• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ UNTUK MENOLAK HUJAN DI PONDOK PESANTREN AL-MUHIBBIN JOMBANG. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ UNTUK MENOLAK HUJAN DI PONDOK PESANTREN AL-MUHIBBIN JOMBANG. Skripsi"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

JOMBANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Much. Saifuddin Zuhri 1113034000044

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

(2)

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-TARIQ UNTUK MENOLAK HUJAN DI PONDOK PESANTREN AL- MUHIBBIN JOMBANG telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 12 Agustus 2020 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag. Aktobi Ghozali, MA.

NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19730520 200501 1 003 Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Moh Anwar Syarifuddin, M.A. Dr. M. Suryadinata, M.Ag.

NIP. 19720518 199803 1 003 NIP. 19600908 198903 1 005 Pembimbing,

Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.

NIP. 19690822 199703 1 002

(3)

PESANTREN AL-MUHIBBIN JOMBANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar sarjana agama (S.Ag)

Oleh:

Much. Saifuddin Zuhri 1113034000044

Pembimbing

Drs.H.Ahmad Rifqi Muchtar,M.A NIP: 196908221997031002

JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019

(4)
(5)

ix ABSTRAK Much. Saifuddin Zuhri 1113034000044

Praktik Pembacaan Surah al-Ṭāriq untuk Menolak Hujan di Pondok Pesantren Al-Muhibbin Jombang.

Skripsi ini membahas fenomena living qur’an surat al-Ṭāriq dalam acara Rajabiyyah yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang, Jawa Timur sebagai sarana menolak hujan. Pokok permasalahan dalam tulisan ini yaitu : Bagaimana proses pembacaan surat al-Ṭāriq di pondok Al-Muhibbin sebagai tujuan menolak hujan?

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, dengan cara pendekatan model etnografi untuk mendeskripsikan praktik pembacaan surat al-Ṭāriq dengan melakukan pengamatan secara langsung, wawancara informan dan dokumentasi.

Kemudian menganalisis data yang sudah terkumpul. Tulisan ini menemukan bahwa pembacaan surat al-Ṭāriq dilakukan setiap tradisi Rajabiyyah setiap setahun sekali. Dalam pelaksanaannya semua santri dan ustadz membaca dengan serentak di masjid Jami’ al-Muhibbin setelah jama’ah shalat magrib sampai dengan waktu isya’. Pembacaan surat al- Ṭāriq dilakukan sebagai washilah serta ikhtiyar supaya kegiatan Rajabiyyah berjalan dengan lancar dan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan, khususnya gejala alam berupa hujan.

Dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa adanya pembacaan surat al- Ṭāriq di pesantren al-Muhibbin pertama sebagai ihtiyar untuk menolak hujan ketika acara sedang berlangsung. Kedua, sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.

Kata kunci: Living qur’an, Rajabiyyah, al-Muhibbin, al-Ṭāriq.

(6)
(7)

xi

KATA PENGANTAR

ميحهرلا نحمهرلا هللّا مسب

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya serta inayah-Nya yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pembacaan Surat al-Ṭāriq Sebagai Tujuan Menolak Hujan (Studi Living Qur’an di Pondok Pesantren Al-Muhibbin Jombang Jawa Timur”

Ṣalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah banyak memberi pengajaran dan pelajaran agar manusia berada di jalan yang benar dan lurus dan senantiasa berada dalam keadaan nyaman dan juga selamat. Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya dengan limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, al-ḥamdulillāh dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

4. Bapak Dr. Bustamin, S.E., MM, Selaku dosen pembimbing akademik.

(8)

5. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan kepada penulis, bersabar memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di bawah bimbingannya. Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, sehingga penulis ada gairah semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam mendidik saya selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.

7. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Much. Mursyid dan ibunda Suyati, yang telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih, dan tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun materil, serta do’a dan semangat untuk saya.

8. Serta Kakakku Much. Syuhud, M. Sulthon dan Muhammad Syifak yang telah membantu dan tidak bosan memberikan semangat dan doanya untuk saya.

9. Dan seluruh sahabat-sahabat yang telah memberikan support serta doanya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. terutama Ahmad Safaruddin, S.Hum., Ahmad Dzikrulloh Akbar, S.Hum., Hanif Azhar, S.Hum.

10. Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, karena sudah mengizinkan saya melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir saya.

Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya penulis ini senantiasa

(9)

dapat memberikan wawasan mengenai Al-Qur’an dan bermanfaat bagi semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin ya rabb.

Ciputat, 5 Juli 2020 Hormat saya

Penulis

(10)
(11)

xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987 1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf

Arab Huruf Latin Keterangan

ا

Tidak dilambangkan

ب

B Be

ت

T Te

ث

es dengan titik atas

ج

J Je

ح

ha dengan titik bawah

خ

Kh ka dan ha

د

D De

ذ

Ż zet dengan titik atas

ر

R Er

ز

Z Zet

س

S Es

ش

Sy es dan ye

ص

es dengan titik bawah

ض

de dengan titik bawah

ط

te dengan titik bawah

ظ

zet dengan titik bawah

(12)

ع

Koma terbalik di atas hadap kanan

غ

Gh ge dan ha

ف

F Ef

ق

Q Qi

ك

K Ka

ل

L El

مـ

M Em

ن

N En

و

W We

ه

H Ha

ء

Apostrof

ي

Y Ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ـَــ A Fathah

ـِــ I Kasrah

ـُــ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ـَــ Ai a dan i

و ـَــ Au a dan u

(13)

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَى Ᾱ a dengan topi di atas

يِى Ī i dengan topi di atas

وُى Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad- dîwân.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (ـّــ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (

ةرو ﺮﻀﻟ ا

) tidak ditulis ad-darūrah melainkan al-darūrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbūtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/

(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta

(14)

marbūtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1

ﺔﻘ ﺮﯾ ط

Tarīqah

2

ﺔ ﯿ ﻣﻼﺳﻹ ا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟ ا

al-jāmī’ah al-islāmiyyah

3

د ﻮﺟﻮﻟ ةا ﺪﺣ و

wahdat al-wujūd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥāmid al-Ghazālī bukan Abū Ḥāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al- Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

(15)

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (Fi‘il), kata benda (Isim), maupun huruf (Ḥarfu) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan- ketentuan di atas

Kata Arab Alih Aksara

ُذﺎَتْﺳُلأا َبَهَذ

dzahaba al-ustādzu

ُﺮْﺟَلأ َتَبَ ث

tsabata al-ajru

ﺔَّيِﺮْصَﻌﻟا ُﺔَكَﺮَْلَْا

al-ẖarakah al-‘aṣriyyah

الله ّلاإ هﻟإ لا ْنأ ُﺪَهْش

asyhadu an lā ilāha illā Allāh

ِحِﻟﺎَّصﻟا َكِلَﻣ َنََلاْﻮَﻣ

Maulānā Malīk al-Ṣālih

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd;

Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al- Rahmān.

(16)
(17)

xxi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI... xv

DAFTAR ISI ... xxi

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR BAGAN ... xxv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian . . . . .. . ... . ... . ... . ... . ... . .. . . . .. . .. . . . .. . .. . . . 6

F. Manfaat Penelitian . . .. . ... . ... . ... . ... . ... . .. . . . .. . .. . . . .. . .. . . . 6

G. Tinjauan Pustaka ... 7

H. Metodologi Penelitian ... 13

I. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 19

A. Profil Surah al-Ṭāriq ... 19

1. Penamaan dan Posisi Surah al-Ṭāriq dalam al-Qur’an . 19 2. Kandungan Surah al-Ṭāriq ... 20

3. Fadhilah (keutamaan) Surah al-Ṭāriq ... 27

B. Penjelasan Tentang Hujan ... 28

1. Proses Terjadinya Hujan ... 28

2. Kadar dan Kandungan Air Hujan ... 31

3. Fungsi Air Hujan Bagi Kehidupan ... 32

4. Penyebutan Hujan dalam Al-Qur’an ... 33

BAB III DESKRIPSI PONDOK BUMI DAMAI AL-MUHIBBIN TAM- BAK BERAS JOMBANG ... 39

A. Penamaan Pondok Bumi Damai al-Muhibbin ... 39

B. Letak Geografis ... 40

C. Visi dan Misi Pondok ... 40

D. Kepengurusan Pondok al-Muhibbin ... 42

(18)

E. Proses dan Tahapan Pembelajaran ... 43

F. Aktifitas Pondok al-Muhibbin ... 45

BAB IV PRAKTIK PENOLAKAN HUJAN MELALUI PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ ... 47

A. Landasan Pembacaan Surah al-Ṭāriq Sebagai Sarana Menolak Hujan ... 48

B. Proses dan Tata Cara Pembacaan Surah al-Ṭāriq ... 51

C. Peserta dan Pimpinan Pembacaan ... 51

D. Respon Serta Pemahaman Ustadz dan Santri terhadap Pembacaan Surah al-Ṭāriq Untuk Menolak Hujan ... 54

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(19)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Surat dan Jumlah Ayat ... 34

Tabel 2.2 Surat dan Jumlah Ayat ... 35

Tabel 2.3 Surat dan Jumlah Ayat ... 36

Tabel 2.4 Surat dan Jumlah Ayat ... 38

Tabel 3.1 Program Baca Kitab Kelas 2 Ula... 43

(20)
(21)

xxv

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kepengurusan Pondok al-Muhibbin ... 42

(22)
(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an menjadi modal utama serta pelecut semangat untuk kita dalam menggali beberapa keilmuan dan menerapkannya dalam aktifitas sehari- hari. Sebagai umat islam yang baik sangat dianjurkan untuk membaca al- Qur’an, sesuai dengan firman Allah yang pertama kali diturunkan1. Al- Quran juga merupakan petunjuk bagi manusia yang memiliki makna dan ilmu yang sangat luas,2 salah satunya adalah ilmu Living Qur’an, yaitu suatu kajian ilmiah pada ranah studi al-Qur’an yang meneliti dialektika antara al- Qur’an dengan realitas sosial masyarakat.3 Yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan “al-Qur’an yang hidup”4. Living Qur’an merupakan respon dari masyarakat terhadap teks al-Qur’an berdasarkan penafsiran manusia, termasuk persepsi masyarakat dan hasil penafsiran tersebut5. Living Qur’an juga menjadi studi Al-Qur’an baru yang berfokus mengkaji fenomena sehari-hari masyarakat muslim yang menggunakan Al-Qur’an sebagai subjek, spirit, simbol, media, dan instrumen dalam menjalankan aktivitas kehidupannya.6 Semakin banyak produktifitas yang dilakukan oleh Umat Muslim melalui Al-Quran maka semakin baik pula untuk peradaban.

1 Syamsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h, 4.

2 Said Agil Husin al-Munawi, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam. (Ciputat: PT, Ciputat Press, 2005), 5.

3 Didi Junaedi, Living Qur’an, Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian al-Quran.

Jurnal of quran and hadist, Vol. 4. No, 2. (2015), 173.

4 M. Masyur dkk, Living Qur’an Dalam Lintasan Sejarah, (Yogjakarta: TH-Press, 2007), h, 30

5 M. Nurdin Zuhri, Sawaun, Dialog al-Qur’an Dengan Budaya Lokal Nusantara, Jurnal Maghz, Vol, 2, No, 1, 2017, h, 126

6 Ahmad Zainal Abidin dkk, Pola Perilaku Masyarakat...., 7.

(24)

Akan tetapi terkadang keinginan manusia tidak selamanya berjalan lancar, terhalang oleh beberapa kendala, seperti hujan.

Wilayah kajian Living Qur’an dinilai melengkapi studi Al-Qur’an pada wilayah ‘internal’ sebagai kajian yang berfokus pada Nas al-Qur’an, baik terkait ‘Ulūm al-Qur’ān seperti i’jāz al-Qur’ān, asbāb al-Nuzūl, dan lain- lain. Kajian “Living Qur’an”, merupakan studi al-Qur’an pada wilayah

‘eksternal’ sebagai kajian yang berfokus pada fenomena al-Qur’an yang secara sadar ataupun tidak, sudah menstruktur pada kesadaran umat Islam dan membentuk budaya tertentu, yang pada taraf tertentu merupakan tafsir al-Qur’an yang berwujud sikap dan perilaku, tradisi, dan budaya, bahkan kehidupan nyata.7

Kajian tentang Living Qur’an ini merupakan studi tentang Al Qur‘an yang tidak berpusat pada tekstualnya saja, namun studi tentang gejala sosial masyarakat yang berhubungan dengan hadirnya Al Qur‘an di tempat-tempat geografis tertentu dan mungkin pada waktu tertentu pula.8 Membicarakan mengenai Living Qur’an, pada dasarnya juga membicarakan tentang gejala penafsiran-penafsiran Al Qur‘an yang sangat luas maknanya, artinya yang muncul di lingkungan sosial yang berbeda dengan hasil penafsiran selama ini yaitu dengan berbagai macam variasi.

Penelitian atau kajian tentang Al-Qur’an ini sangat penting untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan serta perkembangan masyarakat, sehingga mereka akan lebih menghargai dan maksimal dalam merespon atau memberi penghargaan baik terhadap Al Qur‘an. Kajian tentang Al- Qur‘an ini memunculkan paradigma atau anggapan baru pada masyarakat di era kontemporer saat ini. Pada studi Living Qur’an ini kajian tafsir akan

7 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-quran dan Tafsir, (Yogyakarta: PPLSQ Ar-Rahmah, 2014), 103-104.

8 M. Mansyur dkk, Living Qur’an Adalah Lintasan.., 39.

(25)

lebih banyak menghasilkan respon apresiasi baik dan akan memicu timbulnya tindakan dan partisipasi dari masyarakat.

Kajian Living Qur’an ini memotret kejadian fenomena sosial, mengenai interaksi manusia dengan Al Qur‘an yang akhirnya menimbulkan sebuah tradisi di masyarakat. Yakni, tindakan berpola dari manusia dari masyarakat yang disebut dengan sistem sosial (social system) atau sosial budaya (cultural system),9 misalnya seperti fenomena One Day One Juz (ODOJ), tadarrus, Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), Haflah Tilawatil Qur’an (HTQ), pembacaan surat atau ayat-ayat tertentu pada suatu acara atau even- even tertentu pula, dan lain-lain, ini semua berdasarkan keyakinan masyarakat itu sendiri yang bersumber dari interaksi manusia dengan Al Qur‘an.

Praktik-praktik yang berkenaan dengan fenomena Living Qur’an yang terjadi di masyarakat beraneka ragam dan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda dalam memahami nash al-Qur’an, meskipun landasan yang digunakan sama. Kultur budaya serta letak geografis tempat setiap daerah dan kebiasaan yang berbeda juga mempengaruhi praktik kegiatan masyarakat sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya aspek-aspek pengalaman yang tidak disadari.

Sebagai contoh terdapat tradisi sima’an, pembacaan ayat al-Qur’an pada Yaumul Bid, pembacaan surat Jin sebelum menempati rumah baru, Pembacaan al-Waqiah supaya rezeki lancar, Pembacaan ayat al-Qur’an untuk penyembuhan penyakit tertentu.

Ada juga kelompok yang membaca surat tertentu dalam al-Qur’an pada waktu-waktu tertentu, misalnya surat Yasin pada malam Jum’at sehingga melahirkan tradisi Yasinan. Orang-orang yang mengikuti kegiatan itu

9 Ahmad ‘Ubaydi Hasbilah, Ilmu Living Qur’an Hadist, Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi, (Ciputat, Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), 43.

(26)

mungkin memiliki motivasi beragam, baik motivasi keagamaan untuk memperoleh fadhilah maupun motivasi sosial, sekadar untuk media pergaulan, dan sebagainya.

Sehingga dewasa ini dapat ditemukan beragam tradisi yang mulai melahirkan perilaku-perilaku secara umum yang menunjukan resepsi sosial masyarakat atau kelompok tertentu terhadap Al-Qur’an. Sebagai contoh Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin di desa Tambakberas Jombang. Peneliti sengaja menggunakan Pondok ini sebagai objek penelitian karena dinilai sangat tepat, sudah sesuai dengan historis dan peran pondok tersebut pada masyarakat sekitar. Mengingat sudah hampir 2 abad pesantren ini bediri lebih tepatnya sudah 195 Tahun di desa Tambak beras, Jombang. Kemudian di Pondok Pesantren Bumi Damai Al- Muhibbin, Tambakberas Jombang ini terdapat kegiatan atau ritual rutin Daf’il Maṭār yakni ritual yang dilakukan untuk tujuan menolak hujan, yang dimaksud menolak hujan bukan berarti menolak secara harfiah, karena hujan merupakan anugrah Allah dan tidak ada satu kekuatanpun yang bisa menghentikan keinginan Allah SWT. Namun, berikhtiyar untuk mengalihkan curah hujan ked aerah lain dengan tawasull dan seizin Allah SWT. Ritual ini biasanya dilakukan para santri ketika Pondok akan mengadakan kegiatan besar yang melibatkan masyarakat sekitar, seperti Peringatan Maulid Nabi, peringatan Isra’ Mi’raj dan Haul Pendiri Pesantren. Terutama Rajabiyyah. Terdapat kegiatan pembacaan surat tertentu dalam jumlah tertentu yang dilakukan dalam ritual ini. Di antara surat yang dibaca dalam ritual Daf’il Maṭār ini adalah al-Ṭāriq 7 kali kemudian diakhiri dengan do’a Allahumma Khawalayna Wala ‘Alaiyna sebanyak 100 kali.

Dalam Tafsir Al-‘Azhar karangan seorang tokoh penting Indonesia yakni Prof. Dr. Hamka atau sering disebut dengan Buya Hamka diterangkan

(27)

bahwa pada ayat 11 surat al-Ṭāriq Allah SWT bersumpah dengan langit sebagai makhlukNya, yang mengandung hujan. Di dalam tafsir Al-‘Azhar juga disebutkan langitlah yang menyimpan air dan menurunkannya menurut jangka waktu tertentu. Berangkat dari fenomena ritual ini, peneliti tertarik untuk meneliti serta mengkaji fenomena tersebut lebih mendalam. Karena Al-Qur’an pada posisi ini difungsikan sebagai sarana untuk menolak hujan.

Padahal di satu sisi terdapat ritual untuk meminta hujan yang telah terdapat legitimasinya dalam hadist, ritual tersebut adalah shalat Istisqa’.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan pada deskripsi latar belakang di atas, nampak bahwa pembacaan surah al-Ṭāriq untuk Daf’il Maṭār atau ritual menolak hujan di Pondok Pesantren Al-Muhibbin Tambakberas, Jombang Jawa Timur menjadi fenomena nyata setiap tahun. Dalam hal ini peneliti memfokuskan dalam beberapa hal.

1. Surah-surah al-Qur’an yang berkaitan dengan alam seperti, Surah al-Ra’d, al-Ḥijr, al-Dukhān, al-Ahqāf, al-Żāriyāt, al-Ṭūr, al-Najm, al-Qamar, al-Ḥadīd, al-Burūj, al-Fajr, al-Balad, al- Syams, al-Lail, al-Ṭīn, al-Zalzalah, al-‘Aṣr, al-Fīl dan al-Falaq.

2. Surah al-Qur’an yang menjelaskan tentang hujan, seperti Al- Zukhrūf, al-Naḥl dan al-Ṭāriq

3. Respon santri dalam pembacaan Surah al-Ṭāriq C. Pembatasan Masalah

Agar pokok permasalahan tidak melebar peneliti perlu memberikan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas tentang proses pembacaan surah al-Ṭāriq di Pondok Pesantren Bumi Damai al-Muhibbin Tambakberas Jombang dalam upaya menolak hujan. Adapun batasan masalahnya adalah tentang proses pembacaan dan keterkaitan surah

(28)

al-Ṭāriq serta respon santri Bumi Damai al-Muhibbin terhadap ritual Daf’il Maṭār.

D. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang dipaparkan, peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi inti dari penelitian ini, antara lain:

Bagaimana proses pembacaan surah al-Ṭāriq dan respon santri terhadap ritual Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses pembacaan surah al-Ṭāriq dalam ritual Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren Bumi Damai Al- Muhibbin

2. Untuk mengetahui keterkaitan surah al-Ṭāriq serta respon santri terhadap ritual Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren Bumi Damai Al- Muhibbin.

F. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan referensi dalam kajian studi al-Qur’an khususnya dalam diskursus Living Qur’an, sehingga diharapkan bisa berguna terutama bagi yang memfokuskan pada kajian sosio-kultural masyarakat muslim (Indonesia) dalam memperlakukan atau menggunakan al-Qur’an.

b. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk membantu memperkenalkan salah satu bentuk keanekaragaman khazanah sosio-kultur masyarakat Muslim Indonesia, guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dalam hidup.

(29)

G. Tinjauan Pustaka

Melihat dari penelitian-penelitian sebelumnya penulis belum menemukan penelitian secara spesifik yang mengarah pada Living Qur’an yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Bumi Damai al-Muhibbin. Adapun dari pembahasan-pembahasan terdahulu, penulis mendapat banyak informasi yang bisa dijadikan dasar pijakan dan rekomendasi. Berdasarkan turunan tema yang diangkat dalam kajian ini, ditemukan beberapa referensi baik berupa jurnal, buku, skripsi maupun tesis yang dapat dimanfaatkan sebagai perbandingan dan tambahan informasi, di antaranya :

Be a Living Qur’an Petunjuk Praktis Penerapan ayat-ayat al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari.10 Karya Ibrahim Eldeeb yang judul aslinya adalah Masyru’uk al-Khaṣ Ma’a al-Qur’ān. Buku ini menguraikan tentang bagaimana langkah-langkah maupun petunjuk yang bisa dipakai bagi umat Islam untuk menarik kecintaannya terhadap al-Qur’an . Ada perbedaan dalam buku ini dengan sebelumnya, jika buku sebelumnya membahas metode penelitian living Qur’an, maka buku ini lebih fokus pada gejala- gejala sosial yang muncul dalam masyarakat Muslim seperti anjuran membaca dan menghafal al-Qur’an.

Syahrul Rahman dalam tulisanya yang berbentuk jurnal, “living quran:

Studi Kasus Pembacaan al-Ma’ṡurāt di Pesantren Khalid Bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu11 menjelaskan motivasi para santri mengetahui dan mengamalkan pembacaan al-Ma’ṡurāt ini adalah keutamaannya yang besar, seperti melindungi rumah dari gangguan setan,

10 Ibrahim E. 2009. “Be a Living Qur’an Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-ayat al-Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-sehari”. Skripsi. Ushuludin. IAIN Sultan Maulana Hasanudin. Banten

11 Syahrul Rahman. 2016. living quran: Studi Kasus Pembacaan al-Ma’tsurat di Pesantren Khalid Bin Walid. Syahadah. Vol, 4. No., 2.

(30)

disempurnakan nikmat, dicukupi segala kebutuhan di dunia, sehingga mereka berusaha mentradisikannya.

Umi masruroh menulis Jurnal, “Tradisi Rebo Wekasan Dalam Kajian Living Qur’an Di Desa Pakuncen Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo12” yang menjelaskan bahwa tradisi Rebo Wekasan dipandang sebagai hasil penafsiran masyarakat atau dengan kata lain respons masyarakat terhadap al-Qur’an. Fenomena yang terdapat dalam tradisi Rebo Wekasan seperti: pembacaan surat-surat al-Qur’an dan tulisan ayat al- Qur’an dalam tradisi Rebo Wekasan merupakan hasil dari pemahaman masyarakat Desa Pakuncen atas fungsi al-Qur’an yang menurut mereka al- Qur’an mempunyai kekuatan magis. Yakni dengan menggunakan surat- surat tertentu dalam al-Qur’an dan menulis potongan ayat-ayat al-Qur’an dalam bentuk rajah/wifiq bisa menyelamatkan mereka dari dari bencana dan keburukan-keburukan yang tidak diharapakan.

Moh. Muhtador menjelaskan dalam tulisan jurnal “Pemaknaan ayat al- Quran dalam mujahadah: Studi Living Qur’an di PP al-munawwir Krapyak komplek al-Kandiyas13”, bahwa Mujahadah menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara berzikir yang diambil dari potongan ayat-ayat al-Qur’an telah memberikan keyakinan kepada pengamalnya dan telah menjadikan al-Qur’an hidup dalam kehidupan.

Salah satu keyakinannya adalah potongan ayat al-Qur’an tersebut telah memberikan ketenangan dalam menjalani hidup, serta dapat mengabulkan keinginan yang diharapkan. Akan tetapi, placebo effect di dalam diri pengamal juga aktif untuk ikut serta menyembuhkan yang digantungkan dalam bacaan-bacaan potongan ayat tersebut.

12 Umi Masruroh. 2017. Tradisi Rebo Wekasan Dalam Kajian Living Qur’an di Desa Pakuncen. Qaf. Vol, 1. No, 02.

13 Moh. Muhtador. 2014. Pemaknaan ayat al-Quran dalam mujahadah: Studi Living Qur’an di PP al-munawwir krapyak. Jurnal Penelitian. Vol, 8, No, 1.

(31)

Idham Hamid menulis skripsi, “Tradisi Membaca Yasin Di Makam Annangguru Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar14” yang berkesimpulan bahwa Tradisi ma’baca Yasin di makam Annangguru Maddappungan yang dilakukan santri pondok Pesantren Salafiyah Parappe dalam pandangan al- Qur’an tidak terdapat kontradiksi hingga sampai melarang, bahkan tidak sedikit hadis-hadis Nabi Saw. yang mendukung serta menganjurkan untuk membaca surah Yasin dalam kondisi maupun kedaan tertentu. Penelitian Idham membuktikan bahwa dari kegiatan tradisi ma’baca Yasin di makam Annangguru Maddappungan yang rutin dilakukan setiap hari Jum’at pagi berimplikasi pada santri, yakni mampu membentuk kepribadian dengan berlandaskan nilai-nilai qur’ani serta senantiasa dekat dengan ulama sekalipun yang telah meninggal, dengan harapan dapat meneladani jasa-jasa para ulama. Selanjutnya dari praktik tradisi ma’baca Yasin di makam Annangguru Maddappungan, mampu menjadikan sebagai media dakwah atau komunikasi untuk memperkuat karakter spritual masyarakat.

Muhammad Fauzan Nasir menulis skripsi, “Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an Dalam Tradisi Mitoni (Kajian Living Al-Qur’an Di Dusun Sumberjo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten)15” yang menjelaskan tentang paradigma fungsional yang digunakan dalam menggali fungsi dari tujuh surat pilihan dalam al-Qur’an pada saat upacara mitoni, disimpulkan bahwa pembacaan tujuh surat tersebut, difungsikan oleh masyarakat Sumberjo dari pemaknaan terhadap surat-surat dan ayat ayat yang dibaca sebagai kitab suci, obat dan sarana perlindungan.

14 Idam Hamid. 2017. Tradisi Membaca Yasin Di Makam Annangguru Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Campalagian Kab.

Polewali Mandar. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Filsafat. UIN Alaudin Makasar, Makasar.

15 M. Fauzan Nasir. 2016. Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an Dalam Tradisi Mitoni. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Dakwah. IAIN Surakarta. Surakarta.

(32)

M. Assyafi’ Syaikhu Z. menulis skripsi, “Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk16)” yang berkesimpulan bahwa penggunaan ayat al-Qur‟an dalam Padepokan Macan Putih adalah praktek pembacaan dan pengamalan ayat yang dapat direspon oleh santri-santri untuk dijadikan karomahan. Media dalam karomahan menggunakan media lantunan bacaan ayat al-Qur’an dan menggunakan bahan-bahan alami seperti suara, air, garam, pasir, gelang, dan kayu menjalin, yang semua itu dibumbui dengan bacaan ayat Qur’an. Selain itu, cara mempraktekkannya dapat dengan menulis ayat tersebut di kain putih.

Pembacaan ayat ini bertujuan sebagai perantara, agar rahmat Allah SWT turun sebagai kekuatan dan solusi dari segala masalah yang dihadapi manusia. Adapun Makna karomahan berdasarkan pada teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim meliputi tiga kategori makna yaitu, makna objektif, secara umum karomahan tersebut merupakan praktek pembacaan dan pengamalan ayat al-Qur‟an yang difungsikan untuk menghasilkan kekuatan. Makna eksresif yang ditangkap oleh peneliti tujuan dakwah bagi praktisi dan tujuan mencari keselamatan, pahala, dan ridla Allah bagi santri.

Sedangkan makna dokumenter dilihat dari ruang sosial, karomahan dalam padepokan menjadi magnet bagi masyarakat. Hal ini karena praktisi seorang Gus, putra Kiai, sehingga masyarakat merasa aman dan tidak ragu.

Sedangkan sebagian besar masyarakat berstatus Nahdiyyin sehingga simbol Gus maupun Kiai sangat berpengaruh bagi mereka.

Isnani Sholeha memulis skripsi, “Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam Tradisi Mujahadah (Studi Living Di Pondok Pesantren

16 M. As-Syafi’i. 2017. Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-Ayat Al- Qur’an Dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Dakwah. IAIN Surakarta. Surakarta.

(33)

Putri Nurul Ummahat Kotagede, Yogyakarta17)” yang menjelaskan tentang Prosesi dan pema’naan dalam pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah yang dilaksanakan setiap ba’da jama’ah shalat Isya oleh seluruh santri secara rutin dan istiqomah.

Yadi Mulyadi menulis tesis, “AL-QUR’AN DAN JIMAT (Studi Living Qur’an Pada Masyarakat Adat Wewengkon Lebak Banten18)” yang menyimpulkan bahwa Sebagian besar masyarakat Adat Wewengkon Kasepuhan dalam kehidupan sehari-harinya meyakini al-Qur’an terdapat doa-doa khusus yang mengandung beragam keutamaan-keutamaan tertentu.

Kemudian, al-Qur’an diramu hingga dibuat huruf-huruf hijāiyyah dan dicampurkan dengan nama Allah Swt. Rasulullah Saw. Khulafaur Rasyidin, malaikat, dan numerik Arab sehingga menjadi sebuah jimat. Adapun makna dari persepsi masyarakat terhadap al-Qur’an itu bagian dari penghormatan, pemuliaan dan pelestarian masyarakat terhadap al-Qur’an. Motif dan tujuan masyarakat Kasepuhan dalam menggunakan jimat karena memiliki beragam manfaat, antara lain: Pertama, dapat menyelamatkan diri dan memberikan kepercayaan/ketenangan dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Kedua, dapat berfungsi sebagai karismatik yang tinggi dalam pandangan setiap manusia demi mempertahankan eksistensi kekuasaan. Ketiga, digunakan sebagai penglaris dalam perdagangan untuk kepentingan stabilitas ekonomi. Keempat, sebagai penyembuh dari berbagai penyakit untuk kepentingan masyarakat luas yang mengendap penyakit yang tak kunjung sembuh dan lain sebagainya.

Mochammad Rizal Fanani menulis tesis, “Kajian Living Qur’an Ayat- Ayat Pengobatan Dalam Kitab Sullam Al-futuhat Karya Kh. Abdul Hannan

17 Isnani Sholeha. 2016. Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam Tradisi Mujahadah. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta

18 Yadi Mulyadi. 2017. Al-qur’an dan Jimat. Program Magister Fakultas Ushuludin. Tesis. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

(34)

Ma’shum19” yang menyimpulkan bahwa Dalam kitab Sullam Al-futuhat terdapat beberapa ayat yang digunakan sebagai media pengobatan dengan berbagai macam cara yang berbeda beda dalam setiap pengobatan yang dilakukan. Seperti (1) Obat untuk menolak bala’ dengan media ternak, (2) Fadilah surah al-Humazah, dalam hal ini surah al-Humazah digunakan untuk mendeteksi jenis penyakit yang diderita oleh seseorang. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa ritual tertentu; (3) Obat sakit lumpuh, (4) amalan untuk menenangkan tangisan anak kecil, (5) Obat sakit perut.

Pencantuman ayat-ayat yang terdapat dalam kitab Sullam Al-futuhat oleh KH. Abdul Hannan Ma’shum memiliki beberapa landasan yaitu penukilan- penukilan yang dilakukan dari berbagai kitab dan juga ijazah yang diterima oleh Kyai. Kemudian, amalan-amalan tersebut di amalkan oleh KH. Abdul Hannan Ma’shum dan telah berhasil. Meskipun begitu, terkadang hasil yang diperoleh seseorang dengan yang lainnya berbeda. Hal ini terjadi karena kadar keyakinan serta kemantaban mereka yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena segala amaliyah akan berbuah sesuai dengan kadar kemantaban si pelaku serta ke Istiqamahannya.

Penelitian di atas adalah sama-sama meneliti tentang living Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Namun memiliki fokus yang berbeda-beda, secara konteks penelitian-penelitian diatas adalah sama-sama memiliki satu tujuan yaitu meneliti tentang penghidupan al-Qur’an. Jadi, relevansinya dengan penelitian ini adalah bagaimana cara manusia memaknai al-Qur’an itu sendiri dan bagaimana cara mengamalkannya. Letak perbedaannya adalah pada fokusnya, yaitu fungsi dari ayat al-Qur’an dan tujuan dalam mengamalkan ayat al-Qur’an sebagai ritual atau sarana menolak hujan di Pondok Pesantren Bumi Damai al-Muhibbin.

19 M. Rizal Fanani. 2016. Kajian Living Qur’an Ayat-Ayat Pengobatan Dalam Kitab Sullam Al-futuhat. Tesis. Pasca Sarjana Ilmu Al-qur’an dan Tafsir. IAIN Tulungagung. Tulungagung

(35)

H. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam kajian living Qur’an ini adalah metode yang berkenaan dengan lapangan atau studi kasus. Oleh karena itu, diperlukan beberapa perangkat untuk membahas hal tersebut. Di antaranya adalah jenis penelitian, tehnik pengumpulan data dan tehnik pengolahan data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis penelitian secara langsung. Yakni penelitian kualitatif atau kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) lapangan20. yaitu suatu penelitian yang menggambarkan atau memaparkan secara umum mengenai pembacaan surah al-Ṭāriq terhadap kegiatan Daf’il Maṭār di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengintrepretasikan data yang berkaitan dengan penelitian ini.21

2. Subjek Penelitian

Subyek penelitian merupakan tempat untuk memperoleh keterangan22 dalam penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah informan yang akan diteliti, di antaranya:

a. Ustadz atau Ketua Santri yang menjadi panutan di Bumi Damai Al- Muhibbin.

b.Beberapa santri yang terlibat dalam pembacaan surah al-Ṭāriq sampai sekarang.

20 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif dan Gabungan, (Jakarta: Paramedia Group, 2014), 328.

21 John Creswell, Penelitian Kualitatif & Field Research Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015, 105.

22 J.R.Rajo. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulan , Jakarta: Grasindo, 2010, 109.

(36)

Informasi di atas bisa saja bertambah sesuai dengan apa yang diterima dan dialami oleh peneliti selama pengumpulan data.

3. Sumber data

Untuk mendapatkan data yang valid dan benar, peneliti dalam hal ini menggunakan dua sumber data, sumber data primer berupa penelitian lapangan yang dibantu dengan data sekunder berupa metode kualitatif yakni

library research.

1. Data Primer

a. Wawancara Ustadz Bumi Damai Al-Muhibbin b. Wawancara Ketua Santri Bumi Damai Al-Muhibbin c. Wawancara beberapa santri Bumi Damai Al-Muhibbin 2. Data Sekunder

a. Tafsir terkait surah al-Ṭāriq b. Hadist Nabi mengenai Hujan

c. Jurnal dan beberapa buku mengenai pemahaman Al-Qur’an 3. Tehnik Pengumpulan Data

Agar mendapat data-data yang valid dan berkualitas, maka penelitian ini menggunakan beberapa tehnik dalam pengumpulan data, yakni ;

Pertama, Observasi yakni melakukan kegiatan terjun kelapangan dalam rangka mengamati dan mendengar untuk memahami.23 Terjun kelapangan merupakan proses mencari jawab dan mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini mencatat, merekam serta memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis.

Kedua, Wawancara, merupakan cara pengumpulan data yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,24 yakni

23 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), 131.

24 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitaif dan R & D (Bandung:

Alfabeta, 2011), 138.

(37)

percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dan merupakan yang biasa digunakan oleh para peneliti lapangan, karena dianggap sebagai salah satu dari penggalian data yang cukup efektif dan efisien. Pekerjaan ini dilakukan dengan cara bertanya dan berdialog25 dengan informan (tokoh-tokoh kunci) yang ditentukan sebagai kunci pokok. Tujuan tehnik ini untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan obyek yang diteliti, yang berhubungan dengan ritual Daf’il Maṭār.

Ketiga, Dokumentasi merupakan pengumpulan data kualitatif dengan cara melihat atau menganalisis beberapa dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek26. Data yang diambil dalam teknik ini adalah dokumentasi yang berupa foto-foto yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.

4. Teknik Pengolahan Data

Penulis menggunakan tiga tahapan dalam mengolah data yang diperoleh selama pengumpulan data.

Pertama, reduksi data yang merupakan penyeleksian, pemfokusan dan abstraksi data dari hasil catatan lapangan.27 Data yang diperoleh dalam ritual Daf’il Maṭār secara keseluruhan dikumpulkan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan konsep penelitian yang telah dirancang sebelumnya.

Kedua, display atau penyajian data, pada tahap ini penulis melakukan organisasi data, mengaitkan hubungan-hubungan tertentu antara data yang satu dengan data yang lain.28 Dalam hal ini misalkan mengenai ritual Daf’il Maṭār dan bagaimana pembacaan al-Qur’an dalam ritual tersebut. Pada

25 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 186

26 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), 143.

27 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), 175.

28 Moh. Soehadha, Metode Penulisan Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, 131.

(38)

proses ini penulis menyajikan data yang lebih kongkret dari tahap sebelumnya, serta telah diklasifikasikan pada tema-tema yang dirancang oleh peneliti.

Ketiga, Verifikasi, pada tahap ini penulis melakukan penafsiran (interpretasi) terhadap data yang telah diperoleh dan melalui tahap reduksi dan display (penyajian), sehingga data yang ada telah memiliki makna.29 Dalam tahap ini interprestasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan, pencatatan tema-tema dan pola-pola, pengelompokan, melihat kasus per kasus dan melakukan pengecekan terhadap hasil observasi serta melakukan wawancara dengan informan. Proses ini juga menghasilkan sebuah hasil analisis yang telah dikaitkan dengan asumsi- asumsi dari kerangka teoritis yang ada. Selain itu penulis juga menyajikan jawaban atau pemahaman terhadap rumusan masalah yang dicantumkan di bagian latar belakang masalah penelitian.

I. Sistematika Penulisan

Penelitian ini secara sistematis akan diuraikan dalam bentuk lima bab yang terdiri dari:

Pendahuluan, berisi terkait alasan kenapa penelitian ini penting untuk dilakukan, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi perhatian utama peneliti yang dijawab pada kesimpulan, tujuan dan manfaat penelitian, hasil penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Kedua, berisi tentang al-Qur’an yang hidup dalam perilaku masyarakat.

Pada bagian ini al-Quran dijadikan sebagai tradisi masyarakat, melihat tinjauan umum seputar Living Qur-an dan tradisi keagamaan.

29 Moh. Soehadha, Metode Penulisan Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, 134.

(39)

Ketiga, deskripsi wilayah Pondok Bumi Damai al-Muhibbin yang berada di Jombang Jawa Timur. Bab ini menjelaskan hasil data dari observasi yang telah diteliti oleh peneliti, meliputi profil pesantren dan keadaan sosial agama.

Keempat, pembacaan ayat-ayat al-Qur’an untuk menolak hujan, dalam bab ini akan memaparkan bagimana cara pelaksaan pembacaan surat at- Thariq sebagai ritual menolak hujan.

Kelima menjelaskan tentang kesimpulan pada penelitian ini, saran-saran dari peneliti yang sifatnya membangun serta diakhiri dengan harapan dari beberapa kritik pembaca sehingga dapat mendorong penulis untuk memicu potensi dan kualitas yang lebih baik dari sebelumya.

(40)
(41)

19 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Profil Surah al-Ṭāriq

1. Penamaan dan Posisi Surah al-Ṭāriq dalam al-Qur’an

Surah al-Ṭāriq adalah surah makkiyah. Para ahli Tafsir sepakat berpendapat bahwa surah al-Ṭāriq diturunkan pada periode Makkah yaitu setelah surah al-Balad di mana ayat-ayat dari surah ini diturunkan pada fase Mekkah sebelum Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke kota Madinah.1 Surah ini dinamakan dengan al-Ṭāriq sebagaimana tertera dalam mushaf al-Iman (usmany) serta di berbagai buku tafsir lainya. Secara etimologi al-Ṭāriq berarti mengetuk dengan suara yang terdengar keras, bisa juga dipakai untuk menyebut orang yang sedang berjalan dengan kaki.

Dan secara khusus digunakan pada waktu malam, sebab umumnya pada waktu malam hari semua pintu rumah kebanyakan ditutup. Kemudian makna ini diperluas menjadi apa saja yang terlihat pada waktu malam.

Adapun para pakar tafsir mengartikan nama surat ini dengan bintang yang muncul pada malam hari2

Tema surat ini masih berkisar tentang hari akhirat. Adapun proses utama pembicaraan adalah tentang manusia, rahasia penciptaan serta tahapan- tahapannya kemudian memuat tanda-tanda kekuasaan Allah yang tiada batasnya. Dan pembenaran al-Qur’an sebagai wahyu dan kitab Allah yang menjadi pembeda anatara kebenaran dan kebatilan. Muatan surat ini ditutup dengan hiburan kepada Nabi Muhammad supaya tidak terlalau menanggapi tekanan dari kaum Quraisy. Agar beliau terus berdakwah tanpa memikirkan

1 Jalaluddin as-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an Cet. I (Beirut: Darul Kutub al- Ilmiah, 2004 M/1425 ), 20.

2 Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir, Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar, cet.I, 2004 M/1424 H, vol.2.783.

(42)

resiko karena Allah yang akan menanggani dan mengurus mereka.

Kemudian pada ayat 11-12 disebutkan hubungan surat al-Ṭāriq dengan hujan.

2. Kandungan Surah al-Ṭāriq

Surat al-Ṭāriq merupakan salah satu surat yang terdapat dalam mushaf al-Qur'an yaitu di dalam juz al-Qur'an yang ke 30. Surah al-Ṭāriq merupakan surat yang terletak pada urutan surah yang ke-86. Jumlah ayat yang terdapat dalam surah al-Ṭāriq adalah 17 ayat. Allah berfirman pada ayat yang pertama:

قِرﺎَّطﻟاَو ِءﺎَمَّسﻟاَو

“Demi langit dan yang datang pada malam hari.”

ءﺎَمَّسﻟاَو

menurut tafsir Mawardi dalam surat pertama surat al-Ṭāriq adalah Allah bersumpah demi langit dan Allah juga bersumpah dengan kata

قِرﺎَّطﻟاَو

3Sebagaimana yang telah dijelaskan pada tafsir-tafsir surat

sebelumnya, bahwasannya langit merupakan makhluk terbesar yang dapat disaksikan melalui kasat mata.

Tidak ada makhluk yang bisa kita saksikan yang lebih luas daripada langit. Di dalam naungan langit ada matahari, rembulan, bintang-bintang, menunjukkan betapa luasnya langit. Bahkan ujungnya saja tidak kita ketahui sampai di mana, dan semua manusia di ujung dunia bagian manapun bisa menyaksikan. Itulah di antara hikmah mengapa Allah sering bersumpah dengan langit karena langit adalah benda yang bisa diliat oleh seluruh makhluk diman apun mereka berada. Allah juga bersumpah dengan yang datang pada malam hari4.

3 Ali bin Muhammad Abu Hasan Almawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 6, 245.

4 Ali bin Muhammad Abu Hasan Almawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 6, 246.

(43)

قِرﺎَّطﻟاَو

dalam bahasa arab bermakna

ِلْيَّﻟِبِ ُنﺎَيْ تِْﻹَا

yaitu datang pada malam hari. Artinya apa saja yang datang pada waktu malam. Di antaranya adalah bintang-bintang karena munculnya pada waktu malam5.

Kemudian Allah berfirman:

ُقِرﺎَّطﻟا ﺎَﻣ َكاَرْدَأ ﺎَﻣَو

“Dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”

Ayat ini menegaskan arti kata

ُقِرﺎَّطﻟا

yang akan dijelaskan pada ayat setelahnya. Dalam tafsir Tabari kata

ُقِرﺎَّطﻟا

disini menunjukan menengetuk pada waktu malam6. Allah memberi pertanyaan pada ayat kedua supaya orang-orang memperhatikanya. Allah berfirman:

ُبِقﺎَّثﻟا ُمْﺠَّنﻟا

“(yaitu) bintang yang bersinar tajam”

Disebut bintang karena keluarnya pada malam hari dan menghilang ketika siang hari, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh hadist :

نحمريا يربخ قﺮطي ﺎقرﺎط لاا

“Mengetuk pintulah dengan baik-baik”

Kemudian kata

ُبِقﺎَّثﻟا

Ibnu Abbas menjelaskanya dengan sesuatu yang menerangi. Kemudian imam Suddi berkata

ُبِقﺎَّثﻟا

adalah para setan akan tembus dengan cahaya tersebut7.

Kemudian Allah berfirman:

ظِفﺎَﺣ ﺎَهْ يَلَع ﺎَّمَّﻟ ٍسْفَ ن ُّلُك نِإ

“Setiap orang pasti ada penjaganya”

Tidak ada satu jiwa pun melainkan ada pencatat amalnya. Sebagaimana yang telah berlalu pada tafsir surat al-Infiṭār bahwasanya setiap manusia

5 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 496.

6 Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabarani, Tafsir Al-Thabari, jilid 24, 351.

7 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 627.

(44)

diikuti oleh para malaikat yang mencatat amalan dia. Sebagaimana yang telah Allah firmaknkan dalam surah al-Infiṭār ayat 10-12.

ظِفﺎَﺣ

dalam tafsir Jalalain diartikan sebagai malaikat yang selalu menjaga manusia dari kebaikan maupun kejelekan8. Artinya segala sesuatu yang memiliki ruh akan selalu dijaga oleh Allah SWT baik dalam keadaaan sadar maupun tidak. Karena Allah sudah mengutus beberapa malaikat untuk selalu menjaga dan mengawai manusia, seperti yang sudah difirmankan dalam al-Qur’an surat al-Ra’d ayat 11 yang artinya Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah9. Kemudian Allah berfirman :

َقِلُخ َّمِﻣ ُنﺎَسنِْﻹا ِﺮُظنَيْلَ ف

“Maka hendaknya manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan”

ٍقِفاَد ٍءﺎَّﻣ نِﻣ َقِلُخ

“Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar”

ِبِئاََّتَّﻟاَو ِبْلُّصﻟا ِْيَْب نِﻣ ُجُﺮَْيَ

“Yang keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada”

Ayat-ayat ini adalah peringatan dari Allah untuk para manusia agar tidak lupa diri atau untuk merenung dari mana manusia diciptakan agar manusia tidak dapat menyombongkan dirinya di dunia. Manusia dicicptakan dari air hina yang keluar (memancar) dari kemaluan laki-laki dan rahim perempuan, yang keluar dari tulang rusuk lelaki dan tulang dadanya perempuan10. Begitu lemahnya manusia dilihat dari asal mula diciptakan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Rūm ayat 27 yang artinya, Dan Dialah Allah

8 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

9 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 628.

10 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

(45)

yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali11. Kemudian Allah berfirman:

رِدﺎَﻘَﻟ ِهِﻌْﺟَر ٰىَلَع ُهَّنِإ

“Sesungوguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya”.

Surat al-Ṭāriq diturunkan untuk kaum musyrikin Arab yang mengingkari hari kebangkitan. Maka Allah ingin mengingatkan sebagaimana Allah mampu menciptakan manusia dari air mani, Allah lebih mudah untuk membangkitkan manusia kembali dari kematian12 Secara logika dan realita semua mengerti bahwasannya mengulangi sesuatu itu lebih mudah daripada ketika membuatnya pertama kali. Oleh karena itu, Allah membuat contoh seperti itu agar manusia menggunakan otaknya untuk merenungkannya.

Namun bagi Allah semuanya mudah dan sama mudahnya. Tentang tafsir ayat ini, ada 4 pendapat sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Jarir At- Thobari. Pendapat pertama, kata ‘mengembalikannya’ kembali kepada air mani, yaitu Allah mampu mengembalikan air mani setelah terpancarkan.

Kata orang, kalau air susu sudah keluar dari putingnya maka tidak mungkin dikembalikan, begitupun dengan air mani kalau sudah keluar dari kemaluan maka tidak mungkin dikembalikan. Bagi manusia mustahil, tetapi Allah kuasa untuk mengembalikan itu semua, Allah mampu untuk mengembalikan air mani yang sudah terpancarkan masuk kembali ke dalam kemaluan. Pendapat kedua, yaitu Allah mampu mengembalikan manusia kembali menjadi air mani jika Allah berkehendak. Pendapat ketiga, yaitu Allah mampu mengembalikan manusia dari kondisi tua kepada kondisi

11 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 629.

12 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

(46)

muda, dari kondisi muda kepada kondisi anak-anak13.Kemudian Allah berfirman:

ُﺮِئاَﺮَّسﻟا ىَلْ بُ ت َمْﻮَ ي

“Pada hari ditampakkan segala rahasia” (al-Ṭāriq [86]: 9).

Pada hari kiamat kelak semua rahasia akan terbuka dan terbongkar, tidak ada rahasia yang tersembunyi pada hari kiamat. Semua dibuka dengan jelas dan dapat dilihat oleh orang lainya14. Oleh karena itu, hendaknya kita juga memperhatikan masalah hati kita di samping amalan jawarih (anggota badan), di antaranya berupa masalah keikhlasan, masalah qana’ah, masalah beriman kepada takdir, maka masalah hati ini adalah perkara yang sangat penting. Karena sangat berpengaruh terhadap amalan kita di dunia dan di akhirat kelak tatkala yaumul hisab, hari kebangkitan.

Kemudian Allah berfirman:

ُهَﻟ ﺎَمَف ٍﺮِصَنَ َلاَو ٍةَّﻮُ ق نِﻣ

“Maka manusia tidak lagi mempunyai suatu kekuatan dan tidak (pula) ada penolong”

Seseorang tidak akan dapat menghindar dai siksaan Allah dan juga tidak ada orang lain yang bisa menolong dia. Tidak ada kekuatan dari dirinya dan tidak pula dari orang lain15 Bagaimana seorang ayah dan ibu akan menolong anaknya atau sebaliknya -jika telah ditetapkan masuk neraka-, sementara pada hari kiamat satu sama lain akan lari saling meninggalkan. Allah berfirman:

ْنِﻣ ُءْﺮَمْﻟا ُّﺮِفَي َمْﻮَ ي ﺎَصَو ِهيِبَأَو ِهِّﻣُأَو ِهيِخَأ

ِهيِنَبَو ِهِتَبِﺣ

“34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,35. dari ibu dan bapaknya,36. dari istri dan anak-anaknya”. (QS ‘Abasa [80]: 34-36).

13 Muhammad bin Zariri bin Yazid, Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qu’an, (Muassah Risalah, 2000), 134.

14 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 630.

15 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

(47)

Oleh karena itu, ingatlah bahwasanya yang akan menolong kita adalah amalan kita. Jangan pernah berharap kepada orang lain. Kemudian Allah berfirman:

ِعْﺟَّﺮﻟا ِتاَذ ِءﺎَمَّسﻟاَو

“Demi langit yang mengandung hujan” al-Ṭāriq [86]: 11.

Dikatakan

ِعْﺟَّﺮﻟا

karena hujan itu berulang-ulang16, sebagaimana dalam ilmu fisika bahwasannya air itu turun kemudian akan kembali lagi ke langit.

Sehingga disebut dengan berulang-ulang.

Kemudian Allah berfirman:

ِعْﺪَّصﻟا ِتاَذ ِضْرَْلأاَو

“Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan”

Yang dimaksud dengan

ِعْﺪَّص ﻟا

adalah

ُقُّﻘَشَّتﻟا

dan

رﺎَطِفْنِلاا

, yaitu

terbelahnya tanah karena keluarnya tumbuhan ke atas17 kemudian Ibnu Abbas mengartikanya dengan retak karena tumbuh-tumbuhan18. Maksud dari ayat-ayat ini adalah langit menurunkan hujan sehingga tercurahkan kepada tanah yang mati dan tandus, lalu tanah tersebut hidup kembali dengan keluarnya tetumbuhan pada tanah-tanah tersebut. Maka demikianlah pula hari kebangkitan, mudah bagi Allah membangkitkan kembali jasad-jasad yang telah mati sebagaimana mudahnya bagi Allah untuk menghidupkan kembali tanah yang telah tandus. Kemudian Allah berfirman:

لْصَف لْﻮَﻘَﻟ ُهَّنِإ

16 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

17 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

18 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 631.

(48)

“Sungguh (Al-Quran) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil)”

ِلْزَْلِْبِ َﻮُه ﺎَﻣَو

“Dan (Al-Quran) itu bukanlah senda gurauan”

Al-Quran adalah pemutus dan pembeda antara yang hak dan bathil., Ibnu Abbas menafsirkan dengan hukum yang adil19. Dan apabila sudah datang ayat dari Allah maka kewajiban kita adalah menerimanya. Apabila sudah ada ayat, sudah ada hadist, maka seluruh perkataan manusia harus kita buang. Kita harus mendahulukan perkataan Allah dan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seluruh isi kandungan al-Qur’an adalah serius dan tidak ada yang merupakan senda gurau semata. Maka ini merupakan bantahan kepada kaum musyrikin yang menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu yang dibacakan oleh Nabi untuk bercanda dan bersenda gurau20. Kemudian Allah berfirman:

اًﺪْيَك َنوُﺪيِكَي ْمَُّنَِّإ

“Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat”

اًﺪْيَك ُﺪيِكَأَو

“Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu”

Orang-orang kafir yang selalu berbuat tipu daya kepada nabi Muhammad pada akhirnya senjata makan tuan karena Allah Maha mengetahui segalanya21. Patut diketahui bahwasanya tidak boleh mengatakan Allah Maha Pembuat Tipu Daya, karena tidak boleh kita menisbatkan sifat tipu daya yang permanen kepada Allah. Namun Allah terkadang membuat tipu daya kepada orang yang berbuat tidak baik.. Kemudian Allah berfirman:

اًﺪْيَوُر ْمُهْلِهْﻣَأ َنيِﺮِفﺎَكْﻟا ِلِّهَمَف

19 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 632.

20 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

21 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.

(49)

“Karena itu berilah penangguhan kepada orang-orang kafir. Berilah mereka kesempatan untuk sementara waktu”

Oleh karena itu, orang-orang kafir berbuat kerusakan di dunia tinggal menunggu waktu azab Allah akan turun kepada mereka, baik berupa siksaan, malapetaka dan kehancuran3022. Sebagaimana firman Allah dalam surat Luqmān ayat 24 yang artinya, Kami biarkan mereka bersenang- senang sebentar kemudian kami paksa mereka (masuk) kedalam siksaan yang keras.

3. Fadhilah (keutamaan) Surah al-Ṭāriq

Setiap huruf dan kata dalam al-Qur’an selalu memiliki makna yang begitu dalam karena merupakan Kalamullah termasuk juga surah al-Thariq.

Al-Qur’an juga akan bisa menjadi hujjah yang akan membela kita jika kita mengamalkan kandungannya. Sebaliknya, Al-Qur’an juga akan menuntut kita, jika kita tidak mengamalkanya. Sesungguhnya Al-Qur’an akan menjadi musuh pada hari kiamat bagi orang-orang yang membaca dan menghafalnya saja, namun menyelisihi dan tidak mengamalkannya31. Salah satu surat dalam al-Qur’an adalah surah al-Ṭāriq. Surah al-Ṭāriq ini memiliki keistimewaan serta keutamaan tersendiri. Dalam kitab Lamahatul Anwar wa Nafahatul Azhar, Muhammad bin Abdul Wahid Al-Ghafiqi

menyebutkan beberapa riwayat mengenai keutamaan surah al-Takwīr (surat-surat pendek juz 30). Pertama, orang yang membaca surah al-Ṭāriq, maka dia akan mendapatkan pahala dan kebaikan sebanyak bintang-bintang yang ada di langit. Hal ini berdasarkan riwayat berikut;

َع ْن ِّب ُا ْب ِن ْﻌ َك َع ٍب َر ُﺳ ْن ْﻮ ِل ِالله َص َّل ُالله ى َع َل ْي ِه َو َﺳ َّل َم َﻣ ْن َ ق َﺮ ُﺳ ْﻮ َأ َر ًة َو َّسﻟا َم َو ِءﺎ َّطﻟا ِرﺎ ِق

َأ ْع ُهﺎ َط ُالله َﻌ َﺪ ِب ِد ِّل ُك َْن ٍم ِْف َّسﻟا َم ِءﺎ َع َﺮ ْش َس َن َﺣ ٍتﺎ

22 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 635.

31 Ustadz Ahmad zainudin,Lc, Keutamaan Membaca Al-Qur’an, https://Artikel Muslim.Or.id.diambil pada tanggal 11 januari 2020.

Gambar

Tabel 2.1 Surat dan Jumlah Ayat
Tabel 2.2 Surat dan Jumlah Ayat
Tabel 2.3 Surat dan Jumlah Ayat
Tabel 2.4 Surat dan Jumlah Ayat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Biaya variabel meliputi pengeluaran untuk pembelian bibit, pupuk kimia (pupuk urea, pupuk SP-36, dan pupuk phonska), pestisida, dan tenaga kerja.. Pembelian benih merupakan

majalah biasanya tidak linear. Ragam teks laporan tersebut tersusun umumnya adalah; 1) Foto utama berukuran 2 halaman penuh dan ikon laporan Archipelago diletakkan di awal

Kurikulum 2013 dengan Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Kepribadian Siswa di SMP Islam Sidoarjo .”. Bagaimana implementasi kurikulum 2013 dengan pendidikan karakter

Validasi ST European Quality Of Life- 5 Dimensions (EQ-5D) Versi Indonesia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Kotagede II Yogyakarta.. EQ-5D as a Generic Measure

Dalam prosesnya, mereka merangsang elektron lain untuk membuat lompatan energi ke bawah dan dapat menyebabkan emisi foton lebih dari panjang gelombang dan fase yang sama..

Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk melakukan isolasi, karakterisasi, dan identifikasi BPF dari beberapa lokasi di Bogor, Nusa Tenggara