• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI SATWALIAR

BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN :

Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

DINI RAHMANITA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

(2)

NILAI EKONOMI SATWALIAR

BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN :

Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

DINI RAHMANITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

(3)

Judul Penelitian : Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasakan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Prodiksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Dini Rahmanita

NIM : E14101025

Program Studi : Manajemen Hutan Fakultas : Kehutanan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ir. Bahruni, MS NIP.131 781 162

Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus :

(4)

RINGKASAN

Dini Rahmanita (E14101025). Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Di bawah bimbingan Ir. Bahruni, MS.

Keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas penghasil kayu, sedangkan manfaat selain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal.

Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, namun pemanfaatannya sampai saat ini lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu.

Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas, sehingga diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara tujuan produksi dan tujuan perlindungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT. SBK), Kalimantan Tengah serta menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan.

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara semi terbuka secara langsung kepada masyarakat di tiga desa yaitu desa Tanjung Paku, Tumbang Kaburai dan Nanga Siai. Data yang dikumpulkan berupa data sosial ekonomi masyarakat dan data nilai ekonomi satwaliar yang terdiri dari nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value). Data sekunder tentang data monografi desa, kondisi umum lokasi penelitian dan data hasil inventarisasi satwaliar di hutan produksi PT SBK diperoleh dari dokumen perusahaan. Penentuan nilai ekonomi satwaliar dilakukan dengan menggunakan metode harga pasar dan metode kontingensi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK unit Seruyan telah memanfaatkan satwaliar yang ada di hutan. Jenis-jenis

(5)

satwaliar yang sudah dimanfaatkan masyarakat tersebut terdiri dari babi hutan, kancil, kijang, rusa dan trenggiling. Pemanfaatan terhadap satwaliar ini didukung oleh tingkat preferensi seseorang terhadap suatu jenis satwaliar. Secara umum tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar paling tinggi adalah tingkat preferensi terhadap babi hutan dengan total skor preferensi 135. Berdasarkan pemanfaatan terhadap jenis-jenis tersebut diperoleh nilai guna satwaliar per ekor untuk babi hutan sebesar Rp 454.813/ekor, kancil sebesar Rp 68.335/ekor, kijang sebesar Rp 227.073/ekor, rusa sebesar Rp 795.690/ekor dan trenggiling sebesar Rp 243.750/ekor. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan PT SBK Unit Seruyan sebesar Rp32.298.547 /tahun/KK dengan kontribusi terbesar berasal dari trenggiling dan babi hutan.

Sebagian besar responden di lokasi penelitian mempunyai perhatian terhadap pelestarian satwaliar disamping pemanfaatannya. Rata-rata nilai kesediaan membayar pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan adalah Rp 14.327/jenis/tahun. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan yang berasal dari nilai guna dan nilai pilihan adalah sebesar Rp 1.994.249.056/tahun/desa.

Berdasarkan potensi dan nilai ekonomi satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan, maka dimasa yang akan penetapan tujuan selain tujuan produksi kayu sangat penting untuk diperhatikan.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 12 Desember 1982 dari pasangan Bapak Tatang Priatna A. dan Ibu Pursita. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di SD Negeri Cikelet pada tahun 1989 sampai tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Garut dari tahun 1995 sampai tahun 1998 kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tarogong sampai tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis pernah bergabung dengan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2002/2003 dan periode 2003/2004, serta BEM KM IPB periode 2004/2005.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Taman Wisata Alam Kamojang Garut, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Indramayu dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk Kalimantan Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Ir. Bahruni, MS.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam upaya menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang diambil dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan September 2005 ini ialah nilai ekonomi satwaliar, dengan judul

“Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan:

Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah.

Skripsi ini membahas tentang potensi nilai ekonomi satwaliar yang ada di kawasan hutan produksi PT Sari Bumi Kusuma, baik yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ekonomi yang dimaksud berupa nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value).

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada keluarga tercinta atas ketulusan dan keikhlasan doa, kasih sayang dan motivasi, Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, seluruh pimpinan dan karyawan PT. Sari Bumi Kusuma yang telah membantu kelancaran pengambilan data, serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2006

Penulis

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak dan Mama tercinta...Bapak dan Mama tersayang...Bapak dan Mama

terkasih atas ketulusan cinta dan kasih sayangnya serta keikhlasan doa, pengorbanan dan dukungan yang tiada batas. A Yudi, Teteh Vini, Kiki dan De Visi atas kasih sayang, doa, dan keceriaan yang telah diberikan.

2. Wa Agus dan Wa Wiwi atas doanya dan dukungannya.

3. Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing atas kesabaran, ketulusan dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Bintang CH Simangunsong, MS. Ph D sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

5. Bapak Ir. Tutut Sunarminto, Msi sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

6. Bapak Supriyanto, Bapak Joko, Mas Heri, Pak Bulian, Mas Bayu, Mas Ridho, Mas Agus, Mas Donal, Pak Edo, serta seluruh pimpinan dan seluruh karyawan PMDH dan BINHUT PT. SBK Kalimantan Tengah yang telah banyak membantu selama penulis melakukan pengambilan data.

7. Seluruh staff pengajar di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan Departemen Manajemen Hutan pada khususnya atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Rekan-rekan Fahutan A’38 spesial untuk keluarga besar MNH’38 atas kebersamaan, persahabatan dan keceriaan yang telah terjalin, sungguh suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri telah menjadi bagian dari kalian.

Semoga kebersamaan kita akan menjadi sebuah kisah klasik yang akan dikenang di masa depan.

9. Teman–temanku di Rinjani serta teman dan adik-adiku di Mahameru atas semangat dan kebersamaannya.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nilai dan Penilaian... 3

Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu ... 5

Satwaliar ... 6

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 8

Bahan dan Alat ... 8

Batasan Penelitian ... 8

Pengumpulan Data ... 8

Jenis Data ... 8

Metode Pengumpulan Data ... 9

Metode Pengambilan Contoh... 10

Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar ... 10

Pengolahan dan Analisa Data... 10

Karakteristik Pemanfaat Satwaliar... 10

Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya ... 10

Metode Skoring Tingkat Preferensi ... 11

Pendugaan Nilai Guna Satwaliar ... 11

Pendugaan Nilai Pilihan Satwaliar... 12

(10)

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas Hutan ... 13

Topografi... 13

Geologi dan Tanah ... 14

Iklim ... 14

Hidrologi ... 14

Tipe Hutan... 15

Penggunaan Lahan ... 15

Biologi... 16

Flora ... 16

Fauna dan Biogeografinya ... 17

Sosial Ekonomi Masyarakat... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 22

Umur Responden ... 22

Tingkat Pendidikan ... 23

Jumlah Anggota Rumah Tangga... 24

Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan ... 24

Nilai Ekonomi Satwaliar di Kawasan Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan ... 26

Potensi Satwaliar Yang Dimanfaatkan Masyarakat... 27

Nilai Guna Satwaliar ... 32

Nilai Pilihan Pelestarian Jenis Satwaliar... 35

Nilai Pilihan Untuk Pelestarian Rusa... 39

Nilai Ekonomi Total Satwaliar ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

Lampiran ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Skor tingkat preferensi... 11

2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK ... 13

3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Blok Seruyan... 18

4. Jumlah penduduk berdasarkan mata penceharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng.. ... 20

5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng ... 21

6. Kelompok responden ... 22

7. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia ... 22

8. Tingkat pendidikan responden... 23

9. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga ... 24

10. Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama ... 25

11. Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama ... 25

12. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan... 25

13. Jenis-jenis satwaliar yang dimanfaatkan dan jumlah pemanfaat ... 29

14. Bentuk-bentuk pemanfaatan satwa oleh masyarakat di desa-desa sekitar PT SBK dan jumlah pemanfaat... 30

15. Tingkat preferensi responden Desa Tanjung Paku terhadap suatu jenis satwaliar ... 31

16. Tingkat preferensi responden Desa Tumbang Kaburai terhadap suatu jenis satwaliar. ... 31

17. Tingkat preferensi responden Desa Nanga Siai terhadap suatu jenis satwaliar ... 32

18. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan... 34

19. Perbandingan jumlah populasi antar waktu berdasarkan persepsi masyarakat ... 35

20. Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelestarian jenis satwaliar yang sudah dimanfaatkan ... 36

21. Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelesatarian jenis satwaliar yang belum dimanfaatkan ... 36

22. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan belum dimanfaatkan ... 38

(12)

23. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis rusa ... 40 24. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan

produksi PT SBK ... 41

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Karakteristik masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT SBK

Unit Seruyan ... 47 2. Harga Jual Satwaliar Masyarakat Sekitar Hutan Produksi PT SBK ... 49 3. Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar yang

belum dimanfaatkan ... 51 4. Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar

yang sudah dimanfaatkan... 52 5. Perubahan jumlah populasi satwaliar berdasarkan persepsi

masyarakat ... 53 6. Nilai kesediaan membayar untuk penambahan jumlah rusa ... 55 7. Nilai kesediaan dibayar untuk pengurangan jumlah rusa ... 56 8. Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi virgin foresrt di hutan

produksi PT SBK ... 57 9. Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi TPTJ 2000 di hutan

produksi

PT SBK ... 58

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu sumberdaya alam terbesar yang dimiliki Indonesia adalah hutan tropis, dimana sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia.

Berdasarkan luasannya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire). Hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik (Forest Watch Indonesia-GFW, 2001).

Hutan tropis Indonesia menyimpan kekayaaan hayati yang sangat tinggi.

Selain memiliki keragaman jenis tumbuhan, hutan tropis Indonesia juga memiliki keragaman jenis fauna (satwa) yang tinggi, dimana sebagian besar habitatnya berstatus hutan produksi. Dengan kekayaan sumberdaya hayati yang dimilikinya, keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Banyak sumber daya yang tersedia di hutan tropis Indonesia berupa sumberdaya hutan kayu dan sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas sebagai penghasil kayu, sedangkan manfaat produk-produk salain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal.

Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dipasaran pada saat ini dan masa yang akan datang. Namun pemanfaatannya sampai saat ini kurang atau lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu. Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas. Untuk itu sangat diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara dua tujuan yaitu tujuan produksi dan tujuan perlindungan. Untuk mengetahui nilai ekonomi dari satwaliar secara kuantitatif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar yang dapat diperoleh melalui penelitian khusus,

(15)

sehingga akhirnya diperoleh pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT SBK), Kalimantan Tengah.

2. Menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan.

Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

1. Masyarakat pengguna satwaliar memberikan nilai yang cukup tinggi terhadap satwaliar karena manfaat yang dapat mereka rasakan.

2. Preferensi masyarakat terhadap berbagai jenis satwaliar akan berbeda-beda.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersedianya data atau informasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK serta informasi nilai ekonomi dari satwaliar tersebut. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK untuk ikut berpartisipasi dalam pelestarian hutan alam. Hal ini didukung oleh adanya manfaat yang mereka peroleh dan rasakan dari hutan alam, dalam hal ini satwaliar sebagai hasil hutan bukan kayu.

Data atau informasi kuantitatif yang diperoleh dari nilai ekonomi satwaliar dapat dijadikan acuan bagi pengelola hutan alam dalam pengambilan keputusan penetapan tujuan pengelolaan sumberdaya hutan secara tepat .

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Nilai dan Penilaian

Nilai adalah persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda.

Keragaman nilai ini mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada (Bahruni, 1999).

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumberdaya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi (Bahruni, 1999).

Menurut Davis dan Johnson (1987), nilai merupakan persepsi atau penghargaan terhadap barang atau jasa, nilai adalah harga sesuatu yang dinilai oleh setiap individu tergantung waktu dan tempat. Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari sesuatu kemudian dinyatakan harganya.

Jenis nilai yang dimaksud adalah nilai pasar.

Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali untuk komoditi- komoditi jenis-jenis yang akan dinilai digunakan standar lain yaitu dengan subtitusi atau nilai barang pengganti (Duerr, 1960).

Menurut Bahruni (1999) penilaian ekonomi adalah proses kuantifikasi nilai biofisik dan fenomena sosial budaya untuk setiap indikator nilai (komponen sistem) menjadi nilai ekonomi (moneter) dengan metode tertentu sesuai dengan sifat setiap indikator nilai tersebut. Metode penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept).

(17)

Metode penilaian yang digunakan dilakukan melalui proses pemilihan berdasarkan kriteria yang menggambarkan karakteristik setiap jenis nilai yang diklasifikasikan atas 1) Nilai guna langsung (direct use value), 2) Nilai guna tidak langsung (indirect use value), 3) Nilai pilihan akan datang (option value), 4) Nilai keberadaan (existentce value).

Nilai guna yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar (energi), produksi tanaman pangan seperti perladangan, kebun, produksi air untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan air rumah tangga dan pertanian, pembangkit listrik, ekowisata (wisata alam).

Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi), maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ini berkaitan dengan adanya ketidakpastian, yang bersumber dari dua hal yaitu preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan (barang dan jasa) pada masa yang akan datang, maupun preferensi generasi yang akan datang (demand-side option value).

Nilai ekonomi total merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas barang publik atau kerusakan yang ditimbulkan oleh banyak proyek pembangunan. Nilai ekonomi total dianggap sebagai instrumen yang tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya hutan (Natural Resources Management Program, 2000 dalam Anggaraspati, 2002).

Menurut Davis dan Johnson (1987), untuk hasil hutan yang dimanfaatkan dapat dilakukan penilaian berdasarkan metode:

1. Metode Nilai Pasar

Nilai pasar adalah nilai atau angka rupiah yang ditetapkan untuk transaksi atau jual beli pasar. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan untuk penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak lain atau keadaan kompetisi sempurna.

(18)

2. Metode Nilai Relatif

Metode nilai relatif adalah sebuah metode yang didasarkan pada nilai barang yang ditukar terhadap barang yang telah ada nilai pasarnya. Nilai relatif suatu barang akan lebih diterima apabila dicari pertukarannya dengan barang yang telah ada pasarnya.

Pearce dalam Hufschmidt dkk. (1987), mengemukakan bahwa metode penilaian dapat dikembangkan dari segi manfaat atau permintaan, yaitu:

1. Berdasarkan pada nilai pasar, melalui tiga pendekatan mencakup: pendekatan kehilangan pendapatan, perubahan produktifitas dan nilai produksi.

2. Berdasarkan pada harga barang pengganti mencakup: harga hedonic, harga pengganti (barang substitusi), biaya perjalanan dan nilai relatif.

3. Berdasarkan pendekatan survey dengan metode penilaian kontingensi, mecakup: cara tawar menawar, mencoba menjual dan membeli, membuat simulasi perdagangan serta mengumpulkan pendapat dari para ahli

Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu

Menurut hasil penelitian Bahruni,dkk (2002) diketahui bahwa nilai guna (use value) flora di Hutan Taman Nasional Gunung Halimun dan Hutan Lindung Gunung Salak bagi masyarakat lokal adalah sebesar Rp 575.118/tahun/RT (Rumah Tangga), dimana sebagaian besar disumbang oleh pemanfaatan agathis, puspa, rasamala, dan bambu sebagai bahan bangunan, sedangkan nilai guna fauna (satwa) oleh masyarakat adalah sebesar Rp 269.806/tahun/RT, dimana kontribusi terbesar berasal dari kumbang yang diperdagangkan untuk ekspor ke Jepang, dan kancil. Selain memiliki nilai guna, sumberdaya hayati yang ada di lokasi tersebut juga memiliki nilai keberadaan (existence value) maupun nilai harapan akan datang (option value) dengan ukuran kesediaan membayar masyarakat terhadap upaya perlindungan dengan derajat perlindungan 100% cukup tinggi, yaitu berkisar antara Rp 16.500-48.500/tahun/RT dengan rata-rata Rp 26.088/tahun/RT.

Bagi masyarakat di sekitar Hutan Lindung Gunung Darajat nilai guna flora mencapai Rp 7.122.660/tahun/RT, sedangkan nilai guna fauna di lokasi tersebut adalah Rp1.374.000/tahun/RT.

(19)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rofiko (2003) diketahui bahwa nilai guna flora di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun bagi masyarakat lokal sebesar Rp 23.421.423,84/tahun/RT yang mencakup dalam enam lokasi desa. Keenam lokasi desa tersebut merupakan desa yang terletak di dalam kawasan, di perbatasan kawasan dan di luar kawasan TNGH yang masih memiliki intersaksi dengan kawasan TNGH.

Menurut Bismark (1998) dari berbagai data yang dilaporkan MacKinnon et al (1990) di Botswana, lebih dari 50 jenis satwaliar dimanfaatkan oleh penduduk untuk mengonsumsi protein hewani dengan jumlah 90,7 kg/orang/tahun dan bahkan dapat menyumbang 40% dari ransum penduduknya. Di Serawak, penduduk setiap tahun memakan daging satwaliar senilai 50 juta $US dan di Ghana, 80% daging yang dikonsumsi penduduk berasal dari satwaliar.

Pemanfaatan satwaliar di Indonesia sudah ada, baik langsung dari alam atau melalui hasil penangkaran untuk tujuan ekspor. Dalam tahun 1993 nilai ekspor satwaliar mencapai $US 1.700.000 (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Bismark 1998).

Satwaliar

Satwaliar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia ( Departemen Kehutanan, 1990). Satwaliar hidup pada berbagai macam lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, termasuk daerah perairan. Mereka hidup pada lingkungan yang memenuhi persyaratan, yaitu adanya tempat untuk berlindung dan berkembangbiak, tersedianya pakan dan air, dan dapat bergerak dengan bebas (Alikodra, 2002).

Secara umum untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat mengasuh anak-anaknya. Kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwaliar disebut habitat. Satwaliar

(20)

menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya.

Penebangan hutan telah memberikan dampak yang cukup berarti terhadap keberadaan jenis. Beberapa jenis baru muncul dan juga ada beberapa jenis yamg hilang. Kegiatan penebangan telah merubah struktur vegetasi, komposisi dan keanekaragaman yang menyebabkan berubahnya habitat satwaliar. Hal ini secara langsung dapat mengurangi ketersediaan pakan dan tempat berlindung/cover bagi satwaliar. Perubahan ini menyebabkan berubahnya komposisi satwaliar yang ada pada suatu areal. (Lumme,1994).

Menurut Alikodra (2002), satwaliar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata.

Peranan satwaliar dalam kehidupan manusia sangat besar. Manusia memanfaatkannya dari mulai daging, kulit, minyak, tanduk, tulang, maupun bulunya. Bahkan sarang jenis burung walet (Collocalia spp.) merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Satwaliar Indonesia mempunyai permintaan pasar yang cukup kuat, terutama burung dan reptil. Keadaan ini tentunya mempunyai dampak yang positif bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat (Alikodra, 2002).

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan September 2005 di desa-desa sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil wawancara dengan masyarakat desa sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan melalui wawancara semi terbuka dengan panduan kuisioner, serta data sekunder mengenai kondisi umum lokasi penelitian, monografi desa dan data inventarisasi satwaliar PT SBK.

Alat yang digunakan dalam analisis data adalah alat tulis, kalkulator, Personal Computer dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Batasan Penelitian

1. Wilayah penelitian adalah hutan produksi PT SBK Unit Seruyan dengan mengambil contoh desa-desa yang terletak di sekitar kawasan hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah.

2. Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah, baik yang berada di dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan yang masih memiliki interaksi terhadap hutan.

3. Nilai ekonomi yang dianalisis adalah nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value).

Pengumpulan Data Jenis Data

Data primer yang dikumpulkan berupa data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara secara langsung dengan masyarakat di lokasi penelitian, meliputi :

1. Data Sosial Ekonomi Masyarakat yang terdiri dari :

(22)

a. Umur responden (kepala keluarga) b. Jumlah anggota keluarga

c. Tingkat pendapatan masyarakat d. Tingkat pendidikan masyarakat

2. Data nilai ekonomi sumberdaya hutan (satwaliar) mencakup : h Nilai Guna, terdiri dari :

a. Identifikasi jenis satwaliar yang dimanfaatkan b. Periode berburu

c. Volume atau jumlah satwaliar yang dimanfaatkan d. Pemilihan lokasi berburu dan alasannya

e. Bentuk pemanfaatan atau penggunaan satwaliar hasil berburu oleh masyarakat

f. Pengetahuan masyarakat tentang kondisi populasi satwaliar.

g. Tingkat preferensi masyarakat terhadap jenis satwaliar yang mereka manfaatkan.

h Nilai Pilihan

a. Identifikasi jenis satwa yang ingin dilindungi/dilestarikan oleh masyrakat.

b. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian jenis satwaliar.

c. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian Rusa

Data sekunder yang diperlukan dalam penilaian ekonomi adalah : 1. Data umum lokasi penelitian

2. Monografi desa

3. Data Inventarisasi Satwaliar Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data tersebut, dilakukan dengan cara-cara berikut : 1. Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder tentang daerah penelitian.

2. Wawancara yang dilakukan bersifat semi terbuka, untuk mendapatkan data primer.

(23)

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pemilihan desa contoh dilakukan secara sengaja (purposive). Desa contoh dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan akses menuju desa dan berdasarkan informasi awal mengenai besarnya interaksi masyarakat desa dengan hutan di sekitarnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut diambil tiga desa contoh yaitu dua desa di dalam kawasan hutan dan satu desa di luar kawasan hutan.

2. Pemilihan contoh rumah tangga sebagai responden dilakukan pada masing- masing desa secara acak. Jumlah contoh responden diambil sebanyak 31 orang dari seluruh desa.

Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar

Penilaian ini memerlukan informasi atau data tentang harga atau nilai per unit hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat serta data atau informasi diperoleh melaui wawancara dengan responden.

Dalam penelitian ini, untuk menilai manfaat satwaliar digunakan dua metode sebagai berikut :

1. Metode harga pasar, nilai diperoleh berdasarkan harga jual beli (harga pasar).

2. Metode kontingensi, yaitu teknik wawancara untuk menentukan nilai hipotesis konsumen tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki harga pasar.

Pengolahan Data dan Analisa Karakteristik Pemanfaat Satwaliar

Pengolahan data dilakukan dengan merekapitulasi hasil wawancara dengan responden yang meliputi umur kepala keluarga, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, dan tingkat pendapatan. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara deskriptif dan persentase.

Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya

Pengolahan data dilakukan melalui rekapitulasi data hasil wawancara mengenai nilai ekonomi satwaliar dan disusun tabel mengenai jenis-jenis satwaliar

(24)

yang dimanfaatkan serta nilai kontribusi tiap jenis satwaliar terhadap seluruh jenis satwaliar yang dimanfaatkan.

Metode Skoring Tingkat Preferensi

Tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar dibagi kedalam lima tingkat kesukaan kemudian masing-masing tingkat tersebut diberi skor.

Pembagian skor tingkat preferensi tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor tingkat preferensi

Tingkat Preferensi Skor

1 5 2 4 3 3 4 2 5 1

Untuk menghitung total skor tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Stot = total skor tingkat preferensi suatu jenis satwaliar si = skor tingkat preferensi ke i suatu jenis satwaliar

n = jumlah responden yang mempunyai tingkat preferensi ke i terhadap suatu jenis satwaliar

Pendugaan Nilai Guna Satwaliar

Nilai guna satwaliar dapat dihitung menggunakan metode harga pasar dengan menggunakan pendekatan harga jual satwaliar yang berlaku di lokasi penelitian. Dalam menduga nilai guna ini diukur dengan menghitung nilai rata- rata pemanfaatan dan total pemanfaatan satwaliar.

Nilai rata-rata pemanfaatan satwaliar dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

n y= y

Keterangan :

y = nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun

= ( xns ) Stot i

(25)

n = banyaknya contoh

Sedangkan nilai total pemanfaatan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Y = (y/n). N = y . N Keterangan :

Y = nilai total pemanfaatan populasi N = jumlah populasi pemanfaat satwaliar

y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun

y = nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar n = banyaknya contoh

Pendugaan Nilai Pilihan Satwaliar

Nilai pilihan satwaliar merupakan nilai yang menunjukkan jaminan terhadap pelestarian jenis sehingga manfaatnya masih dapat dirasakan di masa yang akan datang. Nilai pilihan satwaliar dapat diukur dalam bentuk nilai pelestarian jenis satwaliar baik untuk jenis yang sudah dimanfaatkan pada saat sekarang maupun untuk jenis yang belum dimanfaatkan pada saat sekarang.

Metode yang digunakan dalam pendugaan nilai pilihan ini adalah Metode Penilaian Kontingensi (MPK) dengan menggunakan pendekatan kesediaan membayar atau Willingness To Pay (WTP) dari masyarakat untuk pelestarian jenis satwaliar.

(26)

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas Hutan

Secara geografis areal PT Sari Bumi Kusuma (PT SBK Unit Seruyan) berada pada posisi 00°36’-01°10’ Lintang Selatan dan 111°39’-112°25’ Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan, areal konsesi hutan ini sebagian berada dalam wilayah Kecamatan Katingan Hulu (Kabupaten Katingan) dan sebagian kecil termasuk wilayah Kecamatan Seruyan Hulu (Kabupaten Seruyan), Propinsi Kalimantan Tengah.

Batas-batas areal kerja PT SBK Unit Seruyan dengan wilayah lain adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : HPH Kayu Waja dan TN Bukit Baka-Raya

Sebelah Timur : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Sebelah Barat : HPH PT Erna Djuliawati

Sebelah Selatan : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tanggal 28 Februari 1998, luas areal untuk Unit Seruyan adalah ± 147.600 ha. Melalui perhitungan ulang areal menggunakan GIS diperoleh luas 151.020 hektar. Sampai saat ini belum ada penetapan luas definitif areal kerja PT SBK Unit Seruyan.

Topografi

Seluruh areal konsesi hutan PT SBK berupa tanah daratan kering, dengan bentuk lapangan bervariasi dari landai-curam serta memiliki kemiringan 6- 45%.dengan ketinggian antara 100-1.550 m dpl. Sebagian besar arealnya (47%) berada pada daerah dengan kemiringan lapangan agak curam (15-25%).

Gambaran kemiringan lapangan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK Kondisi Lapangan Persen Lereng Luas (Ha) Persentase (%)

Datar 0-8 % 4.029 1,92

Landai 9-15 % 61.818 29,43

Agak Curam 16-25 % 98.674 46,99

Curam 26-40 % 44.342 21,12

Sangat Curam >= 40 % 1.132 0,54

Jumlah 209.995 100

Sumber : RKPHTI PT SBK (1998) dalam Rusolono T et al. 2002

(27)

Areal yang mempunyai ketinggian tempat di atas 500 m dengan keadaan lapangan bergelombang berat terutama penyebarannya berada di bagian Utara yang berfungsi sebaga Hutan Lindung dan berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat.

Geologi Dan Tanah

Jenis tanah di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan dibedakan atas 3 satuan peta tanah (SPT) atas dasar perbedaan fisiografi lapangannya. Pada daerah dengan fisiografi perbukitan dan pegunungan instrusi jenis tanah dominan (menurut klasifikasi PPT, 1983) adalah Kambisol Distrik, sedangkan pada daerah dataran berupa tanah Podsolik Kandik. Jenis-jenis diatas (menurut klasifikasi Supraptoharjo, 1976) juga diklasifikasikan sebagai tanah kompleks podsolik.

Tanah kompleks podsolik adalah tanah-tanah yang memiliki sifat erodibilitas tinggi. Secara geologi, daerah ini terbentuk pada masa intrusif dan plutonik Basa- Menengah (Peta Geologi skala 1: 2.000.000, Direktorat Geologi Bandung, 1965).

Iklim

Areal konsesi hutan PT SBK termasuk wilyah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson, areal ini termasuk tipe iklim A (sangat basah, Q = 11,11%). Atas dasar data hujan Katingan Kuala/Pagatan (1992-1997), curah hujan tahunan sebesar 2.835 mm/tahun dengan hari hujan 136 hari/tahun, atau intensitas hujannya 21,3 mm/tahun. Hasil pengukuran data hujan selama 1 tahun (September 2001-Agustus 2002) menunjukkan besarnya curah hujan sebesar 3.730 mm/tahun dengan hari hujan 131 hari/tahun atau dengan intensitas hujan 29 hmm/hari (intensitas tinggi). Suhu rata-rata pada waktu pagi hari sebesar 25,2°C, sedangkan kelembaban udara rata- rata sebsar 98% pada pagi hari dan 57% pada sore hari.

Hidrologi

Berdasarkan posisinya dalam wilayah DAS , areal PT SBK berada di bagian hulu dari DAS Katingan dan bagian hulu dari DAS Seruyan. Atas dasar cakupan wilayah dalam DAS, maka lebih dari dua pertiga wilayah dalam DAS,

(28)

maka lebih dari dua pertiga wilayahnya berada di DAS Katingan. Sungai Katingan dan Sungai Seruyan adalah dua sungai besar yang keduanya bermuara ke laut Jawa. Sungai-sungai tersebut masih memiliki beberapa anak sungai yang banyak terdapat di dalam areal konsesi ini. Anak-anak sungai Katingan (S.

Katingan Hulu, S. Senamang, dll) dan sungai Seruyan (S. Seruyan, S.Kebahau, dll) yang mengalir di dalam areal kerja ini umumnya mempunyai lebar sekitar 20- 30 meter dan relatif dangkal. Hanya Sungai Katingan dan Sungai Senamang yang dapat dimanfaatkan untuk sarana transportasi dan pengngkutan kayu, khusunya pada saat musim penghujan.

Tipe Hutan

Vegetasi di kelompok hutan S. Seruyan Hulu belum dirisalah secara menyeluruh, kecuali untuk kepentingan perhitungan kayunya. Kemungkinan sebagian besar termasuk ke dalam tipe hutan dipterokarpa dataran rendah.

Ekspedisi Bukit Raya di wilayah Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka -yang bersebelahan dengan areal konsesi PT SBK- yang dilakukan oleh Noteboom dkk.

pada tahun 1982/1983 mencatat bahwa hutan dipterokarpa dataran rendah terdapat hingga ketinggian sekitar 400 m dpl; dimana suku Dipterocarpaceae mendominasi hingga lebih dari 60% pohon-pohon penyusunnya. Diatas ketinggian ini jumlah Dipterocarpaceae semakin berkurang; dan diatas ketinggian 1.600 m dpl terdapat hutan lumut (MacKinnon dkk, 2000 dalam Rusolono, 2002). Seperti diketahui, ketinggian tempat di areal kerja PT SBK berkisar antara 100-1.550 m dpl.

Penggunaan Lahan

Sampai saat ini penggunaan lahan di areal konsesi hutan ini sebagian besar masih berupa vegetasi asli hutan alam dan hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk lahan pertanian lahan kering (ladang, kebun) atau lahan basah (persawahan). Menurut informasi penutupan lahan dari hasil penafsiran Citra Landsat liputan tahun 1998 dan tahun 1999, areal dengan kondisi tidak berhutan (semak atau belukar, lahan pertanian) kurang dari 10% luas areal kerja PT SBK tersebut. Dari pengamatan Citra Landsat selama 15 tahun terakhir, laju pengurangan areal berhutan diperkirakan kurang dari 1% luas hutannya.

(29)

Lahan-lahan tidak berhutan umumnya lokasi peladangan sistem rotasi, yakni lokasinya biasanya berdekatan dengan areal perkampungan, disepanjang wilayah sungai dan beberapa berada di pinggir jalan hutan. Lahan-lahan ini umumnya ditanami dengan tanaman pangan untuk waktu tertentu kemudian ditinggalkan. Dalam periode waktu beberapa tahun kemudian lahan yang telah ditinggalkan tersebut kembali didatangi dan dilakukan pembukaan ulang dengan pembakaran. Hutan alam menempati bagian terluas dari areal hutan PT SBK, dan terdiri dari hutan primer yang masih belum mengalami penebangan dan hutan- hutan bekas tebangan. Hutan primer yang masih ada umumnya berada pada daerah-daerah sempit yang topografi lapangannya berbukit-curam atau berupa sisa hutan primer yang terlewat (tidak terambil) pada saat penebangan sebelumnya.

Penyebarannya sebagian besar berada di bagian sisi Timur dan Utara ke arah batas HPH dengan hutan lindung atau Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka.

Biologi Flora

Hutan primer di areal PT SBK didominasi oleh jenis-jenis dipterokarpa, terutama meranti merah. Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002) menyebutkan bahwa Shorea leprosula (meranti merah) mendominasi tingkat pepohonan dengan INP 46,98; diikuti dengan Eugenia sp. (INP 29,49) dan Eusideroxylon zwageri (INP 22,37).

Di hutan-hutan bekas tebangan RKL I hingga RKL V dominasi spesies ini tidak banyak berubah. Meranti (Shorea sp.) masih tetap mendominasi tingkat pepohonan diikuti oleh ubah (Eugenia sp.), atau bergantian. Pada RKL I, II, dan V Shorea sp. dominan (INP berturut-turut 85.55, 61.82, dan 50.25) diikuti Eugenia sp. (INP berturut-turut 40.25, 50.43, dan 39.47). Sedangkan pada RKL III dan IV Eugenia sp. mendominasi (INP berturut-turut 45.05 dan 58.86); diikuti Shorea sp.

dengan INP 42.68 pada RKL III, dan Litsea (INP 34.26) serta Shorea (INP13.28) pada RKL IV. Meskipun demikian, persentase jumlah pohon dipterokarpa sebagai penyusun tegakan menyusut menjadi 35% pada RKL I, dan hingga tinggal 13%

pada RKL IV. Sementara itu tercatat pula beberapa jenis pohon yang dilindungi yang ditemukan di areal PT SBK seperti Jelutung (Dyera costulata), tengkawang

(30)

(Shorea sp.) dan ulin (Eusideroxylon zwageri). Dibawah diameter 60 cm pohon- pohon tidak boleh ditebang oleh HPH, karena dibeberapa tempat dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat.

Fauna dan Biogeografinya

Satwaliar di areal kerja PT SBK Unit Seruyan belum didata secara lengkap, baik jumlah jenis, agihan maupun kelimpahannya. Meskipun demikian, dari data yang telah terkumpul selama ini, terlihat bahwa kekayaan jenis fauna di PT SBK Unit Seruyan cukup tinggi yang dapat dilihat dengan ditemukannya 19 spesies mamalia dan 34 spesies burung tercatat selama studi dilakukan seperti dikemukakan dalam Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002).

Kekayaan jenis yang sesungguhnya diduga jauh lebih tinggi, mengingat bahwa jenis-jenis yang tercatat adalah jenis-jenis mamalia besar.

Areal PT SBK Unit Seruyan juga merupakan tempat hidup bagi banyak jenis satwaliar yang dilindungi. Mulai dari mamalia besar seperti orang utan (Pongo pygmaeus), beruang (Helarctos malayanus), rusa sumbar (Cervus unicolor) dan macan dahan (Neofelis nebulosa); hingga yang kecil seperti kancil (Tragulus javanicus) dan singapuar (Tarsius bancanus) (Vanlie dan Dimus, 1999 dalam Rusolono, T et al 2002). Burung-burung yang dilindungi juga banyak jenisnya seperti elang ular (Spilornis cheela), ulung-ulung (Haliastur indus), ruwai (Argusianus argus), berbagai jenis rangkong (misalnya Buceros rhicinoceros, B. vigil, Anthracoceros malayanus), hingga burung-burung pengisap madu seperti Arachnothera, Anthreptes dan Nectarinia.

Sosial Ekonomi Masyarakat

Secara administrasi, areal konsesi PT.SBK Unit Seruyan Kalimantan Tengah semula termasuk wilayah kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Namun dengan adanya pemekaran kabupaten baru, maka areal konsesi ini menjadi masuk ke dalam dua kabupaten baru yaitu Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan. Sebagian besar areal masuk ke dalam wilayah Kabupaten Katingan. Pada batasan administrasi yang lebih kecil, areal konsesi masuk kedalam dua kecamatan, yakni Kecamatan Katingan Hulu yang menjadi bagian Kabupaten Katingan dan

(31)

Kecamatan Seruyan Hulu yang menjadi bagian Kabupaten Seruyan. Kemudian ada beberapa desa yang yang melingkup areal konsesi, dimana pemukiman penduduk sebagian desa tersebut berada didalam batas konsesi dan sebagian lagi berada di sekitar konsesi. Disamping itu terdapat juga satu desa yang terkait dengan aliran kayu PT SBK Unit Seruyan yakni dengan keberadaan log pond di wilayah propinsi Kalimantan Barat, tepatnya Desa Nanga Siai, Kecamatan Menukung Kabupaten Sintang.

Berdasarkan data monografi desa di PT SBK Unit Seruyan periode 2004 sekitar 3.954 orang penduduk tinggal di desa-desa atau dusun-dusun sekitar kawasan tersebut. Populasi terbesar terletak di bagian wilayah Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 2.362 orang.

Penyebaran penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan kurang merata antara desa yang satu dengan desa yang lainnya. Jarak antara desa atau kompleks pemukiman terpencar berjauhan dan belum didukung oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, hanya menggunakan kendaraan milik perusahaan.

Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan

Jumlah Penduduk (Jiwa) No. Desa/Dusun

Laki-laki Perempuan Total

Sex Ratio I Wilayah Kalbar

a. Sungkup 151 132 283 114,39

b. Ancana 22 26 48 84,62

c. Belaban Ella 258 261 519 98,85 d. Nanga Siyai 158 136 294 116,18 e. Nanga Apat 95 98 193 96,94 f. Landau Mumbung 125 130 255 96,15

Jumlah I 809 783 1.592 103,32

II Wilayah Kalteng

a. Tanjung Paku 80 201 210 39,80 b. Tanjung Paku Km 72 70 59 129 118,64 c. Riam Batang 128 126 254 101,59 d. Tumbang Teberau 62 56 118 110,71 e. Tumbang Kaburai 172 154 326 111,69 f. Tanjung Batik 80 79 159 101,27

g. Tumbang Karuei 123 116 239 106,03 h. Tumbang Karuei Km.72 48 52 100 92,31 i. Tumbang Kejamai 206 200 406 103,00 j. Kiham Batang 103 95 198 108,42 k. Rangan Rawit 119 104 223 114,42

Jumlah II 1.191 1.242 2.362 95,89 Jumlah I+II 2.000 2.025 3.954 98,77

Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004

(32)

Suku Dayak merupakan etnis asli dan tersebar dari wilayah Kalimantan, yang terbagi atas suku yang lebih kecil tinggal di desa atau dusun. Suku Dayak yang tinggal di desa Nanga Siai (sekitar jalan koridor) terdiri dari suku Dayak Limbai, Kenyilu dan Ransa, sedangkan di Desa Tanjung Paku, Tumbang Teberau (di dalam areal HPH) tinggal masyarakat dari Dayak Pangin, dan di desa Tumbang Kaburai tinggal suku Dayak Dohoi Ot Danum, Melawi, dan Katingan.

Sebagian besar dari masyarakat tersebut beragama Kristen dan Hindu Kaharingan.

Mata penceharian penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK sebagian besar adalah bertani atau berladang secara tradisional dengan sekali-kali membuka hutan baru untuk lahan pertanian yang biasa disebut “mahimba” dan yang paling sering adalah berladang pada bekas lahan beberapa tahun sebelumnya yang biasa disebut “ngumo taja” (Dayak Ot Danum).

Kegiatan ekonomi peladang bersifat tertutup (hasil pertaniannya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri dan tidak untuk dijual) karena pengaruh aksesibilitas, modal, dan pasar. Kegiatan sampingan peladang masih banyak mengalami hambatan dan belum berkembang. Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan biasanya mempunyai aksesibilitas yang tinggi ke dalam wilayah hutan (areal konsesi HPH) dikarenakan berbagai hal seperti untuk keperluan berburu, mencari hasil hutan, membuka areal perladangan dan sebagainya.

Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 4.

(33)

Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di areal konsesi PT.

SBK Kalteng.

Mata Pencaharian No Desa/Dusun

Petani Peladang Petani

&

Peladang Hasil Hutan

Kry Prsh

PNS/

TNI/

Polri Pertu- kangan

Total

I Wilayah Kalbar

a. Sungkup 40 - 29 - 13 - 2 84

b. Ancana 4 - 6 - 2 - -- 12

c. Belaban Ella 29 71 100 - 29 3 - 232 d. Nanga Siyai 16 309 294 - - 1 - 620 e. Nanga Apat 26 14 40 - 7 - - 87 f. Landau Mumbung 31 28 52 7 6 - - 124

Jumlah I 146 422 521 7 57 4 2 1.159

II Wilayah Kalteng

a. Tanjung Paku 89 71 44 - 191 5 14 414 b. Tanjung Paku Km

72

37 43 21 - 28 - - 129

c. Riam Batang - 196 - 4 42 - 12 254 d. Tumbang Teberau - 110 3 2 3 - - 118 e. Tumbang Kaburai - 312 312 - 11 3 - 326 f. Tanjung Batik - 129 - 17 4 6 3 159 g. Tumbang Karuei - 176 - 15 5 3 2 201 h. Tumbang Karuei

Km.72

- 13 63 16 8 - - 100

i. Tumbang Kejamai - 212 145 11 25 8 4 405 j. Kiham Batang - 170 - 15 10 1 2 198 k. Rangan Rawit - 192 - - 23 8 - 223

Jumlah II 126 1.312 588 80 350 34 37 2.527

Jumlah I+II 272 1.734 1.109 87 407 38 39 3.686

Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004

Sebagian besar tingkat pendidikan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan tersebut masih sangat rendah. Keadaan tingkat pendidikan yang rendah ini menyebabkan sulitnya mencari pekerjaan, selain bertani secara tradisional.

Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 5.

(34)

21

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng.

Tingkat Pendidikan

No Desa/Dusun Blm

Sekolah (0-13

thn)

TK/

SD

Tdk Tmt. SD

Tmt SD SLTP Tdk Tmt.

SLTP Tmt SLTP

SLTA Tidak tmt.

SLTA

Tamat SLTA

Aka./PT Tidak Tmt.

Aka/PT

Tamat Aka./PT

Jumlah

I Wilayah Kalbar

a. Sungkup 85 47 60 65 - - 20 - - 6 - - - 283 b. Ancana 13 9 13 10 - - 8 1 - 4 - - - 58 c. Belaban Ella 36 64 29 36 26 12 8 24 18 6 1 - 1 261

d. Nanga Siyai 42 50 20 30 6 10 4 4 2 2 - - - 170 e. Nanga Apat 19 13 16 4 1 18 2 - - - - - - 73 f. Landau Mumbung 21 18 12 15 3 2 7 1 1 1 - 1 - 82

Jumlah I 216 201 150 160 36 42 49 30 21 19 1 1 1 927

II Wilayah Kalteng

a. Tanjung Paku 63 83 84 79 20 22 20 6 6 24 2 - 2 411 b. Tanjung Paku Km 72 38 24 62 2 1 - - 2 - - - - - 129 c. Riam Batang 41 55 39 55 13 6 23 9 3 7 3 - - 254 d. Tumbang Teberau 22 34 25 33 1 - 1 1 - 1 - - - 118 e. Tumbang Kaburai 44 80 - - 10 - - 5 9 1 - 2 - 326 f. Tanjung Batik 28 30 86 2 11 - - - 2 - - - - 159 g. Tumbang Karuei 49 68 56 40 5 - 5 2 - 9 1 2 2 239 h. Tumbang Karuei Km.72 30 17 29 14 1 3 4 - - 2 - - - 100 i. Tumbang Kejamai 124 46 85 29 12 27 16 32 9 22 1 - 3 406 j. Kiham Batang 65 32 64 15 1 5 7 2 2 5 - - - 198 k. Rangan Rawit 48 45 67 31 3 7 10 1 1 9 1 - - 223

Jumlah II 552 514 597 300 78 70 86 60 32 80 4 4 7 2.563

Jumlah I+II 768 715 747 460 114 112 135 90 53 99 5 5 8 3.49

Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang diambil berasal dari tiga desa terdiri atas dua desa di dalam kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan, yaitu Desa Tanjung Paku dan Desa Tumbang Kaburai, dan satu desa di luar kawasan hutan yaitu Desa Nanga Siai.

Distribusi responden berdasarkan kelompok disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan lokasi desa

Lokasi

Jumlah Responden

(orang)

Persentase (%) Ds. Tanjung Paku 15 48,39 Desa di dalam kawasan hutan

Ds. Tumbang Kaburai 6 19,35

Desa di luar kawasan hutan Ds. Nanga Siai 10 32,26

Total 31 100

Umur Responden

Kisaran umur responden di tiga desa terpilih yaitu 25-65 tahun dengan rata-rata umur responden di Desa Tanjung Paku adalah 46 tahun, di Desa Tumbang Kaburai adalah 43 tahun dan di Desa Nanga Siai adalah 48 tahun.

Distribusi jumlah responden berdasarkan umurnya diasajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur

Jumlah Responden (%)

No Umur Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai Rata-rata

1 19-25 0 0 10 3,23

2 26-30 6,67 0 10 6,45

3 31-35 26,66 16,67 10 19,35

4 36-40 6,67 16,67 0 6,45

5 41-45 6,67 33,33 20 16,12

6 46-50 20 33,33 10 19,35

7 >50 33,33 0 40 29,03

Total 100 100 100 100

Sebagian besar kisaran umur responden di Desa Tanjung Paku adalah diatas 50 tahun (33,33%), responden Desa Tumbang Kaburai antara 41-45 tahun dan 46-50 tahun (33,33%), dan responden Desa Nanga Siai berumur diatas 50 tahun (40%). Secara umum kisaran umur masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan adalah diatas 50 tahun (29,03%). Bakir dan Manning (1984)

(36)

23

dalam Agussabti (1997) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan klasifikasi umur tersebut maka dapat dikatakan bahwa komposisi umur responden pada ketiga lokasi tersebut masih dapat digolongkan ke dalam umur produktif kerja.

Tingkat Pendidikan

Anggaraspati (2002) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya semakin tinggi. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikannya di ketiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat pendidikan responden

Jumlah responden (%) Tingkat Pendidikan

Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai Rata-rata Tidak Sekolah 13,33 0 40 19,35 Tidak Lulus SD/SR 40 33,33 40 38,70

SD/SR 13,33 0 20 12,90

SMP 20 33,33 0 16,13

SMU 13,33 33,33 0 12,90

Perguruan tinggi 0 0 0 0

Total 100 100 100 100

Sebagian besar responden di ketiga lokasi penelitian mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah responden yang tidak lulus Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR) yaitu sebanyak 38,70%.

Sebanyak 40% responden Desa Tanjung Paku dan responden Desa Nanga Siai, serta 33,33% responden Desa Tumbang Kaburai tidak lulus SD atau SR . Rata- rata lama pendidikan formal di masing-masing desa adalah 6 tahun untuk Desa Tanjung Paku, 8 tahun untuk Desa Tumbang Kaburai dan 3 tahun untuk Desa Nanga Siai. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut terutama disebabkan oleh kurangnya sarana pendidikan yang tersedia di desa yang menjadi lokasi penelitian.

(37)

24

Jumlah Anggota Rumah Tangga

Responden di ketiga desa mempunyai kisaran jumlah anggota rumah tangga yang berbeda-beda. Sebagian besar responden Desa Tanjung Paku (53,33%) dan responden Desa Nanga Siai (50%) mempunyai jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4-6 orang. Sedangkan sebagian besar responden Desa Tumbang Kaburai (50%) responden mempunyai jumlah anggota rumah tangga 7- 9 orang. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga Jumlah responden (%)

Jumlah Anggota Rumah Tangga

(orang)

Tanjung Paku

Tumbang

Kaburai Nanga Siai Rata-rata

1-3 13,33 16,67 30 19,35

4-6 53,33 33,33 50 48,39

7-9 26,67 50 20 29,03

>9 6,67 0 0 3,23

Total 100 100 100 100

Agussabti (1997) mengemukakan bahwa besarnya jumlah tanggungan akan dapat berakibat jumlah pendapatan petani semakin meningkat atau semakin menurun. Apabila besarnya jumlah tanggungan dapat membantu usaha tani keluarganya atau membantu keluarganya dengan bekerja di sektor lain, maka pendapatan total keluarga tani akan dapat meningkat. Namun, apabila besarnya jumlah tanggungan itu hanya akan menambah angka pengangguran dalam keluarga, sedangkan pendapatan keluarga hanya tertumpu pada satu orang yaitu ayah sebagai kepala keluarga, maka akan menyebabkan konsumsi keluarga sering tidak dapat ditutupi oleh pendapatan yang diterimanya.

Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan

Mata pencaharian Responden dikelompokkan berdasarkan mata pencaharian utama dan mata pencaharian tambahan. Data distribusi responden berdasarkan masing-masing kelompok mata pencaharian dan pendapatan responden disajikan pada Tabel 10, Tabel 11 dan Tabel 12.

Gambar

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian utama  Mata Pencaharian Utama (%)
Tabel 13. Jenis-jenis satwaliar yang dimanfaatkan dan jumlah pemanfaat

Referensi

Dokumen terkait

Konsep kreatif yang akan dituangkan dalam Pengembangan media informasi dan promosi ini adalah berupa ide-ide kreatif berdasarkan data-data obyek yang diperoleh dari Perguruan

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Perpanjangan Dispensasi Pelayanan Pencatatan

Atas partisipasinya dalam penyelenggaraan Ufian Tulis Penerimaan Mahasiswa Baru ]alu:: Seleksi Mandiri (SM) Universitas Negeri Yogyakarta. Tahun 2072,

14.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan

[r]

Pengawasan pasar untuk penerapan regulasi teknis dengan sistem tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan jasa dari lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi oleh

Molekul air, lemak, dan gula dalam makanan akan menyerap energi dari gelombang mikro tersebut dalam sebuah proses yang disebut pemanasan dielektrik.. Kebanyakan molekul adalah dipol