BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka
Cabai merupakan tanaman perdu dari family terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2004).
Usahatani cabai merah yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang menarik. Akan tetapi, untuk mengusahakan cabai merah juga diperlukan keterampilan dan modal yang cukup memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha cabai merah menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, diperlukan keterampilan dalam penerapan pengetahuan dan teknik budidaya cabai merah yang benar sesuai dengan daya dukung agroekosistemnya. Berbagai aspek agronomis antara lain pemilihan bibit yang baik, pemilihan lahan yang cocok, ketersediaan air, dan penguasaan teknik budi daya termasuk mengantisipasi kemungkinan serangan hama serta penyakit menjadi kunci penting keberhasilan usahatani cabai merah di Indonesia (Santika, 1999).
2.1.1 Cabai Merah
Dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai merah lebih tahan terhadap serangan penyakit (Setiadi, 2004).
Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Cabai Merah Segar (per 100 gr)
Kandungan
Kalori (kal) 31
Protein (g) 1
Lemak (g) 0.3
Karbohidrat (g) 7.3
Kalsium (mg) 29
Fosfor (mg) 24
Besi (mg) 0.5
Vit. A (SI) 470
Vit. B1 (mg) 0.05
Vit. C (mg) 18
Air (g) 90.9
Bagian yang dapat dimakan 85
Sumber: Departemen Kesehatan tahun 1989 dalam Setiadi, 2004 2.1.2 Pupuk Kimia
Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency level) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally friendliness) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar.
a. ZA (Zwavelzure ammoniak)
- ZA mengandung + 21 % zat lemas - Mudah hancur dalam air
- Agak mudah hanyut
- Tak mudah dihanyutkanoleh air hujan
- Mudah menarik air dari udara, sehingga berbentuk gumpalan - Jika ZA diberikan terus-menerus, tanah akan menjadi asam b. Ureum atau Urea
- Mengandung zat lemas 45%-46% - Mudah hancur dalam air
- Agak mudah hanyut
- Cepat pengaruhnya terhadap tanaman - Mudah menarik air dari dalam udara
- Cara pemupukan ; pupuk harus dibenamkan ke dalam tanah - Pupuk ini biasa dipakai untuk memupuk sayuran
c. Sendawa Chili (Chilisalpeter) - Mengandung zat lemas + 15% - Mudah hancur dalam air - Mudah hanyut akibat air hujan
- Cepat pengaruhnya terhadap tanaman
- Dapat menyebabkan zat kapur di dalam tanah hanyut, sehingga tanah menjadi padat
d. DS (Dubbel Super- Posphat)
- Agak mudah hanyut dalam air
- Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan - Agak cepat pengaruhnya terhadap sayuran e. Phosphat Cirebon
- Mengandung asam phosphor 25%-28% - Tidak mudah hancur dalam air
- Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan, tetapi harus dibenamkan di dalam tanah (AAK, 1992)
Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan kimiawi berlebihan tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya. Perkembangan harga pupuk yang semakin meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan menerapkan aplikasi pemupukan yang lebih efisien dan efektif.
sedangkan data status tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk (Izhar, 2010).
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Fungsi Produksi
Menurut Kalangi (2011), produksi adalah proses penggabungan atau pengkombinasian faktor produksi (input) yang mengubahnya menjadi barang atau jasa (output = product). Hubungan antara jumlah output yang dihasilkan dan kombinasi jumlah input yang digunakan disebut sebagai fungsi produksi atau fungsi produk total. Secara umum, fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk matematis menjadi :
Q = f (L, K, T, W) di mana : Q = jumlah barang dan jasa (output)
L = tenaga Kerja K = modal T = tanah
W = wirausaha/ Skill
Persamaan di atas menunjukkan fungsi produksi dengan empat input atau empat variabel bebas. Apabila suatu fungsi produksi hanya memiliki satu variabel bebas maka persamaan fungsi produksi menjadi :
Q = f (K)
di mana : Q = jumlah barang dan jasa (output) K = modal
2.2.2 Fungsi Produksi Cobb- Douglas
Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi non - linier (Soekartawi,1990).
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi non linier standar, indah, dan populer dalam ilmu ekonomi. Hal ini dikarenakan fungsi Cobb- Douglas mampu menjelaskan dengan baik bagaimana penerapan dari hukum The Law of Diminishing Returns berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Adapun rumus fungsi produksi Cobb-Douglas (Q) dengan menggunakan dua input (K dan L) adalah sebagai berikut :
Q = KαLẞ 0<α, ẞ<1
ditambah sampai overdosis maka, hal ini akan mengakibatkan produksi tanaman akan menurun atau bahkan menyebabkan kematian bagi tanaman. Berikut ini gambar tahapan-tahapan fungsi produksi :
Gambar 2.1 Tahap-Tahap Produksi
Dimana persamaan Q = KαLẞ ini memiliki sifat yang berlaku di dalam penerapan tahapan fungsi produksi. Tahapan-tahapan itu antara lain sebagai berikut :
a. Constant return to scale, jika (a+b) = 1. Artinya, jika input K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka output juga bertambah dua kali.
menjadi lebih dari dua kalinya. Dalam hal ini, output bertambah lebih dari proporsi pertambahan input.
c. Decreasing returns to scale, jika (a+b) < 1. Artinya, jika input K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka output bertambah kurang dari dua kalinya. Output bertambah kurang dari proporsi pertambahan input (Sunaryo, 2001).
2.2.3 Teori The Law Of Diminishing Returns
Dalam proses produksi dikenal hukum kenaikan hasil berkurang (The Law of Diminishing Returns) disingkat LDR. LDR berlaku dan populer dipakai di sektor pertanian dan di luar pertanian. LDR berbunyi sebagai berikut : “ Bila satu faktor produksi ditambah terus dalam suatu produksi, ceteris paribus, maka mula-mula terjadi kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif ”.Ceteris paribus artinya hal-hal
lain bersifat tetap, faktor produksi lain tetap jumlahnya, hanya satu variabel tertentu yang berubah jumlahnya. Selain jumlah atau kuantitas maka kualitas faktor produksi itu juga sama.
Dalam teori The Law Of Diminishing Returns terdapat istilah-istilah produksi sebagai berikut :
1. TP (Total Product) atau produksi total yaitu jumlah produksi pada level pemberian input tertentu. Input adalah faktor produksi atau bagian faktor produksi, misalnya input pupuk adalah bagian dari produksi modal, luas lahan adalah bagian dari faktor produksi alam.
(Labour) disingkat APL (Average Product of Labour), kalau AP modal capital disingkat dengan APC (Average Product of Capital).
3. MP (Marginal Product) atau produk marginal yaitu kenaikan hasil yang disebabkan oleh kenaikan atau pertambahan satu unit input. MP Labour disingkat MPL (Marginal Product of Labour) dan MP capital disingkat MPC (Marginal Product of Capital), dan sebagainya.
Daerah-daerah produksi pada kurva The Law of Diminishing Returns dibagi menjadi tiga menurut gerak dari kurva marginal produk, yaitu :
Gambar 2.2 The Law Of Diminishing Returns
Pada titik inflection point besarnya Ep = 1, karena AP = MP, pada titik maximum point Ep = 0 karena MP adalah nol. Daerah - daerah produksi menurut Ep ini adalah :
1. Daerah inefisien I, yaitu dari titik X = 0 sampai ke (MP) mencapai maksimum, atau Ep > 1.
2. Daerah efisien, dari MP maksimum samapai MP = 0 atau 0≤ Ep <1.
3. Daerah inefisien II, yaitu dari titik MP mulai negatif sampai seterusnya atau 0 > Ep samapai ke kanan seterusnya ( Pindyck, 2007).
C
TP
Produk rata-rata Dan marjinal
2.2.4 Fungsi Efisiensi
Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisensi yang demikian disebut efisiensi harga atau allocative efficiency. Ada beberapa istilah mengenai efisiensi antara lain efisiensi harga, efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi (Soekartawi, 1990).
2.2.4.1 Efisensi Harga
Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marjinal masing – masing input (NPMxi) dengan harga input (vi) atau ki = 1. kondisi ini menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat ditulis sebagai berikut:
bYPy = Px X
atau,
bYPy = 1 X
dimana:
Px = harga faktor produksi X b = elastisitas produksi Y = produksi
Py = harga produksi
X = jumlah faktor produksi X
B = (Y. Py) – (X. PX)
Agar B mencapai maksimum, turunan pertama harus disamakan dengan nol, dengan asumsi PX dan PY konstan. Turunan pertamanya adalah nol.
dB = Py . dY - PX dX dX Py . MP = PX
VMP = PX
VMP = 1 PX
dimana :
VMP = Value Marginal Product Px = harga input
Py = harga output X = jumlah input Y = jumlah output dB, dX = turunan B dan X dY, dX = turunan Y dan X
Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. (NPMx / Px) > 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.
2.2.4.2 Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis dalam ekonomi produksi adalah suatu kondisi yang jumlah pemakaian input tertentu mempunyai Average Product (AP) dalam keadaan maksimum. Tingkat pemakaian input menghasilkan rasio output-input yang maksimum dari segi teknis adalah tingkat produksi optimum, tetapi belum tentu optimum dari segi ekonomis (Soekartawi, 1990).
2.2.4.3 Efisiensi Ekonomi
Suatu proses produksi sebagai usaha komersial bertujuan untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan maksimum. Bila ini menjadi tujuan maka efisiensi teknis belum cukup karena pada kondisi itu belum tentu memberikan keuntungan maksimum.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah efisiensi secara ekonomi. Menurut Hanafie (2010), efisiensi ekonomi dikatakan tercapai apabila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi dapat ditekan, tetapi dapat menjual produksinya dengan harga yang tinggi. Efisiensi ekonomi adalah hasil kali antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga/ alokatif dari seluruh faktor input dan dapat tercapai apabila kedua efisiensi tercapai, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga/alokatif.
Jadi efisiensi ekonomi dapat tercapai bila kedua efisiensi tersebut tercapai, sehingga dapat dituliskan menjadi :
EE = ET . EH di mana :
1. EE = 1, maka penggunaan faktor produksi sudah efisien 2. EE >1 , maka penggunaan faktor produksi belum efisien
3. EE< 1, maka penggunaan faktor produksi tidak efisien (Soekartawi, 1990)
2.2.5 Fungsi Statistik
Fungsi linier harga pupuk kimia, harga cabai merah, dan pengalaman petani terhadap dosis pupuk kimia dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
LnY=lnb0+b1lnx1+ b2lnx2+ b3lnx3+ e Di mana :
Y = dosis pupuk kimia b0 = intercept
x1 = harga pupuk kimia x2 = harga cabai merah x3 = pengalaman petani e = standard error Ln = logaritma natural
1. Uji Determinan (R2)
Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengetahui sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen.
2. Uji t-hitung Hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen
H1 : Ada pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen
Uji statistik digunakan adalah uji statistik-t t-hitung =
t-tabel = tα/2(n-p) keterangan:
bi = koefisien regresi ke-i
Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i Bi = parameter ke-I yang dihipotesiskan n = banyaknya pasangan data
p = jumlah parameter regresi Kriteria uji :
1. Berdasarkan Perbandingan Nilai t- hitung dan t- tabel - t-hitung > t-tabel α/2 (n-p), maka tolak H0
- Jika nilai signifikansi > α maka H0 diterima - Jika nilai Signifikansi < α maka H0 ditolak
Gambar 2.3 Daerah diterima dan ditolak H0
Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel maka parameter yang diuji atau faktor-faktor pengaruh penggunaan pupuk kimia (Xi) berpengaruh nyata terhadap dosis pupuk kimia (Y), sebaliknya jika nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk kimia (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap dosis pupuk kimia (Y).
3. Uji F-hitung
Nilai F-hitung digunakan untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Pengujian F-hitung adalah sebagai berikut:
Hipotesis :
H0 : Tidak ada pengaruh yang nyata secara serempak antara variabel independen terhadap variabel dependen
H1 : Ada pengaruh yang nyata secara serempak antara variabel independen terhadap variabel dependen
Keterangan:
R2 = koefisien determinan
k = jumlah variabel termasuk intersept n = jumlah pengamatan
kriteria uji :
1. Berdasarkan Perbandingan Nilai t- hitung dan t- tabel - F-hitung > F-tabel α/2 (n-p), maka tolak H0
- F-hitung < F-tabel α/2 (n-p), maka terima H0 2. Berdasarkan Nilai Signifikansi (α = 0,05) - Jika nilai signifikansi > α maka H0 diterima
- Jika nilai Signifikansi < α maka H0 ditolak
Apabila nilai Signifikansi < α maka H0 ditolak maka secara serempak variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan sebaliknya bila H0 diterima maka secara serempak variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
2.3 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
2.4 Kerangka Pemikiran
Pupuk kimia merupakan variabel independen yang mempengaruhi jumlah produksi pada budidaya tanaman cabai merah. Di mana dengan pemupukan kimia yang tepat dosis akan berdampak positif dalam peningkatan hasil panen cabai merah.
Seringkali para petani terus-menerus menambah penggunaan input pupuk kimia dengan harapan peningkatan hasil produksi tersebut. Namun kenyataannya, ternyata para petani belum mempertimbangkan efisiensi penggunaan pupuk kimia itu sendiri. Di mana input pupuk kimia terus ditambah belum tentu menghasilkan peningkatakan produksi dan menjadi berakibat negatif yakni produksi tetap atau bahkan menurun dan tentu hal ini menjadi tidak efisien. Pengkajian hubungan penggunaan faktor produksi pupuk kimia menggunakan model linier yang merupakan fungsi produksi dan dirumuskan sebagai berikut:
Y= bo + b1X1 + e Dimana :
Y = jumlah produksi cabai merah X1 = pupuk kimia
b0 = intersept
b1 = parameter pupuk kimia e = standard error
Di sisi lain, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani cabai merah di dalam penggunaan pupuk kimia. Adapun faktor-faktor lain tersebut, yakni harga cabai merah, harga pupuk kimia dan pengalaman petani.
Harga cabai merah diduga berpengaruh terhadap kebiasaan petani di dalam menggunakan pupuk kimia. Diasumsikan apabila harga cabai merah meningkat, maka dosis pupuk kimia yang digunakan petani semakin meningkat. Hal ini didasari, petani berpendapat apabila pupuk kimia terus ditambah, maka akan meningkatkan volume produksi cabai merah. Dugaan peningkatakan jumlah input akan meningkatkan jumlah output dalam hal ini produksi masih diyakini oleh petani cabai merah. Diharapkan peningkatan produksi tersebut dapat menambah pendapatan petani dikarenakan harga cabai merah sedang meningkat.
Harga pupuk kimia juga diduga berpengaruh terhadap kebiasaan petani di dalam menggunakan pupuk kimia. Di mana, diduga apabila harga pupuk kimia meningkat, maka petani akan berpikir untuk mengurangi dosis pupuk kimia. Harapannya setelah dosis pupuk kimia dikurangi dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi input pupuk kimia. Dan apabila harga pupuk kimia kembali tetap, maka petani akan menambah dosis pupuk kimia seperti sebelum harga pupuk kimia mengalami kenaikan.
diminimalisir. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan : Menyatakan hasil
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai Merah
Faktor produksi pupuk kimia
Fungsi Produksi Linier
Analisis Efisiensi : 1. Efisiensi Teknis (Analisis Frontier) 2. Efisiensi Harga (Analisis Frontier) 3. Efisiensi Ekonomi
Penggunaan pupuk Inefisien (Tidak Efisien)
Pupuk perlu dikurangi atau
ditambah
Penggunaan pupuk Efisien
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
pupuk kimia : 1. Harga cabai merah 2. Harga pupuk kimia 3. (Pengalaman petani)
Jumlah penggunaan pupuk optimal menurut teori The Law of Diminishing Returns
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah dikemukakan, hipotesis penelitian ini adalah :
1. Penggunaan pupuk kimia pada usahatani cabai merah di Desa Urung Purba, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun efisien baik secara teknis, harga, maupun ekonomi.
2. Penggunaan pupuk kimia pada usahatani cabai merah di Desa Urung Purba, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun sudah optimal berdasarkan teori The Law of Diminishing Returns.