• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke Hemoragik 1. Pengertian

a. Stroke

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran sarah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).

Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak, karena perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena.

Baik yang dapat sembuh dengan sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).

(2)

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.

Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain.

Didefinisikan sebagai stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan (Riskesdas, 2013).

Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik (ischemic stroke) dan stroke hemoragik (hemorrhagic stroke). Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vaskular, yang ditandai dengan gajala penurunan tekanan darah mendadak, takikardi, pucat, dan pernapasan yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial dengan gejala peningkatan tekanan darah sistole >200 mmHg pada hipertonik

(3)

dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernapasan mengorok (Batticaca, 2008).

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah keluar merembes masuk kedalam suatu daerah di otak dan merusaknya (Junaidi, 2011).

Stroke hemoragik adalah difungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena kapitis. Disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Nugroho, Putri, & Putri, 2016).

2. Faktok Resiko Stroke Hemoragik a. Hipertensi, merupakan faktor utama b. Penyakit kardiovaskular

c. Obesitas

d. Kolesterol dalam darah tinggi e. Peningkatan hematokrit f. Diabetes Mellitus g. Merokok

h. Alkoholisme

i. Penyalahgunaan obat : kokain (Nugroho, Putri, & Putri, 2016).

(4)

Sedangkan Junaidi (2011) menambahkan faktor risiko generasi terbaru :

a. Defisiensi atau kurangnya hormon wanita (estrogen) b. Homosistein tinggi

c. Plasma fibrinogen

d. Faktor VII pembekuan darah

e. Tissue plasminogen activator (t-PA) f. Plasminogen activator inhibitor type I g. Lipoprotein (a)

h. C-reactive protein (CRP), yang terjadi saat inflamasi/infeksi i. Chymydia pneumonia (infeksi)

3. KlasifikasI Stroke Hemoragik a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hpertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, sereblum. Hipertensi kronik dapat mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Nugroho, Putri, & Putri, 2016).

(5)

b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Nugroho, Putri, & Putri, 2016).

Pecahnya arteri dan keluarganya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.

Sering dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.

Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain) (Nugroho, Putri, &

Putri, 2016).

Sedangkan menurut Junaidi (2011) perdarahan subaraknoid dibagi menjadi :

1) Stadium 1

Perdarahan asimtomatik, sakit kepala ringan, sedikit kaku kuduk 2) Stadium 2

Sakit kepala sedang – berat, kaku kuduk, belum ada gangguan defisit neurologis

(6)

3) Stadium 3

Mengantuk, defisit neurologis ringan 4) Stadium 4

Kesadaran hilang, hemiparesis sedang – berat, mungkin ada gangguan otonom

5) Stadium 5

koma dan kejang.

Tabel 2.1. diagnosa banding dan perbedaan stroke hemoragik

Kriteria Perbedaan

Stroke Hemoragik Perdarahan

Intraserebral

Perdarahan Subaraknoid

Usia 45 – 60 tahun 20 – 40 tahun

Tanda awal Sakit kepala menetap Sakit kepala sementara

Wajah

Hiperemi pada wajah, injeksi konjungtiva

Hiperemi pada wajah, tampak blefarosipasme

Saat timbulnya penyakit

Mendadak kadang pada saat melakukan aktifitas

dan adanya tekanan mental

Mendadak, merasa ada tiupan di kepala

Gangguan kesadaran

Penurunan kesadaran mendadak

Gangguan kesadaran yang reversible sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Motor exitation Kadang-kadang Kadang-kadang

(7)

Muntah 70 – 80 % >50 %

Pernapasan Irreguler, mengorok

Kadang cheyne-stokes kemungkinan

bronchorrea

Nadi

Tegang, bradikardi lebih sering daripada

takikardi

Kecepatan nadi 80 – 100 x/menit

Jantung

Batas jantung mengalami dilatasi, tekanan aorta terdengar

pada bunyi jantung II

Patologi jantung jarang

Tekanan darah Hipertensi arteri

Jarang meningkat (mungkin menetap tak

berubah)

Paresis atau plegia ekstermitas

Hemiplegia dengan aktifitas berlebih, ekstensi abnormal

Bisa tidak ada. Jarang pada lutut

Tanda patologi

Kadang-kadang bilateral, tampak lesi

pada salah satu sisi serebral

Kadang-kadang mengarah ke bilateral

Rata-rata perkembangan penyakit

Cepat Cepat

(8)

Serangan Jarang 30%

Tanda awal iritasi meningeal

Kadang – kadang Hampir selalu

Pergerakan mata Kadang – kadang Kadang – kadang

Cairan serebrospinal

Berdarah atau xanthocromic dengan

peningkatan tekanan

Kadang - kadang perdarahan

Fundus mata

Kadang – kadang perdarahan dan perubahan pembuluh

darah

Jarang perdarahan

Echo-EG

Terdapat tanda pergantian M-echo dan

hematoma

Tidak terdapat tanda pergantian M-echo di

edema otak dan hipertensi intrakranial Sumber: Batticaca, 2008

4. Etiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena artheroklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan

(9)

jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, dan terjadilah infark otak atau mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berrry, biasanya defek konginental.

b. Aneurisma fusiformix dari artherosklerosis

c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah (Nugroho, Putri, & Putri, 2016).

Sedangkan menurut Junaidi (2011) penyebab stroke hemoragik adalah : a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral di akibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Bila pendarahannya luas dan secara mendadak sehingga daerah otak yang rusak cukup luas maka keadaan ini bisa disebut ensepaloragia.

b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid adalah masuknya darah ke ruang subaraknoid baik dari tempat lain (perdarahan subaraknoid baik dari tempat lain (perdarahan subaraknoid sekunder) atau sumber

(10)

perdarahan berasal dari rongga subaraknoid itu sendiri (perdarahan subaraknoid primer).

5. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. [erdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular, karena pendarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada faik serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahn ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan

(11)

penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen- elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemk akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).

(12)

6. Pathway Stroke Hemoragik

Sumber : Mutaqin, 2008

Ditambahkan oleh Nurarif, 2013 Resiko

aspirasi

Pola napas tidak efektif

Resiko jatuh

(13)

7. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) gejala klinis dari stroke hemoragik adalah : a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

1) Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguan kesadaran

2) Gangguan fungsi tubuh (defisit neurologis), tergantung lokasi perdarahan

3) Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler), maka ditemukan :

a) Hemiparese kontralateral b) Hemiplegia

c) Koma (bila perdarahan luas)

4) Perdarahan luas/masif ke otak kecil/serebelum (perdarahan selebeler) maka akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus, dan disartri.

5) Perdarahan terjadi di pons (batang otak), maka akan ditemukan : a) Biasanya kuadriplegik dan flaksid, kadang dijumpai rigiditas

deserebrasi

b) Pupil kecil (pin point) dan reaksi cahaya minimal c) Depresi pernapasan atau cheyne stokes

d) Hipertensi (reaktif) e) Panas (febris)

(14)

f) Penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual/muntah.

b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)

1) Sakit kepala mendadak dan hebat dii mulai dari leher 2) Nausea dan vomiiting (mual dan muntah)

3) Fotopobia (mudah silau)

4) Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi.

5) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)

6) Kaku leher/kaku kuduk (meningismus), bila pasien masih sadar.

7) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang (koma)

8) Lumpuh 1 sisi (hemiparasis) 9) Gangguan bicara (afasia)

10) Kelumpuhan otot mata (paresis okulomotorius) 11) Lapang pandang menyempit (hemianopsia) 12) Kejang epileptik

8. Diagnosa Banding Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) beberapai keadaan atau penyakit terkadang muncul dengan gejala yang mirip dengan stroke, sebagai berikut:

(15)

a. Migren

Biasanya ada riwayat awal atau riwayat keluarga dan tidak ditemukan rangsangan minengeal, seperti kaku kuduk dan keterbatasan pengangkatan kaki pada posisi lurus. Pada migren terjadi sakit kepala paroksismal monolateral dan dapat disertai mual dan muntah serta defisit neurologis dan umumnya menyerang wanita.

b. Cervical Syndrome

Biasanya dimulai dengan kelainan degenaratif spina servikalis, lalu diikuti dengan rasa nyeri pada otot leher yang sukar dibedakan dengan meningismus. Pada cervical syndrome tidak ada gangguan defisit neurologis dan umunya merupakan penyakit kronis.

c. Nyeri syaraf oksipital dan tension headache (sakit kepala karena tegangan)

Diagnosis ditegakan bila penyebab lain telah disingkirkan terlebih dahulu.

d. Meningitis

Meningitis terjadinya gejala perlahan karena adanya infeksi dan tampak tanda radang pada cairan serebrospinal, sedangkan kejadian pada PSA mendadak.

e. Trauma kepala/leher

Diketahui dengan adanya riwayat trauma pada kepala atau leher.

f. Gangguan metabolik 1) Hiperglikemia

(16)

2) Hipoglikemia

3) Iskemia pasca henti jantung 4) Keracunan bahan-bahan toksik 5) Gangguan endokrin (myxedema) 6) Uremia

9. Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik a. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Dari penilitian Lamsudin (1997) telah menyusun dan melakukan validasi (internal validity) Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik. Dengan menggunakan 3 hal yang digunakan yaitu penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan reflek babinski.

Tabel 2.2. Sisterm Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)

Kelompok

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Reflek babinski

Hasil

Kelompok 1

+ + +

Stroke Hemoragik Kelompok

2

+ + -

Stroke Hemoragik Kelompok

3

+ - +

Stroke Hemoragik

Kelompok - + + Stroke

(17)

4 Hemoragik Kelompok

5

+ - -

Stroke Hemoragik Kelompok

6

- + -

Stroke Hemoragik Kelompok

7

- - +

Stroke Iskemik Kelompok

8

- - -

Stroke Iskemik

b. CT-Scan (Computerized Tomograph Scanning)

Bila ada PSA, maka akan terlihat daerah hiperdensitas (lebih putih dari sekitarnya). Semakin cepat waktu antara timbulnya perdarahan dengan saat pemeriksaan maka tingkat keberhasilan diagnosis lebih tinggi, umumnya sebelum 24 jam pertama (Junaidi, 2011)

c. Cerebral Aniografi

Mampu mendeteksi kelainan pembuluh darah intrakranial, misalnya : aneurisma, angiona. Pada perdarahan subaraknoid, dapat mengetahui sumber perdarahan, hubungan dengan pembuluh darah sekitarnya, dan dapat mengetahui ada tidaknya penyempitan saluran arteri (vasospasme) (Junaidi, 2011).

d. MRT (Magnetic Resonance Tomography)

(18)

Sangat sensitif, mampu mendeteksi trombus akibat aneurisma atau angioma yang tidak tampak dengan angiografi maupun CT-Scan.

Lama pemeriksaan 1 – 2 jam (Junaidi, 2011).

e. MRA (Magnetic Resonance Angiography)

Kegunaan alat ini untuk melihat pembuluh darah otak (intrakranial) secara noninvasif, misal aneurisma, malformasi arteri-vena (AVM) (Junaidi, 2011).

10. Komplikasi Stroke Hemoragik

Menurut Nugroho, Putri, dan Putri (2016) komplikasi dari Penyakit Stroke adalah :

a. Hipoksia Serebral

b. Penurunan aliran darah serebral c. Embolisme serebral

d. Pneumonia aspirasi e. ISK, Inkontinensia f. Dekubitus

g. Enchepalitis h. CHF

i. Diritmia, hidrosepalus, vasospasme

(19)

11. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

Menurut Junaidi (2011) penatalaksanaan darurat pada perdarahan Otak dengan penderita yang tidak sadar atau kejang, jalan napas harus di lindungi dan setiap cairan muntah yang terinhalasi harus di aspirasi.

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis 1) Monitoring Tekanan Darah

2) Terapi pengurangan tekanan Intrakranial

3) Monitor O2 baik respirasi saturasi dan Pemberian Terapi O2 4) Pemasangan alat bantu Dower Kateter, Mayo, dan alat lainnya.

b. Penatalaksanaan Farmakologi 1) Pemberian antihipertensi

Bisa diberikan alfa-beta bloker, antagonis kalsium, ACE inhibitor, dan natrium Nitroprusid

2) Pemberian deuritika

Seperti pemberian Furosemid, seperhacs, dan Buffer THAM 3) Pemberian obat kejang

4) Obat barbiturat menurunkan TIK 5) Obat anti nyeri

(20)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi gawat darurat dan pendidikan kesehatan masyarakat. Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan dan ketrampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok, truma, ketidakstabilan multisystem, keracunan dan kegawat yang mengancam jiwa lainnya (Krisanty, et.al, 2009). Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematika proses keperawatan. Adapun langkah- langkah yang harus dilakukan meliputi: Pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah), Diagnosis keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan/evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok yang sistematis. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui tentang status kesehatan, ketidakmampuan fungsional, kekuatan, keterbatasan, ketidakmampuan koping terhadap stress dan harapan. Fase dari pengkajian meliputi pengumpulan data, analisis data, pengelompokan data, dan dokumentasi data (Haryanto, 2007). Pengkajian keperawatan stroke:

(21)

a. Anamnesis

Menurut Muttaqin (2008) yang perlu dikaji dalam pengkajian anamnesis adalah identitas klien (nama, usia), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosis medis.

b. Pemeriksaan Primer dan sekunder menurut Kartikawati (2013) yaitu:

1) Pemeriksaan Primer

Pengkajian ini cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).

Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.

a) Airway (jalan napas)

Periksa adakah sumbatan jalan nafas atau tidak untuk memastikan kepatenan jalan nafas. Identifikasi dan keluarkan jika ada benda asing (darah, muntahan, sekret, ataupun benda asing). Kemudian periksa vokalisasi, ada tidaknya aliran udara, dan periksa adanya suara nafas abnormal. Jika ada gangguan jalan nafas, pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. Serta pertahankan dan lindungi tulang servikal.

(22)

b) Breathing (pernafasan)

Periksa ada tidaknya pernafasan efektif dengan 3M (melihat naik turunnya dinding dada, mengauskultasi suara nafas, dan merasakan hembusan nafas), kaji warna kulit, identifikasi adanya pola pernafasan abnormal. Periksa penggunaan otot bantu pernafasan, gerakan dinding dada yang asimetris, periksa pola nafas (takipnea, bradipnea), periksa adanya cuping hidung. Jika ada gangguan nafas segera atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada dan berikan oksigenasi dengan nasal kanul atau Bag Valve Mask. Beri Endotracheal Tube (ETT).

c) Circulation (sirkulasi).

Periksa kualitas dan karakter denyut nadi, periksa adanya gangguan irama jantung/abnormalitas jantung dengan atau tanpa EKG. Kemudian periksa pengisisan kapiler, warna kulit, suhu tubuh, serta adanya diaforesis. Jika ada gangguan sirkulasi, lakukan tindakan defibrilasi sesuai indikasi, lakukan tindakan penanganan pada pasien yang mengalami disritmia.

Bila ada perdarahan lakukan tindakan penghentian perdarahan dan pasang jalur IV, kemudian ganti volume volume/cairan yang hilang dengan cairan kristaloid isotonik atau darah sesuai indikasi.

(23)

d) Disability

Kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas. Tentukan respon Alert, Verbal, Pain, Unresponsive. Kaji pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

Tabel 2.3. Glasgow Coma Scale (GCS)

Respon Nilai

Respon (membuka) mata - Spontan

- Berdasarkan perintah - Berdasarkan rangsang nyeri - Tidakmemberi respon

4 3 2 1 Respon motorik

- Menurut perintah

- Melokalisir rangsang nyeri - Menjauhi rangsang nyeri - Fleksi abnormal

- Ekstensi abnormal - Tidak memberi respon

6 5 4 3 2 1 Respon verbal

- Orientasi baik - Percakapan kacau - Kata-kata kacau - Mengerang

- Tidak memberi respon

5 4 3 2 1 Sumber : Nugroho, Putri, dan Putri (2016)

(24)

Tabel 2.4. Tingkat kesadaran

Skor 14-15 10-13 6-10 4-5 3

Kondisi Composmetis Apatis Samnolen Sopor Koma Sumber: Nugroho, Putri, dan Putri (2016) e) Eksposure

Kaji adanya tanda-tanda trauma yang ada.

2) Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder dilakukan meliputi pengkajian subyektif dan obyektif dari riwayat keperawatan (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan head to toe. Metode yang digunakan untuk pendataan riwayat yaitu :

a) Sign and Symptoms (tanda dan gejala yang dirasakan dan diobservasi).

Muttaqin (2008) serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguam fungsi otak lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuaiperkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma,

b) Allergies (alergi yang dipunyai klien).

(25)

c) Medications (riwayat pengobatan yang pernah dilakukan klien).

d) Pertinent medical history (riwayat kesehatan terkait/yang pernah diderita).

e) Last meal or medication or mentrual period (terkhir makan/pengobatan/menstruasi).

f) Events surrounding this incident (kejadian yang menyertai/pencetus).

g) Riwayat penyakit keluarga

Menurut muttaqin biasanya ada riwayat keluarga menderita hipertensi, diabetes militus atau ada riwayat stroke dari generasi terdahulu

c. Pemeriksaan fisik

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik yangharus dikaji pada pasien stroke adalah:

1) Fungsi serebri a) Status mental

observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

(26)

b) Fungsi intelektual

didapat penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhiting dan kalkulasi.

c) Kemampuan bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan maupun tertulis.

Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti namun tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.

d) Lobus frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual yang lebih tinggi mungkin rusak.

e) Hemisfer

Stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,

(27)

kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia, afasia, dan mudah frustasi.

2) Pemeriksaan saraf kranial a) Saraf I

Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

b) Saraf II

Disfungsi persepsi visual. Sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak bisa memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

c) Saraf III, IV, dan VI

Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis. saraf III seperti konstriksi pupil, gerak kelopak mata, pergerakan bola mata saraf IV seperti pergerakan mata ke bawah dan kedalam dan saraf VI pergerakan mata ke lateral d) Saraf V

Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah kesisi ipsilateral.

e) Saraf VII

(28)

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.

f) Saraf VIII

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli perseptif.

g) Saraf IX dan X

kemampuan menelan kurang baik, kerusakan membuka mulut.

h) Saraf XI

tidak ada atrofi otot otot sternokleidomastoid dan trapezius.

i) Saraf XII

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi (kedutan). Indra pengecapan normal.

3) Sistem motorik

Tabel 2.5. Penilaian kekuatan otot

Tingkat Kekuatan Otot

0 Paralisis otot atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot.

1 Kontrasi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi.

2 Otot hanya mampu menggerakan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.

3 Selain dapat menggerakan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tatapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.

4 Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan.

(29)

5 Kekuatan otot normal

Menurut Carpenito (2009) 4) Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, kontraksi saraf berulang, pada keadaan tertentu klien bisa mengalami kejang umum.

Terutama pada anak dengan stroke yang disertai suhu tinggi.

5) Sistem sensorik

Kehilangan akibat stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, auditorius.

2. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan/perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan memberi tindakan secara pasti untuk menjaga, membatasi, merubah status kesehatan pasien (Carpenito, 2009).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Stroke Hemoragik menurut Muttaqin (2008) dan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017) adalah Ketida kefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk atau mengunyah menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.

(30)

Sedangkan diagnosa yang muncul menurut NANDA NICNOC (Nurarif, 2013) dan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017) adalah a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya kontrol

volunter terhadap otot pernapasan dan atau cedera yang mempengaruhi irama, frekuensi pernapasan.

b. Risiko aspirasi berhububngan dengan penuruan tingkat kesadaran Ditambahkan diagnosa yang muncul menurut Muttaqin (2008) , NANDA NICNOC (Nurarif, 2013), dan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017) antara lain:

c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intra serebri, oklusi otak, hemoragi, vasospasme otak, edema serebral.

d. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan, penurunan kesadaran.

Dari kelima diagnosa dapat diurutkan sesuai prioritas keperawatan sebagai berikut :

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intra serebri, oklusi otak, hemoragi, vasospasme otak, edema serebral, suplai darah ke otak menurun.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk atau mengunyah menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran, obstruksi jalan napas.

(31)

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya kontrol volunter terhadap otot pernapasan dan atau cedera yang mempengaruhi irama, frekuensi pernapasan.

d. Risiko aspirasi berhububngan dengan penuruan tingkat kesadaran e. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan, penurunan kesadaran.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Pada langkah ini perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan tindakan keperawatan.

Perencanaan yang baik membutuhkan kerja sama antara perawat, pasien, dan keluarganya, serta konsultasi dengan anggota tim medis lain. Suatu perencanaan bersifat dinamis, bias berubah jika kebutuhan pasien telah terpenuhi atau ditemukannya kebutuhan baru (Potter & Perry, 2010).

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu specific (khusus), measurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), real (nyata), time (kriteria tepat waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan keperawatan komponen penyertaan kriteria hasil (Potter &

Perry, 2010).

Menurut Muttaqin (2008) dan NANDA NICNOC (Nurarif, 2013) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

(32)

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intra serebri, oklusi otak, hemoragi, vasospasme otak, edema serebral.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan ashan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil:

1) Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala,mual, kejang 2) GCS 4,5,6

3) Pupil isokhor, reflek cahaya positif

4) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah : 100-140/80-90 mmHg, nadi 60-100x/menit, suhu 36-36,7°C, RR : 16-20x/menit)

Intervensi:

1) Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS

Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut serta mengetahui derajat penurunan kesadaran

2) Monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, suhu, nadi dan frekuensi pernapasan

Rasional: kerusakan pada vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan penimgkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi

3) Monitor SpO2 bila diperlukan pemberian oksigen Rasional: menurunkan hipoksia

(33)

4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30° dari letak jantung.

Rasional: mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena yang memperbaiki sirkulasi serebral

5) Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat

Rasional: meminimalkan bebas vaskuler dan tekanan intra kranial.

6) Jelaskan kepada keluarga klien tentang peningkatan TIK dan sebab-sebabnya

Rasional: keluarga klien berpartisipasi dalam proses penyembuhan 7) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.

Rasional: batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.

8) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

Rasional: rangsangan aktivitas yang meningkat dapat menaikkan dapat menaikkan kanaikan TIK. Istirahat total da ketenangan diperlukan untuk mencegah perdarahan dalam kasus stroke hemorragik

9) Kolaborasi dalam pemberian terapi obat sesuai dengan indikasi Rasional: dapat membantu menngurangi kerusakan berlebihan pada jaringan yang berada di otak

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.

(34)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selam 1 x 2 jam diharapkan mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria hasil:

1) Klien tidak sesak nafas

2) Tidak ada ronchi, wheezing, maupun suara nafas tambahan 3) Tidak ada otot bantu pernafasan

4) Pernafasan teratur, respirasi 16-20x/menit Intervensi:

1) Observasi keadaan jalan nafas

Rasional: obstruksi mungkin disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme

2) Bebaskan jalan napas jika ada sumbatan Rasional: supaya jalan napas paten dan lancar 3) Bantu dengan pemberian terapi 02 bila diperlukan

Rasional: mengurangi terjadinya hipoksia

4) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah klien batuk Rasional: untuk mengetahui kelainan suara nafas

5) Lakukan fisioterapi dadasesuai dengan keadaan umum klien

Rasional: agar dapat mengeluarkan sekret dan mengembangkan paru

6) Ajarkan pada klien tentang metode batuk efektif

Rasional: batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan tidak efektif

(35)

7) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan bronkodilator sesuai indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol Alasi kursi duduk Rasional: mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi otot/bronkospasme

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya kontrol volunter terhadap otot pernapasan dan atau cedera yang mempengaruhi irama, frekuensi pernapasan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selam 1 x 2 jam diharapkan mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria hasil:

1) Klien tidak sesak nafas saturasi oksigen 96-100%

2) Tidak ada sianosis

3) Analisa gas darah dalam batas normal Intervensi:

1) kaji irama atau pola napas setiap 4 jam

rasional : untuk memonitor pernafasan klien jika pada keadaan tertentu memberikan penanganan yang lebih lanjut

2) kaji bunyi napas setiap 2-4 jam

Rasional: akumulasi sekret dpat meningkatkan frekuensi pernafasan, lakukan suction bila diperlukan

3) Monitor tanda-tanda vital dan gunakan oksimetri

Rasional: terutama pada status pernafasan dan saturasi oksigen untuk mengetahui kebutuhan klien akan oksigen

(36)

4) Kaji adanya tanda-tanda sianosis

Untuk mencegah terjadinya hipoksia dan untuk memberikan penanganan lebih lamjut

5) Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai dengan indikasi Rasional: membantu pola nafas pasien kembali efektif

6) Evaluasi nilai AGD sesuai dengan kebutuhan

Rasional: dengan pemeriksaan AGD dapat mengetahui berapa kebutuhan oksigen yang harus diberikan

d. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan tidak terjadi aspirasi pada klien

Kriteria hasil:

1) Dapat bernafas dengan baik, frekuensi pernafasan baik 2) Mampu menelan mengunyah tanpa terjadi aspirasi

Intervensi:

1) Observasi keadaan jalan nafas

Rasional: obstruksi mungkin disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme

2) Kaji adanya tanda-tanda mual atau muntah

Rasional: pada pasien stroke hemoragik akibat peningkatan TIK biasanya akan mengalami mual/muntah sehingga resiko aspirasi sangat tinggi

3) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah klien batuk

(37)

Rasional: untuk mengetahui kelainan suara nafas 4) Haluskan makanan dan obat sebelum pemberian

Rasional: pada pasien stroke biasanya mengalami kesulitan mengunyah dan menelan

5) Tinggikan kepala 15-30o

Rasional: mencegah terjadinya aspirasi

6) Kolaborasi dalam lakukan suction bila diperlukan

Rasional: akumulasi sekret dapat menyebabkan resiko aspirasi e. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan, penurunan kesadaran

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan tidak terjadi resiko jatuh pada klien.

Kriteria hasil:

1) Pasien merasa aman 2) Pasien tampak tenang 3) Lingkungan aman

4) Susasana lingkungan mendukung Intervensi :

1) Monitor keadaan lingkungan pasien

Rasional : mengawasi pasien secara berkala 2) Ciptakan suasana yang aman dan tenang

Rasional : untuk memberikan kenyamanan pasien 3) Batasi jumlah pengunjung pasien

(38)

Rasional : untuk menjadikan pasien menjadi tenang

4) Kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan kenyamanan dengan pasien

Rasional : untuk mendukung keluarga agar pasien merasa aman.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap proses keperawatan ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk tidakan keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana (Christensen, 2009). Dalam melakukan implementasi keperawatan terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, yaitu :

a. Independent implementations

Suatu tindakan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga kesehatan laiinya. Independent implementations ini bertujuan untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan pasien sendiri, seperti contoh : membantu pasien dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk pasien, memberi dorongan motivasi, membantu dalam pemenuhan psiko-sosio- spiritual pasien, membuat dokumentasi, dal lain-lain.

b. Interdependent/collaborative implementations

(39)

Tindakan perawat yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain. Contohnya dalam pemberian obat, harus berkolaborasi drngan dokter dan apoteker untuk dosis, waktu, jenis obat, ketepatan cara, ketepatan pasien, efek samping dan respon pasien setelah diberi obat.

c. Dependen implementations

Pelaksanaan rencana tindakan medis/intruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi, psikolog, psikoterapi. Seperti dalam hal pemberian nutrisi kepada pasien sesuai diet yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah suatu proses membandingkan status kesehatan pasien dengan kriteria hasil yang berkelanjutan, sistematis, dan terencana (Christensen, 2009). Jenis evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi formatif (proses)

Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan.

Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan

(40)

data dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi pasien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan.

b. Evaluasi Sumatif (hasil)

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan.

Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan.

Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu dengan pendekatan SOAP (subjective, objective, assessment, planning).

a. S : Hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh pasien biasanya data ini berhubungan dengan kriteria hasil

b. O : Hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan perawat biasanya data ini juga berhubungan dengan kriteria hasil

c. A : Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah terpenuhi atau tidak

d. P : Dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien

Evaluasi adalah tahapan yang menentukan apakah tujuan dari intervensi tersebut tercapai atau tidak. Dan hasil yang diharapkan sebagai indikator evaluasi asuhan keperawatan pada penderita stroke yang tertuang dalam tujuan pemulangan adalah:

(41)

a. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis diminimalkan atau dapat stabil.

b. Pasien dapat melakukan mobilitas mandiri.

c. Proses komunikasi pasien dapat berfungsi secara optimal.

d. Pasien dapat meningkatkan fungsi neurologis

e. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain.

f. Harga diri pasien meningkat.

g. Fungsi neurologis pasien dapat meningkat secara bertahap, pasien dapat menelan.

h. Keluarga dan pasien dapat memahami proses dan prognosis penyakit dan pengobatan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan lingkungan kerja yang lebih baik pada PT Dhanarmas Concern, sebaiknya perusahaan memperhatikan semua hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja

[r]

Jika Penyediaterlambat atau gagal untuk melaksanakan salah satu bagian atau seluruh pekerjaan jasa, tanpa mengurangi hak Pemberi Kerja untuk menggunakan solusi

Dari hasil pengujian ini diperoleh hasil bahwa sistem informasi pelelangan ikan berbasis web ini mudah dipahami dan dapat membantu dalam proses mengelola hasil

Karena hu!ungan antara merokok dan kejadian kanker paru sudah jelas& maka !isa dikatakan Karena hu!ungan antara merokok dan kejadian kanker paru sudah

Tulungagung GURU KELAS RA Lulus 163 13051602820220 BINTI MASLIHAH MI Swasta TARBIYATUL ISLAMIYAH Kab.. Trenggalek GURU KELAS RA Lulus 176 13051702820183 INAKA DWI MARDIYANI

MEDAN DUMAI PALEMBANG MEDAN PALEMBANG TENGGARONG SURABAYA BONDOWOSO TENGGARONG LOMBOK, NTB JAKARTA MEDAN JAKARTA MAROS, SULSEL TENGGARONG MAGELANG MAGELANG MEDAN BONDOWOSO MAROS,