• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi Pada Anak Palsi Serebral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi Pada Anak Palsi Serebral"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Palsi serebral

2.1.1 Definisi palsi serebral

Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak bersifat progresif, terjadi saat perkembangan otak janin dan bayi. Gangguan motorik sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, gangguan perilaku, epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal.10

Karakteristik klinik palsi serebral tidak spesifik, penjelasan tentang palsi serebral menyangkut kerusakan fungsi motorik yang terjadi pada masa awal kanak– kanak dan ditandai dengan perubahan sifat otot yang biasanya berupa spatisitas, gerakan involunter, ataksia atau kombinasi. Walaupun pada umumnya yang terkena adalah lengan dan tungkai, namun seringkali bagian tubuh yang lain juga terkena. Keadaan ini disebabkan karena disfungsi otak dan tidak bersifat episodik atau progresif.11

2.1.2. Etiologi dan faktor risiko palsi serebral:

Etiologi palsi serebral pada sebagian besar anak tidak diketahui.12 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya palsi serebral antara lain:3,13

(2)

2. Kerusakan otak pada prematuritas: periventricular leukomalacia (PVL) atau necrosis white matter.

3. Abnormalitas perkembangan: malformasi otak intrauterin, gangguan metabolik dan genetik.

4. Kerusakan otak di masa postnatal: kern ikterus, infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis neonati.

5. Faktor risiko prenatal: korioamnionitis pada ibu, pertumbuhan janin terganggu, terpapar dengan toksin, dan infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex virus (TORCH) kongenital.

2.1.3. Diagnosis palsi serebral

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa pemeriksaan neurologi yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan terhadap perubahan tonus otot, kekuatan otot, refleks, dan koordinasi.14 Terdapatnya refleks primitif yang persisten dan tidak adanya reflek protektif pada usia yang seharusnya, merupakan gambaran penting yang menggambarkan adanya gangguan pada traktus kortikospinalis.15

2.1.4. Klasifikasi palsi serebral

Secara garis besar, klasifikasi palsi serebral dapat dibagi menjadi: 1. Klasifikasi fisiologi dan topografi

(3)

rigiditas. Spastisitas merupakan gejala yang paling dominan, ditemukan pada 70% - 85% dari seluruh kasus palsi serebral.16 Sedangkan kelompok ekstrapiramidal antara lain diskinesia, korea, atetosis, distonia, dan ataksia.13

Klasifikasi palsi serebral tipe spastik dapat dibagi berdasarkan lokalisasi atau topografi disfungsi motorik, antara lain: diplegi, hemiplegi, triplegi, kuadriplegi/tetraplegi.13

2. Klasifikasi fungsional

Klasifikasi fungsional berdasarkan tingkat keparahan gangguan aktivitas.17,18 Sistem klasifikasi fungsional motorik kasar / Gross Motor Function

Classification System (GMFCS) berdasarkan kemampuan untuk memulai

pergerakan dengan lebih menekankan pada duduk, berpindah tempat, dan bergerak. GMFCS dibedakan berdasarkan kelompok umur dan terbagi menjadi 5 tingkatan, yaitu:19,

Tingkat I : berjalan tanpa hambatan Tingkat II : berjalan dengan hambatan

Tingkat III : berjalan dengan menggunakan alat bantuan pegangan tangan Tingkat IV : bergerak sendiri dengan hambatan, kadang menggunakan alat

bantu mobilitas

Tingkat V : berpindah tempat dengan menggunakan kursi roda

(4)

2.2. Epilepsi

2.2.1 Definisi Epilepsi

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah serangan kondisi kembali normal seperti biasa.20 2.2.2. Etiologi dan patofisiologi

Bangkitan kejang atau serangan epilepsi dapat dicetuskan oleh tidak aktifnya sinaps inhibisi, stimulasi berlebihan pada sinaps eksitasi, atau perubahan pada keseimbangan neurotransmiter palsu yang memblokade aksi neurotransmiter alamiah.21

Sampai saat ini belum diketahui dengan baik mekanisme yang mencetuskan sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan sehingga mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi belum sepenuhnya diketahui namun dari studi sebelumnya,22 beberapa faktor yang ikut berperan diantaranya :

a) Gangguan pada membran sel neuron

(5)

konsentrasi ion natrium yang rendah didalam sel pada keadaan normal.23,24 Pontensial membran ini dapat terganggu dan berubah oleh berbagai hal misalnya perubahan konsentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau kimiawi, perubahan pada membran oleh penyakit atau jejas atau pengaruh genetik. Bila keseimbangan terganggu sifat semipermiabel berubah sehingga terjadi difusi ion natrium dan kalium melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan potensial yang menyertainya dimana potensial aksi terbentuk di permukaan sel dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson.23

b) Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paskasinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps. Potensial aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neuroakson yang kemudian membebaskan zat transmiter pada sinaps yang mengeksitasi atau menginhibisi membran paskasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, glutamic acid) mengakibatkan depolarisasi sedangkan zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama amino butyric acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya jadi satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.23

(6)

gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasi-inhibisi yang menimbulkan bangkitan epilepsi.23.25 Defisiensi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat mengakibatkan konvulsi pada bayi karena fosfat - piridoksin penting untuk sintesis GABA.23 Jaringan saraf dapat menjadi hipereksitabel oleh perubahan homeostasis tubuh yang diakibatkan demam, hipoksia, hipokalsemia, hipoglikemia, hidrasi berlebih dan keseimbangan asam basa selain itu penghentian mendadak obat antikonvulsan terutama barbiturat, dosis lebih bermacam obat dan berbagai toksin dapat meningkatkan hipereksitabilitas.23

c) Sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstraselular di sekitar neuron dan terminal presinaps dimana pada keadaan cedera fungsi glia dalam mengatur konsentrasi ion kalium terganggu dan meningkatkan eksitabilitas sel neuron disekitarnya.23,24 Telah banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron dimana pada penelitian eksperimental didapatkan bila kation dimasukan kedalam sel astrosit melalui pipet mikro timbul letupan kejang pada sel neuron disekitarnya.23

2.2.3. Diagnosis Epilepsi

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa Electroencephalografi (EEG) dan atau

(7)

imaging (MRI). EEG bisa menunjukkan abnormalitas paroksismal aktivitas otak. Diagnosis epilepsi tidak boleh hanya dengan berdasarkan EEG ( dengan beberapa pengecualian), dengan alasan 5% sampai 8% anak sehat menunjukkan abnormalitas EEG interiktal.26 EEG bisa dipakai untuk penegakkan diagnosis epilepsi bila aktivitas kejang terekam saat EEG.27

MRI merupakan modalitas pencitraan pilihan untuk epilepsi karena memberikan resolusi anatomik yang lebih baik.28 CT scan boleh digunakan pada situasi akut untuk menentukan adanya lesi massa dan perdarahan.29 Neuroimaging hanya direkomendasikan bila ada kecurigaan epilepsi fokal atau ketika klasifikasi sindroma yang meragukan, atau adanya dugaan penyebab simtomatik. 28

2.2.4. Klasifikasi

Berdasarkan faktor etiologi maka epilepsi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: A. Epilepsi idiopatik

(8)

B. Epilepsi simtomatik

Penyebab diketahui dan dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, enselopati, abses otak dan jaringan parut atau kelainan ekstrakranial dimana penyebab bermula ekstrakranial kemudian mengganggu fungsi otak juga misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat dan gangguan keseimbangan cairan.21

2.3. Manifestasi neurologis epilepsi pada penderita palsi serebral

Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering pada anak-anak. Risiko epilepsi tertinggi pada pasien yang berhubungan dengan kelainan otak seperti gangguan intelektual dan palsi serebral. Prevalensi epilepsi setiap tahunnya berkisar sekitar 5 sampai 7 kasus per 10000 anak dari lahir sampai usia 15 tahun. 30

(9)

prognosis lebih buruk terhadap keluaran kejang dibandingkan dengan palsi serebral dengan etiologi yang tidak diketahui. 31

Penelitian yang dilakukan di Egypt secara case control didapatkan dari 48 anak dengan palsi serebral berkembang menjadi epilepsi, hal ini dapat menjelaskan bahwa anak-anak dengan palsi serebral mungkin menderita cedera otak yang luas termasuk kortek, deep white matter dan central nuclei yang mana bertanggung jawab untuk terjadinya epilepsi.5

2.4. Faktor risiko epilepsi pada anak dengan palsi serebral

Epilepsi pada anak palsi serebral sulit dikontrol dan dapat meningkatkan derajat berat gangguan motor dan fungsi kognitif, oleh karena itu prognosis nya buruk.9 Berikut adalah faktor-faktor risiko epilepsi pada anak dengan palsi serebral :

1. Riwayat Kejang neonatus

(10)

neonatus dengan kejang klinis, 17(27%) berkembang menjadi epilepsi, 16(25%) menjadi palsi serebral, dimana 13 anak menderita epilepsi dengan palsi serebral.33 Penelitian yang dilakukan terhadap 77 pasien dengan kejang neonatus didapatkan 23 pasien (30%) meninggal dunia, dan dari 59% yang bertahan hidup memiliki kelainan neurologi. 40 % menderita mental retardasi, 43% palsi serebral, dan 21 % menderita epilepsi.34

2. Onset kejang

(11)

3. Usia gestasi

Penelitian yang dilakukan di Polandia didapatkan tidak ditemukan hubungan antara usia gestasi dengan faktor risiko epilepsi pada anak palsi serebral.9 Penelitian yang dilakukan secara cross-sectional di Egypt pada 48 anak palsi serebral dengan epilepsi didapatkan bahwa prematuritas secara statistik berpengaruh terhadap kejadian palsi serebral dengan epilepsi.5

4. Kelainan pada pemeriksaan neuroimaging

Neuroimaging dapat digunakan untuk mengidentifikasi

abnormalitas struktural yang menyebabkan epilepsi.37 Selain penentuan etiologi, neuroimaging juga berguna untuk menentukan prognosis dan perencanaan tatalaksana.28 Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 didapatkan dari 47 anak palsi serebral dengan epilepsi didapatkan 40 anak mempunyai hasil neuroimaging yang abnormal. 38 Penelitian yang juga dilakukan pada tahun 2009 didapatkan 85.28 % anak dengan palsi serebral memperlihatkan kelainan pada hasil CT-Scan atau MRI dimana 44.54% memperlihatkan epilepsi. 39

5. Riwayat epilepsi pada keluarga

(12)

Negara-negara dengan kejadian perkawinan antara keluarga dekat yang tinggi seperti di Yordania, Turki dan Pakistan menyebabkan transmisi genetik epilepsi lebih tinggi dari pada ditempat lain. Riwayat epilepsi dalam keluarga pada pasien dengan palsi serebral akan meningkatkan risiko terjadi epilepsi.40

6. Riwayat Infeksi Susunan saraf pusat

(13)

2.5. Kerangka Konseptual

Palsi serebral

Epilepsi

Riwayat Kejang Neonatus

Riwayat infeksi susunan saraf pusat Onset Kejang Pertama

Usia gestasi

Riwayat epilepsi di keluarga

= Yang diteliti

Gambar 2.5 Kerangka konseptual

Kelainan neuro

imaging

Kerusakan Otak masa perinatal Kerusakan Otak masa postnatal Kerusakan Otak Pada Prematuritas Abnormalitas Perkembangan Faktor risiko prenatal

Gambar

Gambar 2.5   Kerangka konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Masalah penelitian yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah karena adanya perbedaan penerapan akad pembiayaan take over antara yang dilakukan perbankan syariah dengan

Transaksi murabahah merupakan salah satu kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank Syariah, namun mengingat prinsip yang mendasari transaksi tersebut adalah jual beli,

In this section, outline of the recursive O(n) forward dynamics algorithm implemented in Recursive Dynamics Simulator (ReDySim) solver and used for the simulation of chains

STUD1 TENTANG TINGKAT PENDAPATAN DAN PEMASARAN SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA TEMPAT PELELANGAN.. IKAN (TPI) Dl KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KODYA

Itu berarti seseorang dengan nAch. yang besar adalah orang yang berusaha berbuat sesuatu. Misalnya dalam penyelesaian tugas yang dipercayakan kepadannya, lebih

Sesuai dengan data yang telah dilangsir dari pihak Bapemas mengenai angka penggunaan KB aktif pada masyarakat kota Surabaya yang memang cukup rendah, kemudian menggagas program

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan Key Performance Indicator (KPI) untuk menghasilkan standar penilaian kinerja dalam melakukan penilaian terhadap pemeliharaan

Pengelolaan sumber daya manusia yang baik dibutuhkan dalam upaya untuk menciptakan semangat kerja yang tinggi bagi karyawan dalam suatu perusahaan, diantaranya mencakup