• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Target di Perairan Pulau Maitara Conditions of Coral Reef and Target fish in Waters of Maitara Islands

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Target di Perairan Pulau Maitara Conditions of Coral Reef and Target fish in Waters of Maitara Islands"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Musamus Fisheries and Marine Journal 2020 Vol.3 (No.1): hal 1-16

https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/fish doi: 10.35724/mfmj.v3i1.3080

e-ISSN: 2556-7008 dan p-ISSN: 2654-9905 ©2020 Faculty of Agriculture, Musamus University

Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Target di Perairan Pulau Maitara Conditions of Coral Reef and Target fish in Waters of Maitara Islands

Mohdi Umanahu1), Umar Tangke2)*, Syahnul Sardi Titaheluw2)

1)Alumni Prodi THP UMMU Ternate, Indonesia

2) Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ternate. Indonesia

*Email: umbakhaka@gmail.com

Info Artikel

____________________

Sejarah Artikel:

Diterima September 2020 Disetujui Oktober 2020 Dipublikasikan Oktober 2020 ____________________

Keywords:

Coral Fish; Maitara Island; Target fish;

Transect

Abstrak

__________________________________________________________

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey selama bulan Agustus 2019 dengan tujuan untuk mengetahui biodiversitas ikan target serta potensinya di ekosistem terumbu karang perairan Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara dengan mengumpulkan data primer dan sekunder berupa kondisi terumbu karang (lifeform), kondisi ikan (keanekaragaman, keseragaman dan dominasi) serta data parameter lingkungan berupa suhu, salinitas, kecepatan arus, dan kecerahan. Untuk data ikan karang digunakan metode sensus visual. Hasil pengamatan visual ikan karang di perairan Pulau Maitara ditemukan sebanyak 13 family yang masuk dalam dari kelompok ikan mayor terdiri 7 family, kelompok ikan indikator 1 family dan kelompok ikan target 5 family. Ikan karang yang ditemukan di lokasi pengamatan stasiun 1 terdiri dari kelompok ikan mayor sebanyak 59,3 %, ikan target sebanyak 24,2 % dan ikan indikator 16,5 % dan pada pada stasiun 2 ikan karang terdiri dari kelompok ikan mayor sebanyak 62,1 %, ikan target sabanyak 23,8 % dan ikan indikator 4,1 %. Secara keseluruhan hasil pengamatan visual ikan karang yang dilakukan menunjukan bahwa ikan mayor adalah yang paling dominan ditemukan sebanyak 66,7 % kelompok ikan target sebanyak 23,9 % dan kelompok ikan indikator sebanyak 9,4 %. Minimnya keberadaan kelompok ikan indikator menujukkan bahwa kesuburan ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Maitara tidak lagi berada pada kondisi yang baik, karena kelompok ikan indikator merupakan jenis ikan yang menandakan parameter baik dan buruknya kondisi terumbu karang didalam perairan.

Abstract

____________________________________________________________

This research was conducted with a survey method during August 2019 with the aim of find out the biodiversity of target fish along with the potential in the coral reef ecosystem at waters of Maitara Island, North Maluku Province through collecting primary and secondary data such as coral reef conditions (lifeform), fish conditions (diversity, similarity and dominance) as well as environmental parameter data like temperature, salinity, current velocity, and turbidity. Visual census method is used to collect reef fish data.

The results of visual observation of reef fish in the waters of Maitara Island found that there were 13 families included in the major fish group consisting of 7 families, 1 family of indicator fish and 5 target fish groups. The reef fish which is found at the observation location in station 1 consisted of 59.3%

major fish groups, 24.2% target fish and 16.5% indicator fish, while at station 2 reef fish consisted of 62.1% major fish groups, target fish is 23.8%

and indicator fish is 4.1%. Overall, the results of the visual observations of reef fish showed that major fish were the most dominant, found as much as 66.7%, the target fish groups were 23.9% and indicator fish groups were 9.4%. The lack of presence of indicator fish groups shows that the fertility of the coral reef ecosystem in the waters of Maitara Island is no longer in good condition, because the indicator fish group is a type of fish that can be parameters to indicates the good or bad conditions of coral reefs in the waters.

(2)

2 PENDAHULUAN

Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah potensi yang cukup besar yang terdiri dari sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources), dan tidak dapat pulih (unrenewable) serta jasa-jasa lingkungan di kawasan pesisir sampai laut lepas.

Potensi sumberdaya alam dapat pulih diantaranya sumberdaya ikan yang terdiri dari jenis ikan pelagis dan jenis ikan karang, yang tersebar merata hampir di semua kawasan pantai dan laut. Salah satu daerah di wilayah Maluku Utara yang memiliki potensi perikanan karang cukup besar adalah Pulau Maitara.

Pulau Maitara secara administratif masuk dalam wilayah Kota Tidore Kepulaun, Provinsi Maluku Utara. Menurut DKP Kota Tidore Kepulauan Kawasan pesisir pulau Maitara memiliki ekosistem hutan mangrove, lamun dan terumbu karang, yang mendukung keberadaan dan distribusi sumberdaya ikan karang.

Terumbu karang merupakan salah satu penyusun ekosistem di Pulau Maitara.

Keberadaan ekosistem terumbu karang memberikan manfaat kepada masyarakat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Kondisi fisik terumbu karang yang kompleks juga memberikan manfaat besar bagi keragaman dan produktivitas biologinya.

Banyak celah dan lubang di terumbu karang yang memberikan perlindungan serta tempat tinggal dan tempat mencari makan sampai berkembang biak bagi ikan maupun hewan invertebrata yang ada disekitarnya.

Ikan karang dapat dijadikan sebagai bioindikator karena hidup dan berkembang di daerah terumbu karang dan merupakan organisme dengan jumlah biomassa terbesar dan memiliki kecendrungan tidak berpindah-pindah atau selalu berada pada daerah karang (Nybakken, 1988). Komunitas ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok ikan yang kadang-kadang terdapat pada terumbu karang dan ikan yang tergantung pada terumbu karang sebagai tempat mencari makan, tempat hidup atau kedua-duanya (Sopandi, 2000), sementara English et al., (1997) mengelompokkan jenis ikan karang ke dalam tiga kelompok utama, yaitu: 1) jenis ikan target, yaitu jenis ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi; 2) jenis ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem terumbu karang; 3) jenis ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, dengan panjang antara 5 - 25 cm, dengan karakteristik warna yang beragam dan dikenal sebagai ikan indikator.

Jenis ikan karang yang masuk dalam kategori ikan target atau ikan ekonomis penting merupakan ikan konsumsi dengan nilai jual yang tinggi sehingga potensi, distribusi dan keberadaannya akan cenderung sedikit dan hilang dari ekosistem terumbu karang. Kondisi Pulau Maitara yang memiliki luas daratan yang kecil menyebabkan mata pencaharian masyarakat didominasi sebagai nelayan. Hal ini akan memberikan dampak yang besar terhadap produksi dan kondisi sumberdaya ikan terutama ikan karang. Selain itu rusaknya wilayah ekosistem yang mendukung keberadaaan ikan karang di Pulau Maitara yakni ekosistem mangrove, lamun dan ekosistem terumbu karang akibat kegiatan masyarakat dapat mempengaruhi keberadaan ikan karang. Metode penangkapan yang berlebihan dan cenderung merusak akan berpengaruh terhadap potensi, distribusi dan keberadaan ikan target di perairan Pulau Maitara. Oleh karena itu perlu diketahui kondisi ikan target sebagai sumberdaya yang dapat pulih dengan melihat biodiversitas di ekosistem terumbu karang perairan pulau Maitara Provinsi Maluku Utara, melalui kajian biomassa, kelimpahan, struktur komunitas, distribusi ikan karang ekonomis penting untuk mendapatkan konsep pengelolaan dan pemanfaatan yang berkelanjutan di Pulau Maitara.

(3)

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 di Perairan Pulau Maitara, Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan pengambilan data terumbu karang dan ikan karang, peralatan untuk menganalisis data (Tabel 1).

Tabel 1. Peralatan Penelitian

No Peralatan Kegunaan

1 SCUBA Diving Alat bantu penyelam

2 Rol meter 50 m Pengukur transek ikan dan karang 3 Kamera/Video Underwater Dokumentasi dalam air

4 GPS Alat untuk menentukan posisi

5 Sabak dan pensil Alat menulis

6 Drift float Mengukur kecepatan dan arah arus 7 Handrefraktometer Mengukur salinitas perairan

8 Thermometer Alat untuk mengukur suhu laut 9 Sechi Disc Alat untuk mengukur kecerahan 10 Buku idenfikasi ikan dan

karang Untuk dokumentasi dalam air Metode Pegumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode survey dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah kondisi terumbu karang (lifeform); kondisi ikan (keanekaragaman, keseragaman dan dominasi), serta data parameter lingkungan (suhu, salinitas, kecepatan arus, dan kecerahan). Pengumpulan data kondisi terumbu karang dan ikan dilakukan bersamaan, yaitu sebanyak 1 (satu) kali penyelaman pada tiap-tiap stasiun. Untuk data ikan karang digunakan metode sensus visual.

Kondisi terumbu karang

Metode yang digunakan untuk penentuan kondisi terumbu karang adalah metode transek garis Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1994).

(4)

4 Penyelaman dilakukan pada setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian seorang penyelam memasang transek garis sepanjang 50 meter mengikuti garis kontur perairan. Setelah pemasangan transek dilakukan, penyelam berikutnya langsung melakukan sensus ikan karang dan mencatat bentuk pertumbuhan karang berdasarkan lifeform yang berada tepat di bawah transek garis tersebut dengan menggunakan sabak yang telah disediakan. Adapun kategori yang diamati yaitu Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submassive (ACS), Acropora Digitata (ACD), Coral Branching (CB), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Submassive (CE), Coral Foliose (CF), Coral Mushroom (CMR), Coral Meliopora (CME), Coral Heliopora (CH), Coraline Algae (CA), Macro Algae (MA), Turf Algae (TA), Algae Assemblage (AA), Soft Coral (SC), Sponge (SP), Sand (S) dan Others (OT).

Metode LIT dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Line Intercept Transect (LIT) terumbu karang (Hill & Wilkinson, 2004) dalam Paulangan (2010)

Ikan karang

Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan metode sensus langsung (Sensus Visual Method) (English et al., 1994), pada kedalaman 5 meter dengan menggunakan SCUBA (Self Contained Under Water Breathing Apparatus).

Pengambilan data ikan dan karang dilakukan secara bersamaan setelah beberapa menit dari pemasangan transek garis tersebut, dimana ikan yang diamati dari kelompok indikator (Chaetodontidae), Mayor dan Target. Kelimpahan ikan tiap spesies dihitung dalam jarak 2,5 m ke kiri dan 2,5 m ke kanan.

Gambar 3. Sensus Visual Method ikan (English et al., 1994) dalam Paulangan (2010)

2,5 m 2,5 m

(5)

5 Identifikasi Ikan

Proses identifikasi ikan dilakukan secara bersamaan dengan identifikasi terumbu karang. Pada saat penarikan garis transek dilakukan dan menunggu waktu rehat sekitar 5 menit, kemudian seorang penyelam mulai melakukan identifikasi ikan mengikuti garis transek yang telah dipasang. Proses identifikasi ini dimulai dari titik nol (0) meter sampai 50 meter dengan jarak pandang 2.5 meter ke kiri dan kanan. Identifikasi harus dilakukan secara perlahan-lahan di atas garis transek agar ikan-ikan merasa tidak terganggu dengan kehadiran seorang penyelam. Ikan-ikan yang tersensus tersebut kemudian langsung dicatat pada lembar kertas yang dibawa bersamaan dengan penyelam tersebut dan proses ini dilakukan hingga pada garis transek yang ke 50 meter atau akhir garis transek tersebut. Ikan-ikan yang dicatat harus jenis bukan pada family atau genera sedangkan ikan yang tidak diketahui namanya, maka dengan bantuan camera underwater akan difoto lalu diidentifikasi di darat dengan menggunakan buku Market Fish at Indonesia (Jenis-jenis ikan di Indonesia) tahun 2013 (White et al., 2013). Proses seperti ini dilakukan pada semua stasiun yang dijadikan stasiun pengamatan tersebut.

Kualitas Perairan

Pengukuran dan pengambilan contoh air dilakukan selama penelitian sebanyak 3 (tiga) kali pada masing-masing stasiun penelitian. Variabel-variabel yang diukur langsung (in situ) di lapangan meliputi suhu (°C), salinitas, kecerahan (m) dan kecepatan arus (m/dt).

Persentase Terumbu Karang

Kondisi terumbu karang dilihat berdasarkan persentase tutupan karang hidup. Persentase karang hidup dihitung menurut persamaan yang dikemukakan dalam English et al., (1994). Persentase tutupan karang dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

Li = Total panjang lifeform ke-i L = Panjang transek

i = Ulangan

Data kondisi penutupan terumbu karang yang diperoleh dari persamaan di atas kemudian dikategorikan berdasarkan Kepmen LH tahun 2001 seperti disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria baku penilaian kerusakan terumbu karang (Kepmen LH No 4 Tahun 2001).

Persentase Tutupan Kriteria penilaian

Sangat baik 75 – 100 %

Baik 50 – 74,9 %

Sedang 25 – 49,9 %

Rusak 0 – 24,9 %

Biodiversitas Ikan Target Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman adalah ukuran yang menggambarkan kekayaan jenis dari suatu komunitas ikan karang yang dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah individu dalam setiap spesiesnya (Krebs, 1972).

Indeks keanekaragaman yang paling umum digunakan adalah Indeks Shannon

(6)

6 yang diterapkan pada komunitas acak dengan ukuran yang besar dimana jumlah total spesies diketahui (Krebs, 1972). Formula diturunkan sebagai berikut:

i

i n

Pi Ln Pi H'

Keterangan;

H’ = indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Pi = ni/N

ni = jumlah kehadiaran individu jenis ke i

N = jumlah total kehadiran seluruh jenis individu ke i Keseragaman

Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman ikan. Rumus yang digunakan adalah:

S Log

H H

E H

2 '

' '

max 

Keterangan:

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman Ikan S = Jumlah Jenis Ikan

Hal ini hal ini menunjukkan penyebaran jumlah kelimpahan ikan tiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis mendominasi di stasiun pengamatan.

Dominasi

Analisis besaran nilai dominasi ikan yang berada di daerah terumbu karang dihitung dengan menggunakan indeks dominasi yang dimodifikasi dari simpson dengan formulasi (Krebs, 1972) sebagai berikut:

2

1

 

 

  

N

C n

i

n

i

Keterangan :

C = Indeks Dominasi ni = Jumlah Individu ke-i

N = Jumlah total untuk semua spesies

Dengan kisaran nilai indeks dominasi adalah 0-1, jika nilai mendekati 0 (0- 0,50) berarti hampir tidak ada spesies atau genera yang mendominasi dan apabila nilai indeks mendekati 1 (0,51-1) berarti ada salah satu spesies atau genera yang mendominasi populasi (Krebs, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Maitara merupakan salah satu dari lima pulau yang berarti dalam wilayah administratif Kepulawan Tidore. Secara geografis pulau ini terletak pada posisi geografis 119°19’45’’ BT dan 04°42’20’’ LS. Luas daratan Pulau Maitara 3.95 Ha dan luas wilayah terumbu karangnya 14.86 Ha (PPTK-Unhas, 2006). Letak georafis Pulau Maitara berbatasan langsung Pulau Ternate di sebelah utara, Pulau Tidore di sebelah barat dan Laut Maluku di sebelah barat dan selatan.

Secara umum masyarakat Pulau Maitara berprofesi sebagai nelayan pemancing yang beroperasi secara indvidul untuk mencari ikan di perairan sekitar Pulau dengan menggunakan perahu mesin dan alat tangkap pancing, tombak, panah dan gill net. Sedangkan, nelayan yang beroperasi secara berkelompok

(7)

7 umumnya mencari ikan di perairan yang relatif jauh yakni sekitar Tidore hingga Bacan. Umumnya mereka dikoordinir oleh punggawa yang merupakan pemilik kapal. Ikan yang menjadi target penangkapan adalah berbagai jenis ikan kerapu dan ikan kakap. Ikan yang diperoleh kemudian dijual kepada Punggawa yang kemudian menjualnya kepada pembeli di Kota Ternate sampai di eksport.

Kondisi Substrat Dasar

Substrat dasar perairan umumnya terdiri dari karang hidup yang terdiri dari alga, sponge, abiotik dan others. Terumbu karang adalah ekosistem kompleks, produktif dan berperan penting sebagai habitat dari beragam jenis ikan. Ekosistem terumbu karang juga merupakan penyuplai stok ikan konsumsi dengan 80-85%

produksi ikan karang Indonesia berasal dari kawasan pulau-pulau kecil (Bengen, 2013). Tutupan substrat dasar dan terumbu karang di perairan Pulau Maitara pada stasiun 1 dan 2 (Gambar 4).

Gambar 4. Komposisi tutupan substrat dasar di Stasiun 1 dan Stasiun 2 Tutupan substrat dasar perairan di Pulau Maitara terdiri dari kelompok abiotic, other fauna, algae, dead scleractinia dan karang hidup. Komposisi tutupan substrat pada stasiun 1 adalah komponen abiotic 64.3% merupakan rubble (kepingan batu puing), karang hidup 15.30% yang terdiri dari hard corals acropora dan non-acropora, dead scleractinia 3.4%, dan fauna lainnya 17% yang terdiri dari karang lunak dan sponge. Komposisi tutupan substrat pada stasiun 2 terdiri dari komponen abiotic 36%, karang hidup 10.80% (hard corals acropora dan non- acropora), dead scleractinia 26.80%, dan other fauna 26.4% yang terdiri dari karang lunak dan sponge (Gambar 4).

Kondisi karang hidup pada kedua stasiun pengamatan masuk dalam kategori rendah yaitu 15.3 % dan 10.8%. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti aktivitas penangkapan ikan, reklamasi dan lain-lain. Aldyza et al (2015), mengatakan bahwa rusaknya kondisi tutupan karang umumnya terkait dengan aktivitas nelayan dalam menangkap ikan. Rusaknya kondisi terumbu karang ini juga akan berpengaruh terhadap kehadiran biota ikan karang dalam ekosistem tersebut hal ini sesuai dengan pendapat Soede et al., (2001), bahwa terumbu karang merupakan habitat berbagai jenis biota laut, mulai dari avertebrata yang diam hingga ikan pelagis yang mencari makan.

Komposisi dan Kelimpahan Ikan Karang Komposisi ikan karang

Ikan karang di Pulau Maitara merupakan salah satu faktor terpenting dari ekosistem terumbu karang yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat, karena sebagian besar penduduk mengandalkan sumber daya ikan sebagai mata pencaharian dan sumber makanan utama. Hasil pengamatan visual ikan karang di perairian Pulau Maitara ditemukan sebanyak 13 family yang masuk dalam

(8)

8 kelompok ikan mayor 7 family, kelompok ikan indikator 1 family dan kelompok ikan target 5 family. Ikan karang yang ditemukan di lokasi pengamatan stasiun 1 terdiri dari kelompok ikan mayor sebanyak 59,3 %, ikan target sabanyak 24,2 % dan ikan indikator 16,5 % (Gambar 5) dan pada pada stasiun 2 ikan karang terdiri dari kelompok ikan mayor sebanyak 62,1 %, ikan target sabanyak 23,8 % dan ikan indikator 4,1 % (Gambar 5).

(a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2

Gambar 5. Komposisi Ikan Karang di Perairan Pulau Maitara Per Stasiun Secara keseluruhan hasil pengematan visual ikan karang yang dilakukan menunjukan bahwa ikan mayor adalah yang paling dominan ditemukan sebanyak 66,7 % kelompok ikan target sebanyak 23,9 % dan kelompok ikan indikator sebanyak 9,4 % (Gambar 6). Kelompok ikan mayor terdiri dari 142 ekor dari family labridae, pomacentridae dan pomachantidae. Kelompok ikan target terdiri dari 51 ekor dari family serranidae, siganidae, lutjanidae, acanthuridae serta haemulidae dan kelompok ikan indikator sejumlah 20 ekor dari family chaetodontidae.

Minimnya keberadaan kelompok ikan indikator menujukkan bahwa kesuburan ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Maitara tidak lagi berada pada kondisi yang baik, karena kelompok ikan indikator merupankan jenis ikan yang menandakan parameter baik dan buruknya kondisi terumbu karang didalam perairan.

Gambar 6. Komposisi Ikan Karang di Perairan Pulau Maitara Gabungan Stasiun 1 dan 2

(9)

9 Kelimpahan ikan karang

Jumlah jenis ikan di terumbu karang yang teridentifikasi di daerah terumbu karang pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebanyak 213 ekor dengan kelimpahan ikan karang adalah pada stasiun 1 seperti terlihat pada Gambar 9 untuk kelompok ikan mayor pada family Pomachantidae 23 ekor, Haemulidae, Zanclidae. Kelompok ikan indikator ditemukan 1 family dengan jumlah spesies sebanyak 15 ekor yang terbagi kedalam tiga family yakni Chaetodontidae 15 ekor, Acanthuridae 12 ekor dan Labridae 18 ekor. Pada kelompok ikan target teridentifikasi sebanyak 91 ekor dari 5 family, yang masing-masing adalah dari family Serranidae 1ekor, Apogonidae 3 ekor, Pomachantidae 3ekor, Siganidae 6 ekor, Caesio 2 ekor, Lutjanidae 3 ekor, Scaridae 5 ekor.

Untuk stasiun 2 kelompok ikan mayor terdiri dari genus Pomachantidae 42 ekor dari Haemulidae, Zanclidae. Kelompok ikan indikator ditemukan 1 genus dengan jumlah spesies sebanyak 15 ekor yang terbagi kedalam tiga family yakni octofasciatus 5 ekor, Acanthuridae 14 ekor, dan Labridae 18 ekor. Pada kelompok ikan target teridentifikasi sebanyak 91 ekor dari 5 genus dan 8 family yakni Serranidae 2 ekor, Apogonidae 2 ekor, Pomachantidae 3 ekor, Caesio 5 ekor, Lutjanidae 12 ekor, Scaridae 11 ekor (Gambar 7).

(a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2

Gambar 7. Histogram Kelimpahan family ikan karang di Perairan Pulau Maitara.

Komunitas Ikan Target

Ikan target adalah jenis ikan konsumsi yang merupakan buruan dari nelayan untuk di jadikan sebagai bahan konsumsi dan sumber penghasilan. Jumlah ikan target yang ditemukan dari hasil sensus visual pada 2 stasiun pengamatan di perairan pantai Pulau Maitara sebanyak 51 ekor yang terdri dari 12 spesies yaitu jenis ikan Epinephelus merra, E. quoyanus, siganus doliatus, s.virgatus, Lutjanus bigattatus, Acanthurus lineatus, Acanthurus nigricans, Acanthurus nigrofuscus, zebrasoma scopas, Acanthurus pyroferus, Plectorhinchus lessonii, P. orientalis,

(10)

10 dimana jenis ikan target in tersebar 5 family yakni serranidae, siganidae, lutjanidae, acanthuridae dan haemulidae (Gambar 8).

Gambar 8. Komposisi Jenis Ikan Target di Perairan Pulau Maitara

Ikan target yang juga merupakan ikan karang umumnya memiliki biomassa dan kelimpahan tertinggi dijumpai dalam keadaan berkelompok (schooling) (Setiawan & Tasidjawa, 2013) hal inilah yang mengakibatkan beberapa data mengalami ketimpangan pada lokasi pengamatan. Untuk melihat sejauh mana jumlah dan jenis mempengaruhi data ekosistemnya, maka dilakukan analisis struktur komunitasnya sehingga dapat dilihat kondisi ekositemnya, apakah masih dalam kondisi baik atau sudah tertekan/labil.

Kelimpahan ikan target

Kelimpahan ikan target pada 2 stasiun pengamatan diperairan Pulau Maitara hampir sama yakni 22 ekor yang tersebar dari 8 spesies di stasiun 1 dan 29 ekor yang juga tersebar juga dalam 8 spesies di stasiun 2. Kelimpahan masing-masing spesies ikan target pada kedua stasiun dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kelimpahan Jenis Ikan Karang Target pada Stasiun Pengamatan

(11)

11 Gambar 9 terlihat pada stasiun 1 jenis ikan Acanthurus nigrofuscus memiliki nilai kelimpahan tertinggi yakni 6 ekor/transek, sedangkan kelimpahan terendah pada spesies E. quoyanus dan Acanthurus pyroferus yakni 1 ekor/transek dengan rata-rata nilai kelimpahan adalah 3 ekor/transek. Pada stasiun 2 kelimpahan tertinggi didominasi oleh spesies Lutjanus bigattatus sebanyak 12 ekor/transek dan terendah pada jenis ikan Acanthurus lineatus dan P. Orientalisdi, dengan rata-rata nilai kelimpahan adalah 4 ekor/transek.

Indeks Ekologi

Keanekaragaman species ikan mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan terumbu karang di perairan tersebut. Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) spesies digunakan dalam menilai kestabilan suatu komunitas (Odum, 1971 dalam Setiawan et al., 2016).

Indeks keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, dimana indeks keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto, 2006). Hasil yang didapat selama penelitian menunjukkan indeks keanekaragaman ikan target di stasiun 1 dan 2 berada pada nilai kisaran 0,14 - 0,35 rata-rata 0,24 untuk stasiun 1 dan 0,11 - 0,37, rata-rata 0,21 untuk stasiun 2 (Gambar 10).

Nilai indeks keanekaragaman pada Gambar 10 ini menunjukkan bahwa kondisi stasiun pengamatan ini masuk kategori rendah. Menurut Odum (1971) bahwa semakin besar nilai keanekaragaman (H’) menunjukkan komunitas semakin beragam dan indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah species yang terdapat dalam suatu habitat.

Gambar 10. Indeks Keanekaragaman Ikan Target di Stasiun Pengamatan Indeks keseragaman (E)

Nilai indeks keseragaman (E) menunjukkan kestabilan suatu komunitas.

Nilai E dimana semakin mendekati 1 menunjukan komunitas semakin stabil dan jika semakin mendekati 0, maka komunitas semakin tertekan. Menurut Odum (1971) indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar species dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata sebaran individu antar species maka keseimbangan komunitas akan semakin baik. Indeks keseragaman

(12)

12 pada stasiun 1 berada pada kisaran 0,07 - 0,18 dengan nilai rata-rata 0,12, sedangkan pada stasiun 2 berada pada kisaran 0,07-0,21 dengan nilai rata-rata indeks keergaman di stasiun 2 adalah 0,12 (Gambar 11).

Nilai indeks keseragaman pada kedua stasiun pengamatan tersebut (Gambar 8) masuk dalam kategori labil dengan kata lain sebaran individu ikan target tidak seragam pada kedua stasiun pengamatan.

Gambar 11. Indeks Kesergaman Ikan Target di Stasiun Pengamatan

Indeks Dominasi (C)

Nilai Dominansi (C) bekisar antara 0 hingga 1 dimana apabilai nilainya mendekati 1 menunjukkan terjadinya dominasi species, begitu juga jika nilainya mendekati 0 dimana tidak ada dominasi oleh salah satu species. Nilai indeks Dominansi pada stasiun pengamatan 1 berada pada kisaran 0-0.17 dengan nilai rata-rata 0,02, sedangkan pada stasiun 2 nilai indek dominasi berada pada kisara 0-0,2 dengan nilai rata-rata indeks dominasi adalah 0,02 (Gambar 12).

Gambar 12. Indeks Dominasi Ikan Target di Stasiun Pengamatan

Hasil penelitian menunjukan bahwa indek dominasi kedua stasiun pengamatan masuk dalam kategori dominansi sedang atau tidak ada spesies yang mendominasii populasi ikan target pada kedua stasiun pengamatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman

(13)

13 (H’) dan kemerataan (E) hampir sama kondisinya dengan indeks dominansinya.

Nilai H’ dan E yang rendah menunjukkan tingkat dominansi yang tinggi.

Kualitas Air

Kualitas air adalah nilai suhu pada stasiun 1. 32℃ dan kecerahan 5 (m) dan kedalaman 5 (m) sedangkan kecepatan arus memeliki nilai 12,9 (ⅿ/dr) dan salinitas 30 ( %ₒ). Sedangkan stasiun 2 hampir sama dengan nila stasiun 1, dimana nilai kualitas air laut di stasiun 2 masing-masing adalah suhu 32℃, kecerahan 5 (m), kedalaman 5 (m), kecepatan arus memiliki nilai 33,6 (ⅿ/dr) dan salinitas 30 (

%ₒ). Nilai kualitas air pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai kualitas air

Parameter Perairan

Stasiun 1 Rata-

Rata

Stasiun 2 Rata-

Rata

A B C A B C

Suhu (°C) 30 30 30 30 32 33 31 32

Kecerahan (m) 5 5 5 5 5 5 5 5

Kedalaman (m) 5 5 5 5 5 5 5 5

Kec. Arus

(m/dt) 33.5 30.5 36.9 33.6 13 15 10.8 12.9

Salinitas (‰) 30 30 30 30 30 30 30 30

Posisi 0'44'30" LS 0'44'29" U 0'44'30" U 0'44'35" U 0'44'33" U 0'44'34" U 127'22'24"

TL 127'22'25"

TL 127'22'25"

TL 127'21'56

TL 127'21'56"

TL 127'21'57"

TL

Kesimpulan

Kondisi terumbu karang di setiap stasiun pengamatan tergolong kritis/sedang sampai buruk, sedangkan rugositas ditemukan cukup tinggi yaitu berkisar antara 64,3-26,4, dan jumlah rata-rata mikrohabitat terumbu karang berkisar antara 100,00 - 1000 kategori. Ditemukan 5 spesies ikan karang target yang berasal dari 13 family. Chaetodontidae dan Acanthuridae merupakan family ikan target yang mendominasi setiap stasiun. Adapun kelimpahan rata-rata terhadap ikan target berkisar 23,9 ekor/transek. Indeks keanekaragaman tergolong dalam kategori rendah, indeks keseragaman tergolong stabil dan indeks dominansi tergolong rendah. Total kelimpahan dan jumlah jenis di Pulau Maitra mempunyai kaitan yang erat terhadap persentase tutupan dead coral. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara karagaman mikrohabitat, rugositas terumbu karang dan kelandaian terhadap keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan karang target.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. W., (2002). Studi kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang familyPomacentridae dan Labridae pada daerah rataan terumbu (reef flat) di perairan Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Adrim, M. (1983). Komunitas Ikan Karang di Perairan Pulau-Pulau Marabatua dan Sekitarnya, Kalimantan Selatan. Torani, 17 (2): 121-132.

Aldyza, Z. et al., (2015). The culture of patient safety in an Iranian intensive care unit. Journal of Nursing Management, 23(3): 333–345.

(14)

14 Bengen, D.G. (2013). Bioekologi terumbu karang status dan tantangan pengelolaan.

Dalam: Nikijuluw V., L. Adrianto, N. Januarini (eds.). Coral governance.

IPB Press. Bogor. Hlm.: 62-74.

Baker, V.J., Moran, P,J., Mundy, C.N., Reichelt, R.E., & Speare, P.J. (1991). Aguide to the reef ecology database, The Crown-of-Thorns Study. Townsville:

Australia Institute of Marine Science.

Bouchon-Navaro Y., C. Bouchon, & M. L. Harmelin-Vivien. (1996). Impact of coral degradation on a chaetodontid fish assemblage (Moorea, French Polynesia). In: Proceedings of the Fifth International Coral Reef Congress, Tahiti, 5: 427-432.

Burhanuddin, A., (2008). Ikhtiologi; Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi Makassar.

Chabanet, P., H Ral ambondrainy , M Amanieu , G Faure, & R Gai zin. (1997).

Relationshi p between coral reef substrat and fish. Coral Reef, (16) : P.93- 102.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P. & Sitepu, M.J. (1996). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT, Paramitra.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepualauan. 2017. Potensi Sumberdaya Perikanan Kota Tidore kepualaun tahun 2016. DKP TIKEP Provinsi Maluku Utara.

English S, Wilkinson C, Baker V. (1997). Survey manual for tropical marine resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Gautam, A.K. (2000). Colletotrichum gloeosporioides: Biology, Pathogenicity and management in India. Journal of Plant Physiology and Pathology 2(2):1-11.

Hamdani, (2006). Manajemen Pemasaran jasa Edisi kedua. Penerbit Salemba Empat: Jakarta

Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Krebs, C.H.J. (1989). Ecological Methodology. Univ. of British Columbia. Harper Collins Publisher.645 p.

Meesters, E.H., Bak, R.P.M., Westmacott, S., Ridgiey, M., Duillar, S. (1998), Afuzzylogic Model to Predict Coral Reef Developmeni Under Nutrient dan Sediment Stress. Cons Biol, (12): 957-965.

NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). (2001). Oil Spills in Coral Reefs. Planning dan response Considerations.

Nybakken, J.W. (1982). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 245 hal.

Nybakken, J.W. (1988). Biologi Laut: Suatu Pengantar Ekologi. Terjemahan oleh: M.

Eidman, D.G. Bengen, H. Malikusworo dan Sukristijono. Marine Biology:

An Ecology Approach. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, E. (1971). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press.

PPTK Unhas, (2006). Survey Ekonomi dan Jaringan Pemasaran Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai.

Russell, B. C., F. H. Talbot, G. R. V. Anderson and B. Goldman, (1978). Collection and sampling of reef fishes. In: D. R. Stoddart and R. E. Johannes (eds.) Coral Reefs: Research Methods. UNESCO, Paris. Pp. 329–345.

Randall, J. E., G. R. Allen dan R. Steene. (1999). Fishes of The Great Barrier Reef and Coral Sea. 2nd edition. http:// www.fishbase.org/sumary. Diakses pada tanggal 2 April 2016.

Sale, P. F. (ed.), (1991). The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, California, USA.

Setiawan F., Tasidjawa, S., Wantah, E., Johanis, H. 2016. Biodiversitas Ikan Karang Di Daerah Perlindungan Laut Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8 (1): 57-71.

(15)

15 Supriharyono. (2000). Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit

Djambatan, Jakarta.

Suharsono. (1984). Pertumbuhan Karang. Oseano Vol. 9 No. 2. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Suharsono. (1996). Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia.

Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI.

Soede, P., W.L.T. van Dense, J.S. Pet, & M.A.M. Machiels. (2001). Impact of Indonesian coral reef fisheries on fish community structure and the resultant catch composition. Fisheries Res, 51:35-51.

Sopandi, U. (2000). Asosiasi Kenaekaragaman Spesies Ikan Karang dengan Persentase Penutupan Karang (Life form) di Perairan Pantai Pesisir Tengah dan Pesisir Utara Lampung Barat . Skripsi. FPIK. Institut Pertanian Bogor.

Tangke U., (2014). Parameter populasi dan tingkat eksploitasi ikan tongkol (Euthynnus affinis) di perairan Pulau Morotai. Agrikan: Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 7(1):74–81. DOI: 10.29239/j.agrikan.7.1.74-81.

Tangke U., Deni S., & Aunaka A., (2018a). The Influence of Using Bait Types to the Number and Composition of Fishing Traps Catch in South Ternate Waters.

IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 175(1):12231.

DOI: 10.1088/1755-1315/175/1/012231.

Tangke U., Sangadji I., Rochmady R., & Susiana S., (2018b). A population dynamic aspect of Selaroides leptolepis in the coastal waters of South Ternate Island, Indonesia. AACL Bioflux, 11(4):1334–1342.

Tangke, U., Karuwal, J. W. C., Mallawa, A., & Zainuddin, M. (2017). Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Salinitas, Dan Arus Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Di Perairan Bagian Barat Pulau Halmahera. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, 3(5).

Tangke, U., Mallawa, A., & Zainuddin, M. (2011). Analisis hubungan karakteristik oseanografi dan hasil tangkapan yellowfin tuna (Thunnus albacares) di perairan Laut Banda. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 4(2), 1-14. DOI:

29239/j.agrikan.4.2.1-4

Tangke, U., 2014. Parameter populasi dan tingkat eksploitasi ikan tongkol (Euthynnus affinis) di perairan Pulau Morotai. Agrikan: Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 7(1):74–81. DOI: 10.29239/j.agrikan.7.1.74-81.

Tangke, U., Mallawa A., & Zainuddin M., 2011. Analisis hubungan karakteristik oseanografi dan hasil tangkapan yellowfin tuna (Thunnus albacares) di perairan Laut Banda. Agrikan: Jurnal Agribisnis dan Perikanan, 4(2):1–14.

DOI: 10.29239/j.agrikan.4.2.1-14.

Tangke, U., Silooy, F.D., Rochmady, Malik, F.R & Susiana. (2019). Length-Weight Relationships of Brown-Marbled Grouper Epinephelus fuscoguttatus Forsskål, 1775 in Bobong Taliabu Waters of North Maluku, Indonesia.

Proceedings of the 5th International Conference on Food, Agriculture and Natural Resources (FANRes 2019). Hal. 393-396.

Tangke U.; Silooy, F. D.; Rochmady; Saing, Z. Sea surface temperature and chlorophyll-a condition of skipjack tuna (Katsuwonus Pelamis) catching area in Ternate Island marine waters. Tanggal terbit 2020/4. Jurnal JPhCS. Jilid 1517 Terbitan . Halaman 012039.

Terangi (Yayasan Terumbu Karang Indonesia). (2004). Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Yayasan Terangi. Jakarta.

Veron, J.E.N. (1986). Coral ofAustralia for Global Change.Refference for MarinePallution. UNEP. Washington

White, A.T. (1988). Chaeotodon occurrence relative to coral reef habitats in the Phipippines weth implications for reef assessment. Procceedings of the 6th Intemational Coral Reef Symposium Australia, V(2), 30-40.

(16)

16 White W.T., Last P.R., Dharmadi, Faizah R., Chodrijah U., Prisantoso B.I.,

Pogonoski J.J., Puckridge M. and Blaber S.J.M. (2013). Market Fish at Indonesia (Jenis-jenis ikan di Indonesia). ACIAR Monograph No. 155.

Australian Centre for International Agricultural Research: Canberra. 438 pp.

.

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN ANTARA AUDIT DAN AKUNTANSI (LANJUTAN) Transaksi Yang Mempunyai Nilai Uang Bukti Pembukuan Special Journal Trial Balance General Ledger Subsidiary Ledger Laporan

Penggunaan gedung dan material adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi kebutuhan akan bahan mentah yang baru, sehingga

Sedangkan untuk mengetahui manakah metode pembelajaran yang memberikan pengaruh lebih baik antara metode pembelajaran jigsaw dan metode pembelajaran diskusi

Metode BATIK (baca, tulis dan karya) dapat meningkatkan minat siswa dan mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia, dengan menggunakan dan mengenalkan budaya masayarakat

Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah grafik fungsi kuadrat berupa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

Kandungan asam lemak tak jenuh khususnya omega-3 seperti EPA dan DHA didalam minyak ikan 6 menjadikan minyak tersebut memiliki nilai jual tinggi, disebabkan karena