasi dan kepuasan, dan rekreasi berbelanja. Joines
et al., (dalam Muruganantham & Bhakat, 2003) menambahkan bahwa
konsumen hedonis selalu mendapatkan lebih banyak kesenangan dan
kepuasan dalam lingkungan interaktif yang ditawarkan toko online. Hal ini
sesuai dengan kecenderungan pembelian impulsif yang melibatkan konsumen
yang lebih mengutamakan kesenangan dan hedonisme dibandingkan
<