BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit
Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:18 1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.
2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubugan hukum dalam
lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.
Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi
perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata) adalah suatu hubungan hukum dibidang
harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu
dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling
mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak
tersebut serta menimbulkan akibat hukum.19
18
Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu
pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah
determinan hukum.20
Pengertian perjanjian kredit adalah pokok (prinsipil) yang bersifat rill.
Sebagai perjanjian prisipil, maka perjanjian jaminan adalah assesoirnya. Ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan bergabung pada perjanjian pokok. Arti rill adalah
bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada nasabah debitur.21
Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.
Dan perjanjian bersifat konsensual obligator yang dikuasai oleh Undang-Undang
Perbankan dan bagian umum KUHPerdata. Penyerahan-penyerahan yang
dilakukan barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian
kredit pada dua pihak. 22
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan
kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban
membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur dengan berdasarkan
syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.23
Oleh karena itu perjanjian kredit adalah perjanjian yang diikat antara
nasabah atau peminjam kredit dengan bank atau pemberi kredit selaku pihak yang
meminjamkan sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan oleh pihak
nasabah atau sipeminjam kredit pada suatu waktu tertentu yang diperjanjikan.
20
Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty, 1985), hal. 117. 21
Hermansyah, Op. Cit., hal.71. 22
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikemukakan bahwa
unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara lain:
1. Adanya para pihak, yaitu debitur dan kreditur.
2. Adanya suatu objek atau prestasi yang diperjanjikan.
3. Adanya batas atau jangka waktu yang telah diperjanjikan.
4. Adanya hak dan kewajiban para pihak.
5. Adanya suatu bentuk jaminan yang diikat oleh pihak kreditur.
6. Adanya kepercayaan atau keyakinan dari sipenerima kredit.
Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam
sebagaimana yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
R.Subekti (1991:3) berpendapat: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu
diadakan, dalam semua itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian
pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan
Pasal 1769 KUHPerdata.”
Perjanjian yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata
mengenai perikatan, dalam Buku III tersebut, ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian mengenai perjanjian diatur dalam Bab II. Perjanjian dalam Buku III
KUHPerdata karena perjanjian merupakan salah-satu sumber perikatan, memang
ada, selain perjanjian, sumber perikatan yang lain adalah karena undang–undang.
Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata,
disebutkan sebagai berikut:“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Dalam rumusan tersebut digunakan istilah persetujuan bukan perjanjian.
pada dasarnya mempunyai maksud yang sama, yaitu tercapai kata sepakat dari
kedua belah pihak.
Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tampak kurang lengkap karena yang
mengikatkan dirinya dalam perjanjian hanya salah satu pihak saja. Padahal yang
sering kali dijumpai adalah perjanjian dimana kedua belah pihak saling
mengikatkan diri satu sama lain. Seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa dan
tukar-menukar, para pihak di dalamnya saling mengikatkan diri, sehingga
mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal balik. Karena itu seharusnya
rumusan tersebut ditambah dengan kata-kata atau saling mengikatkan dirinya satu
sama lain.24
Selain itu rumusan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut juga sangat
luas,25hal ini dapat terlihat dari kata “perbuatan”, yang berarti seluruh apa saja
yang dapat diperjanjikan, termasuk perbuatan melawan hukum. Sehingga rumusan
tersebut perlu dibatasi dengan perbuatan hukum saja.
Dari sekian banyak bentuk perjanjian yang ada dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, salah satunya adalah perjanjian pinjam pengganti yang
diatur dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pinjam pengganti diatur dalam
Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu:“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengaan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.
24
Dalam perjanjian ini pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta
kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan
berakhir (Pasal 1759 KUHPerdata). Sedangkan pihak peminjam berkewajiban
mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam yang
ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Selain itu berkewajiban pula membayar
bunga, karena undang-undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765
KUHPerdata).
Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya
adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek
perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek
perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada
debitur. 26
Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara
kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai
debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak
bank sebagai pemberi kredit kepada debitur.
Objek perjanjian kredit bank biasanya memuat besarnya pinjaman yang
diberikan, jenis pinjamannya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara
pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur
dan lainnya. Jadi perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek
perjanjiannya khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada
26
debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib
memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya. 27
2. Jenis-jenis Kredit
Kredit dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: 28
a. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan
Dilihat dari tujuan penggunaan kredit, dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Kredit Investasi
Kredit Investasi merupakan kredit yang diberikan oleh Bank kepada
debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang
mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, kredit
investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan baru atau proyek baru,
maupun proyek pengembangan, modernisasi mesin, dan peralatan,
pembelian kendaraan yang digunakan untuk kelancaran usaha, dan
perluasan perusahaan. Kredit investasi ini nominalnya besar, maka pada
umumnya jangka waktu lebih dari satu tahun, jangka menengah, dan
panjang.
Contoh:
PT. Anugerah (industri sepatu) mengajukan kredit ke Bank MB Surabaya
untuk membeli 100 unit mesin jahit sepatu. Masing-masing mesin jahit
seharga Rp 5.000.000,- sehingga dana yang diperlukan sebesar Rp
500.000.000,-. Mesin jahit merupakan aktiva tetap atau barang modal,
sehingga permohonan kredit tersebut tergolong kredit investasi.
2) Kredit Modal Kerja
27
Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi
kebutuha modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.
Kredit Modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek yaitu
lamanya satu tahun. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan
baku, biaya upah, untuk menutup piutang dagang, pembelian barang
dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifatnya hanya digunakan
selama satu tahun.
Contoh:
PT. Anugerah memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000.000,-
untuk meningkatkan volume penjualan yang ditargetkan sebesar 30%
dari penjualan tahun sebelumnya. Tambahan dana tersebut untuk
meng-cover piutang dan membeli bahan baku maupun persediaan lainnya. PT.
Anugerah mengajukan kredit kepada Bank MB Surabaya, maka MB
Surabaya dapat memberikan kredit modal kerja.
3) Kredit Konsumtif
Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk
digunakan keperluan usaha.Beberapa contoh kredit konsumtif antara lain
kredit untuk pembelian rumah tinggal, kendaraan bermotor untuk dipakai
sendiri, dan kredit untuk keperluan lain yang habis dipakai.
Contoh:
Andika mengajukan kredit untuk pembelian rumah dengan harga Rp
200.000.000,-. Atas pembelian rumah tersebut di sudah membayar uang
Surabaya. Bank MB Surabaya dapat memberikan kredit konsumtif
kepada Andika.
b. Kredit dilihat dari jangka waktu
Sesuai dengan jangka waktu kredit dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka
waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan oleh bank
untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha
dalam satu tahun.
2) Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan jangka
waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat diberikan
untuk ketiga jenis kredit yaitu modal kerja, kredit investasi dan kredit
konsumtif. Kredit modal kerja yang pada umumnya jangka waktunya
satu tahun, akan tetapi apabila nilai kreditnya besar maka bisa diberikan
sampai dengan tiga tahun. Kredit investasi yang nilainya kecil bisa
diberikan sampai dengan tiga tahun, akan tetapi bila nominalnya besar
akan diberikan jangka panjang. Kredit konsumtif akan disesuaikan
dengan kemampuan debitur dalam mengansur, sehingga dapat diberikan
dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
3) Kredit jangka panjang
Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini diberikan
proyek, pengadaan mesin dan peralatan, dan lain-lain yang nominalnya
besar serta kredit konsumtif yang nilainya besar, misalnya KPR.
c. Kredit dilihat dari cara penarikan
Kredit dapat dibagi sesuai dengan cara penarikan, maupun pembayaran
kembali menjadi 3 jenis yaitu kredit sekaligus, bertahap, dan rekening
koran.
1) Kredit Sekaligus
Kredit sekaligus bisa disebut dengan aflopend credit yaitu kredit yang
dicairkan sekaligus sesuai dengan dengan plafon kredit yang disetujui.
Kredit tersebut bisa dicairkan secara tunai, maupun nontunai yaitu
melalui pemindah-bukuan. Dalam praktik bank akan mencairkan kredit
sekaligus melalui rekening giro atau tabungan debitur, tidak diberikan
tunai. Debitur akan menarik dari rekening yang telah dimiliki.
Dilihat dari cara pengembalian, kredit sekaligus dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu:
a) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kredit yaitu dilakukan dengan
angsuran sampai dengan lunas setelah jangka waktu tertentu.
Angsuran tersebut dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, dan
seterusnya. Hal ini disesuaikaan dengan perjanjian dan kemampuan
debitur untuk membayar kembali. Jenis kredit ini cocok untuk
investasi.
b) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kembali kredit yaitu sekaligus
pada akhir masa kredit. Misal: kredit modal kerja dengan jangka
bulan, dan pinjaman pokok akan dibayar pada akhir tahun atau pada
akhir masa perjanjian kredit.
2) Kredit bertah ap
Kredit yang pencariannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara
bertahap 2,3,4, kali pencairan dalam masa kredit. Pencarian disesuaikan
dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk
investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkan sesuai dengan
termin pembayaran proyek.
Misalnya: Plafon kredit yang disetujui oleh bank sebesar
Rp.1.000.000.000,- untuk pembangunan gedung, maka kredit tersebut
akan dicairkan selama satu tahun sesuai dengan termin penyelesaian
proyek pembangunan gedung. Bank akan mencairkan secara tidak
langsung sebesar Rp.1.000.000.000,- akan tetapi sesuai dengan tingkat
penyelesaian pembangunan. Bunga yang harus dibayar oleh nasabah
sesuai dengan pencairan kredit atau kredit yang telah dinikmati oleh
nasabah. Adapun, cara pengembalian yang biasa dilakukan secara
angsuran sesuai dengan jangka waktu tertentu sampai dengan lunas pada
akhir masa kredit.
3) Kredit Rekening Koran
Kredit rekening koran adalah kredit yang penyediaan dana dilakukan
melalui pemindah-bukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut
kedalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikan dilakukan dengan
menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindah- bukuan
Penarikan kredit ini dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan
pembayaran atas pinjaman rekening koran juga dapat dilakukan
sewaktu-waktu dengan menyetorkan ke rekening giro debitur, bank
akan memotong dari rekening giro debitur tersebut.
d. Kredit Dilihat dari Sektor Usaha
Dilihat dari sektor usaha, kredit dapat dibagi antara lain sebagai berikut:
1) Sektor Industri
Kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor
industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku
menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain
yang memiliki faedah yang lebih tinggi.
Beberapa contoh sektor industri antara lain:
a) Industri Elektronik
b) Industri Pertambangan
c) Industri Kimia
d) Industri Tekstil
2) Sektor Perdagangan
Kredit ini, diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang
perdagangan, baik perdagangan kecil, menengah, dan perdagangan besar.
Kredit ini, dimaksudkan untuk memperluas usha nasabah dalam usaha
perdagangan. Misal: untuk memperbesar jumlah penjualan atau
memperbesar pasar. Beberapa contoh kredit perdagangan antara lain
kredit yang diberikan kepada usaha: supermarket, distributor, eksportir,
3) Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan
Kredit ini, diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor
pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kredit tersebut biasanya diberikan
dalam bentuk kredit modal kerja maupun investasi kepada tambak,
petani, dan nelayan.
4) Sektor Jasa
Sektor jasa sebagaimana tersebut di bawah ini yang dapat diberikan
kredit oleh bank antara lain:
a) Jasa Pendidikan
Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan
merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha tersebut
mudah diestimasikan pendapatannya. Jenis kredit yang cocok adalah
kredit investasi dengan jangka panjang.
b) Jasa Rumah Sakit
Bank dapat memberikan kredit kepada rumah sakit apabila jaminan
yang diberikan tidak memiliki banyak risiko, sehingga apabila terjadi
masalah kredit, maka bank dapat menjual jaminan tersebut sebagai
sumber perlunasan utang. Kredit yang sesuai untuk jasa rumah sakit
ialah kredit investasi jangka panjang.
c) Jasa Angkutan
Kredit yang diberikan untuk sektor angkutan, misal: kredit kepada
pengusaha taksi, bus, angkutan darat, laut, dan udara, termasuk juga
komunikasi. Kredit yang sesuai adalah kredit investasi jangka panjang
untuk membeli kendaaraan alat angkutan.
d) Jasa Lainnya
Kredit yang diberikan kepada jasa lainnya, misal: kredit untuk profesi,
pengacara, dokter, insinyur, kantor, dan akuntan.
5) Sektor Perumahan
Bank memberikan kredit kepada debitur yang bergerak di bidang
pembangunan perumahan. Pada umumnya, diberikan dalam bentuk kredit
konstruksi, yaitu kredit untuk pembangunan perumahan. Adapun cara
pembayaran kembali yaitu dipotong dari produk rumah yang telah
terjual. Kredit ini diberikan oleh bank tertentu, misalnya BTN
memberikan kepada pengembang untuk membangun rumah di kawasan
perumahan tertentu.
e. Kredit Dilihat dari Segi Jaminan
1) Kredit dengan jaminan
Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan
jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi
jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda tidak berwujud.
a) Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan merupakan jenis kredit yang di dukung dengan
jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga
yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi
dari pihak debitur.
Jaminan benda berwujud merupakan jaminan kebendaan yang terdiri
dari barang bergerak maupun barang tidak bergerak, misal:
kendaraan bermotor, mesin dan peralatan, inventaris kantor, barang
dagangan. Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain,
tanah dan gedung yang berdiri di atas tanah tersebut atau tanah tanpa
gedung, kapal api dengan bobot 20 m3.
c) Jaminan Benda Tidak Berwujud
Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda
tidak berwujud. Benda tidak berwujud tersebut antara lain, promes,
obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang tidak berwujud
tersebut dapat diikat dengan cara pemindah-tanganan atau cessie.
2) Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)
Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan.
Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh
bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini berisiko tinggi karena
tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.
Bank dapat memberikan kredit tersebut kepada debitur yang dapat
diyakini bahwa debitur tersebut dapat membayar pinjaman dengan
lancar. Bank akan menderita apabila debitur tidak dapat membayar
pinjaman tersebut. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena
bank tidak dapat memiliki jaminan yang dapat dijual.
Contoh: kredit tanpa jaminan antara lain:
a) Kredit dengan jaminan SK (Surat Keputusan) pengangkatan menjadi
Bagi bank SK tersebut tidak ada artinya, karena bukan merupakan
sumber pendapatan, akan tetapi bagi nasabah, apalagi nasabah tersebut
adalah pegawai negeri sipil, maka SK tersebut merupakan hal yang
sangat penting, sehingga sangat berharga. Debitur tidak ingin SK
tersebut ditahan, sehingga berusaha untuk membayar kembali
pinjaman tersebut.
b) Kredit dengan jaminan ijazah
Jaminan ijazah bagi bank tidak ada nilainya, akan tetapi bagi nasabah
sangat berarti, sehingga nasabah berusaha membayar angsuran.
f. Kredit Dilihat dari Jumlah
Jenis kredit ini terdiri dari UMKM (usaha mikro kecil dan menengah),
kredit UKM (usaha kecil dan menengah), kredit korporasi.
1) Kredit UMKM
Kredit UMKN merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha
dengan skala usaha sangat kecil. Misal: kredit yang diberikan bank
kepada pengusaha tempe, dan peracangan.
2) Kredit UKM
Kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp.
50.000.000,- dan tidak melebihi Rp. 350.000.000,- UKM sudah memiliki
modal yang cukup, serta administrasi yang lebih baik dibanding dengan
UMKM, sehingga bank juga dapat memenuhi permohonan kredit. Kredit
UKM antara lain kredit untuk koperasi, pengusaha kecil (perdagangan,
toko, dan grosir).
Jenis kredit ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan
jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi). Pada
umumnya, bank lebih mudah melakukan analisis terhadap debitur
korporasi karena data keuangan lebih lengkap, administrasi baik, dan
struktur pemodalan yang kuat.
3. Bentuk- Bentuk Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian
bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan
pada pokok yang telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Praktik yang lazim pada
masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal
ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan
sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Akan berbeda
apabila perjanjian dibuat secara tertulis yang mana lebih memudahkan para pihak
dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban para pihak.
Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui
sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dibuktikan dengan baik oleh para
pihak.
Sutarno berpendapat bahwa dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis
mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan. Meskipun dalam
pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis umun
dalam organisasi bisnis modern dan manapun untuk kepentingan administrasi
bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka
kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan
perjanjian kredit dalam bentuk tertulis adalah Instruksi Presidium Kabinet No.
15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996, yang didalamnya menegaskan :
“Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas
antara bank dengan debitur atau antara Bank Sentral dengan Bank-Bank lainnya”.
Juga dalam surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa
No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang pada
intinya berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian kredit. 29
Dalam perjanjian Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-Undang Perbankan,
ditentukan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Dalam Pasal 1 Rancangan
Undang-Undang Perkreditan Perbankan telah ditentukan bentuk perjanjian kredit, yaitu
secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai
dengan kelaziman di dunia perbankan. Setiap perjanjian kredit yang dibuat wajib
memuat sekurang-kurangnya30 :
1. Identitas kreditur dan debitur secara benar, lengkap, dan jelas;
2. Tujuan penggunaan kredit;
3. Jumlah uang dan jenis mata uang tertentu;
4. Jangka waktu perjanjian;
5. Besar dan tata cara perhitungan bunga;
6. Jaminan kredit;
7. Hak dan kewajiban kreditur dan debitur;
29
8. Syarat-syarat penarikan kredit;
9. Hal-hal yang menimbulkan kewajiban materiil bagi debitur; dan
10. Pernyataan debitur bahwa debitur telah mengerti dan menyetujui isi perjanjian
kredit.
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan
debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang
mudah mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.
Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat
bukti. Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk
perjanjian kredit yang tertulis, yaitu :
1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta dibawah
tangan.
Akta di bawah tangan ini sesuai Passal 1874 KUHPerdata adalah surat
atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang
berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua
perjanjian yang dibuat di antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di
bawah tangan. Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya
bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat membuatnya dimana
saja diperbolehkan. Dengan akta di bawah tangan, sesuai dengan asa kebebasan
berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan para
pihak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1876 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta)
tandatangannya. Kalo tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan
berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik bagi para pihak yang
membuatnya. Sebaliknya, jika tanda-tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah
membubuhkan tanda-tangan maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan
itu harus berusaha mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa
tanda-tangan tadi dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda-tanda-tangan
terhadap akta di bawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak
mempunyai banyak manfaat yang diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta
dibawah tangan.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, yang dinamakan akta
otentik atau akta materill.
Menurut pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang didalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuat
tersebut. Perjanjian kredit saat ini lazim sudah menggunakan akta notaril. Yang
menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam
praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh para pihak
dan kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam bentuk akta
otentik. Pemberian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik
dilakukan untuk pemberian kredit dalam jumlah yang benar dengan jangka waktu
menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja (termasuk di
dalam kredit yang diberikan kepada kontraktor), dan kredit sindikasi.
Melihat kedua macam akta tersebut, pada praktik hampir semua perjanjian
demi menjamin legalitas dari perjanjian itu, sebab kekuatan pembuktian akta
otentik adalah sempurna.
Selain dari bentuk-bentuk diatas, sebagai suatu bentuk perkembangan dari
perjanjian tertulis, maka dalam perjanjian kredit bank dikenal pula istilah kontrak
baku (standard form atau standaart contract ). Perjanjian dalam bentuk kontrak
baku yaitu suatu bentuk perjanjian yang dibuat dan disiapkan oleh salah satu
pihak (dalam hal ini dilakukan oleh pihak bank) dalam bentuk
ketentuan-ketentuan tertentu yang kemudian diberikan kepada pihak lain untuk
ditanda-tangani. Pihak yang disodori perjanjian hanya mempunyai dua pilihan, menerima
(dalam bentuk membubuhkan tanda-tangan) atau menolak perjanjian, yang saat
ini lazim disebut sebagai semboyan “take it or not”. Poin-poin perjanjian dibuat
oleh pihak bank untuk kemudian diberikan kepada nasabah debitur untuk diterima
sebagai perjanjian yang mengikat satu sama lain. Praktik ini sudah diberlakukan
hampir pada semua perjanjian, tidak hanya kredit, meski keabsahan sampai saat
ini masih dipertentangkan.
Undang–Undang Perbankan yang diubah tidak menentukan bentuk
perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara
tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian
kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk
tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract). Perjanjian kredit bank
bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notarial.
Praktik perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
1. Instruksi Presidium Nomor 15/IN/10/66 Tentang Pedoman Kebijakan di
Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966, Surat
Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20
Oktober 1996 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 Tanggal
6 Pebruari 1967, menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian
kredit dalam berbagai bentuk tanpa ada perjanjian yang jelas antara bank
dengan nasabah atau Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah
bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan
perjanjian atau akad kredit;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/uppb masing-masing tanggal 31 Maret
1995 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan
Bank bagi Bank Umum,yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah
disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit
(akad kredit) secara tertulis.
Dengan demikian pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian
kredit secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notarial.
Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan
oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dana kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itu, sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa
seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah
B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Macet
Dalam perkembangan pemberian kredit, yang paling tidak
menggembirakan bagi pihak adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata
menjadi kredit bermasalah. Hal ini disebabkan oleh kegagalan pihak debitur
dalam memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran atau cicilan, pokok kredit,
beserta bunga yang telah disepakati oelh kedua belah pihak dalam perjanjian
kredit.
Yang dikategorikan sebagai kredit macet atau nonperforming loan tersebut
adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang
lancar, diragukan atau macet. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana
seseorang nasabah tidak mampu membayar uang kredit bank tepat pada
waktunya. 31
Sebenarnya kredit macet itu merupakan salah satu dari penggolongan
kredit bermasalah. Istilah kredit penggolongan kredit bermasalah merupakan
istilah yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilias kredit yang
menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri.32 Jadi, untuk menentukan apakah
suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitas kredit.
Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit
oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut.33
Kemudian pengertian kredit macet ialah kredit yang telah jatuh tempo, namun
belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari 270 hari atau 9 bulan.
Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu lagi untuk
31
Gatot Supramono, Op.Cit.,hal 92 32
mengansur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang dimodali dengan
fasilitas kredit.34
Dari pengertian di atas, dapat dijelaskan lagi lebih luas bahwa pengertian
kredit macet adalah dimana kredit itu mengalami kesulitan dalam pelunasan
pembayaran akibat dari berbagai faktor-faktor ataupun ada unsur sengaja yang
disebabkan oleh kondisi atau kemampuan debitur yang lemah, sehingga debitur
tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajiban kepada pihak bank
sesuai seperti apa yang telah diperjanjikan.
Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum
dalam kredit macet antara lain :
a. Adanya kredit yang tidak memenuhi persyaratan sesuai yang diperjanjikan.
b. Adanya kredit yang mengalami cidera janji dalam pembayaran kembali
sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau potensi kerugian.
c. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban terhadap
kreditur baik dalam bentuk pembayaran pokok, pembayaran bunga,
pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan.
d. Adanya kredit dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi
target yang diinginkan oleh pihak kreditur.
e. Adanya kredit yang dimana mengalami kesulitan atau kemungkinan
timbulnya resiko dikemudian hari bagi kreditur dalam arti luas.
2. Kredit Macet Menurut Bank Indonesia (BI)
34
Kondisi perbankan di Indonesia sejak terjadi krisis multi dimensional
pertengahan tahun 1997 dapat dikatakan sebuah risiko. Dari pengalaman
Perbankan dimasa lalu dapat diambil hikmah bahwa terpuruknya dunia perbankan
nasional adalah risiko kegiatan organisasi yang tidak sungguh-sungguh
memanajemeni ketidakpastian dalam dunia yang berubah sangat cepat. Perubahan
itu disebabkan ketidakpastian dalam dunia yang berubah sangat cepat. Perubahan
tersebut didorong oleh deregulasi dan pergeseran paradigma dunia usaha dari
berorientasi pasar nasional kepada pasar bebas melampaui batas-batas negara.
Situasi eksternal perbankan yang diwarnai dengan kompleksitas risiko yang tinggi
bagi dunia perbankan. Tujuannya adalah untuk memahami, mengidentifikasikan,
mengukur, memantau dan akhirnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan
atau mengontrol risiko agar aktivitas atas kegiatan usaha perbankan terhindar dari
risiko kerugian atau menekankan sekecil mungkin dampak resiko tersebut. 35
Bank Indonesia selaku otoritas tertinggi dunia perbankan di Indonesia
dengan kewenangan regulasinya telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19Mei 2003 yang mengatur tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Menurut Pasal 2 ketentuan ini setiap bank
wajib menerapkan Manajemen Resiko (MR) secara efektif yang paling tidak
mencakup empat bidang yaitu: Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,
kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, kecukupan proses
identifikasi, pengukuran pemantauan dan pengendalian risiko, serta sistem
informasi manajemen risiko, dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 36
Adapun jenis risiko menurut Pasal 4 ayat (1) meliputi delapan risiko, yaitu:
35
1. Risiko Kredit
2. Pasar
3. Likuiditas
4. Operasional
5. Hukum
6. Reputasi
7. Strategik
8. Kepatuhan
Semakin besar risiko yang dihadapi oleh bank, semakin besar potensi
kerugian yang ada. Meskipun telah menerapkan delapan jenis risiko yang harus
dikelola Bank Umum baru memperhitungkan dua jenis risiko saja yaitu risiko
kredit dan risiko pasar. 37
Kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah. Namun tidak semua
kredit bermasalah adalah kredit macet. Kredit bermasalah dapat diartikan sebagai
kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak
sesuai dengan prasyarat atau ketentuan yang ditetapkan bank, serta mempunyai
risiko penerimaan pendapatan dan bahkan punya potensi untuk rugi.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.31/148/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 Tentang Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, dalam Pasal 1 huruf (m), dijelaskan
tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif atau PPAP adalah cadangan
yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal berdasarkan
37
penggolongan kualitas aktiva produktif. Sementara itu kategori PPAP dijelaskan
lebih lanjut dalam pasal 2 berbunyi: 38
(1)Bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus
guna menutupi risiko kemungkinan kerugian.
(2)Cadangan umum PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sekurang-kurangnya sebesar 1% (satu per-seratus) dari Aktiva Produktif Bank
Indonesia dan Surat Utang Pemerintah.
(3)Cadangan khusus PPAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sekurang-kurangnya sebesar:
a. 5% (lima per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan dalam
perhatian khusus; dan
b. 15% (lima belass per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan
kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; dan
c. 50% (lima puluh per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan
diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan
d. 100% (seratus per-seratus) dari aktiva produktif yang digolongkan macet
setelah dikurangi nilai agunan.
Disamping menggunakan unsur-unsur kuantitatif, penentuan kolektibilitas
juga atas dasar judgement. Berdasarkan pertimbangan kuantitaif dan juga atas
dasar judgement diatas sesuai Surat Keputusaan Direksi Bank Indonesia No.
31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1999 tentang Kualitas Aktiva Produktif
maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan, dan macet menurut kriteria:
38
1. Prospek Usaha
2. Kondisi Keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur
3. Kemampuan Membayar
Ketiga kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman seperti tertera dalam
hal berikut ini:39
a. Lancar
Suatu pinjaman digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
1) Untuk pinjaman dengan angsuran
a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok maupun bunga.
b) Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi belum melampaui satu
masa angsuran berikutnya, atau belum melampaui 6 bulan bagi
pinjaman yang masa angsuran ditetapkan 6 bulanan atau lebih.
c) Terdapat tunggakan bunga, tetapi belum melampaui 2 bulan.
d) Tidak terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan.
2) Untuk pinjaman tanpa angsuran
Pinjaman belum jatuh waktu dan tidak terdapat tunggakan bunga:
a) Tidak terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan, atau
b) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 2 bulan.
3) Untuk pinjaman dalam penyelamatan
Memenuhi ketentuan tersebut pada angka 1.a atau 1.b. ditambah
ketentuan bahwa sekurang-kurangnya 20% dari pokok pinjaman dalam
penyelamatan telah dilunasi. Selama 1 (satu) tahun sejak timbulnya
kewajiban pembayaran bunga tidak ada tunggakan bunga. Dalam hal
penyelamatan disertai dengan tambahan pinjaman yang jumlahnya
melebihi 20% dari pokok pinjaman dalam penyelamatan, jumlah
pelunasan sekurang-kurangnya sebesar tambahan pinjaman tersebut.
Disamping memenuhi kriteria seperti diatas, suatu pinjaman hanya dapat
digolongkan lancar jika menurut penilaian yang wajar diperkirakan
debitur yang bersangkutan akan dapat melunasi utangnya dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan.
a. Kurang Lancar
Suatu pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria
tersebut di bawah ini:
1) Untuk pinjaman dengan angsuran
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui satu masa
angsuran berikutnya, tetapi belum melampaui dua masa angsuran atau
melampaui 6 bulan. Belum melampaui 12 bulan bagi pinjaman yang
masa angsurannya ditetapkan 6 bulanan atau lebih.
b) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 2 bulan tetapi belum
melampaui 3 bulan.
c) Terdapat Cerukan (overdraft) karena penarikan tetapi belum
melampaui 3 bulan.
2) Untuk pinjaman tanpa angsuran
a) Pinjaman belum jatuh waktu
b) Terdapat cerukan (overdraft) karena penarikan tetapi belum
c) Terdapat tunggakan bunga yang telah melampaui 2 bulan, tetapi
belum melampaui 3 bulan.
d) Pinjaman telah jatuh waktu dan belum dibayar, tetapi belum
melampaui 3 bulan.
3) Untuk pinjaman dalam penyelamatan
a) Belum memenuhi ketentuan tersebut pada angka 1.c. dan tidak ada
tunggakan dan atau cerukan (overdraft) yang melampaui batas waktu
yang ditentukan pada angka 2.a. atau 2.b.
b) Memenuhi kriteria tersebut pada angka 2.a atau 2.b.
4) Untuk pinjaman tanpa perjanjian tertulis
Belum melampaui 3 bulan sejak tanggal pemberian. Dalam pengertian
pinjaman tanpa perjanjian tertulis ini termasuk pemberian perjanjian
hanya atas dasar aksep. Disamping melampaui kriteeria di atas, suatu
pinjaman hanya dapat digolongkan kurang lancar. Jika menurut penilaian
diperkirakan debitur yang bersangkutan akan dapat melunasi seluruh
utangnya.
b. Diragukan
Suatu pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman yang bersangkutan
tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar seperti tersebut pada
angka 1 dan 2 tetapi berdasarkan penilaian yang wajar.
1) Pinjaman masih dapat diselamatkan dan jaminan bernilai
sekurang-kurangnya 75% dari utang debitur.
2) Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi jaminan masih bernilai
c. Macet
Suatu pinjaman digolongkan macet apabila:
1) Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan seperti
tersebut pada angka 1,2, dan 3.
2) Memenuhi kriteria diragukan tersebut pada angka 3, tetapi dalam waktu
18 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha
penyelamatan yang tercermin dalam akad penyelamatan pinjaman.
Jangka waktu tertentu dapat diperpendek, apabila berdasarkan penilaian
yang wajar diketahui bahwa bank sulit untuk memperoleh pelunasannya
dan sulit untuk diusahakan penyelamatannya.
3. Pandangan KUHPerdata mengenai Kredit Macet
Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah atau macet,
didasarkan pada kolektibilitas kredit tersebut. Kolektibilitas adalah keadaan
pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh debitur, serta tingkat
kemungkinan diterima kembalinya dana yang ditanamkan dalam surat-surat
berharga atau penanaman lainnya.
Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak
seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu
yang telah diperjanjikan. Pada kenyataannya didalam praktik selalu ada sebagian
nasabah yang tidak mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya.
Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan tergambar
Pemberian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang dan
pengembalian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang dan
pengembalian kredit atau membayar angsuran kredit disebut dengan prestasi.
Apabila debitur tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktu
pengembalian tersebut terlewati, maka perbuatannya disebut perbuatan
wanprestasi. 40
Ditinjau dari KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah
tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian, dalam hal ini perjanjian kredit.
Apa yang menjadi motif dari ingkar janji ( wanprestasi) itu tidak dipersoalkan.
Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah
menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang
terdapat di dalam perjanjian kredit itu (Pasal 1243 KUHPerdata dan seterusnya).41
Bentuk wanprestasi antara lain adalah42
a. Debitur tidak berprestasi
Debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebabnya timbul karena
debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang
kreditur obyektif tidak mudah berprestasi lagi atau secara subyektif tidak ada
gunanya lagi untuk berprestasi.
b. Debitur keliru berprestasi
Debitur disini memang dalam pikirannya telah memberikan prestasi, tetapi
dalam kenyataannya yang diterima kreditur, prestasi itu lain atau berbedaa dengan
apa yang diperjanjikan. Misal: kreditur membeli bawang putih, ternyata yang
40
Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 268 41
dikirim bawang merah, dalam hal demikian kita tetap beranggapan bahwa debitur
tidak berprestasi. Pada sub bagian ini jadi tidak berprestasi termasuk “penyerahan
prestasi yang tidak sebagaimana mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan.
c. Debitur terlambat berprestasi
Berbeda dengan ketentuan di atas, dalam hal ini debitur telah berprestasi, serta
obyek prestasinya sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian, tetapi waktu
pemenuhan prestasimya tidak sesuai dengan sebagaimana yang telah
diperjanjikan.
Dari segi macam-macamnya terdapat lima macam wanprestasi yang
dikenal selama ini, yaitu:
1. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjuangkan;
2. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan;
3. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan;
4. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjiakan; atau
5. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian.
Apabila macam-macam wanprestasi tersebut dihubungkan dengan kredit
macet, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong dalam wanprestasi, yaitu:
1. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit (beserta bunga).
2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunga). Pembayaran
angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian
besar atau sebagian kecil angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit
3. Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunga) setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir.
Nasabah terlambat membayar lunas hutangnya. Hal ini tidak termasuk
nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah
disetujui bank atas permohonan nasabah, karena telah terjadi perubahan perjanjian
yang disepakati bersama. Jadi yang dimaksudkan tidak pernah terjadi perubahan
perjanjian sedikit pun. Keadaan diatas dapat terjadi, setelah bank mengambil
langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan, nasabah bersangkutan baru
bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasabah merasa khawatir apabila
dirinya sampai dihukum secara perdata oleh pengadilan akan mengakibatkan
kepercayaan masyarakat menjadi berkurang.
Setiap kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi setiap kredit
bermasalah belum tentu kredit macet karena mungkin saja kredit tersebut
bermasalah, tetapi sama sekali belum macet. 43
Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya
dapat mengembalikan pinjaman dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan.
Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak
dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat
nasabah tidak dapat membayar lunas hutangnya, maka menjadikan perjalanan
kredit menjadi terhenti atau macet.
Ketidaksanggupan nasabah didalam pembayaran sebagian atau seluruh
kewajiban kepada bank seperti yang diperjanjikannya, di dalam hukum perdata
disebut wanprestasi.
Dasar hukum dari wanprestasi atau ingkar janji pada Pasal 1243
KUHPerdata. Wanprestasi di dalam perjanjian kredit yang berhubungan dengan
kredit macet adalah wanprestasi pembayaran (paymentdefault) dan dalam hal ini
debitur dianggap melakukan wanprestasi, seandainya ia gagal melakukan
pembayaran kembali pokok pinjaman atau bunga pada tanggal jatuh tempo, atau
tidak membayar biaya-biaya lain yang merupakan kewajibannya menurut
perjanjian kredit atau dokumen lainnya yang terkait.
Kredit macet diartikan bahwa kredit atau utang yang tidak dapat dilunasi
oleh debitur karena sesuatu alasan sehingga bank selaku kreditur harus
menyelesaikan masalahnya kepada pihak ketiga atau melakukan eksekusi barang