• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun Oleh TEUKU FAISHAL FADLI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun Oleh TEUKU FAISHAL FADLI NIM :"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

ISHAQ ABRAR M. TARIGAN, SIP SEBAGAI ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN HASIL

PEMILU LEGISLATIF 2019)

SKRIPSI

Disusun Oleh

TEUKU FAISHAL FADLI NIM : 150901049

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

DAN JARINGAN SOSIAL GENERASI MILLENIAL DALAM PEMILU 2019

(STUDI KASUS TERHADAP STRATEGI KEMENANGAN ISHAQ ABRAR M. TARIGAN, SIP SEBAGAI

ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN HASIL PEMILU LEGISLATIF 2019)

S K R I P S I

Oleh :

TEUKU FAISHAL FADLI 150901049

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)
(4)
(5)
(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuka bagaimana pemasaran politik (political marketing) yang dilakukan Ishaq Abrar Mustafa Tariga lama Pemilu 2019 lalu dan untuk mengetahui bagaimana jaringan sosial yang dibentuk oleh Ishaq AMT di dalam Pemilu 2019. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Pemilihan II DPRD Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Deli Sumatra Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Belawan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemasaran politik (political marketing) yang dilakukan oleh Ishaq AMT melalui berbagai strategi pemetaan karakteristik sosial masyarakat, perilaku pemilih, dan kelompok pemilih di daerah pemilihan, pemetaan media yang sederhana, informasi jaringan tim sukses. Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam hal ini adalah pesan kampanye yang disampaikan melalui baleho, spanduk, yang dilekatkan di tempat- tempat yang strategis juga media sosial. Media penyampaian pesan lainnya adalah stiker, kalender ataupun dikartu nama yang dibagikan pada saat pertemuan dengan konstituen dan masyarakat. Dalam proses menuju pemilu Ishaq AMT mengkoordinir anggota tim pemenangan untuk memonitor tiap TPS di daerah pemilihannya. Kemudian satu orang ditugaskan sebagai saksi untuk tiap TPS.

Dngan cara ini, setidaknya setidaknya ada peluang satu suara yang memilih setiap TPS satu suara di tiap TPS dan orang tersebut bertugas pula menjaga agar suara untuknya di TPS tersebut sah dan tercatat. Evaluasi kegiatan, dilakukan dengan rapat koordinasi dilakukan secara rutin setiap anggota tim pemenangan melakukan kegiatan rutin berkumpul. Segala kekurangan baik dalam program ataupun pelaksanaan kegiatan kampanye selalu dibicarakan dengan tim sukses untuk mendapatkan solusi terbaik.

Kata Kunci: Pemasaran Politik, Jaringan Sosial

(7)

This study aims to find out and open up how political marketing was carried out by Ishaq AMT during the 2019 General Election and to find out how the social network formed by Ishaq AMT in the 2019 Election. The type of research conducted was descriptive research method. with a qualitative approach.

The location of the study was conducted in the North Sumatra electoral area II (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Belawan). The results of this study indicate that political marketing carried out by Ishaq AMT through a variety of good mappings involving social characteristics of the community, voter behavior, voter groups, social in the electoral area, media mapping even at a modest level is only based on intuition as a local, or successful network information team. One thing that is not less important in this regard is the campaign message. These messages are conveyed through baleho, banners, which are posted in strategic places as well as social media. Other media for delivering messages are stickers, calendars or name cards that are distributed during community meetings. In the process leading to the election, Ishaq AMT spread several people to monitor each polling station in his constituency. Then one person was assigned as a witness for each polling station. According to him, in this way, he would at least get one vote at each polling station and that person would also keep the vote safe for him at the polling station. In terms of evaluating Ishaq AMT said that for the evaluation of activities, they routinely gather. All deficiencies both in the program or the implementation of campaign activities are always discussed with the successful team to get the best solution.

Keywords: Political Marketing, Social Networking

(8)

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis ucapkan atas nikat dan berkah yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemasaran Politik (Political Marketing) dan Jaringan Sosial Generasi Milenial Dalam Pemilu 2019 (Studi Kasus Terhadap Strategi Kemenangan Ishaq Abrar M. Tarigan, SIP Sebagai Anggota DPRD Kota Medan Hasil Pemilu Legislatif 2019), ini dapat diselesaikan dengan lancar, baik dan memenuhi syarat penulis agar mendapatkan gelar gelar Sarjana Sosiologi.

Shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada Nabi Besar Nabi Muhammad SAW, karena telah memberikan ilmu-ilmunya yang turun-temurun sehingga dapat menuju zaman yang penuh dan kaya dengan ilmu pengetahuan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah memberikan semangat dalam membantu penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Dr. Muriyanto Aman, S.Sos., M.Si. selaku Dekan FISIP USU di Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Departemen Sosiologi.

2. Ketua Departemen Sosiologi Ibu Dr. Harmona Daulay, S.Sos., M.Si. yang telah menjadi panutan dan menjadi orang yang banyak memotivasi penulis agar cepat menyelesaikan pendidikan S1 Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara

3. Terimakasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua tersayang yaitu Bapak Teuku Syahrian, S.E., dan Bos Mar yaitu ibu saya Ibu Mariama, S.H. yang selalu senantiasa mendoakan saya tiada henti dan melakukan support yang

(9)

menyemangati selama proses penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan program sarjana S1 program studi sosiologi di Universitas Sumatera Utara.

4. Terimakasih kepada bapak Dr. Henry Sitorus, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dengan memberikan masukan dan mengoreksi tulisan penulis dari awal hingga akhir, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan skripsinya dengan baik dan benar.

5. Terimakasih kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik (PA) yang sudah memberikan banyak masukan terutama memotivasi penulis untuk mendapatkan IP yang bagus tiap semesternya.

6. Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen-dosen Sosiologi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis yang sangat berguna dalam menyelesaikan tugas skripsi.

7. Terimakasih penulis ucapkan kepada staf Program Studi Sosiologi Kak Ernita dan Bang Abel yang telah membantu penulis dalam pengurusan semua berkas-berkas dari awal hingga akhir, sehingga penulis dapat menyelesaikan proses skripsi dengan baik.

8. Terimakasih kepada sahabat terbaik penulis yaitu Raka Gunaika yang sekarang sudah menjadi warga negara Upin Ipin, M. Zaki Abdullah selaku pemilik toko roti terbesar di Marelan, Amri Hasibuan yang menjadi toke hutang teranyar tahun ini, Kahfi Wiratama sebagai best abang tampan yang

(10)

menjenuhkan ini.

9. Terimakasih kepada teman seperjuangan skripsi penulis M. Fauzand Aldy yang telah sama-sama berjuang mulai proses awal berjuang hingga akhir perjuangan dan senantiasa membantu dalam pengumpulan data sewaktu proses bimbingan.

10. Terimakasih kepada Bang Ishaq AMT, S.I.P. dan Bapak Agus yang telah menjadi teman diskusi serta menjadi tokoh utama dalam skripsi penulis dan sudah mau menerima kedatangan penulis dengan baik selama proses penulisan skripsi ini.

11. Terimakasih kepada Sahabat ILIOS yang dari awal sudah mengajari apa makna menjadi seorang mahasiswa walaupun penulis masih belum sempurna di AMTa kalian, dan yang menjadi teman debat yang membuat penulis bisa menyelesaikan masalah dengan masalah.

12. Terimakasih kepada adik-adik SEMESTA yang menjadikan penulis merasakan mempunyai adik sehingga semangat yang sudah penulis kumpulkan tetap terjaga sampai akhir skripsi ini.

13. Terimakasih kepada Putri Brahmana yang menjadi teman penulis berjuang dalam urusan skripsi penulis ini menjadi skripsi yang utuh dan bisa menemani penulis jika adanya hal yang perlu diperbaiki dalam skripsi ini.

14. Terimakasih kepada rekan-rekan seluruh mahasiswa Sosiologi stambuk 2015 yang sudah menjadi saudara dan saudari penulis di kampus dan menyemangati penulis selalu jika penulis meminta semangat.

(11)

yang menjadi motivasi penulis agar tidak terlalu ketinggalan dari mereka.

16. Terima kasih teruntuk teman SMA penulis yaitu saudara Himawan Ario, Fivanny Mutiara, Filzah Amnah, dan Putri Sihotang yang sudah menjadi teman menghibur kekosongan hari-hari penulis.

17. Terimakasih kepada SEGI KOPI dan teman-teman SEGI FM yang menjadi tempat penulis menghilangkan penat yang penulis dapatkan dari permasalahan dunia ini, dan menjadi tempat singgahan penulis selama mengerjakan skripsi ini.

18. Terimakasih kepada Widya Handari yang menjadi teman yang mengilangkan beberapa menit penulis untuk mendengarkan keluh-kesahnya terhadap percintaannya.

19. Terimakasih kepada Dina Sakinah dan Songsang Bima yang masih menjadi teman penulis sembari tetap menyemangati penulis walaupun penulis kecewakan beberapa kali dalam hal apapun itu.

20. Terimakasih kepada tambatan hati penulis yang memotivasi penulis agar dapat menyelesaikan kewajiban ini dan tidak lupa untuk mengawali rumah tangga penulis nanti dengannya

21. Terimakasih untuk diri penulis sendiri dan hati penulis yang sudah mau bersusah payah mencari teman, keluarga yang sangat luar biasa bermakna di hidup penuh penyesalan ini. Jangan lupa untuk tersenyum

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu untuk telah memberikan kontribusinya secara langsung dan tidak langsung.

(12)

itu sangat penulis harapkan seluruh pihak dapat memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya penulis. Terima Kasih.

Medan, 23 Mret 2020

Teuku Faishal Fadli Nim: 150901049

(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABLE ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Definisi Konsep... 10

1.5.1 Marketing Politik ... 10

1.5.2 Jaringan Sosial ... 11

1.5.3 Generasi Milenial ... 12

1.5.4 Pemilihan Umum (Pemilu) ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 14

2.1 Teori Political Marketing (Marketing Politik) ... 14

2.2 Teori Jaringan Sosial ... 20

2.3 Teori Kecerdasan Sosial (Social Inteligence) ... 22

2.4 Generasi Milenial ... 24

2.5 Pemilihan Umum ... 26

2.5.1 Tahapan Yang Diterapkan Pada Pemilihan Umum Tahun 2019 ... 27

2.5.2 Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih Anggota DPR,DPD dan DPRD Tahun 2019 ... 29

2.6 Penelitian Terdahulu ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dam Waktu Penelitian ... 35

3.3 Keterbatasan Penelitian ... 35

3.4 Unit Analisis dan Informan ... 36

3.4.1 Unit Analisis ... 36

3.4.2 Informan ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5.1 Data Primer ... 36

3.5.2 Data Sekunder ... 38

3.6 Interpretasi Data ... 38

(14)

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ... 39

4.1.2 Letak Geografis Kota Medan ... 39

4.1.3 Deskripsi Dapil II Kota Medan (Medan Deli, Medan Belawan, Medan Labuhan, Medan Marelan ... 41

4.1.3.1 Kecamatan Medan Deli ... 41

4.1.3.2 Kecamatan Medan Belawan ... 42

4.1.3.3 Kecamatan Medan Labuhan ... 43

4.1.3.4 Kecamatan Medan Marelan ... 44

4.2 Deskripsi Informan Penelitian ... 45

4.3 Interpretasi Data Penelitian ... 49

4.3.1 Marketing Political yang Dilakukan Ishaq Abrar Mustafa Tarigan dalam Memenangkan Pemilu 2019 ... 52

4.3.2 Jaringan Sosial yang Dibentuk oleh Ishaq AMT Dalam Memenangkan Pemilu 2019... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA ... 103

LAMPIRAN HASIL DOKUMENTASI ... 112

PANDUAN WAWANCARA INTERVIEW GUIDE ... 115

(15)

Gambar 4.1 Struktur Strategi Pemenangan Ishaq AMT ... 50

(16)

DAFTAR TABLE

Table 4.1 Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per Km2 Kota Medan ... 40 Table 4.2 Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per

Km2 Menurut Kecamatan Medan Deli Tahun 2018 ... 42 Table 4.3 Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per

Km2 Menurut Kecamatan Medan Belawan Tahun 2016 ... 43 Table 4.4 Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per

Km2 Menurut Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2017 ... 44 Table 4.5 Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per

Km2 Menurut Kecamatan Medan Marelan Tahun 2018 ... 45 Table 4.6 Political Marketing Ishaq AMT ... 54

(17)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemilu merupakan proses politik yang secara konstitusional bersifat niscaya bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyata telah teruji dan diakui paling realistik dan rasional untuk mewujudkan tatanan sosial, politik, ekonomi yang populis, adil dan beradab, kendati bukan tanpa kelemahan.

Disamping merupakan prasyarat demokrasi, Pemilu juga menjadi pintu masuk atau tahap awal dari proses pelembagaan demokrasi. Perjalanan panjang Indonesia dalam menyelenggarakan Pemilu sejak 1995 (seribu sembilan ratus sembilan puluh lima) memberi banyak pelajaran berharga untuk menata kehidupan bangsa kedepan menuju yang lebih baik. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan format yang berbeda dari sebelumnya, sehingga azas langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat dilaksanakan dengan benar, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum, moral maupun politis (Joko J. Prihatmoko, 2008:43-44).

Dalam pandangan (Axel Hadenius, (1992:57), suatu Pemilu dapat dikatakan demokratis apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu (1) keterbukaan; (2) ketepatan; (3) efektivitas. Terbuka berarti Pemilu harus bersifat terbuka bagi setiap warga negara yang ada tanpa terkecuali. Prinsip itu dikenal dengan hak memilih universal (universal suffarage). Ketepatan mengandung arti bahwasanya segala proses yang berkaitan dengan Pemilu, mulai dari pendaftaran partai dan juga peserta Pemilu, verifikasi partai politik, kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, sampai perhitungan suara, harus dilakukan secara tepat dan proposional.

(18)

Semua yang terlibat dalam pemilu harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama. Efektivitas berarti jabatan politik harus diisi semata-mata melalui Pemilu, tidak dengan cara lain, seperti pengangkatan dan penunjukan.

Pemilihan umum pertama di Indonesia diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan pemilu Indonesia paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif, beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosoewirjo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung dengan aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante (Joko J. Prihatmoko, 2008:45).

Pemilu kedua dalam sejarah Indonesia dilaksanakan pada masa orde baru dengan dasar Undang-Undang Nomor 15 tahun 1969. Pemilu ini dilakukan pada tanggal 5 Juli 1971 dengan tujuan untuk memilih anggota DPR dengan sistem perwakilan proporsional atau berimbang. Sebanyak 10 Partai Politik ikut meramaikan Pemilu pada kali kedua ini (Joko J. Prihatmoko, 2008:45). Dalam ketetapan MPRS XI tahun 1966 mengamanatkan agar Pemilu diselenggarakan dalam tahun 1968, dan kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967 oleh jendral Soeharto bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Sebagai pejabat Presiden, Soeharto tetap menggunakan MPRS dan DPR gotong-royong (DPR- GR) bentukan Soekarno, hanya saja dia melakukan “pembersihan” lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde lama. Pada praktisnya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971,

(19)

yang berarti setelah empat tahun Soeharto berada di kursi kepresidenan. Pada masa tersebut ketentuan tentang kepartaian (tanpa Undang-Undang) kurang lebih sama dengan yang diterapkan era Soekarno, di mana Undang-Undang (UU) yang diadakan adalah UU tentang Pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (Joko J. Prihatmoko, 2008:46).

Setelah Presiden Soeharto dijatuhkan dalam kekuasaannya pada tanggal 21Mei 1998, terdapat 3 perubahan mendasar dalam mekanisme Pemilu. Pertama, kembalinya sistem ‘multipartai’ dari sistem ‘tri-partai’ dalam pemilu yang direalisasikan pada 7 juni 1999 dengan diikuti oleh 48 partai. Kedua, pada Pemilu tahun 2004, Pemilu diadakan dua kali; pertama untuk memilih wakil-wakil rakyat dan kedua untuk memilih presiden secara langsung. Ketiga, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 (tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) sebagai landasan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara langsung seperti yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 (Firmanzah, 2012:32).

Partai politik dan elite politik merupakan dua instrumen utama demokrasi, tetapi partai politik tidak bisa menghindar dari apa yang disebut Robert Michel sebagai hukum besi oligarki, yakni kecendrungan dominasi (penguasaan) yang tidak mewakili kepentingan mayoritas rakyat. Suroto Eko mensinyalir ada empat kecenderungan oligarki yang tampak dalam konteks hubungan antara pemerintah, partai dan rakyat (1) oligarki dari segi organisasi partai; (2) oligarki dalam kepemimpinan partai; (3) oligarki dalam konteks hubungan partai dengan rakyat;

dan (4) oligarki dalam kekuasaan pemerintah. Sedangkan oligarki adalah bentuk

(20)

pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata Bahasa Yunani untuk “sedikit memerintah”

(Joko J. Prihatmoko, 2008:8).

Penggunaan metode marketing dalam bahasan politik lebih dikenal sebagai marketing politik (political marketing). Dalam marketing politik, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Hubungan ini diartikan secara luas, dari kontak fisik selama periode kampanye sampai dengan komunikasi tidak langsung melalui pemberitaan di media massa.

Tentunya terdapat banyak asumsi yang mesti dilihat untuk dapat memahami marketing politik, karena konteks dunia politik memang mengandung banyak perbedaan dengan dunia usaha. Politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan yang ada di antara keduanya (O’Shaughnessy:

2001). Dalam hal ini politik lebih dilihat sebagai aktivitas sosial untuk menegaskan identitas masyarakat.

Pendekatan dan komunikasi politik perlu dilakukan oleh para kontestan untuk dapat memenangkan Pemilu. Para kontestan perlu melakukan kajian untuk mengidentifikasikan besaran pendukungnya, massa mengambang dan pendukung jenis lainnya. Strategi politik seperti ini diperlukan terhadap masing-masing kelompok pemilih. Strategi ini perlu dipikirkan oleh setiap kontestan dikarenakan setiap pesaingnya dalam kontes Pemilu nanti akan melakukan strategi-strategi yang bervariasi juga agar dapat mengambil hati masyarakat. Banyaknya informasi

(21)

yang masuk di kalangan masyarakat milenial sekarang membuat masing-masing partai politik perlu memikirkan strategi yang dapat menentukan kemenangan.

Kata ‘image’ dapat dikategorikan sebagai strategi ‘positioning’ suatu partai politik di antara partai-partai lainnya karena image juga terikat erat dengan identitas suatu individu tersebut (Gioia & Thomas: 1996). Sementara image bukan sekedar masalah persepsi atau identifikasi saja, tetapi juga memerlukan pelekatan (attachment) suatu individu secara rasional dan emosional (Peteraf & Shanley:

1997).

Sekarang ini, banyak anak muda (kaum milenial) mengekspresikan gaya partisipasi politik dengan cara yang berbeda. Melalui media sosial, kritik tulisan, aksi di jalanan ataupun terjun langsung di dunia perpolitikan. Namun tidak bisa juga dipungkiri masih banyak saja kaum milenial yang apatis karena trauma dan diskusi kritik terhadap pemerintahan. Kaum milenial sangat diperhitungkan dalam kampanye politik, menurut Voxpop Centre S. Chaniago (dalam Sukmasih, 2019) jumlah pemilih Pemilu 2019 dari kalangan milenial sampai 40%.

Hasil dari penelitian ini bisa dilihat bahwasanya strategi dan juga marketing politik yang dilakukan kandidat ini mempunyai aspek citra diri dan juga dramaturgi di dalamnya yaitu dengan citra diri seorang Wahidin Halim yang bersih, rapi dan juga berpengalaman sedangkan sosok seorang Andika Hazrumy yang muda dan energik. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kandidat sudah melakukan riset yang panjang sebelum mencalonkan agar kemenangan tetap dalam genggaman.

Berdasarkan UU Kepemudaan No. 40 Tahun 2009 Pasal 1 menyebutkan

“Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting dalam

(22)

pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun”. Pemilih muda ini dapat menjadi kekuatan tersendiri dalam sebuah Pemilu. Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan nasional dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).

Dalam penelitian ini penulis mengambil studi tentang marketing politik dalam Pemilu tahun 2019 dan secara khusus meneliti tentang marketing politik yang dilakukan oleh partai politik yang berperan aktif sebagai tim sukses yang mangusung calon legislatif Ishaq Abrar Mustafa Tarigan (Ishaq AMT) Caleg Partai Demokrat di Daerah Pemilihan (Dapil) II. Berdasarkan data tersebut, Ishaq begitu sapaan akrabnya dari 4 Kecamatan yang ada di Dapil II yakni Medan Deli (2.533 suara), Medan Belawan (166 suara), Medan Marelan (403 suara) serta Medan Labuhan (482 suara) dengan total suara terbesar 3.584 suara. Sedangkan untuk total suara Partai Demokrat di Dapil II sebesar 12.626 suara.

Ishaq AMT sendiri adalah putra daerah Medan Deli yang sejak lahir sampai sekarang sudah bertempat tinggal di Medan Deli. Beliau memulai sekolah di SD PAB (Persatuan Amal Bakti) 25, SMP Negri 24 Medan dan SMA Negri 3 Medan. Ishaq AMT juga merupakan tamatan dari program studi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatra Utara. Ishaq AMT adalah mahasiswa yang cukup berprestasi dan tergolong sebagai mahasiswa yang paling

(23)

cepat menamatkan studinya dari teman-teman stambuknya yang lain. Ishaq AMT juga sedang melanjutkan S2 nya di Magister Ilmu Politik FISIP USU.

Ishaq AMT merupakan mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi internal maupun eksternal. Terbukti dari pengalaman organisasinya yang luas dan organisasi yang diikutinya tergolong banyak, yaitu; (1) Sebagai Wakil Bendahara Gerakan Pemuda Al-Washliyah (GPA) Sumut, (2) Wakil Ketua Keluarga Besar Muslim Karo (KAMKA) Kota Medan, (3) Ketua Harian Generasi Muda Islam Karo (GMIK) Kota Medan, (4) Ketua Umum Ikatan Remaja Mesjid Bersatu (IRMB) Kec. Medan Deli, (5) Kepala Biro Advokasi & Kajian Korwil II Himpunan Mahasiswa Politik (HIMAPOL) Indonesia, (6) Kepala Bidang P2KP Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik (IMADIP) FISIP USU (7) Ketua Dojo Pendopo Bambu Kuning.

Sebagai generasi millennial yang tergolong cukup muda, Ishaq AMT memulai atau memantapkan dirinya terjun ke dalam politik setelah mendapatkan bekal dasar ilmu pengetahuan politik saat berkuliah di USU dan juga dengan dorongan, motivasi, dan kerinduan dari orang tua (ibunda) yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Medan Tahun 2009-2014. Ishaq AMT mencalonkan diri yang sama dengan ibundanya dulu, yaitu Dapil V dan suara yang mendominasi yaitu dari Kec. Medan Deli itu sendiri. Menurut pandangan Ishaq AMT tentang generasi Millenial yaitu menurut Ishaq AMT, generasi Millenial ini adalah orang- orang yang mempunyai dasar teori, semangat berjuang, visi dan misi yang visioner dan juga masih belum punya banyak tanggungan.

Ishaq AMT sering berkampanye keliling dan berdiskusi kepada masyarakat sekitar dan juga membantu pembangunan infrastruktur desa atau

(24)

perumahan kecil di Dapilnya dengan harapan bisa membantu sekaligus mendapatkan simpatisan dari masyarakat disana. Basis suara yang dicari Ishaq AMT adalah kaum milenial dari remaja masjid dan emak-emak di perkampungan.

Inilah yang menjadi dasar bagi peneliti tertarik memilih judul marketing politik yang digunakan oleh generasi muda dalam mencapai kemenangan dalam proses pemilu tahun 2019 lalu, karena pada dasarnya marketing politik adalah strategi atau cara yang digunakan untuk mendapatkan suara para masyarakat.

Dimana strategi atau cara yang digunakan tersebut akan membentuk sebuah makna politik dipikiran para masyrakat yang memilih. Penelitian ini memfokuskan kepada generasi milenial yang berani berjuang untuk mencalonkan diri di ajang demokrasi (Pemilu Legislatif) pada tanggal 17 April 2019 lalu.

Bantahan secara tidak langsung kepada pernyataan bahwasanya generasi milenial tidak bersemangat ataupun tidak bergairah dengan permasalahan politik di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana marketing politik seorang Ishaq Abrar Mustafa Tarigan dalam memenangkan Pemilu 2019?

2. Bagaimana jaringan sosial yang dibentuk oleh Ishaq Abrar Mustafa Tarigan dalam memenangkan Pemilu 2019?

(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab hal-hal yang selama ini belum dipahami oleh peneliti dan menambah wawasan pihak lain terutama akademisi yang melakukan kajian ilmiah terkait teori dramaturgi. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui marketing politik yang dilakukan Ishaq Abrar Mustafa Tarigan dalam memenangkan Pemilu 2019.

2. Untuk mengetahui jaringan sosial yang dibentuk oleh Ishaq Abrar Mustafa Tarigan dalam memenangkan Pemilu 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat kepada peneliti sendiri dan kepada pihak lain terutama akademisi begitupun secara tidak langsung terhadap individu dan masyarakat yang diteliti.

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan juga ilmu pengetahuan, dan kajian ilmiah bagi mahasiswa sosiologi yang melakukan penelitian atau kajian ilmiah tentang ilmu pemasaran politik, sehingga menjadikan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya khususnya bagi pengembangan penelitian ilmu sosiologi politik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk menambah, memperdalam, mengasah dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam mendeskripsikan peran teori marketing politik dan juga jejaring sosial dalam

(26)

pelaksanaan Pemilu. Manfaat praktis penelitian ini yaitu peneliti mampu memberikan masukan kepada masyarakat yang diteliti guna membuat masyarakat peka terhadap strategi-strategi pemasaran politik para elite politik.

1.5 Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan dalam mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Bagong & Sutinah, 2005:49). Defenisi konsep ini juga bermanfaat untuk panduan bagi sang peneliti untuk menindaklanjuti penelitian tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan tafsir dalam penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai judul penelitian adalah sebagai berikut:

1.5.1 Marketing Politik

Kotler dan Levy (1969) mengutarakan bahwasanya penggunaan konsep marketing tidak hanya dalam institusi bisnis saja. Kenyataan ini telah menarik perhatian banyak orang/pihak untuk menerapkan ilmu marketing di luar konteks organisasi bisnis. Ilmu marketing tidak hanya sebatas pada cara menjual produk.

Lebih dari itu, marketing seharusnya dipahami juga sebagai cara organisasi dalam memuaskan stakeholder. Suatu penggiatan pemasaran untuk menyukseskan kandidat atau partai politik dengan segala aktivitas politiknya melalui kampanye program pembangunan perekonomian atau kepedulian sosial dengan tema isu-isu yang berkembang, gagasan, ideologi, dan pesan-pesan bertujuan. Program politik yang ditawarkan memiliki daya tarik tinggi dan sekaligus mampu mempengaruhi

(27)

bagi setiap warga negara dan Lembaga/organisasi secara efektif (Kotler & Levy:

1969).

Persaingan yang sehat merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam iklim demokrasi. Untuk dapat memegang kekuasaan, partai politik atau calon kandidat harus memenangkan pemilihan umum dengan perolehan suara terbanyak di antara kontestan-kontestan lainnya. Semakin bertambahnya partai politik menjadikan semakin ketatnya persaingan di dunia politik saat ini.

Masyarakat juga dihadapkan dengan lebih banyak alternatif pilihan selama periode pemilihan umum. Dengan ketatnya persaingan ini, masing-masing kontestan membutuhkan cara dan metode yang tepat untuk bisa memangkan persaingan ini. Partai politik dan kontestan sangat membutuhkan metode efektif untuk bisa membangun hubungan jangka panjang dengan kontituen dan masyarakat luas. Marketing yang diadaptasi dalam dunia politik, dapat digunakan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas transfer ideologi dan program kerja, dan kontestan di dalam kalangan masyarakat (Firmanzah, 2012:147).

1.5.2 Jaringan Sosial

Jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul- simpul (yang umumnya adalah individu dan organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dan lainnya.

Analisis jaringan jejaring sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan. Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar aktor tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul.

Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan

(28)

jejaring sosial beroperasi pada banyak tingkatan, mulai dari keluarga hingga Negara (Firmanzah, 2012:161).

Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan jejaring sosial adalah peta semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji, jaringan tersebut dapat pula digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya. Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik yang lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Jaringan sosial menawarkan suatu pendekatan baru untuk mengatasi atau memahami masalah-masalah kompleksitas perilaku dan struktur dengan level-level abstraksi analisis yang berbeda-beda, tetapi terintegrasi satu sama lain (Firmanzah, 2012:161).

1.5.3 Generasi Milenial

Karakteristik milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberasi politik dan ekonomi. Sebuah studi yang menunjukkan bahwa generasi milenial lebih terkesan individual, cukup mengabaikan masalah politik, fokus pada nilai-nilai AMTerialistis, dan kurang peduli untuk membantu sesama (Firmanzah, 2012:185).

Generasi ini jika dilihat dari sisi negatifnya, merupakan generasi yang didominasi oleh individu yang pemalas, narsis, dan suka sekali melompat dari satu masalah ke masalah yang lain. Tetapi jika dilihat dari sisi positifnya, mereka

(29)

merupakan generasi dengan pribadi yang berpikiran terbuka, mendukung dengan kesetaraan seperti contohnya mendukung kaum-kaum minoritas, mempunyai rasa percaya diri yang bagus, optimis dan menerima ide-ide dengan cara yang bervariasi dengan hal-hal baru (Firmanzah, 2012:186).

1.5.4 Pemilihan Umum (Pemilu)

Pemilu merupakan sebuah proses politik yang menjadi salah satu faktor disebutnya demokrasi di Indonesia. Dikarenakan Demokrasi adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang dipercaya dari awal oleh Bapak Pendiri Bangsa NKRI. Walaupun Pemilu di Indonesia masih banyak hiruk-pikuknya mulai dari kecurangan dan berbagai masalah lainnya yang ditimbulkan, Pemilu masih dipercaya menjadi prasyarat demokrasi. Pemilu juga masih menjadi pintu masuk dan jadi tahap awal dari proses pelembagaan demokrasi (Joko J. Prihatmoko, 2008:2).

Pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu cara dalam satu sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga dalam suatu negara di dalam bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang adil dan Makmur. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung walaupun memang benar kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat itu sendiri. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Joko J. Prihatmoko, 2008:2-3).

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Political Marketing (Marketing Politik)

Konsep marketing politik ini pertama menjelaskan tentang bagaimana kondisi kehidupan masyarakat itu dinamis. Yang dimaksud dengan dinamis adalah bagaimana keadaan kehidupan, aspek kebiasaan, dan lain-lain dari masyarakat itu berubah-ubah setiap tempat dan waktunya. Dalam konteks marketing, biasanya kata ini digunakan untuk masalah perkonomian atau dunia bisnis tapi terkadang diasumsikan dalam dunia politik. Institusi politik dapat menggunakan metode marketing dalam penyusunan produk politik, distribusi produk politik kepada publik dan meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dari produk politik lainnya (Firmanzah, 2012:126).

Marketing politik sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk beberapa negara lain di belahan dunia, pada abad 20, marketing politik sudah berkembang di Amerika. Pro dan kontra kemudian bermunculan ketika marketing politik mulai diterapkan di negara-negara di dunia, khususnya negara-negara yang baru memulai proses demokrasi dalam negaranya. Istilah marketing dianggap membuat politik seolah menjadi tempat berbelanja dan hal tersebut tentu bisa saja mengurangi kekuatan ideologi di bidang politik. Di tengah pro kontra yang terus mengikutinya, penerapan marketing politik dianggap sebagai sebuah bentuk yang sangat ideal dalam sebuah kehidupan demokrasi, baik dalam negara berkembang hingga kepada negara maju, tentu saja dengan tidak menerapkannya secara keseluruhan dan langsung tapi dengan melihat bagaimana kondisi dan kebutuhan

(31)

negara-negara tersebut lalu kemudian dapat disesuaikan (Firmanzah, 2012:126- 127).

Masyarakat luas dalam proses demokrasi adalah sebuah komponen yang sangat menentukan terhadap para kandidat. Dalam hal inilah marketing politik sangat diperlukan sebagai sebuah alternatif yang digunakan para kandidat agar mereka dapat dekat dengan masyarakat dalam menyalurkan ide, gagasan, nilai, visi, dan lain sebagainya, kemudian sebagai gantinya masyarakat diharapkan dapat memberikan hak pilih mereka terhadap kandidat yang melakukan marketing politik tersebut sehingga dapat terpilih dan menang. Namun yang menjadi pertanyaan ialah adakah marketing politik menjadi jaminan kemenangan bagi seorang kandidat, jawabannya jelas tidak, sebab marketing politik hanya sebuah alat yang menjembatani kandidat dengan masyarakat, dan perlu digarisbawahi bahwa setiap kandidat juga memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukannya, dan juga perlu dipikirkan bahwa setiap kandidat juga pasti tidak hanya diam dan menunggu namun juga melakukan berbagai usaha marketing politik yang mereka anggap maksimal dalam rangka pemenangan mereka. Namun ada satu hal yang dapat menjadi perhatian adalah, menang kalahnya seorang kandidat adalah ditentukan oleh kualitas marketing politik yang dia terapkan (Firmanzah, 2012:127).

Marketing politik yang dari istilahnya sendiri terasa sebagai contradiction in terminis (dalam istilahnya ada yang kontradiktif). Tapi sesungguhnya tidak demikianlah adanya. Strategi-strategi marketing memang sudah saatnya diterapkan dalam politik, mengingat banyaknya hal yang diuraikan dalam perpolitikan modern sekarang ini (Firmanzah, 2012:127).

(32)

Ilmu marketing biasanya dikenal sebagai sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Hubungan dalam marketing tidak hanya menjadi satu arah, melainkan dua arah sekaligus dan simultan. Produsen perlu memperkenalkan dan membawa produk serta jasa yang dihasilkan kepada konsumen. Semua usaha marketing dimaksudkan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang dijual memang memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk yang ditawarkan pesaing. Metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu marketing dapat membantu institusi politik untuk membawa produk politik kepada konstituen dan masyarakat secara luas. Institusi politik dapat menggunakan metode marketing dalam penyusunan produk politik, distribusi produk politik kepada publik dan meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan pesaing (Firmanzah, 2012:127-128).

Penggunaan metode marketing dalam bidang politik dikenal sebagai marketing politik. Dalam marketing politik, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Politik berbeda dengan dunia usaha, politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan yang ada di antara keduanya (Firmanzah, 2012:128). Jadi, isu politik bukan sekedar produk yang diperdagangkan, melainkan menyangkut pula keterikatan simbol dan nilai yang menghubungkan individu-individu.

Terdapat beberapa karakteristik mendasar yang membedakan marketing politik dengan marketing dalam dunia bisnis. Perbedaan ini berasal dari kenyataan bahwa kondisi pemilihan umum memang berbeda dengan konteks dunia usaha

(33)

pada umumnya (Firmanzah, 2012:129). Perbedaan-perbedaan itu menurut mereka, adalah:

1. Pada setiap pemilihan umum, semua pemilih memutuskan siapa yang mereka pilih pada hari yang sama. Hampir tidak ada perilaku pembelian produk dan jasa dalam dunia usaha seperti perilaku yang terjadi selama pemilihan umum.

2. Meskipun beberapa pihak berargumen tentang adanya biaya individu dalam jangka panjang atau penyesalan sebagai akibat keputusan yang diambil ketika melaksanakan pencoblosan dalam pemilu, pada kenyataannya tidak ada harga langsung ataupun tidak langsung yang terkait dalam pencoblosan.

3. Meskipun tidak ada harga spesifik yang terkait dengan pencoblosan yang dilakukan, pemilih harus hidup dengan pilihan kolektif, meskipun kandidat atau partai yang memenangkan pemilu bukan pilihan mereka. Hal ini yang membedakan pilihan publik dengan proses pembelian di pasar ekonomi, produk dan jasa yang dikonsumsi adalah yang mereka beli.

4. Produk politik atau kandidat individu adalah produk tidak nyata (intangible) yang sangat kompleks, tidak mungkin dianalisa secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan pemilih menggunakan judgment tehadap keseluruhan konsep dan pesan yang diterima.

5. Meskipun terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengubah arah dan platform partai politik, kemungkinan untuk meluncurkan brand politik yang baru sangatlah sulit. Soalnya, brand dan

(34)

image politik pada umumnya sudah melekat dengan keberadaan partai tersebut.

6. Pemenang pemilu akan mendominasi dan memonopoli proses kebijakan publik. Pemenang pemilu akan mendapatkan haknya dan legitimasi untuk melakukan semua hal yang mengatur keteraturan sosial dalam masyarakat.

7. Dalam banyak kasus marketing di dunia bisnis, brand yang memimpin pasar cenderung untuk tetap jadi leader dalam pasar. Sedangkan dalam politik, pihak yang berkuasa akan dapat dengan mudah jatuh menjadi partai yang tidak popular ketika mengeluarkan kebijakan publik yang tidak popular seperti menaikkan pajak dan menaikkan harga bahan bakar minyak.

Melihat perbedaan-perbedaan mendasar antara dunia politik dengan dunia usaha komersial, perlu ada penyesuaian-penyesuaian dalam penerapan marketing di dunia politik. Secara politis, untuk mengatur kehidupan manusia, dibutuhkan kekuasaan yang legitimate sehingga memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan dan memaksakannya dalam kehidupan sosial secara formal, maka dari situlah marketing politik ini sangat diperlukan agar seorang elit politik dapat mendapatkan suatu kekuasaan untuk mengambil keputusannya.

Dengan semakin meningkatnya iklim persaingan yang sehat dan terbuka di antara partai-partai politik, banyak kalangan yang menganjurkan agar partai politik lebih berorientasi pasar (Firmanzah, 2012:197). Tentunya konsep agar dunia politik berorientasi pasar bukan berarti sebuah partai politik atau seorang kandidat harus at all cost memenuhi apa saja keinginan pasar, karena masing- masing partai politik memiliki konfigurasi ideologi dan aliran pemikiran yang

(35)

menjadikan satu partai berbeda dengan partai lainnya. Pesan yang ingin disampaikan dalam konsep marketing politik adalah (1) menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau seorang kandidat yang diusung, (2) menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi masing- masing partai, (3) marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih sehingga dari situ akan terbangun kepercayaan, dan selanjutnya akan diperoleh dukungan suaranya (Firmanzah, 2012:197).

4P dalam politik mempunyai nuansa yang berbeda dengan yang diterapkan di dalam dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, bahkan orang yang berlatar belakang Pendidikan ekonomi, terutama dengan spesialis marketing pun harus sedikit berkenalan dengan penerapan 4P bauran marketing di dalam dunia politik. 4P dalam politik adalah sebagai berikut (Syukur Yakub, 2017:7).

1. Produk

Produk yang ditawarkan dalam dunia institusi politik merupakan sesuatu yang kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai atau seorang kandidat terpilih.

2. Promosi

Sebagian besar literatur dalam marketing politik membahas cara sebuah institusi politik dalam melakukan promosi ide, platform partai dan ideologi selama kampanye Pemilu. Tidak jarang institusi politik bekerja sama dengan sebuah agen iklan dalam membangun slogan, jargon dan citra yang akan ditampilkan.

(36)

3. Harga

Harga dalam marketing politik mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis, sampai ke cerita nasional. Harga ekonomi meliputi semua biaya yang dikeluarkan institusi politik selama periode kampanye.

4. Tempat

Tempat yang dimaksud disini berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon pemilih.

2.2 Teori Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan (relatif cukup lama atau permanen) yang akhirnya di antara mereka terikat satu sama lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil (Agusyanto, 2016:14).

Berdasarkan hal ini, hubungan sosial bisa dipandang sebagai sesatu yang seolah-olah merupakan sebuah jalur atau saluran yang menghubungkan antara satu orang dengan orang-orang lain di mana melalui jalur atau saluran tersebut bisa dilahirkan sesuatu, misalkan barang, jasa, atau informasi.

Pendekatan jaringan sosial atau analisis jaringan sosial mulai berkembang karena rasa ketidakpuasan para ahli antropologi sosial terhadap analisis struktural- fungsional yang konvensional (Agusyanto, 2016:14). Karena hal ini, para ahli antropologi sosial membutuhkan model-model baru yang dapat membantu dalam pemahaman fenomena-fenomena urban dan fenomena-fenomena yang lebih kompleks. Akhirnya, konsep jaringan sosial mulai menjadi perhatian dan

(37)

dikembangkan, seperti studi-studi yang dilakukan pada masyarakat Afrika di perkotaan (Agusyanto, 2016:324).

Mulai dari tahun 80-an, ide jaringan sosial tidak hanya digunakan sebatas sebagai suatu alat pelengkap untuk mencatat dan mengorganisasikan data dalam sebuah penelitian belaka, melainkan sebagai suatu alat analisis, yang bertujuan untuk mengklasifikasikan tipe-tipe ikatan antar individu dan memilah-milah pola- pola dan bentuknya dalam kaitannya atas ketidakleluasaan pola perilaku, sikap dan tindakan bagi para pelaku merupakan bagian dari jaringan (Agusyanto, 2016:326). Berdasarkan hal ini maka sebuah masyarakat bisa dipandang sebagai jaringan hubungan sosial antar individu yang sangat kompleks.

Berkenaan dengan hal yang diatas, secara terpisah memberikan pertanyaan atas pemisahan secara konseptual terhadap keteraturan-keteraturan di dalam jaringan sosial tersebut (Agusyanto, 2016:326). Mereka juga membagi menjadi tiga tipe keteraturan jaringan sosial, yaitu:

1. Keteraturan structural (structural order), dimana perilaku orang-orang diinterpretasikan dalam term tindakan-tindakan yang sesuai dengan posisi- posisi yang mereka duduki dalam suatu perangkat tahanan posisi-posisi.

2. Keteraturan kategorikal (categorical order), dimana perilaku seseorang di dalam situasi-situasi yang tidak terstruktur bisa diinterpretasikan ke dalam term stereotip-stereotip.

3. Keteraturan personal (personal order), dimana perilaku orang-orang, baik di dalam situasi yang terstruktur maupun yang tidak, bisa diinterpretasikan ke dalam pengertian ikatan-ikatan personal yang dimiliki seorang individu dengan orang-orang lain.

(38)

Analisis jaringan sosial, dalam hal ini, memperkenalkan dua konsep baru dalam mengkaji struktur sosial yang memusatkan perhatian pada hubungan sosial.

Pertama, analisis jaringan sosial memperkenalkan suatu konsep untuk mengkaji perilaku atau tindakan manusia, dimana manusia selalu dilihat dalam suatu proses interaksi sosial, manusia yang satu memanipulasi manusia-manusia lainnya, sebagaimana dirinya dimanipulasi oleh orang lain. Dalam hal ini, analisis jaringan sosial seolah-olah mengindikasikan bahwa seseorang tergantung pada orang lain dan tidak kepada sesuatu yang abstrak seperti apa yang dikatakan kebudayaan, sistem keyakinan dan sejenisnya. Kedua, analisis jaringan sosial berusaha memfokuskan perhatian kepada proses internal dan dinamika yang inheren di dalam hubungan-hubungan sosial atau saling ketergantungan antar umat manusia (Fimanzah, 2012:239).

2.3 Teori Kecerdasan Sosial (Social Inteligence)

Gardner dalam (Albrecht, 2006:13) mengemukakan kecerdasan sosial adalah kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Generasi millenial yang tinggi intelegensi sosialnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka dapat dengan cepat memahami suasana hati, motif dan niat orang lain.

Menurut Albrecht (2006:1) ada 5 (lima) kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam kecerdasan sosial, yaitu kesadaran situasional, kemampuan membawa diri, autentisitas, kejelasan, dan empati.

(39)

1. Kesadaran situasional

Merupakan sebuah kehendak untuk bisa memahami akan kebutuhan serta hak orang lain atau individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui konteks situasi sosial sehingga mampu mengelola orang-orang atau peristiwa.

2. Kemampuan membawa diri

Merupakan cara menyesuaikan diri dalam lingkungan dan bagaimana melakukan sesuatu sesuai lingkungan.

3. Autentisitas

Merupakan cara bagaimana seseorang selalu bersikap jujur dan dapat dipercaya apabila diberikan suatu kepercayaan.

4. Kejelasan

Merupakan kemampuan untuk mengajak dan menyakinkan seseorang.

Aspek ini menjelaskan sejauh mana seseorang dibekali kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan idenya secara persuasif, sehingga orang lain bisa menjelaskan metode yang kita terapkan pada orang lain.

5. Empati

Aspek ini merujuk pada sejauh mana seseorang dapat berempati pada gagasan dan penderitaan orang lain. Sejauh mana seseorang memiliki keterampilan untuk bisa mendengarkan, memahami pikiran orang lain, dan melakukan aksi nyata untuk meringankan penderitaan orang lain.

Bagaimana seseorang bisa memahami orang lain dan mampu untuk menyelesaikan masalah.

(40)

2.4 Generasi Milenial

Millennial generation atau biasa disebut Generasi Y disebut dengan ‘me’

atau ‘echo boomers’. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Ada 5 generasi yang lahir setelah perang dunia kedua dan berhubungan dengan masa kini menurut teori generasi (Tika, 2017:245).

1. Baby boomer (tahun 1946-1964)

Generasi yang lahir setelah perang dunia kedua ini memiliki banyak saudara, akibat dari banyaknya pasangan yang berani mempunyai banyak keturunan. Generasi yang adaptif, mudah menerima dan menyesuaikan diri. Dianggap sebagai orang lama yang mempunyai pengalaman hidup.

2. Generasi X (tahun 1965-1980)

Tahun-tahun ketika generasi ini lahir merupakan awal dari penggunaan PC (Personal Computer), video games, tv kabel, dan internet. Penyimpanan datanya pun menggunakan floopy disk atau disket. MTV dan video games sangat digemari pada generasi ini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jane Deverson, sebagian dari generasi ini memiliki tingkah laku negatif, contoh kecilnya tidak hormat pada orang tua dan menggunakan ganja (Tika, 2017:245).

3. Generasi Y (tahun 1981-1999)

Dikenal dengan sebutan generasi milenial atau millennium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant massaging dan media sosial seperti

(41)

facebook dan twitter. Mereka juga sedikit maniak dengan game (Tika, 2017:245).

4. Generasi Z (tahun 2000-2010)

Disebut juga dengan iGeneration, generasi net atau generasi internet.

Mereka punya kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing menggunakan PC, dan mendengarkan musik dengan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya, sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang tidak langsung berpengaruh kepada kepribadian rumah.

5. Generasi Alpha (tahun 2011-2025)

Generasi Alpha, lahir dari generasi X akhir dan Y. generasi yang sangat terdidik karena masuk sekolah lebih awal dan banyak belajar, rata-rata memiliki orang tua yang kaya dengan sedikit. Melihat dari banyaknya pimpinan baik itu negara maupun perusahaan, generasi X masih mendominasi.

Dasar teori generasi adalah bahwa setiap generasi dibentuk oleh biografinya sendiri, di mana biografi ini terdiri dari serangkaian kejadian yang oleh orang-orang dengan tahun kelahiran umum berhubungan dan mengembangkan kepercayaan dan perilaku umum. Kayakinan dan perilaku yang dipegang umum ini kemudian membentuk kepribadian generasi itu.

Teori generasi menyiratkan bahwa setiap orang yang merupakan bagian dari generasi memiliki keyakinan, nilai, sikap yang sama. Konsep ini bagus dalam

(42)

teori, namun, seseorang harus berhati-hati saat meletakkan layanan agar tidak berasumsi bahwa semua anggota sesuai dengan catatannya. Sebaliknya, teori generasi menyatakan bahwa karakteristik generasi adalah generalisasi dimana seseorang dapat menarik kesimpulan luas tentang kelompok kolektif, namun tidak harus dari individu.

Pada generasi milenial, pendidikan menjadi suatu hal yang penting dalam perjalanan hidupnya. Akan tetapi cara berpikir dan belajar sangat berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih sering belajar melalui lisan maupun pengalaman dari orang tua. Generasi milenial yang lebih menarik dan memungkinkan dapat secara cepat dan tepat mengakomodasi kebutuhannya.

2.5 Pemililan Umum (Pemilu)

Pemilu Umum (Pemilu) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 ayat 1 adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka, massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi (Agung:2003:106-107).

(43)

Pemilihan umum adalah memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan suaranya dalam pemilihan (Al-Iman, 2004:29). Kemudian Hutington dalam Rizkiyansyah (2007:3) menyatakan bahwa sebuah negara bisa disebut demokratis jika di dalamnya terdapat mekanisme pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala atau periodik untuk melakukan sirkulasi elite.

2.5.1 Tahapan Yang Diterapkan Pada Pemilihan Umum Tahun 2019

Tahapan pemilu yang diterapkan pada Pemilu 2019 ada dituliskan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 167 dan Pasal 168 yang tertulis sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017

PASAL 167 (1) Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

(2) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU.

(3) Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.

(4) Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:

a) Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilu;

b) Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;

c) Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;

d) Penetapan Peserta Pemilu;

(44)

e) Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;

f) Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRP Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;

g) Masa Kampanye Pemilu;

h) Masa Tenang;

i) Pemungutan dan penghitungan suara;

j) Penetapan hasil pemilu; dan

k) Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(5) Pemungutan suara di luar negeri dapat dilaksanakan bersamaan atau sebelum pemungutan suara pada hari, sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara.

(7) Penetapan pasangan Calon terpilih paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 168

(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah pemilihan.

(45)

(2) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

(3) Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.

2.5.2 Penetapan Perolehan Kursi dan Calon terpilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2019

Pada Pemilu 2019 kali ini, metode penetapan kursi tiap partai politik para Peserta Pemilu adalah metode webster/sainte-laguë. Metode ini diusulkan pertama kali pada tahun 1832, dan pada tahun 1842 metode ini mulai digunakan dalam pembagian kursi kongres di Amerika Serikat. Sementara itu, André Sainte- Laguë memperkenalkan metode ini di Prancis pada tahun 1910. Tampaknya publik di Prancis dan Eropa belum pernah mendengar informasi mengenai metode Webster hingga masa berakhirnya perang dunia II.

Dalam metode ini, nilai rata-rata tertinggi yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang telah dimenangkan dalam suatu pemilihan umum.

Di Eropa, istilah ini dinamai dari Matematikawan Prancis yaitu Andre Sainte- Lague, sedangkan di Amerika Serikat istilah ini berasal dari negarawan dan senator Daniel Webster.

Cara menghitung rumus ini adalah setelah semua suara telah dihitung, kuotien setiap partai akan ditentukan. Rumus ini adalah sebagai berikut:

V adalah jumlah suara yang diperoleh partai, dan

(46)

s adalah jumlah kursi yang sejauh ini telah dialokasikan untuk partai

tersebut, awalnya 0 untuk semua partai.

Partai yang memperoleh kuotien tertinggi akan mendapat kursi berikutnya yang dialokasikan, dan kuotien mereka kemudian dihitung kembali. Proses ini diulang hingga semua kursi telah dialokasikan.

Pemilu di Indonesia pada tahun 2019 ini menganut metode ini dengan cara setelah seluruh suara parpol digabungkan dari setiap dapil, didapatkanlah suara sah suatu parpol tersebut kemudian akan dibagi dengan bilangan pembagi ganjil yang terdiri dari 1, 3, 5, 7 dan seterusnya hingga jumlah kursi habis.

Hal ini diperkuat dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 pada Pasal 420 tahun 2017 yang berbunyi sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017

Pasal 420

Penetapan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dilakukan dengan ketentuan:

(a) Penetapan jumlah suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu di daerah pemilihan sebagai suara sah setiap partai politik.

(b) Membagi suara sah setiap Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3;5;7 dan seterusnya.

(c) Hasil pembagian sebagaimana dimaksud pada huruf b diurutkan berdasarkan jumlah nilai terbanyak.

(47)

(d) Nilai terbanyak pertama mendapatkan kursi pertama, nilai terbanyak kedua mendapatkan kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapatkan kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi.

Berikut ini adalah penjelasan penghitungan Saint Lague murni yang dipakai untuk Pemilu 2019 :

Contohnya kursi yang diperebutkan ada 4 kursi oleh 4 parpol, dan perolehan suara 4 parpol seperti berikut:

1. Partai A : 220.000 2. Partai B : 100.000 3. Partai C : 30.000 4. Partai D : 25.000

Perolehan suara dibagi dengan 1, 3, 5, 7 dan seterusnya hingga habis untuk urutan masing-masing kursi. Tahapannya adalah sebagai berikut:

1) Kursi pertama (Partai A : 220.000, Partai B : 100.000, Partai C : 30.000, dan Partai D : 25.000) .

Jadi kursi pertama 1 kursi untuk yang tertinggi yaitu Partai A.

2) Kursi kedua (Partai A : 220.000 dibagi 3 = 73.333, Partai B : 100.000, Partai C : 30.000, dan Partai D : 25.000).

Sehingga partai B mendapatkan 1 kursi karena tertinggi di kursi kedua.

3) Kursi ketiga (Partai A : 220.000 dibagi 3 = 73,333, Partai B : 100.000 dibagi 3 = 33,333, Partai C : 30.000, dan Partai D : 25.000).

Jadi 1 kursi untuk partai A lagi karena punya 73.333 suara untuk kursi yang kedua.

(48)

4) Kursi keempat (Partai A : 220.000 dibagi 5= 44.000, Partai B : 100.000 dibagi 3 = 33.333, Partai C : 30.000, Partai D : 25.000)

Jadi kursi keempat didapatkan oleh Partai A lagi karena tertinggi untuk kursi ke 3 yaitu 44.000.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan mengenai konsep dramaturgi ini yakni:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nehemia Syaloom Ginting (2015), Mahasiswa Perguruan Tinggi Sumatra Utara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik dengan Judul “Improvisasi dan Perilaku Politik Figuratif: Suatu Marketing Politik dalam Pilkada Karo Tahun 2010”. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwasanya strategi marketing politik yang dijalankan oleh tim pemenangan pasangan Kena Ukur Surbakti-Terkelin Brahmana pada Pilkada di Kabupaten Karo tahun 2010 bisa dikatakan berhasil mendapatkan dukungan dari masyarakat Kabupaten Karo. Kemudian yang menjadi kesimpulan selanjutnya adalah keberhasilan pasangan Kena Ukur Surbakti-Terkelin Brahmana sangat ditentukan oleh faktor Etnisitas ataupun kesukuan yang menjadi isu utama yang ditonjolkan oleh tim pemenangan pasangan kandidat tersebut. Hal ini dilihat dari respon masyarakat yang begitu kuat terhadap isu tersebut.

Bagaimana persentasi yang besar terdapat pada faktor etnisitas sebagai alasan para pemilih di Kabupaten Karo dalam memilih kandidat tersebut.

Isu tersebut telah berhasil menggiring masyarakat untuk

(49)

mengesampingkan track record, visi-misi dan program kerja dari kandidat yang sebenarnya merupakan alat pengukur bagi pemilih dalam menentukan kualitas pemimpin daerah ke depannya. Menurut Mansur Ginting yang menjadi salah satu masyarakat yang memilih pasangan Kena Ukur Surbakti-Terkelin Brahmana, mengatakan bahwasanya strategi dari pasangan tersebut sangat baik dikarenakan bantuan yang diberikan oleh kedua pasangan tersebut sangat baik dan sangat membantu masyarakat Karo saat musim kampanye bahkan sebelum mereka mencalonkan dalam Pilkada Karo. Ditambahkan dengan latar belakang mereka yang menjadi sosok ternama dan dia dinilai lihai dalam melakukan lobi-lobi demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Karo. Salah satu keuntungan dari tim pemenang pasangan tersebut adalah bagaimana masyarakat di Kabupaten Karo tidak terlalu memfokuskan penilaian terhadap kemampuan kandidat di bidang organisasi dan birokrasi, namun masyarakat Karo lebih memandang dari kerja nyata yang dilakukan kandidat sebelum mencalonkan diri dan sikapnya selama melakukan kampanye di kalangan masyarakat.

2. Selanjutnya ada penelitian yang dilakukan oleh Nurratika Puri (2018), Mahasiswi Perguruan Tinggi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi dengan judul “Strategi dan Model Kampanye Wahidin Halim dan Andika Hazrumy pada Pilgub Banten 2017”. Hasil dari penelitian ini bisa dilihat bahwasanya strategi dan juga marketing politik yang dilakukan kandidat ini mempunyai aspek citra diri dan juga dramaturgi di dalamnya yaitu dengan citra diri seorang

(50)

Wahidin Halim yang bersih, rapi dan juga berpengalaman sedangkan sosok seorang Andika Hazrumy yang muda dan energik. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kandidat sudah melakukan riset yang panjang sebelum mencalonkan agar kemenangan tetap dalam genggaman.

Strategi yang digunakan kandidat sangat bervariasi seperti halnya bisnis yang dilakukan masyarakat ekonomi seperti pendahuluan yang ditulis sebelumnya. Menurut H. Syamsul yang menjadi salah satu Koordinator Relawan dari pemenangan kandidat Wahidin Halim dan Andika Hazrumy, strategi yang dilakukan tim pemenangan kandidat sangat penting itu di pra Pilkadanya, dikarenakan harus mampu untuk memaping suara sebelum dilakukannya kampanye. Sangat penting juga melakukan pencitraan diri kandidatnya kepada masyarakat untuk bisa menapatkan simpatisan dari masyarakat yang belum pasti memilih kandidatnya.

Referensi

Dokumen terkait