BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pantai
Sebagaimana yang telah disampaikan pada bagian pendahuluan, pantai
disebut sebagai daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi
dan air surut terendah. Sedangkan daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan rembesan air laut disebut
pesisir (coast). Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar
laut dan bumi di bawahnya (Triatmodjo, 1999). Gambar 2.1 menunjukkan
batasan-batasan daerah di sekitar pantai.
Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai (Triatmodjo, 1999)
Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh material yang membentuk
pantai tersebut dan juga gaya-gaya pembentuknya. Pantai dapat terbentuk dari
mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai
pasir lebih besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Sedangkan kemiringan pantai
berkerikil bisa mencapai 1:4. Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai
dimana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah
tersebut dan gelombang relatif kecil. Bentuk profil pantai pada umumnya seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Bentuk Profil Pantai (Triatmodjo, 1999)
Dari Gambar 2.2 di atas dapat dilihat bahwa profil pantai dapat dibagi
kedalam empat bagian yaitu: daerah lepas pantai (offshore), daerah pantai dalam (inshore), daerah depan pantai (foreshore), dan daerah belakang pantai (backshore). Sedangkan menurut sudut pandang hidrodinamika, perairan pantai di daerah dekat pantai (nearshore zone) dibagi menjadi tiga daerah yaitu: daerah gelombang pecah (breaker zone), daerah buih (surf zone), dan daerah swash (swash zone).
Penjelasan dari beberapa uraian di atas diberikan sebagai berikut
a. Inshore (daerah pantai dalam) adalah daerah profil pantai yang terbentang ke arah laut batas daerah depan pantai (foreshore) sampai ke bawah breaker zone.
b. Foreshore (daerah depan pantai) adalah daerah yang meliputi garis pantai, daerah swash sampai dengan bagian yang tidak terlalu jauh dari garis pantai.
c. Backshore (daerah belakang pantai) adalah daerah yang dibatasi oleh garis pantai kearah daratan.
d. Offshore (daerah lepas pantai) adalah daerah dari garis gelombang pecah kearah laut.
e. Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan akhirnya
pecah. Di pantai yang landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali.
f. Surf zone (daerah buih) adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Pantai
yang landai mempunyai surf zone yang lebar.
g. Swash zone (daerah swash) adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di
pantai.
h. Longshore bar (gundukan sepanjang pantai) adalah tumpukan pasir yang paralel terhadap garis pantai. Tumpukan pasir tersebut dapat muncul pada
saat air surut, pada saat lain dapat menjadi barisan tumpukan pasir yang
Pembagian bentuk pantai didasarkan pada komponen materi penyusun
pantai (Triatmodjo, 1999), yaitu:
a. Pantai berpasir
Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang,
pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri
atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran
sungai atau berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai
itu sendiri.
b. Pantai berlumpur
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara
sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut.
Biasanya juga dijumpai di muara sungai yang ditumbuhi oleh hutan
mangrove.
Bagian pantai yang berbentuk garis dan menjadi arah batas antara laut dan
darat secara jelas disebut sebagai garis pantai. Keberadaan garis pantai selalu
mengalami perubahan secara kontinu. Pada pantai yang berhadapan langsung
dengan arah datang gelombang dan arus pantai selalu mengalami abrasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pantai yang letaknya sejajar atau searah
dengan arah datangnya gelombang.
2.2 Gelombang
Gelombang merupakan pergerakan naik turunnya air dengan arah tegak
(Faiqun,2008). Proses ini terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di
laut seperti tekanan atau tekanan dari atmosfir (khusus melalui angin), gempa
bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya
coriolis (akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan.
Gelombang yang sering terjadi di laut dan cukup penting adalah
gelombang angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan,
menyebabkan riak-riak, bukit, hingga kemudian berubah menjadi gelombang.
Gambar 2.3 menunjukkan sketsa definisi gelombang.
Gambar 2.3 Sketsa Definisi Gelombang (Zakaria, 2009)
Gambar 2.3 menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem
koordinat x-y. Gelombang menjalar pada arah sumbu x. Beberapa notasi yang
digunakan adalah:
h : kedalaman laut (jarak antara muka air rerata dan dasar laut)
η : fluktuasi muka air
L : panjang gelombang, yaitu jarak antara dua gelombang yang berurutan
C : kecepatan rambat gelombang = L/T
Selama penjalaran gelombang dari laut dangkal, orbit partikel mengalami
perubahan bentuk. Gambaran 2.4 menunjukkan perubahan dan pergerakan zat cair
pada gelombang. Orbit perubahan partikel berbentuk lingkaran pada seluruh
kedalaman di laut dalam. Di laut transisi dan dangkal, lintasan partikel
elips.semakin besar kedalaman, bentuk elips semakin pipih, dan didasar gerak
partikel adalah horizontal.
Gambar 2.4 Pergerakan Partikel Zat Cair Pada Gelombang (Faiqun, 2008)
Gelombang dapat dibangkitkan oleh banyak hal seperti angin. Angin yang
berhembus diatas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan
angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air
yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas
permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi
semakin besar, dan jika angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk
gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besr
Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung
di lapangan atau dengan menganalisa data angin yang ada. Pengukuran langsung
di lapangan biasanya kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu
yang singkat. Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai paling baik,
tetapi jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun.
Metode peramalan gelombang dapat dibedakan atas metode peramalan
gelombang laut dalam dan peramalan gelombang laut dangkal. Beda metode laut
dalam dan dangkal adalah bahwa metode laut dangkal diperhitungkan faktor
gesekan antara gerak air dengan dasar laut, yang berpengaruh pada tinggi
gelombang yang terbentuk. Di laut dalam gerak gelombang yang terjadi di bagian
atas perairan saja dan hampir tidak berimbas ke bagian bawah dekat dasar laut.
Oleh karena itu gelombang dan pembentukan gelombang di laut dalam tidak
terpengaruh oleh keadan di dekat dasar laut.
Kriteria laut dalam dan dangkal didasarkan pada perbandingan antara
kedalaman air h dan panjang gelombang L. Nilai batasannya sebagai berikut: a. Gelombang air laut dangkal jika h/L≤ 1/20
b. Gelombang air laut transisi jika 1/20 < h/L <1/2, dan c. Gelombang air laut dalam jika h/L ≥ 1/2
Gelombang dibentuk oleh angin karena adanya proses pengalihanenergi
dari angin ke badan laut melalui permukaannya. Karena sifat air yang tidak dapat
menyerap energi, maka energi ini diubah kedalam bentuk gelombang yang
kemudian dibawa ke pantai.
Faktor pembangkit gelombang salah satunya adalah angin. Di daerah
sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin.
Pembangkit gelombang di laut dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut
atau disebut juga dengan fetch. Fetch juga berpengaruh pada periode dan tinggi
gelombang yang dibangkitkan, jika nilai fetch besar, maka gelombang yang
terjadi akan memiliki periode yang panjang. Panjang fetch yang membatasi waktu
yang diperlukan gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin, jadi
mempengaruhi waktu untuk mentranfer energi angin ke gelombang.
Untuk mencari tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T) disuatu
tempat di laut, maka kita harus menghitung kecepatan angin dilaut (Uw). Nilai
kecepatan angin di darat (UL) harus ditransformasikan menjadi kecepatan angin di
laut dengan hubungan yang diberikan oleh persamaan 2.1
RL = UW / UL (2.1)
Dimana RL adalah faktor korelasi akibat perbedaan ketinggian. Selain dengan
menggunakan persamaan 2.1, untuk mengkorelasi nilai keccpatan angin di darat
menjadi kecepatan angin di laut dengan menggunakan grafik hubungan antara
kecepatan angin di laut dan di darat seperti yang ditunjukkan Gambar 2.5.
Nilai RL didapat dengan memplotkan nilai kecepatan angin pada absis
grafik hubungan kecepatan angin di laut dan di darat hinggan bertemu dengan
kurva UL. Kenudian tarik garis dengan pertemuan nilai kecepatan angin dengan
kurva ke arah kiri sumbu absis hinggaa dapat diketahui nilai RL yang berada pada
Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Kecepatan Angin di Darat dan di Laut (Triatmodjo, 1996)
Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkit gelombang variabel UA, yaitu
faktor tegangan angin yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Kecepatan angin
dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan Persamaan 2.2
berikut.
UA = 0.71*UW1.23 (2.2)
Untuk mendapatkan hasil peramalan dari tinggi dan periode gelombang
harus dihubungkan dengan nilai UA dan fetch yang dapat diplotkan pada grafik
Gambar 2.6 merupakan grafik peramalan gelombang , dengan absis x
adalah besarnya panjang fetch dalam kilometer (km) dan ordinat y merupakan
nilai faktor tegangan angin (wind-stress factor, UA) dalam meter per detik (m/dt).
Dengan menggunakan tersebut dapat diperoleh nilai tinggi gelombang
(Significant, H), periode gelombang (Peak SpectralPeriod, T) dan durasi gelombang (Minimum Duration).
Pada gambar 2.6 nilai tinggi gelombang ditunjukkan oleh garis tegas
(tidak putus-putus) yang tebal. Nilai periode gelombang ditunjukkan dengan garis
tegas (tidak putus-putus) yang tipis. Sedangkan nilai durasi gelombang
ditunjukkan oleh garis putus-putus.
Untuk mengetahui nilai tinggi gelombang dengan menggunakan gambar
2.6 maka nilai panjang fetch dan faktor tegangan angin diplotkan pada grafik
peramalan elombang tersenut hinggan bertemu pada satu titik. Kemudian buat
garis sejajar dari titik tersebut dengan garis tegas yang menyatakan nilai tinggi
gelombang. Bila garis sejajar yang dibuat dari titik pertemuan nilai fetch dan
faktor tegangan angin tidak berada tepat pada garis yang menunjukkan nilai tinggi
gelombang, maka dilakukan interpolasi terhadap nilai tinggi gelombang yang
berdekatan dengan garis sejajar yang telah dibuat untuk mendapatkan nilai tinggi
gelombang yang tepat berada pada garis sejajar yang dibuat/dicari.
Sama halnya dengan menentuka nilai tinggi gelombang, nilai periode
gelombang juga ditentukan dengan cara memplotkan nilai panjang fetch dan
faktor tegangan angin pada grafik peramalan gelombang yang ditunjukkan
Gambar 2.6 hingga bertemu pada satu titik. Kemudian buat garis sejajar dari titik
Bila garis sejajar yang dibuat dari titik pertemuan nilai fetch dan faktor tegangan
angin tidak berada tepat pada garis yang menunjukkan nilai periode gelombang,
maka dilakukan interpolasi terhadap nilai periode gelombang yang berdekatan
dengan garis sejajar yang telah dibuat untuk mendapatkan nilai periode
gelombang yang tepat berada pada garis sejajar yang dibuat/dicari.
Selain tinggi dan periode gelombang, parameter gelombang yang penting
lainnya adalah tinggi gelombang pecah (Hb) yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.3.
Hb = b .hb (2.3)
dimana b adalah indeks gelombang pecah dan hb adalah kedalam air pada saat
gelombang pecah.
Berdasarkan analisa Miche, dalam Setyandito (2008), untuk laut dangkal
(landai) akan didapat perbandingan antara tinggi gelombang dan kedalaman air
(breaker indeks, b) sekitar 0.78. sehingga persamaan 2.3 dapat ditulis menjadi:
hb = Hb/0.78 (2.4)
karena pada persamaan 2.4 terdapat parameter Hb yang juga belum diketahui
nilainya, maka untuk mencari nilai gelombang pecah (Hb) digunakan persamaan
lain yang didistribusikan dengan persamaan 2.4 seperti berikut:
Hb = H. Ks. Kr
awal gelombang datang, b adalah sudut datang gelombang pecah.
Ada dua tipe gelombang, ditinjau dari sifat-sifatnya yaitu (Faiqun, 2008):
1. Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Contructive Wave)
Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai
ketinggian kecil dan kecepatan rambat rendah. Sehingga saat gelombang
tersebut pecah di pantai akan mengikut sedimen (material pantai). Material
pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.
Gelombang pembentuk pantai ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gelombang Pembentuk Pantai (Faiqun, 2008)
2. Gelombang perusak (Destrctive Wave)
Gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan
rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai
lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang
kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan
mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.
Gambar 2.8 Gelombang Perusak Pantai (Faiqun, 2008)
Gelombang yang sebenarnya terjadi di alam adalah sangat kompleks dan
tidak dapat dirumuskan dengan akurat. Akan tetapi dalam mempelajari fenomena
gelombang yang terjadi di alam dilakukan beberapa asumsi sehingga muncul
beberapa teori gelombang.
2.3. Arus
Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan adanya
perubahan ketinggian permukaan air laut. Arus lautan global merupakan
pergerakan masa air yang sangat besar dan arus lain yang mempengaruhi arah air
lautan adan terkait antara satu dengan lautan yang laian di seluruh bumi, angin,
dan suhu.
Faktor penyebab terjadinya arus dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu
gaya eksternal, gaya internal angin, gaya-gaya kedua yang hanya datang karena
fluida dalam gerakan yang relatif terhadap permukaan bumi. Dari gaya-gaya yang
bekerja dalam pembentukan arus antara lain tegangan angin, gaya viskositas, gaya
Gaya viscositas pada permukaan laut ditimbulkan karena adanya
pergerakan angin pada permukaan laut sehingga menyebabkan pertukaran massa
air yang berdekatan secara periodic, hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan
pada fluida. Sedangkan gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana
gaya ini akan membelokkan arah angin dari arah yang lurus. Gaya ini timbul
sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya. Selanjutnya gaya gradien
tekanan horizontal sangat dipengaruhi oleh tekanan, massa air, kedalaman dan
juga densitas dari massa air tersebut, yang mana jika densitas laut homogen, maka
gaya gradien tekanan horizontal adalah sama untuk kedalaman berapapun. Jika
tidak ada gaya horizontal yang bekerja, maka akan terjadi percepatan yang
seragam dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan oleh muka air
pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi lain, sehingga perilaku arus
dipengaruhi pola pasang surut. Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh
disyaratkan berkecepatan maksimal 2knot atau 1 m/dt.
2.4. Pasang Surut
Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya tarik
benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Perubahan elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Triatmodjo,
1999). Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan
bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2.2 kali lebih besar daripada gaya
tarik matahari.
Dalam analisa pasang surut diperlukan suatu elevasi yang dapat digunakan
sebagai patokan dalam perencanaan suatu pelabuhan. Ada tiga macam elevasi
antara lain:
Elevasi muka air tertinggi atau High Water Surface (HWS)
Elevasi muka air rata-rata atau Mean Sea Level (MSL)
Elevasi muka air terendah atau Low Water Surface (LWS)Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut
adalah waktu yang diperlukan dari posisi mukair pada muka air rerata ke posisi
yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50
menit, yang tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada saat muka air laut
naik disebut pasang, sedang pada saat muka air turun disebut surut.
Gaya tarik bula dan matahari dapat menyebabkan lapisan air yang semula
berbentuk bola berubah menjadi elips. Karena peredaran bumi dan bulam pada
orbitnya, maka posisi bumi-bulan-matahari selalu brubah setiap saat. Keadaan ini
akan terjadi dan menimblkan pasang surut purnama dan pasang perbani. Gambar
Gambar 2.9 Pasang Surut Purnama dan Perbani
Pasang surut purnama (Spiring Tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus, pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi
yang sangat tinggi sekali dan pasang rendah yang sangat rendah sekali. Pasang
surut purnama ini terjadi pada saat bulan barudan bulan purnama, setiap sekitar
tanggal 1 sampai 15.
Pasang perbani (Nead Tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu dihasilkan pasang tinggi yang rendah
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Disuatu daerah dalam
satu hari dapat terjadi satu atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut
diberbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu:
a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan
tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan
teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 54 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan
selat Karimata.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
memiliki tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak
terdapat di perairan Indonesia bagian timur.
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi tinggi
dan periodenya sangat berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat
Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Gambar 2.10 menunjukkan keempat tipe pasang surut yang mungkin
Gambar 2.10 Tipe Pasang Surut (Triatmodjo, 1996)
2.5 Sedimen
Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material
organik yang melayang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar
sungai atau laut oleh perantara atau perantara alami lainnya. Sedimen pantai dapat
berasal dari erosi pantai, dari daratan yang terbawa oleh sungai, dan dari laut yang
terbawa oleh arus ke daerah pantai.
Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting di dalam mempelajari proses
erosi dan sedimentasi. Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran dan
bentuknya, setelah itu densitas, kecepatan jatuh ,dan lain-lain.
2.5.1 Ukuran dan Bentuk
Sedimen pantai dapat dikelompokkan berdasarkan region atau
dangkal) dan perairan dalam. Sedimen pantai juga diklasifikasikan berdasarkan
ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), dan batu. Salah satu klasifikasi yang terkenal adalah skala Wenworth yang
mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran (dalam millimeter) seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Dalam skala Wenworth tersebut partikel yang berukuran diantara 0,0625
dan 2 millimeter dianggap sebagai pasir. Material yang lebih halus sebagai lumpur
(silt) dan lempung (clay). Sedangkan material yang lebih besar dari pasir disebut krakal/koral (pebbles) dan brangkal (cobbles). Pada kebanyakan lokasi brangkal (cobbles) adalah material utama yang membentuk pantai, seperti di sepanjang Chesil Beach (England).
Tabel 2.1 Ukuran Partikel Sedimen Berdasarkan Skala Wenworth
Fraksi sedimen Partikel Ukuran butir (mm)
Batu (Stone) Bongkahan (Boulder) >256 Pasir sangat halus (very fine sand) 1/16-1/8 Lumpur (Silt) Lumpur kasar (coarse silt) 1/32-1/16
2.5.2 Massa Jenis (Densitas)
Densitas merupakan perbandingan massa terhadap volume zat. Densitas
merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh
salinitas, temperatur dan tekanan. Secara matematis dituliskan dalam Persamaan
2.6.
Tabulasi nilai massa jenis dari beberapa zat ditampilkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Data Massa Jenis Dari Beberapa Zat
Kerapatan zat (massa jenis) yang dinyatakan dalam tabel di atas
merupakan kerapatan zat pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm. Sedangkan untuk
massa jenis sedimen lumpur (m ) adalah 1200 kg/m3.
2.5.3 Perembesan (porosity)
Porositas digunakan untuk mengetahui pori-pori (porositas) yang terdapat
dalam sampel. Porositas merupakan satuan yang menyatakan keporositasan suatu
material yang dihitung dengan mencari persen (%) berdasarkan daya serap bahan
terhadap air dengan perbandingan volume air yang diserap terhadap volume total
sampel. Secara matematis dituliskan dalam Persamaan 2.7
Porositas = x100%
Pada tabel 2.3 ditunjukkan nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen.
Tabel 2.3 Porositas dari beberapa bahan sedimen
Bahan Porositas (%)
Tanah 50-60
Tanah Liat 45-55
Lanau (silt) 40-50
Pasir medium sampai kasar 35-40 Pasir berbutir serba sama (uniform) 30-40 Pasir halus sampai medium 30-35
Kerikil 30-40
Kerikil berpasir 20-35
Batu berpasir 10-20
Shale 1-10
2.6 Angkutan Sedimen
Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya. Penyesuaian tersebut
merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Proses dinamis pantai
sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen di daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Pengangkutan atau pergerakan sedimen pantai adalah gerakan sedimen didaerah
pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Sedimen dapat diangkut dengan
3 cara:
a.
Suspension; umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecilukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau
angin yang ada.
b.
Bedload; terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,kerikil, kerakal, bongkahan) sehingga gaya yang ada pada aliran yang
bergerak dapat berfungsi memindahkan partikel-partikel yang besar di
dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran
melebihi kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam.
Gerakan-gerakan tersebut bisa menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa
mendorong sedimen yang dengan yang lainnya.
c.
Saltation; umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampaiakhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen
pasir tersebut ke dasar.
Sedangkan berdasarkan asalnya material angkutan dapat dibedakan menjadi 2
a. Muatan material dasar (bed material transport), yang berasal dari dasar, berarti bahwa angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat
terdiri dari sedimen dasar dan sedimen melayang).
b. Muatan cuci (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah aliran sungai dan tidak berhubungan dengan kondisi hidrolik aliran setempat. Angkutan
ini terdiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter < 50µm (terdiri
dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang
dan tidak berada pada dasar sungai.
Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen, yaitu:
a. Pergerakan sedimen tegak lurus pantai (crosshore sediment transport) Pengangkutan sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada bentuk pantai
(kemiringan pantai). Secara penampakan geomorfologi, proses
pengangkutan sedimen tegak lurus pantai biasanya terjadi di teluk.
b. Pengangkutan sedimen sepanjang pantai (longshore sediment transport) Orang sering menyebutkan pengangkutan sedimen sejajar pantai (dalam
bahasa ilmiahnya littoral sediment transport) atau longshore sediment transport. Proses ini biasanya terjadi di pantai yang berbatasan dengan samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak sangat
besar terhadap struktur yang dibuat manusia misalnya jetti atau groin.
2.6.1 Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai (Longshore Sediment Transport)
Angkutan sedimen sedimen sepanjang pantai terdiri dari komponen utama,
yaitu pergerakan sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transpor
pertama terjadi pada waktu gelombang dari arah laut datang menuju pantai dan
membentuk sudut terhadap garis pantai yang menyebabkan kemudian massa air
naik dan akan turun lagi dalam arah tegak lurus pantai. Gerak air tersebut akan
terlihat membentuk lintasan seperti mata gergaji, yang disertai dengan
terangkutnya sedimen dalam arah sepanjang pantai. Sedangkan komponen kedua
terjadi karena arus sepanjang pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah,
sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan sedimen di surfzone (Triatmodjo, 1999).
Gambar 2.11 Pergerakan Sedimen Sepanjang pantai (Triatmodjo, 1999)
Pergerakan sedimen sepanjang pantai menimbulkan berbagai
permasalahan seperti pendangkalan di pelabuhan, erosi pantai dan sebagainya.
Oleh karen itu prediksi pergerakan sedimen sejajar pantai adalah sangat penting.
Beberapa cara yang dilakukan untuk memprediksi pergerakan sedimen sejajar
a. Cara terbaik untuk memperkirakan pergerakan sedimen sejajar pantai pada
suatu tempat adalah mengukur debit sedimen di lokasi yang ditinjau.
b. Peta atau pengukuran yang menunjukkan perubahan elevasi dasar dalam
suatu periode tertentu dapat memberikan petunjuk tentang angkutan
sedimen. Cara ini terutama baik apabila di daerah yang ditinjau terdapat
bangunan yang dapat menangkap pergerakan sedimen sejajar pantai,
misalnya groin, pemecah gelombang suatu pelabuhan, dan sebagainya.
c. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang di daerah yang
ditinjau.
Angkutan sedimen sejajar pantai dapat dianalisa dengan menggunakan dua
metode yaitu Metode Energi Fluks untuk tinjauan di daerah surfzone dan Metode Integral untuk tinjauan di daerah offshore. Kedua metode tersebut mempunyai hubungan tinjauan jarak dari garis pantai (y) yang sejajar
dengan koordinat sumbu y, dengan kedalam air (h) yang sejajar dengan
koordinat sumbu z. Sistemkoordinat yang digunakan pada tugas akhir ini
ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Keterangan Gambar 2.12:
Sumbu x : Sumbu koordinat sejajar garis pantai
Sumbu y : Sumbu koordinat tegak lurus garis pantai
Sumbu z : sumbu koordinat yang menyatakan kedalaman air laut (h)
2.6.2 Metode Energi Flux di Pantai Berpasir
Menurut sejarah, jumlah total material yang bergerak di sepanjang garis
pantai mempunyai kaitan dengan jumlah energi yang terdapat dalam gelombang
yang sampai di garis pantai (Dean dan Dalrymple, 1995). Model yang sederhana
terdapat dalam pergerakan sedimen sejajar pantai pantai berpasir, berupa
hubungan antara pergerakan sedimen dengan komponen fluks energi gelombang
sepanjang pantai dalam bentuk:
dimana QS adalah jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai berpasir, K adalah
komponen empiris (untuk daerah yang landai 0.2 ≤ K ≤ 0.3), P1 adalah fliks
energi, Cg adalah kecepatan kelompok, badalah sudut datang gelombang pecah.
Kecepatan kelompok (Cg) dapat dihilangkan pada persamaan 2.9 untuk
energi fliks sejajar pantai dengan menggunakan pendekatan air dangkal, bahwa Cg
= gh dan Hb/ b, dimana Hb adalah tinggi gelombang pecah dan b adalah
indeks gelombang pecah. Sehingga didapat:
di mana:
Qs = jumlah angkutan sedimen sejajar pantai (m3/s)
K = komponen empiris (untuk daerah yang landai 0.2 ≤ K ≤0.3)
s
= sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai normal.
2.6.3 Metode Energi Flux di Pantai Berlumpur
Di daerah pantai berlumpur hubungan antara pergerakan sedimen dengan komponen energi sepanjang pantai mempunyai bentuk seperti ditunjukkan Persamaan 2.11 (Tarigan, 2002). Sehingga untuk jumlah angkutan sedimen sejajar pantai garis pantai pada daerah
surf zone ditunjukkan dalam persamaan 2.12
Dalam menghitung jumlah angkutan sedimen di daerah lepas pantai
(offshore), Longuet Higgins memberikan solusi dalam perhitungan kecepatan arus (Ux) yang mempunyai hubungan antara jarak dari garis pantai (y) dan kedalam air
(h). Longguet Higgins (dalam Tarigan, 2002) menerapkan konsep tegangan
radiasi untuk persamaan gerak sampai terjadinya arus sejajar pantai yang
maksimum pada daerah pecahnya gelombang (Uxb). Nilai Uxb dapat dihitung
Faktor gesekan dasar laut dihitung dengan menggunakan persamaan
Longguet Higgins juga memberikan rumusan terhadap profil kecepatan
sepanjang pantai dalam variabel tidak berdimensi, yaitu:
Ũx =Aỹ + B1ỹ1 , 0 < ỹ < 1 (2.15)
Γ adalah parameter tidak berdimensi yang mewakili kepentingan relatif dari
pencampuran horizontal yang didalamnya terdapat nilai N.
f
Dengan menggunakan pendekatan Inman (1971) dalam Tarigan (2002),
untuk memperkirakan viskositas pusaran di dalam daerah surf zone, konstanta N dihitung dengan persamaan berikut:
dimana T adalah periode gelombang.
Dalam metode Longuet Higgins ini terdapat hubungan antara Ũx dan ỹ yang
dipengaruhi oleh nilai Γ yang dapat bervariasi seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.13. efek dari Γ yang dapat bervariasi dengan nilai yang rendah pada
pengurangan yang cepat terjadi aliran di luar zona pecah. Sebaliknya, dengan nilai
pencampuran yang besar menghasilkan gradien yang rendah.
Gambar 2.13 Efek dari Nilai Γ atau P yang Bervariasi Terhadap Surfzone
2.6.5 Metode Integral
Angkutan sedimen sejajar pantai dapat ditentukan dengan mengintgrasikan
rumus semi empiris sedimen fluks terhadap lebar dari zona pergerakan. Integrasi
dari rumus semi empiris sedimen fluks ditunjukkan pada Persamaan 2.21.
Qo =
x yo yb q CU h dy (2.21)
di mana:
Qo = jumlah angkutan sedimen sejajar pantai (kg/s)
q
= konstanta proporsional = 1
C = konsentrasi sedimen rata-rata (kg/s) Ux = kecepatan arus sejajar pantai (m/s)
h = kedalaman air (m)
yo = jarak dari garis pantai menuju daerah offshore terminus (m)
dy = interval kordinat y
Persamaan 2.21 adalah rumusan yang digunakan untuk mengetahui jumlah
angkutan sedimen sejajar pantai pada daerah offshore. Kecepatan arus sejajar
pantai (Ux) diselesaikan dengan menggunakan metode Longuet Higgins yang
telah dijelaskan sebelumnya. Untuk konsentrasi rata-rata yang terjadi di daerah
offshore (C) dapat dianalisis dengan menggunakan Persamaan 2.22 berikut.
C= Cb exp (-kc(y-yb)) ; y ≥ yb (2.22)
dimana Cb merupakan konsentrasi rata-rata di daerah surfzone, kc adlah konstanta
berdimensi. Nilai kc ditetapkan 1.5x 10-3 1/m berdasarkan studi di Pantai Punggur
yang mempunyai karakteristik pantai berlumpur yang sama seperti Pantai Cermin
(Tarigan, 2002).
2.7 Bangunan Pelindung Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius perubahan garis pantai.
Selain proses alami, seperti angin, arus dan gelombang, aktivitas manusia menjadi
penyebab terjadinya erosi pantai. Salah satu metode penanggulangan erosi pantai
adalah penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi
sebagai peredam energi gelombang pada lokasi tertentu. Bangunan pantai
digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan
gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi
1. Memperkuat pantai atau melindungi pantai agar mampu menahan
kerusakan karena serangan gelombang.
2. Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
4. Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara
lain.
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam
tiga kelompok yaitu:
1. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai.
2. Konstruksi yang dibangun tegak lurus pantai.
3. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan sejajar garis pantai.
Beberapa macam bangunan pelindung pantai antara lain, yaitu:
a. Breakwater
Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang
dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Pemecah
gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai terhadap
erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum sampai ke pantai,
sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan. Endapan ini dapat menghalangi
transport sedimen sepanjang pantai.
Breakwater atau pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Tipe
pertama banyak digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan
b. Groin (Groyne)
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang difungsikan untuk
menahan/menangkap angkutan pasir (longshore transport) atau untuk mengurangi angkutan pasir. Groin dibangun menjorok relatif tegak lurus
terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa
beton), dan batu.
Penggunaan Groin dengan mneggunakan satu buah groin tidaklah efektif.
Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Hal
ini dimaksudkan agar perubahan garis pantai tidak terlalu signifikan.
c. Seawall
Seawall hampir serupa dengan revetment (stuktur pelindung pantai yang
dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring), yaitu dibuat
sejajar pantai tapi seawall memiliki dinding relatif tegak atau lengkung.
Seawall juga dapat dikatakan sebagai dinding banjir yang berfungsi sebagai
pelindung/penahan terhadap kekuatan gelombang. Seawall pada umumnya
dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja/kayu, pasangan batu atau
pipa beton sehingga seawall tidak meredam energi gelombang, tetapi
gelombang yang memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali dan
menyebabkan gerusan pada bagian dasarnya.
d. Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan di kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh
pengendapan dimuaradapat mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan
tersebut jetty harus panjang sampai ujungnya berada di luar sedimen sepanjang
pantai juga sangat berpengaruh terhedap pembentukan endapan tersebut. Pasir
yang melintas didepan muara geelombang pecah. Dengan jetty panjang
transport sedimen sepanjang pantai dapat tertahan dan pada alur pelayaran
kondisi gelombang tidak pecah, sehingga memungkinkan kapal masuk
kemuara sungai.
Selain untuk melindungi alur pelayaran, jetty juga dapat digunakan untuk
mencegah pendangkalan dimuara dalam kaitannya dengan pengendalian banjir.
Sungai-sungai yang bermuara pada pantai yang berpasir engan gelombang
yang cukup besar sering mengalami penyumbatan muara oleh endapan
pasir.karena pengaruh gelombang dan angin, endapan pasir terbentuk di muara.
Transport akan terdorong oleh gelombang masuk kemuara dan kemudian
diendapkan.
e. Artificial Headland
Tanjung buatan adalah struktur batuan yang dibangun sepanjang ujung
pantai mengikis bukit-bukit untuk melindungi titik stategis, yang
memungkinkan proses-proses alam untuk melanjutkan sepanjang bagian depan
yang tersisa. Tanjung buatan berfungsi menstabilkan daerah pesisir pantai,
membentuk garis pantai semakin stabil. Stabilitas akan tergantung pada
panjang dan jarak dari tanjung. Struktur pendek dengan celah panjang akan
memberikan perlindungan local tetapi tiak mungkin mengizinkan bentuk
f. Beach Nourishment
Beach nourishment merupakan usaha yang dilakukan untuk
memindahkan sedimentasi pada pantai ke daerah yang terjadi erosi, sehingga
menjaga pantai tetap stabil. Stabilitas pantai dapat dilakukan dengan
penambahan suplai pasir ke daerah yang terjadi erosi. Apabila erosi terjadi
secara terus menerus maka suplai pasir harus dilakukan secara berkala dengan
laju sama dengan kehilangan pasir. Untuk pantai yang panjang maka
penambahan pasir dengan cara pembelian kurang efektif sehingga digunakan
alternative pasir diambil dari hasil sedimentasi sisi lain dari pantai.
Selain pengertian, fungsi dan manfaat dari bangunan pelindung pantai
ada hal lain yang harus diperhatikan dalam merencanakan atau memilih
bangunan pelindung pantai sebagai solusi dari masalah erosi pantai, hal yang
harus kita perhatikan yaitu mengenai filosofi dari bangunan pelindung pantai.
Menurut Pope (1997) dalam Armono merangkum filosofi bangunan pelindung
pantai sebagai berikut:
1. Tak ada satu pun bangunan pelindung pantai yang permanen. Tak ada satu
pun bangunan yang bisa bertahan selamanya di lingkungan pantai yang
dinamis.
2. Tak satu pun bangunan pantai yang bisa digunakan untuk menanggulangi
seluruh lokasi. Bangunan yang berfungsi baik di suatu tempat belum tentu
berfungsi dengan baik di tempat yang lain.
3. Tak satu pun bangunan pantai yang bekerja baik pada semua kondisi.
Setiap pelindung pantai hanya didesain untuk konisi tertentu yang terbatas,
sebagaimana diharapkan.
4. Tak ada bangunan pantai yang ekonomis atau murah.
5. Tapi, ada suatu cara/pendekatan yang mampu melindungi dalam jangka
waktu usia ekonomis bangunan yang efektif.
6. Ada upaya-upaya teknis yang digunakan dengan bantuan proses-proses
pantai untuk mendapatkan hasil yang bisa diperkirakan.
7. Ada daerah-daerah dimana upaya manusia dalam melindungi pantai tidak
menghasilkan apapun.
8. Ada daerah dimana bangunan pantai (hard structure) lebih tepat digunakan.
9. Ada dimana bangunan pantai tidak layak digunakan, soft structures lebih tepat.