BAB III
PENGATURAN HAK DAN PERLINDUNGAN ANAK MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
A. Hak Asasi Anak Dalam Hukum Internasional
Anak di lahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau di hilangkan, tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan di perluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak atas hidup dan perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi mutlak dan mendasar yang tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak mutlak lainnya untuk mendapatkan hak lainnya, sehingga anak tersebut akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia menginjak dewasa. Dengan demikian, bila anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan mengetahui dan memahami mengenai apa yang menjadi dan kewajiban baik terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak yang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapatkan hak asasi manusia secara utuh.Hak asasi manusia meliputi semua yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan hukum positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk pembangunan seutuhnya tersebut. Pembangunan manusia seutuhnya melalui suatu proses evolusi yang berkesinambungan yang disebabkan oleh kesadaran diri manusia, yang lebih penting dari proses itu sendiri adalah suatu aktualisasi dari potensi manusia seperti yang terdapat pada individu dan komunitasnya.40
Anak kondisi tersebut tidak mampu melawan atau mengubah keadaan tersebut untuk menjadi lebih baik.Oleh karena itu masyarakat internasional mendesak kepada semua negara/ pemerintah untuk mensahkan dan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang mengakui kedudukan dan
Anak dalam pertumbuhan dan perkembangan memerlukan perhatian dan perlindungan khusus baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu tidaklah cukup hanya di berikan hak-hak dan kebebasan asasi yang sama dengan orang dewasa, karena anak di banyak bagian dunia adalah gawat sebagai akibat dari keadaan sosial yang tidak memadai, bencana alam, sengketa bersenjata, eksploitasi, buta huruf, kelaparan dan ketelantaran.
40
kebutuhan khusus anak dan yang menciptakan kerangka perlindungan tambahan yang kondusif dengan kesejahteraan mereka.41
ICRC (International Convention Right’s Children) juga menetapkan alasan dan kondisi-kondisi yang mendasari dapat di cabutnya kebebasan mereka secara sah serta hak anak yang didakwa telah melakukan pelanggaran hukum pidana.(CRC pasal 37 dan pasal 40).CRC merupakan traktat, oleh karena itu menimbulkan kewajiban mengikat menurut hukum bagi negara-negara anggota untuk menjamin bahwa ketentuannya dilaksanakan sepenuhnya pada tataran nasional.Tindakan yang diambil untuk tujuan ini dapat meliputi penerimaan undangan yang berlaku mengenai anak atau penerimaan
perundang-Sesuai dengan konvensi tentang hak anak (CRC) telah di terima secara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang mengakui perlunya jaminan dan perawatan khusus , termasuk perlindungan hukum yang tepat bagi anak sebelum dan setelah kelahirannya. Anak berhak atas hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa.Hak fundamental tertentu, seperti hak hidup, kebangsaan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan berfikir dan berekspresi dan hak berkumpul secara damai dan berserikat dengan tegas diulangi dalam konvensi.Sebagai tambahan konvensi berusaha memberikan tambahan perlindungan terhadap penyalahgunaan penelantaran dan eksploitasi anak (CRC, pasal 32 sampai pasal 36).
41
undangan baru yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang di tetapkan di dalam kovensi.42
Dari anak perlu X untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan X adalah baik, akan menjadi tuntunan, yaitu anak seharusnya memperoleh X adalah sama artinya dengan anak mempunyai hak terhadap X. Untuk menyatakan bahwa seorang anak mempunyai hak terhadap makanan atau pernyataan bebas yang berarti bahwa anak seharusnya memperoleh makanan atau pernyataan bebas, sebab mereka masing-masing diperlukan untuk pembangunan dan anak, seharusnya tumbuh dan berkembang cenderung untuk memenuhi
kebutuhan-Pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sangat tergantung pada sistem moral meliputi nilai-nilai normatif sesuai masyarakat. Kepercayaan-kepercayaan kepada apa itu kebaikan dan dalam hubungannya dengan kepercayaan-kepercayaan pada apa yang seharusnya dilakukan. Dari kepercayaan normatif yang mendasar bahwa anak harus tumbuh dan berkembang, menyusul semua keharusan-keharusan yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan yang berkenaan dengan fisiologis yaitu anak seharusnya memperoleh makanan dan tempat berlindung dan kebutuhan-kebutuhan manusia sesungguhnya, yaitu anak seharusnya bergabung atau berhubungan dengan orang lain dan dengan bebas mengekspresikan diri sendiri. Sesuatu yang dibutuhkan untuk pembangunan tersebut dapat ditentukan secara empiris, tetapi pernyataan yaitu anak seharusnya mempunyai segala empiris, tetapi pernyataan yaitu anak seharusnya mempunyai segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pembangunan anak seutuhnya adalah bersifat normatif.
42
kebutuhan anak, dan tuntutan-tuntutan anak adalah suatu perwujudan dari hak asasi. Tetapi pada saat yang sama, dari kecenderungan untuk melindungi anak di tambah kesadaran diri, timbullah suatu kesadaran pada kebutuhan-kebutuhan orang lain, kebaikan-kebaikan orang lain, saling ketergantungan dan validitas dari tuntutan-tuntutan orang lain.
Eksistensi hak-hak asasi yaitu tuntutan-tuntutan diantara mereka sendiri, timbul dari kecenderungan untuk memelihara kesejahteraan anak.Pemahaman dan penerimaan terhadap hak-hak asasi anak timbul dari kecendurangan untuk menjaga atau memelihara keserasian kelompoknya dan dari penerimaan ini timbullah pengalaman atau pelaksanaan hak-hak asasi.
Dalam konsep John O`Manique, menyusun sebuah daftar tentang kebutuhan-kebutuhan fundamental bagi pembangunan manusia seutuhnya, yaitu : pangan, perlindungan, lingkungan fisik yang tidak terancam, keamanan, kesehatan, ilmu pengetahuan dan pekerjaan, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul atau berserikat dan penentuan nasib sendiri (self determination). Kebutuhan-kebutuhan fundamental tersebut merupakan kebutuhan mutlak bagi pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sebagai orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab masa depan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara secara mandiri dengan dapat dilaksanakan pembangunan dan hak-hak asasi manusia saling mendukung.
fundamental tersebut dipandukan dengan hak asasi manusia yang tercantum dalam
Universal Declaration of Human Right (UDHR) dan International on Civil and Political Right (ICPR) yang terdiri hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya , ternyata terdapat hubungan sangat erat dan terpadu sebagai hak-hak asasi manusia mendasar dan universal dalam pembangunan manusia seutuhnya.43
Keamanan adalah perlindungan dari segala kekerasan-kekerasan atau kekejaman-kekejaman terhadap seseorang (anak) dan harta benda seseorang.Kekerasan-kekerasan terhadap anak termasuk setiap tindakan-tindakan yang mencelakakan secara fisik atau psikologi maupun serangan yang bersifat memfitnah pada moral seseorang.Keamanan mencakup atau menyediakan suatu dasar-dasar bagi banyak hak-hak anak terutama hak sipil seperti persamaan hak Pangan dan perlindungan termasuk semua perlindungan yang di butuhkan untuk menghadapi kondisi-kondisi apapun terutama cuaca adalah jelas merupakan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Kebutuhan terhadap lingkungan fisik yang bebas ancaman tidak selamanya dapat dianggap sebagai sesuatu yang pasti benar, apa yang selama ini di anggap sebagai sesuatu yang pasti benar, apa yang selama ini selalu tersembunyi saat ini harus dibuat jelas dan terbuka serta memberi tekanan yang lebih, dibanding penyebutan sederhana dalam perjanjian-perjanjian PBB dan daftar-daftar hak-hak asasi yang lain.
43
dimuka hukum dan protes hukum yang adil (mendapat perlindungan/pembelaan).44
Eksistensi sebuah hak asasi adalah mutlak dan tidak dapat ditanggalkan memberikan sebuah benteng pertahanan terahir melawan pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia.Seorang anak yang kelaparan tidak mampu mengamalkan hak asasinya terhadap pangan, tetapi hak asasi itu sendiri bagaimanapun caranya tidak dapat dikurangi keberadaannya oleh kelaparan.Seseorang di dalam penjara mempunyai hak untuk berkumpul bahwa
Kebebasan berpikir, berekspresi dan berkumpul atau berserikat yaitu hak-hak asasi sipil positif tradisional adalah kebutuhan-kebutuhan untuk pembangunan manusia yang sebenernya, sebagai hal berseberangan dengan pembangunan fisiologis dan kebutuhan untuk hal-hal tersebut sejauh ini dapat ditetapkan secara empiris. Penentuan sendiri, kebutuhan seseorang untuk menentukan jalur pertumbuhan dan perkembangannya sendiri dan untuk mempunyai beberapa kedali atas proses pertumbuhan dan perkembangannya mencakup atau menyediakan sebuah dasar bagi hak-hak asasi politik. Pertumbuhan dan perkembangan spesies yang lain adalah ditentukan oleh interaksi lingkungan dan sebab-sebab yang berpengaruh secara genetis.Para anak (manusia) adalah juga subjek atau pelaku pada interaksi sebab-sebab yang berpengaruh ini tetapi sedikit agak lebih mampu melampauinya.Pada tingkat tertentu, menentukan pertumbuhan dan perkembangannya dan menciptakan diri anak itu sendiri.Aktualisasi diri, kreasi diri oleh diri sendiri membutuhkan pengalaman dari asasi terhadap pekerjaan untuk menindak lanjuti hal tersebut.
44
ketika pengalaman hak tersebut dibatasi dengan keras oleh penahanan.Hal ini menegaskan bahwa tidak ada satupun penyebab, termasuk negara, dapat mempengaruhi eksistensi hak-hak asasi, hanya pengalamannya dan tanpa memperhatikan keberadaannya, semua hak-hak asasi fundamental haruslah diterima atau diakui.
Eksistensi dan pengalaman juga menjauhkan beberapa kebingungan yang tampaknya mengganggu perbandingan terhadap hak-hak asasi di dalam kebudayaan-kebudayaan yang berbeda. Hak-hak asasi fundamental itu sendiri adalah universal, tetapi terdapat keragaman dalam pengalaman hak-hak asasi yang sifatnya relatif terhadap kebudayaan, merupakan sebuah alat yang sangat berguna untuk menganalisis lintas budaya sebagai contoh : hak-hak asasi pada masyarakat agraris adalah berbeda bila dibandingkan dengan masyarakat industrialisasi. Perbedaannya terletak pada kewajiban masyarakat dan individu.
Hak asasi untuk berkumpul atau berserikat adalah mutlak.Secara normal, seseorang perlu untuk bergerak dalam masyarakat untuk menerapkan hak asasi ini, sehingga jika hak asasi untuk mobilitas bukanlah mutlak bukanlah mutlak setidaknya hak tersebut sangat kuat. Sebagian besar akan menerima bahwa beberapa jenis transportasi dibutuhkan untuk mobilitas. Disini tuntutan akan menjadi lebih lemah dan lebih khusus kasusnya.
menguatkan tuntutannya. Sebagai contoh, dalam banyak kasus transportasi dapat dibutuhkan untuk pengalaman hak-hak asasi terhadap pekerjaan, berkumpul atau berserikat, pangan, ilmu pengetahuan dan sebagainya, yang membangun sebuah kasus untuk sebuah tuntutan yang sangat kuat.
B. Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child)
Konvensi hak anak (Convention on the Right of The Children), merupakan sebuah perjanjian internasional yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Hak Asasi Anak diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 10 Konvensi PBB tahun 1959 dan Konvensi PBB 1989, yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perlindungan hak anak dimuka bumi. Dalam hukum internasional konvensi dikelompokkan sebagai salah satu sumber hukum internasional, selain :
1. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum ataupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
2. Kebiasaan internasional (international custom), sebagai bukti dari pada suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
3. Prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (the general principles of law recognized of civilized nations ).
4. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah-kaidah hukum.45
45
Merujuk kepada UNICEF (United Nations Children’s Fund), sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang khusus menangani persoalan anak di seluruh dunia, Konvensi Hak Anak (KHA) merupakan konvensi PBB yang paling lengkap menguraikan instrument-instrumen hak asasi manusia di dalam sejarah pertumbuhan organisasi bangsa-bangsa tersebut.46
Konvensi dimulai pada tahun 1923, ketika anak-anak dijadikan budak dengan kondisi yang sangat buruk. Pendiri Save the Children Fund, yaitu Eglantynee Jebb mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional untuk perlindungan anak, dan telah merawat pengungsi anak di negara-negara Balkan
Secara rinci dalam konvensi tersebut diatur hak asasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai oleh pemerintah secara utuh nilai-nilai yang pluralis, konvensi hak anak menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan atau diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB mencerminkan hak dasar anak dimana pun di dunia ini. Hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh buruk, penyiksaan, dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.
47
46
http//www.unicef.org/crc/crc.htm diakses 30 Desember 2016
Dalam draf yang dikemukakan, Jebb mengembangkan 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak, yaitu :48
1. Anak harus dilindungi diluar dari segala pertimbangan mengenai ras, kebudayaan dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga.
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal,baik materil, moral dan spiritual.
4. Anak yang lapar harus di beri makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat taubah harus di didik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus/diberi perumahan.
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan atau pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan.
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat.
Dalam perjalanan sejarah perkembangan hak anak melahirkan konvensi-konvensi internasional, yaitu :49
1. Tahun 1923, hak-hak anak disetujui oleh Save the Children Union
48
Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU Press, Medan ha 8
49
2. Tahun 1924, hak yang disetujui oleh League of Nation(Liga Bangsa-Bangsa) merupakan suatu upaya internasional sebagai hasil dari pengalaman dengan anak yang menderita karena perang dibeberapa negara.
3. Tahun 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal mengenai hak asasi manusia, hak anak secara implisit sudah termasuk didalamnya walaupun banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus anak perlu disusun dalam suatu dokumen secara terpisah.
4. Tahun 1959 Mejelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi kedua mengenai hak anak dan kelompok Hak Asasi Manusia PBB mulai mengerjakan konsep Konvensi Hak Asasi.
5. Tahun 1962 melalui 2 Kovenan Internasional, yang pertama kovenan tentang hak-hak sipil dan politik dan kovenan yang kedua tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya,kedua perjanjian tersebut mengikat para Negara peratifikasian. Tahun 1976, Negara wajib peduli (respect) kepada hak asasi manusia yang dimiliki individu, deklarasi yang disebutkan terdahulu hanya himbauan moral dan etika karena jelas tidak mempunyai daya ikat secara hukum bagi tiap negara untuk menjalankannya.
6. Tahun 1979 ketikaNegara Polandia mengajukan sebuah rancangan teks konvensi hak-hak anak, sepuluh butir dari deklarasi telah dipublikasikan secara meluas.
sejak saat itu dan Konvensi Hak Anak mempunyai kekuatan hukum bagi negara yang meratifikasinya.
Konvensi Hak Anak (Convention of the Right of the Child), disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dan mulai berlaku pada 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak, dan merupakan sebuah perjanjian internasional hak asasi manusia. Konvensi Hak Anak merupakan hasil konsultasi dan pembicaraan Negara-negara, dan lembaga PBB dan lebih dari 50 organisasi internasional.
Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) anak di New York pada tahun 1990 dan konfrensi sedunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina tahun 1993 menyikapi negara-negara peserta untuk melakukan ratifikasi terhadap Konvensi Hak Anak, dalam KTT anak tahun 1999 oleh 150 wakil dari pemerintahan termasuk 71 kepala negara. KTT anak ini secara resmi telah menetapkan serangkaian sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2000 dalam rangka implementasi Konvensi Hak Anak. Dibandingkan dengan Konvensi Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Anak dianggap sebagai perjanjian hak asasi manusia yang paling maju (progresif), terperinci yang pernah disepakati oleh negara-negara peserta.
Ada sepuluh prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut :50
50
Abu Huraerah, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak), Bandung, 2007, hal 32
Prinsip 1 : Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan tanpa diskriminasi.
Prinsip 2 :Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain sehingga mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan sosial dalam cara yang sehat dan normal.
Prinsip 3 : Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.
Prinsip 4 : Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.
Prinsip 5 : Setiap anak baik secara fisik, mental dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan dan pemeliharaan sesuai dengan kondisinya.
Prinsip 6 : Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian
Prinsip 7 :Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma atas dasar wajib belajar.
Prinsip 9 : Setiap anak dilindungi dari setiap bentuk ketelantaran, tindakan, kekerasan, dan eksploitasi.
Prinsip 10 : Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan rasial, agama, dan bentuk-bentuk lainnya.
Didalam pembukaan (preambule) Konvensi Hak Anak dikemukakan latar belakang dan landasan strategis filosofis hak-hak anak yang menegaskan bahwa anak-anak dengan kondisi mereka yang rentan, sangat membutuhkan pengasuhan dan perlindungan khusus. Berdasarkan materi hukum yang menyangkut didalam Konvensi Hak Anak, dapat dikualifikasikan beberapa isi konvensi :
1. Penegasan hak anak
2. Perlindungan anak oleh Negara
3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap anak-anak
Konvensi Hak Anak melingkupi segenap hak yang secara tradisional melekat atau dimiliki anak sebagai manusia dan hak sebagai anak yang memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. Konvensi hak anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) pasal yang berdasar pada materi hukum yang mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasinya.
C. Pengaturan Hak dan Perlindungan Anak Dalam Hukum Internasional
yang mempunyai nasib yang sangat buruk.Oleh karena itu, pada tahun 1924 Liga Bangsa-Bangsa (LBB) telah mengesahkan Deklarasi Hak Asasi Anak yang diusakan oleh International Union for Save the Children.
Dalam tahun yang sama lahir Declaration of Human Rightyang menyakinkan bahwa : “semua orang dilahirkan bebas dan sama dalam keluhuran diri dan hak-hak.” Diterima dalam 7 butir pokok deklarasi 1924 pengakuan bahwa manusia berhutang budi untuk sesuatu yang terbaik yang dapat diberikan kepada mereka serta menerima bahwa hak tersebut merupakan tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya secara terhormat.51
51
Mukaddimah Konvensi Hak Anak
Berkaitan dengan perkembangan perlindungan hak-hak azasi manusia, hak-hak anak menjadi perhatian dan diakui bahwa anak-anak merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Konvensi hak-hak anak (Declaration on the Right of Child) yang dideklarasikan dalam sidang umum PBB 26 Januari 1990 yang menetapkan bahwa :
“Semua anak tanpa pengecualian ataupun memiliki hak yang tercantum dalam deklarasi, tanpa perbedaan atau diskriminasi atas dasar ras,warna kulit, jenis kelamin, bangsa, agama, paham politik lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, kekayaan, kelahiran dan status dari dirinya sendiri atau dari keluarganya. ”
Materi hukum hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 ketegori hak-hak anak, yaitu :
1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan yang tertinggi dan perawatan sebaik-baiknya.
2. Hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan ketelantaran bagi anak yang telah mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi.
3. Hak untuk tumbuh kembang (development right), yaitu hak-hak anak dalam kovensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan fisik anak.
4. Hak anak untuk berpartisipasi (participation right) yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hak yang mempengaruhi anak.
hak-hak yang secara inherenmelekat pada diri anak sebagai makhluk manusia.52
1. Mukaddinah, yang berisi berbagai pemikiran dan kepribadian yang mendasari diadospsinya Konvensi Hak Anak oleh Majelis Umum PBB.
Konvensi hak anak secara garis besar dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
2. Pasal-pasal yang mengatur hak-hak anak (pasal 1-14)
3. Pasal-pasal yang mengatur mekanisme pemantauan dan pelaksanaan konvensi (pasal 42-54).
4. Pasal-pasal yang mengatur soal pemberlakuan konvensi (pasal 46-54).
Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :
1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata.
2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak.
Ketentuan hukum yang mengatur mengenai pencengahan perdagangan anak termuat dalam konvensi hak anak, yaitu pasal 35 yang memerintah negara-negara untuk mengambil langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral untuk mencengah penculikan, penjualan atau perdagangan anak untuk tujuan apapun. Pasal ini tidak memberikan penjelasan lebih jelas tentang perlindungan anak terhadap perdagangan anak.Konvensi Hak Anak 1989 dilengkapi dengan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak yang di tetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan
52
Bangsa-Bangsa pada tanggal 25 Mei 2000. Protokol ini bertujuan untuk mencapai tujuan Konvensi tentang hak-hak anak dan penerapan aturan-aturannya lebih lanjut khususnya yang termuat dalam pasal 1, 11, 21, 32, 33, 34, 35, dan pasal 36.
Setelah berlaku Konvensi Hak Anak, ILO (International Labour Organization) secara khusus mengeluarkan instrumen standar pekerja internasional yang khusus melindungi anak-anak dari pekerjaan yang membahayakan dirinya.Pada tahun 1999, ILO menetapkan Kovensi ILO Nomor 182 tentang Larangan dan Penghapusan Segera Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak (Prohibition and immediate Elimination of thr Worst Forms of Child Labour). Dalam perspektif sejarah HAM, konvensi ILO Nomor 182 merupakan kombinasi generasi pertama, yaitu hak sipil dan hak politik karena mengatur hak seseorang atas tujuan untuk tidak tereksploitasi menjadi korban perdagangan orang untuk tujuan seksual komersial.
Jika dilihat dari tujuannya untuk melarang anak-anak bekerja pada kondisi yang membahayakan karena racun atau substansi yang dapat merusak kesehatan anak, konvensi ini mengutamakan hak atas kesehatan.Hal ini termasuk hak generasi kedua, yaitu hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.Kemudian dilihat dari konteks evolusi masyarakat modern, penghapusan bentuk pekerjaan terburuk bagi anak termasuk hak generasi ketiga, yaitu hak solidaritas seperti hak atas perdamaian, hak atas pembangunan dan hak atas lingkungan yang sehat.53
Pekerja anak dalam perspektif konvensi hak anak dikategorikan sebagai anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (children in need of special
53
protection/CNSP).Perlindungan khusus tersebut dalam konteks anak-anak yang terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk melalui upaya penghapusan sampai batas maksimal, yaitu anak-anak tidak boleh bekerja pada kondisi tersebut (zero growth). Dengan demikian, dalam kerangka perlindungan terhadap pekerja anak, instrumen hukum yang dikeluarkan ILO bersifat pencegahan agar anak tidak bekerja pada usia terlalu dini, dan larangan bagi anak-anak untuk terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan.
Larangan human traffickingsecara internasional telah banyak instrument yang mengaturnya, terdapat berbagai instrument internasional yang berkaitan dengan masalah human trafficking.Salah satu instrumen tersebut adalah Konvensi Mengenai Penyeludupan Manusia Melalui Darat, Laut, dan Udara (Protocol Against the Smuggling of Migrants by Land, Sea, and Air) .Dalam artikel 2, protokol menentang penyelundupan migrant melalui darat, laut, dan udara.
Tujuan dari protokol ini adalah untuk mencegah dan mengurangi penyelundupan migran dengan cara meningkatkan kerjasama antarnegara peserta dengan melindungi hak-hak dari migran yang diseludupkan. (the purpose of this protocol is to prevent and combat the smuggling of migrant, as well as to promote
cooperation among state parties to that end, while protecting the rights of
smuggled migrant).
1. Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang memasuki daerahnya yang merupakan kapal berkebangsaan asing atau menolak untuk menunjukkan identitasnya sedang melakukan penyeludupan migran kewilayahnya dan negara peserta tersebut dapat meminta bantuan dari negara peserta lainnya untuk mencegah kapal asing tersebut memasuki daerahnya.
2. Negara anggota mempunyai alasan-alasan untuk mencurigai setiap kapal yang sedang berlatih di laut bebas sesuai dengan hukum internasional dengan tidak mengetahui asal dari kapal asing itu, akan melakukan menyelundupan migran ke daerahnya, dapat meminta konfirmasi dari negara yang bersangkutan, dan jika telah mendapat konfirmasi, meminta pemilik kapal yang mempunyai otorisasi untuk mendapat izin dari negara yang bersangkutan. Dan negara yang bersangkutan mempunyai otorisasi meminta penjelasan terhadap pemilik kapal mengenai:
a. Penumpang kapal; b. Tujuan kapal;
c. Jika terbukti ditemukan bahwa kapal tersebut sedang melakukan penyelundupan migrant, maka negara yang bersangkutan dapat mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang diatur di dalam konvensi ini.54
54
BAB IV
PERDAGANGAN ANAK (CHILD TRAFFICKING) LINTAS NEGARA
DALAM KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL
A. Perdagangan Anak Lintas Negara
Korban tindak pidana perdagangan orang pada umumnya anak dan perempuan yang belia atau muda serta belum menikah.Berdasarkan beberapa penelitian, memperlihatkan berbagai bentuk atau tujuan perdagangan manusia termasuk anak.
1. Eksploitasi seksual yang meliputi perdagangan seks atau eksploitasi seksual untuk tujuan komersial, prostitusi dan pornografi.
2. Kerja paksa, termasuk kewajiban bekerja bagi anak-anak pada waktu, tempat, dan lokasi yang berbahaya bagi anak seperti jermal, pertambangan dan sebagainya.
3. Eksploitasi di dalam perbudakan domestik (sebagai pembantu rumah tangga), pertanian pedesaan, pertambangan, anak jalanan dan perikanan seperti jermal.
4. Adopsi anak. 5. Penjeratan utang. 6. Pengantin pesanan
Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anakdan Pornografi Anak pada pasal 3, lebih rinci menyebutkan beberapa bentuk tujuan perdagangan anak di dunia termasuk di Indonesia.55
(a) Dalam konteks penjualan anak sebagaimana dimaksud dalam :
pasal 3 ayat (1) : setiap negara pihak harus menjamin bahwa setidaknya, aksi dan
aktifitas berikut ini, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun lintas negara atau secara perseorangan atau terorganisir, sepenuhnya diatur dalam hukum pidananya :
(i) Penawaran, pengantaran atau penerimaan anak dengan maksud apapun untuk tujuan :
a. Eksploitasi seksual anak;
b. Transfer organ tubuh anak untuk mencari keuntungan; c. Pengikutsertaan anak dalam kerja paksa;
(ii) Memperoleh persetujuan, dengan cara-cara yang tidak semestinya, untuk adopsi anak sehingga melanggar instrumen hukum internasional mengenai adopsi anak;
(b) Menawarkan, memperoleh, membeli atau menyediakan seorang anak untuk prostitusi;
(c) Memproduksi, mendistribusikan, menyebarluaskan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual, atau memiliki hal-hal untuk tujuan pornografi anak;
55
Dalam beberapa kasus perdagangan anak, sang pelaku mencari anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dan ini menjadi celah bagi para pelaku untuk mengambil anak tersebut dengan alasan ingin mengasuh anak itu.Salah satu nya kasus yang terjadi pada Juni 2016 di Batam.
“sindikat penjual bayi ke Singapura dengan tiga tersangka yang berinisial Ya (31) Ba (55) dan Ea (47) berniat menjual bayi bernama Achiang 2 bulan 3 hari. Bayi Achiang merupakan anak kelima dari pasangan Ai dan Al. Pasutri asal Selatpanjang, Kabupaten Meranti, Riau tersebut belum lama menetap di Batam dan menumpang di rumah kerabatnya di Perumahan Putri Hijau Sagulung.Pasutri tersebut tak memiliki pekerjaan tetap dan tergolong warga tak mampu. Sehingga mereka berencana menitipkan putra kelimanya itu karena merasa tak mampu membiayai kebutuhan sehari-hari sang bayi.Namun, niat pasutri tersebut dimanfaatkan para pelaku untuk menjualnya.Mereka sengaja mengincar para pembeli dari luar negeri, khususnya Singapura56
Ini merupakan celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengambil bayi itu dan menjualnya. Para pelaku sengaja datang ke Batam untuk mencari bayi yang akan di jual mereka. Para pelaku juga sudah mempunyai perannya masing-masing, Ya sebagai pencari korban, sedangkan Ba dan Ea berperan sebagai pencari calon pembeli. Bayi tersebut akan di jual kepada warga Singapura dengan harga 8.000 dolar Singapura. Pada saat pelaku berkumpul di rumah salah satu dari mereka untuk memberikan bayi tersebut kepada pembeli, Polda setempat membatalkan transaksi haram tersebut dan menangkap para
.
pelaku.Kasus ini ditangani di Unit Pelayanan Peremouan dan Anak (PPA) Diteskrimum Polda Kepri.Dan bayi bernama Achiang korban trafiking itu kini dititipkan ke RSB Kasih Sayang Ibu, Batamcentre.
Kedua orang tua bayi yang hendak dijual ke Singapura, Ai dan Al, mendatangi Mapolda Kepri, Jumat (17/6/2016). Kepada polisi mereka mengakui telah memberikan hak asuh anak keempat mereka, Achiang, kepada orang lain karena tak mampu merawat dan membesarkannya.Namun keduanya tak menyangka jika bayi mereka itu akan dijual ke Singapura. Kondisi Ai dan Al cukup memprihatinkan.Terutama Ai yang merupakan ayah Achiang. Pria paruh baya itu mengalami gangguan pada matanya sehingga tak bisa melihat sama sekali.
“Bapaknya buta, ibunya tak kerja.(Selama di Batam) mereka menumpang di rumah saudaranya di Batuaji,” kata Kanit Subdit III Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Kepri, AKP Yunita Stevani.Dari keterangan keduanya, polisi menyimpulkan jika Ai dan Al memang tak sanggup merawat anaknya itu.“Secara tersirat mereka gak mampu merawat bayi tersebut,” lanjutnya seperti dikutip dari batampos.57
Pada Mei 2012 juga terdapat kasus yang terjadi di Banda Aceh, tujuh anak menjadi korban trafficking. Korban sebagian besar masih berstatus pelajar yang berusia sekitar 14 sampai 16 tahun.Menurut Manager Program LBH Anak Aceh, Rudy Bastian mengatakan di Banda Aceh , modus utama pelaku kejahatan trafficking, salah satunya dengan membujuk anak dan remaja Aceh untuk berwisata ke luar negeri untuk kemudian dipaksa menjadi pekerja seks
komersial.Pihaknya menangani kasus kejahatan trafficking pertama, dengan jumlah korban tujuh anak, seluruhnya perempuan.
"Total ada enam kasus trafficking, dengan total (korban) tujuh orang. Alhamdulillah ke tujuh (korban) sudah selesai sekarang. Pelakunya tengah diproses melalui jalur hukum,” ungkap Rudy
Pihak kepolisian Aceh bekerjasama dengan jaringan Interpol berbagai negara tengah mengusut dan mengungkap dugaan keterlibatan sindikat (internasional) perdagangan manusia (human trafficking) yang beraksi di Aceh.Kasus perdagangan manusia (human trafficking) merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime), praktik kejahatan tersebut cukup rentan menimpa anak-anak dan perempuan, terutama dari masyarakat yang memiliki pendidikan minim dan dengan latar belakang kemampuan ekonomi keluarga yang cukup terbatas.
Pihak kepolisian Aceh telah mengingatkan bahwa kasus perdagangan manusia (human trafficking) merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime), praktik kejahatan tersebut cukup rentan menimpa anak-anak dan perempuan, terutama dari masyarakat yang memiliki pendidikan minim dan dengan latar belakang kemampuan ekonomi keluarga yang cukup terbatas.Pihak kepolisian Aceh bekerjasama dengan jaringan Interpol berbagai negara tengah mengusut dan mengungkap dugaan keterlibatan sindikat (internasional) perdagangan manusia (human trafficking) yang beraksi di Aceh.
lembaga tersebut mencatat kasus tujuh anak Aceh korban trafficking tersebut terungkap pertama kalinya pada bulan Januari 2012 lalu.Sejak saat itu upaya advokasi LBH Anak Aceh mendapat respon sejumlah kalangan terutama, aparat penegak hukum pemerintah.Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pada masyarakat internasional untuk memperkuat upaya untuk memerangi perdagangan manusia.Pihak PBB menyebut, lebih dua juta orang di seluruh dunia menjadi korban perdagangan manusia.
Dalam pertemuan Majelis Umum khusus tentang perdagangan manusia baru-baru ini di Markas PBB di New York AS, Kepala Badan Narkotika dan Kejahatan PBB, Yuri Fedotov mengatakan, 80 persen korban trafficking dieksploitasi sebagai pekerja seks komersial (PSK). Pengamat mengatakan, para pelaku kejahatan perdagangan manusia mengeruk keuntungan dari bisnis tersebut hingga 32 Miliar Dolar AS.58
B. Perlindungan Terhadap Korban Perdagangan Anak
Menurut Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak menyebutkan faktor pendorong terjadinya perdagangan anak termasuk kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan sosial, perbedaan struktur sosial ekonomi, disfungsi keluarga dan kurangnya pendidikan. Selain itu juga migrasi desa-kota, diskriminasi gender, perilaku sosial yang tidak bertanggung jawab, praktek-praktek adat yang merugikan dan konflik bersenjata.
Perdagangan anak merupakan tindak pidana.Sebagai sebuah tindakan pidana, maka perbuatan tersebut dapat di hukum.Hal ini sesuai dengan definisi tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa para ahli hukum pidana Indonesia.Komariah Emong Supardjadja mengatakan,”tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi rumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu”.Sementara Indrianto Seno Adji mengatakan.”tindak pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.”59
1. Konvensi Hak Anak
Di bawah ini adalah beberapa peraturan yang memuat larangan perdagangan anak di dunia dan di Indonesia :
Konvensi ini memuat pengaturan terkait perdagangan anak terdapat pada pasal-pasal :60
59Sulistyowati Irianto, Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak, Sulistyowati Irianto, kemitraan Partnership, hal 499
60
Konvensi Hak Anak Pasal 11
2. Untuk tujuan ini, Negara-negara Peserta akan meningkatkan persetujuan-persetujuan bilateral atau multilateral atau aksesi terhadap persetujuan-pensetujuan yang sudah ada;
Pasal 19
Negara akan melindungi dari segala bentuk kekerasan, perlakuan sewenang-wenang, pengabaian dan eksploitasi selagi mereka berada dalam asuhan orang tua atau orang lain dan mengimplementasikan pencegahan dan program perawatan
Pasal 21
Negara-negara Peserta yang mengakui dan/atau membolehkan sistem adopsi menjamin bahwa kepentingankepentingan tenbaik anak yang bersangkutan akan merupakan pertimbangan paling utama dan negara-negara itu akan:
(a) Menjamin bahwa adopsi anak hanya disahkan oleh pihak-pihak berwenang yang menetapkan, sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku dan berdasarkan semua informasi yang terkait dan terpercaya, bahwa adopsi itu diperkenankan mengingat status anak sehubungan dengan keadaan orangtua, keluarga dan walinya yang sah dan, jika diperlukan, orang-orang yang berkepentingan memberi persetujuannya atas adopsi tersebut berdasarkan nasehat yang mungkin diperlukan; (b) Mengakui bahwa adopsi antar negara dapat dipertimbangkan
atau tidak dapat dirawat dengan cara yang tepat di negara asal anak yang bersangkutan;
(c) Menjamin bahwa anak yang diadopsi antara negara memperoleh perlindungan dan norma-norma yang sama dengan perlindungan dan norma yang berlaku dalam adopsi nasional; (d) Mengambil semua langkah yang layak untuk menjamin bahwa
dalam adopsi antar negara penempatan anak tidak mengakibatkan keuntungan finansial yang tidak benar bagi mereka yang terlibat dalam adopsi tersebut;
(e) Bilamana layak, meningkatkan tujuan-tujuan yang dimaksud dan pasal ini dengan mengadakan peraturan-penaturan atau persetujuan-persetujuan bilateral atau multilateral, dan upaya, didalam kerangka ini untuk menjamin bahwa penempatan seorang anak di negara lain dilaksanakan oleh pihak-pihak atau badan yang berwenang;
Pasal 32
1. Negara-negara Peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dan eksploitasi ekonomi dan dari pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial anak;
memperhatikan ketentuan-ketentuan dan perangkat-perangkat internasional lain yang terait, Negara-negara Peserta secara khusus akan;
a) Menetapkan usia minimum atau usia-usia minimum untuk memasuki lapangan kerja;
b) Menetapkan peraturan-peraturan yang tepat mengenal jam kerja dan kondisi kerja;
c) Menetapkan hukuman-hukuman yang layak atau sanksi-sanksi lain untuk menjamin pelaksanaan yang efektif dan pasal ini; Pasal 33
Negara-negara Peserta akan mengambil langkah-langkah yang layak termasuk langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan guna melindungi anak dan pemakaian oba-obat narkotik dan zat-zat psikotropika secara gelap seperti yang ditetapkan dalam perjanjian-perjanjian internasional yang terkait, dan guna mencegah penggunaan anak-anak dalam pembuatan dan pengedaran secara gelap zat-zat tersebut;
Pasal 34
(a)Bujukan atau pemaksaan terhadap anak untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak sah
(b) Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktik-praktik seksual lain yang tidak sah;
(c) Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pertunjukan-pertunjukan dan bahan-bahanpornograflis;
Pasal 35
Negara-negara Peserta akan mengambil semua langkah nasional, bilateral dan multilateral yang layak untuk mencegah penculikan, penjualan atau perdagangan anak untuk tujuan apapun atau dalam bentuk apapun.
Pasal 36
Negara-negara Peserta akan melindungi anak dari segala bentuk lain eksploitasi yang merugikan setiap aspek kesejahteraan anak;
2. Konvensi ILO Nomor 182 tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk bagi Anak
Konvensi ini memasukkan perdagangan anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, sehingga setiap orang maupun kelompok dilarang untuk mempekerjakan anak61
61
Pasal 3
Dalam konvensi ini, istilah “bentuk-bentuk terburuk kerja anak” mengandung pengertian : (a) segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata; (b) pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno; (c) pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; (d) pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
mempergunakan pasal lain seperti penipuan, kejahatan terhadap kemerdekaan orang ataupun penganiayaan62
4. Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak
.
Undang-undang No. 35 Tahun 2014 merupakan perubahan dari Undang-Undang No.23 tahun 2002. Undang-undang no.23 tahun 2002 tetap berlaku,hanya ada beberapa pasal yang diganti dalam Undang-Undang no. 35 tahun 2014.
Pasal 1 ayat 2
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan terhadap anak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam konvensi Hak Anak ada beberapa asas-asas,yaitu :
1. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak, adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislative, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik anak harus menjadi pertimbangan yang utama;
62
2. Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua;
3. Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk partisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya;
Pasal76F :Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan / atau perdagangan anak.
Pasal 83 : Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
5. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 6: Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Kerugian materiil yang dimaksud adalah kerugian akibat kehilangan harta milik, biaya transportasi dasar, biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum atau kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku. Kerugian imaterial meliputi kerugian akibat proses penyiksaan dan eksploitasi yang dialami korban serta trauma psikologis yang dialami.
Perhitungan kerugian immaterial menjadi kendala karena sulitnya untuk menghitung nominal dalam bentuk rupiah sehingga perlu dikatakan formulasi penghitungan kerugian immaterial. Selanjutnya pasal UU no. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO pasal 48 mengatur rincian tentang ganti rugi untuk anak korban perdagangan orang.
Pasal 48 :Ayat 1 : setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi Ayat 2 : restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa ganti kerugian atas:
a. kehilangan kekayaan atau penghasilan; b. penderitaan;
c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau
d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
Ayat 4 : pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Ayat 5 : restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus.
Ayat 6: pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ayat 7; dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan.
C. Analisis Penjualan Anak Lintas Negara
Pada salah satu kasus yang terjadi di Batam pada Juni 2016,penjualan bayi ke Singapura. Pelaku Ya, Ba, Ea sengaja mengicar keluarga yang kurang mampu sehingga mereka bisa menipu keluarga tersebut.Dengan alasan ingin merawat bayi itu, pelaku dengan mudahnya mengambil bayi yang berusia 2 bulan 3 hari dan orang tua korban dengan rasa percayanya memberikan bayi mereka kepada para pelaku. Orang tua korban sama sekali tidak merasa curiga karena pada dasarnya mereka tidak mampu dan latar pendidikan yang kurang sehingga mereka menyerahkan bayi mereka, jadi menurut orang tua korban daripada anak mereka terlantar sebaiknya mereka menyerahkan anak mereka kepada para pelaku yang di anggap mereka mampu dan sanggup merawat anak mereka dengan baik.
Pada saat para pelaku akan menjual bayi tesebut, polisi setempat datang ke lokasi dimana mereka melakukan transaksi dengan warga Singapur. Bayi tersebut di jual 8 ribu dollar Singapur oleh para pelaku. Sesuai dengan isi pasal 3 Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi anak yang berbunyi;
1. Setiap negara pihak harus menjamin bahwa, setidaknya, aksi dan aktifitas berikut ini, baik yang di lakukan di dalam negeri maupun lintas negara atau secara perseorangan atau terorganisir, sepenuhnya diatur dalam hukum pidananya:
a. Dalam konteks penjualan anak sebagaimana dimaksud pasal 2:
i. Penawaran, pengantaran atau penerimaan anak dengan cara apapun untuk tujuan:
a. Eksploitasi seksual anak;
c. Pengikutsertaan anak dalam kerja paksa;
(iii) Memperoleh persetujuan dengan cara-cara yang tidak semestinya, untuk adopsi anak sehingga melanggar instrumen hukum internasional mengenai adopsi anak;
(b) menawarkan, memperoleh, membeli, atau menyediakan seorang anak untuk prostitusi sebagaimana dimaksud pasal 2;
(c) memproduksi, mendistribusikan, menyebarluaskan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual atau memiliki hal-hal untuk tujuan pornografi anak sebagaimana pasal 2;
2. Dengan tunduk pada ketentuan hukum nasional Negara-Negara pihak, hal-hal yang sama harus diterapkan pada upaya percobaan atas pelanggaran tersebut dan pada keterlibatan atau keikutsertaan dalam pelanggaran tersebut.
3. Setiap Negara Pihak harus menjadikan pelanggaran-pelanggaran ini dapat dihukum dengan hukuman yang layak yang mempertimbangkan sifat berat dari pelanggaran tersebut.
5. Negara-negara Pihak harus mengambil langkah-langkah hukum dan administratif yang layak untuk memastikan bahwa semua orang yang terlibat dalam adopsi anak bertindak sesuai dengan instrumen hukum internasional yang berlaku.
Begitu juga dengan kasus yang terjadi di Aceh pada Mei 2012, korbannya berjumlah tujuh anak yang perempuan, masih berstatus pejalar yang berusia sekitar 14 hingga 16 tahun. Modus utama pelaku dengan membujuk anak dan remaja Aceh untuk berwisata ke luar negeri untuk kemudian dipaksa menjadi pekerja seks komersial
.
Kepolisian mengatakan kasus ini terhubung dengan sindikat kejahatan internasional.Polisi sampai saat ini baru bertindak sampai tataran menagkap mucikari atau agennya.Pelakunya lokal, dia yang mencari, merekrut dan membujuk korban.Kepala Unit Pelayan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Daerah Aceh Ajun Komisaris Polisi (AKP) Elfiana mengatakan, polisi telah melimpahkan ke pihak kejaksaan setempat tersangka berinisial MI dan AY.Keduanya berdomisili di provinsi Aceh dan merupakan tersangka pelaku kejahatan trafficking terhadap beberapa anak asal Aceh.Dari pemeriksaan kedua tersangka MI dan AY, terdapat kemungkinan adanya keterlibatan pelaku dari sindikat internasional. Ketujuh korban telah diamankan polisi dan pelakunya sedang dalam proses hukum.
2002 tentang perlindungan anak dan Undang-Undang no.21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang. Dalam KUHP, ketentuan mengenai penjualan anak terdapat dalam pasal 297 yang berbunyi: “perdagangan perempuan dan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Namun, karena isi pasal 297 KUHP kurang begitu tegas, sehingga jarang digunakan. Sehingga penegak hukum (kepolisian) menggunakan Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai penjualan anak, yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, kasus tersebut terjerat pasal 76F dan pasal 83 yang berbunyi:
Pasal76F :Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan / atau perdagangan anak.
Pasal 83 : Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Dalam pasal 2, 3, 4, 5, dan pasal 6 hukuman pidana yang di jatuhkan berupa pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Perdagangan orang juga terdapat dalam Peraturan Daerah (PERDA) di tempat terjadinya trafficking. Contohnya kasus yang terjadinya di Batam, Perda no.5 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang. Dalam pasal 6 Perda no.5 tahun 2013, berisi tentang pencegahan perdagangan anak, yang berbunyi :63
(1) Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang.
(2) Setiap orang dilarang memperdagangkan dan/ atau mempekerjakan serta melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk.
(3) Pekerjaan-pekerjaan terburuk, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Segala bentuk perbudakan atau praktik sejenis perbudakan seperti penjualan
dan perdagangan anak, kerja ijon, dan penghambaan serta kerja paksa, termasuk pengerahan anak secara paksa;
b. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan porno;
c. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan terlarang, sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional;
63
d. Pekerjaan yang sifat atau lingkungan tempat pekerjaan dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak;
(4) Pemerintah Daerah, instansi terkait dan masyarakat bekerjasama melakukan upaya penanggulangan bentuk-bentuk pekerjaan tidak layak untuk anak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi serangkaian tindakan baik berupa preemtif, preventif, rehabilitasi dan reintegrasi sosial dalam bentuk bimbingan, penyuluhan, penindakan di tempat-tempat yang potensial menimbulkan bentuk-bentuk pekerjaan tidak layak untuk anak serta pemulihan.
Begitu juga kasus penjualan anak yang terjadi di Aceh, terdapat dalam Qanunno. 11 tahun 2008 tentang Perlindungan Anak. Dalam pasal 29 yang berbunyi:64
(1) Badan dan atau orang dilarang melakukan perdagangan anak.
(2) Badan dan atau orang dilarang melakukan pengangkatan anak dengan cara pengambilan paksa, penipuan dan penculikan dari kekuasaan orang tua/walinya atau keluarga yang menghilangkan hak dasar anak
(3) Pemerintah Aceh/pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mencegah terjadinya kekerasan dan perdagangan terhadap anak
Dari segala peraturan yang berlaku di Indonesia,dan bertumpu pada pasal 3 Konvensi Protokol Opsional Hak-Hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostotusi Anak, dan Pornografi. Para pelaku dijatuhi hukuman yang sudah di
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perbuatan perdagangan manusia telah berlansung sejak dahulu kala hingga saat ini. Dari masa kerajaan Jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran, kegiatan ini berkembang lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang dan bahkan sekarang ini dialami kemerdekaan dan di era globalisasi. Kegiatan tersebut tidak semakin menurun justru semakin marak dan meluas ke berbagai negara.Biasanya yang dijadikan korban adalah anak,alasannya karena anak lemah dan polos sehingga para pelaku bisa dengan mudah menipu korban. Faktor-faktor terjadinya penjualan anak beragam,mulai dari faktor individu,faktor ekonomi, faktor keluarga, faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor budaya, faktor lemahnya penegakan hukum, perkawinan di usia dini, konflik sosial dan perang dan media massa.
3. manusia. Konvensi Hak Anak merupakan hasil konsultasi dan pembicaraan Negara-negara, dan lembaga PBB dan lebih dari 50 organisasi internasional. Ketentuan hukum yang mengatur mengenai pencengahan perdagangan anak termuat dalam konvensi hak anak, yaitu pasal 35 yang memerintah negara-negara untuk mengambil langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral untuk mencengah penculikan, penjualan atau perdagangan anak untuk tujuan apapun. Pasal ini tidak memberikan penjelasan lebih jelas tentang perlindungan anak terhadap perdagangan anak. Konvensi Hak Anak 1989 dilengkapi dengan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak yang di tetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 25 Mei 2000. Protokol ini bertujuan untuk mencapai tujuan Konvensi tentang hak-hak anak dan penerapan aturan-aturannya lebih lanjut khususnya yang termuat dalam pasal 1, 11, 21, 32, 33, 34, 35, dan pasal 36.
Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dan Undang-Undang no.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Undang-Undang no.21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang.
B. Saran
1. Sebaiknya Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang lebih kepada anak-anak bangsa. Karena anak-anak merupakanbibit calon penerus bangsa yang harus dipelihara dan dilindungi hak nya. Anak adalah makhluk yang lemah yang bisa dengan mudahnya di tipu oleh orang dewasa (trafficker) hanya dengan di iming-imingi sesuatu yang menggiurkan.Apalagi anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan pendidikan yang masih sangat kurang. Mereka tanpa rasa curiga sedikit pun akan ikut kemanapun sang pelaku membawa mereka dan ketika mereka tau bahwa mereka di perdagangkan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya pasrah.
2. Pemerintah harus extra memberikan perhatian dan perlindungan kepada anak-anak dan nasib anak-anak yang menjadi korban perdagangan anak, dan juga memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang kejahatan manusia terutama perdagangan orang dan khususnya perdagangan anak. 3. Lebih memperketat pada tempat-tempat yang di lakukan sebagai tempat