• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI ESOFAGITIS REFLUKS PADA PASIEN YANG MENJALANI ENDOSKOPI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS DI RSUP SANGLAH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREVALENSI ESOFAGITIS REFLUKS PADA PASIEN YANG MENJALANI ENDOSKOPI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS DI RSUP SANGLAH TAHUN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

DI RSUP SANGLAH TAHUN 2015

I Ketut Adi Suryana*, I Ketut Mariadi**, Gde Somayana**, IGA Suryadarma**, Nyoman Purwadi**, IDN Wibawa**.

*SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar

**Divisi Gastroentero-Hepatologi, SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar

Abstrak

Reflux esophagitis is an esophageal mucosal injury that occurs secondary to retrograde flux of gastric contents into the esophagus. The typical symptom such as heartburn, acid dyspepsia and regurgitation. The morphologic features of reflux esophagitis in the distal esophagus are variable and nonspecific. There were only limited data in Indonesia about prevalence of reflux esophagitis. This study was aimed to know the prevalence of reflux esophagitis among patients underwent endoscopy procedure in Sanglah Hospital 2015.

A cross-sectional study to 516 patients who underwent upper gastrointestinal endoscopy procedure in Endoscopy Unit of Sanglah Hospital Denpasar during January to December 2015 was conducted. The reflux esophagitis is defined endoscopically by visible breaks of the distal esophageal mucosa. Data was analyzed by statistical computer software, IBM SPSS Statistics 20. Seventy four (14.34%) out of 516 patients who underwent endoscopy procedure had reflux esophagitis. Of the 74 patiens, 56.8% were male (42 patients) and 43.2% were female (32 patients). Prevalence reflux esophagitis most frequent on 4th until 7th decade of life with 51 patients (68.9%). The mean age was 51.45 ± 15.4 years. Variable clinical symptoms associated with reflux esophagitis were heartburn (39.2%), nausea (18.9%), and blackish stool (12.2%). Reflux esophagitis also accompanied by other endoscopic views, such as superfisialis gastritis (41,75%), hernia hiatal (19.78%) and erosive gastritis (16.48%).

Reflux esophagitis was found in 14.34% of patients who underwent upper gastrointestinal endoscopy procedure in Sanglah Hospital 2015. Reflux

(2)

esophagitis most frequent on male and on 4th until 7th decade of life with heartburn as mayor clinical symptom.

Keywords: reflux esophagitis, age, heartburn

Latar Belakang

Refluks esofagitis adalah cedera mukosa esofagus yang terjadi akibat refluks isi lambung ke dalam kerongkongan. Secara klinis, ini disebut sebagai penyakit refluks gastroesophageal (GERD) (1,2). Biasanya, penyakit refluks melibatkan distal 8-10 cm dari esofagus dan persimpangan gastroesophageal. The American College of Gastroenterology mendefinisikan GERD sebagai gejala

kronis atau kerusakan mukosa yang diproduksi oleh refluks abnormal isi lambung ke dalam kerongkongan. Ciri-ciri morfologi refluks esofagitis dalam esofagus distal adalah tidak spesifik, termasuk hiperplasia sel basal, pemanjangan papila vaskular, edema interseluler, kehadiran eosinofil intraepithelial, limfositosis intraepithelial, degenerasi sel-sel skuamosa dan ulserasi/erosi. Sindrom dispepsia dan GERD seringkali muncul dengan gejala klinis yang tumpang tindih.

Heartburn dan regurgitasi asam merupakan gejala klasik GERD (3,4,5).

Komplikasi dari GERD yang dapat timbul adalah esofagus Barret, striktur, ulkus esofagus serta adenokarsinoma di kardia dan esophagus (1,2).

Diperkirakan bahwa di Amerika Serikat sekitar 40% dari populasi umum orang dewasa mengalami heartburn, setidaknya sekali dalam seminggu.

Prevalensi GERD pada populasi Amerika dilaporkan 10% - 20%, Eropa 9-17%, Australia 12-15%, Cina 5,2%, Korea 8,5%, Jepang 7,7% serta Taiwan 5% (1). Di Indonesia, berdasarkan data dari RSCM menunjukkan peningkatan kejadian GERD pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002. Prevalensi GERD di negara-negara Barat relatif lebih tinggi dibanding di Asia, diduga disebabkan oleh faktor diet dan meningkatnya obesitas. Sebagian besar kasus GERD adalah NERD dengan prevalensi berkisar antara 50% sampai 70% dari populasi GERD dibandingkan esofagitis refluks (3,4,5).

Berdasarkan latar belakang diatas, mengingat masih tingginya insiden GERD di dunia. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi

(3)

esofagitis refluks yang terjadi pada pasien yang menjalani endoskopi bagian atas di RSUP Sanglah Denpasar sehingga dapat dilakukan deteksi dini terhadap penyakit ini sehingga diharapkan mampu memberikan terapi yang optimal dan menurunkan tingkat morbiditas pada pasien.

Tujuan Penelitian

Mengingat terbatasnya pustaka penelitian mengenai prevalensi esofagitis refluks di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi esofagitis refluks pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di RSUP Sanglah pada tahun 2015.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan potong lintang berdasarkan catatan endoskopi.

Populasi penelitian adalah jumlah pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di RSUP Sanglah. Tercatat 516 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di Unit Endoskopi Poliklinik Wings RSUP Sanglah Denpasar antara Januari hingga Desember 2015. Esofagitis refluks didapatkan dengan pemeriksaan endoskopi dengan ditemukan kriteria morfologi dalam esofagus distal termasuk hiperplasia sel basal, pemanjangan papila vaskular, edema interseluler, kehadiran eosinofil intraepithelial, limfositosis intraepithelial, degenerasi sel-sel skuamosa dan ulserasi/erosi. Data didapatkan dari rekam medis pasien dengan hasil endoskopi. Selanjutnya analisis data dilakukan sesuai dengan tujuan dan skala variabel yang diteliti. Analisis statistik dengan menggunakan program komputer IBM SPSS Statistik 20.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian mencakup data dari pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di Unit Endoskopi Poliklinik Wings RSUP Sanglah Denpasar pada Januari hingga Desember 2015, mencakup data karakteristik demografi pasien disertai dengan proporsi sampel penelitian terhadap populasi penelitian.

(4)

Tabel 1. Karakteristik Demografik Pada Pasien yang Menjalani Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas

Karakteristik

Pasien yang menjalani Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas

Esofagitis Refluks Bukan Esofagitis Refluks Rata-rata umur

Usia

11-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Keluhan klinis utama Nyeri ulu hati Nyeri perut Perut kembung Mual

Hematemesis Melena

Hematemesis melena Hematokezia

Lemas

Sakit menelan

51.45 ± 15.4

3 (4.1%) 8 (10.8%)

6 (8.1%) 13 (17.6%) 21 (28.4%) 17 (23%)

5 (6.8%) 1 (1.4%)

42 (56.8%) 32 (43.2%)

29 (39.2%) 5 (6.8%) 4 (5.4%) 14 (18.9%)

3 (4.1%) 9 (12.2%)

1 (1.4%) 2 (2.7%) 2 (2.7%) 5 (6.8%)

55 ± 14.9

9 (2%) 27 (6.1%) 47 (10.6%) 90 (20.4%) 122 (27.6%)

86 (19.5%) 51 (11.5%) 10 (2.3%)

276 (62.4%) 166 (37.6%)

156 (35.3%) 33 (7.5%) 45 (10.2%)

4 (0.9%) 30 (6.8%) 70 (15.8%)

5 (1.1%) 11 (2.5%) 19 (4.3%) 17 (3.8%)

Tercatat 516 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di RSUP Sanglah. Dari total jumlah tersebut, didapatkan jumlah penderita laki-laki sebanyak 42 orang dan perempuan sebanyak 32 orang. Selain itu, insiden esofagitis refluks sering ditemukan pada kelompok umur 51-60 tahun (21 pasien), diikuti kelompok 61-70 tahun (17 pasien) dan kelompok 41-50 tahun (13 pasien).

Rata-rata usia pasien adalah 51,45 tahun.

Berdasarkan data demografi juga didapatkan bahwa gejala klinis nyeri ulu hati (39.2%) sebagai gejala dominan pasien menjalani endoskopi diikuti gejala mual (18.9%) dan melena (12.2%) pada pasien. Dari hasil endoskopi pada keseluruhan sampel penelitian didapatkan beberapa temuan lainnya yang

(5)

ditemukan bersamaan dengan esofagitis refluks, yaitu gastritis superfisialis (41.76%), hernia hiatal (19.78%) dan gastritis erosive (16.48%).

Gambar 1. Proporsi semua pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas, pasien dengan esofagitis refluks dan bukan esofagitis refluks pada penelitian berdasarkan kelompok usia

Gambar 2. Proporsi semua pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas dan pasien dengan esofagitis refluks pada penelitian berdasarkan gejala klinis yang muncul

0 20 40 60 80 100 120 140 160

11-20 tahun

21-30 tahun

31-40 tahun

41-50 tahun

51-60 tahun

61-70 tahun

71-80 tahun

81-90 tahun

Pasien UGI Endoskopi Esofagitis Refluks

Bukan Esofagitis Refluks

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Gejala Klinis Pasien Endoskopi

Gejala Klinis Pasien Esofagitis Refluks

(6)

Tabel 2. Hasil endoskopi saluran cerna bagian atas yang bersamaan ditemukan dengan pada populasi penelitian

Hasil Endoskopi n (%)

Barret esophagus Gastritis erosive Gastritis superficialis Ulkus gaster

Hernia hiatal Keganasan

Tumor duodenum Tumor gaster

Tumor ampula vateri

2 (2.2%) 15 (16.48%) 38 (41.76%) 10 (10.99%) 18 (19.78%)

5 (5.49%) 2 (2.2%) 1 (1.1%)

Diskusi

Esofagitis refluks merupakan salah satu kelainan pada saluran pencernaan yang didiagnosis berdasarkan penemuan melalui endoskopi saluran cerna bagian atas. Konsensus Asia Pasifik, ACG serta algoritme tatalaksana GERD di Indonesia merekomendasikan pemeriksaan EGD bila ditemukan tanda bahaya.

Para ahli menyepakati bahwa terapi penekan asam dihentikan minimal seminggu sebelum dilakukan prosedur EGD untuk memaksimalkan kemungkinan mengidentifikasi EE. Sensitivitas endoskopi untuk penegakan diagnosis GERD sangat rendah, tetapi memiliki spesifitas yang tinggi sekitar 90-95%. Biasanya esofagitis refluks ditemukan morfologi dalam esofagus distal termasuk hiperplasia sel basal, pemanjangan papila vaskular, edema interseluler, kehadiran eosinofil intraepithelial, limfositosis intraepithelial, degenerasi sel-sel skuamosa dan ulserasi/erosi.

Di Indonesia, berdasarkan data dari RSCM menunjukkan peningkatan kejadian GERD pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002. Namun tidak ada data pendukung lainnya yang menyebutkan prevalensi esofagitis refluks di Indonesia. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi esofagitis refluks pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas

(7)

di RSUP Sanglah pada tahun 2015. Dari 516 pasien yang menjalani endoskopi, 74 pasien (14,34%) didapatkan dengan esofagitis refluks yang terdiri dari laki-laki sebanyak 42 orang (56,8%) dan perempuan sebanyak 32 orang (43,2%). Pada penelitian ini, laki-laki mendominasi mendapatkan esofagitis refluks dibandingkan perempuan. Dalam penelitian juga didapatkan resiko meningkat terjadinya esofagitis refluks pada decade 40-70 tahun setelah menemukan insiden esofagitis refluks meningkat pada kelompok umur 51-60 tahun (21 pasien), kelompok 61-70 tahun (17 pasien) dan kelompok 41-50 tahun (13 pasien). Rata- rata usia pasien mendapatkan esofagitis refluks adalah 51,45 tahun.

Gejala tipikal refluks adalah heartburn dan regurgitasi asam. Heartburn didefinisikan sebagai rasa tidak nyaman, sensasi panas atau perasaan terbakar di bawah/belakang tulang dada (sternum) naik ke tenggorokan atau leher.

Regurgitasi yaitu pergerakan kembali isi lambung ke esofagus atau faring yang menimbulkan keluhan sering sendawa dan atau mulut rasa asam atau pahit. Gejala lainnya adalah nyeri epigastrium, mual, disfagia, rasa cepat kenyang ataupun water brash (refleks sekresi saliva di mulut). Keluhan ekstraesofageal yang dapat

ditimbulkan oleh GERD adalah nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk kronis, bronkiektasis dan asma (1,4,5). Pada penelitian, didapatkan bahwa gejala klinis nyeri ulu hati (39.2%) sebagai gejala dominan pasien menjalani endoskopi diikuti gejala mual (18.9%) dan melena (12.2%) pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas. Dari hasil endoskopi pada keseluruhan sampel penelitian didapatkan beberapa temuan lainnya yang ditemukan bersamaan dengan esofagitis refluks, yaitu gastritis superfisialis (41.76%), hernia hiatal (19.78%) dan gastritis erosiva (16.48%).

Kesimpulan

Esofagitis refluks ditemukan pada 14,34% (74 pasien) dari 516 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas di Unit Endoskopi Poliklinik Wings RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Januari hingga Desember 2015.

Esofagitis refluks lebih banyak ditemukan pada laki-laki dengan usia dekade 40- 70 tahun dengan gejala dominan berupa nyeri ulu hati.

(8)

Daftar Pustaka

1. Vakil N, van Zanten SV, Kahrilas P. The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based consensus. Am J Gastroenterol 2006;101:1900-1920.

2. Modlin IM, Hunt RH, Malfertheiner, Quigley EM, Tytgat GNJ, Tack J, et al.

Diagnosis and management of nonerosive reflux disease- the Vevey NERD consensus group 2009;80:74-88.

3. Wu P, Xu SC, Chen Y, Zheng FF, Wang C, Hu P, et al. Evaluation of symptoms and quality of life of non-erosive reflux disease patients. Chinese J of Dig 2008;28:706-70.

4. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009. Pp 317-321.

5. Ndraha S. Penyakit refluks gastroesofageal. Medicinus 2014;27(1):5-7.

Gambar

Gambar  1.  Proporsi  semua  pasien  yang  menjalani  endoskopi  saluran  cerna  atas,  pasien  dengan  esofagitis  refluks  dan  bukan  esofagitis  refluks  pada  penelitian berdasarkan kelompok usia

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai jawaban MFK pada gambar 4. 12, MFK dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal nomor 3 yaitu jari – jari 21 cm, panjang tali 4, 68 m dan apa

Java merupakan bahasa pemprograman yang dikembangkan oleh Sun Microsystem, dan dirancang sedemikian rupa agar program yang dibuat menggunakan Java dapat berjalan pada semua

Pihak kedua akan memberikan pembinaan yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi kinerja terhadap capaian kinerja dari kesepakatan ini dan mengambil tindakan

Jaringan internet merupakan salah satu kemajuan teknologi informasi yang penggunaannya saat ini sudah semakin meluas menyediakan fasilitas yang memudahkan pemakai untuk

Pihak kedua akan memberikan pembinaan yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi kinerja terhadap capaian kinerja dari kesepakatan ini dan mengambil tindakan

Gula sederhana dapat langsung digunakan oleh khamir, sedangkan pati dapat dengan mudah dikonversi dahulu menjadi glukosa oleh enzim atau asam, kemudian difermentasi oleh

Tidak setiap organisasi lingkungan dapat mengatasnamakan lingkungan hid up, melainkart harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan sebagaimana

Pengaruh Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) Bermedia Meqip pada Pembelajaran Kubus dan Balok Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Gugus