• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), pada dasarnya dapat dikatakan sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), pada dasarnya dapat dikatakan sebagai"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis Mengenai Tindak Pidana

Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Strafbaar feit adalah istilah yang digunakan hukum pidana Belanda, lalu dalam bahasa latin menggunakan kata delictum.

Sementara istilah offense atau criminal act digunakan pada negara-negara Anglo-saxon. Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda merupakan sumber yang digunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, oleh sebab itu tetap memakai istilah asli yang sama yaitu strafbaar feit.1

Konsep hukum Indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana dan delik. Sedangkan dalam bahasa Belanda istilah tindak pidana tersebut dengan “strafbaar feit” atau delict. Menurut Roeslan Saleh, tindak pidana merupakan perbuatan yang menyimpang dari suatu tata ketertiban hukum. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan dimana pelakunya dapat terjerat hukuman pidana. Sedangkan menurut Tresna, tindak pidana adalah perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan

1 Rahman Syamsuddin dan Ismail Aris. 2014. Merajut Hukum Di Indonesia. Jakarta. Mitra Wacana Media.

Hal.192

(2)

peraturan perundang-undangan lain dimana nantinya akan diadakan tindakan penghukuman.2 Dari beberapa pendapat para ahli mengenai tindak pidana maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana bisa disebut juga dengan peristiwa pidana atau delik.

Strafbaar feit menurut Van Hamel merupakan tindakan orang yang bersifat melawan hukum yang telah dijelaskan di dalam wetboek dan dilakukan dengan kesalahan yang patut dipidana. Sedangkan Simon berkata bahwa strafbaar feit merupakan segala tindakan yang diancam pidana dimana tindakan itu bersifat melawan hukum dimana berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan orang yang mampu bertanggungjawab.3 Berikut ini adalah beberapa unsur dari tindak pidana :

a. Unsur Subjektif (Hal yang melekat pada diri pelaku dan bersangkutan dengan batinnya) :

1) Kesengajaan (dolus) / kealpaan (culpa) 2) Niat

3) Adanya perencanaan atau tidak

b. Unsur Objektif (Hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah) : 1) Memenuhi rumusan undang-undang

2) Sifat melawan hukum 3) Kualitas pelaku

4) Kausalitas/hubungan antara penyebab dengan akibat

2 Roeslan Saleh. 2003. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. Aksara Baru. Hal. 53

3 Moeljatno. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. Hal. 56

(3)

B. Tinjauan Teoritis Mengenai Kejahatan Kekerasan Seksual B.1. Pengertian Kekerasan Seksual

Sexual Violence adalah arti dari kekerasan seksual dalam Bahasa Inggris. Kata sexual tidak dapat dilepaskan dari seks dan seksualitas. Sementara kata violence mempunyai arti kekerasan. Kekerasan seksual merupakan segala tindakan seksual, usaha melakukan tindakan seksual, komentar atau memberi saran untuk berperilaku seksual, dan tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang tanpa menghiraukan ada hubungan pribadi korban dengan pelaku.

Atau bisa juga diartikan setiap perbuatan yang memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual yang tidak diinginkannya.

Menurut KOMNAS Perempuan, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi secara paksa dan bertentangan dengan kehendak seseorang atau juga tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa dan relasi gender yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, dan seksual. Kekerasan seksual secara psikis yaitu dengan menggoda korban dengan kata-kata yang tidak enak didengar seperti melecehkan korban secara verbal dengan mengomentari bentuk tubuh korban secara terang-terangan. Menurut Yesmil Anwar, kekerasan merupakan perbuatan dengan kekuatan energi/fisik, kontrol, tuntutan kepada individu maupun

(4)

kelompok yang dapat berakibat besem, trauma, moralitas, tekanan jiwa, kelainan pertumbuhan, dan penguasan hak.4 Kekerasan seksual juga merupakan segala tindakan yang termasuk ke dalam pelecehan seksual dan tindakan pemaksaan orang agar memenuhi keinginan untuk koitus tanpa adanya izin/consent dari korban serta menjauhkan (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.5

Kekerasan seksual mempunyai dua unsur penting di dalamnya. Unsur yang pertama yaitu pemaksaan dimana pihak lain tidak memberi persetujuan, unsur yang kedua yaitu unsur ketidakmampuan korban dimana korban tidak mampu memberikan persetujuan, sebagai contohnya adalah kekerasan seksual pada anak. Kejahatan kekerasan seksual adalah kejahatan asusila yang dilakukan dengan penggunaan kekuatan fisik sehingga dapat mengakibatkan korban menjadi tidak berdaya, selain itu kekerasan seksual juga dapat berupa ancaman yang membuat psikologis korban terguncang. Adanya unsur kekerasan itu yang membedakan tindak pidana ini dengan kejahatan kesusilaan yang lain dalam KUHP. Dalam kriminologi yang menjadi tolak ukur yaitu persetujuan, unsur ini lah yang menentukan apakah tindakan merupakan perkosaan atau bukan. Steven Box dan J.E. Sahetapy juga berkata bahwa memerkosa/mencabuli secara kriminologis itu berdasarkan pelaku yang tidak mendapat sebuah consent dari korban. 6

4 Yesmil Anwar. 2004. Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum, dan HAM. Bandung. UNPAD Press. Hal. 54

5 Munandar Sulaeman & Siti Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan Tinjauan Dalam Berbagai Disiplin Ilmu dan Kasus Kekerasan. Bandung. Refika Aditama. Hal. 4

6 Made Darma Weda. 1996. Kriminologi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal. 70

(5)

B.2. Macam-Macam Kekerasan Seksual 1. Pelecehan Seksual

Collier berpendapat bahwa pelecehan seksual yang terjadi ke perempuan dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu adanya koitus, sementara yang kedua yaitu tanpa koitus. Dengan adanya koitus maka suatu tindakan yang dilakukan terhadap orang lain. Sementara yang dimaksud dari tanpa adanya koitus adalah tindakan yang tidak berakibat petaka pada fisik korban, pun juga tidak melakukan penganiayaan, tidak melakukan pelecehan secara verbal seperti suitan atau ucapan yang tidak senonoh, tatapan yang tidak etis, sentuhan/rabaan fisik (tanpa ada kekerasan) di badan korban. Pelecehan seksual dapat berupa komentar verbal, gerakan tubuh maupun kontak fisik yang bersifat seksual yang sengaja dilakukan seseorang dan tidak dikehendaki atau tidak diharapkan oleh korban.7

Guntoro Utamadi dan Paramitha Utamadi (2001), membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ) :

a. Gender Harassment adalah perkataan maupun suatu perilaku dengan niat bersifat menjatuhkan harga diri.

7 Shapitri M.S. Regang. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual. Manado. Jurnal Lex Crimen. Vol. VII No. 7. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. Hal. 77

(6)

b. Seductive Actions adalah ajakan seksual yang dilakukan dengan tidak memaksa, namun berupa bujukan yang dirasa ofensif, tidak bermoral, atau merendahkan.

c. Sexual Douceur adalah tindakan yang dilakukan dengan menyuap untuk memenuhi segala hal yang mengarah ke seksual dengan menjanjikan sesuatu.

d. Sexual Duress adalah suatu tindakan yang menekan dimana hal itu diiringi dengan ultimatum untuk menunaikan hal-hal yang mengarah ke seksual.

e. Sexual Attack adalah tuntuan atau paksaan yang mengarah ke seksual dengan kasar.

Sementara menurut Kelly (1988), pelecehan seksual dapat dilihat sebagai berikut :

a. Visual yaitu dengan tatapan mesum, tatapan yang mengintimidasi, perangai yang cenderung seksual.

b. Verbal yaitu berupa suitan, kelakar seksual, gossip, pernyataan yang mengintimidasi secara langsung atau tersirat.

c. Fisik yaitu dengan menjamah, meremas, mencubit, menepuk-nepuk, merengkuh dengan sengaja.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada istilah pelecehan seksual. KUHP baru mengakui istilah perbuatan cabul yang ada di dalam Buku 2 Bab 14 (empat belas) tentang Kejahatan Kesusilaan

(7)

Pasal 281 sampai Pasal 303. Pengertian dari perbuatan cabul itu sendiri ialah segala tindakan yang menerjang tata susila (budi pekerti & akhlak) atau tindakan amoral yang didasari oleh erotisme/libido.

2. Eksploitasi Seksual

Menurut KOMNAS Perempuan, eksploitasi seksual adalah tindakan penyelewengan otoritas atau manipulasi kepercayaan yang bertujuan untuk mengalami kesenangan seksual, selain itu juga agar mendapatkan profit berwujud uang, profit di segi sosial, politik, dan lainnya. Implementasi pemerasan seksual di dalam masyarakat biasanya menyalahgunakan kondisi perekonomian perempuan yang sedang rendah, kemudian perempuan tersebut dengan terdesak menjalani perbuatan yang bisa dikatakan sebagai prostitusi atau moler.8 Tiga unsur eksploitasi seksual yaitu :

a. Tindakan menggunakan kekuasaan dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama palsu atau martabat palsu, dan/atau penyalahgunaan kepercayaan;

b. Dilakukan dengan tujuan agar seseorang melakukan hubungan seksual dengan dirinya dan/atau orang lain;

c. Dilakukan dengan maskud untuk mengukir keuntungan pribadi atau orang lain.

8 Thoeng Sabrina. Komnas Perempuan, Modul dan Pedoman Kekerasan Seksual : 15 Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan. Komnas Perempuan. Hal. 6.

(8)

3. Pemaksaan Kontrasepsi

Tindak pidana pemaksaan kontrasepsi adalah usaha yang diperbuat siapa saja untuk merusak organ, fungsi, dan sistem reproduksi orang lain dengan kekerasan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan sehingga membuat orang itu tidak mampu merasakan koitus dan control akan organ, fungsi dan sistem reproduksinya, juga tidak dimampukan untuk meneruskan keturunan. Tapi dalam Pasal 104 Draft Rancangan UU PKS, “Dalam hal pemasangan kontrasepsi terhadap orang dengan disabilitas mental yang dilakukan atas permintaan keluarga berdasarkan pertimbangan ahli untuk melindungi keberlangsungan kehidupan orang tersebut bukan merupakan tindak pidana.”

4. Pemaksaan Aborsi

Tindak pidana pemaksaan aborsi adalah tindakan mendesak individu lain untuk mengakhiri kehamilan dengan durjana, gertakan, kelicikan, rangkaian kebohongan, penyelewengan otoriter, atau ketika seseorang tidak mampu mengemukakan persetujuan. Pelarangan tindakan aborsi ada di dalam undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, aborsi hanya boleh dilakukan terhadap indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Alasan diperbolehkannya tindakan aborsi karena beberapa alasan di atas adalah agar menghindarkan trauma psikologis bagi korban perkosaan melalui tahap konseling terlebih dahulu.

5. Perkosaan

(9)

R. Sugandhi mengatakan bahwa perkosaan adalah pria yang memaksa wanita yang bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengan ancaman kekerasan dimana diharuskan kemaluan pria masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani. Menurutnya terdapat empat unsur dalam tindakan perkosaan yaitu adanya pemaksaan untuk bersetubuh secara bengis dengan kekerasan atau ultimatum, alat vital pria diwajibkan untuk masuk ke dalam lubang alat vital perempuan dan memproduksi air mani.9

6. Penyiksaan Seksual

Tindak pidana ini mencakup penganiayaan secara seksual berupa pelecehan seksual, pemerasan seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan pernikahan, pemaksaan kontrasepsi, perkosaan dan pemaksaan pelacuran. Ada tiga unsur penyiksaan seksual, yaitu :

a. Perbuatan kekerasan seksual b. Dijalankan dengan terencana

c. Memiliki target yang tidak berujung terhadap kepentingan untuk mendapatkan ulasan pembenaran dari korban dan saksi.

B.3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

9 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op.Cit., hal. 40

(10)

Banyak faktor secara langsung atau tidak langsung ikut memberi warna dan dampak tersendiri terhadap timbulnya kekerasan seksual.

Manusia menjalankan kejahatan penganiayaan atau kekerasan itu diperhatikan dari faktor dalam/privat yang ditimbulkan oleh buruknya mental serta kepribadian yang tidak baik, kemudian cenderung berkeinginan untuk melakukan tindakan kriminal. Hal ini dapat tercipta dengan adanya sejumlah aspek diantaranya :

a. Aspek agama, sesorang yang terbatas memiliki keyakinan terhadap tuhan dan kurangnya mendapat siraman rohani berupa dakwah sehingga tidak terbentuk nilai budi pekertinya.

b. Aspek pendidikan, sesorang yang terbatas dalam menuntut dan mendapatkan pendidikan dapat menjadi faktor terjadinya kejahatan karena tidak berpikir secara panjang dan cenderung melakukan perbuatan yang menyimpang atau tindakan kejahatan.

c. Aspek pergaulan juga sebagai penentu pembentukan mental dan karakter yang tercela.

d. Aspek lingkungan yang cenderung kurang baik dapat mempengaruhi perilaku dan mental kepribadian dapat menyimpang

e. Aspek ekonomi, seseorang yang memiliki kemerosotan ekonomi untuk memenuhi kehidupannya, dan para pendatang (transmigran ataupun urbanisasi) yang tidak memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk bekerja cenderung memiliki mental dan kepribadian yang tidak baik karena

(11)

terdesak dengan keadaan seseorang tersebut dapat berbuat perilaku menyimpang atau kejahatan.

Sedangkan faktor-faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan kekerasan dari faktor eksternal antara lain :

a. Faktor korban, korban dapat berperan sebagai timbulnya suatu kejahatan.

Korban biasanya terlihat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya atau memiliki nilai lebih seperti berpenampilan mewah dan membawa barang- barang mewah. Sehingga dapat menimbulkan niat dan kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan tujuannya, terutama kejahatan perampokan, pencurian dan kekerasan.

b. Faktor perekonomian secara besar yaitu terjadinya krisis ekonomi dimana harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak naik, banyaknya pengangguran membuat sesorang yang dalam kondisi terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung melakukan perilaku menyimpang untuk bertahan hidup.

c. Faktor pemakaian narkotika, individu yang sudah terjerumus dalam obat- obatan terlarang akan mengalami kecanduan biasanya memiliki mental dan perilaku yang kurang baik, bahkan dapat melakukan kejahatan kekerasan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

Menurut Wilkins, kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh sejumlah aspek yaitu :

(12)

a. Aspek individu : minimnya edukasi, minimnya pengetahuan dan ketrampilan menghindar dari kekerasan seksual, control perilaku yang kurang baik, dalam pengaruh obat-obatan terlarang, mengalami riwayat kekerasan dan pernah menyaksikan kekerasan seksual.

b. Aspek lingkungan sosial : kultur atau kebiasaan yang menunjang adanya tindakan kekerasan seksual.

c. Aspek koneksi : lemahnya hubungan dan komunikasi anakk dengan orang tua, masalah keluarga, bersangkutan dengan penjahat maupun tersangka kekerasan dan bergabung dalam komunitas kejahatan.

Dari masing-masing tindak kejahatan pemerrkosaan terdapat keterlibatan antara tersangka dan korban, situasi serta kondisi lingkungan dapat menjadi suatu pemicu dalam kejahatan kekerasan seksual seperti pemerkosaan.10

B.4. Tindakan Kekerasan Seksual dalam KUHP

Pemerkosaan tidak dapat dinilai seperti tindakan kriminal yang menjadi kepentingan individu korban belaka, seharusnya juga diangkat sebagai masalah khalayak umum karena kejahatan ini merupakan kejahatan amoral dan keji yang selain melanggar hak asasi yang dimiliki setiap manusia, selain itu korban akan merasakan kesakitan dan penderitaan secara

10 Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki. 1995. Pelecehan Seksual. Yogyakarta. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Hal.180

(13)

fisik, kejiwaan, maupun sosial. Pemerrkosaan dan penindakannya menjadi salah satu bukti kurangnya perlindungan hak asasi yang dimiliki setiap manusia, terutama kaum perempuan dari tindakan kekerasan seksual yang bisa dikatakan sebagai kekerasan terberat. Perlindungan perempuan sampai ke dalam perkara rumah tangga, tidak hanya hak perempuan di luar rumah atau kawasan publik telah dijangkau oleh konvensi PBB. Hal ini bisa diangkat menjadi tolak ukuran meningkatnya kepedulian terhadap hak asasi setiap manusia khususnya hak asasi perempuan, walaupun di dalam KUHP belum diatur tentang pemerkosaan yang dilakukan di dalam rumah tangga.

Pemerkosaan merupakan contoh perbuatan kriminal yang melanggar hak asasi yang dimiliki perempuan dimana lebih mengutamakan diskriminasi gender.

Tidak ditemukan definisi secara jelas mengenai kejahatan kekerasan pada ketentuan KUHP, tapi telah disebutkan dalam Pasal 89 yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya bisa disebut juga dengan melakukan kekerasan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kekerasan adalah kejahatan dengan penggunaan kekuatan fisik yang mengakibatkan tidak sadarkan diri dan/atau tidak berdaya, selain itu juga dapat dilakukan dengan ancaman psikologis. Pengaturan hukum mengenai tindak pidana kekerasan seksual terdapat dalam KUHP :

(14)

1. Pasal 285 ⟶ Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Pasal 286 ® Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

3. Pasal 289 ® Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Dalam Pasal 285 KUHP tidak dijelaskan apa saja yang menjadi unsur kesalahan, baik itu sengaja atau kealpaan. Tetapi dengan adanya unsur pemaksaan di dalam rumusan pasalnya, sudah jelas bahwa perkosaan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Dalam ketentuan Pasal 285 KUHP juga dikatakan bahwa ancaman pidana maksimum yang diterima oleh pelaku adalah 12 (dua belas) tahun penjara. Sementara tidak ada sanksi minimal, sehingga hal ini membuat pelaku bisa saja dijerat dengan hukuman yang lebih ringan dan jauh dari akibat yang ditimbulkan dari

(15)

perbuatan yang dilakukannya terhadap korban kejahatan kekerasan seksual (perkosaan)11

C. Tinjauan Teoritis Mengenai CEDAW

Konvensi Internasional CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) merupakan instrument untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, CEDAW dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan ditetapkan oleh siding umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979 yang berlaku pada tanggal 3 September 1981.

Perlindungan hak asasi perempuan dalam CEDAW diatur ke dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :

a. Perlindungan hak sipil dan politik perempuan terkait dengan hak dalam keluarga, perkawinan, dan kehidupan politik bermasyarakat yang tidak boleh dibatasi

b. Perlindungan hak asasi perempuan dalam ekonomi sosial budaya berupa hak untuk bekerja, hak atas pendidikan, hak atas mendapatkan upah yang sama dengan laki-laki, hak mendapatkan penghormatan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat

11 Ni Made Dwi Kristiani. 2014. Kejahatan Kekerasan Seksual Ditinjau Dari Perspektif Kriminologi. Bali. Jurnal Magister Hukum. Vol. 7 No. 3. Fakultas Hukum Universitas Udayana. Hal. 375

(16)

c. Perlindungan hak kesetetaraan yang artinya tidak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat

Indonesia adalah negara yang meratifikasikonvensi CEDAW menjadi Undang- Undang nomor 7 Tahun 1984 pada tanggal 24 Juli 1984. Di dalam undang- undang ini diterangkan bahwa ketetapan didalamnya tidak mengubah asas maupun ketetapan dalam perundang-undangan yang terdapat persamaan hak antara pria dan wanita. Sedangkan dalam penerapannya, ketetapan yang termasuk di konvensi ini harus diselaraskan dengan pola hidup khalayak umum meliputi adat istiadat, tradisi, dan berbagai norma yang masih kental yang dipercayai oleh masyarakat.12 Di negara kita Indonesia, penerapannya diamati oleh Perserikatann Bangsa-Bangsa melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak Indonesia jug CEDAW Working Initiative (CWGI) yang merupakan organisasi non pemerintah (NGO) di Indonesia.

CWGI adalah kumpulan dari beberapa NGO yang mengatur laporan hasil pengamatan tentang perwujudan konvensi CEDAW secara rutin.13

D. Teori Causa / Penyebab Terjadinya Kejahatan

Made Darma Weda menyimpulkan sejumlah teori kriminologi tentang kejahatan, berikut adalah teorinya:

12 Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, APIK, hal. 19

13 CEDAW Working Initiative (CWGI), 2007, Laporan Independen NGO : Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia, hal. 5

(17)

1. Teori Klasik

Teori ini pertama kali hadir di Inggris (abad ke-19) dan menyebar ke Eropa juga Amerika. Teori ini hadir berlandaskan psikologi hedonistik. Menurut hal itu, masing-masing perilaku yang dilakukan oleh orang dapat dilandaskan oleh kebahagiaan dan kesakitan maupun kesengsaraan. Tiap insan memiliki hak untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang dapat menimbulkan kesenangan dan mana yang tidak.

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darma Weda bahwa:

“Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tenteng sifat-sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-parbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa katakutannya terhadap hukum.”14

Ciri khas teori neo klasik (Made Darma Weda, 1996:15) adalah sebagai berikut :

14 Made Darma Weda, Op.Cit., hal. 15

(18)

a. Adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas.

Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:

i. Patologi

ii. Premeditasi niat

b. Pengakuan dari validnya suatu keadaan yang dapat berupa berupa fisik atau keadaan lingkungan sekitarr dan keadaan jiwa dari setiap insan itu sendiri.

c. Modifikasi doktrin tanggung jawab sepenuhnya dapat membuat suatu kemungkinan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian, sebab-sebab utama untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk sebagain saja merupakan kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain dapat berpengaruh terhadap pengetahuan dan niat sesorang pada saat melakukan aksi kejahatan,

d. Disertakan saksi atau keterangan ahli pada pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab, untuk menentukan pakah terdakwa dapat menentukan antara benar dam salah. Ciri khas dari teori neo klasik menggambarakan bahwa ada ditinggalkannya kekuatan supra natural, yang ajaib (gaib), sebagai prinsip untuk menentukan terbentuknya pelaksaan hukum pidana. Dengan demikian teori neo klasik menunjukkan permulaan pendekatan naturalistic terhadapa tingkah laku manusia.

3. Teori Kartografi/Geografi

(19)

Pada tahun 1830-1880 M, teori kartografi berkembang di inggris, jerman dan perancis. teori ini biasa disebut sebagai ajaran ekologis. Hal penting ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam suatu daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial.

4. Teori Sosialis

Pada tahun 1850 M, terdapat teori sosialis berkembang. Dimana para tokoh aliran ini banyak diengaruhi oleh tulisan dari Mars dan Engels, yang menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini (Made Darma Weda 1996:16), mengemukakan bahwa kejahatan dapat timbul disebabkan oleh tekanan ekonomi yang tidak merata/seimbang dalam masyarakat.

5. Teori Tipologis

Terdapat empat teori yang disebut teori tipologi atau bio-typologis, yang telah berkembang di dalam kriminologi. Keempat aliran ini memiliki kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka berasumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.

6. Teori Lombroso/Mazhab antropologis

Teori yang dipelopori oleh Cesare Lombroso, dikatakan bahwa :

“Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat

(20)

dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.”15

7. Teori Mental Tester

Teori ini hadir selepas tumbangnya teori Lombroso. Teori ini dalam tekniknya memakai tes psikologi agar memisahkan mana penjahat dan bukan pejahat. Goddard berkata bahwa :

“Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum. Berdasarkan pendapat tersebut, teori ini memandang kelemahan otak merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab orang melakukan kejahatan.”16

8. Teori Psikiatrik

Teori ini adalah terusan dari teori Lombroso dengan mengamati tanpa mengubah pada ciri-ciri morfologi:

“Teori ini Iebih menekankan pada unsur psikologis, epilepsi dan moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan. Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacauan kekacauan emosional, yang dianggap timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah

15 Made Darma Weda, Op.Cit., hal. 16-17

16 Made Darma Weda, Op.Cit., hal. 18

(21)

organisasi tertentu dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi situasi sosial.”17

9. Teori Sosiologis

Teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi dalam memberikan kausa kejahatan. Teori kartografik dan social banyak mempengaruhi analisis sebab-sebab kejahtan secara sosiologis. Teori ini menguraikan delik (Made Darma Weda, 1996:19) sebagai keefektifan lingkungan sosial (crime as a function of social environment). Keutamaan dalam teori ini yaitu perilaku keji disebabkan oleh perilaku sosial. Proses terjadinya perilaku keji tidak jauh berbeda dengan suatu kelakuan. Dengan meniru keadaan sekelilingya seseorang dapat melakukan kejahatan.

10. Teori Lingkungan

Teori ini biasa disebut mazhab Perancis. Menurut tarde teori sesorang melakukan kejahatan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungn keluarga, ekonomi, sosial budaya, pertahan keamanan termasuk perthaan dengan dunia luar, serta kemajuan teknologi.18

11. Teori Biososiologi

17Made Darma Weda, Op.Cit., hal. 19

18Made Darma Weda, Op.Cit., hal. 20

(22)

Aliran biososiologi merupakan pepaduan antara aliran antropologi dan aliran sosiologis, ajarannya didasarkan bahwa tiap tiap kejahatan itu dapat timbul karena faktor dari individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga faktor lingkugan. Tokoh dalam aliran ini adalah A. D.

Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain.

12. Teori Niat + Kesempatan = Kejahatan

Teori ini adalah teori baru yang mencoba menjabarkan alasan timbulnya suatu tindak kejahatan yang terjadi di khalayak umum. Teori ini kerap kali digunakan oleh pihak berwajib untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi muka umum.

E. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pelecehan dan Kekerasan Seksual Tindakan preventif dan represif terhadap kejahatan adalah dua upaya penanggulangan kejahatan. Tindakan preventif atau pencegahan adalah upaya pemberian pemahaman dan ilmu kepada khalayak umum agar tindakan kejahatan tidak terwujud. Sementara tindakan represif yakni usaha untuk memberantas tindak kriminalitas yang tengah terjadi.19 Manusia diajarkan untuk menghargai juga melakukan perlindungan terhadap hak asasi sesama manusia dengan upaya menangkal segala tindakan yang dapat membebani dan merenggut hak asasi insan lainnya.

19Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung. CV Remadja Karya. Hal. 135

(23)

Upaya dari segi hukum pidana yaitu penalty atau hukuman yang dengan sifat ultimum remedium, dimana jika hukuman lain tidak dapat dilaksanakan maka bisa dirupakan dengan cara penanggulangan secara represif. Reaksi (jawaban/solusi) terhadap terjadinya suatu delik (pelanggaran/kejahatan) adalah pengertian dari sanksi hukum pidana. Maka dari itu, cara untuk mengatasi kejahatan kekerasan seksual (pemerkosaan) adalah dengan melakukan pembinaan bagi pelaku.

Sebaiknya, upaya penanggulangan tetap dilakukan dengan mencontoh negara-negara lain seperti dengan memberi penerangan di lokasi-lokasi yang terlihat gelap dan sepi. Upaya lainnya dapat dilakukan dengan pemberian penyuluhan secara khusus pada masyarakat.20 Pemerintah hendaknya menata kembali dan memperbaiki program dan sistematika hukum dalam rangka menanggulanginkejahatan kekerasan seksual (pemerkosaan), hal ini diharapkan agar dapat mencegah tindak pidana kejahatan seksual tersebut.

Dengan program kontrol itu sangat diinginkan agar tujuan

“kemanfaatan” dapat terlaksanakan. Jeremy Bentham mengatakan bahwa,

“Baik tidaknya hukum diukur melalui manfaat dari hukum tersebut kepada umat manusia, yakni apakah hukum yang bersangkutan membawa manfaat yang paling besar kepada sebanyak mungkin manusia, (the greatest happiness of the greatest people)”21

20 Made Darma Weda, Op. Cit, hal. 80

21 Munir Fuady. 2007. Dinamika Teori Hukum Cetakan Pertama. Bogor. Ghalia Indonesia. Hal. 25

Referensi

Dokumen terkait

Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang

(1) PPDB melalui jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di dalam wilayah zonasi

Mes- kipun di sisi yang lain, reaktualisasi filsafat Islam, khususnya dalam rangka reintegrasi keilmuan di perguruan tinggi Islam menjadi sangat krusial mengingat umat

bedaan konsentrasi efektif dan interaksi per- lakuan konsentrasi efektif berbagai pelarut dengan lama waktu transportasi tidak ber- pengaruh nyata terhadap kelangsungan hi- dup

masyarakat dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang memerlukan tambahan modal untuk menjalankan usahanya dan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan

Walaupun mereka bukan orang yang pertama membuat pesawat percobaan atau experiment, Wright bersaudara adalah orang yang pertama menemukan kendali pesawat sehingga pesawat

HSC Board Exam-2014 starts (Expected). This PDF book include hsc finalexam 2014 sylhet guide.. This PDF book incorporate june through august 2014 calendar conduct. Available

Manfaat dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan ilmiah bagi para peneliti dalam formulasi sediaan tabir surya bahan alam ekstrak etanol