• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - 19 HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG ARTRITIS ... - JURNAL AKP 96 343 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - 19 HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG ARTRITIS ... - JURNAL AKP 96 343 1 PB"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG ARTRITIS RHEUMATOID

DENGAN UPAYA PENATALAKSANAANNYA

Christianto Nugroho Dosen Akper Pamenang Pare–Kediri

United Nation Of Health Agency or World Health Organization ( WHO ) establishes 65 years as the age that shows the aging process takes place in a real and someone has called the elderly. One of the rheumatic group that often accompany old age is Rheumatoid Arthritis ( Fitriany , 2009). In Indonesia, the incidence of Rheumatoid Arthritis in the elderly has increased. Though this disease can be treated if the elderly have a good knowledge. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge with management efforts of Rheumatoid Arthritis at Badas Public Health Centers Kediri Regency .

Research design used in study was the Analitic Cross Sectional. Population in this study were all elderly with Rheumatoid Arthritis. The size was 30 elderly. Sampling technique using purposive sampling with a sample of 15 elderly. Instrument of the research using a questionnaire to measure knowledge and knowledge management using a questionnaire to measure management efforts. The place of research in the Badas Public Health Centers Kediri Regency. Analysis of the data used is Descriptive Analytics .

Results of the research in this study showed the majority of respondents have less knowledge, less salvage as much as 7 respondents ( 46.7 % ). So it can be concluded that there was relationship between knowledge with management efforts of Rheumatoid Arthritis at Badas Public Health Centers Kediri regency

Researcher concluded the relationship between knowledge with management efforts of Rheumatoid Arthritis in the elderly due to age, education, gender, occupation, and experience. Thus the role of health educators is very important, the cooperation of all parties also contribute in improving the quality of life of the elderly. Ranging from health centers, neighborhood health center, club elderly or in a hospital. And the runners are expected to participate actively and independently in each extension activities mainly on the management of Rheumatoid Arthritis .

Keywords: knowledge, management efforts, and elderly

Latar Belakang

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu dari golongan reumatik yang sering menyertai usia lanjut adalah Artritis Rheumatoid (Fitriani, 2009). Artritis Rheumatoid merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar penderita mengeluh nyeri yang kronik dan hilang timbul, yang jika tidak segera diobati maka akan menyebabkan kerusakan jaringan , deformitas sendi atau bahkan berujung kematian. Angka kejadian Artritis Rheumatoid yang selalu meningkat khususnya pada lansia, terjadi

hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Salah satu sebab tingginya angka kejadian Artritis Rheumatoid tersebut adalah rendahnya pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid dan minimya pengetahuan tentang upaya penatalaksanaannya.

(2)

lansia. Diantara artritis yang paling banyak adalah Artritis Rheumatoid. Selanjutnya hipertensi 39%, berkurangnya pendengaran atau tuli 28%, dan penyakit jantung 27%. Dari data Dinkes Kab. Kediri pada Juli 2014 jumlah lansia yang menderita Artritis Rheumatoid mencapai 1062 orang. Pada study pendahuluan pada tanggal 19 November 2014 melalui wawancara secara langsung pada 5 orang lansia di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri didapatkan 2 orang (40%) mengerti tentang penyakit Artritis Rheumatoid namun tidak mengetahui upaya penatalaksanaannya dan 3 orang (60%) lainnya tidak mengerti sama sekali baik tentang penyakit Artritis Rheumatoid maupun upaya penatalaksanaanya.

Tingginya angka kejadian Artritis Rheumatoid dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia, jenis kelamin, genetik, hormone seks, serta imunitas. Walaupun demikian sampai sekarang ini etiologi pasti dari penyaki Artritis Rheumatoid belum diketahui secara pasti. Selain faktor-faktor tersebut tingginya angka kejadian Artritis Rheumatoid terutama pada lansia disebabkan rendahnya pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid dan minimnya upaya penatalaksanaannya. Salah seorang lansia di Puskesmas Badas mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti apa itu penyakit Artritis Rheumatoid. Hal ini dikarenakan minimnya penyuluhan dan informasi kesehatan, dan kesibukan bekerja. Bila hal itu tidak ditindak lanjuti dikhawatirkan angka kejadian Artritis Rheumatoid akan terus meningkat.

Menurut konsorsium ilmu kesehatan salah satu peran adalah sebagai educator, peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Aziz, 2008). Oleh karena itu, diharapkan tenaga kesehatan bersedia menyelenggarakan atau meningkatkan frekuensi penyuluhan atau memberikan informasi kesehatan tentang penyakit Artritis Rheumatoid guna meningkatkan pengetahuan dan memotivasi untuk melakukan suatu tindakan penatalaksanaannya agar angka kejadian Artritis Rheumatoid dapat menurun.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis

tertarik membuat suatu penelitian tentang “Hubungan

Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya Di Puskesmas

Badas Kabupaten Kediri”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan diatas peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah ada Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri?”

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid dengan upaya penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri

b. Mengidentifikasi upaya penatalaksanaan penyakit Artritis Rheumatoid oleh lansia di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri

c. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid dengan upaya penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri.

Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik yaitu penelitian observasional dimana peneliti menetapkan tujuan untuk mencari tahu atau menganalisis ada tidaknya hubungan atau beda antara dua atau lebih kelompok/variabel. Penelitian ini menggunakan pendekatan Analitik Cross Sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran /observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat jadi tidak ada follow up.

(3)

Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu tehnik penentuan sample yang di dasarkan atas kehendak peneliti dan sesuai kriteria.

Penelitian ini menggunakan uji Statistik Deskriptif. Hal ini dikarenakan subyek atau populasi dalam penilitian ialah tidak tergeneralisasi atau dikhususkan pada penderita Artritis Rheumatoid dengan berbagai kriteria, pengambilan sample mengunakan non random serta penentuan jumlah populasi tidak ditentukan oleh rumus.

Uji Statistik Deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau menganalisasi suatu hasil penelitian tetapi tidak dapat digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Hasil Penelitian

1. Pengetahuan lansia tentang artritis rheumatoid di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri 2014

No. Kategori Jumlah Prosentase responden yang di teliti terdapat 3 responden (20%) pengetahuannya baik, dan 4 responden pengetahuannya cukup (26,7%) dan 8 responden pengetahuannya kurang (53,3%) tentang artritis rheumatoid. Hal ini berarti lansia yang berobat di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang artritis rheumatoid.

2. Upaya penatalaksanaan artritis rheumatoid oleh lansia di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri

Dari tabel diatas menunjukkan Upaya Penatalaksanaan Artritis Rheumatoid oleh Lansia

di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri. Dari 15 responden terdapat 11 responden (73,3%) mayoritas lansia memiliki upaya penatalaksanaan yang kurang, 4 responden (26,7%) memiliki upaya penatalaksanaan yang cukup, dan tidak ada lansia memiliki upaya penatalaksanaan yang baik tentang artritis rheumatoid.

3. Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri 2014

Dari tabel diatas diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan penatalaksanaan baik sebanyak 0 responden, responden yang memiliki pengetahuan baik dengan penatalaksanaan cukup sebanyak 1 responden (6,7%), responden yang memiliki pengetahuan baik dengan penatalaksanaan kurang sebanyak 2 responden (13,3%).

Responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan penatalaksanaan baik sebanyak 0 responden, responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan penatalaksanaan cukup 2 responden (13,3%), dan responden yang memiliki pengetahuan cukup dengan penatalaksanaan kurang sejumlah 2 responden (13,3%).

Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan penatalaksanaan baik sebanyak 0 responden, responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan penatalaksanaan cukup sebanyak 1 responden (6,7%), dan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan penatalaksanaan kurang sebanyak 7 responden (46,7%).

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ada hubungan pengetahuan dengan upaya

(4)

penatalaksanaan. Hal ini dikarenakan semakin baik pengetahuan yang dimiliki lansia maka semakin baik pula upaya penatalaksanaan yang bisa dilakukan sedangkan semakin kurang pengetahuan yang dimiliki lansia maka semakin kurang pula upaya penatalaksanaan.

Pembahasan

1. Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang. Diketahui dari 15 responden terdapat 8 responden (53,3%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang artritis rheumatoid dan hanya 3 responden (20%) yang pengetahuannya baik.

Menurut Notoatmodjo (2003), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif adalah faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) Pengetahuan dapat di kategorikan dalam kriteria baik, cukup dan kurang. (Arikunto. 2006). Hal ini dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan lingkungan. (Nursalam. 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang berobat di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang artritis rheumatoid terutama pada pertanyaan kusioner yang peneliti ajukan pada responden mengenai penyebab terjadinya arthritis rheumatoid. Para lansia masih beranggapan jika penyebab utama terjadinya arthritis rheumatoid adalah mandi di malam hari dan bukan disebabkan oleh virus, bakteri, polusi dan sinar matahari. Menurut peneliti hal ini dapat terjadi karena factor pendidikan, usia, dan pekerjaan (ekonomi). Pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan dan penyerapan ilmu pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki. Dari hasil penelitian didapatkan mayoritas lansia berpendidikan tidak tamat SD. Jika dibandingkan dengan lansia yang berpendidikan SD dengan lansia berpendidikan tidak tamat SD, lansia yang

berpendidikan SD memiliki pengetahuan yang lebih baik dan jika dibandingkan dengan yang berpendidikan SMP/SMA maka lansia dengan pendidikan SMP/SMA akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Tetapi hal ini tidaklah mutlak karena pengetahuan yang dimaksud bukan hanya pengetahuan saat menempuh pendidikan saja tetapi pengetahuan yang sifatnya lebih umum. Yang kedua adalah factor usia. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Sehingga proses penerimaan terhadap pengetahuan juga akan lebih baik. Yang ketiga adalah faktor pekerjaan. Pekerjaan tidak bisa dipisahkan dengan aspek ekonomi. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan, ekonomi, dan pengetahuan sebagai suatu siklus yang saling mempengaruhi. Dengan kata lain semakin bagus pekerjaan maka semakin baik pula status ekonomi sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan. Mayoritas lansia yang menjadi responden bekerja sebagai buruh tani atau petani. Dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan akan kurang jika dibandingkan dengan swasta dan PNS.

Dalam hal ini diperlukan adanya dukungan dan kerjasama semua pihak yang terkait untuk menyebarluaskan informasi dalam berbagai media dan metode mengenai konsep penyakit artritis rheumatoid mengingat penyakit ini adalah penyakit yang banyak dijumpai pada lansia. Jika hal ini berjalan dengan baik tidak hanya akan menambah pengetahuan lansia saja tetapi akan meningkatkan kualitas hidup lansia.

(5)

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berjkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman. Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Menua atau menjadi tua adalah suatu prosses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Kemampuan memperbaiki diri inilah yang kita sebut dengan upaya penatalaksanaan. Upaya penatalaksanaan terhadap penyakit dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya usia, pengalaman, pendidikan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat dan keyakinan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang berobat di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri masih memiliki upaya penatalaksanaan yang kurang tentang artritis rheumatoid terutama pada pertanyaan kuesioner yang peneliti ajukan pada responden mengenai penyebab cara mengatasi arthritis rheumatoid. Para lansia cenderung lebih memilih meminum jamu seduh dan obat gosok yang panas untuk mengatasi nyeri sendinya. Padahal hal ini tidak meringankan gejala malah justru memperparah kondisi tubuh. Menurut peneliti hal ini dapat terjadi karena factor pendidikan, usia, dan pengalaman. Dengan mayoritas pendidikan lansia tidak tamat SD menyebabkan pengetahuan tentang penyakit artritis rheumatoid sedikit. Sehingga lansia cenderung menganggap remeh penyakit ini dan berdampak pada upaya penatalaksanaan yang sekedarnya. Padahal jika pendidikan mereka tinggi, pengetahuan tentang konsep penyakit juga akan baik maka mereka tidak akan menganggap remeh penyakit artritis rheumatoid karena penyakit ini dapat menjadi penyakit yang serius dan berujung kematian bila tidak diatasi dengan tepat. Factor yang kedua adalah usia. Usia sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Usia yang banyak mengindikasikan kematangan individu dalam olah rasa, olah raga

dan olah wicara. Kebanyakan dari responden berusia 60-75 tahun. Seyogyanya, pada tahap elderly ini lansia mampu berpikir kritis dan mampu menentukan langkah yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit artritis rheumatoid yang dideritanya. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak usia semakin tepat pula penatalaksanaan terhadap pemyakit yang diderita. Yang ketiga adalah pengalaman. Pada saat peneliti melakukan penelitian dengan membagikan kuesioner upaya penatalaksanaan, kebanyakan lansia menjawab sesuai dengan pengalaman mereka dan informasi yang berkembang di masyarakat walaupun tidak sepenuhnya benar. Seperti kebiasaan mandi di malam hari, penggunaan obat gosok panas yang berlebihan, membeli jamu dan obat bebas serta perilaku diet makanan sehari hari. Pengalaman yang baik maupun buruk terhadap upaya penatalaksanaan artritis rheumatoid akan membuat lansia belajar dan mendapatkan hasil yang baik pada saat hal ini terulang kembali.

Dengan demikian peran para pendidik kesehatan sangatlah penting, kerjasama semua pihak juga ikut andil dalam peningkatan kualitas hidup lansia. Mulai dari puskesmas, posyandu, club lansia maupun di rumah sakit. Dan para lansia ini diharapkan ikut aktif dan mandiri dalam setiap kegiatan penyuluhan terutama tentang penatalaksanaan artritis rheumatoid.

3. Hubungan Pengetahuan Lansia Dengan Upaya Penatalaksanaannya

Hasil analisis hubungan pengetahuan lansia dengan upaya penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri. Diketahui bahwa semakin baik pengetahuan yang dimiliki lansia maka semakin baik pula upaya penatalaksanaan yang bisa dilakukan sedangkan semakin kurang pengetahuan yang dimiliki lansia maka semakin kurang pula upaya penatalaksanaan. Sehingga dapat diketahui bahwa ada Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri.

(6)

adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai. Yang kedua adalah faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, alat kontrasepsi, dan jamban. Yang ketiga adalah faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Peneliti sependapat dengan teori diatas bahwa hubungan pengetahuan lansia dengan upaya penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri disebabkan oleh pengetahuan, Apabila kita hubungkan dengan data umum, jika dilihat dari segi pengetahuan lansia yang memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang baik tentang artritis rheumatoid, maka ia dapat meningkatkan upaya penatalaksanaan terhadap penyakit tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengaruh pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid dengan upaya penatalaksanaan yang dilakukan adalah berbanding lurus. Semakin rendah tingkat pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid semakin rendah pula upaya penatalaksanaan Artritis Rheumatoid yang dilakukannya dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pengetahuan lansia tentang Artritis Rheumatoid semakin tinggi pula upaya penatalaksanaan yang dilakukan sehingga meningkatkan kualitas hidup lansia.

Kesimpulan

1. Identifikasi Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid sebanyak di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri sebanyak 8 lansia (53,3%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang artritris rheumatoid.

2. Identifikasi Upaya Penatalaksanaan Artritis Rheumatoid oleh lansia di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri. Sebanyak 0 responden (0%) mengerti dengan baik upaya penatalaksanaan artritis rheumatoid dan 11 responden (73,3%) kurang dalam upaya penatalaksanaan artritis rheumatoid

3. Ada Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Artritis Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya di Puskesmas Badas Kabupaten Kediri tahun 2014.

Saran

1. Bagi Responden

a. Disarankan bagi lansia untuk lebih banyak membaca buku tentang Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya.

b. Disarankan bagi lansia untuk mengikuti posyandu lansia yang diadakan setiap satu bulan sekali.

c. Disarankan bagi lansia untuk mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan maupun anggota masyarakat terutama tentang Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya.

d. Disarankan untuk para lansia untuk melakukan konsultasi pada tenaga kesehatan yang ada tentang masalah psikis yang dialami.

2. Bagi Tempat Penelitian

a. Disarankan agar perawat dapat berperan dalam membentuk organisasi yang dikhususkan untuk mengatasi permasalah yang terjadi pada lansia seperti mendirikan posyandu lansia, mengadakan penyuluhan untuk para kader terutama yang bertemakan Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya.

b. Disarankan bagi para kader untuk lebih sering melakukan penyuluhan tentang Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya minimal satu bulan sekali.

c. Disarankan bagi para kader untuk mengikuti penyuluhan atau pelatihan tentang lansia terutama Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya.

(7)

3. Bagi Institusi Pendidikan

a. Disarankan bagi institusi untuk menambah materi tentang lansia terutama mengenai Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya karena penyakit ini yang sering dialami lansia.

b. Disarankan bagi institusi untuk menambah jam pelajaran serta SKS untuk materi Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya. c. Disarankan bagi institusi untuk membuat

handout tentang Artritis Rheumatoid dan upaya penatalaksanaannya sehingga ilmu tentang materi tersebut dapat lebih berkembang terutama untuk mahasiswa Akper Pamenang. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan bagi peneliti selanjutnya apabila ingin mengambil judul atau tema yang serupa maka disarankan untuk mengambil jumlah sampel yang lebih banyak dan mungkin peneliti selanjutnya dapat menggunakan random sampling dan bukan nonrandom sampling.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta.

Aru W, S. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan

Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Muha medika.

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho. (2000). Keperawatan Gerontologi. Edisi 2. Jakarta : EGC

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian dan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian dan Ilmu Keperawatan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika .

Potter, Patricia A & Anne Griffin Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, S. A. (2005). Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.

Satriani , I Arba'iyah.(2013).Merokok Tingkatkan Risiko Arthtritis Pada Wanita. http://www.tempo.co/read/news/2013/04 /24/060475458/Merokok-Tingkatkan-Risiko-Arthritis-Pada-Wanita

(download: 27 September 2013

Stockslager, J. L. (2007). Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik edisi 2. Jakarta: EGC.

Tamsuri, A. (2008). Riset keperawatan. Kediri: Pamenang press.

Trijaji, Natalia.(2013). Waspadai Nyeri Sendi;

Kenali Penyebabnya.

Gambar

tabel Penatalaksanaan Artritis Rheumatoid oleh Lansia

Referensi

Dokumen terkait

Daya dukung lahan dihitung dari total nilai produksi biohayati aktual yang ada pada lahan di wilayah tertentu, dibandingkan dengan kebutuhan lahan per hektar yang

Tahap berikutnya, konsep instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing berkaitan dengan validasi konstruk, yaitu seberapa jauh butir- butir instrumen tersebut telah

Pada penelitian ini perbedaan penurunan kekeruhan (TSS) pada berbagai variasi konsentrasi koagulan diuji dengan menggunakan Mann-Whitney dihasilkan bahwa perbedaan

dipertahankan (Sulistiyaningsih, 2010). Beberapa hal yang mempengaruhi perolehan Premium Price sertifikasi hutan diantaranya adalah : 1) Luas hutan yang akan disertifikasi, 2)

[r]

Jika uji kadar lemak yang dilakukan pada sampel susu sapi segar kurang dari 3,6% maka dicurigai susu tersebut telah ditambahkan dengan air untuk meningkatkan volume susu

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan keteraturan siklus menstruasi dengan nilai p sebesar 0,004 dan ditemui juga

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dapat diketahui jika sebuah universitas atau lembaga pendidikan tinggi memiliki rencana strategis yang baik, maka risiko