• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bertahan Hidup Lansia di Pondok Lanjut usia Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Bertahan Hidup Lansia di Pondok Lanjut usia Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHUUAN

1.1Latar Belakang

Manusia hidup telah ditakdirkan untuk mempunyai kekuatan, kemampuan, akal

maupun fisik yang selalu bergerak dan berubah sesuai dan seimbang dengan usia yang

dimilikinya. Perubahan usia dan kemampuan tersebut selalu berada pada fase-fase

kehidupan manusia, yaitu fase masa bayi dan balita, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan

selanjutnya sampai pada fase Lansia. Pada fase Lansia ini, biasanya sudah mulai terjadi

perubahan dalam hidup , begitu pula dengan mulai menurunnya kemampuan fisik dan

akal yang dimilikinya. Oleh sebab itu Lansia atau lanjut usia secara

umum sering digambarkan sebagai seseorang yang sudah tua, sudah tidak

berdaya, sudah kehilangan tugas dan fungsinya, dan kadang juga

sakit-sakita

Februari pada jam 08:30)

Proporsi penduduk lanjut usia (Lansia) yang semakin besar membutuhkan

perhatian dan perlakuan khusus dalam pelaksanaan pembangunan. Usia 60 tahun ke atas

merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak terhadap tiga aspek,

yaitu biologis, ekonomi, dan sosial. Secara biologis, Lansia akan mengalami proses

penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan

rentan terhadap serangan penyakit. Secara ekonomi, umumnya Lansia lebih dipandang

(2)

dipersepsikan secara negatif, atau tidak banyak memberikan manfaat bagi keluarga dan

masyarakat (BPS:2014)

WHO memperkirakan pada tahun 2025 jumlah Lansia diseluruh dunia akan

mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun

2050. Data WHO juga memperkirakan 75% populasi Lansia di dunia pada tahun 2025

berada di negara berkembang seperti Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 2010

menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk Lansia

terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah Lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta

orang. Sementara itu Data Sensus BPS 2012 menunjukkan Lansia di Indonesia sebesar

7,56% dari total penduduk Indonesia. Menurut data tersebut sebagian besar Lansia di

Indonesia berjenis kelamin perempuan.

Pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014. BPS

menyebutkan pada tahun 2014 jumlah Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa,

setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah Lansia

perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta Lansia perempuan

dibandingkan 9,47 juta Lansia laki-laki. Adapun Lansia yang tinggal di perdesaan

sebanyak 10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada Lansia yang tinggal di perkotaan

sebanyak 9,37 juta jiwa Sebagian besar Lansia tinggal bersama dengan keluarga

besarnya. Sebanyak 42,32 persen Lansia tinggal bersama tiga generasi dalam satu rumah

(3)

dan orangtua/mertuanya. Sebanyak 26,80 persen Lansia tinggal bersama keluarga inti,

sementara yang tinggal hanya bersama pasangannya sebesar 17,48 persen. Hal yang

patut mendapat perhatian adalah mereka yang tinggal sendirian dalam satu rumah, atau

rumah tangga tunggal Lansia. Sebanyak 9,66 persen Lansia tinggal sendirian dan harus

memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, dan sosialnya secara mandiri. Dari sisi kegiatan

ekonomi Lansia, data Suvei Angkatan Kerja Nasional ( SAKERNAS ) pada tahun 2014

memperlihatkan bahwa sebesar 47,48 persen Lansia masih bekerja untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Proporsi Lansia laki-laki yang bekerja (63,81 persen) lebih besar

daripada Lansia perempuan (32,88 persen). Sementara itu, proporsi Lansia bekerja di

perdesaan (54,84 persen) lebih besar daripada perkotaan (38,90 persen). Sebanyak 84,92

persen Lansia bekerja tersebut berpendidikan rendah, yaitu tidak pernah

menamatkan pendidikan formal atau hanya memiliki ijazah SD/sederajat (BPS: 2014).

Pada tahun 2014 menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara jumlah

penduduk di Sumatera Utara mencapai 13.766,851 jiwa atau 5,4 persen dari seluruh

jumlah penduduk Indonesia, sedangkan jumlah penduduk lanjut usia atau individu yang

berumur diatas 60 tahun keatas di sumatera utara sebanyak 900,210 jiwa atau 6,5 persen

dari seluruh jumlah penduduk yang ada di Sumatera Utara (BPS Sumut : 2014).

Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014

jumlah penduduk yang berada di Kota Padangsidimpuan menencapai 206.496 jiwa.

sedangkan jumlah penduduk lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas yang terdapat di

kota padangsidimpuan mencapai 11.039 jiwa atau 5,3 persen dari jumlah keseluruhan

(4)

Berdasarkan pada rasio umur jumlah penduduk jumlah penduduk kota

Padangsidimpuan dapat dilihat pada gambar pyramid di bawah ini:

Gambar 1.1

Berdasarkan gambar diatas dapat di simpulkan pembagian jumlah Lansia menurut

(5)

Tabel 1

Jumlah Lansia Berdasarkan Interval Umur

Interval umur

Lansia laki-laki Lansia perempuan Jumlah

60-64 2.010 2.403 4.413

65-69 1.210 1.653 2.863

70-74 798 1.142 1.940

75+ 624 1.199 1.823

Jumlah 4.642 6.397 11.039

Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan

Dari data di atas diketahui jumlah penduduk Lansia di kota Padangsidimpuan

mencapai 11.039 orang dengan interval umur 60-64 tahun merupakan presentase data

jumlah Lansia yang paling dominan, dari data di atas menurut Kantor Kesejahteraan

Sosial dan Tenaga Kerja Daerah Kota Padangsidimpuan mengelompokkan banyaknya

Lansia mengalami penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ) menurut

(6)

Tabel 2

Jumlah Lansia Terlantar Menurut Kecamatan Di Kota Padangsidimpuan

JUMLAH KECAMATAN JUMLAH LANSIA TERLANTAR

Padangsidimpuan Tenggara 230

Padangsidimpuan Selatan 86

Padangsidimpuan Batunadua 108

Padangsidimpuan Utara 214

Padangsidimpuan Hutaimbaru 116

Padangsidimpuan Angkola Julu 58

Jumlah 812

Sumber : BPS Kota Padangsidimpuan

Dari data diatas jumlah Lansia yang mengalami masalah kesejahteraan sosial di

kota Padangsidimpuan sebanyak 812 jiwa dan kecamatan Padangsidimpuan utara

merupakan kecamatan yang paling banyak jumah Lansia yang mengalami masalah

penyandang kesejahteraan soial , hal ini merupakan gambaran bahwa penduduk yang

masuk dalam fase Lanjut usia dan dalam kategori miskin yang ada di Kota

Padangsidimpuan.

Proses penuaan menjadi seorang Lansia dalam setiap individu berdampak pada

berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi dan kesehatan, karena semakin

bertambahnya usia maka fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Lansia di usia yang

tidak muda dan telah mengalami perubahan kondisi fisik seharusnya kehidupannya lebih

(7)

kurang di perhatikan sehingga Lansia kurang sejahtera dalam masa tuanya, hal tersebut di

akibatkan adanya stigma yang masih tertanam dalam keluarga bahwa para Lansia sering

di pandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya hal ini dikarenakan bahwa

kehidupan masa tua Lansia seringkali di persepsikan secara negatif.

Keluarga merupakan unit terkecil didalam masyarakat yang berfungsi

memberikan perlindungan kepada setiap anggotanya, anggota keluarganya pada dasarnya

hidup bersama dalam satu atap. Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi pokok yakni

fungsi yang sulit di rubah dan diganti oleh orang lain, sedangkan fungsi-fungsi lain atau

fungsi-fungsi sosial relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan (khairuddin

48:1997)

Pada masayarakat tradisional yang pada umumnya terdiri dari keluarga-keluarga

luas, memasuki usia lanjut tidak perlu di risaukan. Mereka cukup aman karena anak dan

saudara saudara lainnya masih merupakan jaminan yang paling baik bagi orang tuanya

dengan ikatan yang kuat dan berhubungan secara kekeluargaan dengan tetangga dan

teman-teman mereka. Anak masih merasa berkewajiban dan mempunyai loyalitas

menyantuni orang tua mereka yang sudah tidak dapat mengurusi dirinya sendiri. Nilai

yang masih berlaku memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada

orangtuanya sebagaimana yang pernah mereka dapatkan pada waktu masa kanak-kanak.

Bahakan mendandapat peranan tersendiri baik dalam keluarga maupun masyarakat. Para

usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai orang yang “dituakan”, bijak dan

berpengalaman,pembuat keputusan ,dan kaya pengetahuan.mereka sering berperan

sebagai model generasi mudah, walaupun sebetulnya banyak di antara mereka tidak

(8)

Perubahan sosial di masyarakat misalnya adanya kecenderungan perubahan

struktur keluarga dari keluarga luas ke keluarga inti ikut membawa perubahan terhadap

orang Lansia dimana sebelumnya orang Lansia tinggal bersama dalam satu rumah dengan

anggota keluarga lainnya, namun perubahan itu menyebabkan orang Lansia tinggal

terpisah dengan anak-anak mereka. Kondisi ekonomi orang Lansia juga mengalami

perubahan apabila dibandingkan ketika masih muda. Maka orang Lansia hendaknya

mampu beradaptasi dengan keadaan yang baru ini. Penduduk Lansia secara individual

merupakan penduduk yang potensial menjadi beban keluarga dan masyarakat.

Di akses pada 19 Februari pada jam 23.30)

Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat

individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih

dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran

nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian

dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan

kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang

anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi

sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam

urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia

dengan masyrakat lingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua

dan muda. Dan akan timbul rasa kesepian yang berdampak pada konsekuensi dari

(9)

Perubahan peran yang disebabkan oleh usia yang sudah semakin menua

menyebabkan Lansia sudah tidak bisa lagi melakukan aktivitas secara maksimal. Oleh

sebab itu Di kota padangsidimpuan sendiri beberapa Lansia berpendapat bahwa lebih

baik tinggal di pondok (panti jomopo) daripada hidup dengan keluarga supaya tidak ada

yang di susahkan, Lansia juga menjadi lebih sedikit berperan dalam suatu keluarga atau

kelompok masyarakat, dimana telah terjadi pergeseran peran yang pada dasarnya Lansia

yang mendapatkan julukan hatobangon atau orang yang di tuakan yang berperan sebagai

contoh dan pemberi nasehat dalam membimbing masyarakat dalam menerepkan nilai dan

norma yang berlaku di masyrakat pada saat ini sudah mulai memudar.

Butler dalam Singarimbun (1996:181 ), orang-orang usia lanjut menjadi

kelompok yang terlantar atau yang paling tidak diperhatikan terhadap permasalahan

mereka perlu sekali ditingkatkan. Ketika seseorang mencapai usia lanjut, dan anak-anak

sudah membentuk keluarga keluarganya sendiri, lepaslah tanggung jawabnya pada

mereka, dan Lansia kembali lebih bebas merdeka seperti pada saat-saat permulaan

perkawinanya, tetapi pada saat kebebasan ini di peroleh Lansia berada dalam kondisi

kemunduran fisik biologi dan pisikologis. Keadaan kondisi yang semakin menurun

membuat harus ada jaminan yang ditujukan kepada Lansia, Menurut Rianto dalam Ihromi

(1999:202), di Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan bagi para lanjut usia,

pemerintah menetapkan kebijakan untuk membantu dan menyantuni para Lansia baik di

dalam panti maupun di luar panti. Pemberian bantuan dan penyantunan di dalam panti di

tujukan kepada para usia lanjut yang kondisi fisik dan ekonominya lemah. Selain itu

(10)

Kehidupan di dalam panti dapat dikelompokkan dalam subkelompok usia lanjut

yang mampu membiayai hidupnya sendiri (Lansia kaya) dan subkelompok usia lanjut

yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri. Pembagian ini penting mengingat

masalah yang di hadapi oleh kelompok usia lanjut sangat berkaitan dengan

ketidakmampuan ekonomi mereka. Kelompok usia lanjut dalam subkelompok yang

mampu membiayai hidupnya sendiri di artikan sebagai usia lanjut yang secara relatif

mempunyai kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan

kemampuan ekonomi yang dimilikinya, ia dapat memilih hidup di rumah sendiri dan

hidup di Panti Jompo atau Panti Werdha. Berbeda dengan kelompok Lansia miskin yang

secara relatif tidak mempunyai kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan

sandang pangan , tempat tinggal, dan kesehatan. Ihromi (1999:195).

Di kota Padangsidimpuan sendiri terdapat lembaga sosial dimana seorang Lansia

dapat mendapatkan kesejahteraannya, baik berupa bimbingan keagamaan, bimbingan

sosial, bimbingan keterampilan dan jaminan kesehatan. Lembaga ini berupa panti jompo

yang di kelola oleh pihak swasta, yakni pondok lanjut usia ma’arif muslimin yang berdiri

pada tahun 10 Agustus 1970 oleh Bapak Almarhum Haji Imom Daulay yang berlokasi

dijalan Sutan Muhammad Arif Kelurahan Batang Ayumi Julu Kecamatan

Padangsidimpuan Utara Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara. Pada pondok

lanjut usia yang dikelola oleh pihak swasta ini tercatat sebagai pondok yang pertama

sekali berdiri di kota Padangsisimpuan, Total Lansia yang berada di dalam pondok

Ma’arif Muslimin sebanyak 43 orang terdiri dari 2 orang laki-laki dan 41 orang

perempuan, para Lansia ini berasal dari kota Padangsidimpuan, Tapanuli selatan,

(11)

tidaklah sulit, asal punya niat beribadah dan beragama Islam bisa tinggal di lembaga ini

tanpa dipungut biaya. Lembaga kesejahteraan ini pada awalnya didirikan sebagai tempat

bersuluk, suluk merupakan jalan atau cara mendekati Tuhan untuk memperoleh ma’rifah

(mengetahui/mengenali sesuatu) atau memperdalam agama islam.

Pihak pondok mengatakan alasan para Lansia tinggal di pondok dikarenakan

minimnya pemberian pelayanan/perawatan terhadap Lansia khususnya dari keluarga yang

bersangkutan, karena keluarga Lansia tersebut sibuk dengan pekerjaannya ataupun

keluarga Lansia tersebut acuh tak acuh mengurusnya atau dengan kata lain diterlantarkan

di rumah sendiri, bahkan mungkin tidak ada sama sekali keluarganya dan juga terjadinya

perubahan fungsi dan peran keluarga yang mengakibatkan makin sulitnya keluarga untuk

mampu memberikan pelayanan terbaik bagi pemenuhan kebutuhan lanjut usia, malah

Lansia tersebut disuruh merawat cucunya.

Dalam keadaan ini kehidupan usia lanjut tergantung kepada orang lain. Tidak

terkecuali Lansia yang tinggal di dalam pondok lanjut usia, walaupun sudah berada di

dalam istitusi pemberi kesejahteraan akan tetapi masih banyak kebutuhan yang belum

terpenuhi khususnya dalam jaminan ekonomi, keluarga sebagai pelindung mereka baik

keluarga inti atau pun keluarga luas tidak begitu memperhatikan nasib para Lansia oleh

karena itu banyak para Lansia lebih memilih tinggal di pondok Lansia daripada ikut

dengan keluarga, mereka merasa apabila tinggal di pondok Lansia tidak menyusahkan

orang lain dan para Lansia tidak mengharapkan belas kasih dari keluarga. Dengan kondisi

fisik yang sudah tidak muda lagi Lansia dengan latar belakang miskin yang berada di

dalam pondok Lansia Ma’arif Muslimin harus memenuhi kebutuhan sandang dan

(12)

pemerintah tetapi hal tersebut tidak cukup, Pemerintah kota padangsidimpuan melalui

Kantor Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Daerah memberikan bantuan subsidi

penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ) kepada 15 orang Lansia miskin yang

ada di pondok ma’arif muslimin berupa bentuk materi sebesar Rp 3,500/hari uang

tersebut di pegang oleh pihak pondok untuk di bagi rata kepada 43 total Lansia yang ada

dan di pergunakan untuk keperluan makan Lansia pada setiap hari senin dan hari kamis

saja. Bantuan Kantor Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Daerah sebesar Rp 3.500/

hari ini tidak sesuai dengan kebutuhan mereka sehari hari, contohnya saja makan, Badan

Pusat Statistik menyebutkan seorang individu harus memuhi makan tiga kali dalam satu

hari atau setara dengan 2.100 kalori per hari, kurang dari 2100 kalori BPS menyebutkan

individu tersebut dalam keadaan terlantar atau miskin, hal ini bertolak belakang karena

kebanyakan para Lansia miskin yang ada di dalam pondok Lansia Ma’arif Muslimin ini

hanya makan satu kali dalam sehari.

Pada dasarnya kehidupan para Lansia miskin di pondok Ma’arif Muslimin masih

disibukkan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sendiri, hal ini disebabkan

karena Lansia biasanya sudah tidak punya penghasilan lagi dan memang berasal dari

keluarga miskin kecuali Lansia yang pada saat mudanya menjadi Pegawai Negeri sipil,

TNI, dan POLRI sehingga akan dapat upah pensiunan.

Dalam pondok Ma’arif Muslimin ini, para Lansia masih memikirkan masalah

ekonominya dimana pada dasarnya mereka sudah mulai tidak produktif dan penurunan

kondisi fisik dan financial harus melakukan suatu tindakan, para Lansia di pondok milik

(13)

melihat apa saja tindakan atau cara Lansia untuk memenuhi kebutuhan sandang dan

pangan. Maka untuk penelitian ini di fokuskan pada strategi bertahan hidup Lansia

miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari.

1.2 Rumusan Masalah

Keberadaan para Lansia di pondok lanjut usia khususnya Lansia miskin belum

sepenuhnya dapat dikategorikan sejahtera. Keterlibatan pemerintah dalam

mensejahterakan para Lansia belum memberikan dampak besar. Oleh sebab itu banyak

Lansia di pondok lanjut usia masih saja ada yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari nya.

Dari uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah “ Bagaimana strategi bertahan hidup Lansia yang berada di dalam

pondok lanjut usia Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang di harapkan

dan dapat di poroleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kehidupan Lansia miskin di pondok lanjut usia Ma’arif Muslimin

Kota Padangsidimpuan

2. Untuk mengetahui strategi bertahan hidup Lansia miskin dipondok lanjut usia

Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan

1.4 Manfaat penelitian

(14)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi media informasi dan referensi bagi

peneliti lain yang berkaitan dengan penelitian ini khususnya dalam bidang sosiologi

keluarga. Penelitian ini juga di harapkan dapat memberikan manfaat penelitian sebagai

berikut :

a. Menghasilkan karya ilmiah mengenai kehidupan para Lansia miskin dan strategi

bertahannya di pondok lanjut usia sehingga penelitian ini dapat memberi kontribusi

kepada ilmu pengetahuan khususunya dalam mengetahui kajian strategi bertahan

hidup.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam memahami kehidupan

para Lansia miskin yang berada di pondok lanjut usia.

1.4.2 Manfaat Peraktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis

mengenai permasalahan yang di teliti dan kemampuan untuk membuat karya tulis ilmiah.

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah

Kota Padangsidimpuan khususnya untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para Lansia

di pondok lanjut usia.

1.5 Defenisi konsep

Dalam penelitian ilmiah, di samping berfungsi untuk memfokuskan dan

mempermudah penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya di

(15)

terjadinya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian ini antara lain

adalah:

1. Strategi bertahan hidup

Strategi adalah upaya bagaimana mencapai sebuah tujuan atau sasaran yang di

tetapkan sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini yang di maksud adalah Strategi bertahan

hidup atau strategi survival. Strategi bertahan hidup adalah suatu keberadaan

berkesinambungan dengan batasan waktu yang relatif bagi individu atau kelompok,

obyek, dan tujuan, dan terus dilakukan langkah-langkah tertentu dalam mempertahankan

keberadaannya tersebut. Secara sosiologis konsep strategi survival dapat diartikan

sebagai usaha-usaha menuju kemampuan secara berkesinambungan. Stratetgi bertahan

hidup digunakan oleh Lansia untuk menghadapi berbagai permasalahan mereka yakni

dari segi ekonomi yang kurang memadai di karenakan kurangnya perhatian dari pihak

keluarga dalam memperhatikan kesejahteraan para Lansia dalam hal ini mereka telah di

terlantarkan oleh keluarga, Maka dari itu Lansia di Pondok lanjut usia memilih beberapa

strategi survival agar tetap dapat mempertahankan keberadaannya dengan menggunakan

tiga cara yaitu, dengan strategi Alternatif subsistensi, strategi dahulukan selamat, dan

strategi jaringan

2. Lansia

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (Lansia)

apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap

lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

(16)

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres

fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta

peningkatan kepekaan secara ndividual.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26951/4/Chapter%20II.pdf Diakses

pada tanggal 12 januari pada jam 17:05).

Dalam konsep ini kondisi seseoang individu yang di katakana Lansia adalah

penurunan kondisifisik, biologis dan pisikologis. Pada hakekatnya menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya

yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua . Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis

maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik

maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut

memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan

berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.

3. Pondok Lansia

Nama lain dari Pondok Lansia yakni Panti Jompo, Panti Jompo menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo,

Pondok Lansia / Panti jompo merupakan Lembaga sosial baik di bawah naungan

pemerintah atau pun pihak swasta yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan

pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar dalam kehidupan

bermasyaraka. Panti Jompo dalam hal ini merupakan sebagai wadah penampungan,

pengasuhan serta pembinaan. Tujuan dari lembaga ini merupakan sebagai unit

(17)

pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian,pemeliharaan

kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta

agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir

dan batin.

4. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan

kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan

dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan

pekerjaan,(

pada 19 Februari pada jam 01.20)

Kemiskinan yang dikaitkan dengan keadaan lansia adalah Kemiskinan

absolut. Kemiskinan absolute merupakan situasi dimana penduduk atau sebagian

penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang

sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum,. Dalam

penelitian ini Lansia yang berada di Pondok Ma’arif muslimin dikategorikan kedalam

kemiskinan absolute, dimana keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan

(18)

5. Lanjut usia terlantar

Merupakan seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena

faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhanya dan meyebabkan dirinya

terlantar(siks.kemsos.go.id/.../NSPK-PMKS-PSKS-PERMENSOS. Di akses pada 19

februari Pada jam 00.20)

Lansia terlantar identik dengan lansia yang berasal dari keluarga dalam kategori

miskin, dalam hal ini lansia terlantar dikarenakan minimnya memberikan pelayanan dan

perawatan terhadap lansia khususnya dari keluarga yang bersangkutan karena keluarga

lansia tersebut sibuk dengan pekerjaannya ataupun keluarga lansia tersebut acuh tak acuh

Gambar

Gambar 1.1 Berdasarkan gambar diatas dapat di simpulkan pembagian jumlah Lansia menurut
Tabel 1
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI

(2) Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada satuan atau program

SEKRETARIAT DAERAH

[r]

(1) Instansi pemerintah atau lembaga pendidikan yang mengusulkan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 atau pendidik asing atau lembaga kependidikan asing wajib

[r]

Gambar 3.4 Tampilan jendela utama program pengenalan wajah Tombol PEMBENTUKAN BASISDATA digunakan untuk ekstraksi ciri semua citra yang tersimpan pada basisdata dengan

Variabel pengganggu bisa dikendalikan yaitu keseragaman guru dalam pelaksanaan terapi murottal, lingkungan sekolah yang tidak bising karen melakukan terapi di dalam