• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI KUDUS, JAWA TENGAH JULI NOOR FARIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI KUDUS, JAWA TENGAH JULI NOOR FARIDA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KUDUS, JAWA TENGAH

JULI NOOR FARIDA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Juli Noor Farida NIM E34110003

(4)

ABSTRAK

JULI NOOR FARIDA. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan SISWOYO.

Pemanfaatan tumbuhan obat semakin meningkat tiap tahunnya sehingga diperlukan pendataan spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan agar meminimalisasi kelangkaan spesies tumbuhan obat tertentu akibat eksploitasi secara berlebihan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi: keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus, harga jual dan asal pasokan simplisia nabati serta status keterancaman tumbuhan obat menggunakan metode wawancara dengan daftar pertanyaan serta pemilihan responden secara purposive sampling. Teridentifikasi 140 spesies tumbuhan obat dari 51 famili yang didominasi Fabaceae (11.43%), jenis simplisia paling banyak digunakan yaitu daun/folium (22.22%), habitus terna (39.29%) serta digunakan untuk penyakit saluran pencernaan sebanyak 43 spesies. Terdapat 59 produk obat tradisional dari 24 produsen yang didominasi oleh Sidomuncul, PT Gujati 59, Bisma Sehat, dan Deltomed, dengan komposisi dominan rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) sebanyak 21 produk. Harga jual simplisia bervariasi yang dipasok dari Pasar Johar di Semarang dan daerah sekitar pasar tradisional.

Teridentifikasi 12 spesies tumbuhan obat kategori langka; 3 spesies Appendix II CITES; dan 4 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable, 1 spesies Endangered.

Kata kunci: Kudus, produk obat tradisional, simplisia nabati

ABSTRACT

JULI NOOR FARIDA. Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional Medicine Products Trade in Kudus, Central Java. Supervised by AGUS HIKMAT and SISWOYO.

Utilization of medicinal plants was increased every year so that need to collect data to minimize scarcity because of overexploitation. The purpose of this study were to identify: diversity of vegetable simplisia and traditional medicine product trade in Kudus, price of sale and stock source, also threteaned status of medicinal plants using interview with questions list method and purposive sampling to select person. There were 140 species from 51 family that dominated by Fabaceae (11.43%), life form was herb (39.29%), simplisia leaf (folium) (22.22%), and dominant for digestive diseases (43 species). There were 59 of traditional medicine products from Sidomuncul, Gujati 59, Bisma Sehat and Deltomed with dominant composition of ginger rhizome (21 products). Selling price was variation that supplied from Johar market Semarang and surrounding area of each market. Identified 12 species include of threatened category LIPI, 3 species of Appendix II CITES, 3 species Least Concern, 1 species Vulnerable and 1 species Endangered based on IUCN Redlist.

Keywords: Kudus, traditional medicine product, vegetable simplisia

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KUDUS, JAWA TENGAH

JULI NOOR FARIDA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Maret sampai April 2015 ini adalah konservasi tumbuhan obat, dengan judul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Agus Hikmat MScF dan Ir Siswoyo MSi selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, motivasi, saran, dan waktu yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Edhi Sandra, MSi dan Arinana, Shut, MSi selaku ketua sidang dan dosen penguji atas segala arahan, saran dan motivasi pada sidang komprehensif. Penghargaan penulis sampaikan kepada para pedagang simplisia dan produk obat tradisional (Pasar Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Jember, dan Pasar Jekulo) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Mudhofir, Ibu Sriyati, Avis Noor Fahriyan, adik-adik (terutama Weni Indriyani atas bantuannya dalam melengkapi data penelitian, Ulya Nor Safira dan Frida Amalia Ramadhani) atas semangat dan doanya. Tak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh teman-teman OMDA KKB-MK, TPB P11, DKSHE Angkatan 48 (spesial untuk Fithrotuts Tsaqifah, Aimmatus Solichah, Siti Nariah, Putri Laila Komari, Amelia Dwi Susanti, Rizka Hari Yulianti Pratami dan Erviana Kristia Ningrum), Himakova, KPM dan KPF, Tim PKLP Taman Nasional Bali Barat atas segala canda tawa, suka duka, kebersamaan, kekeluargaan dan pengalaman berharga yang penulis dapatkan selama mengikuti perkuliahan, kegiatan organisasi serta kegiatan lapang di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Juli Noor Farida

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 3

Metode Pengambilan Data 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7

Karakteristik Responden 7

Keanekaragaman Simplisia Nabati 9

Perdagangan Simplisia Nabati 11

Produk Obat Tradisional 12

Status Keterancaman dan Kelangkaan Tumbuhan Obat 14

Upaya Pelestarian Spesies Tumbuhan Obat Langka 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengambilan data 4

2 Pengelompokan spesies terhadap ancaman kelangkaan 6 3 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan jenis simplisia 9

4 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan famili 10

5 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan habitus 10

6 Produk obat tradisional racikan sendiri 13

7 Komposisi produk obat tradisional 14

8 Kategori keterancaman dan kelangkaan spesies 15

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Kudus 3

2 Perbandingan kelompok umur responden 8

3 Perbandingan tingkat pendidikan responden 8

4 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Keanekaragaman tumbuhan obat yang dijadikan sebagai simplisia

nabati di Kabupaten Kudus 20

2 Pengelompokan spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok

penyakit/penggunaan 30

3 Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus 39 4 Daftar kategori potensi tumbuhan obat untuk pengelolaan lestari 48

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan tumbuhan obat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat semakin mengakui manfaat berbagai spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan tubuh.

Salah satu bentuk pemanfaatan tumbuhan obat adalah berbagai ramuan jamu yang telah dikenal lama oleh masyarakat Jawa. Zuhud et al. (1994) mengelompokkan tumbuhan berkhasiat obat menjadi tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern, dan tumbuhan obat potensial. Bahan baku obat tradisional sebagian besar berupa simplisia nabati yaitu bagian tertentu tumbuhan obat yang belum mengalami pengolahan kecuali pengeringan dengan suhu 60 C. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012) menyatakan bahwa konsumen tumbuhan obat didominasi pabrik obat tradisional maupun modern, toko obat, dan jamu tradisional.

Obat tradisional dan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan mendapat perhatian yang semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah industri obat tradisional dan fitofarmaka setiap tahunnya serta adanya kemauan politik pemerintah melalui kebijakan Kementerian Kesehatan dalam usaha-usaha yang mendukung perkembangan obat tradisional di Indonesia (Suporahardjo dan Hargono 1994). Akan tetapi, peningkatan hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku di pasaran. Hasil penelitian Utari (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar simplisia yang diperdagangkan di Kota Padang didapatkan dari tumbuhan liar di alam, baik yang tumbuh di hutan maupun di sekitar pekarangan warga. Hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi kelestarian spesies tumbuhan obat apabila tidak dilakukan pembudidayaan secara intensif.

Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Provinsi Jawa Tengah namun unggul dalam perdagangan. Posisi Kabupaten Kudus sangat strategis dan cepat berkembang serta memiliki peran utama sebagai pusat aktivitas ekonomi yang melayani kabupaten di sekitarnya. Potensi ekonomi suatu daerah khususnya sektor perdagangan dapat diketahui dari banyaknya pasar yang ada. Hal ini didukung dengan keberadaan pasar tradisional sebagai pusat perdagangan di Kabupaten Kudus yang berjumlah 23 unit (Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus 2011). Masyarakat Kabupaten Kudus yang didominasi oleh Suku Jawa telah mengenal sejak lama berbagai ramuan jamu tradisional yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, baik dalam bentuk jamu rajangan, jamu racikan sendiri maupun produk industri jamu yang banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi sampai saat ini belum terdapat data mengenai jenis-jenis simplisia yang diperdagangkan dan dijadikan bahan baku produk obat tradisional di Kabupaten Kudus. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang perdagangan spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati maupun produk obat tradisional agar diperoleh data acuan dalam menentukan upaya pelestarian dan teknik budidaya spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan terutama spesies tumbuhan obat langka dan terancam punah.

(12)

2

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 2. Mengidentifikasi produk obat tradisional yang diperdagangkan di

Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

3. Mengidentifikasi harga jual dan asal pasokan simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

4. Mengidentifikasi status keterancaman atau kelangkaan tumbuhan obat sebagai sumber simplisia nabati.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan informasi mengenai jenis simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah 2. Dapat dijadikan data acuan dalam menentukan upaya pelestarian spesies-

spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan terutama spesies tumbuhan obat langka dan terancam punah.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015 di empat pasar tradisional Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah, yaitu Pasar Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Jember, dan Pasar Jekulo seperti yang tersaji pada Gambar 1.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tally sheet, panduan wawancara, alat tulis, laptop, Microsoft Office Excel 2007, pustaka yang terkait dengan penelitian dan kamera. Obyek dalam penelitian ini yaitu jenis-jenis simplisia nabati, produk jamu dan obat tradisional yang diperdagangkan di pasar tradisional di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

(13)

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Kudus

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik responden, simplisia nabati dan produk obat tradisional sedangkan data sekunder meliputi kondisi umum pasar tradisional sebagai lokasi penelitian dengan rincian seperti yang tersaji pada Tabel 1.

1

Lokasi Penelitian 1. Pasar Kliwon 2. Pasar Bitingan 3. Pasar Jember 4. Pasar Jekulo

3 1 2

4

(14)

4

Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data

No Jenis data Uraian Metode

1 Kondisi umum lokasi

penelitian

 Letak dan luas

 Jumlah pedagang

 Kondisi pasar tradisional

Studi pustaka

2 Karakteristik responden

 Nama pedagang/nama toko

 Jenis kelamin

 Umur

 Tingkat pendidikan

 Sumber pengetahuan

 Lokasi

Observasi lapang dan wawancara

3 Simplisia nabati

 Jenis simplisia

 Spesies tumbuhan obat

 Famili tumbuhan obat

 Habitus

 Harga jual

 Asal pasokan

 Jumlah pasokan

 Penggunaan simplisia

Observasi lapang, wawancara dan studi pustaka

4 Produk obat tradisional

 Nama produk

 Manfaat/khasiat

 Produsen

 Komposisi

 Harga per satuan produk

 Penggunaan produk obat tradisional

Observasi lapang, wawancara dan studi pustaka

Metode Pengambilan Data Studi pustaka

Kegiatan studi literatur sebelum penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kondisi umum lokasi penelitian, data dan informasi pendukung yang berkaitan dengan perdagangan simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus.

Observasi lapang

Kegiatan observasi lapang dilakukan sebelum penelitian untuk mengetahui lokasi pedagang simplisia dan produk obat tradisional dikarenakan tidak adanya informasi mengenai penyebaran pedagang simplisia dan produk obat tradisional di Kabupaten Kudus. Data pada Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus tahun 2011, tercatat 23 pasar tradisional yang dikelola oleh pemerintah kabupaten dan desa dengan rincian 7 pasar daerah, 15 pasar desa dan 1 pasar hewan. Pasar tradisional yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Pasar

(15)

5 Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Jember dan Pasar Jekulo. Pemilihan keempat pasar tersebut dikarenakan keempat pasar tersebut merupakan pasar tradisional besar di Kota Kudus. Pasar Kliwon terletak di Jalan Jenderal Sudirman dari Simpang Tujuh ke arah timur yang merupakan pasar terbesar di Kabupaten Kudus. Pasar Bitingan bersebelahan dengan Kudus Plaza terletak di Jalan M Basuno Kudus Desa Ploso Kecamatan Jati, terkenal sebagai pusat grosir buah, sayuran dan hasil bumi di wilayah eks Karesidenan Pati dan satu-satunya pasar di Kabupaten Kudus yang mengadakan transaksi pada siang dan malam hari. Pasar Jember terletak di Jalan Kudus-Jepara Desa Purwosari Kecamatan Kota sedangkan Pasar Jekulo terletak di Jalan Raya Kudus-Pati, Kecamatan Jekulo. Transaksi pada kedua pasar tersebut dilakukan setiap hari dan merupakan pusat perdagangan di wilayahnya masing-masing.

Wawancara

Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara dengan menggunakan panduan wawancara berisi daftar pertanyaan sehingga diharapkan responden menjawab sesuai pengetahuan mereka. Responden dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu wawancara dilakukan pada setiap pedagang yang berjualan simplisia dan produk obat tradisional yang ditemukan di masing-masing lokasi penelitian. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pedagang, keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di lokasi penelitian.

Pengumpulan contoh simplisia nabati dan produk obat tradisional

Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional diperlukan untuk kepentingan dokumentasi dan verifikasi. Pengambilan contoh simplisia dilakukan pada simplisia kering maupun basah. Contoh simplisia didapatkan dari setiap pedagang yang diwawancarai. Apabila terdapat contoh spesies tumbuhan obat yang sama, maka pengambilan contoh hanya dilakukan pada satu pedagang.

Analisis Data Karakteristik responden

Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif yang didukung dengan penyajian data dalam bentuk diagram, grafik dan tabel.

Keanekaragaman simplisia nabati

Data keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang digunakan sebagai simplisia dianalisis dengan perhitungan persentase jenis simplisia, persentase famili, persentase habitus dan persentase sumber perolehan tumbuhan obat.

Persentase jenis simplisia dihitung untuk mengetahui berapa besarnya suatu jenis simplisia dimanfaatkan terhadap total jenis simplisia yang ditemukan.

Rumus untuk menghitung persentase jenis simplisia adalah sebagai berikut:

Persentase jenis simplisia = jenis simplisia tertentu

 total jenis simplisia x100%

(16)

6

Persentase famili dihitung untuk mengetahui jumlah spesies tumbuhan obat dari famili tertentu yang paling banyak digunakan oleh sebagai sumber simplisia nabati maupun produk obat tradisional. Rumus untuk menghitung persentase famili tertentu adalah sebagai berikut:

Persentase famili = spesies famili tertentu

 seluruh spesies x100%

Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu spesies habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu, liana dan herba. Rumus untuk menghitung persentase habitus sebagai berikut:

Persentase habitus tertentu =  spesies dari habitus tertentu

 seluruh spesies x100%

Persen sumber perolehan tumbuhan obat merupakan bentuk analisis terhadap tumbuhan pada saat ditemukan yang artinya spesies tersebut merupakan hasil budidaya atau liar yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Persentase sumber perolehan TO = spesies budidaya/liar

 seluruh spesies x100%

Produk obat tradisional

Data dianalisis secara tabulasi, dan dijelaskan secara deskriptif kuantitatif yang didukung dengan penyajian data dalam bentuk diagram, tabel dan grafik.

Penggunaan spesies tumbuhan obat

Data dianalisis secara tabulasi dan deskriptif berdasarkan klasifikasi 29 kelompok penyakit dan penggunaannya menurut Oktaviana (2008).

Status keterancaman atau kelangkaan spesies tumbuhan obat

Pengelompokan keterancaman spesies tumbuhan obat berdasarkan Peters (1994), seperti yang tersaji pada Tabel 2. Status kelangkaan atau konservasi spesies tumbuhan obat juga disesuaikan pada kriteria IUCN (2014), CITES (2015), LIPI (Mogea et al. 2001).

Tabel 2 Pengelompokan spesies terhadap potensi pengelolaan lestari Kategori Potensi untuk

Pengelolaan Lestari Penjelasan

Rendah Kelompok sumberdaya yang dipanen (tumbuhan) adalah kulit, jaringan batang dan akar

Sedang Kelompok sumberdaya yang dipanen (tumbuhan) yaitu beberapa resin, buah, dan biji

Tinggi Kelompok sumberdaya yang dipanen (tumbuhan) yaitu getah cair, buah berukuran kecil dan banyak, dan daun

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, terletak 51 km di sebelah Timur Semarang Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kudus 425.17 km² yang menjadikannya sebagai kabupaten terkecil di Jawa Tengah. Letak astronomis Kabupaten Kudus yaitu antara11036’ sampai 11050’ Bujur Timur dan antara 651’ sampai 716’ Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Kudus berbatasan dengan: 1) Sebelah Utara yaitu Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati, 2) Sebelah Selatan yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Pati, 3) Sebelah Barat yaitu Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak, dan 4) Sebelah Timur yaitu Kabupaten Pati. Kabupaten Kudus memiliki sembilan kecamatan yang terbagi ke dalam 123 desa dan sembilan kelurahan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus 2014).

Kabupaten Kudus memiliki 23 pasar daerah dan pasar desa yang tersebar di 9 kecamatan dan menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat serta penggerak roda perekonomian (Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar 2011). Pasar tradisional yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Pasar Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Jember dan Pasar Jekulo. Pasar Kliwon terletak di Jalan Jendral Sudirman Kecamatan Kota berupa bangunan 3 lantai seluas 27 681 m2, terdapat total 2 692 pedagang (kios, los dan dasaran). Pasar Bitingan terletak di Jalan M Basuno Kecamatan Jati berupa bangunan 3 lantai seluas 17 410 m2, terdapat 1 652 pedagang (kios, los dan dasaran). Pasar Jember terletak di Jalan Kudus Jepara Kecamatan Kota berupa bangunan 2 lantai seluas 4 168 m2, terdapat 709 pedagang (kios, los dan dasaran). Pasar Jekulo terletak di Jalan Kudus Pati Kecamatan Jekulo seluas 11 634 m2, terdapat 1 079 pedagang (kios, los dan dasaran). Pasar Kliwon, Bitingan dan Jember merupakan pasar besar di Kabupaten Kudus yang dikelola oleh Pemerintah Daerah sedangkan Pasar Jekulo dikelola oleh pemerintah desa.

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 16 orang dengan rincian: 9 penjual simplisia dan rempah-rempah, 2 penjual simplisia kering dan ramuan obat, 3 penjual jamu gendong, 1 pedagang toko jamu seduh, dan 1 pedagang obat tradisional. Responden terbanyak berada di Pasar Kliwon dengan 5 responden yang merupakan pasar tradisional terbesar dan menjadi pusat penjualan simplisia dan produk obat tradisional di Kabupaten Kudus.

Jenis kelamin

Responden yang diwawancarai terdiri atas 14 orang perempuan (87.5%) dan 2 orang laki-laki (12.5%). Responden perempuan lebih mendominasi dikarenakan peran orang tua khususnya ibu yang secara langsung menurunkan pengetahuan terkait pengobatan tradisional kepada anak perempuannya. Usaha

(18)

8

dagang tersebut juga didominasi oleh komoditas rempah-rempah dan jamu gendong yang sering dijalankan oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Kelompok umur

Responden didominasi oleh kelompok umur 40-65 tahun dengan 11 orang (68.75%) dengan rincian seperti yang tersaji pada Gambar 2. Umur produktif manusia secara ekonomi dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu kelompok umur 0-14 tahun merupakan usia belum produktif, kelompok umur 15-64 tahun merupakan kelompok usia produktif, dan kelompok umur di atas 65 tahun merupakan kelompok usia tidak lagi produktif. Berdasarkan pengelompokan tersebut, responden didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) yaitu 15 orang dan di atas 65 tahun sebanyak 1 orang. Hal ini menunjukkan usaha dagang simplisia nabati bagi para responden perempuan merupakan usaha turun-temurun dari keluarga sehingga harus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya serta dapat menambah penghasilan bagi keluarga.

Gambar 2 Perbandingan kelompok umur responden Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden didominasi oleh lulusan SMP sejumlah 7 orang (43.75%). Rincian tingkat pendidikan responden lain seperti yang tersaji pada Gambar 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengetahuan responden terkait pemanfaatan tumbuhan obat. Hal ini dikarenakan pengetahuan responden diperoleh dari warisan orang tua secara turun-temurun mengajarkan berbagai khasiat tumbuhan obat dan cara penggunaannya. Pedagang juga memperoleh pengetahuan dari pembeli yang secara khusus memesan tumbuhan obat untuk penyakit tertentu dan hasil dari coba-coba (trial and error) dari berbagai sumber informasi tumbuhan obat seperti buku, majalah, koran, televisi dan orang lain.

Gambar 3 Perbandingan tingkat pendidikan responden 6.25%

18.75%

68.75%

6.25% 10 s/d 20

20 s/d 40 40 s/d 65

> 65

18.75%

43.75% 25%

6.25% 6.25%

Tidak Sekolah SD

SMP SMA S1

(19)

9 Keanekaragaman Simplisia Nabati

Keanekaragaman jenis simplisia

Spesies tumbuhan obat yang dijadikan sebagai simplisia nabati berjumlah 140 spesies yang terdapat pada empat pasar tradisional di Kabupaten Kudus.

Jumlah tersebut hanya sebesar 6.87% dari total 2 039 spesies tumbuhan obat di Indonesia yang telah berhasil teridentifikasi (Zuhud 2009). Hasil ini menujukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat masih terbatas pada spesies yang lazim digunakan secara turun-temurun seperti empon-empon (Zingiberaceae) sehingga belum sepenuhnya memanfaatkan spesies tumbuhan obat lain.

Simplisia nabati yang dijual pada empat pasar tradisional Kabupaten Kudus dalam bentuk kering dan basah sebanyak 12 jenis simplisia antara lain:

akar/radix, batang/caulis, biji/semen, buah/fructus, bunga/flos, daun/folium, kayu/lignum, kulit buah/pericarpium, kulit kayu/cortex, rimpang/rhizoma, seluruh bagian/herba, dan umbi/bulbus. Berdasarkan data yang diperoleh, bagian tumbuhan yang dijadikan sebagai obat didominasi oleh daun/folium dengan persentase 22.22% seperti yang tersaji pada Tabel 3. Hasil ini sesuai dengan penelitian Fakhrozi (2009), Utari (2013), dan Swari (2015) yang menyatakan bahwa daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat penyakit tertentu dengan persentase masing-masing 35.22%, 36.80% dan 23.28%. Penggunaan daun sebagai bagian untuk pengobatan selain tidak merusak spesies tumbuhan obat, juga memudahkan dalam pengambilan dan peracikan ramuan obat (Fakhrozi 2009).

Tabel 3 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan jenis simplisia

No Jenis Simplisia Jumlah Simplisia Persentase (%)

1 Daun (folium) 32 22.22

2 Buah (fructus) 25 17.36

3 Bunga (flos) 14 9.72

4 Rimpang (rhizoma) 14 9.72

5 Biji (semen) 13 9.03

6 Seluruh bagian (herba) 13 9.03

7 Akar (radix) 7 4.86

8 Kulit kayu (cortex) 7 4.86

9 Umbi (bulbus) 7 4.86

10 Batang (caulis) 5 3.47

11 Kayu (lignum) 4 2.78

12 Kulit buah (pericarpium) 3 2.08

Jumlah 144 100.00

Famili tumbuhan obat

Teridentifikasi 51 famili tumbuhan obat yang didominasi oleh Fabaceae dengan 16 spesies (11.43%). Beberapa contoh spesies tumbuhan obat dari famili Fabaceae antara lain saga manis (Abrus precatorius), johar (Cassia siamea), kedawung (Parkia roxburghii), mlanding (Leucaena glauca), ketepeng (Cassia alata), dan asam jawa (Tamarindus indica). Hasil ini sesuai dengan data

(20)

10

keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia yang berjumlah 203 famili yang didominasi oleh Fabaceae dengan 110 spesies (Zuhud 2009). Hasil lengkap pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan famili seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan famili

No Nama Famili Jumlah Persentase (%)

1 Fabaceae 16 11.43

2 Zingiberaceae 15 10.71

3 Asteraceae 7 5.00

4 Apiaceae 6 4.29

5 Acanthaceae 5 3.57

6 Lauraceae 5 3.57

7 Poaceae 5 3.57

8 Apocynaceae 4 2.86

9 Lamiaceae 4 2.86

10 Liliaceae 4 2.86

11 Myrtaceae 4 2.86

12 Rutaceae 4 2.86

13 Sterculiaceae 4 2.86

14 Tidak teridentifikasi 2 1.43

15 Lainnya (38 famili) 55 39.29

Jumlah 140 100.00

Habitus tumbuhan obat

Habitus erat kaitannya dengan bentuk pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan yang umum menurut Indriyanto (2008) diantaranya pohon, semak, perdu, herba, dan liana. Habitus spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus yaitu pohon, terna/herba, semak, perdu, parasit, liana, dan epifit. Habitus yang mendominasi yaitu terna sejumlah 55 spesies dengan persentase 39.29%

seperti yang tersaji pada Tabel 5. Terna merupakan tumbuhan yang mempunyai batang basah karena banyak mengandung air dan tidak mempunyai kayu (Depdikbud 1989).

Tabel 5 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan habitus

No Habitus Jumlah Spesies Persentase (%)

1 Terna/herba 55 39.29

2 Pohon 32 22.86

3 Perdu 26 18.57

4 Semak 12 8.57

5 Liana 9 6.43

6 Parasit 2 1.43

7 Epifit 2 1.43

8 Tidak teridentifikasi 2 1.43

Jumlah 140 100.00

(21)

11

0 10 20 30 40 50

Penyakit Saluran Pencernaan Penyakit Otot dan Persendian Penyakit Kulit Penyakit Saluran… Penyakit Jantung Lain-lain Penyakit Diabetes Penyakit Saluran Pembuangan Sakit Kepala dan Demam Penyakit Kanker/Tumor Perawatan Rambut, Muka, Kulit Penyakit Khusus Wanita Perawatan Organ Tubuh Wanita Penyakit Kelamin Pengobatan Luka Penyakit Kuning Gangguan Peredaran Darah Penyakit Ginjal Penyakit Malaria Penyakit Mulut Penyakit Gangguan Urat Syaraf Penyakit Mata Penawar Racun Perawatan Kehamilan dan… Penyakit Gigi Penyakit Telinga Penyakit Tulang 43

34 3027

22 21

19 17 1715 14 12 11

9 8 7 6 6 6 6

4 4 3 3 1 1 1

Jumlah Spesies

Kelompok Penyakit/Kegunaan

Jumlah spesies

Kelompok penggunaan tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit

Penggunaan tumbuhan obat didominasi oleh pengobatan penyakit saluran pencernaan seperti maag, kembung, masuk angin, sakit perut, cacingan, muntah, diare, disentri, kolera, usus buntu, berak darah dengan 43 spesies seperti yang tersaji pada Gambar 4. Contoh tumbuhan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan antara lain: buah makasar (Brucea javanica), temulawak (Curcuma xanthorriza), dan sambiloto (Andrographis paniculata).

Hasil lengkap pengelompokan tumbuhan obat berdarkan kelompok penyakit seperti yang tersaji pada Lampiran 2.

Gambar 4 Pengelompokan tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit

Perdagangan Simplisia Nabati

Simplisia nabati yang dijual tersedia dalam bentuk kering dan basah.

Simplisia basah dijual oleh para penjual bunga rampai, penjual bumbu dapur dan rempah-rempah sedangkan simplisia kering dijual oleh toko jamu dan obat tradisional. Simplisia basah didominasi oleh famili Zingiberaceae misalnya jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga) dan lengkuas (Alpinia galanga) yang juga digunakan sebagai bumbu dapur.

Simplisia kering didominasi oleh tumbuhan obat berupa daun-daunan, biji, buah dan akar seperti daun dewa (Gynura procumbens), daun ungu (Graptophyllum pictum), tapak liman (Elephantopus scaber), kedawung (Parkia roxburghii), majakani (Quercus lusitanica), kapulaga (Ammomum compactum), adas (Foeniculum vulgare), dan pasak bumi (Eurycoma longifolia). Hasil lengkap keanekaragaman tumbuhan obat yang dijadikan simplisia nabati tersaji pada Lampiran 1.

Harga jual simplisia bervariasi tergantung pada jenis tumbuhan obat, kondisi, bagian yang digunakan, ketersediaan bahan baku di pasaran, kebutuhan

(22)

12

pembeli dan khasiatnya. Teridentifikasi simplisia yang dijual per buah seperti gandu (Entada phaseoloides), majakani (Quercus lusitanica), tempayang (Scaphium affinis), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), jambe (Areca catechu), dan jeruk purut (Citrus hystrix) dengan harga antara Rp 1 000 sampai Rp 5 000 per buah. Simplisia dalam bentuk kering dijual dalam kemasan 100-200 gram dengan harga antara Rp 3 000 sampai Rp 15 000 per bungkus. Teridentifikasi pula simplisia yang dijual per ikat seperti salam (Syzygium polyanthum), sereh (Cymbopogon nardus), pandan (Pandanus amaryllifolius), merang padi (Oryza sativa) dan sirih (Piper betle) dengan harga antara Rp 1 500 sampai Rp 2 500 per ikat. Harga jual simplisia dari alam berkisar Rp 2 000 per bungkus – Rp 400 000 per kg, sedangkan simplisia hasil budidaya Rp 500 per buah – Rp 400 000 per kg.

Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa segmentasi pasar penjualan simplisia didominasi oleh masyarakat umum baik laki-laki maupun perempuan dari berbagai kelas umur yang membutuhkan bahan simplisia tersebut.

Jenis simplisia yang digunakan sebagai bumbu dapur dan rempah-rempah lebih banyak digunakan oleh kalangan ibu rumah tangga.

Pasokan simplisia basah didapatkan dari pemasok empon-empon yang berasal dari Kabupaten Jepara, Kecamatan Dawe, Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, serta daerah di sekitar pasar. Pasokan simplisia kering diperoleh dari Pasar Johar di Semarang, Ambarawa, Magelang, dan Temanggung. Hal ini dikarenakan terdapat industri jamu dan obat tradisional besar yaitu Sidomuncul dan Nyonya Meneer yang telah memiliki pusat pembudidayaan berbagai spesies tumbuhan obat sehingga stok tersedia setiap waktu. Pembelian persediaan simplisia tidak memiliki jangka waktu tertentu karena pembelian kembali dilakukan apabila stok telah habis dan jumlah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pedagang.

Produk Obat Tradisional

Produk obat tradisional yang ditemukan pada lokasi penelitian terbagi menjadi dua macam yaitu: 1) produk obat racikan sendiri sehingga belum memiliki merk dagang resmi dan 2) produk obat tradisional produksi industri obat tradisional dan farmasi. Produk obat racikan sendiri ditemukan di Pasar Kliwon (Toko Jamu Petruk) berjumlah 8 produk dan di Pasar Jekulo berjumlah 1 produk yang tersedia dalam bentuk serbuk tetapi belum memiliki merk dagang resmi.

Produk obat ini dapat digolongkan sebagai jamu yaitu obat berbahan alami yang telah diwariskan secara turun-temurun melalui pendekatan empirik. Uraian lengkap jenis produk dan komposisi seperti yang tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa bahan baku produk obat racikan sendiri terdiri atas berbagai spesies tumbuhan obat yang dikeringkan (simplisia) yang kemudian diolah lebih lanjut sehingga menjadi serbuk. Pengolahan yang dimaksud adalah proses menggiling simplisia tumbuhan obat tertentu menjadi serbuk sehingga lebih mudah dikonsumsi untuk jamu seduh maupun dioleskan ke bagian tubuh tertentu. Harga produk tersebut berkisar antara Rp 5 000 sampai dengan Rp 20 000 per bungkus. Komposisi tiap racikan disesuaikan dengan tipe penyakit maupun permintaan pembeli berdasarkan pengetahuan serta pengalaman para pedagang. Hal ini menyebabkan komposisi racikan untuk obat penyakit yang sama belum mempunyai komposisi spesies tumbuhan obat yang sama pula.

(23)

13 Tabel 6 Produk obat tradisional racikan sendiri

No Nama Jamu Komposisi Khasiat

1 Obat sawan Adas, pulasari, dlingo, kayu angin, bangle, daun sangketan

Mengobati sawan (kaget) pada bayi dan balita 2 Jamu asam

urat

Kayu mesoyi, kayu manis, merica hitam, galian madu, jinten hitam, jeplik sari, kemukus, kayu secang, babakan pule

Mengobati penyakit asam urat

3 Jamu diabetes

Sambiloto, brotowali, kayu manis, temulawak, jahe merah, babakan pule, lempuyang.

Mengobati penyakit diabetes/kencing manis 4 Jamu

kanker/tumor

Kunyit putih, daun mahkota dewa, keladi tikus, buah mahkota dewa, benalu teh

Mengobati penyakit kanker/tumor 5 Jamu

ambeien

Adas, pulo waras, temulawak, kencur, dawung, kayu angin, daun ungu

Mengobati penyakit ambeien

6 Jamu ginjal Daun sendok, daun cakar ayam, temulawak, bengkle, daun kumis kucing,

lempuyang, adas, pulo waras

Mengobati penyakit ginjal

7 Jamu saraf Akar valerean, pule pandak, temulawak, kunir, lempuyang, jahe merah

Mengobati penyakit saraf

8 Jamu amandel

Benalu jeruk, kapulaga, adas, pulo waras, gula batu

Mengobati penyakit amandel

9 Jamu keputihan

Manjakani, kunci pepet, kunci rapet, adas, delima putih, pulo waras, kunir putih

Mengobati penyakit keputihan

Obat tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus terdiri atas jamu dan obat herbal terstandar. Jamu merupakan obat tradisional yang didasarkan pada pendekatan warisan turun temurun dan empirik sedangkan obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang didasarkan pada pendekatan ilmiah melalui uji praklinik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007).

Jumlah produk obat tradisional yaitu 59 produk, terdiri atas 55 jamu dan 4 obat herbal terstandar yang berasal dari 24 produsen. Produk obat tradisional terbanyak berasal dari PT Gujati 59 Utama, Bisma Sehat, Deltomed, dan Sidomuncul dengan masing-masing 6 produk. Produsen obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus didominasi oleh industri jamu di Jawa Tengah terutama Semarang, Solo, Sukoharjo dan Wonogiri. Uraian lengkap

(24)

14

produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus disajikan pada Lampiran 3.

Komposisi bahan baku obat tradisional didominasi oleh tumbuhan obat dari famili Zingiberaceae yaitu rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) yang dijadikan sebagai bahan baku oleh 21 produk obat tradisional, temulawak (Curcumae Rhizoma) dengan 16 produk dan kunyit (Curcumae domesticae Rhizoma) dengan 12 produk. Informasi lengkap terkait simplisia lain yang digunakan sebagai bahan baku produk obat tradisional seperti yang tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi produk obat tradisional

No Nama simplisia Jumlah Produk yang Menggunakan

1 Zingiberis Rhizoma 21

2 Curcumae Rhizoma 16

3 Curcumae domesticae Rhizoma 12

4 Kaempferiae Rhizoma 11

5 Zingiberis aromaticae Rhizoma 9

6 Panax ginseng 8

7 Retrofracti Fructus 8

8 Foeniculi Fructus 7

9 Guazumae Folium 7

10 Coriandri Fructus 6

11 Languatis Rhizoma 6

12 Parameriae Cortex 6

13 Zingiberis purpurei Rhizoma 6

14 Simplisia lainnya (85 spesies) 160

Jumlah simplisia 283

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 283 jenis simplisia dari 98 spesies tumbuhan obat yang dijadikan sebagai bahan baku berbagai jenis produk jamu dan obat tradisional. Produk obat tradisional yang diperdagangkan berupa jamu seduh, minyak angin, pil, kapsul, sirup, ramuan teh, maupun minuman. Bagian tumbuhan obat yang digunakan antara lain rimpang, buah, daun, kulit kayu, biji, akar, batang, dan seluruh bagian (herba) baik dalam bentuk simplisia maupun ekstrak. Harga jual produk obat tradisional bervariasi mulai dari Rp 1 000 per bungkus sampai dengan Rp 32 500 per kemasan. Produk obat tradisional diperdagangkan oleh penjual jamu gendong, pemilik usaha jamu seduhan, dan pemilik toko obat tradisional.

Status Keterancaman dan Kelangkaan Tumbuhan Obat Sumber perolehan tumbuhan obat

Sumber perolehan tumbuhan obat didominasi oleh hasil budidaya dengan 86 spesies (61.43%), sedangkan 54 spesies (38.57%) tumbuhan obat berstatus liar.

Contoh spesies hasil budidaya adalah famili Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma xanthorriza) yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa

(25)

15 dengan istilah empon-empon untuk rempah-rempah dan obat tradisional berbagai penyakit. Tumbuhan obat yang masih diperoleh dari alam antara lain pulai (Alstonia scholaris), dlingo (Acorus calamus), purwoceng (Pimpinella pruatjan), pulasari (Alyxia reinwardtii) dan pule pandak (Rauvolfia serpentina). Beberapa spesies seperti purwoceng dan pule pandak tergolong tumbuhan obat bernilai ekonomi tinggi sehingga menyebabkan adanya kegiatan eksploitasi besar-besaran untuk memenuhi permintaan pasar.

Kategori potensi tumbuhan obat untuk pengelolaan lestari

Peters (1994) mengelompokkan status keterancaman spesies berdasarkan potensi untuk dilakukan pengelolaan secara lestari akibat kegiatan pemanenan bagian tertentu tumbuhan tersebut. Pengelompokan ini hanya dilakukan terhadap tumbuhan obat yang berasal dari alam yang berjumlah 54 spesies. Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa kategori potensi untuk pengelolaan lestari rendah (low) mendominasi dengan 28 spesies (52%), kategori sedang (medium) sejumlah 15 spesies (28%) dan kategori tinggi (high) sejumlah 11 spesies (20%).

Kategori rendah merupakan pemanenan kelompok sumberdaya tumbuhan bagian yang dipanen adalah akar, jaringan batang, rimpang, kulit dan semua bagian tumbuhan (herba). Daftar kategori potensi tumbuhan obat untuk pengelolaan secara lestari tersaji secara lengkap pada Lampiran 4.

Spesies tumbuhan obat yang berasal dari alam sejumlah 54 spesies kemudian dianalisis status keterancaman dan kelangkaannya berdasarkan IUCN Redlist, CITES, dan LIPI (Mogea et al. 2001). Hal ini dikarenakan tumbuhan obat berstatus liar lebih terancam populasinya apabila terus-menerus dipanen tanpa adanya pengaturan. Hasil lengkap analisis terhadap status keterancaman dan kelangkaan spesies tumbuhan obat seperti yang tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Kategori keterancaman dan kelangkaan spesies

No Nama Spesies Kategori Kelangkaan

IUCN CITES LIPI

1 Alstonia scholaris (L.) R.Br Least Concern - Langka

2 Acorus calamus Linn. Least Concern - -

3 Alyxia reinwardtii Blume - - Langka

4 Aquilaria malaccensis Lamk. Vulnerable Appendix II Langka

5 Centella asiatica (L.) Urban Least Concern - -

6 Cinnamomum culilawan (Linn.)

Kostermans

- - Langka

7 Cinnamomum massoia Schewc. - - Langka

8 Cinnamomum sintoc Bl. - - Langka

9 Entada phaseoloides (L.) Merr. - - Langka

10 Merremia mammosa Chois. - - Langka

11 Parameria laevigata (Juss.) Moldenke - - Langka

12 Pimpinella pruatjan Molkenb - - Langka

13 Rauvolfia serpentina (L.) Bentham ex.

Ku

- Appendix II Langka

14 Strychnos lucida R. Br. - - Langka

15 Swietenia mahagoni Jacq. Endangered Appendix II -

16 Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume Least Concern - -

(26)

16

Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 16 spesies yang termasuk kategori langka. Teridentifikasi 12 spesies yang termasuk kategori langka menurut LIPI (Mogea et al. 2001), 3 spesies masuk kategori Appendix II CITES yang memuat daftar spesies yang tidak terancam kepunahan tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan, dan 6 spesies masuk dalam IUCN Redlist (4 spesies berstatus risiko rendah atau Least Concern, 1 spesies berstatus rentan atau Vulnerable, dan 1 spesies berstatus genting atau Endangered).

Upaya Pelestarian Spesies Tumbuhan Obat Langka

Tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan dan kebun yang erosi genetiknya tergolong pesat. Beberapa spesies tumbuhan obat dinyatakan langka serta terancam kepunahan misalnya pule pandak (Rauvolfia serpentina), pulasari (Alyxia reinwardtii), purwoceng (Pimpinella pruatjan) dan pulai (Alstonia scholaris). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) kerusakan habitat yang disebabkan oleh desakan kebutuhan lahan untuk produksi maupun tempat tinggal, pemanfaatan hasil hutan untuk industri maupun tempat tinggal sehingga habitat tumbuhan obat terganggu, 2) pemanenan langsung dari alam secara berlebihan, 3) kurangnya perhatian terhadap budidaya tanaman obat, terutama tumbuhan obat yang diambil dari alam dan 4) kemampuan regenerasi tumbuhan obat yang lambat, terutama jenis tumbuhan yang membutuhkan persyaratan tumbuh spesifik, terlebih lagi yang diambil dari alam dan berstatus endemik daerah tertentu (Zuhud et al. 1994).

Pemanenan struktur vegetatif seperti kayu, kulit, daun, akar mungkin tidak berdampak begitu nyata terhadap perubahan populasi tumbuhan obat di alam.

Pemanenan struktur vegetatif dengan teknik yang salah dan menyebabkan luka pada tumbuhan sehingga mengganggu proses fisiologis yang berdampak terhadap produksi buah untuk regenerasi dan mempengaruhi ketersediaan populasi permudaan (semai) di alam (Ekosetio 2004). Zuhud (1994) menyatakan bahwa dampak dari pemanenan tumbuhan obat dapat mempengaruhi kelestarian tumbuhan obat tersebut apabila pemanenannya dapat mengakibatkan kematian, menghambat regenerasi dan mengganggu siklus hidup tumbuhan tersebut.

Upaya pelestarian tumbuhan obat dapat dilakukan secara in situ maupun ex situ. Pelestarian secara in situ dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1) pengamanan habitat spesies tumbuhan obat tertentu oleh masyarakat sekitar yang bekerjasama dengan pihak atau instansi terkait, 2) pendampingan kepada masyarakat sekitar agar pemanenan dilakukan secara berkelanjutan disertai upaya pembudidayaan kembali, 3) penelitian terkait kondisi bioekologi tumbuhan obat agar diketahui lokasi habitat yang harus dipertahankan keberadaannya. Upaya konservasi tumbuhan obat secara ex situ dapat dilakukan dengan pembuatan kebun benih, pengkoleksian oleh lembaga konservasi ex situ yang disertai penelitian dan pengembangan. Salah satu teknik budidaya tanaman obat secara ex situ yang telah dilakukan adalah perbanyakan pule pandak (Rauvolfia serpentina) melalui biji, cangkok maupun stek akar (Haryudin 2013). Kultur jaringan pule pandak telah dilakukan salah satunya oleh Yunita et al. (2011) dengan menggunakan teknik induksi tunas adventif dari eksplan ruas batang dan daun

(27)

17 secara in vitro pada media dasar MS + 0,3 mg/l BAP+1 mg/l 2iP. Teknik budidaya lain adalah rundukan pada pulasari (Alyxia reinwardtii) dan dapat diterapkan pada spesies tumbuhan obat berhabitus liana lainnya sehingga mendapatkan hasil panenan lebih banyak dalam satu individu tanaman (Widiyastuti et al. 2001).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Teridentifikasi 12 jenis simplisia nabati yang berasal dari 140 spesies tumbuhan obat dan 51 famili yang didominasi oleh Fabaceae dengan 16 spesies (11.43%), jenis simplisia paling banyak digunakan adalah daun/folium (22.22%), habitus terna (39.29%) serta digunakan untuk penyakit saluran pencernaan sebanyak 43 spesies

2. Produk obat tradisional terdiri atas 9 produk obat racikan sendiri, 59 produk obat tradisional dari 24 produsen yang didominasi oleh produk Sidomuncul, PT Gujati 59, Bisma Sehat, dan Deltomed, dengan komposisi dominan rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) sebanyak 21 produk

3. Harga jual simplisia dari alam berkisar Rp 2 000 – Rp 400 000 per kg, sedangkan simplisia hasil budidaya Rp 500 – Rp 400 000 dengan asal pasokan simplisia dari Pasar Johar di Semarang dan daerah sekitar pasar tradisional

4. Teridentifikasi 12 spesies tumbuhan obat kategori langka LIPI; 3 spesies Appendix II CITES; dan 4 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable, 1 spesies Endangered berdasarkan IUCN Redlist.

Saran

Saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Pihak Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Kabupaten Kudus sebaiknya melakukan pendataan secara berkala mengenai jenis-jenis simplisia dan asal pasokan tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kabupaten Kudus agar meminimalisasi perdagangan tumbuhan obat langka yang berasal dari alam 2. Penelitian lebih lanjut dan uji klinik terkait komposisi dan kandungan

senyawa kimia pada obat tradisional terutama hasil racikan sendiri agar keamanan produk terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya sangat diperlukan

3. Budidaya secara intensif terutama spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam kategori langka, baik secara generatif dengan pembangunan kebun benih maupun pembudidayaan secara vegetatif seperti kultur jaringan, stek, okulasi dan cangkok

4. Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah serta masyarakat lebih mengampanyekan penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan berbagai penyakit dengan efek samping minimum sehingga

(28)

18

dapat meningkatkan volume perdagangan simplisia dan produk obat tradisional di Kabupaten Kudus

5. Peningkatan kualitas dan mutu simplisia nabati yang diperdagangkan terutama perkiraan tanggal kadaluarsa agar simplisia nabati aman dikonsumsi oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus. 2014. Profil Kudus dalam Angka 2013/2014. Kudus (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2015. Appendices I, II and III [Internet]. [diunduh 2015 Mar 16]. Tersedia pada: http://www.cites.org.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): Balai Pustaka.

Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus. 2011. Kondisi perekonomian Kabupaten Kudus [Internet]. [diunduh 2015 Jan 5].

Tersedia pada: http//kuduskab.go.id/ekonomi.php#.

Ekosetio R. 2004. Inventarisasi simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan oleh Etnis Melayu di Pontianak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat Suku Melayu Tradisional di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: studi kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Haryudin W. 2013. Manfaat pule pandak (Rauvolfia serpentina) sebagai tanaman obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 19(3):21- 24.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.

2014. The IUCN Red List of Threatened Species Version 2014.3 [Internet]. [diunduh 2015 Mei 05]. Tersedia pada www.iucnredlist.org.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Mogea JP, Djunaedi G, Harry W, Rusdy EN, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Biologi – LIPI.

Oktaviana LM. 2008. Pemanfaatan tradisional tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Tilu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(29)

19 Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Peters CM. 1994. Sustainable Harvest of Non-timber Plant Resources in Tropical Moist Forest: An Ecological Primer. Washington DC (US): Biodiversity Support Program.

Suporahardjo, Hargono D. 1994. Industri obat tradisional di Indonesia. Di dalam:

EAM Zuhud, Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). hlm 51-70.

Swari E. 2015. Simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Utari AV. 2013. Keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Widiyastuti Y, Sugeng S, M Nurhadi. 2001. Percobaan pembibitan pulasari (Alyxia reinwardtii Bl.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 7(2):3-5.

Yunita R, Endang, Gati L. 2011. Perbanyakan tanaman pulai pandak (Rauwolfia serpentina) dengan teknik kultur jaringan. Natur Indonesia. 14(1):68-72.

Zuhud EAM, Ekarelawan, S Riswan. 1994. Hutan tropika Indonesia sebagai sumber keanekaragaman plasma nutfah tumbuhan obat. Di dalam: EAM Zuhud, Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):

Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). hlm 1- 15.

Zuhud EAM. 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Bahan Alam Indonesia.

6(6):227-232.

(30)

Lampiran 1 Keanekaragaman tumbuhan obat yang dijadikan sebagai simplisia nabati di Kabupaten Kudus NoNama LokalNama SpesiesFamiliBagianNama SimplisiaHabitusSumberHarga 1Dandang gendisClinacanthus nutans (Burm. fil.) LindauAcanthaceaeDaunClinacanthi butans foliumPerduLiar± 30000 per kg 2Daun unguGraptophyllum pictum (L.) GriffithAcanthaceaeDaunGraptophylli picti foliumPerduBudidaya± 30000 per kg 3GandarosoJusticia gendarussa Burm. fil.AcanthaceaeDaunJusticiae gendarussae foliumSemakBudidaya± 30000 per kg 4Keji belingStrobilanthes crispus Bl.AcanthaceaeDaunStrobilanthes crispi foliumSemakBudidaya± 30000 per kg 5SambilotoAndrographis paniculata (Burm. fil.) NeesAcanthaceaeDaunAndrographidis paniculatae foliumTernaBudidaya± 20000 per kg 6KenangaCananga odorata (Lam.) Hook. f. & ThomsonAnnonaceaeBungaCanangae odoratae flosPohonBudidaya± 5000 per bungkus 7AdasFoeniculum vulgare Mill.ApiaceaeBuahFoeniculi vulgare fructusPerduBudidaya± 80000 per kg 8PegaganCentella asiatica (L.) UrbanApiaceaeSeluruh bagianCentellae asiaticae herbaTernaLiar± 30000 per kg 9PurwocengPimpinella pruatjan Molkenb.ApiaceaeAkarPimpinellae pruatjan radixTernaLiar± 50000 per kg 10SeledriApium graveolens L.ApiaceaeDaunApii graveolens foliumTernaBudidaya± 10000 per kg 11WortelDaucus carota L.ApiaceaeUmbiDauci carota bulbusTernaBudidaya± 8000 per kg 12GanthiLigusticum acutilobum S. & Z.ApiaceaeBuahLigustici acutilobi fructusSemakLiar± 3000 per bungkus 20

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil klasifikasi teridentifikasi (1) leksikon dari gerak kepala (2) gerak badan, (3) gerak lengan dan tangan, (4) sikap dan gerak tungkai, dan (5) gerak tungkai dan

Pengambilan data arus lalu lintas kendaraan dilakukan dengan cara merekam pergerakan kendaraan, geometri simpang dilakukan dengan cara mengukur langsung menggunakan roda

plant, Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu fluida yang mengalir dalam sebuah pipa.. Jenis jenis dari sensor aliran atau flowmeter

Tujuan: Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu lansia di Desa Ledug Kabupaten Banyumas Metode: Penelitian ini

Penelitian akan dilaksanakan melalui tahap-tahap, memulai dengan memperkenalkan diri, melakukan survei pendahuluan, menentukan sampel sesuai kriteria Inklusi dan

Pada Hipotesis 2 Ada perbedaan pengaruh efek formulasi anti inflamasi dari kunyit, daun binahong, dan sambiloto terhadap luka sayat pada kelinci dibandingkan

Hasil kajian peran media audio dalam implementasi kurikulum 2013 melalui pembelajaran tema terpadu diantaranya adalah: (1) peng- gunaan media audio dalam pembelajaran tema

Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional tentang “Perumusan Kurikulum Pengajaran HAM di Fakultas Hukum Pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Pengajaran HAM di