• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN

PARTICULARS OF MARRIAGENO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA

BATAM NO. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014

A. Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Berbeda Kewarganegaraan

1. Pengesahan Yang Didahului Dengan Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang diangggap sakral dalam

perjalanan hidup manusia, setidaknya hal tersebut diyakini oleh banyak suku bangsa

di dunia, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang multi

etnis memandang perkawinan merupakan hal yang dianggap suci dan sarat makna

spiritual. Pandangan ini hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, bahkan

menyentuh ranah hukum positif yang berlaku dalam negara. Undang-Undang

Perkawinan memiliki pemahaman bahwa perkawinan merupakan ikatan yang suci

lahir dan batin yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti Undang-Undang Perkawinan

tidak semata-mata memandang perkawinan sebagai suatu hubungan hukum bahkan

lebih jauh yaitu hubungan spiritual yang berdimensi relegius. Berbeda dengan

KUHPerdata, yang hanya memandang perkawinan hanya merupakan suatu perikatan

biasa.65

(2)

Perkawinan yang sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia adalah

perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing serta

dicatat oleh instansi yang berwenang untuk itu sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat

(1) juncto ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.66 Ketentuan ini berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 dengan

disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Segala sesuatu yang

berkaitan dengan perkawinan berlaku hukum yang lama sebelum tanggal tersebut,

yaitu:67

a. KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek);

b. Ordonasi Perkawinan Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen IndonesiersS. 1933 No. 74);

c. Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken S.1898 No. 158);

Perkawinan dianggap sah bagi WNI yang tunduk kepada KUHPerdata,

apabila memenuhi ketentuan yang berlaku dalam undang-undang, yaitu setiap

perkawinan harus didaftar dan dicatatkan ke Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil setempat.

Kedua undang-undang tersebut (KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan) apabila dicermati terdapat persamaan substansi

bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila telah dicatat oleh pegawai dan instansi

yang berwenang. Dengan demikian, keharusan untuk melakukan pencatatan

(3)

perkawinan sebagai syarat formal sahnya suatu perkawinan merupakan hal yang

mutlak untuk dilakukan. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka suatu

perkawinan dalam aspek hukum positif tidak membawa akibat hukum.68

Perkawinan yang demikian di dalam masyarakat sering disebut dengan

berbagai istilah, diantaranya kawin siri, kawin bawah tangan dan lain sebagainya.

Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah “kawin bawah tangan฀ dan

semacamnya serta tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun,

secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan

dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku,

khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang

Perkawinan Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi:

“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.

Perkawinan yang dilakukan secara bawah tangan merupakan suatu fenomena

yuridis yang tidak dapat dipungkiri. Terdapat berbagai alasan yang mendasari

perkawinan di bawah tangan tersebut, yaitu:69

a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk berpoligami terutama tidak adanya persetujuan dari istri sebelumnya maka orang tersebut melaksanakan perkawinan di bawah tangan, cukup di hadapan pemuka agama.

b. Masyarakat yang masih awam, adanya perasaan takut untuk berhadapan dengan pejabat nikah dan menganggap perkawinannya lebih baik dilaksanakan di depan pemuka agama.

68Lea Devina Anggundhyta Ramschie,Op. Cit.,hlm. 54.

69 I Gede Purwaka, “Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat oleh Notaris Berdasarkan

(4)

c. Agama sering dijadikan dalil untuk melegitimasi keinginan-keinginan tertentu yang subjektif.

d. Faktor sosial, budaya, ekonomi, agama dan juga tingkat pendidikan yang masih rendah.

e. Beberapa faktor lainnya seperti terdapatnya perbedaan kewarganegaraan.

Akibat faktor perbedaan kewarganegaraan, banyak masyarakat yang memilih

untuk hidup bersama dengan melahirkan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan

yang sah karena memikirkan status kewarganegaraan anak mereka. Karena

undang-undang yang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang saat ini sudah tidak berlaku, pada

prinsipnya mengatur bahwa kewarganegaraan anak mengikuti kewarganegaraan ayah.

Hal inilah yang dikhawatirkan terutama bagi ibu yang anaknya akan menjadi WNA

mengikuti kewarganegaraan ayahnya yang WNA.70

Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 yang

menggantikan undang-undang kewarganegaraan yang terdahulu telah disahkan DPR

pada tanggal 11 Juli 2006. Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru menegaskan

bahwa anak dapat tetap mengikuti warga negara ibunya, dan sampai batas umur yang

telah ditetapkan anak tersebut dapat memilih kewarganegaraan yang diinginkan,

apakah tetap WNI atau WNA mengikuti warga negara ayahnya. Atas dasar

Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 banyak pasangan suami istri

berbeda kewarganegaraan yang telah memiliki anak luar kawin ingin mengesahkan

status anaknya dengan melangsungkan perkawinan yang sah dan tercatat terlebih

dahulu.71

(5)

Pengaturan mengenai lembaga anak luar kawin yang diakui dan disahkan

merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara anak dan orang tua

yang meyakininya. Selanjutnya, pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami

istri yang berbeda kewarganegaraan pada dasarnya sama dengan pengesahan anak

luar kawin dari perkawinan biasa, yang mana pengesahannya hanya terjadi dengan

adanya perkawinan orang tua yang telah mengakuinya lebih dulu atau mengakuinya

pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga anak luar kawin ini dapat diakui dan

disahkan menurut ketentuan undang-undang yang sudah ada.72

Ketentuan mengenai pencatatan pengesahan anak diatur dalam Pasal 50

Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013, yaitu sebagai

berikut:73

a. Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada instansi pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan

bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah.

c. Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat pencatatan sipil membuat catatan pinggir pada akta kelahiran.

Selanjutnya, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia menyebutkan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum.”74dan Pasal 52 ayat (2) undang-undang yang

(6)

sama menyebutkan bahwa “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk

kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam

kandungan.”75 Pasal ini menjelaskan bahwa hak anak yang sama dengan hak asasi

manusia, baik anak sah maupun anak luar kawin mereka semua sama di mata hukum.

Status anak sebagai anak luar kawin merupakan suatu masalah bagi anak luar

kawin tersebut, karena mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak dan kedudukan

sebagai anak pada umumnya seperti anak sah karena secara hukumnya mereka hanya

memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.

Anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan

tidak akan memperoleh hak yang menjadi kewajiban ayahnya, karena ketidakabsahan

pada anak luar kawin tersebut. Konsekuensinya adalah laki-laki yang sebenarnya

menjadi ayah tidak memiliki kewajiban memberikan hak anak luar kawin. Sebaliknya

anak tersebut pun tidak dapat menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajiban yang

dipandang menjadi hak anak bila statusnya sebagai anak luar kawin.

Ketentuan hukum memungkinkan anak luar kawin dapat memperoleh

hubungan perdata dengan ayahnya, yaitu dengan cara memberi pengakuan terhadap

anak luar kawin tersebut. Di dalam Pasal 280 juncto 281 KUHPerdata menegaskan:

“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah

hubungan perdata antara anak dan bapak atau ibunya.”76 Pengakuan terhadap anak

(7)

luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta autentik, bila belum diadakan dalam

akta kelahiran atau pada pelaksanaan pernikahan.77

Pengakuan demikian juga dapat dilakukan dengan akta yang dibuat oleh

Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan didaftarkan dalam

daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan ini harus dicantumkan

pada margin akta kelahirannya bila akta tersebut ada. Status hukum anak luar kawin

yang diatur dalam KUHPerdata ada 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

a. Anak di luar perkawinan yang belum diakui oleh orang tuanya.

b. Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orang tuanya.

c. Anak di luar perkawinan menjadi anak sah sebagai akibat kedua orang tuanya melangsungkan pernikahan secara sah.

Mengenai status anak luar kawin atau “Naturalijk kind” menjadi diakui atau

tidak oleh orang tuanya menurut KUHPerdata adalah bahwa dengan adanya

ketentuan di luar perkawinan saja belum terjadi hubungan keluarga antara anak

dengan orang tuanya. Dengan pengakuan, lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan

akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dan keluarga yang

mengakuinya, namun hubungan kekeluargaan antara anak dan keluarga yang

mengakuinya belum juga ada. Hubungan tersebut hanya dilegalkan dengan

pengesahan sebagai pelengkap dari pengakuan tersebut yang dilakukan melalui surat

penetapan, sehingga anak luar kawin tersebut sudah sah menurut hukum.

Peristiwa pengakuan dan pengesahan anak tidak dapat dilakukan secara

diam-diam tetapi harus dilakukan di depan Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan

(8)

Pencatatan Sipil, dengan pencatatan dalam akta kelahiran, atau dalam akta

perkawinan orang tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam akta tersendiri dari

Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Anak luar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya demi kepentingan hukum

anak tersebut, yang menyangkut segala akibatnya di bidang pewarisan,

kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Adapun pengaturan terhadap anak luar

kawin melalui alat bukti yang autentik dapat dilakukan dengan cara:

1. Dalam akta kelahiran anak pada waktu perkawinan berlangsung.

2. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu kalau kemudian meneruskan dengan

perkawinan.

3. Dalam akta pengakuan atau pengesahaan anak.

Dalam peristiwa pengesahan seorang anak, baik itu kelahiran anak luar kawin,

peristiwa kelahirannya perlu mempunyai alat bukti yang tertulis dan autentik, karena

untuk dapat membuktikan identitas seorang yang memiliki kekuatan hukum secara

sempurna adalah dengan dilihat dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu

lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.

Akibat hukum dari pengesahan dalam hal orang tuanya kawin dan pengesahan

terjadi karena perkawinan tersebut atau karena surat pengesahan dari Menteri

Kehakiman, maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan-ketentuan

undang-undang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam perkawinan, yang

berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti anak-anak yang

(9)

Anak luar kawin memperoleh status anak sah tidak hanya terhadap orang

tuanya melainkan terhadap sanak keluarga orang tuanya. Dalam undang-undang tidak

ditentukan, mulai kapan pengesahan berlaku. Pengesahan dan akibat-akibatnya mulai

berlaku sejak orang tua anak luar kawin melangsungkan perkawinan. Dalam hal

pengesahan dilakukan dengan surat pengesahan yang diberikan Menteri Kehakiman

setelah orang tuanya melangsungkan perkawinan, maka pengesahan tersebut

berkekuatan surut sampai hari perkawinan dilangsungkan. Akibatnya adalah bahwa

anak atas warisan yang jatuh sebelum perkawinan tersebut dilangsungkan hanya

mempunyai hak sebagai anak luar kawin.78

B. Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Berdasarkan Particulars Of MarriageNo. 49/08 Yang Terdaftar Pada Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014

Perkawinan yang dianggap sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut

hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku79

Di negara Indonesia ada 2 (dua) instansi atau lembaga yang diberi tugas untuk

mencatat perkawinan dan perceraian (danruju’). Adapun instansi atau lembaga yang

dimaksud adalah:80

1. Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk Nikah, Talak dan Ruju’ bagi orang beragama Islam.

2. Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Bugerlijk Stand) untuk perkawinan yang tunduk kepada:

78Ko Tjai Sing,Op. Cit.,hlm. 110.

(10)

a. Stb. 1933 Nomor 75 jo Stb. 1936 Nomor 607 tentang peraturan sipil untuk orang Indonesia, Kristen, Jawa, Madura, Minahasa dan Ambonia. b. Stb. 1847 Nomor 23 tentang peraturan perkawinan dilakukan menurut

ketentuan Stb. 1849 Nomor 25, yaitu tentang Pencatatan Sipil Eropa. c. Stb. 1917 Nomor 129 tentang pencatatan perkawinan yang dilakukan

menurut ketentuan Stb. 1917 Nomor 130 jo. Stb. 1919 Nomor 81 tentang Peraturan Pencatatan Sipil Campuran.

d. Pencatatan Sipil untuk Perkawinan Campuran sebagaimana diatur dalam Stb. 1904 Nomor 279.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa orang Kristen di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, sebagian di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya yang belum diatur tersendiri sebagaimana tersebut dalam poin-poin di atas, pencatatan perkawinan bagi mereka ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 3-Pasal 9 peraturan ini.

Di Indonesia banyak terjadi perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Tujuan perkawinan dicatatkan adalah

untuk suatu pembuktian, jika perkawinannya dicatatkan maka perkawinan yang

dilakukan mempunyai kekuatan hukum tetap.81

Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, maka setiap

peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik itu mengenai perkawinan

maupun kelahiran anak luar kawin juga perlu didaftarkan ke Kantor Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan akta kelahiran.

Hukum akan melakukan perlindungan yang tuntas dengan adanya akta

kelahiran, yang berarti bahwa pemilik akta kelahiran telah diakui secara sempurna

81

(11)

yang menyangkut keadaan diri pribadinya seperti nama, tanggal lahir, nama kedua

orang tuanya dan lain-lain yang bersangkutan dengan identitas kelahirannya.

Salah satu contoh kasus pengesahan anak luar kawin yang cukup menarik

perhatian adalah pengesahan anak luar kawin berdasarkan Particulars of Marriage

No. 49/08 yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 tertanggal 10 Februari 2014.

Pencatatan ini merupakan pencatatan perkawinan dari pasangan berbeda

kewarganegaraan antara:

1. Mempelai laki-laki bernama DKJ, Warga Negara Selandia Baru.

2. Mempelai perempuan bernama MNF, Warga Negara Indonesia.

Perkawinan yang dilangsungkan pasangan tersebut di atas merupakan

perkawinan campuran karena terdapat perbedaan kewarganegaraan, dimana salah satu

mempelai berkewarganegaraan Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Pasal 57

Undang-Undang Perkawinan. Sehingga persyaratan dari perkawinan campuran harus

dipenuhi.

Sebelum dilangsungkannya pencatatan perkawinan di Kantor Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam, DKJ dan MNF telah

melangsungkan perkawinan secara agama sebagaimana tercantum dalam Particulars

of Marriage tertanggal 10 Februari 2014 No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 yang

turut dilampirkan bersama surat-surat yang menjadi syarat yang harus dipenuhi.

Perkawinan ini dianggap telah sah menurut agama dan kepercayaannya sehingga

(12)

Pencatatan perkawinan dan pengesahan anak dilakukan agar status anak luar

kawin hasil dari perkawinan campuran ini berubah status hukumnya menjadi anak

sah, sehingga anak luar kawin tersebut memperoleh hak sama seperti hak seorang

anak yang sah.

Pasal 272 KUHPerdata menyebutkan bahwa anak luar kawin akan menjadi

anak sah apabila:82

1. orang tuanya menikah; dan

2. sebelum orang tuanya menikah, mereka telah mengakui anaknya atau

pengakuan ini dilakukan dalam akta perkawinan.

Pengesahan anak terjadi dengan dilangsungkannya perkawinan atau dengan

surat pengesahan, setelah anak luar kawin diakui terlebih dahulu oleh kedua orang

tuanya. Sebagai contoh kasus pengesahan anak yang terjadi adalah pengesahan anak

berdasarkan Akta Kelahiran Nomor 238/ PPN/ KI-CS-BTM/ 2004 tertanggal 9

Agustus 2004, atas nama RDD yang lahir pada tanggal 26 Juni 2000, anak pertama

dari seorang perempuan WNI bernama MNF dan seorang laki-laki

berkewarganegaraan Selandia Baru bernama DKJ yang mengakibatkan RDD lahir

pada tanggal 9 Agustus 2004.

Setelah itu, pengesahannya diurus oleh DKJ dan MNF tanpa harus melalui

sidang pengesahan perkawinan di pengadilan dan muncul catatan pinggir pada akta

82 Indah Setia Rini, “Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Menurut Kitab

(13)

kelahiran RDD. Terkait mengenai pengesahan anak luar kawin tersebut, dapat

dipahami bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam masih

memperhatikan ketentuan mengenai pengesahan anak luar kawin. Hal ini diatur

dalam Pasal 277 KUHPerdata, yaitu:83

“Pengesahan anak, baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya,

maupun dengan surat pengesahan menurut Pasal 274, mengakibatkan bahwa

terhadap anak itu akan berlaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang

sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan.”

Hal ini juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/

PUU/ IX/ 2011 tentang anak sah, dimana Mahkamah Konstitusi tetap

mempertahankan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan tentang anak sah, yaitu “anak

yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang

sah”.84

Sebaliknya, Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 43 ayat (1)

Undang-Undang Perkawinan tentang anak luar kawin, dari bunyi asal: “anak yang dilahirkan

di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga

ibunya” menjadi “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, serta dengan laki-laki sebagai

ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau

83Pasal 277 KUHPerdata.

84 Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui

(14)

alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan

perdata dengan keluarga ayahnya”.85

Pengesahan dilakukan oleh ayah biologis terhadap anaknya sesuai dengan

ketentuan KUHPerdata yang hanya dapat dilakukan apabila laki-laki tersebut

menikah dengan ibu dari anak yang bersangkutan dengan dibuktikan adanya Kutipan

Akta Perkawinan. Selanjutnya, pengesahan tidak dapat terjadi apabila yang

bersangkutan tidak melaksanakan pencatatan perkawinannya.86

Pengesahan ini merupakan suatu bentuk pengakuan dan tanggung jawab yang

bersangkutan bahwa anak yang lahir dari istri/calon istrinya adalah benar anak

biologis dari laki-laki tersebut. Menurut KUHPerdata, dengan adanya pengesahan ini

maka laki-laki tersebut mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap anak yang

dilahirkan setelah terjadinya perkawinan.87

Pengesahan dalam pencatatan perkawinan ini menyebabkan nama anak luar

kawin yang telah disahkan dicantumkan dalam akta perkawinan orang tuanya. Begitu

pula pada akta kelahirannya diberi catatan pinggir yang memuat:88 1. Nama anak yang tertera di akta tersebut;

2. Nama ibu kandung anak;

85 Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui

http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.

86 Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui

http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.

87 Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui

http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.

88 Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan

(15)

3. Tempat tanggal lahir anak; 4. Nama ayah;

5. Pernyataan pengesahan berdasarkan akta perkawinan; 6. Tanggal dan nomor akta perkawinan kedua orang tua; 7. Tanggal dan nomor agenda pengesahan anak;

8. Kantor yang mengeluarkan agenda pengesahan tersebut.

Berdasarkan Penetapan No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm, akibat hukum

pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda

kewarganegaraan, yang mana orang tuanya melangsungkan perkawinan secara agama

kemudian mendaftarkannya pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

serta melakukan pengesahan maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan

undang-undang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam

perkawinan, yang berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti

Referensi

Dokumen terkait

Bali & Nusa Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Tk Kemiskinan Mar’17 (%) 27,62 10,64 3,77 Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Aceh Bengkulu Nusa

Penelitian ini bertujuan untukmendeskripsikanhasil analisis data yang berkaitan dengan efektivitas alat peraga KOTIF (koin dan kartu positif negatif) yang meliputi : (1)

Nilai indeks equitabilitas apabila semakin kecil maka semakin kecil keseragaman populasi dalam komunitas tersebut, artinya penyebaran individu setiap jenis

• Rilis data tersebut menunjukan bahwa terjadinya peningkatan atas defisit perdagangan pada bulan Desember yang menjadi -59.3B dari 52.6B yang dikarenakan nilai impor lebih besar

Jawa Timur DKI Jakarta Sulawesi Selatan Jawa Tengah Jawa Barat Kalimantan Selatan Sumatera Utara Sumatera Selatan Bali Papua Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Banten Kalimantan

Sesuai dengan definisi tersebut, Fireworks lebih diutamakan penggunaannya untuk desainer website dengan latar belakang keahlian desain grafis, yang melibatkan perangkat image

Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi

JAWA TIMUR JAWA TENGAH JAWA BARAT LAMPUNG BALI NUSA TENGGARA BARAT DKI JAKARTA SULAWESI UTARA BANTEN SUMATERA SELATAN NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT SUMATERA UTARA