• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG MERAH SEGAR DI KOTA MEDAN TESIS OLEH FARIDA YANI / MAG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG MERAH SEGAR DI KOTA MEDAN TESIS OLEH FARIDA YANI / MAG"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG MERAH SEGAR DI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH FARIDA YANI 147039012/ MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ii

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG MERAH SEGAR DI KOTA MEDAN

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi magister Agribisnis Fakultas pertanian Universitas

Sumatera Utara

Oleh

FARIDA YANI 147039012/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Judul : Analisis Tingkat Konsumsi Dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar Di Kota Medan

Nama : Farida Yani

NIM : 147039012

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Tavi supriana, M.S) (Sri fajar Ayu, SP, MM, DBA

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si) (Dr. Ir. Hasanuddin, M.S)

(4)

ii Telah diuji pada

Tanggal : 06 Pebruari 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir. Tavi Supriana, M.S Anggota : 1. Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA

2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si 3. Ir. Yusak Maryunianta, M. Si

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

“ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN PREFERENSI KONSUMEN BAWANG MERAH SEGAR DI KOTA MEDAN”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber- sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Pebruari 2017 yang membuat pernyataan,

Farida Yani

NIM. 147039012/MAG

(6)

ii

Dipersembahkan untuk :

Alm.Ayah,Ibu,M.Zulfzn Lubis, Alm Abdul ghafur Lubis, M.

Thohir Lubis, Dahliana Lubis dan Maulana Syafrizal Lubis juga kepada, Surya,Rauf dan Azka.

(7)

ABSTRAK

Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Tingkat konsumsi dan preferensi konsumen bawang merah sebagai salah satu bahan pangan yang strategis, memberikan konribusi yang cukup tinggiterhadap ketersediaan pangan di Kota Medan.Keragaman karekteristik yang melekat pada produk bawang merah segar menimbulkan beragam preferensidari konsumen sebagai pengambil keputusan akhir untuk membeli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen, menganalisis preferensi konsumen serta untuk menganalisis kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang merah segar di Kota Medan. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 100 rumah tangga. Data primer dianalisis menggunakan metode konjoin. Tingkat konsumsi bawang merah segar rata-rata di daerah penelitian sebesar 11,67 gram/kapita/ hari.

Pada penelitian ini digunakan empat atribut bawang merah segar dengan komposisi yaitu ukuran umbi, aroma, harga dan kelembaban/kekeringan.

Berdasarkan tingkat kepentingan utama (importantance value) atribut kelembaban/kekeringan mempunyai nilai kepentingan yang sangat tinggi (32.613%), aroma (24.462%), harga (22.882%) dan paling akhir adalah atribut ukuran umbi (20.043%). Kombinasi atribut yang paling di sukai oleh konsumen yaitu bawang merah segar dengan komposisi ukuran umbi besar, aroma tajam, harga berkisar < Rp.35000/kg dan mempunyai kelembaban/kekeringan sedang dalam arti sedikit lembab/agak kering, sampah ikutanya sedikit.

Kata kunci :bawang merah, tingkat konsumsi dan preferensi.

(8)

ii

ANALYZE THE LEVEL OF CONSUMPTION AND CONSUMER PREFERENCES OF FRESH SHALLOTS IN MEDAN .

ABSTRAC

Fresh shallots is one of the leading vegetable commodities that belong to the group of unsubstituted herbs that serve as food seasonings and ingredients of traditional medicine. Consumption rate and consumer preference of fresh shallots as one of the strategic foodstuff, giving a high enough contribution to the food availability in Medan. The diversity of characteristic attached to fresh shallots product gives a variety of consumer preferences as the final decision maker to buy. This study aims to analyze the level of consumer consumption, analyze consumer preferences as well as to analyze the combination of the most preferred attribute of fresh shallots consumers in Medan. The number of respondents in this study is 100 households. Primary data were analyzed using conjoint method. The average fresh shallots consumption level in the study area was 11.67 grams / capita / day. In this study used four attributes of fresh shallots with the composition of tuber size, aroma, price and moisture / dryness. Based on the importance of importance, the attribute of humidity / drought has a very high importance value (32.613%), aroma (24,462%), price (22,882%) and lastly is the tuber size attribute (20,043%). The combination of attributes most preferred by consumers is fresh shallots with the composition of large tuber size, sharp aroma, the price ranges <Rp.35000 / kg and has a moderate drought / humidity in the sense of a little moist / slightly dry, rubbish follow little.

Keywords: fresh shallots, consumption level and preference.

(9)

RIWAYAT HIDUP

FARIDA YANI lahir di Kisaran, 12 Agustus 1978, buah hati dari pasangan Alm. Bapak Ramlan Lubis dengan Ibu Nur Aini yang merupakan anak ke-empat dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1984 masuk Sekolah Dasar Negeri Bertingkat Ujong Baroh Meulaboh Aceh Barat, tamat tahun 1990.

2. Tahun 1990 masuk Sekolah Menengah Pertama YPAK PTP-V Sei Karang Galang, Kabupaten Deli Serdang, tamat tahun 1993.

3. Tahun 1993 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang, tamat tahun 1996.

4. Tahun 1996 masuk Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jurusan Agribisnis, tamat tahun 2002.

5. Tahun 2015 melanjutkan pendidikan S2 di Program Magister Agribisnis Universitas sumatera utara, tamat tahun 2017.

(10)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas karunia dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Dalam penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu. SP. MM, DBA selaku anggota komisi pembimbing atas motivasi, dukungan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Ramantha Ginting. Msi dan Bapak Ir. Yusak Maryuanianta. Msi selaku komisi penguji atas segala dukungan, semangat dan masukan yang diberikan, serta rekan rekan Magister Agribisnis USU angkatan 12, Diah dan Tota dan Ibu Dr.Ir. Hamidah Hanum, MP, yang sudah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Ramlan lubis dan Ibu Nur Aini, Surya Dharma Nasution SE, Rauf dan Azka yang senantiasa mendorong dan mengiringi langkah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Februari 2017

(11)

Penulis

(12)

ii

Hal

ABSTRAK . . . i

RIWAYAT HIDUP . . . iii

KATA PENGANTAR . . . iv

DAFTAR ISI . . . v

DAFTAR TABEL . . . vii

DAFTAR GAMBAR . . . viii

DAFTAR LAMPIRAN . . . ix

BAB I. PENDAHULUAN . . . 1

1.1. Latar Belakang . . . 1

1.2. Identifikasi Masalah . . . 10

1.3. Tujuan Penelitian . . . . . 10

1.4. Kegunaan Penelitian . . . 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . . . 12

2.1. Bawang Merah . . . 12

2.2. Standarisasi Bawang Merah di Indonesia . . . 15

2.3. Siklus Hidup Produk . . . 16

2.4. Penelitian Terdahulu . . . 20

2.5. Landasan Teori . . . 24

2.5.1. Karakteristik Konsumen . . . 2.5.2. Karakteristik Sikap . . . 24 24 2.5.3. Karakteristik Produk . . . 25

2.5.4. Keputusan Pembelian Konsumen . . . 26

2.5.5. Perilaku Konsumen . . . 27

2.5.6. Tingkat Konsumsi . . . 28

2.5.7. Prinsip Teori Konsumsi . . . 28

2.5.8. Preferensi Konsumen . . . 30

2.5.9. Analisis Konjoin . . . 31

2.5.10. Fungsi Analisis Konjoin . . . 34

2.5.11. Atribut Produk . . . 35

2.6. Kerangka Pemikiran . . . 36

BAB III. METODE PENELITIAN . . . 40

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian . . . 40

3.2. Metode Penentuan Sampel . . . 41

3.3. Metode Pengumpulan Data . . . 43

3.4. Metode Analisis Data . . . 44

3.5. Definisi dan Batasan Operasional . . . 46

(13)

3.5.1. Definisi. . . .. . . . .. . . 46

3.5.2. Batasan Operasional. . . 48

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. . . 49

4.1. Deskripsi Umum Kota Medan. . . 49

4.1.1. Letak Geografis Kota Medan. . . 50

4.1.2. Keadaan Penduduk Kota Medan. . . 51

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden . . . 52

4.2.1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin . . . 52

4.2.2. Karakteristik Responden berdasarkan Usia 52 4.2.3. Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . 53

4.2.4. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan . . . 53

4.2.5. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan . . . 54

4.2.6. Karekteristik Responden berdasarkan Tingkat Konsumsi . . . 55

4.3. Hasil Analisis dan Pembahasan . . . 56

4.3.1. Uji Korelasi Atribut dengan Preferensi Konsumen secara Umum . . . 56 4.3.2. Uji Ketepatan Prediksi Konsumen . . . 56

4.3.3. Uji Validitas . . . 57

4.3.4. Uji Reliabilitas . . . 59

4.4. Preferensi Konsumen Terhadap Kombinasi Atribut dan Level Atribut Berdasarkan Nilai Maximum Utility Rule . . . 63 4.5. Operasionalisasi Batasan Level Atribut . . . 66

4.6. Tingkat Kepentingan Konsumen Terhadap Atribut Bawang Merah . . . 4.7. Konsumsi Bawang Merah Rata Rata Responden per gram/kapita/hari. . . 67 70 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN . . . 72

5.1. Kesimpulan . . . . 72

5.2. Saran . . . 73

DAFTAR PUSTAKA . . . 74

LAMPIRAN . . . . . . 79

(14)

ii

DAFTAR TABEL

No Judul

Hal

1 Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007-2011 ... 4

2 Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan ... 5

3 Konsumsi Bawang Merah Rata-rata Per Kapita Per Tahun ... 14

4 KarekteristikdanStandar Mutu Bawang Merah di Indonesia ... 16

5 Penelitian Terdahulu ... 23

6 JumlahPenduduk, RumahTangga, Rata-rata Anggota RT di perinci menurutKecamatan di Kota Medan... 40 7 Atribut dan Level Atribut Pada Bawang Merah... 43

8 Ketersediaan Bahan PanganStrategis Di Kota Medan Tahun 2014... 45 9 Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan... 50

10 Jumlah penduduk Kota Medan menurut kecamatan dan jenis kelamin... 51 11 Uji Korelasi Atribut dengan Preferensi konsumen... 56

12 Uji Validitas ... 58

13 Uji Reliabilitas ... 59

14 Kombinasi atribut dan Level Atribut Desain Orthogonal ... 60

15 Nilai Kegunaan Setiap Level Atribut (Konsumen Secara Umum) ... 61

16 Kombinasi paling disukai Responden (Maximum Utility Rule)... 63

17 Tingkat Kepentingan (Importancevalues)... 65

18 Konsumsi Bawang Merah Rata-rata Per Kapita di Kota Medan ... 68

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1 Kuisioner prasurvey. . . 78

2 Kuisioner Penelitian. . . 82

3 Desain Orthogonal menggunakan SPSS. . . .. . . 86

4 Tabulasi Data Responden. . . 87

5 Preferensi Responden secara Keseluruhan (umum). . . 92

6 Output SPSS responden (umum). . . 93

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditi sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditi ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.

Bawang merah juga makanan padat nutrisi yang berarti rendah kalori dan tinggi nutrisi serta bermanfaat sebagai vitamin, mineral dan antioksidan (Balitbang Pertanian, 2006). Masyarakat Indonesia dengan beragam kuliner nusantara sangat banyak menggunakan racikan bumbu tradisional yang tidak lepas dari penggunaan bawang merah sebagai penyedap rasa alami.

Bawang merah (Allium ascolonicum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian jenis hortikultura yang sangat vital selain cabaiyang banyak dikembangkan di Indonesia dan memiliki peranan penting bagi perekonomian di Indonesia.Bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sudah banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia.

Permintaan akan bawang merah dari tahun ketahun makin meningkat.

Menurut (Deptan 2005), kebutuhan bawang merah untuk industri berkisar sebesar 40 ton/tahun,untuk kebutuhan benih diperkirakan berkisar 80.000 ton dan untuk kebutuhan ekspor bawang merah pada tahun 2014 berkisar 4.439 ton,

(17)

berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan bawang merah pada tahun 2014 di dalam negeri diperkirakan sebesar 752, 329 ton sedangkan produksi didalam negeri sendiri pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.227, 839 ton, jauh lebih besar dari jumlah yang dikonsumsi.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia.

Halini dikarenakan perubahan harga bawang merah dapat mempengaruhi inflasi.

Datainflasi bulanan dari BPS menunjukkan selama tahun 2011-2013 inflasi tertinggiterjadi pada bulan Juli 2013 dengan nilai inflasi sebesar 3.29 persen.

Salah satupenyebab inflasi yang tinggi ini adalah adanya kenaikan harga bawang merah.

Harga bawang merah pada bulan Juli 2013 naik sebesar 67.04 persen dari bulanJuni 2013. Bawang merah menyumbang 0,48 persen terhadap inflasi bulan Juli2013 (BPS 2013). Sementara pada tahun 2016 data inflasi bulanan dari BPS mencatat kenaikan harga bawang merah dan beberapa jenis cabai-cabaian memberi dampak terhadap inflasi Maret 2016 yang berada pada angka 0,19%.

Hal ini disebabkan pertama bawang merah mengalami kenaikan harga sebesar 31,99% dengan andil 0,16%. Kenaikan ini terjadi karena curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan gagal panen, terjadi kenaikan IHK di 74 kota dan nilai IHK tertinggi ada di daerah tegal 86% dan Kudus 71%.

Kedua, kenaikan harga cabai merah yakni 20,37% menyumbang inflasi sebesar 0,13% dan cabe rawit yakni 31,52% menyumbang inflasi sebesar 0,05%, serta bawang putih dengan kenaikan harga 8,46% dan menyumbang inflasi sebesar 0,02%. Hal ini juga di sebabkan karna intensitas curah hujan yang tinggi, pasokan cabai menjadi berkurang karena gagal panen (SindoNews.com, 2016).

(18)

Nilai kontribusi bawang merah terhadap inflasi ini merupakanyang tertinggi diantara kelompok bahan makanan lainnya. Hal tersebut yangmenyebabkan bawang merah masuk dalam kelompok produk pertanian pentingpengendali inflasi bersama dengan cabai dan bawang putih (Kementan, 2015).Sebagai salah satu komoditas pertanian yang dapat menyebabkan inflasi, agribisnisbawang merah di Indonesia tidak terlepas dari campur tangan pemerintah baik padaaspek produksi maupun pada aspek perdagangan.

Di sisi lain, permintaan bawang merah di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bawang merah mempunyai tingkat partisipasi konsumsi yang tinggi. Menurut data dari BPS tahun 2015, konsumsi per kapita bawang merah di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 2.49 kg/tahun,dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.164.800 jiwa pada tahun 2014, maka total jumlah konsumsi bawang merah oleh masyarakat di Indonesia sebesar 627.890 ton.

Kebutuhan atau konsumsi bawang merah di Sumatera Utara terus berfluktuasi dan produksi bawang merah masih belum mampu memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara.

Besarnya tingkat konsumsi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

(19)

Tabel 1. Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2011

Tahun

Jumlah Penduduk Konsumsi (Kg/Kapita

Total Konsumsi Produksi

(Jiwa) /Tahun) (Ton) (Ton)

2007 12.834.371 2,97 38.118 11.005

2008 13.042.317 3,05 39.779 12.071

2009 13.103.596 2,93 38.818 12.655

2010 12.982.204 2,6 33.754 9.413

2011 13.215.401 3,18 41.670 12.449

Jumlah 65.066.084 14,73 192.139 57.593

Sumber: BPS Sumatera Utara,2011

Gambar 1. Perbandingan konsumsi dengan produksi bawang merah

Dari data pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi bawang merah di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada jumlah produksi bawang merah, artinya produksi bawang merah di Sumatera Utara masih belum mampu memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Hal ini menjadi masalah dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi bawang merah khuisusnya di Kota Medan.

Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat

(20)

ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan seringkali kurang dari kebutuhan, belum lagi sering menipisnya pasokan bawang merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas tersebut.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang termasuk dalam golongan sayur-sayuran dengan jumlah konsumsi tertinggi diantara golongan sayur-sayuran lainnya. Medan sebagai kota administratif mempunyai jumlah penduduk 2.135.156 jiwa dengan laju pertumbuahan penduduk 0,60% sangat ketergantungan akan konsumsi pangan, salah satunya yaitu bawang merah (BKP Medan 2014).Konsumsi bawang merah di Kota Medan tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan

No Pemakaian Bawang Merah

Jumlah (Ton) Persentase

2009 2011 2013 2015 2009 2011 2013 2015

Total Pemakaian bawang

Merah 11.051 19.268 8.167 8.434 100 100 100 100

1 Pakan ternak 19 0 0 0,17 0 0 0 0

2 Bibit 0 46 20 20 0 0,24 0,24 0,24

3 Diolah 0 0 0 0 0 0 0 0

4 Tercecer 276 1.611 683 705 2,5 8,36 8,36 8,36

5 Yang di makan 10.756 17.611 7.464 7.709 97,3 91,4 91,4 91,4 (Sumber : BKP Kota Medan, 2016)

Pada Tabel 2 dapat dilihat pemakaian bawang merah tahun 2009 sebagai bahan makanan sebanyak 10.756 ton atau sebesar 97,3% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 276 ton atau 2,50% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk pakan ternak sebanyak 19 ton atau 0,17%

dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.

(21)

Tahun 2011 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 17.611 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 1.611 ton atau 8,36%

dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 46 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.

Pada tahun 2013 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 7.464 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 683 ton atau 8,36%

dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.

Sedangkan pada tahun 2015 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 7.709 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 705 ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.Hal ini menunjukkan adanya kenaikan pada konsumsi bawang merah setiap tahunnya.

Sedangkan untuk tingkat konsumsi bawang merah per kapita di Kota Medan disajikan pada Tabel 3 berikut :

(22)

Tabel 3. Konsumsi Bawang Merah Per Kapita di Kota Medan

Tahun Konsumsi bawang merah Jumlah Penduduk Konsumsi Bawang merah per kapita

Ton/tahun Jiwa ton/tahun kg/hari gram/hari

2009 10.756 2.121.053 0,005 0,014 13,893

2011 17.611 2.117.224 0,008 0,023 22,789

2013 7.464 2.135.516 0,003 0,009 9,576

2015 7.709 2.497.183 0,003 0,008 8.337

Sumber: BKP Kota Medan, 2016

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 konsumsi bawang merah sebanyak 10.756 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita0,005 ton/kap/tahun atau 0,014 kg/kap/hari atau 13,893 gram/kap/hari.

Pada tahun 2011 konsumsi bawang merah sebesar 17.611 ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,005 ton/tahun atau 0,023 kg/kap/hari dan 22,789 gram/kap/hari.

Selanjutnya pada tahun 2013 konsumsi bawang merah sebesar 7.464 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,009 kg/kap/hari dan 9,576 gram/kap/hari. Sedangkan pada tahun 2015 konsumsi bawang merah sebesar 7.709 ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,008 kg/kap/hari dan 8,337 gram/kap/hari.

Tingkat konsumsi konsumen terhadap bawang merah segar sebagai salah satu bahan pangan yang strategis selain Beras dan Cabe Merah memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap ketersediaan pangan di Kota Medan.

Keragaman karekteristik yang melekat pada produk bawang merah segar menimbulkan beragam preferensi dari konsumen sebagai pengambil keputusan akhir untuk membeli.Perbedaan status sosial, budaya, pengaruh lingkungan, daya

(23)

beli, motivasi dan gaya hidup menciptakan prilaku konsumen yang berbeda beda dalam hal mengkonsumsi bawang merah segar.

Hal ini secara bersamaan menciptakan peluang bagi para produsen untuk menyediakan produk bawang merah segar dengan berbagai pilihan produk bawang merah segar seperti harga, kelembaban/kekeringan dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta segmen pasar yang dituju oleh pedagang.

Bawang merah segar yang tersedia di pasar berbagai macam ragam, baik dari ukuran umbi, harga, aroma, kelembaban/kekeringan dan sumber produksinya.

Sehingga konsumen bebas memilih berbagai jenis bawang merah yang mereka sukai. Ada berberapa jenis bawang merah segar yang ditawarkan di pasaran baik berasal dari lokal maupun impor, diantaranya bawang merah Samosir, Berastagi dari Medan, bawang merah Solok dari sumatera Barat, bawang merah Bima Brebes dari Jawa Tengah. Selain bawang merah lokal, pasokan bawang merah segar di pasar- pasar tradisional juga diimpor dari luar negeri diantaranya dari negara India, Cina, Thailand dan Vietnam.

Aroma dari berbagai jenis bawang merah segar juga beragam, bawang merah lokal mempunyai aroma wangi yang tajam dan pekat serta rasa yang gurih bila ditambahkan pada masakan, sedangkan bawang merah impor aroma wanginya tidak terlalu tajam dan rasanya kurang gurih. Namun sebagian besar konsumen pada penelitian ini masih memperhatikan aroma, hargadan kembaban/kekeringan sebagai salah satu preferensi mereka dalam memutuskan membeli bawang merah segar.

(24)

Ukuran dan warna kulit bawang merah segar memiliki karekteristik yang berbeda beda, misalkan ukuran dan warna kulit bawang merah lokal mempunyai ukuran umbi yang tidak terlalu besar dan warna kulit merah-ungu tua disertai dengan tingkat kelembaban/kekeringan yang baik,sedangkan ukuran dan warna kulit bawang merah impor umumnya mempunyai ukuran umbi yang lebih besar dari bawang lokal dan kulit berwarna merah ungu muda, dengan tingkat kelembaban / kekeringan yang kurang baik.

Dari sisi harga bawang merah lokal cenderung lebih mahal dibandingkan dengan bawang merah impor. Berdasarkan data dari Kemenperindag menunjukkan bahwa rata-rata harga eceran bulanan bawang merah segar dalam negeri pada tahun (2013- 2014) berkisar antara Rp. 18.898 – Rp. 60.768/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 28.479/kg. Sementara itu, harga bawang merah impor jauh lebih rendah dari harga bawang merah di dalam negeri. Harga bawang merah impor berkisar antara Rp 2.433 –Rp. 12.269/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp. 5.139/kg. Meskipun selisih harga bawang merah lokal lebih tinggi dari bawang merah impor hal ini selalu diikuti dengan permintaan bawang merah lokal yang lebih tinggi dibandingkan permintaan bawang merah impor.

Keputusan membeli bawang merah segar ada pada diri konsumen. Proses keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai kegunaanya, pencarian informasi harga barang tersebut, evaluasi alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Konsumen bawang merah segar pada umumnya adalah ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir.

Preferensi konsumen dalam menentukan pilihannya terhadap suatu produk tertentu tercermin dari sikapnya terhadap produk tersebut. Menurut Kotler dan

(25)

Amstrong (2008), sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau gagasan.

Kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya juga dipengaruhi oleh karakteristik konsumen itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendapatan.

Tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya, tingkat pendapatan dapat menggambarkan pola tingkat konsumsi dan preferensi konsumen dalam suatu waktu tertentu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi bawang merah segar merupakan volume bawang merah yang di konsumsi oleh konsumen dalam satuan per waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang yaitu : faktor ekonomi (tingkat pendapatan, kekayaan (warisan) yang dimiliki, harga, kebijakan fiskal, suku bunga). faktor demografis (komposisi penduduk,jumlah penduduk dalam suatu wilayah tertentu), dan faktor lainnya (kebiasaan, adat sosial budaya,dan gaya hidup).

Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap bawang merah segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan maupun aromanya yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan mengkonsumsi bawang merah segar sesuai dengan kebutuhannya.

(26)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di Kota Medan?

2. Bagaimanapreferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan?

3. Bagaimana model kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang merah segar di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis preferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan.

3. Untuk menganalisis kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang merah segar di Kota Medan.

1.4.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk memilih jenis, kualitas, dan harga sesuai dengan kebutuhan konsumen akan bawang merah segar.

(27)

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan impor bawang merah sebagai produk subsitusi bawang merah lokal.

3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum, L) atau dikalangan internasional menyebutnya shallots merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Dalam bahasa batak dikenal dengan sebutan pia. Bawang merah semarga dengan bawang bombay, bawang daun, dan bawang putih ini masuk dalam golongan famili Liliaceae. Bawang merah merupakan tanaman semusim, yang termasuk klasifikasi tumbuhan tema berumbi lapis atau siung yang bersusun (Singgih, 1999).

Di Indonesia bawang merah lebih banyak diusahakan di dataran rendah dibanding di dataran tinggi karena pengusahaannya lebih efisien dan kondisi agroklimat mendukung untuk pertumbuhan tanaman secara optimal (Suherman dan Basuki 1990).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Namun demikian, bawang merah mempunyai permasalahan produksi yang mengikuti iklim / musim, dan juga cirinya sebagai produk pertanian yaitu mudah rusak/busuk (perishable). Hal ini berdampak terhadap perkembangan harga bawang merah yang sangat fluktuaktif.

Kebutuhan bawang merah segar sangat begitu besar. Hampir semua masakan pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu penyedap. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok sayuran rempah

(29)

yang berguna menambah cita rasa dan kenikmatan pada masakan. Tanaman ini juga bermanfaat sebagai obat tradisional (Estu dan Nur Berlian, 1996).

Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat, sementara produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya kesenjangan (gap) antara pasokan (suplai) dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah segar terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi bawang merah segar oleh masyarakat. Kesenjangan yang terjadi antara produksi dan konsumsi diilustrasikan pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2. Perkembangan produksi dan kebutuhan konsumsi bawang merah, 2011

Dari Gambar 2 tersebut terdapat kesenjangan produksi dan konsumsi yang cukup lebar, dimana pada saat produksi lebih rendah daripada permintaan (sekitar bulan April sampai dengan Nopember) produksi seharusnya disimpan sebagai stok atau diekspor, sementara pada bulan Oktober atau Maret atau saat off season dilakukan impor untuk menutup kekurangan konsumsi (RPJMN, 2015).

Konsumsi penduduk Indonesia per kapita per tahun bawang merah disajikan pada Tabel 4, yang menunjukkan peningkatan rata-rata konsumsi per kapita secara lambat yaitu 0,05 persen/tahun. Pada tahun 2008 rata-rata konsumsi per kapita bawang merah sebesar 2,74 kg/kapita/tahun, meningkat menjadi 2,76

(30)

kg/kapita/tahun, dan bahkan konsumsi bawang merah mengalami penurunan cukup besar pada tahun 2011 yaitu turun menjadi 2,36 kg/kapita/tahun, pada tahun 2012 terjadi peningkatan kembali sebesar 2,76 kg/kapita/tahun.

Tabel 4. Konsumsi Bawang Merah Rata-rata Per Kapita Per Tahun.

Tahun Kg/kap/tahun

2008 2.74

2009 2.52

2010 2.53

2011 2.36

2012 2.76

Laju (%/tahun) -0,51

Sumber: BPS, 2011

Bawang merah dapat dikatakan sebagai barang ekonomi, karena bersifat terbatas. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi, baik ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara.

Peningkatan produksi bawang merah yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan meningkatkan daya saing dapat ditempuh melalui perluasan areal baru serta peningkatan produktivitas (Iriani E, 2013).

Tingginya fluktuasi harga bawang merah tersebut memaksa Pemerintah untuk membuat kebijakan berupa harga referensi untuk bawang merah melalui Permentan No 86/2013, Permendag 47/2013 dan SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No 118/PDN/2013.

Berdasarkan keputusan tersebut, harga referensi bawang merah ditetapkan sebesar Rp. 25.700,-per kg dirantai konsumen. Harga referensi ini merupakan batas atas harga eceran bawang merah ditingkat konsumen yang dijadikan acuan untuk mengambil keputusan impor bawang merah. Apabila harga eceran bawang

(31)

merah ditingkat konsumen melebihi harga referensi tersebut maka pemerintah akan membuka kran impor bawang merah. Dengan adanya ketetapan harga referensi ini diharapkan dapat meregulasi harga bawang merah dan juga mencegah terjadinya pemasokan bawang merah impor yang tidak tepat.

Dalam rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN, 2015) bidang pangan dan pertanian, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan bawang merah diantaranya kebijakan jangka pendek yang mengatur tentang kebijakan tekhnologi dan kebijakan regulasi. Sedangkan untuk kebijakan jangka menengah yaitu mendukung program Road Map bawang merah dan pada Dirjen Hortikultura untuk penambahan luas tanam. Pengaturan impor hortikultura termasuk bawang merah juga diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.

16/M-DAG/PER/4/2013. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa bawang merah menjadi salah satu komoditas yang diatur impornya.

Pemerintah juga menetapkan tarif bea masuk untuk bawang merah impor sebesar 20 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 241/PMK.001/2010.

Kebijakan - kebijakan tersebut disusun dalam rangka mengendalikan impor bawang merah dalam negeri, menjaga kestabilan harga di dalam negeri dan untuk mendukung perkembangan produksi bawang merah di dalam negeri.

2.2. Standarisasi Bawang Merah di Indonesia

Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat dan mendukung pasar nasional dalam menghadapi globalisasi perdagangan serta tetap dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional diperlukan adanya perangkat

(32)

hukum nasional dibidang standarisasi. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000, disebutkan bahwa standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan dibidang standarisasi dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan standar mutu untuk komoditas bawang merah. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01- 3159-1992) syarat mutu bawang merah tersaji seperti pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Karekteristik dan Standar Mutu Bawang Merah di Indonesia

Karekteristik Syarat

Pengujian

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat Varietas Seragam Seragam Organoleptik

Ketuaan Tua Cukup tua Organoleptik

Kekerasan Keras Cukup Keras Organoleptik

Diameter (cm) minimal 1,7 1,3 SP-SMP-309-1981

Kekeringan Kering simpan Kering simpan Organoleptik Kerusakan, % (bobot/bobot)

maksimal 5 8 SP-SMP-310-1981

Busuk, % (bobot/bobot)

maksimal 1 2 SP-SMP-311-1981

Kotoran, % (bobot/bobot)

maksimal Tidak ada Tidak ada SP-SMP-313-1981

Kadar air (%) 80 – 85 75 – 80 SP-SMP-313-1982

Sumber: Tabloid Sinar Tani, 2014

2.3. Siklus Hidup Produk

Siklus hidup produk adalah suatu konsep penting yang memberikan pemahaman tentang dinamika kompetitif suatu produk. Seperti halnya dengan manusia, suatu produk juga memiliki siklus atau daur hidup. Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini yaitu suatu grafik yang menggambarkan riwayat produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan ditarik dari pasar . Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini merupakan konsep yang penting dalam

(33)

pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika bersaing suatu produk. Konsep ini dipopulerkan oleh Levitt (1978) yang kemudian penggunaannya dikembangkan dan diperluas oleh para ahli lainnya.

Ada berbagai pendapat mengenai tahap – tahap yang ada dalam Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) suatu produk. Ada yang menggolongkannya menjadi introduction, growth, maturity, decline dan termination. Sementara itu ada pula yang menyatakan bahwa keseluruhan tahap – tahap Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) terdiri dari introduction (pioneering), rapid growth (market acceptance), slow growth (turbulance), maturity (saturation), dan decline (obsolescence). Meskipun demikian pada umumnya yang digunakan adalah penggolongan ke dalam empat tahap, yaitu introduction, growth, maturity dan decline.

Menurut Basu Swastha (1984), daur hidup produk itu dibagi menjadi empat tahap yaitu :

1. Tahap Perkenalan (Introduction)

Pada tahap ini, barang mulai dipasarkan dalam jumlah yang besar walaupun volume penjualannya belum tinggi. Barang yang dijual umumnya barang baru (betul-betul baru) Karena masih berada pada tahap permulaan, biasanya ongkos yang dikeluarkan tinggi terutama biaya periklanan.

Promosi yang dilakukan memang harus agresif dan menitik beratkan pada merek penjual. Disamping itu distribusi barang tersebut masih terbatas dan laba yang diperoleh masih rendah.

2. Tahap Pertumbuhan (growth)

(34)

Dalam tahap pertumbuhan ini, penjualan dan laba akan meningkat dengan cepat. Karena permintaan sudah sangat meningkat dan masyarakat sudah mengenal barang bersangkutan, maka usaha promosi yang dilakukan oleh perusahaan tidak seagresif tahap sebelumnya. Disini pesaing sudah mulai memasuki pasar sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan distribusinya adalah dengan menurunkan harga jualnya.

3. Tahap kedewasaan (maturity)

Pada tahap kedewasaan ini kita dapat melihat bahwa penjualan masih meningkat dan pada tahap berikutnya tetap. Dalam tahap ini, laba produsen maupun laba pengecer mulai turun. Persaingan harga menjadi sangat tajam sehingga perusahaan perlu memperkenalkan produknya dengan model yang baru. Pada tahap kedewasaan ini, usaha periklanan biasanya mulai ditingkatkan lagi untuk menghadapi persaingan.

4. Tahap kemunduran (decline)

Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus diganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk menggantikan barang lama yang sudah kuno. Meskipun jumlah pesaing sudah berkurang tetapi pengawasan biaya menjadi sangat penting karena permintaan sudah jauh menurun. Apabila barang yang lama tidak segera ditinggalkan tanpa mengganti dengan barang baru, maka perusahaan hanya dapat beroperasi pada pasar tertentu yang sangat terbatas alternatif-alternatif

(35)

yang dapat dilakukan oleh manajemen pada saat penjualan menurun antara lain:

a. Memperbaharui barang (dalam arti fungsinya)

b. Meninjau kembali dan memperbaiki program pemasaran serta program produksinya agar lebih efisien.

c. Menghilangkan ukuran, warna dan model yang kurang baik.

d. Menghilangkan sebagian jenis barang untuk mencapai laba optimum pada barang yang sudah ada.

e. Meninggalkan sama sekali barang tersebut.

Pada saat ini bawang merah berada pada masa kedewasaan (maturity) berdasarkan siklus hidup produk (produk life cycle). Dalam tahap ini di tandai dengan produk telah mencapai titik tertinggi dalam penjualannya, dan pada tahap selanjutnya tetap, namun terjadi persaingan harga yang cukup tajam. Sehingga laba produsen dan laba pengecer mulai menurun.

Menurut Kotler dan Keller (2009), tahap kedewasaan pada siklus hidup produk adalah penurunan pertumbuhan penjualan karena produk telah diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Laba stabil atau menurun karena persaingan meningkat. Tingkat pertumbuhan penjualan mulai menurun akibat tidak ada lagi saluran distribusi yang harus diisi.

Pada tahap kedewasaan (maturity) salah satu strategi yang dapat digunakan dalam perkembangan siklus produk adalah strategi bertahan (Defensive Strategy).

Strategi ini bertujuan untuk mempertahankan pangsa pasar dari pesaing dan menjaga kelompok produk (product category) dari serangan produk substitusi.

Bentuk strategi ini adalah berupa modifikasi bauran pemasaran (product, price,

(36)

place, & promotion) untuk memperoleh tambahan penjualan. Pada kenyataannya bawang merah segar bukanlah produk yang dapat bersubsitusi, namun dari sumber produksi bawang merah segar, yakni bawang merah impor merupakan produk subsitusi dari produksi bawang merah lokal yang pada akhirnya mrmpengaruhi harga bawang merah di dalam negri. Persaingan harga yang cukup tajam menuntut produsen menyediakan berbagai pilihan bawang merah sesuai dengan selera dan kemampuan konsumen dalam mengkonsumsi bawang merah.

Sehingga untuk jenis produk pada tahap maturity, salah satu metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Konjoin.

2.4. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu Skreli dan Imami (2012) menganalisis preferensi konsumen terhadap buah apel di Tirana, Albania. Preferensi konsumen dianalisis menggunakan Conjoint Analysis. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap buah apel sebagai bahan rekomendasi pemasaran dan pembuatan kebijakan. Analisis konjoin diawali dengan memilih atribut produk dan tarafnya. Pada penelitian ini atribut-atribut yang teridentifikasi ialah warna (varietas), asal, harga dan ukuran. Atribut-atribut yang terpilih berdasarkan literatur, pra survei dan wawancara dengan konsumen dan pemasar produk.

Dalam studi ini, peneliti mengaitkan warna dengan varietasnya. Masyarakat di Albania umumnya tidak mengenali apel berdasarkan varietasnya namun dari warnanya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan warna sebagai atribut menggantikan varietas. Studi Chan-Halbrendth et al. (2010), mengenai preferensi konsumen terhadap olive oil yang juga dilakukan di Albania menyatakan

(37)

konsumen lebih menyukai dan mau membayar untuk produk yang ditanam lokal dibandingkan yang impor. Sementara untuk harga meskipun bukan atribut teknis, umumnya dimasukan sebagai atribut dalam analisis konjoin karena merupakan faktor yang umumnya dipertimbangkan dalam pembelian.

Adiyoga dan Nurmalinda (2012) menggunakan analisis Konjoin dalam melihat ‘Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Bawang Merah, Kentang dan Cabai Merah”. Hasil yang ditemukan bahwa preferensi konsumen terhadap kentang adalah ukuran umbinya, untuk preferensi konsumen bawang merah adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua, sedangkan untuk Cabe merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah terang, ukuran dan rasa agak pedas.

Studi selanjutnya yaitu “Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus” oleh Isni Yuniar Riska (2012), menggunakan Analisis Chi Square dalam menganalisa perbedaan preferensi konsumen terhadap buah jeruk lokal dan buah jeruk impor, sedangkan Analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui atribut buah jeruk lokal dan buah jeruk impor yang paling dipertimbangkan oleh konsumen pada saat memutuskan untuk membeli buah jeruk lokal dan buah jeruk impor. Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa buah yang manis sedikit asam, ukuran buah yang sedang, dan aroma buah yang segar, sedangkan untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah jeruk oranye, rasa buah manis, ukuran buah sedang dan aroma buah yang segar. Kepercayaan

(38)

konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa buahnya.

Pada penelitian Laila Yuni dan Yuni Rukhbaniyah (2013), Variabelnya adalah kepuasan konsumen dan atribut kopi seperti rasa, aroma warna dan kemasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisis Multi atribut Fishbein. Hasil analisa sikap (Ao) diperoleh kopi tubruk kapal api sangat positif disukai responden, sedangkan kopi tubruk Djempol disukai responden dengan positif. Hasil analisa sikap (Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif disukai responden, sedangkan Kapal Api Mocca disukai responden dengan positif.

Ni Putu Widyawati Listyari (2006) pada studi “Analisis Keputusan Pembeli dan Kepuasan Konsumen. Konsumen Coffe Shop De Koffie Pot Bogor”.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index. Dari Hasil penelitian konsumen merasa nyaman dan puas terhadap kinerja De-Koffie dan 98 persen mengatakan akan berkunjung kembali.

(39)

Tabel. 6 Penelitian Terdahulu

2.5. Landasan Teori

2.5.1. Karekteristik Konsumen

Karekteristik konsumen menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karekteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena

Nama peneliti /Tahun

Judul Metode

Analisis Hasil Penelitian

Adiyoga dan Nurmalinda /2012

Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Bawang Merah, Kentang dan Cabai Merah

Analisis Konjoin dengan SPSS

Hasil penelitia menunjukkan bahwa Preferensi konsumen terhadap kentang adala ukuran umbi, untuk Bawang Merah adalah ukuran umbi dan warna kulit merah ungu tua,sedangkan untuk cabe merah preferensi konsumen lebih kepada warna kulit merah terang, ukuran dan rasa agak pedas.

Isni Yuniar Riska / 2012

Analisis Preferensi Konsumen Pasar Tradisional Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di Kabupaten Kudus

Analisis Chi Square dan Analisis Multiatribut Fishbein

Diketahui bahwa buah jeruk lokal yang menjadi kesukaan konsumen adalah buah jeruk yang memiliki warna buah kuning hijau, rasa buah yang manis sedikit asam, ukuran. untuk buah jeruk impor yang menjadi kesukaan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang memiliki warna buah jeruk oranye, rasa buah manis, ukuran buah. Kepercayaan konsumen terhadap atribut buah jeruk lokal maupun jeruk impor sama sama yang memiliki kategori yang sangat baik dan tertinggi terdapat pada atribut rasa buahnya. sedang dan aroma buah yang segar buah yang sedang, dan aroma buah yang segar.

Laila Yuni dan Yuni Rukhbaniyah / 2013

Prilaku Konsumen terhadap Kopi Tubruk dan Kopi Instan di Kecamatan Pejagaon Kabupaten Kebumen.

Deskriptif dengan Analisis Fishbein

Hasil analisa sikap (Ao) di peroleh kopi tubrukkapal,api sangat positif disukai responden,sedangkan kopi tubruk djempol disukai responden dengan positif.hasil analisa sikap ( Ao) kopi instan ABC Mocca sangat positif di sukai responden,sedangkan Kapal api Mocca disukai responden dengan positif.

Ni Putu Widyawati Listyari / 2006

Analisis Keputusan Pembeli dan Kepuasan

Konsumen.Konsumen Coffe Shop De Koffie Pot Bogor

Deskriptif dengan

Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction index

Dari hasil penelitian konsumen merasa nyaman dan puas terhadap kinerja De- Koffie, dan 98%

menyatakan akan kembali lagi ke Coffe Shop tersebut.

(40)

konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan.

2.5.2. Karekteristik Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap juga dapat diartikan adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa, dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap.

Sikap relatif lebih menetap atau jarang mengalami perubahan. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Menurut Heri Purwanto (1999), sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai objek itu. Teori selanjutnya menurut Soekidjo Notoatmojo (2007) sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :

a. Kognitif (cognitive)

Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

b. Afektif (affective) sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki objek tertentu.

(41)

c. Konatif (conative)

Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecendrungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi ( Notoatmodjo, 2007).

Faktor yang mempengaruhi sikap antara lain adalah ;

a. Adanya akumulasi pengalaman dari dari tanggapan tanggapan tipe yang sama.

b. Pengamatan terhadap sikap yang lain berbeda.

c. Pengalaman (baik/buruk) yang pernah dialami.

d. hasil peniruan terhadap sikap pihak lain secara sadar / tidak sadar.

2.5.3. Karekteristik Produk

Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen, dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan pendekatan konsep atribut produk. Konsep ini menganggap bahwa konsumen memandang suatu produk sebagai kesatuan dari atribut-atribut tertentu, yang dikenal sebagai petunjuk kualitas (Manalo 1990, Baker 1999, Luce et al.2000, Schupp et al. 2003, Abdul Hadi et al. 2010).

Petunjuk kualitas ini merupakan stimulus yang bersifat informatif bagi konsumen, berhubungan dengan produk dan dapat diketahui oleh konsumen melalui panca indera. Melalui petunjuk kualitas ini, konsumen dapat menilai bahwa suatu produk mempunyai kualitas yang sesuai dengan preferensinya atau tidak (Adiyoga dan Nurmalinda, 2012).

2.5.4. Keputusan Pembelian Konsumen

(42)

Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan diantara pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih. Teori keputusan dibagi dua yaitu: (1). Teori keputusan normatif yaitu teori bagaimana keputusan dibuat berdasarkan prinsip rasionalitas, dan (2).

Teori keputusan deskriptif yaitu teori tentang bagaimana keputusan dibuat secara faktual (Hansson, 2005). Menurut George R. Terry menyatakan pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

Keputusan pembelian konsumen merupakan hasil akhir dari suatu proses yang dilakukan konsumen, keputusan ini didasari oleh beberapa tahapan yang pada umumnya dilalui oleh setiap konsumen sebelum akhirnya membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk.

Kotler (2005) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan yang dilalui oleh konsumen dalam melakukan proses pembelian yaitu, pengenalan masalah, melakukan proses pencarian informasi, mengevaluasi alternatif pilihan yang ada, melakukan keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Pada tahap pembelian, konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayarnya. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat pembelian serta pengaruh lingkungan dan perbedaan individu. Niat pembelian biasanya dapat digolongkan menjadi dua kategori.

Kategori pertama adalah pembelian yang terencana penuh karena pembelian yang terjadi merupakan hasil dari keterlibatan dan pemecahan masalah yang diperluas.

Kedua adalah pembelian yang tidak terencana (mendadak), jika pilihan merek diputuskan ditempat pembelian (Engel et al.1994).

(43)

2.5.5. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan proses pertukaran yang melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi, lalu ketahap konsumsi, dan berakhir dengan tahap disposisi produk atau jasa (Mowen dan Minor, 2002).

Menurut Kotler (2000), “faktor budaya yang secara luas dan mendalam mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor ini akan berhubungan dengan tata nilai, persepsi, preferensi, kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografi. Faktor budaya ini akan membentuk segmen pasar yang penting.

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti : kelompok acuan, keluarga, serta peranan dan status sosial. Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh faktor psiklogis, yang termasuk dalam hal ini adalah motif persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian”.

2.5.6.Tingkat Konsumsi

Menurut J. M Keynes, tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya. Konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

(44)

Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembelian konsumen (konsumsi) dipengaruhi oleh faktor budaya (kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran sosial dan status) dan faktor pribadi (usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, konsep diri serta gaya hidup dan nilai).

Sangadji (2013) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi prilaku konsumen untuk mengambil keputusan pembelian (konsumsi) yaitu faktor psikologis (persepsi, motivasi, pembelajaran, sikap dan kepribadian), faktor situasional (tempat, waktu, penggunaan produk, dan kondisi saat pembelian) dan faktor sosial (peraturan, keluarga, kelompok, referensi, kelas sosial dan budaya).

Perilaku konsumen merupakan difrensiasi dari permintaan sehingga perilaku pembelian dapat pula dipengaruhi oleh harga barang, harga barang lain, pendapatan konsumen dan selera konsumen (Nuraini, 2007).

2.5.7. Prinsip Teori Konsumsi

Barang yang dikonsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin besar manfaatnya. Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena mengkonsumsi barang. Dengan kata lain utilitas merupakan ukuran manfaat (kepuasan) bagi seseorang yang mengkonsumsi barang atau jasa.

Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena mengkonsumsi sejumlah barang disebut dengan Utilitas Total. Pada teori Utilitas berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking pilihan diantara kombinasi/ paket barang atau pun jasa yang tersedia.

(45)

Pada teori Utilitas juga diasumsikan bahwa konsumen mempunyai pengetahuan yang cukup baik berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Tingkat konsumsi pada kajian ini diartikan sebagai volume bawang merah segar yang dikonsumsi konsumen dalam satuan waktu (gram/hari).

Faktor –Faktor Penentu Tingkat Konsumsi :

1. Pendapatan rumah tangga (Household income), semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran untuk konsumsi.

2. Kekayaan rumah tangga (Household wealth), semakin besar kekayaan, maka tingkat konsumsi juga akan menjadi semakin tinggi.

3. Prakiraan masa depan (Household iexpectations), bila masyarakat memperkirakan harga barang-barang akan mengalami kenaikan maka mereka akan lebih banyak membeli barang –barang tersebut.

4. Tingkat suku bunga (Interest rate), bila tingkat bunga tabungan tinggi/naik, masyarakat merasa lebih diuntungkan jika uangnya ditabung dari pada dibelanjakan.

5. Pajak (taxation),pengenaan pajak akan menurunkan pendapatan yang diterima masyarakat, akibatnya akan menurunkan tingkat konsumsi.

6. Jumlah Penduduk, jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi.

7. Faktor Sosial Budaya, misalnya pada pola kebisaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat tertentu yang dianggap lebih modern.

(46)

2.5.8. Preferensi Konsumen

Preferensi Konsumen didefinisikan sebagi pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang di konsumsi. Preferensi merupakan bagian dasar konsumen dalam keseluruhan berprilaku terhadap dua atau lebih objek (Kotler 2002). Seseorang tidak akan memiliki preferensi terhadap makanan sebelum seseorang tersebut merasakannya.

Preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor :

1. Karakteristik Individual meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, suku, orientasi nilai mengenai kesehatan, ukuran dan komposisi dari keluarga dan status kesehatan.

2. Karakteristik Lingkungan meliputi: musim, lokasi geografis, asal, tingkat urbanisasi, dan mobilitas.

3. Karakteristik Produk meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur.

Perubahan pola konsumsi umumnya dipicu oleh kombinasi pertumbuhan pendapatan dan pergeseran preferensi konsumen (Adiyoga 2008). Menurut Kusnardi (2014) pola konsumsi konsumen kini juga dipengaruhi oleh aspek kesehatan dan keamanan. Pergeseran pendekatan pengembangan produk dari konvensional ke nonkonvensional, memposisikan preferensi konsumen sebagai indikator permintaan pasar. Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibanding dengan opsi-opsi lainnya (Eastwood et al. 1987, Ernst et al. 2006, Jesionkowska 2008, Hinson & Bruchhaus 2008). Produk yang disukai konsumen ialah produk yang dapat memenuhi/memuaskan keinginan kebutuhan konsumen.

(47)

2.5.9. Analisis Konjoin

Analisis Konjoin adalah akronim dari Considered joinly (dipertimbangkan bersamaan), yaitu adalah tekhnik analisa yang digunakan untuk meneliti dampak atribut-atribut suatu barang atau jasa secara serempak terhadap preferensi seseorang atas barang dan jasa tersebut. Analisis Konjoin banyak dipakai dalam aplikasi pemasaran dan berpotensi diterapkan pada bidang lainnya, yang membutuhkan pembobotan beberapa atribut secara serempak dan yang melibatkan pertukaran kepentingan (trade off) antar atribut untuk menilai sesuatu (Gudono, 2015).

Menurut Churchill (2012) metode konjoin merupakan suatu metode dimana nilai yang diberikan responden disimpulkan dari preferensi terhadap kombinasi atribut yang ditetapkan peneliti.

Menurut Suryana (2008), analisis konjoin adalah sebuah teknik guna mengukur preferensi konsumen terhadap atribut (spesifikasi atau fitur) sebuah produk atau jasa. Analisis konjoin berdasarkan pada subjektifitas konsumen terhadap beberapa kombinasi fitur yang ditawarkan. Subjektifitas konsumen ini diukur melalui peringkat (rank) atau skore (skala Likert). Hasil analisis konjoin berupa informasi kuantitatif yang dapat memodelkan preferensi konsumen untuk beberapa kombinasi fitur produk. Analisis konjoin terdiri dari beberapa tahap, pertama, memilih kombinasi beberapa atribut dan level dari masing masing atribut. Kemudian, kombinasi atribut ini di berikan peringkat oleh beberapa responden (konsumen). Tahap akhir, analisis penilaian responden dilakukan untuk mengetahui preferensi konsumen.

(48)

Pada analisis konjoin, tahap awal yang perlu dibuat adalah produk (barang atau jasa) baik yang bersifat riil ataupun hipotesis dengan cara mengkombinasikan level-level yang telah dipilih dari setiap atribut. Kombinasi-kombinasi ini selanjutnya diperlihatkan pada responden yang selanjutnya akan memberikan evaluasi terhadap setiap kombinasi tersebut.

Guna memperoleh hasil yang akurat, maka harus mampu menggambarkan produk yang akan dinilai tersebut lengkap dengan semua atributnya dan semua nilai yang relevan untuk setiap atribut tersebut. Istilah faktor digunakan untuk menggambarkan atribut yang spesifik dari suatu produk (baik barang maupun jasa). Sedangkan nilai yang mungkin dari tiap faktor dinamakan level. Pada analisis konjoin, sebuah pruoduk digambarkan dalam level dari sejumlah faktor yang membentuknya.

Analisis konjoin merupakan salah satu teknik multivariat yang digunakan secara spesifik untuk memahami bagaiman responden membangun preferensi terhadap suatu produk (barang / jasa). Teknik ini berdasarkan premis sederhana bahwa konsumen mengevaluasi nilai dari suatu produk, jasa ataupun ide dengan mengkombinasi nilai terpisah yang dikontribusikan oleh setiap atribut.

Utilitas yang merupakan dasar konseptual untuk mengukur nilai dalam analisis konjoin, merupakan penilaian preferensi subjektif yang unik bagi tiap individu. Produk dengan nilai utilitas lebih tinggi memiliki preferensi lebih tinggi dan memiliki kesempatan terpilih lebih tinggi.

Menurut Surjandari (2009), analisis konjoin merupakan suatu metode untuk menganalisis preferensi pelanggan mengenai suatu produk dan syarat- syarat sifat yang menyusun atribut produk tersebut. Keluaran utama dari

(49)

analisis konjoin adalah serangkaian skala interval parth-worth (utilitas) dari masing-masing level untuk setiap atribut dimana penggabungan utilitas ini akan didapatkan prediksi preferensi dari masing-masing level untuk setiap atribut dari produk tersebut.

Total utility = utility (level atribut ke 1 ke-i) + utility (level atribut 2 ke-i) + utility ( level atribut 3 ke-i)+...+ utility (level atribut n ke-i) +

konstanta

Dalam memilih atribut dan level, diupayakan agar atribut dan level terpilih berpeluang besar mempengaruhi preferensi responden. Pemilihan atribut dan level dapat dilakuikan melalui diskusi pakar, eksplorasi data sekunder maupun penelitian pendahuluan. Bila suatu atribut yang dianggap berperan penting telah dipilih, maka level-levelnya harus ditentukan sehingga memiliki kemungkinan untuk diterima oleh responden. Untuk mendapatkan hipotesa yang akurat bagi parameter dan juga untuk memudahkan responden dalam mengevaluasi stimuli, maka sangat dianjurkan agar jumlah atribut dan level dibatasi. Pada umumnya jumlah atribut yang akan dievaluasi dalam analisis konjoin berjumlah maksimum tujuh atribut dengan level masing-masing berkisar dua hingga empat (Hair et al.,2006).

Stimuli adalah kombinasi dari atribut barang, jasa atau ide yang akan dibentuk, disebut pula sebagai profil produk. Untuk memperoleh stimuli yang efektif dan kesimpulan yang akurat, dibutuhkan kehati -hatian dalam memilih dan mendefinisikan atribut dan level. Karena itu harus dipastikan bahwa atribut dan level yang diikutsertakan dalam stimuli telah memenuhi dua hal berikut (Hair et.,al, 2006):

(50)

1). Communicable, artinya atribut dan taraf mudah diungkapkan secara realistis.

2). Actionable, artinya atribut dan taraf sanggup dipraktikkan.

Setelah stimuli-stimuli berhasil ditentukan, tahap selanjutnya adalah menyampaikan stimuli-stimuli tersebut secara realistis, efisien, serta mudah dimengerti oleh responden.

2.5.10. Fungsi Analisis Konjoin

Analisis Konjoin mempunyai manfaat yang dapat digunakan produsen dalam mencari solusi kompromi yang optimal guna merancang atau mendesain serta mengembangkan suatu produk.

Menurut Green dan Krieger (1991) analisis Konjoin dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegunaan sebagai berikut :

1. Merancang Harga

Memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (market share), uji coba konsep produk baru.

2. Segmentasi preferensi 3. Merancang strategi promosi

Fungsi umum dari analisis konjoin menurut Agustinus (2012) adalah :

1. Mendefinisikan objek atau konsep dengan kombinasi fitur yang optimal.

Menunjukkan kontribusi relatif dari tiap atribut dan level terhadap evaluasi keseluruhan dari objek.

2. Menggunakan estimasi dari penilaian pembeli atau konsumen untuk memprediksi preferensi diantara objek-objek yang memiliki kumpulan fitur berbeda (dengan asumsi faktor lain konstan).

Gambar

Tabel 1. Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2011
Tabel 2. Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan
Gambar 2. Perkembangan produksi dan kebutuhan konsumsi bawang merah, 2011
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah penduduk yang tinggi tersebut menjadikan sektor perdagangan masuk kedalam leading cluster di Kecamatan Samarinda Ulu, sedangkan yang termasuk dalam potential cluster

Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh penulis dari sekolah-sekolah yang menjadi subyek penelitian adalah data hasil belajar, penulis menggunakan metode

Peningkatan modal disetor tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Nomor C-00012 HT.01.04.TH.2001 tanggal 29 Maret

Abstrak — Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi pH pelarut HCl pada sintesis barium M-heksaferrit dengan doping Zn (BaFe 11,4 Zn 0,6 O 19 ) menggunakan metode

Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yangtelah melimpahkan segala nikmat-Nya dan Ridho-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan penelitian dengan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyuntikan esktrak hipofisa sapi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan mempercepat umur pubertas mencit betina, dengan

Pengaruh penggunaan lumpur sawit fermentasi dengan Lentinus edodes dalam ransum terhadap performa puyuh petelur.. Fakultas Peternakan Universitas

Dari pembahasan tentang sistem pendidikan Islam masa Daulah Abbasiyah di Baghdad di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut bahwasanya perkembangan dan kemajuan