• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SEBAGAI AKIBAT PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) CABANG GIANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SEBAGAI AKIBAT PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) CABANG GIANYAR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SEBAGAI AKIBAT PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI

BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) CABANG GIANYAR

OLEH

A.A.GEDE SURYA ANANTA NIM. 13.10.12.1.092

FAKULAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR

2017

(2)

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI Pada Tanggal :

Pembimbing I

Dr. I N P BUDIARTHA,SH.,MH.

NIP. 19591231 199203 1007

Pembimbing II

PUTU GEDE SUPUTRA,SH.,M.H.

NIK. 230 330 091

Mengetahui :

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

LUH PUTU SURYANI,SH.,MH.

NIK 230 330 182

ii

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi/ legal Memorandum* ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsure-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi / Legal Memorandum* ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) di batalkan, serta di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 2017

A.A. Gede Surya Ananta NIM :13.10.12.1.092

iv

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan Kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi tuntunan dan rahmatNya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sebagai Akibat Pelanggaran Perjanjian Kerja DI Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Gianyar” dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa untuk meraih gelar Sarjana Hukum.

Skripsi ini tidak bisa terwujud tanpa bimbingan dan tuntutan dari Bapak dan Ibu Dosen, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. I N P Budiartha,SH.,MH. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I . 2. Bapak I Putu Gede Suputra, SH.,MH. sebagai Dosen Pembimbing II,

yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan dan proses administrasi selama saya mengikuti pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

v

(5)

4. Ibu Luh Putu Suryani, SH.,MH. Sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah banyak membantu penulis dalam hal proses administrasi sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Akhirnya semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan hukum.

Denpasar, Mei 2017

Penulis

vi

(6)

ABSTRAK

Pekerja sebelum bekerja disuatu perusahaan, terlebih dahulu harus mengadakan perjanjian kerja dulu untuk memperjelas hak dan kewajiban sebagai pekerja sehingga untuk menghindari terjadinya sesuatu dikemudian hari. Dalam suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu mengadakan kesepakatan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau majikan, sebelum memutuskan untuk melakukan kerjasama. Di dalam suatu perusahaan kesepakatan antara perusahaan dan pekerja sering disebut dengan hubungan kerja baik tertulis maupun lisan. Dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian antara kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Apakah pelanggaran ketentuan perjanjian kerja dapat dijadikan alasan untuk mem-PHK pekerja/buruh?

2. Bagaimana perlindungan terhadap tenaga kerja dalam hal tenaga kerja melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT)?

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yang bersifat yuridis empiris yaitu suatu pendekatan dengan peratur an hukum yang berlaku kemudian dikaitkan dengan bagaimana penerapannya di masyarakat. Untuk menjawab permasalahan, maka bahan hukum digali dari beberapa sumber antara lain :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang digunakan sifatnya mengikat yang berpusat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi : Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan diatas

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu terutama yang digunakan dari pendapat ahli hukum, hasil penelitian hukum, hasil ilmiah dari kalangan hukum.

Bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu, kemudian bahan hukum yang diperoleh tersebut dibaca dan dicatat serta diteliti dari beberapa peraturan perundang-undangan, literature dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, kemudian disusun serta dijabarkan dalam bentuk karya ilmiah. Setelah semua data terkumpul, baik data lapangan maupun data pustaka kemudian diklafikasikan secara kualitatif yaitu mengetahui kualitas kebenaran dari data yang diperoleh dan dianalisa berdasarkan teori - teori yang relevan. Dari analisa tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab permasalahan dan pada akhirnya hasil tersebut disajikan dalam bentuk proposal secara deskriptif analisis.

vii

(7)

Dalam hal terjadinya PHK, maka pengusaha harus bertanggung jawab atas para pekerja/buruh yang telah di PHK. Dalam hal PHK akibat pelanggaran perjanjian kerja, maka tanggung jawab perusahaan adalah memberikan hak-hak dari pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perjanjian kerja dan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal terjadinya PHK, maka sering kali menemukan kendala-kendala yang timbul antara pekerja/buruh dengan majikan. Dan salah satu kendala yang dapat ditemui adalah mengenai nasib dan penetapan hak pekerja/buruh tersebut. Apabila suatu perusahaan melakukan PHK maka pengusaha diwajibkan untuk membayar pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

a. Pelanggaran ketentuan perjanjian kerja dapat dijadikan alasan untuk mem-PHK pekerja/buruh karena jika pekerja/buruh telah benar-benar melanggar perjanjian kerja seperti misalnya tidak masuk lebih dari 2 hari tanpa pemberitahuan yang jelas pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun kewajiban pengusaha masih tetap ada seperti memberikan pesangon dan hak-hak pekerja lainnya.

b. Perlindungan terhadap tenaga kerja dalam hal tenaga kerja melanggar perjanjian kerja, pengusaha masih mempunyai tanggung jawab seperti memberikan hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja dan isi kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerja.

Kata kunci : Tenaga Kerja, Pelanggaran Perjanjian Kerja dan PHK

viii

(8)

ABSTRACT

Workers before work in a company, must first enter into an employment agreement to clarify the rights and obligations as workers so as to avoid something happening in the future. In a company should first enter into an agreement between workers or workers with employers or employers, before deciding to cooperate. In an enterprise the agreement between the company and the worker is often referred to as a written or oral working relationship. In the employment agreement are placed all rights and obligations on a reciprocal basis between employers and workers. Thus between the two parties in carrying out the work relationship has been bound to what they agree on the work agreement and the applicable legislation.

Based on the background of the problem described above, then the problem will be discussed as follows:

1. Is the violation of the terms of the employment agreement an excuse for laid off workers / laborers?

2. How does the protection of labor in respect of labor violate a fixed-time employment agreement (PKWTT)?

The problem approach used is an empirical juridical approach that is an approach with applicable law and then related to how its application in society. To answer the problem, the legal material was extracted from several sources, among others:

1. Primary Legal Material The binding legal materials that are centered on the prevailing laws and regulations include: Law no.

13 of 2003 on employment and other legislation relating to the above problems

2. Secondary Law Material Legal material that provides explanation of primary legal materials that is mainly used from the opinion of jurists, the results of legal research, scientific results from the law.

Legal material is collected using a card system, then the legal material obtained is read and recorded and examined from several laws, literature and books related to the issues discussed, then compiled and elaborated in the form of scientific papers. After all the data collected, both field data and library data then qualitatively clarified that is knowing the truth quality of the data obtained and analyzed based on relevant theories. From the analysis can be drawn a conclusion to answer the problem and in the end the results are presented in the form of a descriptive proposal analysis.

In the event of a dismissal, the employer shall be liable for workers who have been laid off. In the case of layoffs due to breach of the

ix

(9)

employment agreement, the company's responsibility is to grant the rights of the workers in accordance with the provisions applicable in the employment agreement and in accordance with the Law and Regulations, namely Law Number 13 Year 2003 on Manpower. In the case of the occurrence of layoffs, it often finds the obstacles that arise between the worker / laborer and the employer. And one of the obstacles that can be found is about the fate and determination of workers' rights. If a company lays off the employer, the employer is required to pay the severance pay and gratuity and repayment rights that should be accepted. Conclusions obtained as follows:

A. Violations of the terms of the employment agreement may be used as an excuse to terminate the worker / laborer because if the worker / laborer has actually violated the employment agreement such as not entering more than 2 days without clear notice the employer may terminate the employment but the employer It still exists like giving severance pay and other workers' rights.

B. Employment protection in respect of labor violates employment agreements, employers still have responsibilities such as granting workers' rights in accordance with the terms of service and the contents of the agreements set forth in the employment agreement.

Keywords: Labor, Labor Agreement and Termination of Employment

x

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACK ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 6

3.1 Tujuan Umum ... 6

3.2 Tujuan Khusus ... 6

3.3 Kegunaan Penelitian ... 6

4. Tinjauan Pustaka ... 7

4.1. Konsep Pemutusan Hubungan Kerja ... 7

4.2. Konsep Perjanjian Kerja ... 9

4.3. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja ... 12

5. Metode Penelitian ... 17

5.1. Tipe Penelitian ... 17

5.2. Pendekatan Masalah ... 17

5.3. Sumber Data ... 20 xi

(11)

5.4. Lokasi Penelitian ... 21 5.5. Teknik Pengumpulan Data ... 18 5.6. Analisis Data ... 18 BAB II PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEBAGAI AKIBAT DARI

PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI BRI CABANG GIANYAR

2.1. Pengertian dan Unsur-Unsur Perjanjian Kerja ... 23 2.2. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja ... 31

2.3. Mekanisme dan Prosedur Pemutus Hubungan Kerja .... 37

BAB III PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA HAL PEMUTUSAN HUBUNGAN

KERJA (PHK)

3.1 Bentuk-Bentuk perlindungan kerja dalam hal

terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 49 3.2 Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja

yang di PHK Akibat Melanggar Perjanjian Kerja ... 50 3.3 Penyelesaian Putusan Hubungan Kerja (PHK) dan

Akibat Hukumnya ... 53 3.4 Putusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai akibat

Pelanggaran Perjanjian Kerja ... 59 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ... 65 4.2. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN/RESPONDEN LAMPIRAN

xii

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti sekarang ini, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan pembangunan. Tapi kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari masalah tenaga kerja diabaikan oleh pemerintah. Pemerintah menganggap tenaga kerja adalah bukan suatu hal yang penting. Masalah tenaga kerja sama dengan masalah kesehatan yang mana tidak dapat diabaikan begitu saja.

Kesehatan merupakan hal yang penting didalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun bagi perusahaan karena dalam kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja. Apabila kesehatan didalam suatu perusahaan tidak dijaga maka akan fatal akibatnya baik antara tenaga kerja maupun pengusahanya.

Dengan demikian masalah ketenagakerjaan juga sangat penting sebagai sumber daya manusia, dimasa pembangunan nasional di negara kita Republik Indonesia. Bahkan faktor tenaga kerja merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa. Landasan konstitusional yang mengatur tentang ketenagakerjaan disebutkan pada pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan ditentukan dalam

1

(13)

Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Dasar konstitusional yang sifatnya umum, dalam operasionalnya dijabarkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam konsidran menimbang ditegaskan bahwa :

a. Bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenagakerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pemabngunan;

b. Bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;

c. Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha.

Atas dasar hal tersebut, pekerja sebelum bekerja disuatu perusahaan, terlebih dahulu harus mengadakan perjanjian kerja dulu untuk memperjelas hak dan kewajiban sebagai pekerja sehingga untuk menghindari terjadinya sesuatu dikemudian hari.

Dalam suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu mengadakan kesepakatan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau majikan, sebelum memutuskan untuk melakukan kerjasama. Di dalam suatu perusahaan kesepakatan antara perusahaan dan

(14)

pekerja sering disebut dengan hubungan kerja baik tertulis maupun lisan. Dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja.

Dengan demikian antara kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.1

Seseorang dalam melakukan pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua :

a. Melaksanakan pekerjaan untuk diri sendiri, dan

b. Melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja, yang mana si pekerja mengharapkan upah dari orang lain (pemberi kerja) yang hasilnya untuk orang lain.

Seiring dengan perkembangan jaman banyak perusahaan- perusahaan yang mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena adanya berbagai konflik antara pekerja dengan pengusaha, ini sering terjadi didalam suatu perusahaan. Selain masalah besarnya upah, dan masalah-masalah terkait lainnya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan konflik laten dalam interaksi antara pekerja dengan pengusaha. Pekerja yang di PHK mencurigai atasan menekan haknya untuk mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagai kompensasi PHK.

1 Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Cet. V, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 7.

(15)

Permasalahan seperti inilah yang banyak sekali terjadi saat ini dimana pada saat perusahaan yang bersangkutan mengalami kemunduran maka tidak ada jalan lain selain mengurangi jumlah pekerja atau buruh yang bekerja di perusahaan tersebut. Mengingat bahwa pekerja atau buruh itu merupakan tulang punggung dalam perusahaan, maka dalam hal ini perusahaan harus berhati-hati dalam mengambil langkah mengenai pengurangan jumlah pekerja atau melakukan PHK. Bagi pekerja atau buruh PHK merupakan awal hilangnya mata pencaharian yang berarti bahwa pekerja atau buruh telah kehilangan pekerjaan dan penghasilan serta merupakan permulaan dari kesengsaraan.2

Oleh karena itu peraturan perundang-undangan melarang pengusaha melakukan PHK karena alasan-alasan tertentu dan masyarakat bahwa PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), dengan resiko batal demi hukum kecuali untuk PHK karena sebab-sebab tertentu seperti misalnya pekerja atau buruh mencapai usia pensiun, meninggal dunia, dan lain-lain.3

Sehubungan dengan dampak PHK sebagai akibat pelanggaran ketentuan perjanjian kerja bersama antara pengusaha atau majikan dengan pekerja atau buruh tersebut biasanya sangat cenderung menimbulkan perselisihan sehingga untuk dapat menghindari terjadinya PHK tersebut maka masing- masing para pihak harus mentaati peraturan perjanjian kerja yang telah disepakati antara para pihak. Dimana perjanjian tersebut

2 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Jakarta, h. 67.

3 Maimun, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 71.

(16)

diatur sedemikian rupa demi terjaganya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, agar pekerja mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Seperti contoh fakta yang terjadi di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. yang berkedudukan di Gianyar. Dimana PT BRI (Persero) Tbk. melakukan PHK terhadap karyawannya yang bernama Andre Da Costa karena dia dianggap telah melanggar perjanjian kerja yang telah disepakati.

Dari fakta diatas dapat terlihat jelas bahwa PHK sangat merugikan para pihak terutama pihak pekerja yang secara langsung telah kehilangan mata pencahariannya. Karena itulah sebabnya penulis berminat untuk menulis mengenai "Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sebagai Akibat Pelanggar Perjanjian Kerja di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Gianyar ”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Mengapa Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT)?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap(PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar?

(17)

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah :

1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dibidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.

3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan mengkaji Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) 2. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum terhadap

pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap(PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar.

3.3 Kegunaan Penelitian 1.3.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan wawasan keilmuan atau tambahan khasanah keilmuan dengan perspektif kajian hukum ketenagakerjaan yang keterkaitannya dengan pemutusan hubungan kerja.

(18)

1.3.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi: bagi pemerintah kegunaan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan saat mengambil kebijakan dalam hal pemutusan hubungan kerja, bagi pengusaha diharapkan dapat digunakan sebagai acuan di dalam mengambil keputusan pemutusan hubungan kerja.

Sedangkan bagu karyawan/buruh diharapkan dapat menjadi pedoman dalam bekerja pada suatu perusahaan.

4. Tinjauan Pustaka

4.1 Konsep Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Dalam kehidupan sehari-hari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara buruh dengan majikan (pengusaha) lazimnya dikenal dengan istilah PHK atau pengakhiran hubungan kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antar buruh dan majikan.4

Bagi pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan awal hilangnya mata pencaharian, berarti pekerja/buruh kehilangan pekerjaan dan penghasilan.5 Oleh sebab itu, istilah PHK bisa menjadi momok bagi setiap pekerja/buruh,

4 Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 173.

5 Abdul Khakim,2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Edisi Revisi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, h. 183.

(19)

karena mereka dan keluarganya terancam kelangsungan hidupnya dan merasa derita akibat dari PHK itu.

Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dengan adanya PHK tersebut, maka yang dimaksud dengan PHK menurut Halim yang dikutip oleh Abdul Khakim adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.6

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat 4 Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. KEP-15A/MEN/1994 PHK adalah : “Pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berdasarkan ijin panitia daerah atau panitia pusat.”

Dari kedua pengertian diatas memiliki latar belakang yang berbeda. Pengertian pertama lebih bersifat umum, karena pada kenyataannya tindakan PHK tidak hanya timbul karena prakarsa pengusaha, tetapi oleh sebab-sebab lain dan tidak harus ijin kepada lembaga penyelesaian perburuhan.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu dalam Pasal 1 angka 25 menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah”Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha”.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa jika tidak dapat dihindari,maka pengusaha

6Ibid, h. 186

(20)

hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

4.2 Konsep Perjanjian Kerja

Dalam suatu perusahaan hubungan kerja pada dasarnya adalah hal yang sangat penting antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke satu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.7

Perjanjian kerja mempunyai manfaat yang besar bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Hal ini hendaknya harus didasari karena perjanjian kerja yang dibuat harus ditaati secara baik dan dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan hak dan kewajiban baik bagi pihak buruh maupun majikan.

Mula-mula perjanjian kerja diatur dalam Bab VII A Buku III KUHPerdata. Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian yang pertama disebutkan dalam Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak

7 Zainal Asikin, 2004, Op.,Cit, h. 65.

(21)

yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan perjanjian dengan menerima upah”. Tapi perjanjian kerja dalam KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang didalamnya diatur tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang diatur dalam Bab I Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa : “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”. Kemudian dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Sedangkan Zaeni Asyhadie menyebutkan bahwa :

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.8

Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga diketengahkan oleh para sarjana seperti Imam Soepomo yang menerangkan bahwa prihal pengertian tentang perjanjian kerja

8 Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 46.

(22)

beliau mengemukakan bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana seseorang mengikatkan diri untuk bekerja pada orang lain dengan menerima imbalan berupa upah sesuai dengan syarat-syarat yang dijanjikan atau disetuji bersama.9

Selanjutnya prihal pengertian perjanjian kerja ada lagi pendapat yang dikemukakan oleh Subekti, beliau menyatakan bahwa:

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang “buruh”

dengan seorang “majikan”, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri, adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya hubungan diperatas (bahasa Belanda dierstverhanding) yaitu suatu hubungan persekutuan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.10

Selain perumusan pengertian perjanjian kerja diatas, diketengahkan juga pengertian perjanjian kerja menurut Zaeni Asyhadie dimana beliau mengemukakan bahwa :

Perjanjian kerja adalah hubungan hukum antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja/buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai pengusaha/majikan, atau perjanjian antara orang perorangan pada satu pihak dengan pihak lain sebagai majikan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapatkan upah”.11

Payaman J.Simanjuntak menyebutkan bahwa :

Perjanjian kerja adalah perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dengan karyawan dan karyawan- karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan

9 Eko Wahyudi dkk, 2016, Hukum Ketenaga Kerjaan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Jakarta, h. 13

10 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. X, Penerbit Alumni, Bandung, 1995, h.

58. 11 Wiwoho Soedjono, 1991, Hukum Perjanjian Kerja, Cet. III, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, h. 9.

(23)

segala persyaratan yang secara timbal-balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain.12

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan pendapat-pendapat para sarjana tentang difinisi perjanjian kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, maka perjanjian yang memenuhi tiga unsur tersebut disebut perjanjian kerja. Adapun pihak yang memerintah disebut pengusaha/pemberi kerja, sedangkan pihak yang diperintah disebut pekerja/buruh.

4.3 Unsur-Unsur Perjanjian Kerja

Kemudian unsur perjanjian kerja menurut Iman Soepomo dan dipadukan dengan ketentuan yang ada pada KUHPerdata, terjemahan Subekti bahwa perjanjian kerja memiliki 4 (empat) unsur yaitu :

1. Melakukan Pekerjaan Tertentu

Bahwa sebagai implementasi dari perjanjian tersebut, maka salah satu pihak yaitu si pekerja, harus melakukan perjanjian dengan apa yang dijanjikan dalam perjanjian kerja.

Bahwa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut pada prinsipnya harus dilakukan oleh pihak yang membuat perjanjian kerja dan tidak boleh digantikan orang lain.

12 A Ridwan Halim, 1987, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Cet. I, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 29.

(24)

2. Di Bawah Perintah

Dalam melakukan pekerjaannya harus tunduk pada perintah orang lain, orang lain tersebut tidak lain adalah si majikan sebagai pihak pemberi kerja. Hal tersebut dalam prakteknya si pekerja diwajibkan untuk mentaati peraturan- peraturan kerja yang ada pada perusahaan (pasal 1603b KUHPerdata).

3. Dengan Upah

Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Jika si pekerja melakukan pekerjaannya dengan tunduk pada perintah si majikan, dalam rangka memenuhi prestasinya seperti yang telah mereka buat di dalam perjanjian kerja, maka si pekerja tersebut berhak untuk mendapatkan upah (Pasal 1602 KUHPerdata). Disini upah bagi buruh sebagai akibat perjanjian kerja merupakan faktor utama, karena upah itulah yang merupakan sarana penting bagi buruh guna melindungi buruh demi kelangsungan hidupnya beserta keluarganya.13

13 Wiwoho Soedjono, Op.Cit, h. 15.

(25)

Ketentuan tersebut ditegaskan lagi pada Pasal 1602b KUHPerdata, yang menentukan bahwa : “tiada upah dibayar untuk waktu buruh tidak melakukan pekerjaan yang diperjanjikan”.

Ketentuan mana diperkuat lagi oleh ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah yang berbunyi : “Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus”. Selanjutnya pada Pasal 4 ditentukan bahwa : “Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan”.

4. Dalam Waktu Tertentu

Bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tersebut harus dilakukan dalam waktu tertentu, dan tidak boleh dilakukan untuk dikerjakan selama hidupnya si pekerja. Pekerjaan tersebut dikerjakan oleh pekerja, sesuai dengan waktu yang telah mereka sepakati atau diperjanjikan, maupun peraturan perundang - undangan yang berlaku, ketertiban umum dan kebiasaan setempat.

Biasanya perjanjian kerja untuk macam pekerja yang telah melaksanakan pekerjaan yang sifat sederhana, diadakan secara lisan, sedangkan buruh yang telah melaksanakan pekerjaan tersebut, maka buruh itu tetap berhak atas upah.14

Jika dilihat dalam pengertian perjanjian kerja yang tercantum dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13

14Ibid, h. 12.

(26)

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mencakup perjanjian kerja secara tegas. Selengkapnya Abdul Khakim menguraikan penjelasan unsur-unsur dalam perjanjian kerja yaitu :

a. Unsur Adanya Pekerjaan

Secara teknis tidak mungkin pengusaha akan merekrut pekerja atau buruh jika tidak tersedia pekerjaan sesuai dengan kapasitas kebutuhan perusahaannya. Unsur adanya pekerjaan merupakan salah satu syarat perjanjian kerja (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) yang mengadopsi (Pasal 1320 KUHPerdata). Ini merupakan syarat objektif dari perjanjian kerja, jika syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian kerja batal demi hukum.

b. Tidak Adanya Upah

Tidak mungkin seorang pekerja/buruh mau bekerja jika adanya upah yang sesuai dengan kebutuhannya. Upah dalam ketentuan ketenagakerjaan adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 90 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa : “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”.

c. Unsur Adanya Perintah

Disinilah letak strategis posisi pengusaha, dan ia memiliki bergaining position cukup kuat dibanding pekerja/buruh. Dengan

(27)

demikian, pengusaha berhak biasanya dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama disebut “hak prerogratif pengusaha” melakukan perintah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaannya, sehingga pekerja/buruh mengikatkan diri pada pengusaha untuk bekerja dibawah perintah pengusaha. Menurut para ahli hukum disebut sebagai hubungan diperatas (dienstverhoeding), artinya pekerja/buruh harus bersedia bekerja dibawah perintah orang lain.

d. Unsur Waktu Tertentu

Dimana pelaksanaan hubungan kerja dibatasi atau diatur dengan waktu tertentu, tidak terus menerus. Unsur waktu tertentu tidak termasuk pengertian hubungan kerja, sebagaimana Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Unsur waktu tertentu ini mengandung tiga pengertian yang pertama, bahwa hubungan kerja itu ada pengaturan/pembatasan waktu kerjanya tidak berlarut-larut dengan memaksa pekerja/buruh bekerja tanpa batas waktu. Kedua, pekerja/buruh tidak boleh seenaknya dalam melaksanakan pekerjaan, karena perusahaan memiliki aturan waktu kerja sesuai dengan ketentuan perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Ketiga, bahwa hubungan kerja itu dibatasi atau terbatas oleh waktu apapun alasannya. Tidak ada satu pun hubungan kerja dilakukan seumur hidup.15

15 Abdul Khakim, Op, Cit, h. 46.

(28)

5. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang memadai sebagai usaha untuk mencari jawaban yang benar atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran dari pokok permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan suatu metode antara lain :

5.1 Tipe Penelitian

Dalam mengkaji masalah mengenai Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap(PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar adalah mempergunakan jenis penelitian secara Yuridis Empiris, mengingat penelitian ini menggunakan data-data atau fakta-fakta yang ada dilapangan dan dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.

5.2 Pendekatan Masalah

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan

perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan analitis (analyicialapproach), dan pendekatan kasusu (case approach).

(29)

Terhadap permasalahan yang pertama Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) dan permasalahan kedua perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar dipergunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan analitis (analyicialapproach), dan pendekatan kasusu (case approach).

Pendekatan perundang-undangan (statue approach) dipilih karena yang akan diteliti yaitu berbagai perundang-undangan yang terkait dengan Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar.

Pendekatan perundang-undangan (statue approach), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dang regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.16

Pendekatan konsep (conceptual approach) beranjak dari perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangabn doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, penelitian akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertuian hukum, konsep-konsep

16 Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h. 93

(30)

hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan perundang-undangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.17

Pendekatan konsep (conceptual approach) akan dipergunakan untuk menganalisis konsep-konsep Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar, pendekatan analitis (analyicialapproach) dipergunakan untuk mendapat hasil yang akurat terhadap penelitian hukum normatif. Menganalisis mencari hakekat dari Bank BRI melakukan PHK terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) dan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar.

Pendekatan kasus (case approach) dipergunakan untuk melakukan telahaan kasus-kasus yang telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar. Kajian pokok dalam pendekatan kasus yaitu ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Ratio decidendi atau reasoning merupakan

17 Johny Ibrahim, 2008, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 303

(31)

referensi bagi penyusun argumentasi dalam pemecahan isu hukum.18

Pedekatan kasus ini digunakan untuk menganalisis permasalahan kedua yaitu perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK akibat melanggar perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) pada Bank BRI Cabang Gianyar.

Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan peraturan perundang-undangan adalah :

Pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.

Produk yang merupakan beschikkin/decree yaitu suatu keputusan yang diterbitkan oleh pejabat administrasi yang bersifat kongkrit dan kasus, misalnya keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan bupati, keputusan suatu badan tertentu, dan lain-lain. Tidak dapat digunakan dalam pendekatan perundang-undangan.19

5.3 Sumber Data

Untuk menjawab permasalahan yang dijawab dalam skripsi ini, maka bahan hukum digali dari beberapa sumber antara lain :

1. Data Primer

Bahan-bahan hukum yang digunakan sifatnya mengikat yang berpusat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi : Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan diatas

2. Data Sekunder

18Ibid, h. 303

19 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h. 97

(32)

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan- bahan hukum primer yaitu terutama yang digunakan dari pendapat ahli hukum, hasil penelitian hukum, hasil ilmiah dari kalangan hukum.

3. Data Lapangan a. Wawancara

Data lapangan diperoleh melalui wawancara dengan supervisor pelayanan pada BRI Cabang Gianyar, Kepala Bidang Pemasaran BRI Cabang Gianyar serta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi Kabupaten Gianyar.

b. Kuesioner

Data diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan permasalahan yang di bahas.

c. Observasi

Data diperoleh dari pengamatan langsung peneliti, dimana peneliti melihat langsung keadaan di lapangan.

5.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang di ambil adalah Bank BRI cabang Gianyar karena kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT) terjadi di BRI Cabang Gianyar

5.5. Teknik Pengumpulan Data

(33)

Data dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu, kemudian bahan hukum yang diperoleh tersebut dibaca dan dicatat serta diteliti dari beberapa peraturan perundang- undangan, literature dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, kemudian disusun serta dijabarkan dalam bentuk karya ilmiah.

5.6. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, baik data lapangan maupun data pustaka kemudian diklasifikasikan secara kualitatif yaitu mengetahui kualitas kebenaran dari data yang diperoleh dan dianalisa berdasarkan teori-teori yang relevan.

Dari analisa tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab permasalahan dan pada akhirnya hasil tersebut disajikan dalam bentuk proposal secara deskriptif analisis.

(34)

34

BAB II

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEBAGAI AKIBAT DARI PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA DI

BRI CABANG GIANYAR

2.1. Pengertian dan Unsur-Unsur Perjanjian Kerja

Dalam suatu perusahaan hubungan kerja pada dasarnya adalah hal yang sangat penting antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke satu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.20

Perjanjian kerja mempunyai manfaat yang besar bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Hal ini hendaknya harus didasari karena perjanjian kerja yang dibuat harus ditaati secara baik dan dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan hak dan kewajiban baik bagi pihak buruh maupun majikan.

Mula-mula perjanjian kerja diatur dalam Bab VII A Buku III KUHPerdata. Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian yang pertama disebutkan dalam Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa:

20 Zainal Asikin, 2004, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 65.

23

(35)

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan perjanjian dengan menerima upah”. Tapi perjanjian kerja dalam KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang didalamnya diatur tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang diatur dalam Bab I Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa : “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”. Kemudian dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Sedangkan Zaeni Asyhadie menyebutkan bahwa :

Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.21

21 Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 46.

(36)

Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga diketengahkan oleh para sarjana seperti Imam Soepomo yang menerangkan bahwa prihal pengertian tentang perjanjian kerja beliau mengemukakan bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dengan pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.22

Selanjutnya prihal pengertian perjanjian kerja ada lagi pendapat yang dikemukakan oleh Subekti, beliau menyatakan bahwa:

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang “buruh”

dengan seorang “majikan”, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri, adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya hubungan diperatas (bahasa Belanda dierstverhanding) yaitu suatu hubungan persekutuan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.23

Selain perumusan pengertian perjanjian kerja diatas, diketengahkan juga pengertian perjanjian kerja menurut Zaeni Asyhadie dimana beliau mengemukakan bahwa :

Perjanjian kerja adalah hubungan hukum antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja/buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai pengusaha/majikan, atau perjanjian antara orang perorangan pada satu pihak dengan pihak lain sebagai majikan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapatkan upah”.24

22 Iman Soepomo, Op.Cit, h. 52.

23 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. X, Penerbit Alumni, Bandung, 1995, h.

58. 24 Wiwoho Soedjono, 1991, Hukum Perjanjian Kerja, Cet. III, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, h. 9.

(37)

Adrian Sutedi menyebutkan bahwa :

Perjanjian kerja adalah perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dengan karyawan dan karyawan- karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal-balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain.25

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan pendapat-pendapat para sarjana tentang difinisi perjanjian kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, maka perjanjian yang memenuhi tiga unsur tersebut disebut perjanjian kerja. Adapun pihak yang memerintah disebut pengusaha/pemberi kerja, sedangkan pihak yang diperintah disebut pekerja/buruh.26

Kemudian unsur perjanjian kerja menurut Iman Soepomo dan dipadukan dengan ketentuan yang ada pada KUHPerdata, terjemahan Subekti bahwa perjanjian kerja memiliki 4 (empat) unsur yaitu :

1. Melakukan Pekerjaan Tertentu

Bahwa sebagai implementasi dari perjanjian tersebut, maka salah satu pihak yaitu si pekerja, harus melakukan perjanjian dengan apa yang dijanjikan dalam perjanjian kerja. Bahwa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut pada prinsipnya harus dilakukan oleh pihak yang membuat perjanjian kerja dan tidak boleh digantikan orang lain.

25 A Ridwan Halim, 1987, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Cet. I, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 29.

26Ugo, 2011, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sinar Grafika, Jakarta, h. 47.

(38)

2. Di Bawah Perintah

Dalam melakukan pekerjaannya harus tunduk pada perintah orang lain, orang lain tersebut tidak lain adalah si majikan sebagai pihak pemberi kerja. Hal tersebut dalam prakteknya si pekerja diwajibkan untuk mentaati peraturan- peraturan kerja yang ada pada perusahaan (pasal 1603b KUHPerdata).

3. Dengan Upah

Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Jika si pekerja melakukan pekerjaannya dengan tunduk pada perintah si majikan, dalam rangka memenuhi prestasinya seperti yang telah mereka buat di dalam perjanjian kerja, maka si pekerja tersebut berhak untuk mendapatkan upah (Pasal 1602 KUHPerdata). Disini upah bagi buruh sebagai akibat perjanjian kerja merupakan faktor utama, karena upah itulah yang merupakan sarana penting bagi buruh guna melindungi buruh demi kelangsungan hidupnya beserta keluarganya.27

27 Wiwoho Soedjono, Op.Cit, h. 15.

(39)

Ketentuan tersebut ditegaskan lagi pada Pasal 1602b KUHPerdata, yang menentukan bahwa : “tiada upah dibayar untuk waktu buruh tidak melakukan pekerjaan yang diperjanjikan”.

Ketentuan mana diperkuat lagi oleh ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah yang berbunyi : “Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus”. Selanjutnya pada Pasal 4 ditentukan bahwa : “Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan”.

4. Dalam Waktu Tertentu

Bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tersebut harus dilakukan dalam waktu tertentu, dan tidak boleh dilakukan untuk dikerjakan selama hidupnya si pekerja.

Pekerjaan tersebut dikerjakan oleh pekerja, sesuai dengan waktu yang telah mereka sepakati atau diperjanjikan, maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum dan kebiasaan setempat.

Biasanya perjanjian kerja untuk macam pekerja yang telah melaksanakan pekerjaan yang sifat sederhana, diadakan secara lisan, sedangkan buruh yang telah melaksanakan pekerjaan tersebut, maka buruh itu tetap berhak atas upah.28

28 Marsen Sinaga, 2006, Perlindungan Perburuhan di Indonesia, Penerbit Perhimpunan Solidaritas Buruh. Yogyakarta, h. 34

(40)

Jika dilihat dalam pengertian perjanjian kerja yang tercantum dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mencakup perjanjian kerja secara tegas.

Selengkapnya Abdul Khakim menguraikan penjelasan unsur-unsur dalam perjanjian kerja yaitu :

a. Unsur Adanya Pekerjaan

Secara teknis tidak mungkin pengusaha akan merekrut pekerja atau buruh jika tidak tersedia pekerjaan sesuai dengan kapasitas kebutuhan perusahaannya. Unsur adanya pekerjaan merupakan salah satu syarat perjanjian kerja (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) yang mengadopsi (Pasal 1320 KUHPerdata). Ini merupakan syarat objektif dari perjanjian kerja, jika syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian kerja batal demi hukum.

b. Tidak Adanya Upah

Tidak mungkin seorang pekerja/buruh mau bekerja jika adanya upah yang sesuai dengan kebutuhannya. Upah dalam ketentuan ketenagakerjaan adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 90 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa : “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”.

(41)

c. Unsur Adanya Perintah

Disinilah letak strategis posisi pengusaha, dan ia memiliki bergaining position cukup kuat dibanding pekerja/buruh.

Dengan demikian, pengusaha berhak biasanya dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama disebut “hak prerogratif pengusaha” melakukan perintah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaannya, sehingga pekerja/buruh mengikatkan diri pada pengusaha untuk bekerja dibawah perintah pengusaha. Menurut para ahli hukum disebut sebagai hubungan diperatas (dienstverhoeding), artinya pekerja/buruh harus bersedia bekerja dibawah perintah orang lain.

d. Unsur Waktu Tertentu

Dimana pelaksanaan hubungan kerja dibatasi atau diatur dengan waktu tertentu, tidak terus menerus. Unsur waktu tertentu tidak termasuk pengertian hubungan kerja, sebagaimana Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Unsur waktu tertentu ini mengandung tiga pengertian yang pertama, bahwa hubungan kerja itu ada pengaturan/pembatasan waktu kerjanya tidak berlarut -larut dengan memaksa pekerja/buruh bekerja tanpa batas waktu.

Kedua, pekerja/buruh tidak boleh seenaknya dalam melaksanakan pekerjaan, karena perusahaan memiliki

(42)

aturan waktu kerja sesuai dengan ketentuan perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Ketiga, bahwa hubungan kerja itu dibatasi atau terbatas oleh waktu apapun alasannya. Tidak ada satu pun hubungan kerja dilakukan seumur hidup.29

2.2. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pada dasarnya Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK) terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja/buruh dan pengusaha, meninggalnya pekerja/buruh atau karena sebab lainnya. Keadaan seperti ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih pekerja/buruh. Karena bagi pekerja/buruh PHK merupakan awal hilangnya mata pencaharian, dan hilangnya biaya hidup untuk diri dan keluarga sebelum mendapat pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.30

PHK tidak hanya dilakukan oleh pengusaha saja tapi pekerja juga dapat melakukan PHK. Baik pengusaha maupun pekerja mempunyai hak yang sama untuk melakukan PHK. PHK yang dilakukan oleh pekerja umumnya tidak terlalu banyak dipersoalkan. Yang paling banyak disorot adalah PHK harus disertai dengan prosedur dan alasan-alasan yang kuat. Adapun

29 Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 46.

30 Aries Harianto, 2016, Hukum Ketenagakerjaan laksbang, Surabaya, h.

177

(43)

PHK yang dilakukan oleh pengusaha disebabkan oleh banyak faktor yaitu :

a. PHK karena pelanggaran/kesalahan berat, misalnya pekerja melakukan penipuan, pencurian, memberikan keterangan palsu, mengedarkan narkoba, melakukan perbuatan asusila, mengintimidasi teman kerja, membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan, dan perbuatan lain yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.

b. PHK karena pekerja dijerat pidana, pengusaha disini dapat melakukan PHK terhadap pekerja yang setelah enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena yang bersangkutan dalam proses perkara pidana.

c. PHK karena pekerja ditahan aparat berwajib/pihak berwajib, pengusaha disini tidak wajib membayar upah tapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja, PP atau PKB.

d. PHK karena mangkirnya pekerja selama lima hari berturut - turut. Namun pengusaha wajib untuk melakukan panggilan selama kurun waktu tersebut dua kali secara tertulis dan pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis dan dengan bukti yang sah.

e. PHK karena pekerja melakukan pelanggaran disiplin, disini pekerja berhak mendapat uang pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

(44)

f. PHK karena jatuh pailit, pengusaha wajib membayar pesangon satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

g. PHK karena perusahaan tutup, merugi atau Force Majeure, pengusaha wajib memberikan uang pesangon sebesar satu kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan, dan uang penggantian hak.

h. PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, PHK semacam ini disamakan dengan PHK karena perampingan.

i. PHK karena perusahaan tutup atau pengurangan tenaga kerja (efisiensi) buklan karena merugi atau alasan memaksa.

j. PHK karena pekerja sakit atau cacat kecelakaan kerja melebihi 12 bulan, berhak mendapat uang pesangon dua kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan, dan uang penggantian hak.

Dari alasan-alasan PHK diatas, maka dapat diketahui bahwa alasan mangkirnya pekerja selama lima hari berturut -turut dapat dijadikan suatu bukti atau syarat oleh perusahaan untuk mem-PHK pekerja/buruh. Seperti halnya yang terjadi pada PT Bank BRI (Persero) Tbk. Gianyar, dimana PT Bank BRI (Persero) TBK. Telah mem-PHK salah satu karyawannya karena dianggap mangkir atau tidak bekerja selama lima hari berturut-turut.

(45)

Awalnya karyawan tersebut adalah pegawai Trainee di PT Bank BRI Dili, kenudian ia dipindahkan ke PT Bank BRI (Persero) Tbk.

Gianyar.

Perselisihan terjadi pada saat karyawan tersebut melakukan cuti besar, p0ada tanggal 13 Agustus 2011 sampai 27 Agustus 2011. Pada tanggal 29 Agustus 2011 sampai 31 Agustus 2011 ia melakukan cuti sakit dengan surat keterangan dokter.

Tapi pada tanggal 1 September 2011 ia tidak masuk kerja tanpa kabar.

Oleh karena tidak hadirnya karyawan tersebut maka PT Bank BRI (Persero) Tbk. melakukan panggilan pertama pada tanggal 16 September 2011 dengan surat No. B. 3564/KC- X/SDM/09/2011 ke alamat karyawan tersebut di Gianyar. Akhirnya pada tanggal 19 September 2011 PT Bank BRI (Persero) Tbk.

menerima berita melalui facsimile yang isinya menyatakan bahwa karyawan tersebut masih dalam keadaan sakit dengan disertai alamat yang dapat dihubung di Timor Leste. Facsimile tersebut disampaikan tanpa dilampiri surat keterangan dokter. Kemudian pada tanggal 26 September 2011 PT Bank BRI (Persero) Tbk.

melakukan panggilan kedua dengan surat No. B 3647/KC- X/SDM/09/2011 kepada karyawan tersebut agar ia atau salah satu anggota keluargaya dapat mewakili untuk mempertanggungjawabkan kebenaran berita bahwa karyawan yang bersangkutan benar masih sakit, mengingat PT Bank BRI

(46)

(Persero) Tbk. belum menerima surat keterangan dokter mengenai kondisi kesehatannya.

Karena tidak mendapat kepastian dari karyawan tersebut maka PT Bank BRI (Persero) Tbk. melakukan panggilan ketiga yang menegaskan apabila karyawan tersebut tidak segera memberikan keterangan dengan disertai bukti yang sah, maka ia dianggap mengundurkan diri. Tapi pada tanggal 20 Oktober 2011 PT Bank BRI (Persero) Tbk. menerima undangan pernikahan dari karyawan yang dilangsungkan dikupang pada tanggal 14 Oktober 2011, dan ia memohon pendaftaran perubahan susunan keluarga.

Dan pada tanggal yang sama yaitu pada tanggal 20 Oktober 2011, PT Bank BRI (Persero) Tbk. menerima facsimile yang dikirim dari Atambua yang dilampiri surat keterangan dokter tertanggal 14 September dan tanggal 19 September 2011 yang menyebutkan bahwa ia harus istirahat sakit selama 3 (tiga) hari dan 5 (lima) hari. Kemudian pada tanggal 21 Oktober 2011 PT Bank BRI (Persero) Tbk. menerima facsimile dari karyawan tersebut yang dikirim dari Dili yang dilampiri dengan surat istirahat sakit tertanggal 27 September 2011 yang menyatakan bahwa ia dirawat sejak tanggal 26 September 2011 dengan diagnosa Demam Tifoid dan infeksi saluran kencing dan perlu istirahat selama 3 bulan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ketut Darmika, yang pada PT Bank BRI (Persero) Tbk. Cabang Gianyar memiliki posisi sebagai Supervisor Pelayanan Intern pada tanggal

(47)

03 April 2017 dapat diperoleh informasi bahwa ”ketika karyawan yang melanggar perjanjian kerja yaitu mangkirnya seorang karyawan atau tidak masuk bekerja selama lima hari berturut - turut, maka mem-PHKnya adalah solusi yang tepat”.31 Apabila PHK tersebut tidak dilakukan, maka hal itu akan dianggap menyebabkan kerugian perusahaan. Adapun alasan yang kuat untuk mem-PHK yaitu:

a. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (5) huruf f Surat Keputusan Direksi PT BRI (Persero) Tbk. No.Kep : S.27-DIR/SDM/05/2011 Perusahaan dapat mengenakan PHK atas permintaan sendiri tanpa permohonan dari pekerja apabila terdapat alasan pekerja mangkir bekerja selama 5 (lima) hari berturut-turut.

b. Dalam Pasal 8 Surat Keputusan Direksi PT BRI (Persero) No.Kep. S/26-DIR/SDM/05/2011 sebagaimana diatur pada ayat (2) dan ayat (3) yang bunyinya bahwa pekerja yang melakukan pelanggaran tata tertib yang berkaitan dengan kehadiran, maka kepada pekerja yang bersangkutan dapat langsung diberikan Surat Tuduhan dan diusulkan untuk dijatuhi hukuman disiplin, apabila :

1. Pekerja telah melakukan pelanggaran tidak masuk bekerja tanpa kabar selama lima (5) hari kerja berturut-turut.

2. Telah dilakukan pemanggilan secara tertulis sebanyak dua (2) kali dengan tenggang waktu antara panggilan pertama dan kedua minimal tiga hari, namun pekerja tidak dapat

31 Wawancara Dengan Bapak Ketut Darmika, Sebagai Supervisor Pelayanan PT Bank (Persero) Tbk Cabang Gianyar, Pada Tanggal 3 april 2017

(48)

memberikan keterangan tertulis dengan bukti yang sah dan atau tidak dapat mempertanggungjawabkan ketidakhadirannya tersebut.

Dengan terbuktinya pelanggaran yang dilakukan diatas, maka karyawan tersebut dianggap mengundurkan diri dan dikenakan PHK atas permintaan sendiri. Jadi dasar hukum yang digunakan untuk melakukan PHK oleh PT Bank BRI (Persero) Tbk.

adalah Surat Keputusan Direksi PT BRI No.Kep S.26- DIR/SDM/05/2011 dan Surat Keputusan No. Kep S.27- DIR/SDM/05/2011 yang mana SK tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2.3. Mekanisme dan Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Mekanisme penanganan penyelesaian perselisihan hubungan industrial khususnya mengenai pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Gianyar oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gianyar, sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial meliputi, antara lain sebagai berikut :

(1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Data responden sebanyak 210 mahasiswa dan Structural Equation Modelling dan juga WrapPLS digunakan untuk menguji hipotesis – hipotesis dari karateristik layanan wesbite

It is argued that essentially the overarching purpose of information & communication- technological - problem solving from the Islamic perspective and Malay values is

Sebagian besar penelitian yang membandingkan fiksasi interna dengan arthroplasty, lebih banyak yang hasilnya memilih arthroplasty untuk penanganan fraktur collum

Penelitian bertujuan untuk me- ngetahui pengaruh penggunaan sekam padi sebagai sumber serat dalam ransum berbasis limbah pangan hotel kering terhadap pertumbuhan dan karakteristik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran frekuensi karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman pada populasi F 2

REZULTATI DIFERENCIJALNE PRETRAŽNE KALORIMETRIJE (DSC) ... REZULTATI DOBIVENI UDARNOG RADA LOMA ... Rezultati ispitivanja udarnog rada loma ... Rezultati mjerenja tvrdoće ....

DIAGNOSA TUJUAN PERENCANAAN INTERVENSI RASIONAL Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya trakeostomi Klien akan mengkomu nikasikan kebutuhan dasar dengan

menuntut wanita itu hebat kalau anda sendiri tidak pantas bagi wanita yang hebat. Dalam menjalin sebuah hubungan, jangan menuntut sesuatu yang tidak Anda bangun di diri