• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara hukum.1 Sebagai sebuah negara hukum,

Indonesia menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar untuk

menegakkan hukum yang berkeadilan, berkemanfaatan dan berkepastian.2 Indonesia

memiliki beraneka ragam peraturan perundang-undangan, baik yang mengatur bidang

privat maupun publik. Peraturan perundang-undangan tersebut, sebagian besar

merupakan produk peraturan yang berlaku pada zaman kolonial atau penjajahan.

Pemberlakuan ini bertujuan agar tidak terjadi kekosongan hukum.3

1

Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum di Indonesia. Lihat Majelis Pemusyawaratan Rakyat Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sesuai Dengan Urutan Bab, Pasal, Dan Ayat, (Jakarta: Secretariat Jenderal MPR Rl, 2010), hal. 46-48

2

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Grafika, 2006), hal. 19. Penegakan hukum merupakan dilema bangsa kita baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Lihat Runtung,

Pemberdayaan Mediasi sebagai ahernatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Adat Pada Fakultas Hukum USU, (Medan: USU Press, 2006), hal. 2

3

(2)

Salah satu produk peraturan dari zaman kolonial tersebut ialah bidang hukum

acara perdata.4 Dalam hukum acara perdata Indonesia terdapat 2 (dua) buah peraturan

perundangan, yaitu :5

1. Herziene Indonesiche Reglement (H.I.R);

2. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (R.Bg).

H.I.R dan R. Bg memiliki beberapa bab atau pasal-pasal, salah satunya perihal

alat bukti. Berikut merupakan alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 164 H.I.R, 284

R.Bg dan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: 6

1. Surat

2. Saksi

3. Persangkaan

4. Pengakuan

5. Sumpah

4 Selain hukum acara perdata bidang hukum lain yang masih berlaku adalah hukum tata

negara, hukum administrasi negara, hukum perdata hukum pidana, hukum acara pidana. Lihat C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 176-177.

5

Selain 2 (dua) peraturan perundangan hukum acara perdata diatas sebelumnya terdapat 1 (satu) lagi peraturan perundanan yang sudah tidak berlaku lagi, dimana pada zaman kolonial berlaku bagi golongan eropah yang disebut B.Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering). H.I.R berlaku untuk daerah Jawa dan Madura sedangkan R.Bg berlaku untuk daerah Ambon, Aceh, Sumatera Barat, Palembang, Bali Kalimantan, Minahasa dan lain-lain. Lihat K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata: RBG/HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 13-15

6

(3)

Adanya 5 (lima) alat bukti di atas dalam sistem hukum Indonesia bukan

merupakan keburukan. Walaupun pengaturan alat bukti merupakan peralihan dari

hukum kolonial atau penjajah. Akan tetapi, jika merujuk kepada era atau zaman

demokrasi yang penuh dengan tuntutan dari masyarakat agar dilakukan reformasi

terhadap aturan-aturan hukum sebagai akibat ketertinggalan hukum dari

perkembangan masyarakat7 sehingga perlu diciptakan pengaturan baru mengenai

alat-alat bukti yang sesuai dengan perkembangan masyarakat.8

Perkembangan masyarakat di atas, tidak terlepas dari perkembangan

teknologi. Perkembangan teknologi ditambah arus globalisasi9 yang begitu deras

telah menghasilkan gelombang informasi yang berkecepatan tinggi (very speed)

kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat Indonesia10

7

Dedi Harianto, Perubahan Hukum Dan Masyarakat, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah Sosiologi Hukum Program S2 Ilmu Hukum Pasca Sarjana USU, 22 November 2011), hal. 13. Tertinggalnya hukum terhadap bidang-bidang lainnya baru terjadi apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan-keutuhan masyarakat pada suatu ketika tertentu, apalagi perubahan-pembahan dibidang-bidang lainnya telah melembaga serta menunjukkan suatu kemantapan. Lihat Jusmadi Sikumbang,

Mengenal Sosiologi Dan Sasiologi Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010), hal. 227

8

Dalam setiap perubahan sosial pada dasarnya akan mempengaruhi perkembangan hukum

(social movement effect the development of law). Lihat Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum,

(Medan: PT. Sofmedia, 2009), hal. iii

9

Globalisasi menurut pandangan sebagian orang ialah meienyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain. Sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Lihat M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik Hukum, Edisi 2, (Medan: PT. Sofmedia, 2011), hal. 221-226

10

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Buku Kesatu,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 274

. Hal ini membawa

(4)

khususnya hukum acara perdata. Alat bukti baru yang dikenal dengan nama alat bukti

elektronik.

Menurut Naniek Suparni, pengakuan keabsahan alat bukti elektronik

dalam skala internasional telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan

berbagai negara dengan mengeluarkan aturan e-commerce (transaksi elektronik),

antara lain :11

1. Uncitral Model Law on Electronic Commerce yang menetapkan beberapa prinsip hukum, yaitu:

a. Segala informasi elektronik dalam bentuk data elektronik dapat dikatakan memiliki akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum;

b. Dalam hal hukum mengharuskan adanya sesuatu informasi maka harus dalam bentuk tertulis, harus dianggap memenuhi syarat untuk itu;

c. Dalam hal tanda tangan maka sesuatu tanda tangan elektronik merupakan tangan tangan yang sah;

d. Dalam hal ketentuan pembuktian dari data yang bersangkutan dari data massage memiliki kekuatan pembuktian.

2. Singapore Electronic Transaction tahun 1998, menggariskan masalah hukum yang berkaitan dengan e-commerce:

a. Tidak ada perbedaan antara data elektronik dengan dokumen kertas; b. Suatu data elektronik dapat digantikan suatu dokumen tertulis; c. Para pihak dapat melakukan kontrak secara elektronik;

d. Suatu data elektronik dapat merupakan alat bukti dipengadilan;

e. Jika suatu data elektronik telah diterima oleh para pihak maka harus bertindak sebagai mana kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.

Di Indonesia alat bukti elektronik secara khusus diatur dalam Undang-Undang

No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE).12

11

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), hal. 173

12

(5)

Akan tetapi, sebelum lahir Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik pada tanggal 14 Januari 1988 berdasarkan surat Ketua

Mahkamah Agung kepada Menteri Kehakiman No. 39/TH/88/102/Pid yang berisi

pengakuan micro-film sebagai alat bukti.13

Elektronik dibuat dengan berbagai dasar pikiran bahwa : pertama, pembangunan nasional sebagai suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat; kedua, globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat infonnasi dunia senmgga mengnaruskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Infonnasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa; Ketiga, perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru; Keempat, penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Infonnasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional; Kelima, pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat; Keenam, pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Infonnasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Lihat Penjelasan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

13

Sebelum lahir Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang memuat tentang alat bukti elektronik, telah ada pengakuan terhadap micro-film oleh Mahkamah Agung sebagai alat bukti walaupun dasar hukumnya saat itu bukan peraturan perundang-undangan. Lihat Heru Supraptomo, Hukum Dan Komputer, (Bandung: Alumni, 1996), hal. 161

Micro-film yang pengaturannya terdapat

dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan berfungsi

untuk menyimpan dokumen sebuah perseroan antara lain akta pendiriannya yang

dihasilkan secara elektronik. Hal ini membawa dampak kepada proses pendaftaran

(6)

(SISMINBAKUM) yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, sah sebagai alat bukti.14

Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, alat bukti elektronik dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : “informasi elektronik

dan dokumen elektronik”. Lahirnya alat bukti elektronik ini paling tidak telah

menjangkau kemajuan atau perkembangan teknologi.

15

Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik menggunakan kata "alat bukti yang sah",

berarti dalam sebuah perkara khususnya perkara perdata hakim dalam mengadili

harus dan selalu memerlukan pembuktian yang alat buktinya memiliki kepastian Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik berbunyi:

"(1) Infomasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia".

14

Lihat Rr. Nadia Maha Dewi, Praktek Penyelesaian (Pengesahan, Persetujuan, Pelaporan,

PemberitahuanAnggaran Dasar Perseroan Terbatas Melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) Oleh Notaris Kabupaten Semarang, (Semarang: Tesis S2 Universitas Diponegoro,

2006), hal. 116-117

15

(7)

hukum. Dengan kata lain alat bukti tersebut diakui keabsahannya dalam hukum

positif Indonesia.

Informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah

dalam hukum acara khususnya acara perdata, di antara kedua alat bukti tersebut

dokumen elektronik yang paling menarik. Hal ini disebabkan karena dokumen

elektronik yang bersifat paperless (tanpa menggunakan kertas) semula bersifat

paperbased (menggunakan kertas) maksudnya dahulu sebelum perkembangan

teknologi yang begitu pesat seperti sekarang, dokumen dibuat dengan menggunakan

kertas sehingga jika terjadi sengketa maka ia tergolong alat bukti tertulis atau surat.

Dimana dalam perkara perdata bukti surat atau bukti tulisan merupakan bukti yang

utama.16

Dokumen elektronik yang bersifat paperless (tanpa menggunakan kertas),

pada putusan pengadilan diakui sebagai alat bukti. Ini dapat dilihat dalam Putusan

Pengadilan Tinggi Denpasar No. 150/PDT/2011/PT.Dps yang mengakui email

sebagai alat bukti yang sah. Di mana email merupakan salah satu wujud dari

dokumen elektronik. Namun, dalam putusan tersebut foto yang merupakan bagian

dari dokumen elektronik tidak dianggap sebagai alat bukti. Hal ini sama dengan Keutamaan ini disebabkan karena dalam surat dibuat untuk membuktikan

keadaan atau peristiwa atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang.

16

(8)

Putusan Pengadilan Agama Bondowoso No. 1537/Pdt.G/2011/PA.Bdw, yang

menyatakan rekaman suara tidak dapat dijadikan alat bukti dipengadilan yang mana

rekaman suara juga merupakan salah satu dokumen elektronik. Kedua putusan

tersebut mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dalam dokumen elektronik

sebagai alat bukti yang mana telah diatur keabsahannya dalam Undang-Undang No. 11

Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dibahas persoalan hukum

terkait tentang dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam perspektif pembaruan

hukum acara perdata Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan untuk memberikan batasan

penelitian maka disusun beberapa permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar pengaturan penggunaan dokumen elektronik sebagai alat

bukti dalam hukum acara perdata di Indonesia?

2. Apakah kriteria-kriteria yang dapat menjadikan dokumen elektronik sebagai

alat bukti dalam hukum acara perdata menurut Undang-Undang No. 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

3. Bagaimana kedudukan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam

(9)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pengaturan penggunaan dokumen

elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata di Indonesia;

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kriteria yang dapat menjadikan dokumen

elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata menurut

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan dokumen elektronik sebagai

alat bukti dalam pembaruan hukum acara perdata Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bahan atau informasi

pengembangan ilmu pengetahuan tentang dokumen elektronik sebagai alat

bukti dalam hukum acara perdata Indonesia.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi

pemerintah dan DPR dalam rangka kebijakan dan langkah-langkah terkiat

(10)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang

pernah dilakukan secara khusus di Universtias Sumatera Utara, maka penelitian

dengan judul “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan

Hukum Acara Perdata Indonesia” belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan

permasalahan yang sama.

Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut:

Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara

Perdata Indonesia yang pernah dilakukan Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, yaitu:

1. Jun Cai, Nim: 992105112, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis, Keabsahan

Kontrak Elektronik Menurut Hukum Di Indonesia, dengan Rumusan Masalah :

a. Bagaimanakah keabsahan suatu kontrak elektronik (e-contract) berdasarkan

hukum Indonesia?

b. Hal-hal apakah yang jadi penghambat suatu kontrak elektronik agar dikatakan

sah menurut hukum?

c. Dapatkah kontrak elektronik diterima sebagai alat bukti yang sah menurut

(11)

2. Edy Siong, Nim: 087005003, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis, Rekaman

Elektronik sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Rezim Anti Pencucian Uang,

dengan Rumusan Masalah :

a. Bagaimana ketentuan pembuktian dalam hukum acara pidana di Indonesia?

b. Bagaimana ketentuan pembuktian dalam tindak pidana pencucian uang?

c. Bagaimana kedudukan rekaman elektronik sebagai alat bukti dalam tindak

pidana pencucian uang?

3. Rehulina Sitepu, Nim: 1070050, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis,

Kontrak Dagang Elektronik Sebagai Kontrak Innominat Dalam Perspektif

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan Rumusan Masalah :

a. Bagaimana keabsahan suatu kontrak dagang elektronik innominat?

b. Bagaimana hak dan kewajiban pihak-pihak yang timbul dalam kontrak dagang

elektronik?

c. Bagaimana cara pembayaran dalam kontrak dagang elektronik?

Namun demikian penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan

penelitian yang akan dilaksanakan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian

yang akan dilaksanakan adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan apabila

(12)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah salah satu bagian terpenting dalam sebuah penelitian.

Karena kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari

sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti.17 Artinya, teori digunakan

sebagai dasar untuk memberikan preskripsi atau penilaian tentang yang seharusnya,

fakta dan peristiwa.18

”Landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai sesuatu kas atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan

perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang

dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”. M. Solly Lubis menyatakan :

19

Teori yang digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis dalam penelitian

ini ialah teori positivisme hukum.20

17

Mukti Fajar N.D dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,

(Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2010), hal. 93

18 Sarantakos mengatakan teori adalah suatu set/kumpulan/koleksi/gabungan proposisi yang

secara logis terkait satu sama lain dan diuji serta disajikan secara sistematis. Lihat Budiman Ginting,

Teori Hukum, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah Teori Hukum Program S2 Ilmu Hukum Pasca Sarjana USU, 16 Januari 2012), hal. 1-2

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80 Positivisme hukum mengajarkan mengenai

20 Dalam teori positivisme hukum dikenal ada 2 (dua) teori besar yang terdapat didalamnya.

(13)

hukum adalah perintah, kemudian analisis terhadap konsep-konsep hukum tersebut

merupakan usaha yang berharga untuk dilakukan sehingga keputusan-keputusan

dapat dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada terlebih dahulu

tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas sehingga

penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan yang pada akhirnya membawa

kepada hukum sebagaimana diundangkan senantiasa dipisahkan dari hukum yang

seharusnya diciptakan.21 Hal ini menggambarkan secara jelas, positivisme hukum

memisahkan antara hukum dan moral. Hukum sama sekali tidak bersumber dari alam

seperti moral sehingga hukum disetiap daerah berbeda satu sama lain tidak seperti

yang dimaksud oleh hukum alam yang memiliki sifat yang tetap dan tidak

berubah-ubah dimana-mana juga dan pada waktu apapun juga.22

“Law is a command set, either directly or circuitously, by a sovereign individual or body, to a mamber or members of some indepent political society in which his authority is supreme”, (hukum adalah seperangkat perintah, kat yang merupakan masyarakat politik yang merdeka dimana otoritasnya atau pihak baik langsung atau tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakat yang berkuasa merupakan otoritas tertinggi).

John Austin mengatakan :

23

Teori Hukum Murni (Pure Theory Of Law) oleh Hans Kelsen. Lihat Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Teori Hukum, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah Teori Hukum Program S2 Ilmu Hukum Pasca Sarjana USU, 14 Desember 2011), hal. 35-36

21

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 267-268 22 C.S.T. Kansil, Op.Cit, hal. 59

23 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan

(Judicialprudance) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudace), (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2014), hal. 56

(14)

Hans kelsen mengatakan :

”Law is a coercive order of human behavior, it is the primary norm which

stipulates the sanction”, (hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap perilaku

manusia, hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi).24

Kedua pendapat tokoh di atas, jelas mengandung makna bahwa positivisme

hukum adalah perintah yang tertuang dalam undang-undang. Setiap proses

penyelesaian sebuah sengketa harus berpedoman pada undang-undang.

Undang-Undang merupakan pedoman penuh para penegak hukum termasuk hakim. Maka

dapat dikatakan bahwa dalam positivisme hukum yang terpenting ialah persoalan

hukum yang “ought (yang seharusnya ada)”, bukan persoalan hukum yang “is (yang

ada)”,25

Secara lebih ringkas ajaran-ajaran yang terdapat dalam positivisme

hukum, yaitu :

sehingga dalam masalah hukum sama sekali tidak memperhatikan penyebab

terjadinya sebuah perbuatan, misalnya seseorang membunuh maka karena membunuh

ia harus dijatuhkan sanksi dengan berat, tidak perlu dicari penyebabnya apakah ia

membunuh karena membela diri atau tidak.

26

a. Hukum adalah seperangkat perintah;

b. Yang dibuat oleh penguasa tertinggi (negara); c. Ditujukan kepada warga masyarakat;

d. Hukum berlaku lokal (dalam yuridiksi negara pembuatnya);

24 Ibid

25 Ibid, hal. 63-64

26

(15)

e. Harus dipisahkan dari moralitas;

f. Selalu tersedia sanksi eksternal bagi pelanggar hukum.

Teori positivisme di atas masih dapat dilihat dalam sistem hukum di

Indonesia, khususnya pada bidang hukum perdata untuk penggunaan alat bukti di

pengadilan. Alat bukti dalam hukum acara perdata Indonesia secara umum masih

bergantung pada Pasal 164 H.I.R, 284 R.Bg jo Pasal 1866 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Alat-alat bukti tersebut di atas merupakan alat bukti yang pengaturannya

terdapat pada hukum kolonial belanda yang dibawa ke Indonesia.27

Munculnya dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata

maka dalam proses penyelesaian sengketa dipengadilan bila terdapat para pihak

mengajukannya sebagai alat bukti seharusnya sesuai konteks positivisme hukum

maka para penegak hukum harus mempertimbangkannya secara maksimal sesuai Penggunaan

hukum kolonial tersebut masih berlaku sampai sekarang sehingga dalam prakteknya

Indonesia juga menganut sistem Eropa Kontinental dalam beracara untuk sengketa

keperdataan dimana sistem ini mengedepankan positivisme hukum sebagai proses

penegakan hukum. Dalam perkembangan hukum di Indonesia memiliki pengaturan

baru perihal alat bukti dalam hukum acara khusunya hukum acara perdata, yaitu

munculnya dokumen elektronik sebagai alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang

No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

27

(16)

pengaturan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini ialah teori penemuan

hukum. Teori penemuan hukum digunakan untuk memberikan penjelasan tentang

bagaimana dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata.

Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau

petugas-petugas lainnya yang diberi tugas untuk melaksanakan hukum terhadap

peristiwa-peristiwa konkrit.28

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Di Indonesia sangat diperbolehkan dilakukan penemuan hukum. Hal ini

didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, berbunyi :

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, berbunyi :

28 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT.

(17)

Kedua bunyi pasal jelas menerangkan bahwa jika terdapat sebuah peristiwa

yang belum ada pengaturannya maka pengadilan atau hakim tidak boleh menolaknya

atau sebuah perbuatan sudah terdapat pengaturannya akan tetapi masih terdpat

kekaburan dalam bunyi pasal-pasalnya maka hakim harus menggali atau mengikuti

atau memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Melihat hal di atas maka terdapat pergeseran teori positivisme hukum di

Indonesia, dimana terjadi pemasukan unsur moral didalamnya. Hal ini terlihat dalam

Pasal 4 ayat (1) yang terkandung kata “hukum” dan Pasal 5 ayat (1) pada kalimat

“nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” Undang-Undang

No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka hal tersebut dapat pula

merujuk pada hukum adat yang cenderung bersumber pada moral. Hal ini tentu telah

memperbarui teori positivisme yang ada di Indonesia dan sifatnya tidak terbantahkan

karena berdasarkan teori positivisme undang-undang adalah sumber dari penegakan

hukum maka ketentuan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman juga harus ditegakkan secara penuh.

Penggunaan alat bukti dokumen elektronik pada hukum acara perdata, teori

penemuan hukum sangat membantu karena pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak menyebutkan perihal kekuatan

pembuktian dokumen elektronik sehingga nanti jelas kedudukan dokumen elektronik

(18)

2. Konsepsi

Penggunaan konsepsi dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari

penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam

merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional.29

a. Dokumen elektronik

Adapun definisi

operasional yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau

didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat

dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.30

b. Teknologi informasi

Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan/atau menyebarkan

informasi.31

29

Universitas Sumatera Utara, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 72

30

Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

31

(19)

c. Pembaruan

Pembaruan adalah proses, cara, perbuatan membarui.32

Pembaruan hukum adalah usaha untuk lebih meningkatkan dan

meyempurnakan pembangunan hukum nasional. d. Pembaruan hukum

33

Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses

penyelesaian perkara perdata melalui hakim (pengadilan) sejak dimasukkannya

gugatan, dilaksanakannya gugatan, sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.

e. Hukum acara perdata

34

f. Alat bukti

Alat bukti adalah adalah bermacam-macam bentuk dan jenis yang mampu

memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan dipengadilan

mana diajukan untuk membenarkan dalil gugatan dan bantahan.35

32 Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hal. 142

33

Abdul Manan, Op.Cit, hal. 14

34

Akmaluddin Syahputra, Hukum Acara Perdata: Panduan Praktis Beracara Di Pengadilan, (Medan: Wal Ashri Publishing, 2008), hal. 1

35

(20)

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah.

Selain itu, penelitian juga dapat digunakan untuk menentukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh

pemecahan masalah atau mendapat jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang

dirumuskan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis, metodologi yang

merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya

pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan

yang menjadi induknya.36

Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan “penelitian hukum adalah

kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau gejala hukum tertentu dengan jelas

menganalisanya”.

Pada penelitian hukum ini, jelas bahwa bidang ilmu

hukum yang menjadi landasan ilmu pengetahuan induknya. Oleh karena itu,

maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum.

37

36 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumateri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2006), hal. 9

37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonessia Press,

2006), hal. 43

Agar mendapat hasil yang lebih maksimal maka akan dilakukan

(21)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian mengenai “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam

Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia” merupakan penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma

hukum yang sesuai atau berkaitan dengan dokumen elektronik dalam hukum acara

perdata, yang terdapat dalam Herziene Indonesiche Reglement/Rechtsreglement voor

de Buitengewesten (H.I.R/R.Bg), dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang

Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE).38

Penelitian hukum normatif merupakan prosedur penelitian untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian

normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai suatu sistem norma yang

digunakan untuk memberikan justifikasi prespektif tentang suatu peristiwa hukum.

Penelitian ini dilakukan dengan maksud memberikan argumentasi hukum sebagai

dasar penentu, apakah sesuatu penstiwa sudah benar atau salah serta bagaimana

sebaliknya peristiwa itu menurut hukum.39

38

Zainuddin Ali, Metode Penelitian hukum, (Jakata: Sinar Grafika, 2010), hal. 12-105

39

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, hal. 146

Penelitian hukum normatif ini

dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aprroach).

Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aprroach) adalah penelaahan

(22)

sedang ditangani40

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, merupakan metode yang dipakai

untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung yang

tujuannya agar dapat memberikan data mengenai objek penelitian sehingga mampu

menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

, yaitu “kedudukan dokumen elektronik dalam pembaruan hukum

acara perdata Indonesia”.

41

Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder

yang dapat diperoleh dari studi kepustakaan

Dalam penelitian ini metode

deskriptif analisis digunakan untuk memberikan gambaran atau suatu fenomena yang

berhubungan dengan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam perspektif

pembaruan hukum acara perdata Indonesia yang ditinjau dari H.I.R/R. Bg dan

Undang-Undang ITE.

2. Sumber Data

42

a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang

mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian

, maka di dalam penelitian hukum

normatif yang termasuk data sekunder, yaitu:

43

40

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 93

41

Wiranto Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Transito, 1978), hal. 132

42 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 23-24

(23)

1) H.I.R/R. Bg;

2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

3) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem

dan Transaksi Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka

yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer44

1) buku-buku;

2) Jurnal;

3) Majalah;

4) Artikel;

5) dan berbagai tulisan lainnya.

yang terdiri dari :

c. Bahan hukum Tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder45

1) kamus;

, seperti:

2) Berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan dokumen elektronik dan

hukum acara perdata.

43 Ibid, hal. 13 44 Ibid 45

(24)

3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena

dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya

dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam

penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan (library research)46

Selain itu, juga akan dilakukan wawancara kepada informan yang

pelaksanaannya secara terarah (directive interview).

dan wawancara. Studi kepustakaan digunakan terutama untuk mengumpulkan

data-data melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,

tulisan-tulisan pakar hukum, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian yang

berkaitan dengan penulisan ini.

47

46 Studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya:

a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang digunakan;

b) Sebagai sumber data sekunder;

c) Mengetahui historis dan perspektif dari permasalhan yang digunakan;

d) Mendapatkan Informasi tentang cara evaluasi atauanalisis data yang dapat digunakan;

e) Memperkaya ide-ide baru;

Mengetahui siapa saja peneliti lain dibidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut.

Lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 112-113

47

Ronny Hanitijo Soemitro,Op .Cit, hal. 55

(25)

dengan mengutamakan segi kompetensi ilmu yang diperkirakan sarat dengan

informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yang dianggap sesuai, yaitu : hakim di

Pengadilan Negeri dan hakim di Pengadilan Agama.

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke

dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.48 Analisis data yang akan

dilakukan secara kualitatif, yaitu prosedur penelitian yan menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.49 Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam

menganalisis permasalahan yang akan dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik

kesimpulan. Sehingga bahan berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisis

secara kualiatif dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan yang

dilakukan secara deduktif50

48

Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategoridan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280

49 Ibid, hal. 3

, pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian

ini.

50 Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulannya suami dan istri, masing-masing dari keduanya bercampur dengan yang lain dan saling pegang serta tidur-meniduri, maka amatlah sesuai bila diringankan bagi

Realisasi usaha proses produksi, penanganan pasca panen, atau usaha budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, atau Pasal 13 untuk yang menggunakan Hak

lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi.. kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai

[r]

POTENSI RUMPUT GAJAH (Pennisetum Purpureum'S UNTUK PAKAN TERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG.. E.D.Purbajanti,

Pada baja yang tidak diberi perlakuan ketahanan korosinya sangat baik ini terlihat dari pengurangan massa dari hasil uji weight loss, sebesar 0.2mg, sedangkan pada

Dampak dari keinginan yang belum terwujud ini, membuat hampir seluruh kelompok feminis liberal Amerika Serikat akhirnya bangkit kembali untuk memperjuangkan hak-hak

Dengan kata lain, bila batang arrow berada didalam salah satu lock-box, maka batang wesel tidak dapat bergeser, sehingga lidah wesel berada pada posisi yang ditetapkan. Bila