5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Persediaan Menurut SAK EMKM Tahun 2016 a. Ruang Lingkup Persediaan
Persediaan adalah Aset
1. Untuk dijual dalam kegiatan normal.
2. Dalam proses produksi untuk kemudian dijual ; atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. SAK EMKM (2016:21)
Persediaan merupakan pos terbesar dalam aset lancar suatu perusahaan. Sasongko, dkk(2016 : 223)
Istilah yang digunakan untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung pada jenis usaha perusahaan. Istilah yang digunakan untuk usaha dagang yaitu perusahaan yang membeli barang dan menjualnya kembali tanpa mengadakan perubahan bentuk barang dan perusahaan manufaktur yaitu perusahaan yang membeli bahan dan mengubah bentuknya untuk dapat dijual. Rizal Efendi (2014:217)
Persediaan barang dagang adalah barang yang masih tersedia (tidak terjual) sampai dengan akhir periode akuntansi. Hery (2013:27).
b. Pengakuan dan pengukuran persediaan
1. Entitas megakui persediaan ketika diperoleh, sebesar biaya perolehan
2. Biaya perolehan persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi atau lokasi siap digunakan.
3. Teknik pengukuran biaya persediaan, seperti metode atau metode eceran demi kemudahan dapat digunakan jika hasil medekatinya biaya perolehan.
4. Entitas dapat memilih dengan mengunakan rumus biaya masuk- pertama- keluar pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang dalam menentukan biaya perolehan persediaan.
5. Jumlah persediaan yang mengalami penurunan dan /kerugian, misalnya kerena persediaan rusak atau usang, di akui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut.
SAK EMKM ( 2016 : 21)
Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terdiri dari satu jenis, yaitu persediaan barang dagang, yang merupakan barang yang dibeli untuk dijual kembali. Mulyadi ( 2016 : 463)
Persediaan barang dagang adalah barang yang masih tersedia (tidak terjual) sampai dengan akhir periode akuntansi.
Hery (2013:27)
2. Klasifikasi Persediaan
Menurut Hery (2013:167-168) “Entitas mengklasifikasikan persediaan tergantung bentuk entitasnya adalah pedagang (entitas dagang) atau pembuat (entitas manufaktur). Untuk entitas dagang, persediaannya dinamakan persediaan barang dagangan (hanya ada satu klasifikasi), barang dagangan ini dimiliki oleh entitas dan sudah langsung dalam bentuk siap untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal entitas sehari-hari.
Sedangkan untuk entitas manufaktur, mula-mula persediaan belum siap dijual sehingga perlu diolah terlebih dahulu. persediaan entitas manufaktur diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu bahan mentah, barang setengah jadi (barang dalam proses), dan barang jadi (produk akhir).
entitas manufaktur terlebih dahulu akan mengubah (merakit) input atau bahan mentah (raw material) menjadi output atau barang jadi (finished goods/final goods), lalu dijual kepada pelanggan (distributor)” bagi entitas jasa, biaya jasa yang belum di akui pendapatannya diklasifikasikan sebagai persediaan. berdasarkan paragraph 18 psak 14 (revisi 2008), biaya persediaan pemberi jasa meliputi biaya tenaga kerja dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberian jasa, termasuk personalia penyelia, dan overhead yang dapat diatribusikan. biaya tenaga kerja dan biaya lainnya yang terkait dengan personalia penjualan dan administrasi
umum tidak termasuk sebagai biaya persediaan tetapi diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Martani (2016:246)
Oleh karena itu dalam perusahaan dagang hanya dikenal satu klasifikasi persediaan yang disebut Persediaan Barang Dagang. Al.
Haryono Jusup (2011:418)
3. Kepemilikan Persediaan Barang Dagang a) Barang dalam perjalanan
Mengenai kepemilikan barang, barang yang masih dalam perjalanan (goods in transit) seharusnya masuk atau diperhitungkan sebagai bagian persediaan dari pihak yang memang secara hukum memiliki hak yang sah atas barang tersebut. Hak kepemilikan barang biasanya di tentukan di awal transaksi jual- beli, yaitu berdasarkan pada perjanjian atau syarat-syarat penjualan yang di sepakati. Hery (2013:56)
b) Barang titipan (konsinyasi)
dalam beberapa transaksi terkadang barang dapat diperoleh atas dasar konsinyasi (barang titipan). dalam hal ini, kepemilikan barang akan tetap berada pada pihak pengirim (penitip), bukan pihak yang dititipkan. karena barang konsinyasi bukan merupakan milik dari pihak yang di titipkan, sehingga barang konsinyasi tersebut seharusnya tidak termasuk sebagai persediaan dari pihak yang dititipkan. sedangkan bagi pihak yang mengirim atau yang menitipkan, barang konsinyasi ini masih tetap akan di
perhitungkan sebagai bagian dari persediaannya ssampai barang konsinyasi tersebut nyata-nyata terjual ke konsumen. Hery (2013:56)
c) Barang atas penjualan dan perjanjian khusus
Sering kali dalam perjanjian penjualan barang, entitas harus melihat substansi atas penjualan tersebut. ketika transaksi penjualan dilakukan dan hak kepemilikan telah beralih, maka seharusnya risiko dan manfaat dari kepemilikan juga beralih dari penjualan kepada pembeli. Namun demikian, dapat terjadi dimana penjual masih memegang risiko dan manfaat dari kepemilikan atas barang tersebut. Dalam kondisi tersebutmaka penjual masih harus mengakui kepemilikannya atas barang tersebut dan tidak terjadi pengurangan atas persediaan penjual. Beberapa perjanjian khusus yang memerlukan evaluasi atas peralihan risiko dan manfaat dari penjual kepada pembeli diantaranya adalah penjualan dengan perjanjian pembelian kembali, penjualan dengan tingkat pengembalian yang tinggi, dan penjualan dengan cicilan.
Pada penjualan dengan perjanjian pembelian kembali maka pembeli tidak dapat mengakui perjanjian tersebut sebagai penjualan dan tidak mengurangi barang tersebut dari persediaannya. Untuk penjualan dengan tingkat pengembalian tinggi maka penjual memiliki dua pilihan, pertama adalah mencatat penjualan pada nilai penuh dan membentuk akun penyisihan atas
estimasi pengembalian penjualan, kedua adalah tidak mencatat adanya penjualan hingga dapat diperkirakan tingkat pengembalian oleh pembeli. Ketika tingkat pengembalian tidak dapat diperkirakan maka penjual tidak dapat mengakui penjualan dan tidak mengeluarkan barang tersebut dari persediaannya. Sedangkan untuk penjualan dengan cicilan maka penjual akan mengakui adanya penjualan dan mengeluarkan penjualan dari persediaannya apabila dapat diestimasikan secara baik nilai presentase kemungkinan penjualannya tidak tertagih. Martani (2016:248) 4. Biaya Persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
a. Biaya pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagihkan kembali kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, biaya lainnya yang secara langsung dapat di atribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
b. Biaya konversi
Biaya konversi merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku menjadi barang jadi atau barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit produksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya overhead produksi yang bersifat tetap ataupun variabel yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi.
Untuk biaya overhead yang bersifat variabel, maka biaya tersebut dialokasikan pada setiap unit produksi atas dasar penggunaan aktual fasilitas produksi. Sedangkan biaya overhead tetap dialokasikan berdasarkan kapasitas fasilitas
produksi normal. Apabila suatu entitas mengalami produksi yang rendah, maka pengalokasian jumlah overhead tetap perunit produksi tidak bertambah dan overhead yang tidak teralokasi diakui sebagai beban pada periode terjadinya.
Sebaliknya apabila suatu entitas mengalami produksi yang tinggi diluar normalitas produksinya, maka jumlah overhead tetap yang dialokasikan pada tiap unit produksi menjadi berkurag sehingga persediaan tidak diukur di atas biayanya.
c. Biaya lainnya
Biaya lain yang dapat dibebankan sebagai biaya persediaan adalah biaya yang timbul agar persediaan tersebut berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Yang termasuk biaya lainnya misalnya biaya desain dan biaya praproduksi yang ditujukan
untuk konsumen yang spesifik. Sedangkan biaya-biaya seperti penelitian dan pengembangan, biaya administrasi dan penjualan, biaya pemborosan, biaya penyimpanan tidak dapat dibebankan sebagai biaya persediaan. Martani (2016:249) 5. Metode Pencatatan Persediaan
Dalam melakukan pencatatan persediaan, teknis pencatatan persediaan terkait juga dengan metode pencatatan persediaan yang digunakan oleh entitas. Entitas dapat mengguanakan metode periodik atau metode perpetual. metode periodik merupakan sistem pencatatan persediaan dimana kuantitas persediaan ditentukan secara periodik yaitu hanya pada saat perhitungan fisik yang biasanya dilakukan secara stock opname. Sedangkan sistem perpetual merupakan sistem
pencatatan persediaan dimana pencatatan yang up-to-date terhadap barang persediaan selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai persediaan. Martani (2016:250).
a) Metode Periodik (Fisik)
Pengguanaan Metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan (stock opname) ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini mutase persediaan barang tidak diikuti dalam buku- buku setiap pembelian barang dicatat dalam rekening
pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan jugatidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung.
Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Persediaan barang awal Rp. xxx Pembelian (neto) xxx (+) Tersedia untuk dijual Rp. xxx Persediaan barang akhir xxx (-) Harga pokok penjualan Rp. Xxx b) Metode Buku (Perpetual)
Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar.
Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan, dan saldo persediaan.
Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Dibanding dengan
metode fisik maka metode buku merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yaitu dapat membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi, juga dapat digunakan untuk mengawasi barang-barang dalam gudang. Effendi (2014:218-219.
6. Rumus biaya
Yang digunakan oleh suatu entitas ini dapat saja berbeda dengan asumsi arus fisik dari barang persediaannya. Standar akuntansi tidak mengatur bahwa suatu entitas harus memiliki rumus biaya yang sesuai dengan arus fisik persediaan. Pada dasarnya suatu entitas akan mempertimbangkan dampak pemilihan rumus biaya tersebut dalam laporan laba rugi. Terdapat tiga alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh suatu entitas terkait dengan rumus biaya, yaitu: metode identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama, rata-rata tertimbang. Martani (2016:250)
a) Metode Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang diatribusikan keunit persediaan tertentu. Berdasarkan metode ini maka suatu entitas harus mengidentifikasikan barang yang dijual dengan tiap jenis dalam persediaan secara spesifik.
Metode ini pada dasarnya merupakan metode yang paling ideal karena terdapat kecocokan antara biaya dan pendapatan (matching cost against revenue), tetapi karena dibutuhkan
pengidetifikasian barang persediaan secara satu persatu, maka biasanya metode ini hanya diterapkan pada suatu entitas yang memiliki persediaan sedikit, nilainya tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain. Dengan mengguanakan metode identifikasi khusus maka perhitungan dengan menggunakan sistem perpetual akan sama dengan perhitungan dengan mengguanakan sistem periodik. Hal ini karena dengan sistem identifikasi khusus nilai persediaan dikaitkan secara spesifik terhadap unit barang tertentu. Martani (2016:252)
b) Metode Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) atau first in first out (FIFO) mengasumsikan unit persediaan yang
pertama dibali akan digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang di beli atau di produksi kemudian. Metode ini merupakan metode relatif konsisten dengan arus fisik dari persediaan terutama untuk industry yang memiliki perputaran persediaan tinggi. Salah satu kelebihan dari metode ini adalah dari sisi relevansi nilai persediaan yang disajikan dalam laporan posisi keuangan entitas. Hal ini dikarenakan nilai persediaan yang disajikan merupakan nilai yang didasarkan pada harga yang paling kini.
Penggunaan metodi ini menghasilkan laporan posisi keuangan yang sesuai dengan kini entitas. Sedangkan kelemahan dari
pengguanaan metode ini adalah tidak merefleksikan nilai laba yang paling akurat karena metode ini kurang cocok antara biaya dengan pendapatan. Martani (2016:253)
c) Metode Rata-Rata Tertimbang
Metode rata-rata tertimbang digunakan dengan menghitung biaya setiap unit berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya unit serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Entitas dapat menghitung rata-rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman.
Untuk menghitung biaya persediaan dengan mengguanakan metode rata-rata tertimbang ini terlebih dahulu harus dihitung biaya rata-rata per unit yaitu dengan membagi biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual. Persediaan akhir dan beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata terebut. Martani (2016:254-255) 7. Pengertian harga pokok persediaan
Harga pokok persediaan meliputi seluruh pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, yang terkait dengan perolehan, penyiapan, sampai penempatan untuk di jual. Dalam kasus bahan mentah, atau barang yang diperoleh untuk di proses dan dijual kembali, harga perolehannya (harga pokok) meliputi harga beli, ongkos angkut masuk, biaya penyimpanan, biaya tenaga kerja, dan biaya produksi lainnya yang
dikeluarkan dalam memproses barang siap untuk dijual. Pengeluaran- pengeluaran tertentu yang dapat ditelusuri atu dialokasikan ke setiap item persediaan akan di akui sebagai biaya produk (product costs). Jadi, biaya produk disini adalah biaya-biaya yang melekat pada persediaan dan dicatat dalam akun persediaan.
Bagi perusahaan manufaktur, biaya produk meliputi biaya bahan langsung tenaga kerja (upah) langsung, dan biaya produksi tidak langsung.
Namun, pengeluaran-pengeluaran lainnya yang relatif kecil dan sulit untuk mengalokasikannya, biasanya tidak akan diperhitungkan sebagai harga perolehan persediaan dan akan diakui langsung sebagai beban periode berjalan (period costs). Hery (2013:56).
8. Kartu persediaan
Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, kartu persediaan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat berkurangnya harga pokok produk yang dijual. Kartu persediaan ini diselenggarakan di fungsi akuntansi untuk mengawasi mutasi dan persediaan barang yang disimpan di gudang.
Pada tabel 1 berikut akan tampak contoh kartu persediaan dibawat ini:
Tabel 1
Kartu Persediaan MPKP Perpetual Februari 2012
Tanggal Masuk Keluar Saldo
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
So.Awal 200 100 20000
9 300 110 33000 200 100 20000
300 110 33000
10 200 100 20000
200 110 22000 100 110 11000
15 400 116 46400 100 110 11000
400 116 46400
18 100 110 11000
200 116 23200 200 116 23200
24 100 126 12600 200 116 23200
100 126 12600
Sumber : Baridwan ( 2013:159)
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2
Hasil Penelitian Terdahulu Identitas
Aspek
Hana Ibtihal A03130026 Politeknik Negeri Banjarmasin
Muhammad Fahrizal A03140046 Politeknik Negeri Banjarmasin
Radian A03150119
Politeknik Negeri Banjarmasin
Judul Penilaian
Persediaan Barang Dagang Dengan
Menggunakan Rumus Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama
(MPKP) –
Perpetual Sesuai SAK-ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Kamil
Banjarmasin.
Penilaian Harga Persediaan Barang Dagang Dengan Menggunakan Metode
MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama) berdasarkan SAK ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Anugerah Farma
Penilaian Harga Persediaan Barang Dagang Dengan Menggunakan Rumus Biaya MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama) berdasarkan
SAK EMKM
Tahun 2018 Pada Apotek Firdaus Banjarmasin
Institusi/Entitas yang diteliti
Apotek Kamil Banjarmasin
Apotek Anugerah Farma
Apotek Firdaus Banjarmasin
Permasalahan Selama ini Apotek Kamil Banjarmasin dalam
pencatatannya masih
menggunakan cara fisik yaitu dengan adanya buku catatan
biasa, yaitu penjualan
dan pembelian tanpa
adanya catatan tentang persediaan barang
Apotek Anugerah Farma ini tidak menggunakan metode
apapun dalam menilai
persediaan.Apotek hanya mencatat jumlah unit persediaan
dengan menggunakan metode perpetual yaitu dengan adanya
kartu persediaan yang
dicatat setiap kali ada
Apotek Firdaus Banjarmasi selama
ini dalam
melakukan
pencatatan masih menggunakan buku catatan biasa, yaitu hanya mencatatan penjualan dan pembelian tanpa adanya persediaan barang dagang.
transaksi. Akan tetapi
apotek tidak menilai
harga
persediaannya Tujuan
Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana
penilaian
harga persediaan barang dagang sesuai
SAK-ETAP tahun 2013 dengan menggunakan Rumus biaya Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)- Perpetual pada Apotek Kamil Banjarmasin
Untuk mengetahui penilaian harga persediaan barang dagang dengan menggunakan metode
MPKP (Masuk Pertama Keluar
Pertama) -
Perpetual
berdasarkan SAK ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Anugerah Farma.
Untuk mengetahui penilaian harga persediaan barang dagang dengan menggunakan rumus biaya MPKP (Masuk
Pertama Keluar
Pertama) -
Perpetual
berdasarkan SAK EMKMTahun 2018 Pada Apotek Firdaus
Banjarmasin