• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MIND MAPPING DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MIND MAPPING DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN

MIND MAPPING DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh :

RIA NOVITASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MIND MAPPING DAN PROBLEM

BASED LEARNING (PBL) DI SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG

Oleh Ria Novitasari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara penggunaan model mind mapping dan problem based learning terhadap hasil belajar ekonomi siswa dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas

penggunaan model pembelajaran mind mapping dan problem based learning pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

komparatif dengan pendekatan eksperimen. Jumlah sampel sebanyak dua kelas, masing-masing kelas berjumlah 36 siswa. Satu kelas diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi diperlakukan sebagai kelas kontrol. Alat

pengumpul data berupa tes prestasi belajar yang berbentuk pilihan ganda

sebanyak 50 item yang diberikan kepada siswa di awal dan di akhir pembelajaran.

Hasil uji hipotesis, untuk hipotesis yang pertama dengan uji Anava diperoleh Sig. 0,003<0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar

ekonomi siswa yang pembelajarannya menggunakan model mind mapping dan

problem based learning. Sedangkan untuk hipotesis yang kedua dengan

perhitungan manual menggunakan rumus diperoleh hasil keefektifan penggunaan model mind mapping dan problem based learning adalah 0,78 yang artinya penggunaan model problem based learning lebih efektif dibandingkan model pembelajaran mind mapping.

(3)
(4)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Persembahan

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji untuk Mu Allah SWT

atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya kecilku ini untuk

orang-orang yang akan selalu berharga dalam hidupku:

Papa dan Mama tercinta

yang selalu berdo’a untuk keberhasilanku dengan semangat dan kesabaran walaupun air matamu terlalu sering luruh dalam keringatmu dengan penuh kasih sayang yang tercurah.

Mamas, Mbak , Adik dan keluarga Besarku karena kalian aku bisa bersemangat belajar dan bercanda ria.

Para Pendidik ku

Atas bimbingan dan ajarannya hingga aku dapat melihat dunia dengan ilmu dan mempunyai keberaniab ubtuk menjalani hidup

Sahabat – sahabatku

Menemaniku saat suka dan dukaku, memberi pengalaman serta menjadikan hari-hari yang ku lalui lebih berwarna dengan kebersamaan

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 14

C. Pembatasan Masalah ... 14

D. Rumusan Masalah ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS . 18

A. Tinjauan Pustaka ... 18

1. Hasil Belajar ... 18

2. Model Pembelajaran ... 21

3. Model Pembelajaran Mind Mapping ... 23

4. Model Pembelajarab Problem Based Learning ... 29

5. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 35

B. Kerangka Berfikir ... 38

C. Anggapan dasar Hipotesis ... 39

D. Hipotesis ... 40

III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Metode Pemelitian ... 42

1. Desain Eksperimen ... 43

(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan hal–hal

tersebut secara rinci dikemukakan berikut ini.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi

manusia menurut ukuran normatif. Tidaklah mengherankan apabila bidang

pendidikan mendapat sorotan yang tajam dari banyak kalangan, terutama dari

praktisi pendidikan. Hal tersebut disebabkan pendidikan memegang peranan

penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa, dengan pendidikan maka

pembangunan dapat terus dilaksanakan. Pendidikan merupakan suatu

keharusan bagi setiap manusia karena terjadinya perubahan global yang

berkembang dengan pesat menuntut manusia untuk senantiasa mampu

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses

pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar

(10)

2 peranan guru sangat penting, karena guru memegang tugas mengatur di dalam

kelas. Suasana kelas yang hidup dapat membuat siswa belajar tekun dan penuh

semangat, sebaliknya suasana kelas yang suram, menegangkan serta aktivitas

yang monoton menjadikan siswa kurang bersemangat dalam belajar. Guru

dalam melaksanakan proses belajar mengajar dituntut menggunakan berbagai

strategi pembelajaran yang mengaktifkan interaksi siswa dengan guru, siswa

dengan siswa serta siswa dengan lingkungannya. Dengan demikian,

paradigma pembelajaran dapat dikatakan bergeser dari teacher centered ke

student centered.

Pelajaran yang bersifat teacher centered mengharuskan guru yang lebih aktif

melatih dan menentukan apa yang harus diketahui siswa. Namun, hal itu

berbeda kondisinya dengan student centered yang lebih memfokuskan situasi

belajar pada peranan siswa dan peranan guru hanyalah sebagai fasilitator bagi

siswa dalam proses pembelajaran. Tugas guru yang utama bukan lagi

menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian dan

membimbing mereka untuk belajar sendiri.

Guru berperan sebagai fasilitator, dalam hal ini guru akan memberikan

fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, yaitu dengan

menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, menetapkan

materi apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana cara menyampaikan, apa

hasil yang ingin dicapai, strategi apa yang akan digunakan untuk memeriksa

kemajuan siswa dan selanjutnya membantu dan mengarahkan siswa untuk

(11)

3 motivator yaitu memberikan inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam

pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai orang yang menguasai

bahan yang diajarkan (Sardiman, 2007: 143 – 146).

Implementasinya guru sebagai fasilitator harus lebih kreatif dan inovatif

dalam mengelola proses pembelajaran di kelas dengan menciptakan kondisi

kelas yang lebih hidup dan menyenangkan. Proses pembelajaran yang selama

ini berkembang masih bersifat konvensional dengan menggunakan

model-model pembelajaran yang cenderung monoton dan dirasa membosankan bagi

siswa, seperti penggunaan model ceramah dan penugasan, terlebih lagi pada

pelajaran-pelajaran yang masuk dalam kategori ilmu sosial, termasuk mata

pelajaran ekonomi.

Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal

fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang

baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka

seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya, sedangkan

penggunaan model pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi

keberhasilan proses pembelajaran.

Dalam pemilihan model pembelajaran ada beberapa faktor yang harus jadi

dasar pertimbangan yaitu: berpedoman pada tujuan, perbedaan individual anak

didik, kemampuan guru, sifat bahan pelajaran, situasi kelas, kelengkapan

fasilitas dan kelebihan serta kelemahan model pembelajaran. Sehingga dengan

memperhatikan beberapa faktor pertimbangan tersebut guru dapat menentukan

(12)

4 materi pelajaran kepada siswa, mungkin ia akan menggunakan satu model saja

atau mungkin menggunakan kombinasi dari beberapa model pembelajaran.

Pemilihan penggunaan model pembelajaran kedalam situasi belajar bervariasi

akan menghindari siswa dari situasi pengajaran yang membosankan yang

dapat menghambat hasil belajar. Dalam penelitian pendahuluan dengan guru

bidang studi Ekonomi SMP Negeri 9 Bandar Lampung di peroleh data tentang

hasil belajar Ekonomi siswa sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Mid Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

No Kelas Interval Nilai Jumlah Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi SMP N 9 Bandar Lampung

Berdasarkan hasil mid semester ganjil kelas VII yang telah digolongkan

kedalam kriteria tuntas (≥70-100) dan belum tuntas (0-69), hanya 41 siswa

(16,27%) yang mencapai ketuntasan belajar dengan Kriteria Ketuntasan

Minimum (KKM) adalah 70. Sedangkan sebanyak 211 siswa (83,73%)

(13)

5 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti

pada guru mata pelajaran ekonomi dan siswa kelas VII di SMP Negeri 9

Bandar Lampung, Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan karena beberapa

kesulitan yang dialami oleh siswa. Menurut guru mata pelajaran ekonomi,

kesulitan yang biasa dialami siswa pada mata pelajaran ini adalah keterbatasan

kepemilikan buku paket dan kesulitan dalam memahami konsep dan materi

yang disampaikan. Selain itu juga, siswa beranggapan bahwa mata pelajaran

ekonomi adalah mata pelajaran yang membosankan karena sebagian besar

pelajaran ekonomi adalah hafalan.

Selain kesulitan yang dialami siswa dalam memahami konsep dan materi yang

disampaikan, partisipasi siwa untuk dapat berperan aktif dalam mengikuti

pembelajaran juga masih tergolong rendah. Terlihat dari 36 jumlah siswa yang

berada dalam satu kelas, hanya 1-3 siswa saja yang berpartisipasi aktif dalam

mengikuti proses pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan karena kurangnya

keberanian dan timbulnya rasa malu untuk bertanya dan mengungkapkan

pendapat serta kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal di depan

kelas menyebabkan suasana pembelajaran menjadi pasif. Dalam proses

pembelajaran siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, baik dalam

memberikan ide atau gagasan dan bertanya maupun menjawab pertanyaan

yang diberikan. Partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran

mencerminkan tingkat pemahaman siswa yang dapat berpengaruh terhadap

(14)

6 Berdasarkan uraian di atas, rendahnya partisipasi dan hasil belajar siswa juga

diduga dipengaruhi oleh pemilihan penggunaan model pembelajaran yang

kurang tepat. Seharusnya seorang guru dapat menggunakan berbagai macam

model pembelajaran, strategi, serta pendekatan dalam belajar agar dapat

membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya dan dapat melibatkan

siswa secara aktif. Tapi pada kenyataannya dilapangan, model pembelajaran

yang biasa digunakan oleh guru di dalam kelas masih bersifat teacher

centered (berpusat pada guru) seperti penggunaan model ceramah.

Berdasarkan observasi di kelas, peran guru didalam kelas masih sangat

dominan. Hal tersebut disebabkan karena model pembelajaran yang digunakan

oleh guru dalam proses pembelajaran adalah model ceramah. Guru mengajar

di depan kelas dengan cara menjelaskan materi yang tertera dalam pokok

bahasan, sementara siswa hanya duduk dan diam mendengarkan penjelasan

dari guru, sementara guru tidak dapat mengetahui apakah siswa yang

mendengarkan penjelasannya tersebut paham dan mengerti apa yang

disampaikannya. Sehingga pembelajaran di kelas lebih terkesan pasif dan

monoton. Sedangkan yang diharapkan dalam pendidikan masa kini adalah

siswa lebih aktif dari guru, karena guru hanya berperan sebagai fasilitator dan

pengawas berjalannya proses pembelajaran di dalam kelas.

Kurang tepatnya penggunaan model pembelajaran di dalam kelas juga terlihat

dari banyaknya siswa yang bermain-main saat guru mengajar di dalam kelas

atau ketika guru berada di luar kelas. Banyaknya siswa tidak mengerjakan

tugas di rumah dan mereka lebih senang dihukum dari pada mengerjakan

(15)

7 dengan cara melihat hasil pekerjaan rumah temannya (menyontek). Akibatnya

proses berfikir kritis dan kreatif siswa untuk membangun pengetahuan sendiri

secara rasional tidak berjalan seperti yang diharapkan. Penggunaan model

pembelajaran seperti ini kurang tepat apabila diterapkan pada kurikulum

pendidikan saat ini karena tidak sesuai dengan paradigma pembelajaran yang

bersifat student centered.

Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat

penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah

dirancang. Oleh karena itu , guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif

dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran di dalam kelas yang

mampu meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa dalam proses

pembelajaran.

Ketepatan seorang guru dalam memilih dan menggunakan model

pembelajaran yang efektif dalam suatu pembelajaran akan dapat menghasilkan

pembelajaran yang efektif yaitu tercapainya tujuan pembelajaran yang

diinginkan. Sebaliknya ketidaktepatan seorang guru dalam memilih dan

menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam suatu pembelajaran

akan dapat menimbulkan kegagalan dalam mencapai pembelajaran yang

efektif yaitu tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Untuk itu

perlu diadakannya perubahan secara mendasar dalam penggunaan model

(16)

8 Perubahan yang perlu dilakukan adalah belajar individual menjadi kooperatif

yang bergantung pada kelompok-kelompok kecil dalam belajar. Meskipun isi

dan petunjuk yang diberikan pengajar mencirikan bagian dari pengajaran,

namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan

kelompok-kelompok kecil, sehingga dari kemampuan yang berbeda-beda

anggotanya dapat bekerja sama untuk memaksimalkan pembelajaran.

Penerapan Model pembelajaran kooperatif ini dianggap sesuai dengan teori

konstruktivisme yang mengharuskan guru untuk menyusun dan melaksanakan

suatu kegiatan belajar mengajar yang dapat memfasilitasi siswa agar aktif

membangun pengetahuannya sendiri. Dalam pelaksanaannya, model

pembelajaran kooperatif selalu mengupayakan pengembangan struktur

kognitif siswa, di mana siswa dipicu untuk membangun pengetahuan sendiri

melalui berpikir kritis dan kreatif secara rasional dalam memecahkan

persoalan berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa

juga diharapkan mampu bekerjasama dan berinteraksi secara baik dengan

teman-teman dan lingkunganya.

Model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang

memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk bekerja sama

dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Oleh karena itu

banyak pendidik mengenal model pembelajaran kooperatif sebagai

pembelajaran secara berkelompok. Kelompok belajar kooperatif sendiri

didasarkan atas saling ketegantungan positif yang menuntut siswa agar bekerja

(17)

9 materi, memberikan pendapatan pada jawaban terhadap tugas dalam

kelompok. Semakin sering guru menggunakan model pembelajaran kooperatif

dalam pembelajaran, partisipasi dan hasil belajar siswa cenderung akan

semakin baik.

Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe, diantaranya

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), Group

Investigation (GI), Jigsaw, Mind Mapping, Problem based Learning (PBL),

Two Stay Two Stray (TSTS), dan sebagainya. Masing-masing tipe mempunyai

karakteristik yang bermacam-macam serta memiliki langkah-langkah dan

kelebihan maupun kekurangan yang berbeda.

Menurut guru mata pelajaran ekonomi, penggunaan model pembelajaran

kooperatif bukan merupakan model pembelajaran yang asing bagi guru-guru

di SMP Negeri 9 Bandar Lampung. Namun, karena keterbatasan pengetahuan

dan kemampuan guru dalam merealisasikan model pembelajaran kooperatif di

dalam kelas, menjadikan model pembelajaran ini tidak berjalan dengan

efektif. Keterbatasan dan ketidakefektifan itulah yang menyebabkan guru

kembali pada cara mengajar yang paling tradisional yang telah lama

dijalankan dalam sejarah pendidikan, yaitu cara mengajar dengan

menggunakan model ceramah.

Model ceramah berbentuk interaksi edukatif melalui penerangan dan

penuturan secara lisan oleh guru atau pendidik terhadap sekelompok

pendengar (siswa). Model ceramah ini banyak digunakan oleh guru saat

(18)

10 monolog dan hubungan satu arah (one way communication). Dalam

Penggunaan model pembelajaran ini guru tak dapat mengetahui sampai

dimana siswa telah mengerti pembicaraannya. Kadang-kadang guru

beranggapan bahwa jika para siswa duduk diam mendengarkan atau sambil

mengangguk-anggukkan kepalanya, berarti mereka telah mengerti apa yang

diterangkan guru. Padahal anggapan tersebut sering meleset, walaupun siswa

memperlihatkan reaksi seolah-olah mengerti, akan tetapi guru tidak

mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap pelajaran itu. Oleh karena

itu segera setelah ia berceramah, harus diadakan evaluasi, misalnya dengan

tanya jawab atau tes. Terkadang penggunaan model ceramah ini memang

membosankan dan membuat siswa menjadi pasif, maka dalam pelaksanaannya

memerlukan keterampilan tertentu, agar penyajiannya tidak membosankan dan

dapat menarik perhatian siswa. Metode ini tidak senantiasa jelek bila

penggunaannya dipersiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media,

serta memperhatikan batas-batas penggunaannya (Sudjana 2000: 77).

Penggunaan model pembelajaran diskusi kelompok menjadi salah satu variasi

lain yang sering diterapkan oleh guru. Dalam model pembelajaran diskusi

siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang ditentukan secara sembarang.

Misalnya, hanya berdasarkan urutan absen, urutan tempat duduk, atau bahkan

siswa-siswa itu sendiri yang menentukan anggota kelompoknya. Sehingga,

bisa saja dalam satu kelompok seluruh anggotanya adalah siswa-siswa yang

pandai atau sebaliknya, atau dalam satu kelompok seluruh anggotanya adalah

perempuan atau sebaliknya, dan bahkan dalam satu kelompok seluruh

(19)

11 siswa seperti ini tidaklah efektif, karena tidak dapat memacu proses berpikir

siswa dan juga interaksi siswa dengan siswa lain tidak tercipta dengan baik.

Selain mengenai pembagian kelompok, siswa juga mengalami kebingungan

karena setelah berkumpul dalam kelompoknya, mereka diberi tugas berupa

soal oleh guru untuk berdiskusi dan dikerjakan tanpa ada bimbingan dan

pengarahan dari guru. Sehingga, masih terdapat kelemahan pada metode

pembelajaran ini. Tidak adanya kontrol terhadap siswa, menyebabkan tidak

semua siswa melaksanakan kegiatan yang diperintahkan oleh guru tersebut.

Hanya sebagian kecil saja bahkan hanya siswa tertentu saja yang berpartisipasi

aktif dalam proses pembelajaran.

Perlu diketahui bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang dianggap

paling baik diantara model-model yang lain. Tiap model pembelajaran

mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan

masing-masing. Suatu model pembelajaran mungkin baik untuk suatu tujuan

tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin

tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu model pembelajaran

yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru

tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membandingkan hasil

belajar ekonomi siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandar Lampung dengan

menerapkan dua model pembelajaran kooperatif tipe Mind Mapping dan

(20)

12 pembelajaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan partisipasi dan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.

Model pembelajaran yang pertama yang akan digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini untuk meningkatan hasil belajar siswa adalah model

pembelajaran dengan menggunakan teknik Peta Pikiran atau Mind Mapping

dan model pembelajaran yang kedua adalah teknik Pembelajaran Berdasarkan

masalah atau Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran dengan

menggunakan teknik Peta Pikiran atau Mind Mapping adalah salah satu tipe

model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini pertama kali

dikenalkan oleh Toni Buzan. Inti dari Model pembelajaran ini menggunakan

teknik penyusunan catatan untuk membantu murid menggunakan seluruh

potensi otak agar optimum.

Melalui model pembelajaran Mind Mapping siswa dapatmembuat sendiri peta

pemikiran yang mudah untuk diingat dengan catatannya sendiri menggunakan

huruf yang bervariasi dan meberikan beberapa warna yang berbeda di setiap

catatan mereka. Sehingga mereka tidak merasa kesulitan dibandingkan harus

membaca buku teks sebagai persiapan ketika akan menghadapi ujian. Dengan

demikian Mind Mapping dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk mengatasi

rendahnya hasil belajar.

Sedangkan model Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu model

pembelajaran dimana authentic assesment (penalaran yang nyata atau konkret)

dapat diterapkan secara komprehensif, sebab di dalamnya terdapat unsur

(21)

13

problem solving. Melalui model PBL ini diharapkan dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapatnya, menggalang kerjasama

dan kekompakan siswa dalam kelompok, mengembangkan kepemimpinan

siswa serta mengembangkan kemampuan pola analisis dan dapat membantu

siswa mengembangkan proses nalarnya. Dengan demikian, siswa

mendapatkan pengalaman belajar melalui pemicu masalah yang diberikan oleh

guru dan memecahkan masalah tersebut secara berkelompok.

Melalui kedua model pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu

menggali ide-ide kreatif dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Sehingga peneliti yakin, dengan memilih model Mind Mapping dan Problem

Based Learning pembelajaran akan lebih hidup, variatif, dan membiasakan

siswa memecahkan permasalahan dengan cara memaksimalkan daya pikir dan

kreatifitas. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan

dapat tercapai.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas sebelumnya, peneliti

tertarik mengadakan suatu penelitian menggunakan model pembelajaran Mind

Mapping dan Problem Based Learning terhadap hasil belajar ekonomi siswa

kelas VII di SMP Negeri 9 Bandar Lampung dengan judul “Perbandingan

Pembelajaran Mind Mapping dan Problem Based Learning (PBL) di SMP

Negeri 9 Bandar Lampung.”

Melalui penelitian tersebut peneliti mencoba melihat apakah ada perbedaan

hasil belajar antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model

(22)

14

Learning. Karena dalam penelitian ini terdapat dua model pembelajaran,

mungkin saja hasil belajar yang diperoleh siswa dengan model pembelajaran

yang berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa

masalah sebagai berikut.

1. Hasil belajar Ekonomi masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil

mid semester siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar

2. Banyaknya jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar yang

disebabkan karena kesulitan siswa dalam memahami materi yang

disampaikan.

3. Rendahnya tingkat partisipasi siswa secara aktif dalam pembelajaran

4. Peran guru didalam kelas masih sangat dominan sehingga pembelajaran

berpusat pada guru.

5. Pemilihan dan Penggunaan model pembelajaran yang kurang kreatif dan

inovatif dalam proses pembelajaran memberikan kesan membosankan

yang mempengaruhi rendahnya partisipasi dan hasil belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya masalah di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi pada

perbandingan hasil belajar ekonomi siswa antara siswa yang pembelajarannya

(23)

15 pembelajaran Problem Based Learning pada siswa kelas VII di SMP Negeri 9

Bandar Lampung.

D. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diteliti pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut.

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Mind Mapping dengan siswa yang diajarkan

dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada

mata pelajaran Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung?

2. Apakah ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektifitas antara

model pembelajaran Mind Mapping dan model pembelajaran Problem

Based Learning pada mata pelajaran Ekonomi siswa kelas VII SMP

Negeri 9 Bandar Lampung ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar antara siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Mind Mapping dengan siswa yang diajarkan

dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada

mata pelajaran Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran yang lebih efektifitas

(24)

16

Problem Based Learning pada mata pelajaran Ekonomi siswa kelas VII

SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Memberikan informasi dan sumbangsih pengetahuan kepada guru mata

pelajaran ekonomi tentang alternatif penggunaan model pembelajaran

yang dapat meningkatkan hasil belajar Ekonomi siswa, khususnya Mind

Mapping dan Problem Based Learning yang digunakan sebagai acuan bagi

penelitian.

2. Secara praktis

1. Bagi siswa

a. Terjadi perubahan perilaku baru pada siswa untuk lebih aktif dan

kreatif.

b Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari Ekonomi

c. Meningkatkan pemahaman dan penguasaan tentang materi Ekonomi

2. Bagi guru

a. Dapat memberikan masukan dalam menerapkan model Mind

Mapping dan Problem Based Learning yang sesuai dengan kondisi

peserta didik.

b. Memberikan kontribusi pada guru untuk memilih strategi

pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik

c. Meningkatkan propesionalisme guru

(25)

17 3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran dan prakteknya di

sekolah serta sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pendidik.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran Mind Mapping dan

Problem Based Learning

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B sebagai kelas kontrol dan

kelas VII E sebagai kelas eksperimen.

3. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 9 Bandar Lampung tahun

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

Bagian kedua akan membahas mengenai tinjuan pustaka, hasil penelitian yang

relevan, kerangka pikir, anggapan dasar hipotesis, dan hipotesis. Sebelum

melakukan analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian

yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, penelitian dapat melakukan

kesimpulan sementara. Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel

yang lain akan menghasilkan kerangka pikir yang selanjutnya dapat digunakan

untuk merumuskan hipotesis.

A. Tinjauan Pustaka

1. Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah

hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan.

Hasil Belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan

yang telah diajarkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), ”Hasil

belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

(27)

19 evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak

proses belajar.

Kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang

telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh

guru. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil

belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses

belajar adalah hasil belajar yang diukur melalui tes. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Ahmadi (1984: 35) bahwa “Hasil belajar adalah

hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam

perwujudan prestasi belajar siswa yang dilihat pada setiap mengikuti tes”.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Hasil belajar menunjukan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pengajaran

yang dicerminkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes.

Sedangkan menurut Slameto (2003: 16), “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.” Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat

perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui

tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.

1. Ranah Kognitif

(28)

20 2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,

organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru

untuk dijadikan ukuran keberhasilan belajar atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah

memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih

baik lagi. Keberhasilan setiap proses belajar mengajar diukur dari seberapa

jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Sehubungan dengan hal inilah

keberhasilan proses belajar mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan

atau taraf.

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 17) Tingkatan keberhasilan tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal : apabila seluruh bahan pengajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali/optimal : apabila sebagai besar (70%-99%) bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa.

c. Baik/minimal : apabila bahan pengajaran yang diajarkan hanya

60% sd 75% saja dikuasai oleh siswa.

d. Kurang : aApabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang

dari 60% dikuasai oleh siswa.

Sagala (2003: 38) mengatakan bahwa agar peserta didik dapat berhasil

diperlukan persyaratan tertentu seperti dikemukakan berikut ini.

(29)

21 2. Menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interest

Inventory),

3. Bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya (Differential Aptitude Test)

4. Menguasai bahan – bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran disekolah yang menjadi lanjutannya (Achievement Test), dan sebagainya.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam

kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran

yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Menurut Joyce & Weil (1980: 1) “Model Pembelajaran adalah suatu

rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum

(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.”

Model Pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh

memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien bagi para guru untuk

mencapai tujuan pendidikannya (Rusman, 2011: 133).

Pemilihan model pembelajaran untuk diterapkan guru di dalam kelas

mempertimbangkan beberapa hal.

1. Tujuan pembelajaran

2. Sifat materi pelajaran

3. Ketersediaan fasilitas

4. Kondisi peserta didik

(30)

22 Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam

menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan

menyenangkan (PAIKEM). Model pembelajaran yang menarik dan

variatif akan berimplikasi pada minat maupun motivasi peserta didik

dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran

memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;

2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;

3. Dapat dijadikan pedoman untuk kegiatan perbaikan belajar mengajar

dikelas;

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan

langkah-langkah pembelajaran (system); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3)

sistem sosial dan; (4) sistem pendukung

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

6. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman

model pembelajaran yang dipilihnya.

Suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus

dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan, sistem sosial

yang diharapkan, prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa serta sistem

penunjang yang diisyaratkan. Pemilihan model pembelajaran sangat

dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan

dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta

didik. Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan

(31)

23 3. Model Pembelajaran Mind Mapping

Model ini dikembangkan di luar negeri oleh seorang bernama Tony

Buzan. Pembuatan Mind Map didasarkan pada cara kerja alamiah otak dan

mampu menyalakan percikan–percikan kreatifitas dalam otak karena

melibatkan kedua belah otak kita. Berikut ini merupakan beberapa

pengertian Mind Map menurut Tony Buzan, (2008: 3-4).

1. Mind Map adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala

arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut.

2. Mind Map mengembangkan cara pikir divergen, berpikir kreatif,

efektif, dan secara harfiah akan “ memetakan “ pikiran – pikiran kita. 3. Mind adalah alat berpikir organisasional yang sangat hebat.

4. Mind Map adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke

dalam otak dan mengambil informasi itu ketika dibutuhkan.

5. Mind Map adalah hasil dari model Mind Mapping yang berupa hasil

visualisasi yang berupa symbol atau gambar, yang dapat digunakan sebagai ganti catatan tertulis dan hasilnya lebih cepat untuk diingat.

Model pembelajaran Mind Mapping sendiri merupakan sebuah jalan pintas

yang bisa membantu siapa saja untuk mempersingkat waktu sampai

setengahnya untuk menyelesaikan tugas (Olivia, 2008: 7). Bahkan teknik

temuan buzan ini bisa dilakukan dalam aktivitas apapun dan saat belajar

mata pelajaran apapun. Misalnya, menyusun daftar belanja, menginat

resep, menyusun makalah, persentasi, rapat, menyiapkan pesta, dan

sebagainya. Mind Mapping juga bisa digunakan untuk membuat catatan

dengan cara membuat pengkelompokan atau pengkategorian setiap materi

yang dipelajari. Intinya meringkas apa yang tengah dipelajari.

Menurut Toni Buzan (2007: 4), penggunaan Mind Mapping dalam

(32)

24

a. Membebaskan imajinasinya dan menggali ide-ide

b. Lebih mudah mengingat fakta dan angka

c. Membuat catatan yang lebih jelas dan mudah dipahami

d. Berkonsentrasi dan hemat waktu

e. Lebih mahir membuat perencanaan dan meraih nilai bagus dalam

ulangan.

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan

menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan

secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon. Model pembelajaran

Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau

untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja

kelompok secara berpasangan (2 orang).

Langkah-langkah pembelajarannya.

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.

3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan

dua orang.

4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi

yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil

membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga

kelompok lainnya.

5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil

wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa

sudah menyampaikan hasil wawancaranya.

6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum

dipahami siswa.

(33)

25

Semua Mind Map mempunyai kesamaan menggunakan warna. Semuanya

memiliki truktur alami yang memancar dari pusat. Semuanya

menggunakan garis lengkung, symbol, kata, dan gambar yang sesuai

dengan satu rangkaian aturan yang sederhana, mendasar, alami, dan sesuai

dengan cara kerja otak. Karena Mind Map begitu mudah dan alami, maka

bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan Mind Map sangat sedikit

(Tony Buzan, 2008: 14) ,antara lain:

a) Kertas kosong tak bergaris b) Pena dan pensil berwarna c) Otak

d) Imajinasi

Menurut Tony buzan (2007: 10) langkah – langkah dalam pembuatan

Mind Map, antara lain sebagai berikut.

1. Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar,karena mulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar kesegala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami.

2. Gunakan gambar atau simbol untuk ide sentral,karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan

imajinasi.Sebuah gambar sentral akan lebih menarik membuat kita tetap terfokus, membantu kita berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak kita.

3. Gunakan warna, karena bagi otak warna sama menariknya dengan

gambar. Warna membuat Mind Map lebih hidup,menambah energy

kepada pemikiran kreatif, dan menyenangkan.

4. Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat (ide pokok) dan

hubungkan cabang ketingkat dua dan tiga ketingkat satu dan dua, seterusnya.

Karena otak bekerja menurut asosiasi, otak senang mengaitkan dua (atau

tiga, atau empat ) hal sekaligus. Bila kita menghubungkan cabang-cabang

,akan lebih mudah mengerti dan mengingat. Buatlah garis melengkung,

bukan lurus, karena garis lurus akan membosankan otak. Gunakan satu

(34)

26 daya dan fleksibilitas kepada Mind Map. Setiap kata tunggal atau gambar

adalah seperti pengganda, menghasilkan sederet asosiasi , lebih bebas dan

bisa memicu ide dan pikiran baru. Gunakan gambar, karena seperti gambar

sentral setiap gambar bermakna seribu kata.

Menurut Djohan (2008), proses pembuatan sebuah Mind Mapping secara

step by step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan

secara berurutan yaitu.

1. Menentukan Central Topic yang akan dibuatkan Mind Mappingnya, untuk buku pelajaran Central Topik biasanya adalah Judul buku atau Judul bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.

2. Membuat Basic Ordering Ideas– BOIs untuk Central Topik yang telah dipilih, BOIs biasanya adalah judul Bab atau Sub-Bab dari buku yang akan dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where, When, Who dan How).

3. Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri yang paling khas dari suatu Mind Mapping .

4. Melengkapi setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait satu dengan lainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah Mind Mapping menjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan diingat.

Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat.

Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, disengar dan

dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang

tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulang informasi, siswa

hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan. Umumnya

siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang

(35)

27 sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan

menghilangkan topik – topik utama yang penting dari materi.

Mind Map dapat digunakan pada waktu.

1. Ketika ingin menemukan ide yang inovatif dan kreatif.

2. Ketika ingin mengingat informasi secara efektif dan efisien artinya,

seklipun dalam tekanan , tetap saja dapat mengingat informasi itu

dengan baik.

3. Ketika ingin menetapkan sebuah tujuan, dan langkah – langkah untuk

mencapainya.

4. Ketika sedang berpikir untuk mengubah karier atau memulai usaha

baru. Ketika ingin mengadakan rapat yang efisien dan lancar.

Peta pikiran adalah teknik meringkas bahan yang dipelajari dan

memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik

grafik sehingga lebih mudah memahaminya (Sugiarto, 2004: 75).

Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa)

dengan catatan pemetaan pikiran (Mind Mapping).

Tabel 2. Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Mapping.

Catatan Biasa Mind Mapping

Hanya berupa tulisan – tulisan

Hanya dalam satu warna

Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama

Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama

Statis

 Berupa tulisan, symbol, dan gambar

 berwarna-warni

 untuk mereview ulang tidak

memerlukan banyak waktu

 waktu yang diperlukan untuk

belajar lebih cepat dan efektif

 membuat individual lebih kreatif.

(36)

28 Berdasarkan dari uraian tersebut, peta pikiran (Mind Mapping) adalah satu

teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran

memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di

dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak

maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala

bentuk informasi, baik secara tertulis maupun verbal. Adanya kombinasi

warna, symbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap

informasi yang diterima.

Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervasiasi setiap harinya, karena

perbedaan emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa. Suasana

menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada diruang kelas pada saat

proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.

Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat

mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan Mind

Mapping. Berikut adalah kelebihan dan kelemahan Mind Mapping :

a. Kelebihan model pembelajaran Mind Mapping.

1. Dapat mengemukakan pendapat secara bebas

2. Dapat berkerja sama dengan teman lainnya

3. Catatan lebih padat dan jelas

4. Lebih mudah mencari catatan jika diperlukan 5. Catatan lebih terfokus pada inti materi

6. Mudah melihat gambaran keseluruhan

7. Membantu otak untuk : mengatur, mengingat, membandingkan, dan

membuat hubungan.

8. Memudahkan penambahan informasi baru

(37)

29

b. Kelemahan model pembelajaran Mind Mapping.

1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat 2. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

3. Mind Map siswa bevariasi sehingga guru akan kewalahan ketika

memeriksa Mind Map siswa.

Mind Mapping tidak hanya dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan

saja akan tetapi dapat juga digunakan untuk kepentingan bisnis ataupun

berkaitan dengan penggunaan pikiran Mind Mapping dapat digunakan

untuk setiap aspek kehidupan dan dapat meningkatkan kemampuan belajar

dan berpikir sehingga kemampuan manusia dapat lebih tinggi lagi.

4. Model Pembelajaran Problem based Learning (PBL)

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning/PBL)

adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip

menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi

pengetahuan baru. Model pembelajaran ini dikembangkan untuk pertama

kali oleh Howard Barrows pada awal tahun 70-an dalam

pembelajaran Ilmu Pendidikan Medis di Southern Illionis University

School (Barrows, 1980). Model pembelajaran berbasis masalah ini

telah dikenal sejak zaman John Dewey.

(38)

30 Berikut adalah beberapa definisi mengenai Pembelajaran Berbasis

Masalah.

1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world) (Major, Claire.H dan Palmer, Betsy, 2001).

2. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana

belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud (Duch J.B, 1995).

3. Pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang merangsang siswa aktif untuk memecahkan permasalahan dalam situasi nyata (Evan Glazer, 2001).

Berdasarkan beberapa uraian mengenai pengertian pembelajaran

berbasis masalah, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis

masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa

pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran.

Menurut Rusman (2011: 232) PBM mengoptimalkan tujuan, kebutuhan,

motivasi, yang mengarahkan suatu proses belajar yang merancang

berbagai macam kognisi pemecahan masalah.

Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :

a. Permasalahan menjadi strating point dalam belajar

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahn yang ada didunia

nyata yang tidak berstruktur

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple prespective) d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,

(39)

31 e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang bergam, penggunaannya, dan

evaluasi sumber informasi merupakan prose yang esensial dalam PBM g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan,

j. PBM melibatkan evaluasi dan revie pengalaman siswa dan proses

belajar.

PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah

berkaitan dengan penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multi

disipliner, penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik, belajar

keterampilan pemecahan masalah, belajar keterampilan kolaboratif, dan

belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas. Ketika tujuan PBM lebih

luas, maka permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan prose PBM

membutuhkan siklus yang lebih panjang.

PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang

memungkinkan mereka menginterprestasikan dan menjelaskan fenomena

dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena itu.

Terdapat 5 langkah utama pengelolaan PBM. yaitu: (1) mengorientasikan

siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3)

memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4)

mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) menganalisis dan

(40)

32

Ibrahim dan Nur (2003: 13) mengemukakan bahwa langkah – langkah

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Langkah – langkah pembelajaran berbasis masalah

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1.  Orientasi siswa

pada masalah

 Menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistic yang

diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktifitas pemecahan masalah

2.  Mengorganisasi

siswa untuk belajar

 Membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3.  Membimbing

pengalaman individual / kelompok

 Mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4.  Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

 Membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5.  Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

 Membantu siswa untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Menurut Fogarty (1997: 3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak

terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa ,menggunakan

berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan

(41)

33 Langkah – langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses

PBM adalah: (1) menemukan maslah; (2) mendefinisikan masalah; (3)

mengumpulkan fakta; (4) pembuatan hipotesis, (5) penelitian; (6)

rephrasing masalah; (7) menyuguhkan alternating dan (8) mengusulkan

solusi.

Model pembelajaran PBL membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, dan belajar

berbagai peran orang dewasa dengan terlibat dalam pengalaman nyata atau

simulasi. Berikut adalah ciri-ciri model pembelajaran PBL.

1. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

3. Penyelidikan autentik

4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Menurut Akhmad Sudrajat, beberapa karakteristik PBL antara lain sebagai

berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada siswa.

2. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil. 3. Guru berperan sebagai tutor dan pembimbing.

4. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang

pembelajaran

5. Masalah adalah kenderaan untuk pengembangan keterampilan

pemecahan masalah.

6. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.

Langkah-langkah PBL.

1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok

2. Mendiskusikan dan menampilkan masalah nyata

3. Siswa mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, informasi apa yang dibutuhkan, dan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan

(42)

34

4. Setiap individu menyelidiki persoalan yang berbeda, mengumpulkan

informasi yang lalu dievaluasi oleh kelompok

5. Langkah di atas diulangi kembali sampai siswa merasa permasalahan sudah cukup diselidiki dan siap untuk diselesaikan

6. Tindakan, rekomendasi, penyelesaian, atau hipotesis muncul sebagai hasil belajar

7. Fasilitator (guru) membimbing diskusi kelompok

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki

beberapa keunggulan dan kelemahan diantaranya:

a. Keunggulan

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka

sendiri yang menemukan konsep tersebut;

2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut

keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi;

3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna;

4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab

masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari;

5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi

aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa; dan

6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

b. Kelemahan

1. Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah.

2. Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba masalah

memerlukan cukup waktu untuk persiapan.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan

(43)

35 Selain itu, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

diyakini pula dapat menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas

siswa, baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di

setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

Keberhasilan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based

Learning) sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi siswa,

alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan. Menuntut adanya

perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data

harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam mengangkat

dan merumuskan masalah. Dalam model Pembelajaran Berdasarkan

Masalah (Problem Based Learning) ini, guru lebih banyak berperan

sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah

otentik/mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata (real world),

memfasilitasi/membimbing (scaffolding) dalam proses penyelidikan,

memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta

memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan

perkembangan intektual siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan pokok masalah ini dan sudah

pernah dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Meca Fatma dalam penelitiannya yang berjudul „Penerapan Model Mind

(44)

36 Pada Siswa Kelas VII A Smp Walisongo Gempol di Pasuruan”, hasil

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kreativitas siswa membuat mind map yang semula nilai rata-rata pretest

kelas sebesar 26,25 meningkat menjadi 58,12 atau sekitar 121,40%.

Sedangkan pada posttest, meningkat menjadi 78,12 atau sekitar 197,6%.

2. Yuli Susanti Verawati dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas

Penggunaan Peta Konsep terhadap Hasil Kognitif Siswa pada Materi Sel

(Studi Eksperimental pada Siswa Kelas XI SMAN 1 Natar Bandar

Lampung)”, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

penggunaan peta konsep efektif terhadap pencapaian belajar pada aspek

kognitif siswa pada konsep sel. Tingkat efektivitas dilihat berdasarkan

gain score, mencapai 35,42% dan ketuntasan belajar mencapai 87,5 %.

3. Tugiyati dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Mind

Mapping untuk Meningkatkan Penguasaan Materi IPS di SMP

Muhammadiyah 1 Kalibawang Tahun Ajaran 2009/2010”, hasil penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan

materi IPS dapat dilihat dari perolehan nilai siswa sebelum diberikan

tindakan, yakni rata-rata 60, menjadi 65 pada siklus I. Pada siklus II nilai

rata-rata meningkat menjadi 70 dan pada tes akhir siklus rata-rata nilai

siswa menjadi 72,50.

4. Neni Fitriawati dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dalam

(45)

37 Terpadu Kelas VII di MTS Selorejo Blitar”, hasil penelitian yang

dilakukan menunjukkan bahwa secara klasikal terjadi peningkatan sebesar

13% pada siklus I dan 6% pada siklus II. Peningkatan kemampuan berpikir

kritis siswa secara individu sebesar 6% pada siklus 1, 6% pada siklus II

dan sebesar 3% pada siklus III.

5. Tri Sukitman dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi dan

Prestasi Belajar Ekonomi Pada Siswa SMP I Batang Sumenep”, hasil

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran

model PBL (Problem Based Learning) dapat meningkatkan motivasi dan

prestasi belajar ekonomi siswa sebesar 82,56 %.

6. Nur Anisa dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

dan Kreativitas Siswa (Studi Pada Siswa Kelas XI Jurusan APK-2 di SMK

Negeri 1 Turen Pada Mata Diklat Mail Handling)”, hasil penelitian yang

dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan nilai yang didapat oleh siswa

dari dua siklus pelaksanaan model pembelajaran problem based learning

mengalami peningkatan, baik dari aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan

aspek afektif. Namun peningkatan yang paling menentukan keberhasilan

ini adalah dilihat dari penilaian aspek kognitif, yaitu perbandingan antara

nilai pre test dan post test yang di dapat pada siklus pertama dan siklus

(46)

38 C. Kerangka Berfikir

Proses belajar mengajar sebagai peristiwa penting dalam sebuah pendidikan

perlu ditingkatkan terutama dari segi kualitas, karena kualitas proses

pembelajaran akan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Sudah saatnya

pembelajaran diarahkan pada pembentukan mandiri, cerdas, kreatif, dan dapat

menghadapi segala permasalahan hidupnya, baik yang menyangkut dirinya

maupun masyarakat, bangsa dan negaranya. Oleh karena itu, sudah saatnya

pula terjadi perubahan pemikiran dengan menekankan pada aktivitas siswa

untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kecakapan mencari,

menemukan, dan memecahkan masalah sehingga siswa lebih dominan dan

peranan guru bergeser pada merancang atau mendesain suatu pembelajaran.

Mind Map merupakan salah satu model yang sesuai untuk mengembangkan

daya ingat karena Mind Map merupakan alat pikir unik yang akan

memunculkan kejeniusan alami menggapai ke segala arah dan menangkap

berbagai pikiran dari segala sudut untuk membuat peta rute yang hebat bagi

ingatan. Mind Mapping sangat bermanfaat untuk memahami materi, terutama

materi yang diberikan secara verbal. Mind Mapping bertujuan membuat materi

pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu

merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah

dipelajari sehingga hasil belajar siswa pun meningkat.

Sedangkan model pembelajaran Problem Based Learning adalah Problem

lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar.

(47)

39 mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telah

kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan

kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah

tersebut. Penerapan metode PBL ini merupakan suatu bentuk implementasi

team learning dan personal mastery menuju suatu organisasi pembelajar.

Variabel dalam penelitian ini adalah variable bebas dan variable terikat.

Dimana variable bebasnya adalah model pembelajaran Mind Mapping dan

model pembelajaran Problem Based Learning, sedangkan variable terikatnya

adalah hasil belajar Ekonomi siswa. Hubungan antara variable itu

digambarkan dalam diagram dibawah ini.

Gambar 1: Kerangka Pemikiran

D. Anggapan Dasar Hippotesis

Peneliti memiliki anggapan dasar dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu.

1. Seluruh siswa kelas VII semester ganjil tahun 2012/2013 yang menjadi

subjek penelitian mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama

dalam mata pembelajaran Ekonomi. Model Pembelajaran

Mind Maping

(X1)

Model Pembelajaran

Problem Based Learning

(X2)

Hasil Belajar (Y1)

(48)

40

2. Kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran Mind

Mapping dan kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model

pebelajaran Problem Based Learning, diajar oleh guru yang sama.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar Ekonomi

selain model pembelajaran Mind Mapping dan model pembelajaran

Problem Based Learning, diabaikan.

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah.

1. Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa yang diajarkan dengan

model pembelajaran Mind Mapping dengan siswa yang diajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata

pelajaran Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

2. Ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektifitas antara model

pembelajaran Mind Mapping dan model pembelajaran Problem Based

Learning pada mata pelajaran Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9

Bandar Lampung.

Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan statistik.

1. Hipotesis Verbal

a. Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran Mind Mapping dengan

(49)

41 pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran

Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran Mind Mapping dengan

siswa yang diajarkan dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran

Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

b. Ho: Tidak ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektifitas

antara model pembelajaran Mind Mapping dan model

pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran

Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

Ha: Ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektifitas

antara model pembelajaran Mind Mapping dan model

pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran

Ekonomi siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung.

2. Hipotesis Statistik

a. Ho: µ1 = µ2 Ha: µ1 ≠ µ2

(50)

III. METODE PENELITIAN

Bagian ini akan membahas metode penelitian, populasi dan sampel, variabel

penelitian, definisi konseptual dan operasional, jenis dan teknik pengumpulan

data, uji persyaratan instrument, uji persyaratan analisis data, dan pengujian

hipotesis.

A. Metode Penelitian

Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian

komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu

penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji hipotesis komparatif berarti

menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2005:

115). Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan

dicapai yaitu mengetahui perbedaan suatu variabel, yaitu hasil belajar

Ekonomi dengan perlakuan yang berebeda.

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan eksperimen yaitu suatu

penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel

lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiyono, 2005: 7). Metode

eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu (quasi

(51)

43 penelitian yang mendekati eksperimen. Bentuk penelitian ini banyak

digunakan dibidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang

diteliti adalah manusia (Sukardi, 2009: 16).

1. Desain Eksperimen

Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan pola non-equifalent

control group design. Kelompok sampel ditentukan secara random. kelas

VII B melaksanakan model pembelajaran Mind Mapping dan sebagai

kelas kontrol dan kelas VII E melaksanakan model pembelajaran Problem

Based Learning sebagai kelas eksperimen.

Desain penelitian digambarkan sebagai berikut.

R1 : O1 A1 O2

R2 : O3 A2 O4

(Sugiono, 2005: 70)

Keterangan

R1 : Kelas kontrol ditetapkan secara random

R2 : Kelas eksperimen ditetapkan secara random

O1, O3 : Pre test

O2, O4 : Post test

A1 : Pelaksanaan dan model pembelajaran Mind Mapping

A2 : Pelaksanaan model pembelajaran Problem Based

(52)

44 2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian dan pelaksanaan

penelitian. Adapun langkah – langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai

berikut :

a. Pra Penelitian

Kegiatan yang dilakukan pada pra penelitian adalah :

1. Membuat izin penelitian ke sekolah

2. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian,

untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan

diteliti.

3. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol

4. Membuat media pembelajaran mengenai materi yang akan

diajarkan.

5. Membuat perangkat pembelajaran terdiri dari lembar kerja siswa

(LKS) dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

6. Membuat instrument evaluasi yaitu soal pretest dan posttest berupa

soal pilihan ganda.

b. Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran

Mind Mapping untuk kelas kontrol dan model pembelajaran Problem

Based Learning untuk kelas eksperimen.

Penelitian ini direncanakan sebanyak 6 kali pertemuan.

(53)

45 1. Kelas Kontrol

a. Pendahuluan

(1) Guru memberikan test awal (pre-test) sebanyak 50 butir

soal dengan bentuk soal pilihan ganda mengenai materi

yang akan diajarkan.

(2) Guru membacakan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi

Dasar (KD), dan indikator pembelajaran.

(3) Guru memberikan motivasi kepada siswa

(4) Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan

mengajukan pertanyaan.

b. Kegiatan Inti

(1) Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan

(2) Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan

membimbing siswa menyusun Mind Map/Peta Pikiran.

(3) Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang telah

dikerjakan

(4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa maju dan

menyusun Mind Map/Peta Pikiran mengenai materi yang

diberikan

(5) Guru membahas dan memeriksa Mind Map/Peta Pikiran

yang telah disusun oleh siswa dan membimbing siswa

menyimpulkan materi yang telah dibahas.

(6) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

Gambar

Tabel 1.  Hasil Mid Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013
Tabel 3. Langkah – langkah pembelajaran berbasis masalah
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Tabel 5: Definisi Operasional Variabel
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) secara signifikan memiliki peningkatan

dapat disimpulkan bahwa: (1) kemampuan berpikir kreatif siswa yang diberi pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi daripada kemampuan berpikir

Simpulan penelitian ini adalah proses pembelajaran dengan penerapan model Problem Based Learning berbasis scientific approach dengan mind mapping dapat meningkatkan kemampuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : (1) manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model pembelajaran PBL dengan Mind Mapping, model

Terlihat dari analisis data hasil penelitian diperoleh rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diperoleh menggunakan model problem based learning (pbl) pada kelas

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa model Problem-Based Learning (PBL) dengan strategi Metakognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

Journal of Educational Sciences Journal homepage: https://jes.ejournal.unri.ac.id/index.php/JES Improving Students Metacognitive Abilities Through Mind Mapping with Problem based

Dengan memanfaatkan model pembelajaran Problem Based Learning dan media Mind Mapping dapat menaikkan hasil belajar siswa berdasarkan temuan tersebut dengan meningkatkan hasil belajar