• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikropropagasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) melalui Induksi Organogenesis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mikropropagasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) melalui Induksi Organogenesis."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

i

MIKROPROPAGASI TANAMAN STROBERI

(Fragaria sp.) MELALUI INDUKSI ORGANOGENESIS

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

I Made Christian Adhi Saputra NIM. 1005105055

KONSENTRASI AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar fustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 25 April 2016 Yang menyatakan

(3)

iii ABSTRAK

I Made Christian Adhi Saputra. NIM 1005105055. Mikropropagasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) melalui Induksi Organogenesis. Dibimbing oleh Pembimbing I : Dr. Ir. Rindang Dwiyani, M.Sc. Dan Pembimbing II : Ir. Hestin Yuswanti, M.P.

Permasalahan bagi petani stroberi di Bali adalah sulitnya mendapatkan bibit stroberi yang sehat dengan harga relatif murah. Metode mikropropagasi adalah salah satu cara perbanyakan bibit untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ZPT NAA + BAP untuk organogenesis pada eksplan daun stroberi secara in vitro. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Media dasar yang digunakan adalah media MS dengan penambahan 2 gL-1 arang aktif, dan 0,1 ppm NAA. Sebagai perlakuan adalah BAP dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm dengan 5 kali ulangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan 0,1 ppm NAA + 15 ppm BAP paling efektif dalam pelengkungan (3,0 HST) dengan persentase 90,00%. Penggunaan 0,1 ppm NAA + 15 ppm BAP juga paling efektif dalam waktu pembengkakan (7,6 HST) dengan persentase 82,95%, sedangkan hanya penggunaan 0,1 ppm NAA + 5 ppm BAP yang mampu memunculkan bakal tunas pada waktu 23 HST.

(4)

iv ABSTRACT

I Made Christian Adhi Saputra . NIM 1005105055. Mikropropagation Plant Strawberries (Fragaria sp.) Through Induction of Organogenesis. Supervisor Supervised by : Dr. Ir. Rindang Dwiyani, M.Sc. And Supervisor II : Ir . Hestin Yuswanti , M.P.

Problems for farmers strawberry in Bali are the difficulty of get healthy strawberries seeds a with prices are relatively cheap. Micropropagation method is ways to multiplay seeds for solving the problem.

Research aims to understand the influence of concentration ZPT NAA + BAP to organogenesis on explant leaves strawberries in vitro. Experiment arranged using a Randomized Block Design (RBD). Medium the base used is MS medium with adding of 2 gL- 1 of activated charcoal, and 0.1 ppm NAA. As the treatment is BAP with concentration of 5 ppm, 10 ppm and 15 ppm with 5 replications.

The results showed that the use of 0,1 ppm NAA + 15 ppm BAP most effective in deflection (3,0 DAP) with the percentage of 90,00%. The use of the NAA 0,1 ppm + 15 ppm BAP also most effective in a time of swelling (7,6 DAP) with the percentage of 82,95 % , while only the use of the NAA 0,1 ppm + 5 ppm BAP that will be capable of eliciting shoots at 23 DAP time.

(5)

v

RINGKASAN

Stroberi (Fragaria x ananassa Duch) merupakan salah satu jenis buah yang sangat populer di banyak negara dengan budidaya yang komersial dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Stroberi dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia. Varietas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia salah satunya adalah varietas Rosalinda karena memiliki aroma buah yang kuat. Mendapatkan bibit tanaman stroberi dengan jumlah banyak yang berkualitas dengan waktu yang relatif singkat dibutuhkan upaya dari segi budidaya. Perbanyakan tanaman stroberi secara konvensional dengan runer atau biji mempunyai banyak kelemahan diantaranya menghasilkan bibit dengan waktu yang lama dan bergantung dengan cuaca.

Mengatasi kelemahan tersebut, perbanyakan dapat dilakukan dengan metode mikropropagasi. Mikropropagasi atau perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu metode perbanyakan secara vegetatif yang dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu relatif cepat, memiliki sifat yang sama dengan induknya, dengan proses pembibitan tidak tergantung pada musim. Regenerasi mikropropagasi dapat dilakukan melalui organogenesis dan embriogenesis yang dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh.

Salah satu metode perbanyakan planlet dalam kultur in vitro adalah melalui organogenesis. Organogenesis adalah proses yang menginduksi pembelahan sel, jaringan atau kalus untuk membentuk organ secara in vitro yang dapat diperoleh dari bagian tanaman seperti akar, batang dan daun.

Faktor penentu keberhasilan dalam kultur in vitro salah satunya ditentukan oleh keberadaan ZPT dalam media. ZPT yang umum digunakan dari golongan auksin dan sitokinin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh yaitu NAA (Naphatalene Acetic Acid) dan BAP (Benzyl Amino Purine) terhadap induksi organogenesis stroberi dan mengetahui kombinasi terbaik dari zat pengatur tumbuh tersebut.

(6)

vi

dalam penelitian ini adalah daun tanaman stroberi yang belum mengembang sempurna. Media dasar yang digunakan adalah MS (Murashige & Skoog). Bahan tambahan lainnya adalah agar, gula, arang aktif dan air mineral steril (aquades), sedangkan bahan untuk sterilan adalah sunlight (total surfaktan), Dithane M-45 (mankozeb), Bayclin (sodium hipoklorida) dan alkohol. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah NAA (Naphatalene Acetic Acid) dan BAP (Benzyl Animo Purine). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, panci, gelas ukur, timbangan analitik, magnetic stirrer, pipet, botol kultur, plastik, karet gelang, sendok, autoklaf, pinset, spatula, petridish, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), tissue, korek api, pH meter dan lampu bunsen.

Penelitian disusun sebagai rancangan acak kelompok (RAK) yang diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan yang dicobakan adalah M0 = tanpa ZPT, M1 = 0,1 ppm NAA, M2 = 0,1 ppm NAA + 5 ppm BAP, M3 = 0,1 ppm NAA + 10 ppm BAP, M4 = 0,1 ppm NAA + 15 ppm BAP dan setiap unit percobaan ditanam 3 buah eksplan.

(7)

vii

MIKROPROPAGASI TANAMAN STROBERI

(Fragaria sp.) MELALUI INDUKSI ORGANOGENESIS

I Made Christian Adhi Saputra NIM. 1005105055

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Rindang Dwiyani, M.Sc. NIP. 19620507 198801 2 001

Pembimbing II

Ir. Hestin Yuswanti, M.P. NIP. 19590315 198703 2 004

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS NIP : 19630515 198803 1 001

(8)

viii

MIKROPROPAGASI TANAMAN STROBERI

(Fragaria sp.) MELALUI INDUKSI ORGANOGENESIS

Dipersiapkan dan diajukan oleh I Made Christian Adhi Saputra

NIM. 1005105055

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal 25 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Uiversitas Udayana No : 69/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal : 25 April 2016 Tim Penguji Skripsi adalah :

Ketua : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, M.Si. Anggota

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mikropropagasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) melalui Induksi Organogenesis” tepat pada waktunya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, perhatian, bantuan dan arahan Pembimbing, Bapak dan Ibu Dosen serta teman-teman yang telah bersedia meluangkan waktunya. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Udayana Denpasar Bali

2. Prof. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas yang diberikan pada penulisan Skripsi ini.

3. Dr. Ir. Rindang Dwiyani, M.Sc. Selaku pembimbing I dan sekaligus kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kultur Jaringan Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan percobaan di Laboraturium kultur jaringan ini.

4. Ir. Hestin Yuswanti, M.P. Selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, serta nasehat selama pelaksanaan penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini

5. Prof. Dr. Ir. I Nengah Netera Subadiyasa, M.S. selaku pembimbing akademik atas saran, motivasi, dan dukungan kepada penulis.

(11)

xi

7. Kepada sahabat seperjuangan “Geng Rumah Kecil” serta pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang memberi semangat dan telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Skripsi ini, terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata dengan kerendahan hati penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat, terutama bagi pembaca yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

(12)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RINGKASAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN ... vii

TIM PENGUJI ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.) ... 4

2.2 Kultur In vitro ... 7

2.3 Media Dasar Muarashige dan Skoog (MS) ... 8

(13)

xiii

2.5 Arang Aktif... 10

2.6 Zat Pengatur Tumbuh ... 11

2.7 Sterilisasi Eksplan ... 13

2.8 Organogenesis ... 14

2.9 Pencoklatan (browning) ... 15

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Rancangan Percobaan ... 20

3.4 Pelaksanaan Percobaan ... 21

3.4.1 Perawatan Tanaman Induk ... 21

3.4.2 Pembuatan Media ... 21

3.4.3 Sterilisasi Laminar Air Flow Cabinet ... 21

3.4.4 Sterilisasi Alat ... 22

3.4.5 Sterilisasi Eksplan ... 22

3.4.6 Penanaman ... 23

3.4.7 Variabel Pengamatan ... 24

3.5 Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Hasil ... 26

(14)

xiv BAB V SIMPULAN DAN SARAN

(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

4.1 Signifikansi pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP terhadap variabel yang diamati ... 26 4.2 Pengaruh perlakuan ZPT NAA dan BAP terhadap variabel saat

eksplan melengkung (HST) dan persentase eksplan melengkung (%) ... 27 4.3 Pengaruh perlakuan ZPT NAA dan BAP terhadap variabel saat

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

3.1 Tata letak pengaturan botol kultur dalam rak penelitian ... 20

4.1 Persentase browning pada semua perlakuan ... 29

4.2 Persentase hidup eksplan daun stroberi pada semua perlakuan ... 30

4.3 Pelengkungan eksplan daun stroberi pada berbagai media perlakuan ... 32

4.4 Pembengkakan eksplan daun stroberi pada berbagai media perlakuan .... 34

4.5 Bakal tunas eksplan daun stroberi ... 36

4.6 Eksplan yang mengalami kontaminasi ... 38

4.7 Eksplan yang mengalami browning ... 40

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Stroberi (Fragaria x ananassa Dush) merupakan salah satu jenis buah

yang sangat populer di banyak negara dengan budidaya yang komersial dan

memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Biswas, et al., 2007).

Mendapatkan bibit tanaman stroberi dengan jumlah banyak yang

berkualitas dengan waktu yang relatif singkat dibutuhkan upaya dari segi

budidaya. Perbanyakan tanaman stroberi secara konvensional dengan runer atau

biji mempunyai banyak kelemahan diantaranya menghasilkan bibit dengan waktu

yang lama dan bergantung dengan cuaca (Dijkstra, 1993; Nehra et al., 1994).

Mengatasi kelemahan tersebut, perbanyakan dapat dilakukan dengan

metode mikropropagasi. Mikropropagasi atau perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu metode perbanyakan secara vegetatif yang dapat

menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu relatif cepat, memiliki sifat

yang sama dengan induknya, dengan proses pembibitan tidak tergantung pada

musim (Karhu dan Hakala, 2002; Suryowinoto, 1996). Regenerasi

mikropropagasi dapat dilakukan melalui organogenesis dan embriogenesis yang

dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh (Dwiyani, 2015). Organogenesis adalah

proses yang menginduksi pembelahan sel, jaringan atau kalus untuk membentuk

organ secara in vitro yang dapat diperoleh dari bagian tanaman seperti akar, batang dan daun (Sudarmadji, 2003; Moega, 1991).

Organogenesis dipacu oleh adanya keseimbangan antara zat pengatur

tumbuh (ZPT) endogen maupun eksogen dalam media (Kartha, 1991). Penelitian

ini menggunakan ZPT untuk menginduksi organogenesis secara langung yaitu

(18)

2

dengan menambahkan auksin Naphatalene Acetic Acid (NAA) dan sitokinin Benzyl Amino Purine (BAP) pada media, dengan konsentrasi BAP yang lebih tinggi dibandingkan NAA. Organogenesis dapat terjadi secara langsung maupun

tidak langsung melalui kalus.

Kombinasi ZPT NAA dan BAP sudah pernah diteliti untuk induksi

organogenesis pada Anthurium andraeanum (Prihatmanti,2002) dan BAP secara tunggal untuk perbanyakan tanaman krisan (Chrysanthemum sp) secara in vitro (Kasli, 2009). Pemanfaatan zat pengatur tumbuh (Naphatalene Acetic Acid) NAA

dan (Benzyl Amino Purine) BAP pada organogenesis stroberi belum banyak

diteliti sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP mampu

menginduksi organogenesis stroberi?

2. Kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP yang mana mampu

menginduksi organogenesis stroberi?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh yaitu NAA dan

BAP terhadap induksi organogenesis stroberi?

2. Mengetahui kombinasi terbaik zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam

(19)

3

1.4Hipotesis

1. Pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan BAP mampu menginduksi

organogenesis stroberi.

2. Kombinasi tertentu zat pengatur tumbuh NAA dan BAP akan memberikan

(20)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Stroberi (Fragaria sp.)

Tanaman stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan

pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria choiloensis L. menyebar ke berbagai Negara Amerika, Eropa dan Asia.

Selanjutnya spesies lain, yaitu Fragaria vesca L. lebih menyebar luas

dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke

Indonesia. Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang

dihasilkan dari persilangan Fragaria virgiana L. var Duchesne asal Amerika

Utara dengan Fragaria Chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu

menghasilkan hybrid yang merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x

annanassa var Duchesne (Biswas, et al., 2007).

Spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L. menyebar ke

berbagai Negara di Amerika, Eropa dan Asia. Sementara spesies lainnya yaitu

Fragaria vesca L tersebar lebih luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi

Fragaria vesca yang pertama kali masuk di Indonesia (Budiman dan Saraswati,

2008). Morfologi tanaman stroberi terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan

klasifikasi botani tanaman stroberi menurut Lawrence (1960) adalah sebagai

(21)

5

Subfamili : Rosaceae

Genus : Fragaria Spesies : Fragaria sp

Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik

didataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17-20o C dan disertai dengan

curah hujan 600-700 mm/tahun. Stroberi juga membutuhkan kelembaban udara

yang baik untuk pertumbuhannya yang berkisar antara 80-90% dan lama

penyinaran matahari yang dibutuhkan sekitar 8-10 jam setiap harinya. Struktur

akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar (corpus),

ujung akar (apex), bulu akar (pilus radicalis), serta tudung akar (calyptra).

Tanaman stroberi berakar tunggang (radix primaria) terus tumbuh memanjang

dan berukuran besar (Rukmana, 1998).

Akar serabut stroberi didalam tanah tumbuh dangkal dan menyebar secara

horizontal sepanjang 30 cm dan secara vertikal dapat mencapai kedalaman 40 cm.

Akar muncul dari batang yang pendek dan tebal berbentuk rumpun. Dari rumpun

tersebut dapat muncul tunas yang akan menjadi crown baru, sulur dan bunga.

Secara botani sulur merupakan batang ramping yang tumbuh keluar dari ketiak

daun pada dasar rumpun dan menjalar sepanjang permukaan tanah. Sulur dapat

digunakan sebagai ‘alat’ untuk menghasilkan tanaman baru (Soemadi, 1997).

Batang utama tanaman ini sangat pendek. Daun-daun terbentuk pada buku

dan ketiak setiap daun terdapat pucuk aksilar. Internode sangat pendek sehingga

jarak daun yang satu dengan yang lainnya sangat kecil dan memberi penampakan

seperti rumpun tanpa batang. Batang utama dan daun yang tersusun rapat ini

(22)

6

tanaman, kultivar dan kondisi lingkungan pertumbuhan (Budiman dan Saraswati,

2008).

Daun tumbuh melingkar rumpun, berbulu lebat sampai jarang (tergantung

varietas), terdiri atas tiga anakan daun (daun majemuk), dengan tepi bergerigi.

Daun disangga oleh tangkai yang panjang (Soemadi, 1997).

Bunga stroberi mempunyai 10 kelopak yang berwarna hijau, 5 mahkota

berwarna putih, 60 sampai 600 putik dan 20 sampai 35 benang sari yang tersusun

sekitar stigma di atas dasar bunga. Penyerbukan stroberi terjadi secara silang

dengan bantuan angin, serangga (kupu-kupu, lebah) maupun manusia.

Bunga berbentuk tandan yang terdiri atas beberapa tangkai utama yang

masing-masing ujungnya terdapat satu bunga yang disebut bunga primer, dan dua

tangkai serta bunga-bunga dibawahnya yang disebut bunga sekunder. Dibawah

bunga sekunder terdapat bunga tersier dan kuartener. Ukuran tangkai bunga selalu

lebih panjang dari pada daun. Pemunculan rangkaian dan mekarnya bunga terjadi

secara berurutan, dan berlangsung selama empat minggu. Biasanya sebanyak 6

sampai 8 bunga pertama pada setiap tangkai akan mekar lebih awal, yang

selanjutnya diikuti oleh bunga di bawahnya (Setiani, 2007).

Biji stroberi berukuran kecil, pada setiap buah menghasilkan banyak biji.

Biji berukuran kecil terletak di antara daging buah. Pada skala penelitian atau

pemuliaan tanaman biji merupakan alat perbanyakan tanaman secara generatif

(Rukmana, 1998).

Tanaman stroberi yang tumbuh terlalu rimbun, mempunyai banyak daun

dan sulur sehingga akan menjadi kurang produktif berbunga dan berbuah.

(23)

7

tua dan daun rusak yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit.

Pemangkasan umumnya dilakukan pada bunga pertama dan stadium pentil yang

tumbuh berlebihan. Pemangkasan bunga pertama bertujuan untuk mendewasakan

tanaman ke fase generatif dan tumbuh kuat, sedangkan tujuan dari pemangkasan

bunga stadium pentil yaitu pada tanaman yang telah berumur 3-4 hari sejak

berbunga, dimaksudkan agar dapat memperoleh buah stroberi yang berukuran

besar dan memiliki kualitas bagus (Rukmana, 1998).

2.2 Kultur In vitro

Kultur in vitro merupakan budidaya tanaman dalam botol di suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik (Santoso dan Nursandi,

2003). Kultur in vitro sangat efektif untuk menghasilkan bibit stroberi dalam

jumlah banyak, seragam, dan dapat menghasilkan tanaman yang bersifat sama

dengan induknya serta bebas dari virus dan bakteri.

Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan in vitro merupakan teknik

menumbuhkan bagian tanaman seperti sel, jaringan dan organ. Semua alat dan

media yang di gunakan harus dalam kondisi steril. Dalam teknik kultur in vitro

lingkungan harus terkendali, menggunakan media modifikasi dengan kandungan

nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan suhu yang terkontrol. Teknik ini memberikan

keuntungan yang lebih dari pada perbanyakan secara konvensional karena waktu

yang digunakan lebih singkat, pengerjaannya di labolatorium tidak memerlukan

tempat yang luas, dan perbanyakan tidak tergantung musim.

Santoso dan Nursandi (2003) mengungkapkan tentang keuntungan dalam

penggunaan teknik kultur jaringan in vitro adalah (1) Tanaman yang

(24)

8

memperbanyak tanaman yang sulit membentuk biji; (3) Mempersingkat waktu

perbanyakan; (4) Memperbanyak tanaman hibrida unik atau steril; (5)

Mendapatkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya dan bebas dari virus

dan bakteri.

Kelemahan dari perbanyakan dengan kultur jaringan in vitro menurut Yusnita (2003) adalah (1) Memerlukan biaya awal yang tinggi untuk

labolatorium, peralatan dan bahan kimia; (2) Pengerjaannya memerlukan orang

yang ahli di bidang kultur jaringan in vitro; (3) Menghasilkan tanaman yang

berukuran kecil dan terbiasa pada lingkungan yang aseptik sehingga perlu

aklimatisasi untuk menyesuaikan diri di lingkungan eksternal.

Lingkungan tumbuh padat mempengaruhi regenerasi tanaman secara in

vitro meliputi suhu, pH media dan kelembaban ruangan. Hendrayono dan

Wijayani (2001) menyatakan sel tanaman yang telah melewati masa kultur in

vitro mempunyai tolerani pH yang relatif sempit antara pH 5,0 – 6,0. Sterilisasi

dapat merubah nilai pH media. Perubahan nilai pH mempengaruhi kemampuan

sel untuk menyerap nutrisi dalam media.

2.3 Media Dasar Muarashige dan Skoog (MS)

Media dasar sebagai tempat tumbuhnya planlet yang mengandung hara

essensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Jenis-jenis media dasar

yang dipergunakan untuk kultur in vitro adalah media dasar Vacin dan Went,

Knudson C dan Murashige dan Skoog (MS). Media dasar MS biasanya digunakan

dalam kultur in vitro di labolatorium karena cocok diberikan pada banyak spesies

(25)

9

setengah atau seperempat karena tidak semua tanaman memerlukan konsentrasi

MS yang sama.

Garam-garam anorganik dalam MS bila dilarutkan dalam air akan

membentuk ion yang berperan aktif pada media. Satu jenis ion bisa dikontribusi

oleh lebih dari satu jenis senyawa (Bhojwani dan Razdan, 1983). Sukrosa adalah

bahan baku yang mengahasilkan energi dalam respirasi dan pembentukan sel-sel

baru (Widiastoety, 1995). Sukrosa sebagai sumber energi sering ditambahkan

pada media, karena tanaman yang dikembangkan secara in vitro mempunyai laju fotosintesis yang rendah, sedangkan vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil

sebagai katalisator pada proses metabolisme sel (Hendaryono dan Wijayani,

2001).

2.4 Eksplan

Eksplan adalah jaringan tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam di

dalam botol. Eksplan dipilih dari jaringan yang masih muda karena jaringan

tersebut tersusun atas sel-sel yang masih muda dan selalu membelah, sehingga

nantinya diharapkan bisa menghasilkan tanaman yang sempurna sebagai eksplan

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Pengambilan eksplan dilakukan pada bagian tanaman yang banyak

mengandung jaringan meristem. Pada jaringan meristem akan terjadi pertambahan

volume sel, diferensiasi sel, dan penambahan jumlah sel. Pengambilan eksplan

dari jaringan dewasa, dalam waktu lama tidak akan terbentuk kalus karena

(26)

10

Ukuran eksplan juga menentukan keberhasilan kultur jaringan. Eksplan

yang berukuran besar sangat dikhawatirkan banyak mengandung kontaminan,

tetapi ukuran eksplan yang terlalu kecil dianggap kurang efektif karena

kemampuan perkembangannya dalam media sangat lambat. Ukuran eksplan yang

paling baik adalah 0,5-1 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi tergantung

material tanaman yang dipakai dan jenis tanamannya (Gunawan, 1995).

2.5 Arang Aktif

Arang aktif mempunyai sifat adsorptif yang kuat terhadap koloid, benda

padat, gas dan uap air. Arang aktif cenderung mengadsorpsi zat aromatik seperti

fenol, auksin dan sitokinin. Zat terlarut dalam larutan atau media yang terkena

kontak dengan arang aktif akan teradsorpsi. Adsorpsi akan terus berlanjut sampai

terjadi keseimbangan. Kapasitas daya serap arang aktif tergantung pada kepadatan

media, kemurnian arang aktif dan pH serta dipengaruhi oleh spesies yang dikultur

(Pan, 1998).

Arang aktif pada kultur in vitro secara umum dapat menghalangi cahaya pada permukaan media, sehingga cahaya tidak dapat tembus sampai dibawah

media. Cahaya yang dihalangi oleh arang aktif tidak akan dapat menstimulasi

enzim yang dapat mengoksidasi fenol, zat yang dihasilkan oleh arang aktif dapat

(27)

11

2.6 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang

penting dalam pembuatan media kultur in vitro tetapi pemberian zat pengatur tumbuh perlu disesuaikan, tergantung pada jenis tanaman yang akan dikultur. Ada

dua golongan zat pengatur tumbuh dalam kultur in vitro yang sangat penting yaitu

auksin dan sitokinin (Gunawan, 1988).

Auksin sintetik yang terdiri dari IAA, IBA, NAA, dan 2,4-D memiliki

peran yang penting dalam pertumbuhan kalus, suspense sel, dan pertumbuhan

akar. Auksin berperan pada pertumbuhan dan perkembangan antara lain

pembelahan sel, pertumbuhan ujung akar, dan aktivitas pada kambium

(Wattimena, 1988).

Sitokinin adalah hormon yang berpengaruh terhadap fisiologis tanaman.

Sitokinin berhubungan dengan pembelahan sel, modifikasi apikal dominan dan

pembentukan tunas. Dalam kultur jaringan, sitokinin sangat berperan dalam

diferensiasi kalus menjadi bakal tunas. Pembelahan sel pada jaringan yang

ditumbuhkan pada media buatan juga dipengaruhi oleh sitokinin (Rahardjo,

1989). Jenis sitokinin sintetik yang digunakan dalam kultur in vitro adalah zaetin,

Bensil Adenin (BA), 2-iP, BAP dan kinetin (Wattimena, 1991).

Auksin dan sitokinin yang diaplikasikan pada waktu yang bersamaan akan

berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Media dasar perlu

ditambahkan auksin dan sitokinin untuk mengatur tumbuh dan perkembangan

(28)

12

Benzyl Amino Purine (BAP) adalah zat pengatur tumbuh sitokinin yang

dapat mendorong pembelahan sel pada tumbuhan. Sitokinin dihasilkan pada

jaringan aktif pada akar, embrio dan buah. Selanjutnya akan diproduksi di akar

yang akan diangkut oleh xilem menuju sel-sel pada batang. BAP ini

mempengaruhi segala proses fisiologis didalam tanaman, selain itu BAP

berpengaruh dalam perkembangan embrio, menghambat proses penghancuran

butir-bitir klorofil pada daun-daun yang terlepas pada tanaman, serta

memperlambat proses senescence pada daun, buah dan organ-organ lainnya

(Wattimena. 1987).

Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah zat pengatur tumbuh auksin yang

mendorong pemanjangan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem serta

pembentukan akar. Penambahan NAA dalam kultur jaringan berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan kalus, akar, pembelahan dan pemanjangan sel dan

organ serta memacu dominansi apikal pada jaringan meristem (Rukmana, 2009).

Pemakaian auksin dan sitokinin dalam media lebih banyak diperlukan

untuk mengatur pertumbuhan dan pembentukan organ. Auksin dan sitokinin yang

diberikan pada waktu bersamaan akan menimbulkan pengaruh kerjasama yang

berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Namun belum

diketahui perbandingan antara auksin dan sitokinin yang bagaimana untuk

merangsang atau menghambat pembelahan sel (Wattimena, 1987).

Selain penambahan ZPT pada media kultur jaringan dapat juga di

tambahkan arang aktif atau karbon yang berfungsi menyerap senyawa racun

dalam media atau menyerap senyawa inhibitor yang disekresikan oleh planlet,

(29)

13

dengan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam media, dan merangsang

morfogenesis. Arang aktif dapat mengurangi terjadinya pencoklatan media akibat

pemanasan tinggi selama proses sterilisasi (Madhusudhanan & Rohiman, 2000).

2.7 Sterilisasi Eksplan

Eksplan adalah bagian kecil dari tanaman baik itu sel, jaringan atau organ

yang digunakan untuk memulai suatu kultur. Sel yang bersifat meristematik akan

membelah, walaupun selnya kecil tetapi inti selnya relatif besar. Bagian dari

tanaman yang bersifat meristematik adalah ujung, batang dan akar (Hendaryono

dan Wijayani, 1994).

Eksplan diambil dari lingkungan non aseptik maka bagian tanaman yang

akan dikultur sering kali terkontaminasi oleh bakteri, jamur dan spora-spora.

Kultur jaringan harus dalam keadaan aseptik, jika sumber kontaminan tidak

dibersihkan maka pada media yang sudah diberi nutrisi akan muncul mikroba

kontaminan. Penting terhadap sterilisasi perlu diperhatikan bahwa eksplan dan

mikroba kontaminan adalah jasad hidup, kontaminan harus dihilangkan tanpa

merusak eksplan (Indrianto, 2002).

Sterilisasi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan sumber

kontaminasi yang ada pada permukaan eksplan. Sterilisasi eksplan hanya

membersihkan mikroorganisme yang menempel dipermukaan eksplan atau

disenfestasi (menghilangkan infestasi kontaminan) dan jika mikroorganisme

berada di dalam eksplan itu sendiri atau disenfeksi (menghilangkan infeksi

(30)

14

Bahan yang biasanya digunakan untuk sterilisasi eksplan adalah kalcium

hypochlorite (bahan pemutih pakaian), sodium hypochlorite, sublimate/mercury

chloride (HgCl2) dan alkohol. Konsentrasi dan lama waktu sterilisasi tergantung

dari jenis eksplan dan tempat tumbuhnya. Metode sterilisasi setiap eksplan

berbeda, tergantung pada jenis tanamannya, bagian tanaman yang digunakan,

morfologi permukaannya, umur tanamannnya, kondisi tanamannnya (sakit atau

sehat pada saat pengambilan), musim saat pengambilan, dan lingkungan

tumbuhnya. Sterilisasi eksplan adalah mensterilkan dari kontaminasi

mikroorganisme, tanpa mematikan eksplannya (Sandra, 2013).

Untuk menekan tingkat kontaminasi dan mendapat pertumbuhan eksplan

yang baik, perlakuan pada tanaman induk perlu dilakukan agar tanaman induk

dalam kondisi higienis bisa juga dengan ditumbuhkan di paranet atau green house dengan perlakuan untuk menghindari serangan dari hama dan penyakit. Perlakuan

ini terbukti pada tanaman induk yang tampilannya tidak ada cacad dan bebas dari

penyakit terutama yang disebabkan oleh cendawan.

2.8Organogenesis

Organogenesis adalah proses perkembangan pucuk atau akar adventif dari

massa sel-sel kalus. Proses tersebut terjadi setelah periode istirahat pada

pertumbuhan kalus, antara saat pengkulturan eksplan dengan terjadinya induksi

(Zulkarnain, 2009).

Proses organogenesis dimulai dengan perubahan sel parenkim tunggal atau

sekelompok kecil sel yang membelah yang menghasilkan massa sel globuler yang

bersifat kenyal dan berkembang menjadi pirmordium pucuk atau akar.

(31)

15

tunas secara langsung tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai

eksplan dan jenis tanaman yang dikultur. Organogenesis secara tidak langsung

dengan inisiasi kalus pada media tumbuh. Tunas adventif dan akar yang akan

terbentuk diawali dengan terbentuknya kalus. Perbanyakan tanaman melalui kalus

akan menghasilkan tanaman dengan genetik yang tidak bervariasi (Nugrahani,

2011).

2.9 Pencoklatan (browning)

Pada kultur jaringan eksplan seringkali berubah menjadi coklat (browning)

sesaat setelah isolasi yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan dan

akhirnya menyebabkan kematian jaringan. Browning sangat umum terjadi pada

spesies tanaman berkayu, terutama bila eksplan diambil dari pohon dewasa.

Penghambatan pertumbuhan biasanya sangat kuat pada beberapa spesies yang

umumnya mengandung senyawa tanin atau hidroksifenol dengan konsentrasi

tinggi. Browning pada jaringan muda lebih sedikit dibandingkan dengan jaringan

yang tua (George dan Sherrington 1984). Tang dan Newton (2004) juga

melaporkan bahwa browning jaringan sangat menurunkan regenerasi secara in

vitro dari kultur kalus pada beberapa tanaman berkayu, khususnya regenerasi

tanaman melalui jalur organogenesis. Meskipun sebagian besar kultur kalus

berubah menjadi browning, ada sebagian kecil tidak browning selama proses

regenerasi in vitro pada Virginiapine (Pinus virginiana Mill.). Kultur dari tunas

pucuk Scots pine (Pinus silvestris L.) juga ditandai dengan browning secara cepat

dan ketidakmampuan beregenerasi (Laukkanen et al. 1999). Browning pada

eksplan kalus tua pistachio dan kultur media di sekitar kalus menjadi masalah

(32)

16

Browning pada jaringan terjadi karena aktivitas enzim oksidase yang

mengandung tembaga seperti polifenol oksidase dan tirosinase yang dilepaskan

atau disintesis dan tersedia pada kondisi oksidatif ketika jaringan dilukai. Substrat

untuk enzim ini ada bermacam-macam pada jaringan yang berbeda, yang umum

adalah tirosinatau o-hidroksifenol seperti asam klorogenik (Lerch 1981). Enzim

dan substrat dalam keadaan normal akan tertahan dalam ruang berbeda di dalam

sel dan akan keluar bersama-sama pada saat sel dilukai atau hamper mati. Fenol

mempunyai fungsi alami penting dalam mengatur oksidasi IAA. Apabila fenol

yang terlarut dalam air digunakan pada eksplan jambu biji maka pertumbuhan

tunas dan kalus akan terpacu (kemungkinan melalui sinergisme dengan auksin),

dan akan menjadi racun apabila konsentrasinya meningkat (Cassman et al. 1978).

Toksisitas fenol kemungkinan disebabkan oleh ikatan reversibel antara hidrogen

dan protein. Penghambatan pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki terjadi

ketika fenol teroksidasi menjadi senyawa aktif quinon yang tinggi yang kemudian

memutar, memolimerase dan/atau mengoksidasi protein menjadi senyawa melanat

yang makin meningkat.

Juma et al. (1994) meneliti kultur jaringan tanaman kopi dan menemukan

bahwa tingkat oksidasi fenol tergantung pada sumber potongan ruas batang

sebagai eksplan dan spesies tanaman. Kopi robusta cenderung lebih bermasalah

dengan browning dibandingkan dengan kopi arabica. Ozyigit et al. (2007)

melaporkan bahwa terbentuknya senyawa fenol dipengaruhi oleh struktur

kimianya, spesies tanaman, proses biologi (organogenesis atau somatik

embriogenesis), dan tahap perkembangannya. Metabolis mefenol mempengaruhi

(33)

17

pembelahan sel dan sintesis dinding sel serta senyawa-senyawa lain yang

berhubungan), tetapi oksidasi fenol yang berubah menjadi quinon dan senyawa

lain (polimerasenya) yang sangat beracun menyebabkan rusaknya medium dan

kematian eksplan.

Tang dan Newton (2004) membandingkan kalus yang mengalami

browning dan yang tidak pada Virginia pine. Peningkatan lipid peroksida dan

polifenol oksidase serta penurunan enzim anti oksidan askorbat peroksidase

(APOX), glutation reduktase (GR), dan superoksida dismutase (SOD) diamati

pada kedua macam kalus tersebut. Aktivitas enzimanti oksidan menurun secara

cepat sesaat setelah pengkulturan dimulai, khususnya pada 3-4 minggu periode

kultur. Konsentrasi asam amino yang mudah larut berbeda. Putresin menurun

63,8-71,5% pada jaringan yang mengalami browning. Spermidin

menurun47-65,6%, dan spermin menurun 62,3-74,5%. Disimpulkan bahwa browning jaringan

berhubungan dengan akumulasi polifenol oksidase dan penurunan putresin,

spermidin, dan spermin yang menghambat pertumbuhan kalus, diferensiasi tunas

dan perakaran.

Andersone dan Levinsh (2002) juga melaporkan bahwa penurunan

aktivitas peroksidase dan polifenol oksidase berhubungan dengan peningkatan

kemampuan jaringan untuk mulai tumbuh secara in vitro. Tabiyeh et al. (2006)

mengemukakan bahwa browning dalam kultur jaringan disebabkan karena

meningkatnya produksi senyawa fenolat yang diikuti oksidasioleh aktivitas enzim

oksidase (PPO) dan polimerasinya. Fenilalanin amonia liase (PAL) adalah salah

(34)

18

browning. Salah satu penyebab utama browning dalam kultur in vitro adalah luka

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pola permainan yang berbeda dari tiap-tiap alat gamelan, pembelajaran mengenai perpaduan tiap-tiap alat gamelan untuk membentuk gendhing lancaran

In this paper, we present how citizen science can be used together with Earth observation, and demonstrate its value through three pilot projects focusing on

Penelitian yang dilakukan oleh Supriyatno (2007) dengan judul “Pengaruh Disiplin kerja, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”. Memperoleh hasil

Nur Ramadhan Wisata Surabaya dalam melakukan perencanaannya menggunakan segmenting, targeting dan positioning pemasaran.Tujuan dari Nur Ramadhan Wisata Surabaya

Kedua pemimpin sudah menunjukkan keinginan mereka untuk hubungan yang lebih baik namun, upaya normalisasi hubungan tidaklah semudah dibayangkan mengingat hubungan

Hasil penelitian berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan menyelesaikan skripsi pada mahasiswa maka

Hal-hal yang ditemukan : Masyarakat yang sedang ramai beraktifitas di pasar-pasar tradisional disekitar kota mataram dan pusat-pusat pertokoan dan perbelanjaan dan para tukang

wr. Alhamdulillahhirrobil’alamin, penulis ucapkan kehadirat Allah swt yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi