• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan 3

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Organisasi sangat membutuhkan peranan seorang pemimpin oleh karena

pemimpin memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam mencapai tujuan

organisasi. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki kompetensi atau

pengetahuan (manajerial dan strategi) yang lebih, berperilaku yang baik, mampu

mempengaruhi atau mengarahkan orang lain, harus mengambil keputusan,

bertanggung jawab, baik dalam penyampaian ide, bijak, mengayomi, dan

memberi motivasi. Mampu melakukan pendekatan personal (human relation)

dengan bawahannya.

Menurut Robbins (2011:410) kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian suatu visi dan tujuan.

Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga aktivitas dalam tindakan supervisi.

Supervisi merupakan salah satu unsur pengendalian mutu. Menurut Terry

(2010:153) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau

pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan

tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Kast dan James (2002)

dalam Nawawi (2015:155) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah bagian dari

(2)

dan mengorganisir, tetapi yang diminta pemimpin hanyalah agar mereka

mempengaruhi orang lain untuk ikut.

Menurut Wexley dan Yukl (2005:68) kepemimpinan adalah kemampuan

untuk mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam

tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. Kepemimpinan adalah proses dalam

mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang

harus dilakukan. Menurut Griffin (2008:121) membagi pengertian kepemimpinan

menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses dan sebagai atribut. Sebagai proses

kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu

proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas

tujuan untuk mencapai tujuan tersebut serta membantu menciptakan suatu budaya

produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah

kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena

itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki kemampuan

untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan sehingga

orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak

memimpin mereka. (Hughes, et al., 2002:9) menyatakan bahwa kepemimpinan

adalah suatu proses mempengaruhi kelompok terorganisasi yang mengarah pada

pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang merupakan landasan yang tepat sebagai

dasar mengukur konstruksi kepemimpinan. Kepemimpinan juga didefinisikan

sebagai sekelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi,

wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan

(3)

itupemimpin organisasi harus menghadapi pergolakan besar dan lingkungan yang

saling berlawanan. Kepemimpinan yang efektif tidak dapat tercapai tanpa inklusi

penuh, inisiatif, dan kerja sama karyawan. Dengan kata lain, seseorang tidak bisa

menjadi pemimpin yang hebat tanpa pengikut.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas tentang kepemimpinan dapat

disimpulkan bahwasanya kepemimpinan adalah seni atau proses untuk

memotivasi, mempengaruhi, mengkoordinasi, memberikan dorongan, perintah

dan bimbingan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan dengan kemauan dan antusias tanpa adanya

paksaan.

2.1.2 Aktivitas dan Peran Kepemimpinan

Aktivitas pemimpin / manajer sehari-hari berkaitan erat dengan studi dan

identifikasi peran mereka. Secara ringkas aktivitas-aktivitas tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Komunikasi. Aktivitas ini mencakup informasi yang berubah secara rutin

dan pengolahan paper-work. Perilaku yang diobservasi mencakup

menjawab pernyataan-pernyataan prosedural, menerima dan menyebarkan

informasi rutin melalui telepon, mengolah surat, membaca laporan, menulis

laporan, laporan keuangan dan pembukuan rutin, serta tugas umum.

2. Manajemen tradisional. Aktivitas ini mencakup informasi perencanaan,

pengambilan keputusan, dan pengawasan. Perilaku yang diobservasi

meliputi penetapan tujuan dan sasaran, menentukan tugas yang diperlukan

(4)

instruksi rutin, menentukan masalah, menangani krisis operasional harian,

memutuskan apa yang harus dikerjakan, mengembangkan prosedur baru,

memeriksa pekerjaan, memonitor data kinerja, dan melaksanakan

pemeliharaan preventif.

3. Manajemen sumber daya manusia. Aktivitas ini mencakup sebagian

besar kategori perilaku: memotivasi/menguatkan, mendisiplin/menghukum,

mengelola konflik, staffing, dan memberikan pelatihan/mengembangkan.

Akan tetapi, kategori pendisiplinan/ pemberian hukuman dihilangkan karena

tidak boleh diobservasi. Perilaku yang diobservasi pada aktivitas ini

mencakup mengalokasikan penghargaan formal, meminta masukan,

menyampaikan apresiasi, memberikan kredit sebagaimana mestinya,

mendengarkan saran, memberikan umpan balik, memberikan dukungan

kelompok, menyelesaikan konflik antar-anggota, naik banding ke otoritas

yang lebih tinggi atau pihak ketiga untuk menyelesaikan perselisihan,

mengembangkan deskripsi pekerjaan, meninjau kembali aplikasi,

mewawancarai para pelamar kerja, menggantikan ketika diperlukan,

memberikan orientasi kepada karyawan, merencanakan pelatihan,

melakukan klarifikasi peran, melatih, menasihati, mengantar kelompok

kerja melewati tugas.

4. Jaringan. Aktivitas ini mencakup bersosialisasi/berpolitik dan

berinteraksi dengan pihak luar. Perilaku yang diobservasi berasosiasi

dengan aktivitas ini, termasuk perbincangan yang tidak berhubungan dengan

(5)

menghadapi para pelanggan, pemasok, dan penjual keliling; menghadiri

rapat-rapat luar; dan melakukan/ menghadiri event-event masyarakat.

Peran kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mintzberg dalam Luthans (2010:688)

mengemukakan tiga jenis peran manajerial. Peran interpersonal muncul secara

langsung dari otoritas resmi dan mengacu kepada hubungan antara manajer

dengan yang lainnya. Berdasarkan posisi formal, manajer memiliki peran

pemimpin bayangan sebagai simbol organisasi. Sebagian besar waktu dipakai

sebagai pemimpin bayangan dalam tugas-tugas seremonial seperti menyambut tur

kelas pelajar atau mengajak pelanggan penting untuk makan siang. Peran

interpersonal yang kedua secara khusus disebut peran pemimpin. Dalam peran ini

manajer menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong bawahan

untuk mencapai tujuan-tujuan organisasional. Pada jenis ketiga peran

interpersonal, manajer menjalankan peran kepenghubungan. Peran ini mengakui

bahwa manajer sering menghabiskan lebih banyak waktu untuk berinteraksi

dengan orang lain di luar unit mereka daripada bekerja dengan para pemimpin dan

bawahan sendiri.

Selain peran-peran interpersonal terdapat peran manajerial memiliki peran

informasional penting. Sebagai monitor, manajer secara terus-menerus mengamati

lingkungan dan menyelidiki bawahan, bos, dan kontak luar sebagai informasi.

Sebagai diseminator, manajer mendistribusikan informasi untuk mencocokkannya

dengan orang-orang dalam. Sebagai pembicara, manajer memberikan informasi

(6)

Dalam peran pengambilan keputusan, manajer bertindak berdasarkan

infromasi. Dalam peran kewirausahaan, manajer memulai pengembangan proyek

dan menempatkan sumber yang diperlukan. Sebagai pengendali gangguan, pada

sisi yang lain, daripada proaktif seperti pengusaha, manajer reaktif terhadap

permasalahan dan memaksa situasi. Sebagai alokator sumber daya, manajer

memutuskan siapa mendapatkan apa di departemennya. Sebagai negosiator,

manajer menghabiskan waktu pada semua tingkat negosiasi memberi dan

menerima dengan bawahan, bos, dan pihak luar. Untuk lebih jelas peran

manajerial dari Mintzberg dapat dilihat di Gambar 2.1.

PERAN INTERPERSONAL Figur

Pemimpin Hubungan

PERAN INFORMASIONAL Monitor

Diseminator Pembicara

PERAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengusaha

Pengendali gangguan Alokator sumber daya

Negosiator

Gambar 2.1

Peran Manajerial Dari Mintzberg

(7)

2.1.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan

Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses

kepemimpinannya terjadi adanya suatu perbedaan antara pemimpin yang satu

dengan yang lainnya. Sebagaimana menurut Terry (2010:132) mengemukakan

bahwasanya tipe-tipe kepemimpinan terbagi menjadi 6 bagian, yaitu:

1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam sistem

kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan dilakukan dengan mengadakan kontak

pribadi. Petunjuk itu dlakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi

oleh pemimpin yang bersangkutan.

2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala

sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media

non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.

3. Tipe kepemimpinan otoriter (authoritorian leadrship). Pemimpin otoriter

biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut

peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksinya harus ditaati.

4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang

demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan

bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya

tujuan bersama agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka setiap anggota

ikut serta dalam setiap kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan

penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha

(8)

5. Tipe kepemimpinan paternalistik. Kepemimpinan ini didirikan oleh suatu

pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok.

Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya

seorang bapak kepada anaknya.

6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya

timbul dari kelompok orang-orang yang informal dimana mungkin mereka

berlatih dengan adanya sistem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan daya saing

dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang

mempunyai kelemahan diantara yang ada dalam kelompok tersebut.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan

Pendapat Bass (1998) dalam Mutamimah (2001:3) menjelaskan bahwa

seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat

komponen yang terdiri dari:

1. Charismatic Leadership (Kharismatik /pengaruh terhadap individu),

Pemimpin tersebut mempunyai power dan pengaruh. karyawan

dibangkitkan, sehingga mempunyai tingkat kepercayaan dan keyakinan.

Pemimpin membangkitkan dan menyenangkan karyawannya dengan

meyakinkan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang lebih besar

dengan usaha ekstra.

2. Inspirational Motivation (Motivasi inspiratif), Pemimpin selalu memotivasi

dan merangsang bawahannya dengan menyiapkan pekerjaan yang berarti

(9)

mengkomunikasikan visi, misi dan harapan-harapan dengan tujuan agar

bawahan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mencapai tujuan.

3. Intellectual Stimulation (Stimulasi intelektual), Pemimpin selalu

menstimulasi bawahannya secara intelektual, sehingga mereka menjadi

inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang

baru. Selain itu, pemimpin mengajarkan dengan melihat kesulitan sebagai

masalah yang harus diselesaikan dan memberikan penyelesaian masalah

secara rasional.

4. Individualized Consideration (Konsiderasi individual), Pemimpin

memberikan perhatian kepada karyawan secara individual, seperti :

kebutuhan karyawan untuk berprestasi, memberikan gaji, memberi nasehat

kepada karyawan sehingga karyawan dapat tumbuh dan berkembang.

2.1.5 Teori-Teori Kepemimpinan

1. Teori kontingensi kepemimpinan. Berkaitan hanya pada pemimpin itu

sendiri terbukti gagal menjadi teori kepemimpinan yang menyeluruh. Perhatian

pun berubah tidak hanya pada kelompok yang dipimpin dan pada hubungan

pertukaran, tetapi juga pada aspek kepemimpinan situasional. Banyak variabel

situasional diidentifikasi, tetapi tidak ada teori menyeluruh yang menjadikannya

suatu kesatuan, sehingga Fiedler dalam Luthans (2010:275) menjabarkan teori

kepemimpinan efektif yang berbasis situasi dan kontingensi. Situasi yang

menguntungkan dideskripsikan oleh Fiedler dalam Luthans (2010:275) sebagai

tiga dimensi empiris: hubungan pemimpin anggota; tingkat struktur tugas; dan

(10)

Situasi akan memberi dukungan pada pemimpin jika ketiga dimensi ini

tinggi, dengan kata lain, jika pemimpinnya secara umum diterima dan dihormati

pengikutnya (dimensi pertama), jika tugas sangat terstruktur dan semuanya dapat

terjelaskan dengan gamblang (dimensi kedua), dan jika otoritas dan wewenang

secara formal dihubungkan dengan posisi pemimpin (dimensi ketiga), situasinya

akan menyenangkan. Jika yang terjadi adalah sebaliknya (ketiga dimensi dalam

keadaan rendah), situasi akan sangat tidak menyenangkan bagi pemimpin.

2. Teori kepemimpinan path-goal. Perkembangan teori dengan pendekatan

kontingensi lain yang sudah dikenal adalah teori path-goal yang berasal dari

harapan kerangka kerja teori motivasi. Pada intinya, teori path-goal menjelaskan

dampak perilaku pemimpin pada motivasi bawahan, kepuasan, dan kinerjanya.

Menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan yang utama, yaitu:

kepemimpinan direktif; kepemimpinan supotif; kepemimpinan partisipatif; dan

kepemimpinan berorientasi kepada prestasi.

3. Teori kepemimpinan karismatik. Kepemimpinan karismatik adalah

warisan dari konsepsi kepemimpinan lama seperti mereka yang dengan kekuatan

kemampuan personalnya, mampu memiliki efek yang luar biasa terhadap

pengikutnya. Oleh karena pengaruh yang dimiliki pemimpin karismatik terhadap

pengikutnya, teori memprediksi bahwa pemimpin karismatik menghasilkan

kinerja pengikut melebihi yang diharapkan, seperti komitmen yang kuat kepada

(11)

2.2 Komitmen Organisasi

2.2.1Pengertian Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Sopiah (2008:157) merumuskan

suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk

psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan

organisasinya, dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk

melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Komitmen organisasi adalah

identifikasi dan ikatan seseorang pada sebuah organisasi (Moorhead dan Griffin,

2013:73). Konsep lain komitmen organisasi adalah perasaan keterkaitan atau

keterikatan psikologis dan fisik pegawai terhadap organisasi tempatnya bekerja

atau organisasi di mana dirinya menjadi anggotanya (Wirawan, 2013:713).

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:165) komitmen organisasi adalah tingkatan

di mana seseorang mengenal perusahaan dan tujuan-tujuannya. Komitmen

organisasi merupakan sikap kerja yang penting karena orang-orang yang memiliki

komitmen diharapkan menunjukkan kesediaan untuk bekerja lebih keras demi

mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap

bekerja di suatu perusahaan (Kreitner dan Kinicki, 2014:165).

Seseorang yang sangat berkomitmen mungkin akan melihat dirinya sebagai

anggota sejati dari sebuah perusahaan, merujuk pada organisasi dalam hal pribadi,

mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil, dan melihat dirinya tetap sebagai

anggota organisasi. Sebaliknya, seseorang yang kurang berkomitmen lebih

berkemungkinan melihat dirinya sendiri sebagai orang luar, mengekspresikan

lebih banyak ketidakpuasan mengenai banyak hal, dan tidak melihat dirinya

(12)

Organisasi dapat melakukan beberapa hal definitif untuk meningkatkan

komitmen, tetapi tersedia beberapa panduan spesifik. Untuk satu hal, jika

organisasi memperlakukan karyawannya dengan adil dan memberikan

penghargaan yang masuk akal serta keamanan kerja, karyawannya lebih

berkemungkinan untuk merasa puas dan melakukan berbagai hal juga dapat

meningkatkan sikap-sikap ini (Moordhead dan Griffin, 2013;73).

Keterkaitan psikologis artinya pegawai merasa senang dan bangga bekerja

untuk menjadi anggota organisasi. Keterkaitan atau keterikatan tersebut

mempunyai tiga bentuk norma, nilai-nilai dan peraturan organisasi,

mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan internalisasi norma, nilai-nilai dan

peraturan organisasi. Para anggota organisasi yang mempunyai komitmen akan

mematuhi peraturan, kode etik dan standar kerja organisasi. Mereka akan

mengidentifikasi dirinya dengan organisasi, dan menyatakan dengan sadar bahwa

mereka merupakan bagian dari organisasi internalisasi artinya mempelajari,

memahami dan menyerap norma dan nilai-nilai organisasi ke dalam diri sebagai

norma dan nilai-nilai mereka (Wirawan, 2013:713).

Para anggota organisasi yang mempunyai komitmen terhadap organisasinya

juga harus mempunyai keterkaitan secara fisik terhadap organisasinya. Mereka

akan berbeda di tempat kerja pada setiap jam kerja dan ketika dibutuhkan oleh

organisasi. Mereka akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan uraian tugas,

standar kerja dan target kerja yang ditetapkan oleh organisasi. Mereka akan

memakai pakaian dinas, drees code dan lambang-lambang organisasi (Wirawan,

(13)

variabel-variabel yang berhubungan dengan organisasi, seperti turn over (pindah

kerja), perilaku kewargaan organisasi, kepuasan kerja dan kinerja (Wirawan,

2013:714).

2.2.2 Komponen Komitmen Organisasi

Meyer et al (1991) dalam Spector (2000:104) mengemukakan bahwa ada

tiga komponen komitmen organisasi, yaitu:

1. Komitmen Afektif (Affective commitment), yaitu keterikatan emosional,

identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Dalam hal ini individu

menetap dalam suatu organisasi karena keinginannya sendiri.

2. Komitmen Kontinuan (Continuance commitment), yaitu komitmen

individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus

dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Dalam hal ini individu

memutuskan menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai

suatu pemenuhan kebutuhan.

3. Komitmen Normatif (Normatif commitment), yaitu keyakinan individu

tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada

suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

David (2004) dalam Minner (2007:93) mengemukakan empat faktor yang

memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

(14)

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam

pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam

pekerjaan, dan lain-lain.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi

seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat

pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa

tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam

organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

2.2.4 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Dessler (2010:285) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan

untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang

karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan

dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.

2. Build the tradition: Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah

sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh

generasi berikutnya.

3. Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau

komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi

harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara

(15)

4. Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah

di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi

sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai

kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan lain-lain.

6. Build value-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan

adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang

sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi

adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada

diskriminasi.

7. Share and share alike: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana

antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda

atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan

fisik, dan lain-lain.

8. Emphasize barnraising, cross-utilization, and teamwork: Organisasi

sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling

memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota

organisasi. Misalnya perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di

“tempat basah” perlu juga ditempatkan di “tempat yang kering”. Semua

anggota organisasi merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus

memberikan kontribusi yang maksimal demi keberhasilan organisasi

(16)

9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota

organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. Misalnya, sekali-kali

produksi dihentikan dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi

bersama keluarga, pertandingan olah raga, seni, dan lain-lain.

10.Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa

karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila

organisasi memperhatikan perkembangan karir karyawan dalam jangka

panjang.

11.Commit to actualizing: Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama

untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai

dengan kapasitas masing-masing.

12.Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan

membawa mimpi, harapannya dan kebutuhannya. Berikan bantuan yang

kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya

dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal karyawan

memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi maka karyawan akan

cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.

13.Enrich and empower: Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara

monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi

karyawan. Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan.

Misalnya dengan rotasi kerja, memberikan tantangan dengan memberikan

(17)

14.Promote from within: Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan

pertama diberikan kepada pihak internal perusahaan sebelum merekrut

karyawan dari luar perusahaan.

15.Provide development activities: Bila organisasi membuat kebijakan untuk

merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya

hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang

personalnya juga jabatannya.

16.The question of employee security: Bila karyawan merasa aman, baik

psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya,

karyawan merasa aman karena perusahaan membuat kebijakan

memberikan kesempatan karyawan bekerja selama usia produktif. Dia

akan merasa aman dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja.

Dia merasa aman karena keselamatan kerja diperhatikan perusahaan.

17.Commit to people-first values: Membangun komitmen karyawan pada

organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara

instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan

perlakuan yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi.

Dengan demikian karyawan akan mempunyai persepsi yang positif

terhadap organisasi.

18.Put it in writing: Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan,

filosofi, strategi, dan lain-lain. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk

(18)

19.Hire “Right-Kind” managers: Bila pimpinan ingin menanamkan

nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dan lain-lain. Sebaiknya

pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku

sehari-hari.

20.Walk the talk: Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila

pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan

tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.

2.2.5 Bentuk Komitmen Organisasional

Kanter (1986) dalam Sopiah (2008:97) mengemukakan adanya tiga bentuk

komitmen organisasional, yaitu:

1. komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen

yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan

kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan

berinvestsi pada organisasi.

2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota

terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota

lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa

norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma-norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada

norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya.

Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan

(19)

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja organisasi dewasa ini telah menjadi sorotan publik, hal ini karena

telah timbulnya iklim demokratisasi dan keterbukaan. Di samping itu, selama ini

pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara objektif. Kesulitan

ini karena belum pernah disusun sistem pengukuran kinerja yang dapat

menginformasikan tingkat suatu keberhasilan suatu organisasi. Secara konseptual

kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai adalah

hasil kerja perseorangan dalam organisasi. Menurut Griffin (2008:103) kinerja

adalah suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria

tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Sedangkan kinerja organisasi adalah

prioritas hasil kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja pegawai dan

kinerja organisasi mempunyai keterkaitan erat. Tercapainya tujuan organisasi

yang digunakan atau dijalankan oleh pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku

dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Menurut Mathis dan Jackson (2009:65) menyatakan bahwa kinerja pada

dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen

kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan

kelompok kerja di perusahaan tempatnya bekerja. Kinerja adalah hasil kerja

(20)

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya

(Mangkunegara, 2011:47).

Menurut Hasibuan (2008:56) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta

waktu. Sedangkan Rivai (2012:14) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil

atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di

dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti

standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih

dahulu dan telah disepakati bersama.

Kinerja karyawan merupakan hal penting dalam meningkatkan produktivitas

karyawan. Dalam meningkatkan kinerja karyawan perusahaan harus dapat

mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Faktor-faktor

tersebut diantaranya adalah pelatihan dan motivasi terhadap karyawan. Bagaimana

memecahkan masalah terkait dengan peningkatan kinerja karyawan ada beberapa

kemungkinan yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain melalui

pemberian motivasi dan pelatihan kerja (Raymond, et al., 2010:183). Menurut

pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah hasil kerja baik secara

kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh

seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2010:165)

Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang

menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang

(21)

asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk

serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda,

perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja

adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam

melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria

yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan

Basri, 2005:86).

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Ada banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi maju tidaknya suatu

perusahaan terutama sekali pada kinerja pegawai. Dibawah ini akan dipaparkan

beberapa defenisi dan pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja pegawai. Adapun defenisi dan pendapat tentang faktor kinerja yaitu:

Menurut Robbins (2011:121) kinerja merupakan pengukuran terhadap hasil

kerja yang diharapkan berupa sesuatu yang optimal. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

a. Iklim organisasi

Iklim kerja dalam suatu organisasi sangatlah penting bagi pimpinan

untuk memahami kondisi organisasi, karena ia harus menyalurkan

bawahan sehingga mereka dapat mencapai tujuan pribadi dan tujuan

organisasi. Dengan adanya iklim kerja yang kondusif, maka hal itu akan

(22)

b. Kepemimpinan

Peranan pemimpin harus mampu dan dapat memainkan peranannya

dalam suatu organisasi, pemimpin harus mampu menggali

potensi-potensi yang ada pada dirinya dan memanfaatkannya di dalam unit

organisasi.

c. Kualitas Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan dengan kualitas yang tinggi dapat memuaskan

yang bersangkutan dan perusahaan. Penyelesaian tugas yang terandalkan,

tolok ukur minimal kualitas kinerja pastilah dicapai.

d. Kemampuan Kerja

Kemampuan untuk mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya

termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja

seorang karyawan.

e. Inisiatif

Inisiatif merupakan faktor dalam usaha untuk meningkatkan kinerja

karyawan. Untuk memiliki inisiatif dibutuhkan pengetahuan serta

keterampilan yang dimiliki para karyawan dalam usaha untuk

meningkatkan hasil yang dicapainya.

f. Motivasi

Motivasi itu merupakan subyek yang penting bagi pimpinan, karena

menurut definisi pimpinan harus bekerja dengan melalui orang lain.

(23)

mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan

perusahaan.

g. Daya tahan/ kehandalan

Apakah karyawan mampu membuat perencanaan dan jadwal

pekerjaannya, sebab akan mempengaruhi ketepatan waktu hasil

pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seorang karyawan.

h. Kuantitas Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus memiliki kuantitas kerja tinggi

dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Dengan memiliki

kuantitas kerja sesuai dengan yang ditargetkan, maka hal itu akan dapat

mengevaluasi kinerja karyawan dalam usaha meningkatkan prestasi

kerjanya.

i. Dalam memperhatikan peranan manusia dalam organisasi, agar dapat

mencapai tujuan yang ditentukan diperlukan adanya kedisiplinan yang

tinggi sehingga dapat mencapai suatu hasil kerja yang optimal atau

mencapai hasil yang diinginkan bersama.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja seperti yang

dikemukakan oleh Quest (1995) dalam Soekijan (2009:67) menjelaskan bahwa

secara umum komitmen kuat terhadap organisasi terbukti meningkatkan kepuasan

kerja, mengurangi absensi dan meningkatkan kinerja karyawan. Adapun upaya

yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui komitmen pada

pekerjaan yaitu salah satunya dengan mempertahankan karyawan yang berpotensi

(24)

karyawan akan melibatkan diri untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung

jawab sempurna. Membangun komitmen organisasi menjadi lebih bermanfaat,

karena dapat menjadikan perusahaan sebagai tempat yang menyenangkan untuk

bekerja.

2.3.3 Pengukuran Kinerja

Bernandian dan Russet, (2006:23) mengajukan enam kriteria penting yang

dapat digunakan untuk mengukur kinerja :

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah,

jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3. Time liness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada

waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi out put lain

serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost effectiveness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya

organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material dimaksimalkan)

untuk mencapai hasil tertinggi, atau pengurangan kerugian dan setiap inti

penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja

dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang

(25)

6. Interpersonal Impact, merupakan tingkat sejauh mana karyawan

memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja

dan bawahan.

2.3.4 Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja

Tujuan dari penilaian kinerja karyawan adalah untuk mengetahui prestasi

kerja karyawan di waktu yang lalu dan sebagai prediksi prestasi kerja di waktu

yang akan datang. Penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana

efektivitas perusahaan dalam mengangkat, menempatkan, dan memotivasi

karyawan sesuai dengan visi, misi, values dan strategi organisasi.

Manfaat yang dapat diraih dari penilaian kinerja, seperti: perbaikan kinerja

perusahaan; penyesuaian kompensasi; keputusan penempatan; kebutuhan

pelatihan, perencanaan dan pengembangan karir; tantangan-tantangan eksternal;

umpan balik pada sumber daya manusia.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Judul Variabel Penelitian Metode Penelitian Motivasi, Disiplin Kerja dan Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan BMT BINA IHSANUL FIKRI YOGYAKARTA

Kepemimpinan (X1) Motivasi (X2) Disiplin Kerja (X3) Pelatihan Kerja (X4) Kinerja menunjukkan hasil uji F menunjukkan model berpengaruh

positif signifikan, yaitu kinerja karyawan dipengaruhi secara bersama-sama oleh

kepemimpinan,

motivasi kerja, disiplin kerja, dan pelatihan kerja. Dan hasil uji

(26)

dari kepemimpinan, motivasi kerja,

disiplin kerja, dan pelatihan kerja. Hanya pelatihan kerja yang berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

2 Maria dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Pedurung Kota Semarang

Kinerja Guru (Z)

Structural Equation Modeling

Kepemimpinan Transformasional

Positif Signifikan Terhadap berpengaruh positif signifikan terhadap anizational citizenship behavior.

Kepemimpinan positif signifikan terhadap kinerja guru. Moral tidak terbukti terhadap kinerja guru. Organizational komitmen organisasi dan

kompensasi terhadap kinerja karyawan (Studi pada karyawan koperasi simpan pinjam (KSP) Utama Karya Cabang Semarang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Lingkungan kerja terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.komitmen

(27)

4 Titik Karyawan BPU Rosalia Indah Karanganyar

Berpengaruh positif signifikan and Servant Leadership To The Work Motivation, Work Satisfaction and Work Performance Of Teachers At Private Senior High Schools In Surabaya

Organizational Commitment (X1) Transactional ketiga output variabel terikat. Output dari

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

6 Sarah Juliana (2014)

Pengaruh Motivasi, Kompensasi,

Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Sumut Cabang Kota Tebing Tinggi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kepemimpinan

berpengaruh positif dan signifikan, kompensasi

dan komitmen organisasi berpengaruh

positif dan tidak signifikan, sedangkan variabel motivasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja.

7 H. M.

Thamrin (2012)

The Influnce of Tranformational

Leadership and Organizational

Commitment on Job Satisfaction and Employee Performance positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.

Kepemimpinan transformasional

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kepemimpinan transformasional

(28)

organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

8 Marbawi Adamy (2011)

Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kota Lhokseumawe Dengan uji parsial kompensasi, Komitmen Dan Motivasi

Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Penyadapan Perkebunan Nusantara IX (Persero) Balong Beji Kalitelo Kabupaten Jepara positif terhadap Kinerja Karyawan

10 Sulton (2010)

Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan kerja, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di DKI Jakarta

Kepemimpinan (X1) Kepuasan Kerja (X2) Motivasi Kerja (X3) Kinerja Auditor (Y

Analisis Regresi Linear Berganda

Kepemimpinan,

Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja Berpengaruh Positif Terhadap Kinerja Auditor

2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui

dalam suatu masalah tertentu.

2.5.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja

Menurut Wexley dan Yukl (2005:68) kepemimpinan adalah kemampuan

(29)

tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. Menurut Robbins (2011:410)

kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk

pencapaian suatu visi dan tujuan. Kepemimpinan merupakan salah satu dari tiga

aktivitas dalam tindakan supervisi. Supervisi merupakan salah satu unsur

pengendalian mutu. Miftah Thoha (2010:9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia

baik perorangan maupun kelompok. Menurut Turney dalam Martinis Yamin

(2010:74) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu group proses yang

dilakukan oleh seseorang dalam mengelola dan menginspirasikan sejumlah

pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui aplikasi teknik-teknik

manajemen.

Menurut Griffin (2008:103) kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh

pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu

pekerjaan. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011:47).

Dengan demikian, kinerja yang dihasilkan oleh karyawan yang dipimpin

dengan kepemimpinan yang baik tentunya akan menyebabkan kinerja yang tinggi

karena mereka sangat mengetahui dan memahami bidang pekerjaan mereka

masing-masing.

2.5.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja

Komitmen organisasi merupakan sikap kerja yang penting karena

(30)

lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar

untuk tetap bekerja di suatu perusahaan (Kreitner dan Kinicki, 2014:165).

Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Sopiah (2008:157) merumuskan suatu

definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk

psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan

organisasinya, dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk

melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi.

Seseorang yang sangat berkomitmen mungkin akan melihat dirinya sebagai

anggota sejati dari sebuah perusahaan, merujuk pada organisasi dalam hal pribadi,

mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil, dan melihat dirinya tetap sebagai

anggota organisasi. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan dan

karyawan.

jb

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Kinerja Kepemimpinan

(31)

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

pernyataan ( Sugiyono 2009:96 ).

H1: Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada

Yayasan Perguruan Bina Santri Medan.

H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan

pada Yayasan Perguruan Bina Santri Medan.

H3: Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada Yayasan Perguruan Bina Santri

Gambar

Gambar 2.1  Peran Manajerial Dari Mintzberg
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain

Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalam ekstrak daun Gluta renghas L yang

dan diskusi tentang Penyusunan soal pilihan ganda berjalan dengan baik dan lancar.

Untuk itu, sebagai acuan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program maka disusunlah DAFTAR LOKASI DAN ALOKASI BLM PNPM MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2012,

Kelanjutan dari program pengabdian ini adalah konsultasi dan diskusi dengan tim pengabdi terkait langkah-langkah pembelajaran model-model pembelajaran

Pelaksanaan kegiatan ilmiah khususnya riset yang harus dilakukan guru wajib dilakukan, untuk itu pelatihan tentang penelitian dengan metode kualitatif

Peraturan Bupati Sleman Nomor 80 Tahun 2009 tentang Prosedur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil ;3. Peraturan Bupati Sleman Nomor 78 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan

Tanggal 16 Agustus 2016 Panitia telah melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga