• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara gaya hidup Brand Minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara gaya hidup Brand Minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

REMAJA

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impulsif terhadap produk-produk fashion, dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan subjek sejumlah 120 orang (60 perempuan dan 60 laki-laki). Instrumen penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 23 item (α = 0,915, rentang rix= 0,346 – 0,727), dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion yang terdiri dari 22 item (α = 0,919, rentang rix= 0,309 – 0,772). Hasil analisis menggunakan Spearman’s Rho, karena data yang diperoleh tidak berdistribusi secara normal. Hasil Uji Spearman’s Rho menunjukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion (r = 0,669, p = 0,000).

(2)

ADOLESCENTS

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRACT

This study aimed to examine the relationship between the brand minded lifestyle and the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. The hypothesis in this study was there is a positive and significant correlation between brand minded lifestyle with the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. More higher brand minded lifestyle, the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents will be more higher too, and vice versa. The research participants were 120 subjects (60 girls and 60 boys). The research instrument applied two scales, namely Brand Minded Lifestyle scale consist of 23 items (α = 0.915, range of rix= 0,346 – 0,727) and The Impulsive Buying Tendency of Fashion Products scale consist of 22 items (α = 0.919, range of rix= 0,309 –0,772). This research used Spearman’s Rho for the correlate analysis, because data from this study have an un-normal distribution. The results of the analysis of the Spearman’s Rho, showed that there was a positive and significant correlation between lifestyle brand minded and impulsive buying of fashion products (r = 0.669, p = 0.000).

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Pradnya Dirga Paramita Taviono

119114176

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku”

(Filipi 4 : 13)

“I’m Nothing Without You, God. And With You, I Can Do Anything”

(Edward Chen)

“What is not started, will neve get finished”

(Johann Wolfgang VG)

“If “Plan A” didn’t work. The alphabet has 25 more letters! Stay cool ”

(unknown)

“When you want something, all the universe conspires in helpping you to achieve it”

(Paulo Coelho)

“You have to get up every morning and tell yourself, I CAN DO THIS!”

(unknown)

“Tidak ada manusia yang bodoh karena telat wisuda, tidak ada yang ingin mempermalukan oranag tuanya hanya karena belum lulus, semua orang

punya prosesnya masing-masing. Begitu juga aku, kamu dan kita”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan Skripsi ini kepada semua orang yang telah turut membantu

saya dalam bentuk doa, semangat, motivasi dan apapun. Serta saya juga

mengucapkan terimakasih kepada:

Termakasih Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai senantiasa dalam proses

penyusunan skripsi ini.

Terimaksih kepada orang tua, adik serta Jinggo dan seluruh keluarga besar saya

yang selalu mendukung, memberi semangat dan mendoakan kelancaran proses

penyusunan skripsi ini.

Terimakasih kepada dosen pembimbing saya yang senantiasa membimbing dan

menyediakan waktu dan tenaganya untuk menghantarkan saya dari awal hingga

selesai menyusun skripsi ini.

Terimaksih kepada sahabat-sahabat SMA saya, terkhusus Rohaye yang tidak

pernah lelah mendukung, memberi semangat dan mendoakan saya untuk dapat

cepat menyelesaikan skripsi ini.

Terimaksih kepada sahabat-sahabat saya di Jogja, terkhusus Clarissa dan Yunika

yang selalu mendukung, tidak lelah membantu saya dalam hal apapun, memberi

semangat dan juga yang telah mendoakan kelancaran skripsi ini.

Terimaksih kepada teman-teman kost Putri Intan terkhusus Elyn, Nella dan Natry

serta kepada teman-teman Padepokan Mbak Etta 2011, yang turut mendukung,

membatu dan mendoakan saya. Semangat untuk kalian yang masih berjuang

menyelesaikan skripsi. Sukses untuk kita semua.

Dan,

Terimakasih kepada semua teman-teman dan siapapun yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, terimakasih untuk dukungan dan doa-doanya agar saya

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 April 2016

Penulis

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPUSLIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impulsif terhadap produk-produk fashion, dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan subjek sejumlah 120 orang (60 perempuan dan 60 laki-laki). Instrumen penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 23 item (α = 0,915, rentang rix= 0,346 – 0,727), dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion yang terdiri dari 22 item (α = 0,919, rentang rix= 0,309 – 0,772). Hasil analisis menggunakan Spearman’s Rho, karena data yang diperoleh tidak berdistribusi secara normal. Hasil Uji Spearman’s Rho menunjukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion (r = 0,669, p = 0,000).

(10)

viii

THE RELATION BETWEEN BRAND MINDED LIFESTYLE AND THE IMPULSIVE BUYING TENDENCY OF FASHION PRODUCTS

IN ADOLESCENTS

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRACT

This study aimed to examine the relationship between the brand minded lifestyle and the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. The hypothesis in this study was there is a positive and significant correlation between brand minded lifestyle with the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. More higher brand minded lifestyle, the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents will be more higher too, and vice versa. The research participants were 120 subjects (60 girls and 60 boys). The research instrument applied two scales, namely Brand Minded Lifestyle scale consist of 23 items (α = 0.915, range of rix= 0,346 – 0,727) and The Impulsive Buying Tendency of Fashion Products scale consist of 22 items (α = 0.919, range of rix= 0,309 – 0,772). This research used Spearman‟s Rho for the correlate analysis, because data from this study have an un-normal distribution. The results of the analysis of the Spearman‟s Rho, showed that there was a positive and significant correlation between lifestyle brand minded and impulsive buying of fashion products (r = 0.669, p = 0.000).

(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :

Nama : Pradnya Dirga Paramita Taviono

Nomor Mahasiswa : 119114176

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain untuk kepentingan akadems tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 21 April 2016

Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yaitu Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama

proses pengerjaan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal

yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Tarsius Priyo Widiyamto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing akademik saya, Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi.

4. Dosen pembimbing skripsi saya, Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi, M.A.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan ilmu selama saya menempuh bangku kuliah.

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas keramahannya

dan bantuannya selama saya menempuh bangku kuliah.

7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan

keberhasilan saya.

Peneliti menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa,

sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapapun. Mohon

maaf apabila ada salah kata. Sekian.

(13)

xi

A. PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...9

1. Pembelian Impulsif...9

2. Aspek Pembelian Impulsif...11

(14)

xii

b. Aspek Afektif...12

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif ...13

a. Faktor Internal...13

b. Faktor Eksternal...14

4. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja...15

B. GAYA HIDUP BRAND MINDED...16

1. Pengertian Gaya Hidup Brand Minded...16

2. AIO dalam Gaya Hidup...18

3. Dampak Gaya Hidup Brand Minded...19

C. REMAJA...20

1. Kategori Tahapan Usia Masa Remaja...21

2. Karakteristik Remaja...23

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...25

E. SKEMA HUBUNGAN GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...28

F. HIPOTESIS...29

BAB III METODE PENELITIAN...30

A. JENIS PENELITIAN...30

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ...30

C. DEFINISI OPERASIONAL...31

1. Gaya Hidup Brand Minded...31

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion...31

D. SUBJEK PENELTIAN...32

E. METODE PENGUMPULAN DATA...33

1. Skala Gaya Hidup Brand Minded ...33

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion...35

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ...36

(15)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...44

A. PELAKSANAAN PENELITIAN...44

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN...44

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN...45

D. HASIL PENELITIAN...47

1. Uji Asumsi...47

a. Uji Normalitas ...47

b. Uji Linearitas...48

2. Uji Hipotesis...49

E. ANALISIS TAMBAHAN...50

1. Uji Perbedaan Jenis Kelamin...50

2. Uji Perbedaan Usia...52

F. PEMBAHASAN...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...58

A. KESIMPULAN...58

B. SARAN...58

1. Bagi Remaja...58

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded sebelum seleksi item....34

Tabel 2. Skor item-item favorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded...34

Tabel 3. Skor item-item unfavorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded...34

Tabel 4. Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...35

Tabel 5. Skor item-item favorable pada Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...35

Tabel 6. Skor item-item unfavorable pada Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...36

Tabel 7. Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded setelah seleksi item...38

Tabel 8. Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion setelah seleksi item...39

Tabel 9. Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin...45

Tabel 10. Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan usia tahapan masa remaja...45

Tabel 11. Data Teoritis dan Empiris...46

Tabel 12. Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Gaya Hidup Brand Minded...46

Tabel 13. Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Pembelian Impulsif Produk Fashion...47

Tabel 14. Hasil Analisis Kolmograv-Smirnov Test...48

Tabel 15. Hasil Uji Linearitas...48

Tabel 16. Hasil Uji Korelasi...49

Tabel 17. Hasil Uji Perbedaan Pembelian Impulsif Produk Fashion Berdasarkan Jenis Kelamin...51

(17)

xv

Tabel 19. Hasil Uji Perbedaan Pembelian Impulsif Produk Fashion Berdasarkan Usia Tahapan Masa Remaja...53

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Skala Try Out 1...67

Lampiran Skala Try Out 2...73

Lampiran Tabel Seleksi Item...78

Lampiran Skala Penelitian...82

Lampiran Tabel Uji Beda...90

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan berbelanja yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya

selalu mengalami peningkatan dan semakin mengarah ke pembelian yang

impulsif. Riset dari The Nielsen Company pada tahun 2011 (diakses pada

23 Mei 2015 melalui www.tempo.com), mengungkapkan bahwa data dari

tahun 2003 hingga 2011 menunjukkan masyarakat Indonesia berkembang

menjadi semakin impulsif. Pada bulan Juni 2013, Nielsen kembali

melaporkan hasil survei bahwa konsumen Indonesia meningkat semakin

impulsif dalam berbelanja dibandingkan tahun sebelumnya (diakses pada

22 Juni 2015 melalui www.nielsen.com).

Rook (1987) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif

merupakan perilaku pembelian yang terjadi akibat adanya dorongan untuk

membeli secara tiba-tiba dan lebih melibatkan konflik emosional.

Hirschman dan Stern (dalam Sumarwan, 2011) juga menjelaskan bahwa

adanya dorongan emosional terhadap suatu produk tertentulah yang

menyebabkan terjadinya perilaku pembelian secara spontan dan tidak

terefleksi. Perilaku pembelian seperti itulah yang disebut sebagai

pembelian impulsif (Sumarwan, 2011).

Pelaku pembelian impulsif bisa siapa saja, tidak terkecuali bagi

(20)

Beatti dan Friese (1995) menunjukkan bahwa remaja sebagai konsumen

pun semakin impulsif. Usia 11 – 21 tahun memang memiliki

kecenderungan pembelian yang lebih impulsif (Lin & Lin, 2005; Semuel,

2007; Paramita, 2015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Wood (1998)

juga menunjukkan hasil bahwa pembelian impulsifakan meningkat secara

sangat signifikan mulai pada usia 18 tahun dan akan menurun setelah usia

39 tahun.

Pembelian impuslif juga membawa dampak bagi kehidupan pribadi

remaja. Kebiasaan membeli secara impulsif akan menyebabkan adanya

perasaan bersalah yang cukup mengganggu. Perasaan bersalah ini timbul

begitu saja setelah melakukan pembelian secara impulsif tersebut

(Verplanken & Herabadi, 2001). Selain itu, dampak yang cukup

merugikan adalah dari sisi keuangan. Terlebih bagi remaja yang sebagian

besar belum memiliki penghasilan atau pendapatan sendiri, dan juga

sebagaian besar remaja belum mampu mengelola keuangan dengan baik.

Maka, kebiasaan membeli sesuatu tanpa perencanaan tentu akan

mengakibatkan membengkaknya anggaran atau pengeluaran (Fitri, 2006).

Masa remaja memiliki karakteristik khusus, yaitu sebagai masa

perkembangan transisi (Papalia, 2008). Remaja akan mengalami banyak

perubahan, baik secara biologis, kognitif maupun sosial (Santrock, 2003).

Maka wajar jika cenderung lebih labil, karena masih mencari jati diri atau

identitas diri (Santrock, 2003). Di masa ini, seseorang juga mulai belajar

(21)

biasanya akan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungannya (Sumanto,

2014). Karakteristik dasar tersebutlah yang membuat remaja lebih cepat

dan mudah untuk melakukan pembelian impulsif (Anastasia, Rasimin &

Nuryati, 2008).

Pembelian impulsif dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi

pembelian impulsif adalah gaya hidup. Penelitian dari Bashir, Zeeshan dan

Sabbar (2013) mengungkapkan bahwa gaya hidup membawa pengaruh

yang signifikan dalam munculnya kecenderungan pembelian impulsif pada

masyarakat di Pakistan. Bashar dan Saraswat (2014), juga menunjukan

hasil penelitiannya bahwa gaya hidup berpengaruh pada munculnya

pembelian impulsif pada konsumen di India. Santy dan Adhipratama

(2013), mengungkapkan bahwa gaya hidup memberikan pengaruh yang

paling besar terhadap adanya pembelian impulsif di Surf Inc Bandung.

Gaya hidup sebagai salah satu faktor dari penyebab pembelian

impulsif dapat didefinisikan sebagai nilai yang akan mempengaruhi

seseorang dalam hal kebutuhan, keinginan dan perilaku, tidak terkecuali

perilaku pembelian (Hawkins & Mothersbaugh, 2007). Gaya hidup juga

dapat diartikan sebagai apa yang dibeli, bagaimana digunakan dan apa

yang dipikirkan tentang produk tersebut (Munandar, 2001). Blackwell, et

al (1994), secara singkat menjelaskan gaya hidup sebagai pola yang

digunakan orang untuk hidup dan apapun yang dilakukan untuk

(22)

Gaya hidup tidak dapat dipisahkan dari pengaruh perkembangan

zaman dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan zaman dan

kemajuan teknologi akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Bagi

remaja perkembangan zaman dan kemajuan teknologi merupakan sesuatu

yang menarik, sehingga mereka akan selalu berusaha mengikutinya. Hal

ini secara sadar ataupun tidak akan mempengaruhi gaya hidup mereka

sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari cara mereka menghabiskan uang

dan waktunya. Sebagai contoh, remaja masa kini lebih sering menjelajahi

tempat nongkrong, cafe ataupun restoran tertentu yang terbilang baru dan

bergengsi (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.antaranews.com).

Adanya kemajuan teknologi juga membuat para remaja lebih

memanfaatkan internet untuk dapat up to date dalam mengikuti

perkembangan apapun (diakses pada 29 Juli 2015 melalui

www.id.techinasia.com). Bagi remaja dengan membeli dan menggunakan

barang-barang bermerek (branded) terkenal ataupun eksklusif merupakan

salah satu bentuk upaya untuk menunjukkan bahwa mereka turut

mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi (Susianto, 1993).

Upaya remaja untuk membeli dan menggunakan barang-barang

bermerek (branded) terkenal ataupun eksklusif inilah yang akhirnya

mendorong munculnya gaya hidup brand minded. Menurut McNeal

(2007), brand minded sendiri merupakan bentuk pola pikir terhadap

(23)

atau eksklusif. Dengan demikian maka gaya hidup brand minded dapat

diartikan sebagai pola gaya hidup yang mengutamakan merek (brand).

Melihat fenomena gaya hidup brand minded para remaja saat ini

serta berdasarkan hasil penelitian dari Elfina (2010), diketahui bahwa

kebanyakan remaja terlebih di kota-kota besar, menunjukkan gaya hidup

brand minded yang sangat kuat dalam hal pembelian dan penggunaan

produk-produk fashion. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari

Anastasia, et al (2008), hal tersebut dapat terjadi karena bagi remaja,

fashion merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung

penampilan dan dapat membantu untuk mempresentasikan dirinya dengan

baik, sehingga dapat diterima dalam kelompok yang dikehendakinya.

Remaja masa kini juga akan merasa bangga ketika mengikuti trend

fashion, sehingga mereka akan berlomba menggunakan produk-produk

fashion terbaru (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.rancahpost.co.id).

Penelitian yang dilakukan oleh Pranoto dan Mahardayani (2010)

menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki kecenderungan yang cukup

besar untuk membeli dan menggunakan barang-barang bermerek

(branded), terlebih pada produk fashion. Sari (2013) dalam penelitiannya

menemukan hasil bahwa salah satu alasaan seseorang membeli dan

menggunakan barang-barang bermerek (branded) adalah mencari

kepuasan diri. Sedangkan, Sutojo (1988) mengungkapkan secara lebih

jelas bahwa remaja memang akan cenderung membeli dan menggunakan

(24)

ataupun bergengsi. Hal ini dikarenakan remaja memandang merek (brand)

dapat memberikan kepuasan tersendiri sebagai suatu bagian dari gaya

hidup.

Gaya hidup brand minded memiliki dampak bagi kehidupan

seseorang, tak terkecuali remaja. Berdasarkan penelitian dari Anggraini

(2012), individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang

tinggi akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Seperti, setiap

bulannya membeli produk fashion terbaru dengan merek (brand) tertentu

yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Untuk mendapatkan

produk-produk fashion terbaru dan bermerek (branded) tersebut, individu ini akan

dengan mudahnya membuang uang dan menjadi boros hanya untuk

membeli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan. Ketika telah berhasil

mendapatkan produk fashion yang diinginkan tersebut, individu dengan

kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi ini akan merasakan

adanya kepuasan tersendiri (Anggraini, 2012).

Melihat hasil penelitian dari Anggraini (2012) tersebut, individu

dengan gaya hidup brand minded yang tinggi akan selalu berusaha untuk

membeli produk fashion bermerek (branded). Orientasi pada merek

(brand) ini dapat mendorong individu untuk membeli suatu barang yang ia

sukai secara spontan, tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia

dengan mudahnya menjadi boros. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang

(25)

tidak lagi berdasarkan kebutuhan, tetapi semua itu dilakukan untuk

mencari kepuasaan semata.

Tanpa disadari, individu dengan gaya hidup brand minded tinggi,

memiliki perilaku pembelian yang lebih mengarah kepada pembelian

impulsif. Untuk membuktikan apakah gaya hidup brand minded memiliki

hubungan yang signifikan dengan pembelian impulsif, maka peneliti akan

melakukan penelitian dengan mengangkat judul, “Hubungan Antara Gaya

Hidup Brand Minded dan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk

Fashion Pada Remaja”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dari latar belakang tersebut, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup brand

minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada

remaja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan

antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif

(26)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu

pengetahuan, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi

(PIO) pada bidang perilaku konsumen (Consumer Behavior).

Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi empiris ataupun

sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan

penelitian tentang perilaku konsumen, terkhusus pembelian impulsif

dan gaya hidup brand minded.

2. Manfaat Praktis

Bagi subjek penelitian, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai bahan refleksi bagi kalangan remaja tentang gaya hidup brand

(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja 1. Pembelian Impulsif

Pada era 1970-an, para peneliti mulai mencari tahu mengenai

pembelian impulsif. Rock dan Hoch (dalam Parakh, Bindal &

Saldanha, 2016), mengungkapkan bahwa pembelian impulsif dapat

terjadi bergantung pada dorongan emosional yang dialami oleh setiap

individu. Pembelian impulsif memang berkaitan erat dengan adanya

dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan lebih melibatkan konflik

emosional daripada pemikiran rasional (Rook, 1987; Niu & Wang,

2009; Sharma, Sharma & Mittal, 2012).

Menurut Goldenson (dalam Rook, 1987), dorongan yang

melibatkan konflik emosional ini dapat disebut juga sebagai dorongan

psikologis atau psychological impulse. Dorongan psikologis

(psychological impulse) adalah suatu kekuatan, terkadang berupa

desakan yang susah ditahan dan munculnya secara tiba-tiba untuk

langsung melakukan sesuatu tanpa pertimbangan sebelumnya (Rook,

1987). Wolman (dalam Rook, 1987) juga menjelaskan bahwa

dorongan psikologis (psychological impulse) terjadi tanpa perencanaan

(28)

bahwa dorongan yang kuat memiliki kemungkinan untuk sulit dilawan,

karena manusia memiliki kecenderungan untuk sulit mencegah

pengalaman-pengalaman yang dianggapnya menyenangkan. Dorongan

psikologis (psychological impulse) ini sangat berperan dalam

terjadinya perilaku pembelian impulsif (Rook, 1987).

Pembelian impulsif sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku

pembelian yang tidak terstruktur dan instan (Piron, 1991). Pembelian

ini lebih mengacu pada aktivitas pembelian yang sebenarnya tidak

diharapkan, terjadi secara spontan dan tidak reflektif, diiringi dengan

munculnya keinginan yang mendadak untuk membeli suatu produk

tertentu (Gasiorowska, 2011). Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya

melibatkan unsur pikiran dan tidak melalui pertimbangan yang matang

(Rook & Fisher, 1995; Mowen & Minor, 2002; Ghani, 2010).

Pembelian impulsif terjadi tanpa adanya perencanaan sebelumnya

(Rook & Fisher, 1995; Hausman, 2000; Lin & Chen, 2012),

dikarenakan adanya dorongan emosional terhadap suatu produk

tertentu yang dianggap menarik untuk dibeli (Ekeng, Lifu & Asinya,

2012; Sharma, et al, 2012).

Individu dengan kecenderungan impulsif yang tinggi akan lebih

mungkin untuk memiliki daftar belanja yang lebih “terbuka”, serta

lebih mudah dan cepat menerima ide pembelian baru secara tiba‐tiba

(Sumarwan, 2011). Individu dengan kecenderungan impulsif memiliki

(29)

mengontrol keinginanya untuk tidak membeli, dan adanya dorongan

emosional untuk segera membeli sesuatu yang diinginkan tersebut

(Verplanknen & Sato, 2011). Rook (dalam Blackwell, Miniard &

Engel, 1995) juga menegaskan bahwa pembelian impulsif memiliki

beberapa karakteristik, yaitu spontanitas, kekuatan impulse dan

intensitas tinggi, dapat merangsang kegembiraan serta cenderung tidak

mempedulikan konsekuensinya yang terjadi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kecenderungan pembelian impulsif merupakan bentuk perilaku

pembelian secara spontan dan tiba-tiba dikarenakan adanya dorongan

psikologis (psychological impulse) yang tidak disadari dan lebih

menekankan pada konflik emosional.

2. Aspek Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif terbentuk dari dua aspek dasar yang berkaitan

dengan kurangnya melibatkan unsur-unsur kognitif dan berkaiatan erat

dorongan emosional. Kedua aspek tersebut adalah aspek kognitif dan

aspek afektif.

a. Aspek kognitif

Aspek kognitif mencakup hal-hal yang berkaitan dengan

pemikiran yang matang dan juga rasional. Pada pembelian

impulsif, aspek kognitif yang dimaksudkan dalam pembelian

(30)

perencanaan dalam pembelian yang dilakukan. Dalam hal ini ketika

melakukan pembelian, pembayaran yang dilakukan mungkin tidak

direncanakan atau dipertimbangkan sebelumnya dengan matang

untuk berbagai macam alasan (Verplanken & Herabadi, 2001;

Sharma, et al, 2012).

b. Aspek afektif

Aspek afektif dalam pembelian impulsif mencakup dorongan

emosional yang meliputi perasaan senang dan gembira setelah

melakukan pembelian tanpa perencanaan sebelumnya. Selanjutnya

juga akan muncul secara tiba-tiba perasaan atau hasrat untuk

melakukan pembelian berdasarkan keinginan hati, yang sifatnya

berulang-ulang atau kompulsif, tidak terkontrol, kepuasan, kecewa,

serta penyesalan karena telah membelanjakan uang hanya untuk

memenuhi keinginannya (Verplanken & Herabadi, 2001; Sharma,

et al, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif dapat terbentuk

melalui kurangnya melibatkan unsur-unsur yang berhubungan dengan

aspek kognitf serta adanya aspek afektif yang lebih mengarah pada

dorongan emosional yang meliputi munculnya perasaan senang,

gembira, kepuasan bahkan kecewa dan penyesalan karena telah

(31)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif dapat terjadi juga dipengaruhi secara khusus

oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi faktor internal dan

juga faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Menurut Verplanken, Herabdi dan Knippenberg (2009), faktor

internal dari pembelian impulsif secara khusus yang paling

mempengaruhi adalah variabel personal, yang meliputi usia dan

jenis kelamin. Berdasarkan perbedaan usia, remaja dengan usia 11

– 21 memang akan lebih cenderung impulsif (Paramita, 2015; Lin

& Lin, 2005; Semuel, 2007; Sharma, et al, 2012). Kecenderungan

pembelian impulsif ini akan meningkat secara sangat signifikan

mulai pada usia 18 tahun (Wood, 1998).

Berdasarkan jenis kelamin, beberapa peneliti mengatakan

bahwa ada perbedaan jenis kelamin terhadap kecenderungan

pembelian impulsif pada remaja, namun ada peneliti lain yang juga

mengatakan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan. Menurut

Lin dan Chuang (2005), jenis kelamin dapat menjadi pengaruh

munculnya kecenderungan pembelian impulsif dan kecenderungan

pembelian impulsif antara perempuan dan laki-laki berbeda.

Menurut Utami dan Sumaryono (2008), remaja perempuan lebih

cenderung melakukan pembelian secara impulsif daripada remaja

(32)

adanya perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan dalam

pembelian impuslif terhadap produk fashion. Menurut Sharma, et al

(2012) dan Ekeng, et al (2012), remaja laki-laki justru lebih

impulsif daripada remaja perempuan.

b. Faktor Eksternal

Menurut Kacen dan Lee (2002), secara eksternal

kecenderungan pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh budaya

seperti apa yang melekat pada individu itu sendiri. Menurut

Sharma, et al (2012), pendidikan yang dimiliki seseorang juga

akan mempengaruhi tingkat kecenderungan pembelian impulsif nya

sendiri. Menurut Verplanken, et al (2009), faktor eksternal yang

mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif adalah adanya

variabel lingkungan personal, yang meliputi bagaimana tampilan

dan penawaran yang diberikan oleh suatu produk tertentu. Menurut

Paramita (2015), keluarga juga dapat mempengaruhi munculnya

kecenderungan pembelian impulsif. Pola komunikasi serta pola

asuh tertentu dalam sebuah keluarga dapat mendorong munculnya

kecenderungan untuk membeli secara impulsif. Secara eksternal

pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh gaya hidup, yaitu pola

yang digunakan seseorang untuk hidup dan menghabiskan waktu

serta uangnya (Bashir, et al, 2013; Bashar & Saraswat, 2014; Santy

(33)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor internal yang

mempengaruhi pembelian impulsif adalah variabel personal, yang

meliputi segala urusan yang menyangkut kepribadian, seperti usia dan

jenis kelamin. Sedangkan, faktor eksternal meliputi budaya,

pendidikan, lingkungan personal, keluarga dan gaya hidup.

4. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Fashion berasal dari istilah bahasa asing yang artinya adalah

“busana” atau “pakaian” (Wollen, 2003). Menurut KBBI (diakses pada

15 September 2015, melalui www.kbbi.web.id), pakaian (fashion)

merupakan kata benda yang berarti suatu barang yang dapat dipakai

atau digunakan oleh manusia, seperti baju, celana, dan barang-barang

lainnya yang dapat menunjang penampilan. Jusuf (2001) juga

menjelaskan bahwa pakaian (fashion) dapat dipergunakan sebagai alat

untuk mengidentifikasi tingkatan sosial, ekonomi dan juga martabat

seseorang. Dengan demikian maka produk fashion dapat disimpulkan

sebagai sesuatu yang dipergunakan dan dikonsumsi oleh manusia,

berupa aneka barang seperti, baju, celana, sepatu, tas dan lain

sebagainya sebagai sarana penunjang penampilan.

Berdasarkan penelitian dari Ditmar, et al (1995) mengungkapkan

hasil bahwa remaja sebagai pelaku konsumen semakin cenderung

impulsif, terutama dalam hal pembelian produk fashion. Astari dan

Widagda (2014) juga mengatakan bahwa kecenderungan pembelian

(34)

daripada laki-laki. Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini remaja

laki-laki juga mulai menyukai kegiatan belanja. Pada tahun 2011,

berdasarkan sensus nasional sex ratio diperoleh hasil bahwa konsumen

laki-laki justru lebih impulsif daripada perempuan (diakses pada 27

Februari 2016 melalui www.asmarie.blogdetik.com). Laki-laki sebagai

pelaku konsumen juga mulai menunjukkan kecenderungan pembelian

impuslif terhadap produk fashion yang cukup tinggi. Penelitian dari

Anastasia, et al, (2008) menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya

perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan dalam pembelian

impuslif terhadap produk fashion.

B. Gaya Hidup Brand Minded

1. Pengertian Gaya Hidup Brand Minded

Blackwell, et al (1994) mengungkapkan bahwa gaya hidup

merupakan pola yang digunakan seseorang untuk hidup. Definisi

tersebut sejalan dengan definisi dari Kotler (2005), yang mengatakan

bahwa gaya hidup merupakan pola hidup seseorang yang dapat dilihat

dari aktivitas, minat serta opininya dalam menjalani kehidupan

sehari-hari. Sumarwan (2011) juga menambahkan bahwa gaya hidup yang

merupakan pola hidup sehari-hari ini juga dapat menggambarkan

“keseluruhan kepribadian” dari orang itu sendiri. Oleh karena itu,

dengan mengetahui gaya hidup seseorang, maka dapat diketahui pula

keberadaan kelas sosial serta kepribadian orang tersebut (Sumarwan,

(35)

Selain itu, gaya hidup juga memiliki arti apapun yang dilakukan

seseorang untuk menghabiskan waktu serta uang yang dimilikinya

(Blackwell, et al, 1994). Hawkins dan Mothersbaugh (2007),

menjelaskan secara lebih rinci bahwa gaya hidup adalah nilai yang

akan mempengaruhi seseorang dalam berbagai hal, seperti dalam hal

kebutuhan, keinginan, perilaku, tidak terkecuali dalam perilaku

pembelian. Bahkan apa yang dibeli seseorang, bagaimana orang

tersebut menggunakan barang yang dibelinya dan apa yang dipikirkan

mengenai barang tersebut sebelum dan seseudah melakukan pembelian

merupakan bagian dari definisi gaya hidup (Munandar, 2001). Sebagai

contoh, orang yang dalam perilaku pembeliannya, memiliki orientasi

yang kuat pada barang dan produk-produk bermerek (branded), maka

ia akan selalu berusaha untuk membeli barang atau produk bermerek

(branded) tersebut. Dengan demikian, orang tersebut dapat dikatakan

memiliki gaya hidup brand minded.

Pengertian dari merek (brand) menurut American Marketing

Association (AMA), adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain

atau juga kombinasi dari kelima komponen tersebut yang digunakan

untuk mengidentifikasi produk atau jasa dan juga digunakan untuk

membedakan produk atau jasa tersebut dari para pesaingnya (dalam

Fadli, 2010). UU no.15 tahun 2001 tentang merek (brand)

mengungkapkan definisi merek (brand) sebagai gambar, nama, kata,

(36)

unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam

kegiatan perdagangan dalam bentuk barang ataupun jasa (diakses pada

14 September, melalui www.hukumonline.com). Pengertian dari brand

minded sendiri adalah bentuk pola pikir terhadap objek-objek komersil

yang cenderung berorientasi pada merek (brand) terkenal atau

eksklusif (McNeal, 2007).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand

minded adalah pola gaya hidup seseorang yang dapat dilihat dari

aktivitas, minat serta opininya dalam menjalani kehidupan sehari-hari,

terutama dalam perilaku pembeliannya yang selalu berorientasi pada

merek (brand) atau dengan kata lain perilaku pembelian yang selalu

mengutamakan merek (brand).

2. AIO dalam Gaya Hidup

AIO lekat dengan pengukuran gaya hidup. Hal ini dikarenakan AIO

terbilang efektif untuk mengukur gaya hidup secara khusus, secara

operasional dan efektif digunakan untuk pengukuran skala besar atau

secara kuantitatif (Blackwell, et al, 1994; Sumarwan, 2011; Sathish &

Rajamohan, 2012). AIO sendiri merupakan istilah yang menjelaskan

mengenai 3 aspek yang membentuk gaya hidup itu sendiri. 3 aspek

tersebut yaitu:

a. Activitties (aktivitas), meliputi apa yang dilakukan, apa yang dibeli

(37)

b. Interest (minat), meliputi preferensi dan prioritas seseorang dalam

memilih produk yang akan dibeli.

c. Opinion (Opini), meliputi pandangan dan perasaan seseorang

terhadap produk-produk yang ada di kehidupannya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa AIO adalah istilah yang

digunakan untuk mengukur gaya hidup berdasarkan 3 aspek, yaitu

aktivitas, minat dan opini. Dalam penelitian ini, AIO juga akan

digunakan sebagai landasan pengukuran pada variabel gaya hidup

brand minded.

3. Dampak Gaya Hidup Brand Minded

Anggraini (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan hasil

bahwa gaya hidup brand minded yang tinggi akan membawa beberapa

dampak yang cukup merugikan, yaitu :

a. Individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang

tinggi akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Seperti,

setiap bulannya membeli produk fashion terbaru dengan merek

(brand) tertentu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan.

b. Dalam hal keuangan, individu dengan gaya hidup brand minded

yang tinggi cenderung lebih boros dan akan lebih mudah

mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan produk-produk fashion

(38)

c. Ketika telah mendapatkan produk fashion yang diinginkan,

individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang

tinggi ini akan merasakan kepuasan tersendiri. Namun, jika belum

atau tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, maka

akan timbul perasaan tertekan dan membuat individu tersebut

menjadi rendah diri.

Dapat disimpulkan bahwa individu dengan gaya hidup brand

minded yang tinggi akan selalu berusaha untuk membeli produk fashion

bermerek (branded). Orientasi pada merek (brand) ini dapat mendorong

individu untuk membeli suatu barang yang ia sukai secara spontan,

tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia dengan mudahnya

menjadi boros. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki

kecenderungan gaya hidup brand minded tinggi, membeli tidak lagi

berdasarkan kebutuhan, tetapi semua itu dilakukan untuk mencari

kepuasaan semata. Tanpa disadari, individu tersebut akan memiliki

perilaku pembelian yang mengarah kepada pembelian impulsif.

C. Remaja

Masa remaja adalah tahapan masa perkembangan yang dimulai setelah

seorang individu menyelesaikan tahap perkembangan masa kanak-kanak

akhir (Santrock, 2003). Dengan kata lain, seseorang dapat dikatakan

sebagai remaja jika ia telah memiliki usia lebih dari sepuluh tahun hingga

(39)

1. Kategori Tahapan Usia Masa Remaja

Menurut Kanopka (dalam Yusuf, 2004), masa remaja sendiri

dibagi menjadi 3 kategori, berdasarkan usia. Pengkategoriannya

sebagai berikut:

a. Early adolescense (12 – 14 tahun) :

Pada masa ini, menurut Yusuf (dalam Sumanto, 2014) akan

terjadi periode peralihan dari masa perkembangan kanak-kanak

akhir menuju remaja awal. Periode remaja awal (early adolescense)

ini biasanya terjadi ketika seseorang masuk ke tingkat pendidikan

sekolah menengah pertama (SMP). Individu pada masa remaja

awal akan memiliki pola pikir ego-centris, yaitu pola pikir yang

masih menggangap orang lain disekitarnya seperti dirinya dalam

segala hal. Seperti hal yang dipikirkan, dirasakan, disenangi dan

dalam hal-hal lainnya (Sumanto, 2014).

Selain itu, akan mulai muncul minat terhadap kehidupan

praktis sehari-hari yang jauh lebih konkret. Individu akan memiliki

rasa ingin tahu yang besar serta diikuti dengan keinginan untuk

belajar sesuatu yang baru dan juga lebih suka dan sering untuk

mengelompokkan diri dengan teman sebaya (Sumanto, 2014).

b. Middle adolescense (15 – 18 tahun) :

Periode remaja madya atau pertengahan (middle adolescense)

ini biasanya terjadi ketika seseorang masuk ke tingkat pendidikan

(40)

dorongan untuk hidup yang lebih kuat, mulai muncul kebutuhan

untuk memiliki sosok teman yang dapat memahami dan

menolongnya, serta mulai mencari sesuatu yang dipandang lebih

bernilai, pantas dijunjung, dipuja dan diperjuangkan (Sumanto,

2014).

c. Late adolescense (19 – 22 tahun)

Periode remaja akhir (late adolescense) ini biasanya terjadi

ketika seseorang akan segera mengakhiri sekolah menengahnya

dan persiapan masuk ke perguruan tinggi (Yusuf dalam Sumanto,

2014). Pada periode ini, seorang remaja akan mulai mempersiapkan

diri untuk memasuki tahapan masa perkembangan dewasa awal.

Individu pada periode ini, sudah mulai mantap menentukan

pendirian hidupnya (Sumanto, 2014).

Selain itu, menurut Sumanto (2014) pada periode ini seseorang

remaja akan lebih memperhatikan dan mempelajari penampilan

fisiknya. Remaja juga akan lebih membangun sikap yang sehat

mengenai dirinya sendiri sebagai makhluk yang bertumbuh.

Kemudian, mulai belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman

seusianya, mulai mengembangkan peran sosialnya sebagai pria atau

wanita secara jelas dan tepat serta lebih tertarik untuk

mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang dimilikinya.

Individu pada periode ini juga akan berusaha untuk mencapai

(41)

kelompok-kelompok sosial, mengembangkan hati nurani, pengertian moral

dan nilai-nilai kehidupan dan mulai memilih serta mempersiapkan

karirnya.

2. Karakteristik Remaja

Remaja sebagai tahapan masa perkembangan memiliki beberapa

karakteristik. Namun, menurut hasil penelitian dari Anastasia, et al,

(2008), hanya ada dua karakteristik dasar yang membuat remaja lebih

cepat dan lebih mudah untuk melakukan pembelian impulsif. Kedua

karakteristik tersebut antara lain:

a. Remaja lebih cenderung labil atau belum memiliki pendirian yang

kuat.

Hal ini dikarenakan, masa remaja merupakan masa

perkembangan transisi (Papalia, 2008). Sebagai masa

perkembangan transisi, seorang remaja akan mengalami banyak

perubahan dalam kehidupannya. Perubahan tersebut mencakup

perubahan secara biologis, kognitif dan juga sosial (Santrock,

2003).

Selain itu, Santrock (2003) juga mengungkapkan bahwa masa

remaja memiliki tugas perkembangan untuk mencari jati diri atau

identitas diri. Erikson dalam teori psikososialnya, juga menjelaskan

bahwa masa remaja akan mengalami tahapan perkembangan

(42)

Teori ini lebih dikenal dengan istilah “identitas vs kebingungan

identitas” (Sumanto, 2014).

Perubahan yang dialami dan proses pencarian identitas atau jati

diri inilah yang secara tidak langsung akan membuat seseorang

dalam tahapan masa perkembangan ini akan menjadi lebih labil

(Anastasia AF, et al, 2008).

b. Remaja lebih mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungan

sekitarnya.

Masa remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang

secara tidak langsung membuat seorang remaja menjadi lebih

mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungan dimana ia

berada. Tugas perkembangan tersebut, antara lain: adanya tugas

perkembangan untuk mulai mencapai kebebesan emosi dan

berusaha menujukkan perilaku yang dapat diterima oleh masyrakat

sekitarnya (Soesilowindradini, 2006).

Selain itu, pada masa ini seorang remaja akan mulai belajar

bergaul dengan kelompok yang sesuai dengan jenis kelaminnya.

Hal ini juga menyebabkan para remaja lebih mudah terpengaruh

oleh lingkungannya (Sumanto, 2014). Soesilowindradini (2006)

juga menambahkan bahwa pada masa remaja, seseorang akan

mulai mengadakan hubungan-hubungan baru dengan teman-teman

(43)

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Gaya hidup adalah sebagaimana seseorang menjalani kehidupan

sehari-harinya, yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opini (Kotler,

2005). Gaya hidup juga berasal dari nilai-nilai dasar individu yang

mendasari perilaku konsumen yang dapat pula merefleksikan suatu trend

dan juga gaya berpakaian dari orang itu sendiri (Brandon & Forney, 2002).

Gaya hidup remaja masa kini semakin memperhatikan trend terbaru yang

sedang berlangsung dilingkungan sekitarnya (diakses pada 29 Juli 2015

melalui www.id.techinasia.com), terlebih pada trend fashion. Remaja akan

merasa bangga jika telah mengikuti trend fashion terbaru, sehingga

mereka akan berlomba menggunakan produk-produk fashion terbaru

(diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.rancahpost.co.id).

Pranoto dan Mahardayani (2010) juga mengatakan bahwa remaja

memiliki kecenderungan cukup besar untuk membeli dan menggunakan

barang-barang bermerek (branded), terlebih pada produk fashion. Remaja

gemar membeli produk-produk fashion yang bermerek (branded),

terkenal, eksklusif, bergengsi serta mahal. Hal ini dikarenakan bagi

remaja, fashion merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung

penampilan dan dapat membantu untuk mempresentasikan dirinya dengan

baik, sehingga dapat diterima dalam kelompok yang dikehendakinya

(44)

mencari kepuasan diri sebagai suatu bagian dari gaya hidup (Sutojo,

1988). Pola gaya hidup seseorang yang dalam perilaku pembeliannya

selalu mengutamakan merek (brand) inilah yang disebut sebagai gaya

hidup brand minded.

Menurut penelitian dari Anggraini (2012), gaya hidup brand

minded memiliki dampak terhadap perilaku konsumsi manusia, termasuk

pada munculnya kecenderungan pembelian impulsif. Hal ini dikarenakan,

individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi

akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Kemudian dalam hal

keuangan, individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi

cenderung lebih boros dan akan lebih mudah mengeluarkan uangnya

untuk mendapatkan produk-produk fashion terbaru dan bermerek

(branded) yang diinginkannya. Selain itu, ketika telah berhasil

mendapatkan produk fashion yang diinginkan, individu dengan

kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi ini akan merasakan

adanya kepuasan tersendiri. Namun, jika belum atau tidak berhasil

mendapatkan apa yang diinginkannya, maka akan timbul perasaan tertekan

dan membuat individu tersebut menjadi rendah diri.

Melihat dampak dari gaya hidup brand minded tersebut, maka

dapat dikatakan bahwa individu dengan gaya hidup brand minded yang

tinggi akan selalu berusaha untuk membeli produk fashion bermerek

(branded). Orientasi pada merek (brand) ini nantinya yang akan

(45)

spontan, tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia dengan

mudahnya menjadi boros. Ini menunjukkan bahwa seseorang yang

memiliki kecenderungan gaya hidup brand minded tinggi, membeli tidak

lagi berdasarkan kebutuhan, tetapi hanya untuk mencari kepuasaan semata.

Tanpa disadari, individu dengan gaya hidup brand minded tinggi, akan

memiliki perilaku pembelian yang lebih mengarah kepada pembelian

impulsif. Hal ini dapat terjadi karena pembelian impulsif sendiri terjadi

akibat adanya dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan juga spontan

(46)

E. Skema Hubungan Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

BAGAN 1

Skema Hubungan Gaya Hidup Brand Minded Dengan

Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Gaya Hidup

- Lebih boros dan lebih mudah

mengeluarkan uang untuk

membeli produk fashion branded.

- Merasa senang, jika mendapatkan

produk fashion branded sesuai

dengan yang diinginkan dan akan

merasa tertekan dan rendah diri, jika

tidak mendapatkan produk fashion

- Tidak terlalu mengikuti

perkembangan fashion terbaru

yang bermerek (branded).

- Tidak boros dalam pembelian

produk fashion branded dan lebih

dapat mengontrol pengeluaran

uangnya.

- Jika tidak mendapatkan produk

fashion branded yang diinginkan,

tidak akan merasa tertekan dan

(47)

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan

signifikan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian

impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand

minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para

remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impuslif terhadap

produk-produk fashion. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah gaya

hidup brand minded pada remaja, maka semakin rendah pula

kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang

(48)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif korelasional.

Menurut Azwar (2004), penelitian kuantitatif adalah salah satu metode

penelitian yang dalam analisisnya lebih menekankan pada data numerikal

atau angka. Data numerikal atau angka tersebut berasal dari pengukuran

dengan skala terhadap variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini dan

akan diolah menggunakan metode statistik. Sedangkan, penelitian

korelasional sendiri merupakan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana hubungan keterkaitan antara satu variabel dengan

variabel lainnya, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas (independent) : Gaya hidup brand minded

2. Variabel tergantung (dependent) : Kecenderungan pembelian impulsif

(49)

C. Definisi Operasional

1. Gaya Hidup Brand Minded

Gaya hidup brand minded dapat didefinisikan sebagai pola gaya

hidup remaja yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opininya

dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam perilaku

pembeliannya yang selalu berorientasi pada merek (brand) atau selalu

mengutamakan merek (brand).

Gaya hidup brand minded dalam penelitian ini akan diukur dengan

Skala Gaya Hidup Brand Minded yang disusun oleh peneliti

berdasarkan 3 aspek yang disebut AIO, yaitu Activites (aspek

aktivitas), Interest (aspek minat) dan Opinion (aspek opini). Semakin

tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat gaya

hidup brand minded yang dimiliki subjek. Sebaliknya, jika semakin

rendah skor total yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat

gaya hidup brand minded yang dimiliki subjek.

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Pembelian impulsif produk fashion merupakan bentuk perilaku

pembelian remaja terhadap aneka produk fashion, secara spontan dan

tiba-tiba dikarenakan adanya dorongan psikologis (psychological

impulse) yang tidak disadari dan lebih menekankan pada konflik

emosional. Penelitian ini menggunakan kedua aspek dari pembelian

(50)

Kecenderungan pembelian impulsif dalam penelitian ini akan

diukur dengan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk

Fashion yang akan disusun oleh peneliti berdasarkan aspek kognitif

serta aspek afektif. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka

semakin tinggi pula kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki

subjek. Namun, jika semakin rendah skor total yang diperoleh, maka

semakin rendah pula kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki

subjek.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja

dengan rentang usia 12 hingga 22 tahun. Penelitian ini menggunakan jenis

sampling Non Probability Sampling, yaitu jenis pengambilan sampel yang

tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk

dijadikan sampel (Sugiyono, 2013). Teknik yang digunakan adalah

Incidental Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak

(Sugiyono, 2013), atau dengan kata lain Incidental Sampling adalah teknik

pengambilan sampel dengan sistem „kebetulan‟, jadi siapa saja yang

ditemui peneliti dan termasuk dalam kriteria subjek penelitian dapat

(51)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah proses yang dilakukan dalam

suatu penelitian, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder (Siregar,

2013). Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan

adalah penyebaran skala. Penyebaran skala merupakan metode yang

berbentuk laporan diri sendiri berisi daftar kumpulan pernyataan yang

harus dijawab oleh individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2009).

Jenis skala yang digunakan adalah skala tertutup, yaitu skala yang

memuat pernyataan-pernyataan dan subjek tidak diberi kesempatan untuk

menyampaikan pendapatnya secara bebas (Siregar, 2013). Sedangkan,

model skala yang digunakan adalah model skala likert (summated rating).

Pada penskalaan model likert, kuantifikasi dilakukan berdasarkan

hasil perhitungan respon kesetujuan atau ketidaksetujuan dari subjek

(Kasmadi & Sunariah, 2013). Dengan kata lain, dalam model likert

pernyataan yang akan disusun oleh peneliti memiliki kategori positif serta

negatif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala

Gaya Hidup Brand Minded dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Produk Fashion.

1. Skala Gaya Hidup Brand Minded

Pada skala gaya hidup brand minded, peneliti menyusun 24 item

pernyataan, yang terdiri dari 8 item pernyataan yang disusun

berdasarkan aspek aktivitas, 8 item selanjutnya disusun berdasarkan

(52)

(Blackwell, et al, 1994). Setiap item yang disusun tersebut terbagi atas

pernyataan favorable serta unfavorable.

Tabel. 1.

Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded sebelum seleksi item

Aspek Item Jumlah Bobot

Pada penelitian ini, subjek akan diminta untuk memilih salah satu

dari 4 alternatif pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS),

Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S) dan Sangat Sesuai (SS). Pemberian skor

dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel. 2.

Skor item-item favorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded

Respon Subjek

Skor item-item unfavorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded

(53)

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada skala kecenderungan pembelian impulsif produk fashion

peneliti menyusun 24 item pernyataan, yang terdiri dari 12 item

pernyataan yang disusun berdasarkan aspek kognitif dan 12 item

pernyataan yang disusun berdasarkan aspek afektif (Verplanken &

Herabadi, 2001). Setiap item yang disusun tersebut terbagi atas

pernyataan favorable serta unfavorable.

Tabel. 4.

Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi

item

Pada skala ini, subjek akan diminta untuk memilih salah satu dari

4 alternatif pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak

Sesuai (TS), Sesuai (S) dan Sangat Sesuai (SS). Pemberian skor dalam

penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel. 5.

(54)

Skor item-item unfavorable pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Respon Subjek

Skor Subjek

SS 1

S 2

TS 3

STS 4

F. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas

Suatu alat ukur dinyatakan memiliki validitas yang tinggi apabila

alat ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

tujuan penelitian. Validitas merupakan suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat „kesahihan‟ suatu instrumen (Kasmadi &

Sunariah, 2013). Oleh karena itu, dalam suatu penelitian validitas tes

sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan

alat ukur tersebut dapat mengukur variabel-variabel yang hendak

diteliti.

Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity), yaitu

salah satu jenis validitas yang diperoleh dari hasil analisis rasional

terhadap isi tes dan juga berdasarkan penelitian oleh ahli (expert

judgement) yang bersifat subjektif (Azwar, 2010), dan telah dilakukan

oleh dosen pembimbing skripsi. Penilaian ini dilakukan untuk melihat

(55)

aspek yang hendak diungkap dan juga kesesuaiannya dengan blue

print.

2. Seleksi Items

Seleksi items adalah bagian yang penting dalam suatu penelitian,

karena kualitas dari suatu skala psikologi sangat ditentukan oleh

kualitas item-itemnya sendiri. Pada penelitian ini, seleksi item

dilakukan setelah melakukan uji validitas dengan menggunakan

validitas isi (content validity) oleh dosen pembimbing skripsi sebagai

expert judgement, dan setelah dilakukannya uji coba skala (try out)

kepada 60 orang remaja yang berusia 12 hingga 22 tahun (34

perempuan dan 26 laki-laki).

Menurut Azwar (2010), seleksi item digunakan untuk mengetahui

item mana yang memiliki daya beda dan item mana yang tidak

memiliki daya beda. Seleksi item dapat dilakukan dengan cara melihat

daya diskriminasi dari setiap item yang ada. Daya diskriminasi ini

diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item

total, yang disebut koefisien korelasi item total (rix). rix bergerak mulai

dari 0 sampai dengan 1,00 baik positif ataupun negatif. Jika skor yang

diperoleh semakin mendekati 1,00, maka item tersebut memiliki daya

diskriminasi yang terbilang tinggi. Sebaliknya, jika skor mendekati 0

ataupun memiliki tanda negatif, maka item tersebut dapat dikatakan

memiliki daya diskriminasi yang rendah atau bahkan tidak memiliki

(56)

Pemilihan item berdasarkan korelasi dari item total memiliki

batasan rix≥ 0,3. Dengan demikian, jika item mencapi rix minimal 0,3,

maka item tersebut memiliki daya beda yang tinggi. Sebaliknya, jika

item mencapi rix < 0,3, maka item tersebut memiliki daya beda yang

rendah. Pada penelitian ini, pengujian tersebut dilakukan dengan

menggunakan program SPSS 16 for windows pada Skala Gaya Hidup

Brand Minded dan juga Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

pada Produk Fashion.

Pada Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 24 item,

diperoleh hasil bahwa hanya terdapat 1 item yang memiliki nilai rix <

0,3, sehingga item tersebut dinyatakan gugur. Jadi, jumlah item yang

lolos melewati uji seleksi item adalah 23 item.

Tabel. 7.

Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded setelah seleksi item

Aspek Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

Aktivitas 2, 3, 14, 20 5, 8, 10, 11 7 30,4% Minat 4, 7, 16, 21 6, 9, 13, 23 8 34,7% Opini 12, 15, 19, 22 1, 17, 18, 24 8 34,7%

Total 12 11 23 100%

Keterangan: Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam penelitian.

Sedangkan, pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada

Produk Fashion, terdiri dari 24 item dan diperoleh hasil bahwa

terdapat 2 item yang gugur, karena memiliki nilai rix < 0,3. Dengan

demikian dan jumlah item pada Skala Kecenderungan Pembelian

(57)

Tabel. 8.

Sebaran Item Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk

Fashion setelah seleksi item

Keterangan: Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam penelitian.

Pada Skala Gaya Hidup Brand Minded dan Skala Kecenderungan

Pembelian Impulsif pada Produk Fashion tidak dilakukan penyetaraan

jumlah item setelah lolos pada proses seleksi item. Hal ini dikarenakan

item yang gugur dari kedua skala tidak berasal dari satu aspek yang

sama. Dengan kata lain, item yang gugur tersebut tidak berdampak

pada aspek-aspek yang digunakan dalam pengukuran dari kedua skala

Selain itu, jika penyetaraan jumlah item dilakukan justru akan

membuat nilai koefisien alpha cronbach (α) dari kedua skala turun.

Berdasarkan pertimbangan berikut, maka dalam penelitian ini

penyetaraan jumlah item tidak dilakukan.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh

mana tingkat kepercayaan suatu instrumen (Kasmadi & Sunariah,

2013). Azwar (2009), juga mengatakan bahwa reliabilitas mengacu

Gambar

Tabel 20. Hasil Uji Perbedaan Gaya Hidup Brand Minded Berdasarkan Usia Tahapan Masa Remaja...........................................................................................54
Tabel. 2. Skor item-item favorable
Tabel. 4. Sebaran Item
Tabel. 7. Sebaran Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survei dan hasil wawancara dengan beberapa pengusaha di bebera toko kawasan sentra penjualan aneka produk cendramata khas Bengkulu ditemukan (1) Khusus

perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank

LKjIP Kelurahan Wates Tahun 2015 memuat gambaran situasi dan kondisi serta program kerja Kelurahan Wates dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang

sistem, jika username dan password benar maka akan masuk ke Menu Utama dan menu Master serta menu Proses aktif, jika tidak akan tampil pesan kesalahan. Untuk keluar dari form

User pengguna sistem terdiri dari 6 entitas yakni entitas HRD sebagai pengolah data berupa perhitungan gaji, lembur dan rekap kehadiran, penyaring lamaran calon

PADA PT, POS INDONESIA CABANG P,{DANG. Mrbs!*i Prcenn sr JnrGan

Berdasarkan rata-rata persentase tutupan ka- rang hidup dan Indeks Mortalitas ketiga lokasi (Gambar 9) tampak bahwa Pulau Siruso me- miliki persentase tutupan karang yang lebih ting-

Mengumumkan sebagai pemenang untuk paket pekerjaan Konsultan Perencanaan Gedung Perawatan Paru-Paru (Lelang Ulang) melalui e-Seleksi Umum Metode Evaluasi Prakualifikasi Satu File -