• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Hidroksiapatit Dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Dengan Metode Presipitasi Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Hidroksiapatit Dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Dengan Metode Presipitasi Chapter III VI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Negeri Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, furnace, alat – alat gelas, magnetic stirrer, hot plate, penangas air dan wadah plastik. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah FTIR, XRD, dan SEM – EDX.

Bahan – bahan yang digunakan adalah tulang ayam, biji durian, akuades, asam fosfat 85% (H3PO4), dan natrium hidroksida (NaOH) 1 M. Tulang ayam yang digunakan sebagai bahan baku utama penelitian ini berasal dari ayam potong dengan umur 6 bulan yang diperoleh dari Pasar Sei Sikambing, Medan.

3.3 Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel, di antaranya: a. Penggunaan pati biji durian dan tanpa penggunaan pati biji durian b. Suhu kalsinasi (500 dan 900 ºC)

c. Waktu kalsinasi (2 dan 6 jam)

Kondisi yang dipertahankan adalah:

36

(2)

a. Massa tepung tulang ayam : 4,67 g

b. pH : 10

c. Ukuran partikel tepung : 100 – 70 mesh d. Suhu proses presipitasi : 40oC

Untuk analisis hasil penelitian dilakukan sebagai berikut:

a. Pengujian kandungan Ca pada sampel tepung tulang ayam hasil kalsinasi dengan analisis AAS.

b. Pada penelitian ini akan dianalisis sampel dengan suhu dan waktu kalsinasi yang tertinggi dan terendah yaitu sampel pada suhu kalsinasi 500oC dan 900oC dan waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Hal ini dikarenakan HAp dengan tingkat kristalinitas yang tinggi dicapai pada suhu dan waktu yang paling tinggi sehingga pada penelitian ini akan dibandingkan karakteristik HAp antara suhu dan waktu yang terendah dan tertinggi.

c. Analisis morfologi dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 500oC dan 900oC selama 2 jam dan 6 jam dengan analisis SEM. Diameter partikel dan luas pori dari gambar SEM dianalisis dengan software imageJ.

(3)

e. Analisis fasa, ukuran kristal dan kristalinitas dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam dengan analisis XRD.

f. Analisis rasio Ca/P untuk HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam dengan analisis SEM-EDX.

3.4Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan baku, sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit. Berikut ini adalah prosedur sistematis dari pengerjaan masing – masing tahapan.

3.4.1 Preparasi Sampel

Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al., 2012) dengan sedikit modifikasi. Tulang ayam direbus selama 2 jam dengan tujuan untuk mempermudah lepasnya daging dan kulit pada tulang. Tulang ayam direndam dengan NaOH 1 M selama 24 jam dan kemudian dicuci dengan air sampai pH air cucian netral. Tujuan perendaman dengan NaOH dan pencucian adalah untuk menghilangkan sisa daging, kulit dan kotoran lain yang ada pada permukaan tulang. Setelah itu tulang ayam dikeringkan pada oven dengan suhu 100ºC selama kurang lebih 12 jam. Kemudian tulang ayam yang sudah kering digiling dengan menggunakan blender agar didapatkan tepung tulang ayam. Tepung yang dihasilkan dari proses pengeringan ukurannya tidak seragam. Untuk menyeragamkan ukuran

(4)

partikel tepung dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 100 – 70 mesh.

3.4.2 Isolasi Ca dari Tulang Ayam

Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Pada tahapan ini tulang ayam yang telah kering dikalsinasi dengan menggunakan furnace pada suhu 1000 ºC selama 5 jam dan kemudian didinginkan secara perlahan hingga suhu ruang (Pinangsih et al., 2014). Tulang ayam hasil kalsinasi kemudian diuji kadar kalsium dengan menggunakan AAS.

3.4.3 Sintesis Hidroksiapatit tanpa Porogen Pati Biji Durian

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 mL akuades kemudian dicampurkan dengan 3,41 mL H3PO4 85% yang dilarutkan dalam 100 mL akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan cara meneteskan larutan H3PO4 ke dalam larutan tepung tulang ayam melalui buret sambil dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan H3PO4 85% selesai, campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan. Kemudian campuran larutan diatur pH nya dengan menggunakan NaOH. Campuran larutan di aging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk disaring

(5)

telah disaring, dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC selama 5 jam. Selanjutnya endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500 dan 900 ºC dan variasi waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan dicatat massanya.

3.4.4 Preparasi Pati Biji Durian

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Cornelia et al., 2013). Pati diperoleh dengan mengekstraksi pati yang terdapat pada bagian kotiledon dari biji. Biji dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit arinya. Selanjutnya biji dipotong mengunakan pisau, dicuci sampai bebas dari lendir, dan kemudian ditimbang. Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10 dan kemudian dihaluskan menggunakan blender. Biji durian yang telah di blender, kemudian disaring dan diendapkan. Setelah itu dekantasi air diatas endapan. Endapan dicuci menggunakan akuades dan diendapkan kembali. Setelah itu endapan pati diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50oC selama 24 jam. Endapan pati yang telah kering dihaluskan menggunakan blender kering (Cornelia et al., 2013)

3.4.5 Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 mL akuades kemudian dicampurkan dengan 3,41 mL H3PO4 85% yang dilarutkan dalam 100 mL akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan penetesan dari buret sambil dilakukan

(6)

pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan H3PO4 85% selesai, campuran tersebut ditambahkan larutan pati (0,8 g dalam 70 mL) secara perlahan. Kemudian campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan. Kemudian campuran larutan diatur pH nya dengan menggunakan NaOH. Campuran larutan diaging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring whatman no. 41 dan dicuci dengan akuades (Suryadi, 2011). Endapan yang telah disaring dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC selama 5 jam. Selanjutnya endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500 dan 900 ºC dan variasi waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan dicatat massanya.

3.5Flowchart

3.5.1 Flowchart Preparasi Sampel

Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al., 2012). Flowchart preparasi sampel dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel Tulang ayam direndam dengan NaOH 1M selama 24 jam

A

(7)

Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel (Lanjutan)

3.5.2 Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam

Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Flowchart isolasi Ca dari tulang ayamdapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam A

Tulang ayam dicuci dengan air bersih sampai pH air cucian netral

Tulang ayam dikeringkan dalam oven dengan suhu 100oC selama ± 12 jam

Penggilingan dan Pengayakan

Tulang ayam dikalsinasi dengan furnace pada suhu 10000C selama 5 jam

Tulang ayam hasil kalsinasi didinginkan hingga suhu ruang

Tulang ayam ditimbang dan dicatat massanya

Uji kadar Ca dari tulang ayam dengan metode

(8)

3.5.3 Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011). Flowchart sintesis ini dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya

Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades

Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 115oC selama 5 jam Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500 dan 900oC) selama waktu t

(2 dan 6 jam)

A

B Membuat dua jenis larutan berikut:

Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 mL akuades

Larutan B: H3PO4 85% dilarutkan dengan 100 mL akuades

Larutan Bditeteskan ke dalam larutan A dan campuran tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40oC

(9)

Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen (Lanjutan)

3.5.4 Flowchart Preparasi Pati Biji Durian

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Cornelia et al., 2013). Flowchart preparasi pati biji durian dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian

Biji durian dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit ari

Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10 Biji durian dipotong, dicuci sampai bebas lendir, dan ditimbang

Biji durian dihaluskan menggunakan blender

Biji durian disaring dan diendapkan

A Apakah masih ada variasi lain?

Ya

Tidak A

B

(10)

Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian (Lanjutan)

3.5.5 Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan sedikit modifikasi yaitu penambahan porogen pati biji durian. Flowchart sintesis hidroksiapatit berporogen pati biji durian dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian Membuat dua jenis larutan berikut:

Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 mL akuades

Larutan B: H3PO4 85% dilarutkan dengan 100 mL akuades

A

Dekantasi air diatas endapan A

Endapan pati diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50oC selama 24 jam

(11)

Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian (Lanjutan)

Larutan Bditeteskan ke dalam larutan A dan campuran tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40oC

Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya

Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX

Apakah masih ada variasi lain?

Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 1150C selama 5 jam

Ya

Tidak

Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500dan 900oC) selama waktu t (2 dan 6 jam)

Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang Campuran larutan diaduk tanpa pemanasan selama 1 jam

Larutan pati ditambahkan secara perlahan lahan A

(12)

3.6 Analisis Penelitian

Keberhasilan suatu penelitian diukur melalui beberapa analisa yang dilakukan terhadap suatu hasil penelitian. Berikut adalah analisa yang dilakukan dalam penelitian ini.

3.6.1 Analisis AAS

Analisis AAS dilakukan dengan menggunakan alat AAS tipe AA-700. Analisis ini dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.6.2 Analisis FTIR

Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan alat FTIR Merk Shimadzu, Tipe: IRPrestige21. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

3.6.3 Analisis XRD

Analisis sampel menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD jenis PanAnalytical,

(13)

3.6.4 Analisis SEM-EDX

Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM Merk FEI, Type: Inspect-S50. SEM dilengkapi dengan analisis EDX. Sampel diletakkan pada plat aluminium kemudian dilapisi dengan pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya, sampel yang telah dilapisi emas diamati menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV dengan perbesaran 2500 kali. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan pori dari HAp. Pengukuran pori dilakukan dengan cara membandingkan panjang diameter pada skala foto (Suryadi, 2011). Analisis SEM dan EDX dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

3.7 Jadwal Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar berlangsung dari bulan Desember 2015 sampai bulan Agustus 2016. Rincian jadwal penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

(14)

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis Kegiatan

Bulan ke

I II III IV V VI VII

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan

Alat dan

Bahan

Pelaksanaan

penelitian Analisis

data

Penyusunan Laporan

Seminar Publikasi

(15)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hidroksiapatit berasal dari tulang ayam. Sumber kalsium yang terdapat pada tulang ayam ini dimanfaatkan dalam pembuatan hidroksiapatit.

4.1 Kalsinasi Tepung Tulang Ayam

Proses kalsinasi tepung tulang ayam sebanyak 266,94 g dilakukan pada suhu 1000oC selama 5 jam dengan alat furnace merk Barnstead Thermolyne. Dari hasil kalsinasi tersebut diperoleh tepung tulang ayam sebanyak 163,45 g. Berkurangnya berat tulang ayam setelah kalsinasi disebabkan oleh pelepasan elemen pengisi tulang (kolagen dan protein) pada proses kalsinasi (Kusrini et al., 2012). Terdapat dua paramater penting yang dihasilkan dari proses kalsinasi yaitu nilai yield CaO dan warna dari produk (Al-Sokanee et al., 2009). Nilai yield CaO yang didapat pada penelitian ini sebesar 61,23%. Nilai yield CaO yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan yang didapat oleh (Al-Sokanee et al., 2009) yang melakukan kalsinasi tulang sapi pada suhu 400oC sampai 1200oC. Yield yang diperoleh adalah 60,41% pada suhu kalsinasi 1000oC. Nilai yield yang diperoleh semakin menurun dengan naiknya suhu kalsinasi yaitu dari 74,11% dan konstan disekitar nilai 60,25%. Nilai yield yang rendah dipengaruhi oleh suhu kalsinasi dimana akan terjadi penurunan nilai yield dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi dan akan konstan pada suhu sekitar

50

(16)

1000oC. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya suhu dapat menghilangkan zat organik yang tidak bisa dihilangkan pada suhu rendah (Al-Sokanee et al., 2009).

Dari proses kalsinasi, terdapat perbedaan warna antara tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam hasil kalsinasi. Tepung tulang ayam tanpa kalsinasi berwarna kuning kecoklatan dan tepung tulang ayam dengan kalsinasi berwarna putih. Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tepung Tulang Ayam (a) tanpa Kalsinasi dan (b) Kalsinasi

Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam kalsinasi mengindikasikan bahwa telah terjadi penguraian zat organik seperti protein dan kolagen (Ooi et al., 2007). Tepung yang berwarna sedikit kecoklatan menunjukkan bahwa terdapatnya zat organik pada bahan baku dan tepung yang menjadi putih setelah kalsinasi menunjukkan zat organik yang terdapat pada tepung

(17)

telah hilang (Al-Sokanee et al., 2009). Tepung tulang ayam hasil kalsinasi diuji kadar kalsiumnya dengan analisis Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Kadar kalsium yang didapat sebesar 29,7% dan sisanya sebesar 70,3% merupakan komponen lainnya seperti air, lemak, protein dan abu. Adapun tujuan dari proses kalsinasi ini adalah untuk menghilangkan komponen organik dan mengkonversi kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO) (Rujitanapanich et al., 2014). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut.

CaCO3 CaO + CO2 (4.1)

Senyawa karbonat harus dihilangkan terlebih dahulu agar dapat terbentuk mineral CaO walaupun sebagian kecil karbonat masih terdapat pada hasil kalsinasi. Keberadaan karbonat ini akan membentuk apatit karbonat yang termasuk ke dalam kategori komposit kalsium fosfat sama seperti hidroksiapatit sehingga tidak membahayakan bagi tubuh manusia (Aoki, 1991). Selain kalsinasi berperan dalam menghilangkan kandungan zat organik (Khoo et al., 2015), patogen yang terdapat dalam tulang ayam yang berkemungkinan besar dapat menularkan penyakit ke pasien dapat dirusak atau dihilangkan dengan proses kalsinasi ini (Akram et al., 2014). Contoh patogen yang dapat menyebabkan infeksi tulang (osteomielitis) dan sumsum tulang adalah staphylococcus aureus dan escherichia coli (Al-Sokanee et al., 2009).

4.2 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared (FTIR)

Analisis FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu sampel. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak –

(18)

puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak –puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, dikarenakan masing – masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu (Pudjiastuti, 2012).

4.2.1 Tulang Ayam Hasil Kalsinasi 1000oC

Untuk mengidentifikasi CaO dari tulang ayam hasil kalsinasi dan kandungan zat organik dilakukan pengujian dengan analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum inframerah tulang ayam hasil kalsinasi dapat dilihat pada Gambar B.1 dan nilai bilangan gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Bilangan Gelombang Tepung Tulang Ayam Hasil Kalsinasi Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1) Referensi (cm-1)

(19)

utama yang muncul adalah gugus hidroksil (OH-) pada bilangan gelombang 3695,61 cm-1 – 3570,24 cm-1. Gugus OH- yang memiliki puncak yang tajam adalah karakteristik dari CaO (Ruiz et al., 2009). Gugus fungsi senyawa CaO muncul pada bilangan gelombang 499,56 – 574,79 cm-1, 3695,6 cm-1, 3570,24 cm-1, dan 1446,61 – 1417,68 cm-1. Pada hasil kalsinasi tulang ayam ini juga menghasilkan gugus fungsi CO32- dan PO43-. Gugus CO32- muncul pada bilangan gelombang 1546,91 cm-1 dan 1454,33 cm-1. Gugus PO43- muncul pada bilangan gelombang 962,48 cm-1 untuk vibrasi v1, 474,49 cm-1 untuk vibrasi v2, 1087,85 cm-1 untuk vibrasi v3, dan 603,72 cm-1 untuk vibrasi v4. Dari hasil analisis FTIR ini diketahui bahwa tidak terdapat kandungan zat organik pada sampel. Hal tersebut ditandai dengan tidak munculnya gugus fungsi zat organik pada hasil spektrum inframerah.

4.2.2 Pati Biji Durian

Tujuan dari uji FTIR pada pati biji durian untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang terdapat pada pati. Pada sampel pati biji durian, gugus OH- muncul pada bilangan gelombang antara 3400,5 cm-1 – 3261,63 cm-1. Gugus C=O muncul pada bilangan gelombang 1633,71 cm-1. Gugus N–H muncul pada bilangan gelombang sekitar 3500 – 3300 cm-1. Regang ikatan C–N muncul pada 1336,67 cm-1. Regang ikatan C–H muncul pada bilangan gelombang 929,69 – 709,8 cm-1 dan 2931,8 cm-1. Gugus C–O muncul pada bilangan gelombang 1153,43 – 1080,14 cm-1. Spektrum inframerah pati biji durian dapat dilihat pada Gambar B.2 dan nilai bilangan gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(20)

Tabel 4.2. Bilangan Gelombang Pati Biji Durian durian mengandung karbohidrat. Sedangkan gugus C-N yang muncul mengindikasikan sampel memiliki kandungan organik.

4.2.3 Hidroksiapatit Berporogen Pati dan Tanpa Porogen

(21)

fungsi tersebut semakin kecil dengan naiknya suhu kalsinasi. Semakin besar transmitan serapan dari spektrum maka konsentrasinya akan semakin kecil karena transmitan berbanding terbalik dengan konsentrasi.

Gambar 4.2. Spektrum Inframerah HAp Berporogen Pati dan HAp tanpa Porogen yang Dikalsinasi pada Suhu 500oC dan 900oC Selama 6 Jam

Hasil yang sama juga terjadi pada sampel hidroksiapatit berpori pada suhu 900oC dan 500oC. Transmitan gugus - gugus fungsi semakin tinggi dengan naiknya suhu kalsinasi. Adapun gugus fungsi yang terdapat pada keempat sampel adalah gugus hidroksil (OH-) dengan bilangan gelombang sekitar 3580 cm-1 – 3174,83 cm-1, dan 630,72 cm-1. Gugus karbonat (CO32‐) pada bilangan gelombang sekitar 1550,77 cm-1, 1456,36 cm-1 dan 873,75 cm-1. Kehadiran senyawa karbonat pada sampel ini

(22)

dapat menghambat terbentuknya kristal hidroksiapatit. Munculnya senyawa CO32‐ dalam sampel disebabkan oleh adanya CO2 di atmosfer selama proses sintesis (Hoonnivathan et al., 2012). CO2 akan berkontak dengan akuades yang menjadi pelarut dalam reaksi dan menghasilkan anion karbonat (CO32-) dan masuk ke dalam kisi kristal hidroksiapatit (Suryadi, 2011). Selain karena faktor dari udara terbuka, kehadiran senyawa karbonat juga dapat disebabkan laju penambahan asam yang lambat sehingga menyebabkan bergabungnya karbonat dengan struktur apatit (Salma et al., 2005). Keberadaan senyawa karbonat dapat mengurangi kestabilan termal hidroksiapatit (Gomes et al., 2008), sehingga perlu dihilangkan dengan membuat kondisi pada saat reaksi pencampuran prekursor kalsium dan fospat menjadi inert. Lingkungan yang inert dapat dilakukan dengan cara mengalirkan gas inert (nitrogen) ke dalam reaktor (Suryadi, 2011).

(23)

membuktikan bahwa kalsinasi pada suhu 500oC dan 900oC selama 6 jam telah menghilangkan pati biji durian. Rangkuman nilai bilangan gelombang spektrum inframerah HAp berporogen pati dan HAp tanpa porogen yang dikalsinasi pada suhu 500oC dan 900oC selama 6 jam dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rangkuman Bilangan Gelombang HAp Berporogen Pati dan HAp Tanpa Porogen yang Dikalsinasi Selama 6 Jam

(24)

Dari hasil analisis FTIR untuk keempat sampel hidroksiapatit diatas, sampel yang memiliki tingkat kemurnian yang paling tinggi adalah sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan kandungan karbonat yang terdapat pada sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam lebih rendah dibandingkan sampel lainnya. Rendahnya kandungan karbonat ditandai dengan rendahnya niai transmitan dari gugus CO32-.

4.3 Hasil X-ray Diffraction (XRD)

Fasa dan kemurnian dari hidroksiapatit dapat diketahui melalui analisis XRD (Venkatesan dan Kim, 2010). Sampel hidroksiapatit yang diuji pada analisis XRD adalah hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu dan waktu paling tinggi yaitu hidroksiapatit (900oC, 6 jam) dan hidroksiapatit berpori (900oC, 6 jam). Hasil XRD yang diperoleh, dibandingkan dengan hidroksiapatit standar dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) nomor 01-084-1998.

4.3.1 Hasil XRD Hidroksiapatit Tanpa Porogen (900oC, 6 jam)

(25)

karena adanya reaksi antara sodium, kalsium, magnesium dengan asam fospat murni (EMFEMA, 2011). Penyebab lain disebabkan oleh pencucian presipitat dari proses penuaan (aging) belum menghilangkan impurities. Ca9MgNa(PO4)7 tidak bersifat racun (EMFEMA, 2011). Kemungkinan besar penyebab munculnya magnesium pada sampel adalah karena pada tulang ayam hasil kalsinasi mengandung sejumlah besar magnesium, karena dari hasil uji AAS jumlah kalsium yang terdapat pada tulang ayam hanya 29,7%. Magnesium tidak berbahaya jika digunakan untuk aplikasi bidang medis, karena magnesium juga digunakan untuk bahan implan (Syaflida, 2012). Karakteristik puncak dari sampel hidroksiapatit memiliki kemiripan dengan hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak – puncak dengan intensitas tertinggi diperoleh pada sudut βθ adalah 31,7919o, 32,9141o, 32,1972o, 25,9336o, dan 46,7226o. Sedangkan puncak – puncak dari hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998) pada sudut βθ adalah 31,791o, 32,923o, 32,218o, 25,900o, 49,527o. Perbandingan puncak – puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perbandingan Puncak HAp Hasil Sintesis dengan HAp Standar JCPDS Position [°2Theta]

10 20 30 40 50 60 70 80 90

Peak List

01-084-1998

00-045-0136

Hidroksiapatit hasil sintesis

Hidroksiapatit standar JCPDS

Ca9MgNa(PO4)7

(26)

Puncak – puncak tertinggi dari hidroksiapatit hasil sintesis beserta nilai d-spacing, intensitas dan Full Width Half Maximum (FWHM) dapat dilihat pada Tabel

4.4.

Tabel 4.4. Puncak – Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Hasil Sintesis

No βθ d-spacing Intensitas FWHM

1 25,9336 3,4357 39,40 0,1378

2 31,7919 2,8147 100 0,1574

3 32,1972 2,7802 46,13 0,0590

4 32,9141 2,7213 64,84 0,0787

5 46,7226 1,9442 33,79 0,0787

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar sudut βθ maka semakin kecil nilai d-spacing atau jarak antara dua bidang kisi. Nilai FWHM atau lebar setengah puncak pada Tabel 4.4 berhubungan dengan ukuran kristal dimana semakin besar nilai FWHM maka semakin kecil ukuran kristal pada sampel (Nurmawati, 2007).

4.3.2 Hasil XRD Hidroksiapatit Berporogen Pati (900oC, 6 jam)

(27)

impurities. Munculnya magnesium mungkin disebabkan karena pada tulang ayam

hasil kalsinasi mengandung sejumlah besar magnesium sehingga fasa Ca9MgNa(PO4)7 dapat terbentuk. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Ca9MgNa(PO4)7 tidak bersifat racun. Menurut (Akram et al., 2014), ion Na+ dan Mg2+ memegang peranan penting dalam pertumbuhan tulang dan gigi. Tidak adanya ion – ion tersebut dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh. Karakteristik puncak dari hidroksiapatit berporogen pati (900oC, 6 jam) ini memiliki kemiripan dengan hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak – puncak dengan intensitas tertinggi diperoleh pada sudut βθ adalah 31,8024o, 32,9591o, 32,1979o, 25,8954o, dan 49,5116o. Sedangkan puncak – puncak hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998) pada sudut βθ adalah 31,791o, 32,923o, 32,218o, 25,900o, dan 49,527o. Perbandingan puncak – puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Perbandingan Puncak HAp Berpori Hasil Sintesis dengan HAp Standar JCPDS

Puncak – puncak tertinggi dari hidroksiapatit berporogen pati hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar

(28)

Tabel 4.5. Puncak – Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Berporogen Pati Hasil Sintesis

No βθ d-spacing (A) Intensitas FWHM

1 25,8954 3,4407 35,57 0,0984

2 31,8024 2,8138 100 0,1181

3 32,1979 2,7801 41,97 0,0984

4 32,9591 2,7176 63,76 0,0984

5 49,5116 1,8410 28,30 0,0787

4.3.3 Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas

Ukuran kristal dan tingkat kristalinitas dari sampel hidroksiapatit berporogen pati dan tanpa porogen dapat dilihat pada Tabel 4.6. Ukuran kristal dihitung dengan persamaan scherrer dan tingkat kristalinitas dihitung dengan persamaan kristalinitas yang terdapat pada (Manalu et al., 2015).

Tabel 4.6. Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas

No Keterangan Ukuran Kristal (nm) Rasio Ca/P Kristalinitas (%)

1 HAp/pati 900oC 6 jam 83,976 1,485 90,34

2 HAp 900oC 6 jam 63,021 1,566 87,30

(29)

transmitan ini menunjukkan bahwa konsentrasi dari senyawa karbonat pada hidroksiapatit tanpa porogen lebih tinggi dibandingkan hidroksiapatit berporogen pati. Konsentrasi senyawa karbonat yang tinggi dapat menghambat pembentukan kristal dari hidroksiapatit, sehingga akan menghasilkan tingkat kristalinitas dan ukuran kristal yang rendah (Al-Sokanee et al., 2009). Menurut (Afshar et al., 2003), ion karbonat yang masuk ke dalam kisi kristal akan menggantikan ion hidroksil atau fospat dan menghasilkan carbonated – HAp (CHA).

Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin kecil nilai FWHM, maka semakin besar ukuran kristal yang diperoleh. Nilai FWHM hidroksiapatit berporogen pati pada intensitas tertinggi adalah 0,1181. Nilai FWHM ini lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen, yaitu 0,1574. Kristalinitas dari hidroksiapatit berbanding lurus terhadap ukuran kristal. Semakin besar ukuran kristal maka semakin besar tingkat kristalinitasnya. Hal ini dapat dilihat pada hidroksiapatit berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar memiliki tingkat kristalinitas sebesar 90,34%. Nilai ini lebih besar dibanding tingkat kristalinitas hidroksiapatit tanpa porogen yaitu 87,30%. Peningkatan kristalinitas juga dapat dilihat dari lebar puncak XRD. Puncak dari hidroksiapatit berporogen pati lebih sempit dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Lebar puncak yang mengecil atau semakin sempit mengindikasikan peningkatan kristalinitas dari hidroksiapatit dan intensitas dari puncak meningkat ketika lebar puncak mengecil (Lin et al., 2011). Penyempitan puncak XRD ini akan mempengaruhi nilai rasio Ca/P dimana rasio Ca/P akan semakin rendah. Nilai Ca/P ini akan mempengaruhi ukuran kristal dimana semakin

(30)

besar rasio Ca/P maka semakin kecil ukuran kristal yang dihasilkan (Putri et al., 2015). Hidroksiapatit berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar, memiliki rasio Ca/P yang lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen yang ukuran kristalnya lebih kecil. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati adalah 1,485 dan rasio Ca/P hidroksiapatit tanpa porogen adalah 1,566.

Dari hasil analisis XRD diatas, kedua sampel tidak terlalu menunjukkan perbedaan hasil analisis secara signifikan. Sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu 900oC selama 6 jam memiliki hasil yang lebih baik dibanding hidroksiapatit tanpa porogen pada suhu 900oC selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan ukuran kristal dan tingkat kristalinitasnya lebih besar dibanding hidroksiapatit tanpa porogen yaitu 83,975 nm dan 90,34%. Hidroksiapatit dengan tingkat kristalinitas yang tinggi sangat cocok diaplikasikan pada bidang medis.

4.4 Hasil Scanning Electromagnetic Microscopy dan Energy Dispersive X Ray (SEM – EDX)

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari hidroksiapatit yang disintesis. Data digital berupa gambar dapat diolah lebih lanjut untuk menentukan distribusi ukuran partikel dengan menggunakan software ImageJ (Kurniawan et al., 2011). ImageJ adalah software gatis untuk pengolahan gambar digital berbasis Java yang dibuat oleh Wayne Rasband dari Research Services Branch, National Institute of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA (Podlasov dan Ageenko, 2003).

(31)

bidang kesehatan dan biologi (Kurniawan et al., 2011). ImageJ yang digunakan adalah versi 1.50i.

4.4.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp tanpa Porogen

Gambar 4.5. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 2 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC

Suhu sangat berpengaruh terhadap morfologi suatu partikel. Pada waktu kalsinasi 2 jam, terdapat perbedaan morfologi partikel antara hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500oC (Gambar 4.5a) dengan hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 900oC (Gambar 4.5b). Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500oC selama 2 jam memiliki morfologi partikel yang kecil dan tidak seragam dengan diameter partikel rata-rata 0,74γ m. Sedangkan pada suhu kalsinasi λ00oC selama 2 jam, morfologi partikel menjadi lebih besar dengan diameter partikel rata-rata 1,017

m. Untuk waktu kalsinasi 6 jam, morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi

(a) (b)

Partikel HAp Partikel HAp

1,002 nm 0,949 nm

0,671 nm

0,857 nm 0,226 nm 0,482 nm

(32)

pada suhu 500oC (Gambar 4.6a) memiliki morfologi partikel yang berbentuk tidak beraturan dan lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 0,λλ6 m.

Gambar 4.6. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 6 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC

Ukuran partikel dari hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500oC selama 6 jam ini lebih besar dibanding suhu kalsinasi 500oC selama 2 jam. Sedangkan morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 900oC selama 6 jam (Gambar 4.6b) juga berbentuk tidak beraturan, dan memiliki partikel yang lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 1,584 m. Pada waktu kalsinasi 6 jam juga terjadi perubahan partikel yang menjadi lebih besar dari suhu 500oC ke suhu 900oC.

Meningkatnya ukuran partikel hidroksiapatit menjadi lebih besar dari suhu 500oC ke suhu 900oC untuk waktu 2 jam dan 6 jam sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh (Elhendawi et al., 2014) yaitu ukuran partikel meningkat dengan

(a) (b)

Partikel HAp Partikel HAp

2,102 nm 0,995 nm

0,495 nm

1,182 nm

(33)

semakin besarnya suhu. Suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik atom – atom penyusun sehingga terjadi difusi dengan partikel senyawa apatit yang berdekatan atau bersinggungan satu sama lain dan terjadi pengikatan partikel bersama (teraglomerasi). Hal inilah yang menyebabkan ukuran dari partikel senyawa apatit tersebut semakin besar. Ilustrasi dari proses perubahan struktur partikel dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Perubahan Struktur Partikel (Ramlan dan Bama, 2011)

Selain dari pengaruh suhu, morfologi hidroksiapatit juga dipengaruhi oleh waktu kalsinasi. Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada waktu 6 jam (Gambar 4.6a dan Gambar 4.6b memiliki morfologi partikelnya lebih jelas, menyerupai bentuk kristal dibanding dengan hidroksiapatit pada waktu kalsinasi 2 jam (Gambar 4.5a dan Gambar 4.5b). Menurut (Achton, 2013), pengaruh dari waktu kalsinasi sebanding dengan pengaruh dari suhu kalsinasi. Semakin lama waktu kalsinasi tingkat kristalinitas akan semakin baik. Tingkat kristalinitas yang semakin baik disebabkan susunan atom dalam sampel semakin teratur sehingga semakin banyak kristal yang terbentuk. Dengan adanya pemanasan maka terjadi ikatan partikel senyawa apatit yang semakin lama daerah kontaknya semakin membesar. Partikel tersebut akan bergabung membentuk batas butir pada daerah kontak sehingga dengan adanya waktu

(34)

kalsinasi yang semakin lama akan menyebabkan dua partikel bergabung menjadi satu partikel yang besar.

4.4.2 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp Berporogen Pati Biji Durian

Morfologi partikel hidroksiapatit berporogen pati menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan morfologi hidroksiapatit tanpa porogen. Pori yang terbentuk pada hidroksiapatit dengan penambahan porogen pati berada diantara ganular – ganular dan berada dalam ganular. Pori terbentuk karena pati terjebak diantara partikel – partikel HAp. Pati akan menghilang pada saat proses pemanasan suhu tinggi dan terlepas dari partikel HAp sehingga meninggalkan jejak berupa pori. Pembentukan struktur pori pada hidroksiapatit dengan proses pemanasan suhu tinggi dapat menghasilkan ukuran pori pada rentang 0,1 – 5000 µm (Sopyan et al., 2007).

(35)

Sedangkan pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi yaitu 900oC, pati biji durian terbakar secara sempurna dan membentuk pori yang lebih besar.

Gambar 4.8. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 2 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC

Gambar 4.9. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 6 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC

(a) (b)

(a) (b)

Pori HAp Pori HAp

Pori HAp Pori HAp

0,573 nm 0,315 nm

1,599 nm

0,698 nm

1,288 nm

1,159 nm

1,090 nm

1,889 nm

(36)

Untuk waktu kalsinasi 6 jam, hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi pada suhu 500oC (Gambar 4.9a) menunjukkan partikel berukuran kecil yaitu dengan diameter partikel rata-rata 1,046 m dan luas pori rata-rata sekitar 0,γγ7 m2, bentuk tidak beraturan, dan ukuran partikel seragam. Pori pada suhu 500oC dengan waktu kalsinasi 6 jam ini lebih besar dibandingkan pori pada suhu 500oC dengan waktu kalsinasi 2 jam. Hal ini mungkin disebabkan pati telah terbakar sempurna dan membentuk pori yang lebih besar. Hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi pada suhu 900oC (Gambar 4.9b) menunjukkan morfologi partikel yang susunannya lebih teratur dan ukuran partikel lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata

(37)

Peningkatan ukuran partikel juga terjadi pada hidroksiapatit berporogen pati dari suhu 500oC ke 900oC untuk waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Sama seperti alasan sebelumnya meningkatnya ukuran partikel disebabkan oleh meningkatnya suhu kalsinasi (Elhendawi et al., 2014). Kristalinitas dari partikel yang semakin baik dari waktu 2 jam ke 6 jam juga dipengaruhi oleh waktu kalsinasi. Sama seperti pembahasan sebelumnya, semakin lama waktu kalsinasi akan membuat semakin lamanya kontak antara partikel senyawa apatit dan menghasilkan partikel yang lebih besar. Semakin lama waktu kalsinasi akan menghasilkan kristalinitas yang tinggi (Reli et al., 2012).

Dari hasil analisis morfologi partikel dengan SEM pada sampel diatas dapat disimpulkan kondisi terbaik diperoleh pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam yang mana mempunyai morfologi partikel yang paling teratur dan seragam dengan ukuran diameter rata – rata 1,674

m. Sedangkan kondisi terbaik dalam pembentukan pori dengan porogen pati biji durian adalah pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 900oC selama 2 jam dengan luas pori rata – rata 0,403 m2.

4.4.3 Hasil Analisis EDX

Analisis EDX digunakan untuk menganalisis elemen atau komposisi kimia dari suatu sampel. Dari hasil analisis EDX ini dapat ditentukan nilai rasio Ca/P seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.

(38)

Tabel 4.7 Rasio Ca/P Hidroksiapatit Tanpa Porogen dan Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian pada Suhu 900oC Selama 6 Jam.

Keterangan Ca/P HAp Tanpa

Analisis EDX dilakukan pada tiga spot atau tempat yang berbeda. Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa untuk hidroksiapatit tanpa porogen memiliki rasio Ca/P sebesar 1,566, sedangkan hidroksiapatit berporogen pati memiliki rasio Ca/P sebesar 1,485. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh dari fasa Ca9MgNa(PO4)7 yang terdapat pada hidroksiapatit berporogen pati lebih banyak dibandingkan hidroksiapatit tanpa porogen. Menurut hasil XRD yang dianalisis menggunakan software highscore, pada hidroksiapatit berporogen pati diperoleh kandungan

(39)

Dari hasil analisis EDX, rasio Ca/P yang diperoleh pada penelitian ini nilainya dibawah rasio Ca/P hidroksiapatit standar yaitu 1,67. Nilai rasio Ca/P terbaik yang diperoleh adalah 1,566 yang terdapat pada sampel hidroksiapatit tanpa porogen dengan suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam. Menurut (Suryadi, 2011), rasio molar Ca/P berpengaruh terhadap kekuatan dari hidroksiapatit. Semakin besar rasio Ca/P maka semakin meningkat kekuatan dari hidroksiapatit. Kekuatan ini akan mencapai nilai maksimum di sekitar rasio Ca/P ~1,67 dan kekuatannya akan menurun jika rasio Ca/P besar dari 1,67 (Suryadi, 2011).

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Hidroksiapatit (HAp) dapat disintesis dari tulang ayam dengan metode presipitasi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil dari FTIR yang menunjukkan terdapatnya gugus fungsi utama dari HAp yaitu OH- dan PO43-. Namun tingkat kemurnian HAp hasil sintesis masih rendah karena terdapatnya gugus CO32- dan dari hasil XRD menunjukkan terdapat fasa lain selain HAp yaitu sodium kalsium magnesium fospat.

2. Waktu dan suhu kalsinasi mempengaruhi morfologi partikel HAp dimana semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, susunan partikel akan semakin teratur, ukuran kristal dan tingkat kristalinitas akan semakin tinggi.

3. Pengaruh porogen pati biji durian terhadap luas pori bergantung pada suhu dan waktu kalsinasi yaitu semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, luas pori akan semakin kecil.

(41)

5. Rasio Ca/P yang diperoleh pada penelitian ini nilainya dibawah rasio Ca/P HAp standar yaitu 1,67. Nilai rasio Ca/P terbaik adalah 1,566 yang terdapat pada sampel HAp tanpa porogen dengan suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam.

6. Hasil sintesis HAp berporogen pati dalam penelitian ini belum dapat diaplikasikan untuk aplikasi medis khususnya bone filler karena ukuran pori yang dihasilkan terlalu kecil dan distribusi pori kurang seragam. Luas pori rata – rata yang paling besar diperoleh pada suhu kalsinasi 900oC selama 2 jam yaitu 0,403 m2.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Perlu dilakukan proses pemisahan kalsium dari zat lain yang terdapat dalam tepung tulang ayam supaya bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan HAp benar – benar kalsium murni dan tidak ada pengotor.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik hidroksiapatit seperti diamater pori dengan uji BET supaya hasilnya lebih akurat, uji impact untuk mengetahui kekuatan dari HAp, uji in vivo dan in vitro perlu untuk mengetahui pengaplikasian HAp dalam tubuh serta membuktikan bahwa HAp tidak beracun, memiliki sifat bioaktifitas, dan biokompatibilitas yang baik.

3. Disarankan pada proses pencampuran antara HAp dengan pati biji durian dilakukan pencampuran yang lebih homogen lagi supaya diperoleh pori yang seragam. Selain itu disarankan jumlah pati yang ditambahkan lebih banyak

(42)

supaya pori yang terbentuk mempunyai ukuran pori yang sesuai dengan ukuran pori untuk pertumbuhan tulang yaitu 100 – 400 nm.

Gambar

Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel
Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel (Lanjutan)
Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen
Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas V SD 2 Pasuruhan Lor Kudus dapat disimpulkan bahwa penggunaan model role playing dapat

Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena berdasarkan pengamatan, lembaga tersebut memiliki kelebihan dibanding Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) lain yakni dengan

citra, sebagaimana terlihat dari hasil analisis semua parameter pengamatan, yakni persentase hidup, jumlah akar, panjang akar, bobot segar dan kering akar,

Ritual kong tek ( 德 )merupakan salah satu tradisi dalam ritual kematian masyarakat Tionghoa yang di dalamnya terdapat kepercayaan tradisional yang terkenal dengan

Terdapatnya kandungan mineral magnetit dan kasiterit yang tinggi pada tengah-tengah selat Batam –Bintan dengan kandungan yang bervariasi menunjukkan bahwa sumber dari sedimen

Perbandingan hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang ( nm ) larutan standar carmoizine CL 14720 pewarna merah merk BTW berkonsentrasi 2 ml/l dengan

ini Sungai Barito merupakan prasarana transportasi penting di Kalimantan Selatan. Sungai tersebut menghubungkan Kota Banjarmasin dengan daerah-daerah lain di Kalimantan Selatan,

Insektisida pirimicarb dapat digunakan untuk mengendalikan jenis hama. Senyawa kimia ini telah diformulasikan ke berbagai bentuk yang meliputi : dispersible grains, dispersible