• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit

Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:18 1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat

hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.

2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubugan hukum dalam

lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.

Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi

perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata) adalah suatu hubungan hukum dibidang

harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu

dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling

mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan

begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan

prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak

tersebut serta menimbulkan akibat hukum.19

18

(2)

Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu

pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah

determinan hukum.20

Pengertian perjanjian kredit adalah pokok (prinsipil) yang bersifat rill.

Sebagai perjanjian prisipil, maka perjanjian jaminan adalah assesoirnya. Ada dan

berakhirnya perjanjian jaminan bergabung pada perjanjian pokok. Arti rill adalah

bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank

kepada nasabah debitur.21

Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.

Dan perjanjian bersifat konsensual obligator yang dikuasai oleh Undang-Undang

Perbankan dan bagian umum KUHPerdata. Penyerahan-penyerahan yang

dilakukan barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian

kredit pada dua pihak. 22

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan

kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban

membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur dengan berdasarkan

syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.23

Oleh karena itu perjanjian kredit adalah perjanjian yang diikat antara

nasabah atau peminjam kredit dengan bank atau pemberi kredit selaku pihak yang

meminjamkan sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan oleh pihak

nasabah atau sipeminjam kredit pada suatu waktu tertentu yang diperjanjikan.

20

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty, 1985), hal. 117. 21

Hermansyah, Op. Cit., hal.71. 22

(3)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikemukakan bahwa

unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara lain:

1. Adanya para pihak, yaitu debitur dan kreditur.

2. Adanya suatu objek atau prestasi yang diperjanjikan.

3. Adanya batas atau jangka waktu yang telah diperjanjikan.

4. Adanya hak dan kewajiban para pihak.

5. Adanya suatu bentuk jaminan yang diikat oleh pihak kreditur.

6. Adanya kepercayaan atau keyakinan dari sipenerima kredit.

Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam

sebagaimana yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

R.Subekti (1991:3) berpendapat: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu

diadakan, dalam semua itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian

pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan

Pasal 1769 KUHPerdata.”

Perjanjian yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata

mengenai perikatan, dalam Buku III tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai

perjanjian mengenai perjanjian diatur dalam Bab II. Perjanjian dalam Buku III

KUHPerdata karena perjanjian merupakan salah-satu sumber perikatan, memang

ada, selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang–undang.

Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata,

disebutkan sebagai berikut:“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Dalam rumusan tersebut digunakan istilah persetujuan bukan perjanjian.

(4)

pada dasarnya mempunyai maksud yang sama, yaitu tercapai kata sepakat dari

kedua belah pihak.

Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tampak kurang lengkap karena yang

mengikatkan dirinya dalam perjanjian hanya salah satu pihak saja. Padahal yang

sering kali dijumpai adalah perjanjian dimana kedua belah pihak saling

mengikatkan diri satu sama lain. Seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan

tukar-menukar, para pihak di dalamnya saling mengikatkan diri, sehingga

mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal balik. Karena itu seharusnya

rumusan tersebut ditambah dengan kata-kata atau saling mengikatkan dirinya satu

sama lain.24

Selain itu rumusan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut juga sangat

luas,25hal ini dapat terlihat dari kata “perbuatan”, yang berarti seluruh apa saja

yang dapat diperjanjikan, termasuk perbuatan melawan hukum. Sehingga rumusan

tersebut perlu dibatasi dengan perbuatan hukum saja.

Dari sekian banyak bentuk perjanjian yang ada dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, salah satunya adalah perjanjian pinjam pengganti yang

diatur dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata.

Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pinjam pengganti diatur dalam

Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu:“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengaan

mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu

barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula”.

24

(5)

Dalam perjanjian ini pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta

kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan

berakhir (Pasal 1759 KUHPerdata). Sedangkan pihak peminjam berkewajiban

mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam yang

ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Selain itu berkewajiban pula membayar

bunga, karena undang-undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas

peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765

KUHPerdata).

Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya

adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek

perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek

perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada

debitur. 26

Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara

kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai

debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak

bank sebagai pemberi kredit kepada debitur.

Objek perjanjian kredit bank biasanya memuat besarnya pinjaman yang

diberikan, jenis pinjamannya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara

pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur

dan lainnya. Jadi perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek

perjanjiannya khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada

26

(6)

debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib

memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya. 27

2. Jenis-jenis Kredit

Kredit dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: 28

a. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan

Dilihat dari tujuan penggunaan kredit, dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Kredit Investasi

Kredit Investasi merupakan kredit yang diberikan oleh Bank kepada

debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang

mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, kredit

investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan baru atau proyek baru,

maupun proyek pengembangan, modernisasi mesin, dan peralatan,

pembelian kendaraan yang digunakan untuk kelancaran usaha, dan

perluasan perusahaan. Kredit investasi ini nominalnya besar, maka pada

umumnya jangka waktu lebih dari satu tahun, jangka menengah, dan

panjang.

Contoh:

PT. Anugerah (industri sepatu) mengajukan kredit ke Bank MB Surabaya

untuk membeli 100 unit mesin jahit sepatu. Masing-masing mesin jahit

seharga Rp 5.000.000,- sehingga dana yang diperlukan sebesar Rp

500.000.000,-. Mesin jahit merupakan aktiva tetap atau barang modal,

sehingga permohonan kredit tersebut tergolong kredit investasi.

2) Kredit Modal Kerja

27

(7)

Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi

kebutuha modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.

Kredit Modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek yaitu

lamanya satu tahun. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan

baku, biaya upah, untuk menutup piutang dagang, pembelian barang

dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifatnya hanya digunakan

selama satu tahun.

Contoh:

PT. Anugerah memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000.000,-

untuk meningkatkan volume penjualan yang ditargetkan sebesar 30%

dari penjualan tahun sebelumnya. Tambahan dana tersebut untuk

meng-cover piutang dan membeli bahan baku maupun persediaan lainnya. PT.

Anugerah mengajukan kredit kepada Bank MB Surabaya, maka MB

Surabaya dapat memberikan kredit modal kerja.

3) Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk

membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk

digunakan keperluan usaha.Beberapa contoh kredit konsumtif antara lain

kredit untuk pembelian rumah tinggal, kendaraan bermotor untuk dipakai

sendiri, dan kredit untuk keperluan lain yang habis dipakai.

Contoh:

Andika mengajukan kredit untuk pembelian rumah dengan harga Rp

200.000.000,-. Atas pembelian rumah tersebut di sudah membayar uang

(8)

Surabaya. Bank MB Surabaya dapat memberikan kredit konsumtif

kepada Andika.

b. Kredit dilihat dari jangka waktu

Sesuai dengan jangka waktu kredit dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka

waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan oleh bank

untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha

dalam satu tahun.

2) Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan jangka

waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat diberikan

untuk ketiga jenis kredit yaitu modal kerja, kredit investasi dan kredit

konsumtif. Kredit modal kerja yang pada umumnya jangka waktunya

satu tahun, akan tetapi apabila nilai kreditnya besar maka bisa diberikan

sampai dengan tiga tahun. Kredit investasi yang nilainya kecil bisa

diberikan sampai dengan tiga tahun, akan tetapi bila nominalnya besar

akan diberikan jangka panjang. Kredit konsumtif akan disesuaikan

dengan kemampuan debitur dalam mengansur, sehingga dapat diberikan

dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

3) Kredit jangka panjang

Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini diberikan

(9)

proyek, pengadaan mesin dan peralatan, dan lain-lain yang nominalnya

besar serta kredit konsumtif yang nilainya besar, misalnya KPR.

c. Kredit dilihat dari cara penarikan

Kredit dapat dibagi sesuai dengan cara penarikan, maupun pembayaran

kembali menjadi 3 jenis yaitu kredit sekaligus, bertahap, dan rekening

koran.

1) Kredit Sekaligus

Kredit sekaligus bisa disebut dengan aflopend credit yaitu kredit yang

dicairkan sekaligus sesuai dengan dengan plafon kredit yang disetujui.

Kredit tersebut bisa dicairkan secara tunai, maupun nontunai yaitu

melalui pemindah-bukuan. Dalam praktik bank akan mencairkan kredit

sekaligus melalui rekening giro atau tabungan debitur, tidak diberikan

tunai. Debitur akan menarik dari rekening yang telah dimiliki.

Dilihat dari cara pengembalian, kredit sekaligus dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu:

a) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kredit yaitu dilakukan dengan

angsuran sampai dengan lunas setelah jangka waktu tertentu.

Angsuran tersebut dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, dan

seterusnya. Hal ini disesuaikaan dengan perjanjian dan kemampuan

debitur untuk membayar kembali. Jenis kredit ini cocok untuk

investasi.

b) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kembali kredit yaitu sekaligus

pada akhir masa kredit. Misal: kredit modal kerja dengan jangka

(10)

bulan, dan pinjaman pokok akan dibayar pada akhir tahun atau pada

akhir masa perjanjian kredit.

2) Kredit bertah ap

Kredit yang pencariannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara

bertahap 2,3,4, kali pencairan dalam masa kredit. Pencarian disesuaikan

dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk

investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkan sesuai dengan

termin pembayaran proyek.

Misalnya: Plafon kredit yang disetujui oleh bank sebesar

Rp.1.000.000.000,- untuk pembangunan gedung, maka kredit tersebut

akan dicairkan selama satu tahun sesuai dengan termin penyelesaian

proyek pembangunan gedung. Bank akan mencairkan secara tidak

langsung sebesar Rp.1.000.000.000,- akan tetapi sesuai dengan tingkat

penyelesaian pembangunan. Bunga yang harus dibayar oleh nasabah

sesuai dengan pencairan kredit atau kredit yang telah dinikmati oleh

nasabah. Adapun, cara pengembalian yang biasa dilakukan secara

angsuran sesuai dengan jangka waktu tertentu sampai dengan lunas pada

akhir masa kredit.

3) Kredit Rekening Koran

Kredit rekening koran adalah kredit yang penyediaan dana dilakukan

melalui pemindah-bukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut

kedalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikan dilakukan dengan

menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindah- bukuan

(11)

Penarikan kredit ini dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan

pembayaran atas pinjaman rekening koran juga dapat dilakukan

sewaktu-waktu dengan menyetorkan ke rekening giro debitur, bank

akan memotong dari rekening giro debitur tersebut.

d. Kredit Dilihat dari Sektor Usaha

Dilihat dari sektor usaha, kredit dapat dibagi antara lain sebagai berikut:

1) Sektor Industri

Kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor

industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku

menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain

yang memiliki faedah yang lebih tinggi.

Beberapa contoh sektor industri antara lain:

a) Industri Elektronik

b) Industri Pertambangan

c) Industri Kimia

d) Industri Tekstil

2) Sektor Perdagangan

Kredit ini, diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang

perdagangan, baik perdagangan kecil, menengah, dan perdagangan besar.

Kredit ini, dimaksudkan untuk memperluas usha nasabah dalam usaha

perdagangan. Misal: untuk memperbesar jumlah penjualan atau

memperbesar pasar. Beberapa contoh kredit perdagangan antara lain

kredit yang diberikan kepada usaha: supermarket, distributor, eksportir,

(12)

3) Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan

Kredit ini, diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor

pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kredit tersebut biasanya diberikan

dalam bentuk kredit modal kerja maupun investasi kepada tambak,

petani, dan nelayan.

4) Sektor Jasa

Sektor jasa sebagaimana tersebut di bawah ini yang dapat diberikan

kredit oleh bank antara lain:

a) Jasa Pendidikan

Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan

merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha tersebut

mudah diestimasikan pendapatannya. Jenis kredit yang cocok adalah

kredit investasi dengan jangka panjang.

b) Jasa Rumah Sakit

Bank dapat memberikan kredit kepada rumah sakit apabila jaminan

yang diberikan tidak memiliki banyak risiko, sehingga apabila terjadi

masalah kredit, maka bank dapat menjual jaminan tersebut sebagai

sumber perlunasan utang. Kredit yang sesuai untuk jasa rumah sakit

ialah kredit investasi jangka panjang.

c) Jasa Angkutan

Kredit yang diberikan untuk sektor angkutan, misal: kredit kepada

pengusaha taksi, bus, angkutan darat, laut, dan udara, termasuk juga

(13)

komunikasi. Kredit yang sesuai adalah kredit investasi jangka panjang

untuk membeli kendaaraan alat angkutan.

d) Jasa Lainnya

Kredit yang diberikan kepada jasa lainnya, misal: kredit untuk profesi,

pengacara, dokter, insinyur, kantor, dan akuntan.

5) Sektor Perumahan

Bank memberikan kredit kepada debitur yang bergerak di bidang

pembangunan perumahan. Pada umumnya, diberikan dalam bentuk kredit

konstruksi, yaitu kredit untuk pembangunan perumahan. Adapun cara

pembayaran kembali yaitu dipotong dari produk rumah yang telah

terjual. Kredit ini diberikan oleh bank tertentu, misalnya BTN

memberikan kepada pengembang untuk membangun rumah di kawasan

perumahan tertentu.

e. Kredit Dilihat dari Segi Jaminan

1) Kredit dengan jaminan

Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan

jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi

jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda tidak berwujud.

a) Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan merupakan jenis kredit yang di dukung dengan

jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga

yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi

dari pihak debitur.

(14)

Jaminan benda berwujud merupakan jaminan kebendaan yang terdiri

dari barang bergerak maupun barang tidak bergerak, misal:

kendaraan bermotor, mesin dan peralatan, inventaris kantor, barang

dagangan. Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain,

tanah dan gedung yang berdiri di atas tanah tersebut atau tanah tanpa

gedung, kapal api dengan bobot 20 m3.

c) Jaminan Benda Tidak Berwujud

Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda

tidak berwujud. Benda tidak berwujud tersebut antara lain, promes,

obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang tidak berwujud

tersebut dapat diikat dengan cara pemindah-tanganan atau cessie.

2) Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)

Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan.

Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh

bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini berisiko tinggi karena

tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.

Bank dapat memberikan kredit tersebut kepada debitur yang dapat

diyakini bahwa debitur tersebut dapat membayar pinjaman dengan

lancar. Bank akan menderita apabila debitur tidak dapat membayar

pinjaman tersebut. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena

bank tidak dapat memiliki jaminan yang dapat dijual.

Contoh: kredit tanpa jaminan antara lain:

a) Kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) pengangkatan menjadi

(15)

Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena bukan merupakan

sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi nasabah tersebut

adalah pegawai negeri sipil, maka SK tersebut merupakan hal yang

sangat penting, sehingga sangat berharga. Debitur tidak ingin SK

tersebut ditahan, sehingga berusaha untuk membayar kembali

pinjaman tersebut.

b) Kredit dengan jaminan ijazah

Jaminan ijazah bagi bank tidak ada nilainya, akan tetapi bagi nasabah

sangat berarti, sehingga nasabah berusaha membayar angsuran.

f. Kredit Dilihat dari Jumlah

Jenis kredit ini terdiri dari UMKM (usaha mikro kecil dan menengah),

kredit UKM (usaha kecil dan menengah), kredit korporasi.

1) Kredit UMKM

Kredit UMKN merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha

dengan skala usaha sangat kecil. Misal: kredit yang diberikan bank

kepada pengusaha tempe, dan peracangan.

2) Kredit UKM

Kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp.

50.000.000,- dan tidak melebihi Rp. 350.000.000,- UKM sudah memiliki

modal yang cukup, serta administrasi yang lebih baik dibanding dengan

UMKM, sehingga bank juga dapat memenuhi permohonan kredit. Kredit

UKM antara lain kredit untuk koperasi, pengusaha kecil (perdagangan,

toko, dan grosir).

(16)

Jenis kredit ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan

jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi). Pada

umumnya, bank lebih mudah melakukan analisis terhadap debitur

korporasi karena data keuangan lebih lengkap, administrasi baik, dan

struktur pemodalan yang kuat.

3. Bentuk- Bentuk Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian

bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu

perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan

pada pokok yang telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Praktik yang lazim pada

masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal

ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan

sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Akan berbeda

apabila perjanjian dibuat secara tertulis yang mana lebih memudahkan para pihak

dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban para pihak.

Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui

sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dibuktikan dengan baik oleh para

pihak.

Sutarno berpendapat bahwa dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis

mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan. Meskipun dalam

pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis umun

dalam organisasi bisnis modern dan manapun untuk kepentingan administrasi

(17)

bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka

kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan

perjanjian kredit dalam bentuk tertulis adalah Instruksi Presidium Kabinet No.

15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996, yang didalamnya menegaskan :

“Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas

antara bank dengan debitur atau antara Bank Sentral dengan Bank-Bank lainnya”.

Juga dalam surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa

No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang pada

intinya berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian kredit. 29

Dalam perjanjian Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-Undang Perbankan,

ditentukan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Dalam Pasal 1 Rancangan

Undang-Undang Perkreditan Perbankan telah ditentukan bentuk perjanjian kredit, yaitu

secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai

dengan kelaziman di dunia perbankan. Setiap perjanjian kredit yang dibuat wajib

memuat sekurang-kurangnya30 :

1. Identitas kreditur dan debitur secara benar, lengkap, dan jelas;

2. Tujuan penggunaan kredit;

3. Jumlah uang dan jenis mata uang tertentu;

4. Jangka waktu perjanjian;

5. Besar dan tata cara perhitungan bunga;

6. Jaminan kredit;

7. Hak dan kewajiban kreditur dan debitur;

29

(18)

8. Syarat-syarat penarikan kredit;

9. Hal-hal yang menimbulkan kewajiban materiil bagi debitur; dan

10. Pernyataan debitur bahwa debitur telah mengerti dan menyetujui isi perjanjian

kredit.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan

debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang

mudah mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat

bukti. Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk

perjanjian kredit yang tertulis, yaitu :

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta dibawah

tangan.

Akta di bawah tangan ini sesuai Passal 1874 KUHPerdata adalah surat

atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang

berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua

perjanjian yang dibuat di antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di

bawah tangan. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya

bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya dimana

saja diperbolehkan. Dengan akta di bawah tangan, sesuai dengan asa kebebasan

berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

Terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan para

pihak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta)

(19)

tandatangannya. Kalo tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan

berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang

membuatnya. Sebaliknya, jika tanda-tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah

membubuhkan tanda-tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan

itu harus berusaha mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa

tanda-tangan tadi dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda-tanda-tangan

terhadap akta di bawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak

mempunyai banyak manfaat yang diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta

dibawah tangan.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, yang dinamakan akta

otentik atau akta materill.

Menurut pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang didalam

bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan

pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuat

tersebut. Perjanjian kredit saat ini lazim sudah menggunakan akta notaril. Yang

menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam

praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh para pihak

dan kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam bentuk akta

otentik. Pemberian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik

dilakukan untuk pemberian kredit dalam jumlah yang benar dengan jangka waktu

menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja (termasuk di

dalam kredit yang diberikan kepada kontraktor), dan kredit sindikasi.

Melihat kedua macam akta tersebut, pada praktik hampir semua perjanjian

(20)

demi menjamin legalitas dari perjanjian itu, sebab kekuatan pembuktian akta

otentik adalah sempurna.

Selain dari bentuk-bentuk diatas, sebagai suatu bentuk perkembangan dari

perjanjian tertulis, maka dalam perjanjian kredit bank dikenal pula istilah kontrak

baku (standard form atau standaart contract ). Perjanjian dalam bentuk kontrak

baku yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disiapkan oleh salah satu

pihak (dalam hal ini dilakukan oleh pihak bank) dalam bentuk

ketentuan-ketentuan tertentu yang kemudian diberikan kepada pihak lain untuk

ditanda-tangani. Pihak yang disodori perjanjian hanya mempunyai dua pilihan, menerima

(dalam bentuk membubuhkan tanda-tangan) atau menolak perjanjian, yang saat

ini lazim disebut sebagai semboyan “take it or not”. Poin-poin perjanjian dibuat

oleh pihak bank untuk kemudian diberikan kepada nasabah debitur untuk diterima

sebagai perjanjian yang mengikat satu sama lain. Praktik ini sudah diberlakukan

hampir pada semua perjanjian, tidak hanya kredit, meski keabsahan sampai saat

ini masih dipertentangkan.

Undang–Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk

perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara

tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian

kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk

tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract). Perjanjian kredit bank

bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notarial.

Praktik perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:

1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 Tentang Pedoman Kebijakan di

(21)

Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966, Surat

Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20

Oktober 1996 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 Tanggal

6 Pebruari 1967, menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian

kredit dalam berbagai bentuk tanpa ada perjanjian yang jelas antara bank

dengan nasabah atau Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah

bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan

perjanjian atau akad kredit;

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/uppb masing-masing tanggal 31 Maret

1995 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan

Bank bagi Bank Umum,yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah

disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit

(akad kredit) secara tertulis.

Dengan demikian pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian

kredit secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notarial.

Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan,

pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan

oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang

mempercayakan dana kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena

itu, sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa

seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah

(22)

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Macet

Dalam perkembangan pemberian kredit, yang paling tidak

menggembirakan bagi pihak adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata

menjadi kredit bermasalah. Hal ini disebabkan oleh kegagalan pihak debitur

dalam memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran atau cicilan, pokok kredit,

beserta bunga yang telah disepakati oelh kedua belah pihak dalam perjanjian

kredit.

Yang dikategorikan sebagai kredit macet atau nonperforming loan tersebut

adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang

lancar, diragukan atau macet. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana

seseorang nasabah tidak mampu membayar uang kredit bank tepat pada

waktunya. 31

Sebenarnya kredit macet itu merupakan salah satu dari penggolongan

kredit bermasalah. Istilah kredit penggolongan kredit bermasalah merupakan

istilah yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilias kredit yang

menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri.32 Jadi, untuk menentukan apakah

suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitas kredit.

Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit

oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut.33

Kemudian pengertian kredit macet ialah kredit yang telah jatuh tempo, namun

belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari 270 hari atau 9 bulan.

Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu lagi untuk

31

Gatot Supramono, Op.Cit.,hal 92 32

(23)

mengansur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang dimodali dengan

fasilitas kredit.34

Dari pengertian di atas, dapat dijelaskan lagi lebih luas bahwa pengertian

kredit macet adalah dimana kredit itu mengalami kesulitan dalam pelunasan

pembayaran akibat dari berbagai faktor-faktor ataupun ada unsur sengaja yang

disebabkan oleh kondisi atau kemampuan debitur yang lemah, sehingga debitur

tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajiban kepada pihak bank

sesuai seperti apa yang telah diperjanjikan.

Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum

dalam kredit macet antara lain :

a. Adanya kredit yang tidak memenuhi persyaratan sesuai yang diperjanjikan.

b. Adanya kredit yang mengalami cidera janji dalam pembayaran kembali

sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau potensi kerugian.

c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban terhadap

kreditur baik dalam bentuk pembayaran pokok, pembayaran bunga,

pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang

bersangkutan.

d. Adanya kredit dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi

target yang diinginkan oleh pihak kreditur.

e. Adanya kredit yang dimana mengalami kesulitan atau kemungkinan

timbulnya resiko dikemudian hari bagi kreditur dalam arti luas.

2. Kredit Macet Menurut Bank Indonesia (BI)

34

(24)

Kondisi perbankan di Indonesia sejak terjadi krisis multi dimensional

pertengahan tahun 1997 dapat dikatakan sebuah risiko. Dari pengalaman

Perbankan dimasa lalu dapat diambil hikmah bahwa terpuruknya dunia perbankan

nasional adalah risiko kegiatan organisasi yang tidak sungguh-sungguh

memanajemeni ketidakpastian dalam dunia yang berubah sangat cepat. Perubahan

itu disebabkan ketidakpastian dalam dunia yang berubah sangat cepat. Perubahan

tersebut didorong oleh deregulasi dan pergeseran paradigma dunia usaha dari

berorientasi pasar nasional kepada pasar bebas melampaui batas-batas negara.

Situasi eksternal perbankan yang diwarnai dengan kompleksitas risiko yang tinggi

bagi dunia perbankan. Tujuannya adalah untuk memahami, mengidentifikasikan,

mengukur, memantau dan akhirnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan

atau mengontrol risiko agar aktivitas atas kegiatan usaha perbankan terhindar dari

risiko kerugian atau menekankan sekecil mungkin dampak resiko tersebut. 35

Bank Indonesia selaku otoritas tertinggi dunia perbankan di Indonesia

dengan kewenangan regulasinya telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia

No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19Mei 2003 yang mengatur tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Menurut Pasal 2 ketentuan ini setiap bank

wajib menerapkan Manajemen Resiko (MR) secara efektif yang paling tidak

mencakup empat bidang yaitu: Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,

kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, kecukupan proses

identifikasi, pengukuran pemantauan dan pengendalian risiko, serta sistem

informasi manajemen risiko, dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 36

Adapun jenis risiko menurut Pasal 4 ayat (1) meliputi delapan risiko, yaitu:

35

(25)

1. Risiko Kredit

2. Pasar

3. Likuiditas

4. Operasional

5. Hukum

6. Reputasi

7. Strategik

8. Kepatuhan

Semakin besar risiko yang dihadapi oleh bank, semakin besar potensi

kerugian yang ada. Meskipun telah menerapkan delapan jenis risiko yang harus

dikelola Bank Umum baru memperhitungkan dua jenis risiko saja yaitu risiko

kredit dan risiko pasar. 37

Kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah. Namun tidak semua

kredit bermasalah adalah kredit macet. Kredit bermasalah dapat diartikan sebagai

kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak

sesuai dengan prasyarat atau ketentuan yang ditetapkan bank, serta mempunyai

risiko penerimaan pendapatan dan bahkan punya potensi untuk rugi.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No.31/148/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 Tentang Pembentukan

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dalam Pasal 1 huruf (m), dijelaskan

tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif atau PPAP adalah cadangan

yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal berdasarkan

37

(26)

penggolongan kualitas aktiva produktif. Sementara itu kategori PPAP dijelaskan

lebih lanjut dalam pasal 2 berbunyi: 38

(1)Bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus

guna menutupi risiko kemungkinan kerugian.

(2)Cadangan umum PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan

sekurang-kurangnya sebesar 1% (satu per-seratus) dari Aktiva Produktif Bank

Indonesia dan Surat Utang Pemerintah.

(3)Cadangan khusus PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan

sekurang-kurangnya sebesar:

a. 5% (lima per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan dalam

perhatian khusus; dan

b. 15% (lima belass per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan

kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; dan

c. 50% (lima puluh per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan

diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan

d. 100% (seratus per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan macet

setelah dikurangi nilai agunan.

Disamping menggunakan unsur-unsur kuantitatif, penentuan kolektibilitas

juga atas dasar judgement. Berdasarkan pertimbangan kuantitaif dan juga atas

dasar judgement diatas sesuai Surat Keputusaan Direksi Bank Indonesia No.

31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1999 tentang Kualitas Aktiva Produktif

maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang

lancar, diragukan, dan macet menurut kriteria:

38

(27)

1. Prospek Usaha

2. Kondisi Keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur

3. Kemampuan Membayar

Ketiga kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman seperti tertera dalam

hal berikut ini:39

a. Lancar

Suatu pinjaman digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:

1) Untuk pinjaman dengan angsuran

a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok maupun bunga.

b) Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi belum melampaui satu

masa angsuran berikutnya, atau belum melampaui 6 bulan bagi

pinjaman yang masa angsuran ditetapkan 6 bulanan atau lebih.

c) Terdapat tunggakan bunga, tetapi belum melampaui 2 bulan.

d) Tidak terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan.

2) Untuk pinjaman tanpa angsuran

Pinjaman belum jatuh waktu dan tidak terdapat tunggakan bunga:

a) Tidak terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan, atau

b) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 2 bulan.

3) Untuk pinjaman dalam penyelamatan

Memenuhi ketentuan tersebut pada angka 1.a atau 1.b. ditambah

ketentuan bahwa sekurang-kurangnya 20% dari pokok pinjaman dalam

penyelamatan telah dilunasi. Selama 1 (satu) tahun sejak timbulnya

kewajiban pembayaran bunga tidak ada tunggakan bunga. Dalam hal

(28)

penyelamatan disertai dengan tambahan pinjaman yang jumlahnya

melebihi 20% dari pokok pinjaman dalam penyelamatan, jumlah

pelunasan sekurang-kurangnya sebesar tambahan pinjaman tersebut.

Disamping memenuhi kriteria seperti diatas, suatu pinjaman hanya dapat

digolongkan lancar jika menurut penilaian yang wajar diperkirakan

debitur yang bersangkutan akan dapat melunasi utangnya dalam jangka

waktu yang telah ditetapkan.

a. Kurang Lancar

Suatu pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria

tersebut di bawah ini:

1) Untuk pinjaman dengan angsuran

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui satu masa

angsuran berikutnya, tetapi belum melampaui dua masa angsuran atau

melampaui 6 bulan. Belum melampaui 12 bulan bagi pinjaman yang

masa angsurannya ditetapkan 6 bulanan atau lebih.

b) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 2 bulan tetapi belum

melampaui 3 bulan.

c) Terdapat Cerukan (overdraft) karena penarikan tetapi belum

melampaui 3 bulan.

2) Untuk pinjaman tanpa angsuran

a) Pinjaman belum jatuh waktu

b) Terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan tetapi belum

(29)

c) Terdapat tunggakan bunga yang telah melampaui 2 bulan, tetapi

belum melampaui 3 bulan.

d) Pinjaman telah jatuh waktu dan belum dibayar, tetapi belum

melampaui 3 bulan.

3) Untuk pinjaman dalam penyelamatan

a) Belum memenuhi ketentuan tersebut pada angka 1.c. dan tidak ada

tunggakan dan atau cerukan (overdraft) yang melampaui batas waktu

yang ditentukan pada angka 2.a. atau 2.b.

b) Memenuhi kriteria tersebut pada angka 2.a atau 2.b.

4) Untuk pinjaman tanpa perjanjian tertulis

Belum melampaui 3 bulan sejak tanggal pemberian. Dalam pengertian

pinjaman tanpa perjanjian tertulis ini termasuk pemberian perjanjian

hanya atas dasar aksep. Disamping melampaui kriteeria di atas, suatu

pinjaman hanya dapat digolongkan kurang lancar. Jika menurut penilaian

diperkirakan debitur yang bersangkutan akan dapat melunasi seluruh

utangnya.

b. Diragukan

Suatu pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman yang bersangkutan

tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar seperti tersebut pada

angka 1 dan 2 tetapi berdasarkan penilaian yang wajar.

1) Pinjaman masih dapat diselamatkan dan jaminan bernilai

sekurang-kurangnya 75% dari utang debitur.

2) Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi jaminan masih bernilai

(30)

c. Macet

Suatu pinjaman digolongkan macet apabila:

1) Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan seperti

tersebut pada angka 1,2, dan 3.

2) Memenuhi kriteria diragukan tersebut pada angka 3, tetapi dalam waktu

18 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha

penyelamatan yang tercermin dalam akad penyelamatan pinjaman.

Jangka waktu tertentu dapat diperpendek, apabila berdasarkan penilaian

yang wajar diketahui bahwa bank sulit untuk memperoleh pelunasannya

dan sulit untuk diusahakan penyelamatannya.

3. Pandangan KUHPerdata mengenai Kredit Macet

Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah atau macet,

didasarkan pada kolektibilitas kredit tersebut. Kolektibilitas adalah keadaan

pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh debitur, serta tingkat

kemungkinan diterima kembalinya dana yang ditanamkan dalam surat-surat

berharga atau penanaman lainnya.

Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak

seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu

yang telah diperjanjikan. Pada kenyataannya didalam praktik selalu ada sebagian

nasabah yang tidak mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya.

Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan tergambar

(31)

Pemberian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang dan

pengembalian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang dan

pengembalian kredit atau membayar angsuran kredit disebut dengan prestasi.

Apabila debitur tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktu

pengembalian tersebut terlewati, maka perbuatannya disebut perbuatan

wanprestasi. 40

Ditinjau dari KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah

tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian, dalam hal ini perjanjian kredit.

Apa yang menjadi motif dari ingkar janji ( wanprestasi) itu tidak dipersoalkan.

Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah

menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang

terdapat di dalam perjanjian kredit itu (Pasal 1243 KUHPerdata dan seterusnya).41

Bentuk wanprestasi antara lain adalah42

a. Debitur tidak berprestasi

Debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebabnya timbul karena

debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang

kreditur obyektif tidak mudah berprestasi lagi atau secara subyektif tidak ada

gunanya lagi untuk berprestasi.

b. Debitur keliru berprestasi

Debitur disini memang dalam pikirannya telah memberikan prestasi, tetapi

dalam kenyataannya yang diterima kreditur, prestasi itu lain atau berbedaa dengan

apa yang diperjanjikan. Misal: kreditur membeli bawang putih, ternyata yang

40

Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 268 41

(32)

dikirim bawang merah, dalam hal demikian kita tetap beranggapan bahwa debitur

tidak berprestasi. Pada sub bagian ini jadi tidak berprestasi termasuk “penyerahan

prestasi yang tidak sebagaimana mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang

diperjanjikan.

c. Debitur terlambat berprestasi

Berbeda dengan ketentuan di atas, dalam hal ini debitur telah berprestasi, serta

obyek prestasinya sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian, tetapi waktu

pemenuhan prestasimya tidak sesuai dengan sebagaimana yang telah

diperjanjikan.

Dari segi macam-macamnya terdapat lima macam wanprestasi yang

dikenal selama ini, yaitu:

1. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjuangkan;

2. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan;

3. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan;

4. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjiakan; atau

5. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian.

Apabila macam-macam wanprestasi tersebut dihubungkan dengan kredit

macet, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong dalam wanprestasi, yaitu:

1. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit (beserta bunga).

2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunga). Pembayaran

angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian

besar atau sebagian kecil angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit

(33)

3. Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunga) setelah jangka waktu yang

diperjanjikan berakhir.

Nasabah terlambat membayar lunas hutangnya. Hal ini tidak termasuk

nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah

disetujui bank atas permohonan nasabah, karena telah terjadi perubahan perjanjian

yang disepakati bersama. Jadi yang dimaksudkan tidak pernah terjadi perubahan

perjanjian sedikit pun. Keadaan diatas dapat terjadi, setelah bank mengambil

langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan, nasabah bersangkutan baru

bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasabah merasa khawatir apabila

dirinya sampai dihukum secara perdata oleh pengadilan akan mengakibatkan

kepercayaan masyarakat menjadi berkurang.

Setiap kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi setiap kredit

bermasalah belum tentu kredit macet karena mungkin saja kredit tersebut

bermasalah, tetapi sama sekali belum macet. 43

Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya

dapat mengembalikan pinjaman dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan.

Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak

dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat

nasabah tidak dapat membayar lunas hutangnya, maka menjadikan perjalanan

kredit menjadi terhenti atau macet.

Ketidaksanggupan nasabah didalam pembayaran sebagian atau seluruh

kewajiban kepada bank seperti yang diperjanjikannya, di dalam hukum perdata

disebut wanprestasi.

(34)

Dasar hukum dari wanprestasi atau ingkar janji pada Pasal 1243

KUHPerdata. Wanprestasi di dalam perjanjian kredit yang berhubungan dengan

kredit macet adalah wanprestasi pembayaran (paymentdefault) dan dalam hal ini

debitur dianggap melakukan wanprestasi, seandainya ia gagal melakukan

pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo, atau

tidak membayar biaya-biaya lain yang merupakan kewajibannya menurut

perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang terkait.

Kredit macet diartikan bahwa kredit atau utang yang tidak dapat dilunasi

oleh debitur karena sesuatu alasan sehingga bank selaku kreditur harus

menyelesaikan masalahnya kepada pihak ketiga atau melakukan eksekusi barang

Referensi

Dokumen terkait

lokasi minimarket dengan pasar, di Kabupaten Banyumas terdapat 58 minimarket atau sekitar 55 % sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas sedangkan sisanya

Berdasarkan nilai daya serap klasikal dan ketuntasan belajar klasikal pada kegiatan pembelajaran siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan

Penggabungan turbin overshot dengan turbin savonius tipe L mampu mengkonversi energi air dan angin secara bersamaan sehingga menghasilkan output tegangan yang

Kesimpulan dari penelitian penyelesaian kasus perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga berbasis hukum progresif (studi kasus di Pengadilan Agama Purbalingga) ini

Sedangkan untuk nilai koefisien determinasi (R²) sebelum diterapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Retribusi Parkir yaitu sebesar 0,934 yang

Rekapitulasi Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-20171. Sumber: Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Bangka Tengah,

Aplikasi dapat mencari data tugas akhir yang sejenis sekaligus berdasarkan judul dengan menggunakan algorithma pencarian Knuth Morris Pratt. Aplikasi dapat mencari data

Perlakuan kadar garam NaCl tanah 1.000 ppm pada keadaan tanah lembap masih memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap diameter batang tanaman nilam 12