• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pondasi adalah suatu struktur bawah yang berfungsi sebagai pendukung dari struktur yang telah dibangun di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pondasi adalah suatu struktur bawah yang berfungsi sebagai pendukung dari struktur yang telah dibangun di"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

Pondasi adalah suatu struktur bawah yang berfungsi sebagai pendukung dari struktur yang telah dibangun di atasnya. Pondasi memiliki peranan yang sangat penting dalam struktur bangunan untuk menahan beban dari struktur yang ada di atasnya serta gaya-gaya luar lainnya, oleh karena itu pondasi harus memiliki kekuatan agar tidak mengalami kegagalan konstruksi. Kegagalan pada pondasi terjadi karena adanya penurunan yang tidak seragam dan juga akibat daya dukung tanah yang rendah.

Menurut Sosrodarsono (2000), suatu bangunan harus mempunyai pondasi yang mampu mendukung beban bangunan tersebut. Pondasi merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah konstruksi bangunan karena pondasi yang memiliki fungsi untuk memikul dan menahan beban-beban di atasnya sehinggga bangunan tersebut mampu berdiri dengan kokoh. Perencanaan pondasi suatu bangunan harus diperhatikan dengan baik karena apabila terjadi penekanan terhadap tanah yang berlebihan maka dapat menyebabkan penurunan yang besar bahkan dapat mengakibatkan keruntuhan suatu bangunan.

Pada hakikatnya pondasi harus dibangun di atas tanah keras dan padat untuk mendukung beban bangunan di atasnya. Untuk memperoleh letak dan kedalaman tanah keras harus terlebih dahulu dilakukan pengujian tanah. Pengujian tanah dapat diilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menggunakan Sondir, Uji Boring, Uji Penetrasi Test dan lain sebagainya. Pengujian dilakukan di laboratorium dengan mengambil sampel tanah asli yang berada di lapangan. Hasil dari uji di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah sehingga bisa diketahui kekuatan setiap lapisan tanah, kepadatan, daya dukung serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah dilakukan agar mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Oleh karena itu sebelum lokasi dibangun wajib dilakukan pengujian terhadap kondisi tanah asli agar diketahui bagaimana sifat dari tanah tersebut. Dengan mengetahui

(2)

kondisi tanah kita dapat merencanakan struktur yang kokoh dan memberi rasa aman bagi pengguna dari bangunan tersebut.

2.2 Jenis-Jenis Pondasi

Pada dunia konstruksi banyak kita ketahui berbagai jenis dari pondasi tergantung dari jenis bangunannya. Menurut Hardiyatmo (2015), pemilihan bentuk pondasi dipengaruhi oleh kondisi tanah dan berat bangunannya, sedangkan untuk kedalaman pondasi dipengaruhi oleh letak tanah padat pada suatu tempat dimana pondasi akan dibangun. Berdasarkan kedalamannya jenis-jenis pondasi dibedakan menjadi 2 yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation).

2.2.1 Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)

Dikatakan pondasi dangkal karena pondasi ini memiliki kedalaman yang relatif dangkal kurang dari 3 meter dan dekat dengan permukaan tanah (Pamungkas, 2013). Pondasi dangkal juga sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung. Macam-macam pondasi dangkal meliputi:

a. Pondasi Telapak

Pondasi telapak atau yang biasa kita kenal juga dengan pondasi setempat adalah salah satu jenis pondasi dangkal yang bekerja menahan beban secara terpusat sehingga penembatannya sama persis pada titik-titik penempatan kolom pada bangunan. Pondasi telapak terbuat dari beton bertulang dengan bentuk persegi empat atau persegi panjang. Pondasi telapak pada umumnya digunakan pada bangunan bertingkat 2 atau 3 lantai dengan kedalaman 1 hingga 2 meter, namun kedalaman harus disesuaikan hingga mencapai tanah keras.

(3)

Gambar 2.1 Pondasi telapak

b. Pondasi Rakit

Pondasi rakit (raft foundation) adalah pondasi dangkal yang berbentuk melebar yang mengikuti bentuk dasar dari suatu bangunan dengan ketebalan tertentu. Pondasi rakit digunakan pada suatu kondisi tanah dengan daya dukung rendah. Terzhagi dan Peck (1948) menyarankan apabila 50% dari luas bangunan terpenuhi oleh luasan pondasi, maka akan lebih menekan biaya serta lebih ekonomis jika menggunakan pondasi rakit karena dapat menghemat biaya penggalian tanah serta penulangan beton. Terdapat macam-macam jenis dari pondasi rakit yang sering digunakan (Bowles, 1989) dan ditunjukkan pada gambar 2.2.

a. Pelat rata.

b. Pelat yang ditebalkan di bawah kolom.

c. Balok dan pelat.

d. Pelat dengan kaki tiang.

e. Dinding dengan ruang bawah tanah sebagai bagian pondasi telapak.

(4)

Gambar 2.2 Jenis-jenis pondasi rakit (Bowles,1988)

c. Pondasi Memanjang

Pondasi memanjang adalah pondasi dengkal yang berbentuk menerus dan memanjang yang dapat digunakan sebagai pendukung beban garis maupun beban memanjang, misalnya untuk mendukung beban dinding maupun beban dari kolom yang mempunyai jarak berdekatan (Hardiyatmo, 2015) seperti pada gambar 2.3.

Material yang bisa digunakan pada pondasi memanjang seperti batu pecah, pasangan batu kali, pasangan batu bata, dan cor.

Gambar 2.3 Pondasi memanjang

(5)

2.2.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Pondasi dalam didefinisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan (Hardiyatmo, 2015). Pondasi ini digunakan apabila tanah dengan kedalaman tertentu tidak mampu menahan beban yang ada atau dikatakan tanah tersebut tidak cocok sehingga dibutuhkan kedalaman yang lebih untuk mencapai tanah yang keras. Pondasi ini digunakan pada bangunan yang tinggi dan kedalaman pondasi lebih dari 3 meter di bawah permukaan tanah. Macam-macam pondasi dalam meliputi:

a. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancangkan ke dalam tanah sampai mencapai kedalaman tertentu dengan tujuan untuk menyalurkan dan meneruskan beban dari struktur atas ke tanah pendukung.

Material tiang pancang ini bisa terbuat dari kayu, baja, maupun beton. Pada saat metode pelaksanaan pondasi tiang pancang, tiang dipukul ke dalam tanah kemudian dihubungkan dengan pile cap. Pondasi jenis ini digunakan pada saat tanah pada kedalaman dangkal tidak stabil dan tidak kuat dalam mendukung beban yang berada di atasnya, sedangkan letak tanah keras sangat dalam. Dalam penjelasannya ada berbagai jenis dan konfigurasi dari tiang pancang berdasarkan jenis tanah seperti pada gambar 2.4 yaitu:

a. Kelompok dan tiang pancang tunggal pada batuan atau lapisan tanah yang sangat keras.

b. Kelompok atau tiang pancang tunggal “apung” dalam massa tanah.

c. Kelompok tiang pancang pada lepas pantai.

d. Tegangan tiang pancang.

e. Penetrasi tiang pancang di bawah sebuah lapisan tanah konsolidasi.

(6)

Gambar 2.4 Pondasi tiang pancang (Bowles,1993)

b. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)

Pondasi tiang bor atau sering disebut bored pile merupakan pondasi yang pelaksanaanya dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu dengan diameter tertentu kemudian diberikan suatu tulangan dan dicor di tempat tersebut. Pondasi bored pile mempunyai kelebihan yaitu ramah lingkungan karena pada saat pelaksanaannya tidak menyebabkan pencemaran suara dan getaran seperti pelaksanaan pada pondasi tiang pancang, selain itu pondasi ini sangat cocok digunakan pada lingkungan yang padat dengan bangunan di sekitar area proyek.

Namun pelaksanaan pondasi ini memerlukan peralatan yang besar dan pada saat pengecorannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca.

(7)

Gambar 2.5 Pondasi tiang bor (bored pile)

Daya dukung diperoleh dari tahanan ujung (end bearing capacity) serta daya dukung gesek yang diperoleh oleh daya dukung gesek serta gaya adhesi antara tiang bor dan tanah di sekitarnya. Struktur pondasi ini dipakai di tanah yang bersifat stabil dan kaku, sehingga dalam perancangan membentuk celah, hasilnya stabil dengan bantuan alat boring. Dalam penjelasannya ada berbagai jenis dari tiang, yaitu:

a) Tiang bor (bored pile) lurus untuk tanah keras.

b) Tiang bor (bored pile) yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.

c) Tiang bor (bored pile) yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.

d) Tiang bor (bored pile) lurus untuk tanah berbatu.

Gambar 2.6 Jenis-jenis pondasi bored pile (Braja M.Das)

(8)

Dalam dunia konstruksi pemilihan penggunaan pondasi bored pile ada beberapa alasan yang perlu diketahui, antara lain:

a). Pada pondasi tiang bor (bored pile) tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap.

b). Kedalaman tiang dapat divariasikan.

c). Ketika proses pemancangan dilakukan, getaran tanah akan mengakibatkan kerusakan pada bangunan yang ada di dekatnya, akan tetapi dengan penggunaan pondasi tiang bor (bored pile) hal itu dapat dicegah.

d). Pada pondasi tiang pancang, pemancangan pada tanah lempung akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi pondasi tiang bor (bored pile).

e). Selama pelaksanaan pondasi tiang bor (bored pile) tidak menyebabkan suara yang ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang.

f). Karena dasar dari pondasi tiang bore (bored pile) dapat diperbesar, hal ini mampu memberikan ketahanan yang besar untuk gaya ke atas.

g). Permukaan di atas dimana tiang bor (bored pile) didirikan dapat diperiksa secara langsung.

h). Pondasi tiang bor (bored pile) mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.

Adapun beberapa kelemahan dari pondasi tiang bor (bored pile) antara lain:

a). Keadaan cuaca yang buruk dapat memperlambat pengeboran dan pengecoran, b). Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor.

c). Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik maka dibatasi dengan cara ujung pipa tremi berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi.

(9)

d). Air yang mengalir pada lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kemballi ke dalam kolam air.

e). Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran.

f). Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton dan material untuk pekerjaan kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak maka ukuran tiang bor disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan.

g). Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka dipasang pipa paralon pada tulangan tiang bor, untuk pekerjaan injeksi semen dasar (base grouting).

2.3 Pembebanan

Dalam merencanakan suatu bangunan tidak terlepas dari perhitungan beban.

Beban merupakan gaya atau aksi lainnya yang diperoleh dari berat seluruh bahan bangunan gedung, efek lingkungan, selisih perpindahan, dan gaya kekangan akibat perubahan dimensi (SNI 1727-2013). Pembebanan pada struktur gedung bertingkat dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan arah kerja beban tersebut, yaitu beban vertikal dan beban horizontal. Beban vertikal adalah beban yang bekerja secara vertikal atau tegak lurus dengan gedung tersebut berupa beban mati dan beban hidup dari struktur gedung tersebut. Sedangkan beban horizontal adalah beban yang bekerja searah dengan gedung bertingkat tersebut, yang meliputi beban angin dan beban gempa, namun pada gedung bertingkat berstruktur beton bertulang beban gempa lebih dominan dibandingkan dengan beban angin. Dari hasil analisa pembebanan inilah kemudian didapatkan reaksi-reaksi yang bekerja pada dasar bangunan yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan struktur bawah.

2.3.1 Beban Mati (Dead Load)

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,

(10)

finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lainnya (SNI 1727-2013). Bagian ini merupakan berat terhadap seluruh komponen di bangunan yang sifatnya konsisten, dimana tercantum beberapa elemen pelengkap, dimana segmen tidak bisa terbagikan dari struktur itu sendiri.

Sedangkan menurut Pamungkas dan Harianti (2013) beban mati merupakan berat dari semua bagian dari suatu bangunan gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, finishing, mesin-mesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati ini disimbolkan dengan huruf D atau Dead Load.

2.3.2 Beban Hidup (Live Load)

Menurut SNI 1727-2013 beban hidup yaitu beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Penjelasan di atas ialah semua dari beban yang ada dalam struktur yang diakibatkan oleh penghunian dan pemakaian dari sebuah gedung, sehingga akan mengakibatkan perubahan yang terjadi dalam tahap pembebanan.

Sedangkan menurut Pamungkas dan Harianti (2013) beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang bukan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung itu sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap gedung tersebut. Besarnya beban hidup juga bergantung dari fungsi bengunan itu sendiri, setiap fungsi bangunan yang berbeda maka besarnya beban hidup juga berbeda.

Beban hidup disimbolkan dengan huruf L atau Live Load.

(11)

2.3.3 Beban Gempa (Seismic Load)

Gempa merupakan salah satu aktivitas alam yang tidak dapat kita cegah maupun kita hindari dan bisa terjadi kapan pun dan dimana pun. Bangunan yang semakin tinggi akan mengalami ketidakstabilan apabila bangunan tersebut mendapatkan gaya horizontal berupa gaya gempa. Oleh karena itu dalam merencanakan suatu bangunan khususnya bangunan bertingkat tinggi diperlukan suatu perhitungan beban gempa agar pondasi dari bangunan tersebut mampu menahan gaya gempa yang terjadi.

Menurut Pamungkas dan Harianti (2013) beban gempa merupakan beban yang diakibatkan oleh adanya pergerakan tanah di bawah struktur suatu gedung atau bangunan, akibat pergerakan tanah, struktur atas akan bergoyong. Goyangan tersebut dimodelkan sebagai beban horizontal terhadap struktur atas gedung atau bangunan, dan kemudian diinformulasikan sebagai beban gempa rencana.

Pada perencanaan pondasi ini, perhitungan beban gempa akan dianalisa dengan mengacu pada peraturan SNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung. Dalam menganalisa beban gempa digunakan dua metode yaitu metode statik ekivalen dan metode respon spektra. Langkah-langkah menghitung beban gempa selanjutnya akan dibahas lebih rinci pada penjelasan berikut.

2.3.3.1 Faktor Keutamaan Gempa dan Kategori Risiko Struktur Bangunan Pada SNI 1726-2019 setiap bangunan berdasarkan jenis pemanfaatannya dibedakan menjadi 4 kategori risiko, berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 2.1 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan gempa Ie menurut Tabel 2.3. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersenut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.

(12)

Tabel 2.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:

− Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

− Fasilitas sementara

− Gudang penyimpanan

− Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali tang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

− Perumahan

− Rumah toko dan rumah kantor

− Pasar

− Gedung perkantoran

− Gedung apartemen/rumah susun

− Pusat perbelanjaan/mall

− Bangunan industri

− Fasilitas manufaktur

− Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

− Bioskop

− Gedung pertemuan

− Stadion

− Fasilitas kesehatan yang todak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

− Fasilitas penitipan anak

− Penjara

− Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

− Pusat pembangkit listrik biasa

− Fasilitas penanganan air

− Fasilitas penanganan limbah

− Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

Gedung dan non gedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

− Bangunan-bangunan monumental

− Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

− Rumah ibadah

(13)

− Rumah saikit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

− Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

− Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

− Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

− Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

− Struktur tambahan (termasuk menara telekominikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

IV

Sumber: SNI 1726-2019

Tabel 2.2 Faktor keutamaan gempa

Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,00

III 1,25

IV 1,50

2.3.3.2 Klasifikasi Situs

Menurut SNI 1726-2019 dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan dipermukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai Tabel 2.3. berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas.

Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang telah tercantum pada tabel.

(14)

Tabel 2.3 Klasifikasi situs

Kelas Situs 𝑽̅s (m/detik) 𝑵̅atau 𝑵̅ch 𝑺̅u (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 30 50 sampai 100

SE (tanah lunak) <175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Indeks plastisitas, PI > 20 2. Kadar air, w ≥ 40%

3. Kuat geser niralir, 𝑆̅u ≤ 25 kPa SF (tanah khusus, yang

membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti 0)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

− Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah lukuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

− Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)

− Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan indeks plastisitas PI > 75)

− Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan 𝑆̅u < 50 kPa

Sumber SNI 1726-2019

Catatan:

N/A = Tidak dapat dipakai

2.3.3.3 Peta-Peta Gerak Tanah Seismik dan Koefisen Risiiko

Menurut SNI 1726-2019 peta-peta gerak tanah seismik dan koefisien risiko dari gempa maksimum yang dipertimbangkan (Maximum Considered Earthquake, MCE) diperlukan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan beban gempa dalam standar. Pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7, menunjukkan peta gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) parameter-parameter gerak tanah Ss,

dan S1. Ss adalah parameter nilai percepatan respons spektral gempa MCER risiko tertarget pada periode pendek, teredam 5%. Sedangkan S1 adalah parameter nilai percepatan respons spektral gempa MCER risiko-tertarget pada periode 1 detik, teredam 5%.

(15)

Gambar 2.7 Ss Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)

Gambar 2.8 S1 Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)

2.3.3.4 Koefisien-Koefisien Situs dan Parameter-Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-

Tertarget (MCER)

Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktora amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan periode 1,0 detik. Faktor amplifikasi melipui faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait

(16)

percepatan yang mewakili getaran periode 1,0 detik (Fv). Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek (Sms) dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = Fa x Ss (2.1)

SM1 = Fv x S1 (2.2)

Keterangan:

SMS : Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek SM1 : Parameter spektrum respons percepatan pada periode 1,0 detik Fa : Faktor koefisien periode pendek

Fv : Faktor koefisien periode 1,0 detik

Ss : Parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek

S1 : parameter respon spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 1,0 detik

Koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 2.4 dan 2.5.

Tabel 2.4 Koefisien situs, Fa

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) terpetakan pada periode

pendek,T = 0,2 detik, SS

SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1 SS = 1,25 SS ≥1,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0

SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8

SF SS(a)

Sumber: SNI 1726-2019

Catatan:

(a) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik.

(17)

Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv

Kelas Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) terpetakan pada periode

pendek,T = 1 detik, S1

S1 ≤ 0,25 S1 = 0,5 S1 = 0,75 S1 = 1 S1 = 1,25 S1 ≥1,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4

SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7

SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2 2,0

SF SS(a)

Sumber: SNI 1726-2019

Catatan:

(a) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik.

2.3.3.5 Parameter Percepatan Spektral Desain

Sesuai dengan SNI 1726-2019, parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS dan pada periode 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

𝑆𝐷𝑆 = 2

3 𝑆𝑀𝑆

(

2.3)

𝑆𝐷1= 2

3 𝑆𝑀1

(2.4)

Keterangan:

SDS : Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek SD1 : Parameter spektrum respons percepatan pada periode 1,0 detik

2.3.3.6 Spektrum Respons Desain

Menurut SNI 1726-2019, apabila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.6 dan mengikuti ketentuan di bawah ini:

1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0 spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan;

𝑆𝑎 = 𝑆𝑑𝑠(0,4 + 0,6 𝑇

𝑇0)

(2.3)

(18)

2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,sama dengan SDS ; 3. Untuk periode lebih besar dari Ts tetapi lebih kecil dari atau sama dengan TL,

respons spektral percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

𝑆

𝑎

=

𝑆𝐷1

𝑇

(2.4)

4. Untuk periode lebih besar dari TL, respons spektral percepatan desain, berdasarkan persamaan:

𝑆

𝑎

=

𝑆𝐷1𝑇𝐿

𝑇2

(2.5)

Keterangan:

SDS : Parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek.

SD1 : Parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik.

T : Periode getar fundamental struktur.

𝑇0 = 0,2 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (2.6)

𝑇

𝑠

=

𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆

(2.7)

TL : Peta transisi periode panjang yang ditunjukkan pada Gambar 2.6

Gambar 2.9 Spektrum respons desain

(19)

Tabel 2.6 Kategori desain seismik berdasarkan paramater respons percepatan pada periode pendek

Nilai SDS Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 ≤ SDS < 0,33 B C

0,33 ≤ SDS < 0,50 C D

0,5 ≤ SDS D D

Sumber: SNI 1726-2019

Tabel 2.7 Kategori desain seismik berdasarkan paramater respons percepatan pada periode 1 detik

Nilai SDS Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,067 A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D

0,20 ≤ SD1 D D

Sumber: SNI 1726-2019

2.3.3.7 Kombinasi Sistem Struktur Dalam Arah yang Berbeda

Menurut SNI 1726-2019, sistem pemikul gaya seismik yang berbeda diizinkan untuk digunakan menahan gaya seismik di masing-masing arah kedua sumbu ortogonal struktur. Bila sistem yang berbeda digunakan, masing-masing nilai R, Cd, dan Ω0 harus diterapkan pada setiap sistem, termasuk batasan sistem struktur yang termuat dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Faktor R, Cd, dan Ω0 sistem penahan gaya gempa

Sistem Pemikul Gaya Seismik

Koefisien Modifikasi

Respons, Ra

Faktor Kuat Lebih Sistem,

0b

Faktor Pembesaran

Defleksi, Cdc

Batasan Sistem Struktur dan Batasan Tinggi

Struktur, hn (m)d Kategori Desain Seismik

B C De Ee Ff

A. Sistem dinding penumpu B. Sistem rangka bangunan

1. Rangka baja dengan bresing 8 2 4 TB TB 48 48 30

2.Rangka baja dengan bresing kosentris khusus

6 2 5 TB TB 48 48 30

3.Rangka baja dengan bresing kosentris biasa

341 2 314 TB TB 10j 10j TIj

4. Dinding geser beton bertulang khususg.h

6 221 5 TB TB 48 48 30

5. Dinding geser beton bertulang biasag

5 221 412 TB TB TI TI TI

(20)

6. Dinding geser beton polos detailg

2 221 2 TB TI TI TI TI

7. Dinding geser beton polos biasag

121 112 TB TI TI TI TI

8,Dinding geser pracetak menengahg

5 221 412 TB TB 12j 12j 12j

9. Dinding geser pracetak biasag 4 221 4 TB TB TI TI TI

10. Rangka baja dan beton komposit dengan bresing eksentris

8 2 4 TB TB 48 48 30

11. Rangka baja dan beton komposit dengan bresing kosentris

5 2 412 TB TB 48 48 30

12. Rangka baja dan beton komposit dengan bresing biasa

3 2 3 TB TB TI TI TI

13. Dinding geser pelat baja dan beton komposit

621 221 512 TB TB 48 48 30

14. Dinding geser baja dan beton komposit khusus

6 221 5 TB TB 48 48 30

15. Dinding geser baja dan beton komposit biasa

5 221 412 TB TB TI TI TI

16. Dinding geser batu bata bertulang khusus

521 221 4 TB TB 48 48 30

17. Dinding geser batu bata bertulang menengah

4 221 4 TB TB TI TI TI

18. Dinding geser batu bata bertulang biasa

2 221 2 TB 48 TI TI TI

19. Dinding geser batu bata polos didetail

2 221 2 TB TI TI TI TI

20. Dinding geser batu bata polos biasa

121 221 114 TB TI TI TI TI

21. Dinding geser batu bata prategang

121 221 114 TB TI TI TI TI

22. Dinding rangka ringan (kayu) yang dilapisi dengan panel struktur kayu yang dimaksudkan untuk tahanan geser

7 221 412 TB TB 22 22 22

23. Dinding rangka ringan (baja canai dingin) yang dilapisi dengan panel struktur kayu yang dimaksudkan untuk tahanan geser, atau dengan lembaran baja

7 221 412 TB TB 22 22 22

24. Dinding rangka ringan dengan panel geser dari semua material lainnya

221 221 212 TB TB 10 TB TB

25. Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk

8 221 5 TB TB 48 48 30

26. Dinding geser plat baja khusus 7 2 6 TB TB 48 48 30

C. Sistem rangka pemikul momen

(21)

D. Sistem ganda dengan rangka pemikul momen khusus yang mampu menahan paling sedikit 25% gaya seismik yang ditetapkan E. Sistem ganda dengan rangka

pemikul momen menengah yang mampu menahan paling sedikit 25% gaya seismik yang ditetapkan F. Sistem interaktif dinding

geser-rangka dengan rangka pemikul momen beton bertulang biasa dan dinding geser beton bertulang biasag G. Sistem kolom kantilever

didetail untuk memenuhi persyaratan

H. Sistem baja tidak didetail secara khusus untuk ketahanan seismik, tidal termasuk sistem kolom kantilever

Sumber SNI 1726-2019

Catatan:

a Koefisien modifikasi respons, R, untuk penggunaan pada keseluruhan standar.

Nilai R mereduksi gaya ke level kekuatan bukan pada level tegangan izin.

b Jika nilai pada tabel faktor kuat lebih, Ω0, lebih besar atau sama dengan 2,5, maka Ω0 diizinkan untuk direduksi setengah untuk struktur dengan diafragma fleksibel.

c Faktor pembesaran simpangan lateral, Cd,untuk penggunaan dalam, 0,0, dan 0.

d TB = Tidak Dibatasi dan TI = Tidak Diizinkan.

e Lihat 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem pemikul gaya sesismik uang dibatasi sampai bangunan dengan ketinggian 72 m atau kurang.

f Lihat 7.2.5.4 untuk sistem pemikul gaya seismik yang dibatasi sampai bangunan dengan ketinggian 48 m atau kurang.

g Dinding geser didefinisikan sebagai dinding struktural.

h Definisi “Dinding Struktural Khusus”, termasuk konstruksi pracetak dan cor di tempat.

i Penambahan ketinggian sampai 13,7 m diizinkan untuk fasilitas gudang penyimpanan satu tingkat.

(22)

j Rangka baja dengan bresing konsentrik biasa diizinkan pada bangunan satu tingkat sampai ketinggian 18 m dimana beban ati atap tidak melebihi 0,96 kN/m2 dan struktur griya tawang (penthouse)

k Lihat 0 untuk struktur yang dikenai kategori desain seismik D, E, atau F.

l Lihat 0 untuk struktur yang dikenai kategori desain seismik D,E, atau F.

m Definisi “Rangka Momen Khusus”, termasuk konstruksi pracetak dan cor di tempat.

n Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan harus dibatasi untuk bangunan dengan tinggi satu lantai sesuai dengan standar yang berlaku.

o Sebagai alternatif, efek beban seismik dengan kuat lebih Emh, diizinkan berdasarkan perkiraan kekuatan yang ditentukan sesuai dengan standar yang berlaku.

p Rangka pemikul momen biasa diizinkan untuk digunakan sebagai pengganti rangka pemikul momen menengah untuk kategori desain seismik B atau C.

2.3.3.8 Periode Fundamental Pendekatan

Periode fundamental struktur (T), dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan sifat struktur dan karakteristik deformasi elemen pemikul dalam analisis yang teruji. Periode fundamental struktur, tidak boleh melebihi hasil perkalian koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung (Cu). Sebagai alternatif dalam melakukan analisis untuk menentukan periode fundamental struktur, diizinkan secara langsung menggunakan periode bangunan pendekatan.

Menurut SNI 1726-2019 periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut:

𝑇𝑎= 𝐶𝑡𝑛𝑥 (2.8)

Keterangan:

hn : Ketinggian struktur (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur.

Ct : Koefisien seismik periode.

X : Ditentukan oleh Tabel 2,10.

(23)

Tabel 2.9 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung

Parameter percepatan respons spektral desain pada 1 detik, SD1

Koefisisen Cu

≥ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≤ 0,1 1,7

Sumber SNI 1726-2019

Tabel 2.10 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x

Tipe Struktur Ct x

Sisten rangka pemikul momen dimana rangka 100%

gaya seismik yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya seismik:

• Rangka baja pemikul momen

• Rangka beton pemikul momen

0,0724 0,0466

0,8 0,9 Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

Sumber SNI 1726-2019

Sebagai alternatif, diizinkan untuk menentukan periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem pemikul gaya seismik terdiri dari rangka pemikul momen yang seluruhnya beton atau seluruhnya baja dan rata- rata tinggi tingkat sekurang-kurang 3 m:

𝑇𝑎 = 0,1 𝑁 (2.9)

Keterangan : N : Jumlah tingkat

2.3.3.9 Geser Dasar Seismik

Menurut SNI 1726-2019, geser dasar seismik V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan:

𝑉 = 𝐶𝑠𝑊 (2.10)

Dengan Keterangan:

(24)

Cs : Koefisien modifikasi respons W : Berat seismik efektif

2.2.3.10 Perhitungan Koefisien Respons Seismik

Menurut SNI 1726-2019, koefisien respons seismik (Cs) harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

𝐶

𝑠

=

𝑆𝐷𝑆

(𝑅

𝐼𝑒)

(2.11)

Keterangan:

SDS: Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode pendek R : Faktor modifikasi respon

Ie : Faktor keutamaan gempa

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan di atas tidak perlu melebihi berikut ini:

Untuk T ≤ TL

𝐶

𝑠

=

𝑆𝐷1

𝑇(𝑅

𝐼𝑒)

(2.12)

Untuk T > TL

𝐶

𝑠

=

𝑆𝐷1 𝑇𝐿

𝑇2(𝑅

𝐼𝑒)

(2.13)

Cs harus tidak kurang dari

Cs = 0,044SDS Ie ≥ 0,01 (2.14) Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Ct tidak kurang dari:

𝐶

𝑠

=

0,5𝑆1

(𝑅

𝐼𝑒)

(2.15)

Keterangan:

R : Koefisien modifikasi respons.

Ie : Faktor keutamaan gempa.

SD1 : Parameter percepatan respons spektral desain pada periode sebesar 1,0 detik.

(25)

T : Periode fundamental struktur (detik).

S1 : Parameter percepatan respons spektral maksimum yang dipetakan.

2.3.3.11 Distribusi Vertikal Gaya Seismik

Gaya seismik lateral (Fx) (Kn) yang timbul disemua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:

𝐹𝑥 = 𝐶𝑉𝑋𝑉 (2.16)

Dan

𝐶

𝑣𝑥

=

𝑤𝑋𝑥𝑘

𝑛𝐼=𝐼𝑤𝑖𝑖𝑘

(2.17)

Keterangan:

Cvx : Faktor distribusi vertikal .

V : Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN).

wi dan wx : Bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x.

hi dan hx : Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m).

k : Eksponen yang terkait dengan periode struktur dengan nilai sebagai berikut:

• Untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, k = 1

• Untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, k = 2

• Untuk struktur dengan 0,5 < T < 2,5 detik, k = 2 atau ditentuka dengan interpolasi linier antara 1 dan 2.

2.3.4 Beban Kombinasi Terfaktor

Struktur bangunan gedung dan non gedung harus didesain menggunakan kombinasi pembebanan. Sistem pondasi baik untuk bangunan gedung dan non gedung tidak boleh gagal lebih dahulu dari pada struktur yang ditumpunya, sehingga kombinasi pembebanan yang mempertimbangkan faktor kuat lebih harus diaplikasikan dalam desain sistem pondasi.

Hasil dari perhitungan pembebanan yang dikombinasikan dan dimasukkan ke program pendukung serta kombinasi beban yang sesuai dengan SNI 172-2019.

(26)

Komponen elemen struktur dan elemen dari pondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananyasama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinas-kombinasi sebagai berikut:

Tabel 2.11 Kombinasi beban untuk metode ultimit

Beban Metode Ultimit

Beban Mati 1,4 D

Beban Hidup 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

Beban Angin 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W) 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau R) 0,9 D + 1,0 W

Beban gempa 1,2 D + 1,0 E + L

0,9 D + 1,0 E Sumber : SNI 1726-2019

Menurut SNI 1726-2019, arah penerapan gempa yang digunakan dalam desain harus merupakan arah yang menghasilkan pengaruh beban yang paling kritis. Struktur harus dianalisis menggunakan prosedur pembebanan yang diterapkan secara terpisah dalam semua dua arah ortogonal. Pengaruh beban yang paling kritis akibat arah penerapan gaya gempa pada struktur dianggap terpenuhi jika komponen an pondasinya didesain untuk memikul kombinasi beban-beban yang diterapkan berkut: 100% gaya untuk satu arah ditambah 30% gaya arah tegak lurus.

2.4 Perencanaan Daya Dukung Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Berdasarkan Data SPT

Pengujian penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari pengukuran kerapatan relatif secara langsung di lapangan.

Pengujian untuk mengetahui estimasi nilai kerapatan relatif yang sering digunakan adalah pengujian penetrasi standar atau yang biasa disebut pengujian SPT (Standart Penetration Test).

Sedangkan menurut Bowles (1989) SPT atau biasa disebut standard penetration test yaitu metode yang paling berguna untuk menentukan kondisi tanah yang mendasar di suatu tenpat. Pengujian penetrasi standar merupakan cara yang paling populer dan cara yang ekonomis untuk mendapatkan informasi di bawah

(27)

permukaan tanah. Beberapa orang merasa bahwa prosedur ini tidak seharusnya disebut sebagai pengujian. Data tersebut seharusnya disebut indeks. Walaupun demikian, metode tersebut telah distandarisasi oleh ASTM D 1586 sebagai “Metode Standar untuk Pengujian Penetrasi dan Pengambilan Contoh Bahan Silinder Belah dari Tanah” dan lazimnya disebut dengan pengujian penetrasi standar (Standard Penetration Test). Salah satu dari jenis uji terhadap tanah yang digunakan hasilnya untuk mengetahui adanya daya dukung. Hal tersebut dilakukan beriringan dengan adanya pengeboran guna memahami perlawanan dinamik dari tanah maupun pengambilan beberapa sampel teknik penumbukan.

Ada beberapa kelebihan jika menggunakan Standard Penetration Test menurut Bowles (1986) sebagai berikut:

a) Pengujian Standard Penetration Test sangat ekonomis dalam segi biaya per satuan informasi.

b) Keawetan sejumlah besar peralatan yang digunakan.

c) Pengumpulan basis data Standard Penetration Test yang besar terus berkembang.

d) Kenyataan bahwa metode-metode lain dapat digunakan dengan mudah untuk menunjang Standard Penetration Test bila pemboran menunjukkan lebih banyak perbaikan dalam pengumpulan contoh bahan atau data.

Pengambilan data Standard Penetration Test (SPT) dilakukan dengan menjatuhkan batangan besi ke arah bor yang telah disiapkan ke dalam tanah, semakin banyak pukulan yang terjadi atau dilakukan maka data yang muncul akan lebih banyak pula. Hal ini dapat disimpulkan semakin besar phi atau kohesi yang terdapat dalam tanah. Syarat utamanya yaitu teknik pengeboran yang baik guna mendapatkan hasil uji yang baik pula.

2.5 Daya Dukung Ijin Tiang

Menurut Pamungkas, (2013) hal ini bisa dilihat dari daya dukung ujung yang terdapat dalam tiang bisa dilihat berdasarkan kekuatan dari ijin tekan maupun ijin tarik. Dimana hal ini dapat mempengaruhi beberapa kondisi tanah serta kekuatan material yang terdapat pada tiang itu sendiri.

(28)

Gambar 2.10 Skema daya dukung ijin tiang (Sardjono,1991)

2.5.1 Daya Dukung Ijin Tekan

Analisa daya dukung ijin tekan pondasi tiang terhadap kekuatann tanah menggunakan formula sebagai berikut:

Gambar 2.11 Skema daya dukung tekan

1. Berdasarkan data sondir (Guy Sangrelat)

𝑄𝑢 = 𝑄𝑝 + 𝑄𝑠 (2.18)

𝑄𝑢 = 𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝 + 𝑇𝑓𝑥𝐴𝑠𝑡 (2.19) 𝑄𝑎 = 𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝

𝐹𝐾1 + 𝑇𝑓𝑥𝐴𝑠𝑡

𝐹𝐾2 (2.20)

Sumber: Pamungkas, 2013

Keterangan;

Qu : Daya dukung ultimit tekan tiang

(29)

Qp : Daya dukung ujung tiang Qs : Daya dukung friksi Qa : Daya dukung ijin tiang Qc : Tahanan ujung konus Ap : Luas penampang tiang

Tf : Total friksi/jumlah hambatan pelekat Ast : Keliling penampang tiang

FK1, FK2 : Faktor keamanan 3 dan 5

2. Berdasarkan data N SPT (Meyerhorf)

𝑃𝑎 =

𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝

𝐹𝐾1

+

∑ 𝐿𝑖𝑓𝑖𝑥𝐴𝑠𝑡

𝐹𝐾2

(2.21)

Keterangan:

Pa : Daya dukung ijin tekan tiang qc : 20 N, untuk silt/clay

: 40 N, untuk sand N : Nilai SPT

Ap : Luas penampang tiang Ast : Keliling penampang tiang

Li : Panjang segmen tiang yang mampu ditinjau fi : Gaya geser pada selimut segmen

: N maksimum 12 ton/m2, untuk silt/clay : N/5 maksimum 10 ton/m2, untuk sand FK1, FK2 : Faktor keamanan 3 dan 5.

2.5.2 Daya Dukung Horizontal

Menurut Pamungkas (2013), dalam analisis gaya horizontal, tiang perlu dibedakan menurut model ikatannya dengan penutup tiang (pile cap), oleh karena itu tiang dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Tiang ujung jepit (fixed end pile) 2) Tiang ujung bebas (free end pile)

(30)

Menurut McNulty (1956) mendefinisikan tiang ujung jepit sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertenam) pada pile cap paling sedikit sedalam 60 cm.

Dengan demikian untuk tiang yang bagian atasnya tidak terjepit kurang dari 60 cm termasuk tiang ujung bebas (free end pile). Pada tanah kohesif dan ujung jepit seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.12 Tiang ujung jepit dalam tanah kohesif. (a) tiang pendek, (b) tiang sedang, (c) tiang panjang

- Untuk tiang pendek 𝐻𝑢 = 9 𝑐𝑢. 𝐷 (𝐿𝑝 −3𝐷

2) (2.22)

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 (𝐿𝑝

2 +3𝐷

2) (2.23)

- Untuk tiang sedang 𝑀𝑦 = ( 9

4𝑐𝑢𝐷𝑔2) − 9𝑐𝑢𝐷𝑓 (3𝐷

2 +𝑓

2) (2.24)

(31)

Hu dihitung dengan mengambil 𝐿𝑝 = 3𝐷

2 + 𝑓 + 𝑔

(2.25)

Keterangan:

𝑐𝑢 : Undrained strenght D : Diameter tiang

Lp : Panjang tiang yang tertanam

Cek apakah momen maksimum pada kedalaman ((𝑓 +3𝐷

2 ) lebih kecil dari My.

Jika M max > My maka tiang tersebut termasuk tiang panjang.

Untuk tiang panjang (M max > My)

𝐻𝑢 =

3𝐷2𝑀𝑦

2+𝑓

2

(2.26)

2.5.3 Daya Dukung Ijin Tarik

Analisis dari daya dukung ijin tarik dengan kekuatan tanah menggunakan formula sebagai berikut:

Gambar 2.13 Skema daya dukung tarik 1) Berdasarkan data sondir (Guy Sangrelat, Mayerhorf)

𝑃𝑡𝑎 = (𝑇𝑓.𝐴𝑠𝑡).0,70

𝐹𝐾2 + 𝑊𝑝 (2.27)

Keterangan:

Pta : Daya dukung ultimit tarik tiang Wp : Berat pondasi

(32)

2) Berdasarkan data N SPT (Mayerhorf) 𝑃𝑡𝑎 = (∑ 𝑙𝑖𝑓𝑖.𝐴𝑠𝑡).0,70

𝐹𝐾2 + 𝑊𝑝 (2.28)

2.6 Jumlah Tiang yang Dibutuhkan

Perhitungan jumlah tiang yang diperlukan pada suatu titik kolom menggunakan beban aksial dengan kombinasi beban DL + LL (beban tak terfaktor).

Jumlah tiang yang diperlukan dihitung dengan membagi gaya aksial yang terjadi dengan daya dukung tiang (Pamungkas, 2013).

𝑁

𝑝

=

𝑃

𝑃𝑎𝑙𝑙

(2.29)

Keterangan:

Np : Jumlah tiang

P : Gaya aksial yang terjadi P all : Daya dukung ijin tiang

2.7 Daya Dukung Ijin Kelompok Tiang

Menurut Hardiyatmo, (2010) kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini terjadi jika tiang dipancangkan dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak. Dalam kondisi tersebut, stabilitas kelompk=ok tiang tergantung dari dua hal, yaitu:

1) Kapasitas dukung tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang dalam mendukung beban total struktur.

2) Pengaruh penurunan konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.

Cara pemasangan tiang seperti dipancang, dibor, digetarkan atau ditekan, akan berpengaruh kecil pada kedua hal tersebut di atas. Penurunan kelompok tiang sama dengan penurunan tiang tunggal, jika dasar kelompok tiang terletak pada lapisan keras. Jika tiang-tiang dipancang pada lapisan yang agak kuat tapi dapat mampat misalnya lempung kaku, atau dipancang pada lapisan yang tidak mudah

(33)

mampat misalnya pasir padat, tetapi lapisan tersebut berada di atas lapisan tanah lunak, maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih rendah dari jumlah kapasitas masing-masing tiang. Hal ini, karena kapasitas dukung ijin pondasi tiang akan dibatasi oleh penurunan toleransi.

Kelompok tiang yang daya dukungnya mengenai beban searah vertikal bisa dikatakan hal yang belum tentu menyebabkan tahanan akibat aksial dalam tiang tunggal yang berada di kelompok tiang. Bisa saja dalam tiang kelompok, daerah yang berpengaruh terhadap tiang bor individu bisa saja bersinggungan dengan tiang lainnya, hal ini bisa berkaitan dengan jarak tiang seperti gambar di bawah ini (FHWA NHI -10-016).

Gambar 2.14 Pengaruh area tumpang tindih pada kelompok tiang

Selain efek dari zona pengaruh yang saling tumpang tindih, efek konsturksi pada kondisi tanah di dalam dan di sekitar kolompok bisa disignifikan. Elemen penggalian pondasi dalam seperti tiang bor umumnya cenderung mengurangi tegangan efektif dari tanah di sekitarnya. Pengurangan daya dukung kelompk tiang yang disebabkan oleh group action ini biasanya dinyatakan dalam suatu angka

Referensi

Dokumen terkait

Sinyal video dan audio diproses untuk kemudian menghasilkan sinyal RF yang sesuai dengan standar sinyal televisi (dalam hal ini PAL) pada frekuensi saluran yang

• eluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah.. Byeri merupakan keluhan utama  pada

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Sungai Raya mengalami kesulitan koneksi

Berkaitan dengan hal diatas, hal yang dianalisis dalam makalah ini adalah keterkaitan antara adanya investasi kredit perbankan terhadap jumlah kesempatan kerja

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam menjelaskan perilaku pemilih, (1) Pendekatan Sosiologis (tradisional), melihat bahwa perilaku pemilih dipengaruhi oleh

Spesies amfibi yang berhasil ditemukan pada seluruh lokasi penelitian di berbagai tipe habitat di Resort Balik Bukit TNBBS tergolong ke dalam 4 famili, Famili Bufonidae (2

Dari seluruh stasiun yang ada di dapatkan persentasi tutunpan karang hidup sebesar 28%, angka tersebut menunjukkan penurunan kondisi terumbu karang dari tahun

Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul Tahun 2021 merupakan pemenuhan kebutuhan aspek perencanaan