• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAANTAKE OVERPEMBIAYAANDI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

A. Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri 1. Tinjauan Umum tentang Bank Syariah Mandiri

Krisis ekonomi dan moneter yang berlangsung sejak Juli 1997 dan

kemudian disusul dengan krisis multidimensi termasuk di panggung politik

Nasional telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap

dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri Perbankan Nasional yang

didominasi oleh Bank-bank Konvensional mengalami krisis yang luar biasa.

Sebagai akibat dari peristiwa tersebut, Pemerintah akhirnya mengambil

tindakan dengan cara merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank

di Indonesia. Pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat Bank antara

lain yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo

dimerger menjadi satu Bank baru yang diberi nama dengan PT Bank Mandiri

(Persero) dan diresmikan pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan

tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

sebagai pemilik mayoritas dari PT. Bank Susila Bakti.

Setelah diberlakukannya Undang-undang No. 10 tahun 1998, yang

memberi peluang Bank Umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking

(2)

Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukkan Tim ini bertujuan untuk

mengembangkan layanan Perbankan Syariah di kelompok perusahaan Bank

Mandiri. Oleh karena itu, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera

mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB

berubah dari Bank Konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan

Prinsip Syariah yang diberi nama dengan PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana

tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.

Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi Bank Umum Syariah dikukuhkan

oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/KEP.BI/1999

pada tanggal 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi

Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999. Bank Indonesia (BI)

telah menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.

Sesuai dengan Keputusan Bank Indonesia tersebut, maka PT Bank Syariah

Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau

bertepatan dengan tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir,

tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha

dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni

antara idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu

keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di Pebankan Indonesia

(3)

Visi Bank Syariah Mandiri : “Menjadi Bank Syariah “terpercaya” pilihan mitra

usaha.

Berdasarkan rumusan visi diatas maka rumusan misi PT Bank Syariah

Mandiri terdapat 5 butir yaitu sebagai berikut:

1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan.

2. Mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan

pada segmen UMKM.

3. Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja

yang sehat

4. Mengembangkan nilai-nilai Syariah universal.

5. Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.

Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri menganut prinsip

berdasarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR tanggal

19 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah, yang meliputi: 1)

prinsip titipan atau simpanan, 2) prinsip bagi hasil, 3) prinsip jual beli, 4) prinsip

sewa, dan 5) prinsip jasa.

1) Prinsip titipan atau simpanan, adalah akad penitipan barang atau uang antara

pihak yang mempunyai uang atau barang dengan pihak yang diberi

kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta

(4)

a. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang di mana

pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang

yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau

kehilangan barang atau titipan yang bukan diakibatkan kelalaian

penerima titipan.

b. Wadi’ah Yad Damanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana

pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang

dapat memanfaatkan barang atau titipan dan harus bertanggung jawab

terhadap kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan

keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang

tersebut menjadi hak penerima titipan.39

2) Prinsip Bagi Hasil, yaitu suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan

kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana

masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang

diberikan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara

bank dan nasabahnya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari :

a. Al-Musyarakah: Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk

suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan

(5)

b. Al-Mudharabah: Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak

pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).

c. Al-Muzara’ah: Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan

penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada

penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian

tertentu (persentase) dari hasil panen.

d. Al-Musaqah: Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana

penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.

Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

3) Prinsip Jual Beli, suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank

sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk

pembiayaan, baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga

termasuk kegiatan usaha jual beli, dimana dilakukan pada waktu bersamaan

baik antara penjual dengan bank maupun antara bank dengan nasabah sebagai

pembeli, sehingga bank tidak memiliki persediaan barang yang dibiayainya.

Berdasarkan jenisnya terdiri dari:

a. Al- Murabahah: Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk

(6)

tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara

pesanan.

b. Al-Salam: Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya

diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di

muka secara penuh.

c. Al-Istishna: Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima

pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan

pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan

4) Prinsip Sewa, didasarkan pada :

a. Al-Ijarah: Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.

b. Ijarah wa Iqtina: Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir)

dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang

ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepadamustajir.

5) Prinsip Jasa,suatu prinsip penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan

usaha lain bank Syari’ah yang lazim dilakukan terdiri dari:

a. Al-Kafalah: Akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan

suatu pihak kepada pihak lain sebagai pemberi jaminan (kafiil) yang

bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi

(7)

b. Al-Hiwalah: Akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank

(muhal alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta muhal alaih

untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli.

Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada

muhal alaih.Muhalakan memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan

piutang.

c. Al-Kafalah: Akad pemberian kuasa dari dari pemberi kuasa (muwakhil)

kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksankan tugas (taukil) atas

nama pemberi kuasa

d. Ar-Rahn: Akad penyerahan barang harta (markun) dari nasabah (rahim)

kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.

e. Al-Qardhul Al-Hasan: Akad pinjaman dari bank (murqidh) kepada

pihak tertentu (muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan

sesuai dengan pinjaman.

f. Sharf: Akad jual beli suatu valuta asing dengan valuta lainnya sesuai

dengan prinsip Syari’ah.

g. Ujr: Imbalan yang diminta atau diberikan atas suatu pekerjaan yang

(8)

2. Pengertian dan Jenis-jenis Pembiayaan

Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust,

yaitu ‘saya percaya’ atau ‘saya menaruh kepercayaan’. Perkataan pembiayaan

yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada

seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bankselaku shahibul

maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai

dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua

belah pihak.40Selanjutnya Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin menjelaskan bahwa

pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan bagi hasil.41

Pembiayaan dalam perbankan konvensional, biasa disebut kredit, yaitu

memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran sesuai dengan

membayar cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Kredit bisa berbentuk

barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang atau berbentuk uang

dalam hal pembayarannya menggunakan metode angsuran.42Di dalam Perbankan

Syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena Bank Syariah memiliki skema yang

40

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori ,Konsep, dan Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 698.

(9)

berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan dananya kepada nasabah

dalam bentuk pembiayaan.43

Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT,

karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. Berdasarkan UU

No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah: “Penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan

pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah

dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil.”44

Selanjutnya Ismail45 menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan aktivitas

Bank Syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang

membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi Bank Syariah, nasabah,

dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara

penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan

dana melalui pembiayaan, Bank Syariah perlu melakukan analisis pembiayaan

yang mendalam. Sifat pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi

merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan

usaha. Pembiayaan juga memiliki fungsi sebagai:

a) Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan jasa.

43

Ismail,Perbankan Syariah, Prenada Group, Jakarta, 2011, hlm. 103.

44 Muhammad Ridwan,

(10)

b) Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkanidle fund.

c) Pembiayaan sebagai alat pengendali harga.

d) Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang

ada.

Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan Bank Syariah kepada

masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah

dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus dana.46 Menurut

Adiwarman Karim, dalam menyalurkan dananya pada nasabah secara garis besar

produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:

1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli.

2) Pembiayaan dengan prinsip sewa.

3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

4) Pembiayaan dengan akad pelengkap.47

Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan

yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi

hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang

dan jasa sekaligus.

46

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 7.

(11)

Dari beberapa pengertian pembiayaan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa pembiayaan adalah aktivitas BMT dalam penyediaan dana dimana dana

tersebut didapat dari anggota yang kelebihan dana, dan disalurkan kepada pihak

yang kekurangan dana dengan kesepakatan pengembaliannya dalam jangka waktu

tertentu dan nisbah bagi hasil yang telah disepakati

Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari masyarakat

luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito dan menyalurkan

kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana.

Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang

lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan. Menurut UU No. 10 tahun 1998,

pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia

perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi

Bank Syariah. Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri terdiri dari beberapa jenis,

sebagai berikut.48

1. Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan

1) Pembiayaan Konsumtif

(12)

Pembiayaan yang diberikan oleh Bank kepada perseorangan untuk

keperluan konsumsi dan akan habis untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Bank membatasi penggunaan pembiayaan tersebut antara lain untuk

pemenuhan kebutuhan dasar seperti rumah untuk dihuni, mobil untuk

dipergunakan, dan peralatan rumah tangga. Sumber pembayaran kembali

pembiayaan berasal dari penghasilan nasabah yang bersumber dari usaha

lain dan bukan dari hasil eksploitasi barang yang dibaiyai dari fasilitas ini.

2) Pembiayaan Produktif

Pembiayaan yang diberikan dalam rangka pengolahan/pemanfaatan

sumber-sumber produksi yang dapat memberikan nilai tambah dalam

menghasilkan barang dan jasa. Termasuk dalam pembiayaan ini adalah:

a. Pembiayaan Modal Kerja

Pembiayaan jangka pendek yang diberikan untuk membiayai

kebutuhan modal-kerja suatu perusahaan. Misalnya untuk

membiayai pembelian bahan baku, siklus/perputaran usaha, modal

kerja dan pembiayaan kontraktor.

b. Pembiayaan Investasi

Pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang yang diberikan

untuk pembelian barang modal/aktiva tetap, pembiayaan proyek

baru ataupun proyek perluasan suatu perusahaan, misalnya

(13)

2. Pembiayaan Berdasarkan Cara Penggunaan

1) Cash Loan

a. Pembiayaan Umum

Antara lain pembiayaan modal kerja, pembiayaan anjak piutang,

maupun pembiayaan investasi.

b. Trade Finance

1) Pre export financing, adalah pembiayaan modal kerja yang

diberikan kepada eksportir untuk memproduksi atau pengadaan

barang dengan tujuan penjualan pasar ekspor.Pembiayaan ini harus

atas adanya irrevocable sight LC atau usance LC atau

sekurang-kurangnya purchase order(PO) atas komoditas yang akan diekspor

oleh ekspotir. Setiap penerimaan devisa ekspor akan melunasi/

menurunkanoutstandingpembiayaan.

2) L/C refinancing, adalah pembiayaan modal kerja kepada impotir

untuk pembayaran L/C impor yang diterbitkan melalui BSM.

2) Non Cash Loan

a. Trade Finance

1) L/C Impor -OpeningL/C

Pemberian fasilitas kepada debitur importir untuk melakukan

(14)

menjamin kepada pihak penerima L/C (beneficiary) atas pembayaran

L/C yang dibuka.

Fasilitas L/C Impor yang diberikan dapat berupa sight L/C (atas

unjuk) dan usance L/C (berjangka). Khusus L/C yang diterbitkan di

Indonesia dengan bank penerbit dan bank penegosiasi/pembayar ada

di Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

(SKBDN).

2) L/C Ekspor -Export Negotiation Facility

Pembiayaan yang diberikan dengan cara membeli (menegosiasikan)

dokumen ekspor yang diserahkan eksportir dengan tujuan membantu

modal kerja eksportir.

b. Bank Garansi

Adalah surat pernyataan dari bank yang menjamin applicantkepada pihak

ketiga sebagai penerima bank garansi (beneficiary guaranteed party)

bahwa apabila selama periode tertentu yang ditetapkan applicant tidak

memenuhi kewajibannya (wanprestasi) maka bank akan mengambil alih

kewajiban tersebut secarafinancial. Jenis-jenis bank garansi :

1) Bank garansi umum

Bank garansi yang diterbitkan untuk menjamin transaksi secara umum

(15)

2) Bid/tenderbond

Bank garansi yang diterbitkan untuk keperluan mengikuti tender suatu

proyek dengan ketentuan bank akan menjamin pembayaran kepada

beneficiary apabila pihak applicant tidak memenuhi kewajibannya

untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam persyaratan

tender dan atau menarik diri setelah ditunjuk sebagai Pemenang tender.

3) Advance payment bond

Bank garansi yang diberikan untuk menjamin applicantatas penarikan

sejumlah uang sebagai uang muka dari pihak yang dijamin dan akan

digunakan untuk keperluan proyek yang dimaksud dalam kontrak.

4) Peformance bond

Bank garansi yang diterbitkan dalam rangka penjaminan terhadap

pelaksanaan pekerjaan suatu proyek/transaksi oleh pihak yang dijamin

dengan ketentuan pihak bank akan membayar sejumlah uang kepada

beneficiary apabila ternyata pihak yang dijamin tidak dapat memenuhi

kewajibannya untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum

dalam Surat Perjanjian/Surat Perintah Kerja.

5) Retentian/Maintenance bond

Bank garansi yang diperlukan untuk mendapatkan sisa uang atas

(16)

uang dimaksud sebenarnya baru dibayar pihak penerima jaminan

setelah selesainya masa pemeliharaan pekerjaan.

6) Stand by L/C

Bank garansi yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas

permintaan applicant (debitur atau pihak lain yang disetujui debitur)

yang memberikan hak kepada penerima jaminan (beneficiary) untuk

mencairkan dana sejumlah yang dinyatakan dalamstandbyL/C apabila

applicant tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam

stand byL/C.

7) Shipping Guarantee

Adalah surat jaminan yang diterbitkan bank atas permintaan importir

dan ditujukan kepada Maskapai Pelayaran bahwa importir adalah

pihak yang berhak menguasai barang yang diangkut. Shipping

guarantee merupakan pengganti bill of lading (B/L) yaitu dokumen

resmi pengambilan barang.

3. Pembiayaan Berdasarkan Skim Pembiayaan

1) Pembiayaan Murabahah

a. Definisi

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan

(17)

(bank) dan pembeli (nasabah). Pembayaran dapat dilakukan sekaligus

atau cicilan dalam jangka waktu yang disepakati.

b. Aspek Syariah

1) Rukun dan SyaratMurabahah

a) Rukun Jual Beli : Penjual (Ba'i), pembeli (musytaria), objek

jual beli, harga (tsaman),ijab qabul.

b) Syarat Jual Beli

(1) Pihak yang berakad

(a) Ridha/kerelaan dua belah pihak.

(b) Punya kekuasaan untuk jual beli.

2) Barang/Obyek

(a) Barang itu ada meskipun tidak ditempat, namun ada pernyataan

kesanggupan itu.

(b) Barang itu milik sah penjual/seseorang.

(c) Barang yang diperjual belikan harus berwujud,

(d) Tldak termasuk yang diharamkan.

(e) Barang tersebut sesuai dengan pernyataan penjual,

(f) Apabila benda bergerak, maka barang itu bias langsung

dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual. Sedangkan

barang tidak bergerak bias dikuasai pembeli setelah

(18)

3) Harga

(a) Harga jual Bank adalah harga beli ditambah keuntungan.

(b) Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.

(c) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

c. Aspek Teknis

1) Murabahah dapat diterapkan pada pembiayaan untuk pembelian

barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri

(impor).

2) Murabahahtidak tepat diterapkan untuk skema pembiayaan modal

kerja permanen (permanent working capital) dimana lazim

pembiayaannya bersifat evergreenyang selalu di roll over, karena

Murabahah merupakan kontrak jangka pendek dengan sekali akad

(one short deal).

3) Barang yang boleh dibeli antara lain: rumah/gedung atau

sejenisnya, kendaraan/alat transportasi, alat-alat industry dan asset

lain yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.

4) Bank berhak menentukan supplier dalam pembelian barang.

Apabila nasabah menunjuk supplier lain, maka Bank berhak

melakukan penilaian terhadap supplier tersebut untuk menentukan

apakah supplier tersebut layak atau tidak (sesuai kriteria yang

(19)

5) Bank menerbitkan purchase order (PO) sesuai kesepakan dengan

nasabah kepada supplier agar barang tersebut dikirim ke nasabah.

6) Bank akan langsung mentransfer uang pembelian barang kepada

penjual/ supplier agar barang tersebut dikirim ke nasabah.

7) Ketentuan harga jual (pricing) ditetapkan di awal perjanjian dan

tidak boleh berubah selama waktu perjanjian. Apabila nasabah

memberikan uang muka (down payment) pada saat yang sama,

maka uang muka nasabah tersebut sudah dianggap sebagai

angsuran pertamanya. Secara otomatis pula akan mengurangi

jumlah total angsuran/kewajiban yang harus dibayar.

8) Jangka waktu Murabahah antara 1 (satu) bulan sampai dengan 5

(lima) tahun

9) Biaya-biaya yang berkaitan dengan pembiayaan Murabahah

terdiri dari:

a) Provisi

b) Biaya administrasi

c) Biaya meterai

d) Biaya Pengikatan jaminan

e) Biaya asuransi jaminan

(20)

10) Pembayaran kewajiban (angsuran pokok dan margin) dilakukan

dengan mendebet rekening nasabah di Bank Syariah Mandiri.

11) Semua biaya administrasi yang timbul akibat dari perjanjian ini

ditanggung oleh nasabah, dan diakui sebagai pendapatan Bank.

2) Pembiayaan Mudharabah

a. Definisi

Mudharabahadalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak

pertama (shahibul maal) menyediakan modal 100% sedangkan pihak

lainnya menjadi pengelola dengan keuntungan dibagi menurut

kesepakatan dimuka. Apabila terjadi kerugian maka ditanggung oleh

pemilik modal sepanjang kerugian tersebut tidak disebabkan oleh

kesalahan atau kelalaian pengelola, dalam hal ini harus dilakukan

investigasi terhadap sebab-sebab kerugian. Apabila kerugian diakibatkan

karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus

bertanggungiawab atas kerugian tersebut.

b. Aspek Syariah

1) Rukun akadMudharabahadalah:

a) Shahibul Maal/Rabbul Maal(pemilik modal).

b) Mudharib(pelaksana/pengusaha).

c) Maal(modal).

(21)

e) Hasil.

f) Ijab Qabul.

2) Syarat

a) Orang-orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak

hukum.

b) Syarat modal yang digunakan harus :

(1) Berbentuk uang (bukan dalam bentuk barang).

(2) Jelas jumlahnya.

(3) Tunai (bukan berbentuk hutang).

(4) Langsung diserahkan kepadaMudharib.

c. Aspek Teknis

1) Mudharabah dapat diterapkan pada pembiayaan modal kerja (antara

lain jenis usaha waralaba, usaha dengan pola kemitraan,

industri/manufaktur dan proyek/aktivitas eksport/impor) maupun

pembiayaan investasi khusus.

2) Dalam akad perianjian harus disebutkan dengan jelas minimal

mengenai:

a) Tujuan penggunaan modal.

b) Porsi bagi hasil (nisbah).

c) Jangka waktu pemakaian modal.

(22)

3) Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang jelas dan disepakati

bersama.

4) Modal yang disetor berupa uang tunai, jelas jenis mata uangnyadan

jelas jumlahnya.

5) Modal yang diserahkan ke Mudharib diusahakan harus 100% lump

sum. Seandainya modal diserahkan secara bertahap, maka harus jelas

tahapannya dan disepakati bersama.

6) Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Studi Kelayakan atau sejenisnya

tidak termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biaya-biaya

tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakata kedua belah pihak.

7) Bagi hasilMudharabah:

a) Bagi hasil yang diperoleh merupakan pendapatan dari pengelolaan

dana pembiayaan mudharabah. Besarnya bagi hasil sesuai dengan

nisbah yang telah disepakati.

b) Pembagian hasil harus diberikan kepada bank dan mudharib,

selain dari itu tidak berhak menerimanya,

c) Bank tidak akan menerima hasil bila terjadi kegagalan atau

wanprestasi yang bukan dilakukan oleh mudharib. Bila terjadi

kegagalan usaha dan menyebabkan kerugian disebabkan oleh

kelalaian mudharib, maka kerugian tersebut harus ditanggung

(23)

8) Pekerjaan/Usaha:

a) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun

tidak berhak mencampuri pekerjaan/usaha mudharib.

b) Penyedia dana (Bank) tidak boleh membatasi usaha/tindakan

mudharib dalam memperoleh keuntungan, kecuali di luar

perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau yang menyimpang

dari aturan syariah.

c) Mudharib harus melaporkan perkembangan usaha kepada pemilik

modal.

d) Jangka waktu proyek sesuai kesepakatan

3)PembiayaanMusyarakah

a. Definisi

Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik

modal untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara

bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan

kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai

dengan kontribusi modal. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk

pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan

dana untuk membiayai proyek tersebut.

Modal yang disetor bias berupa uang, barang perdagangan (trading

(24)

goodwill) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

Semua modal dicampur untuk dijadikan modal provek Musyarakah dan

dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam

menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana Proyek.

b. Aspek Syariah

1) Rukun

a) Pemilik modal (shahibul maal)

b) Modal (maal)

c) Proyek / usaha

d) Pelaksana Proyek (musyarik)

e) Ijab Qabul

2) Syarat

a) Jenis usaha yang dilakukan harus jelas dan tidak melanggar

syariah.

b) Modal diberikan berbentuk uang tunai atau asset yang likuid

(dapat dicairkan) dan mempunyai nilai ekonomis (economic

value).

c) Perserikatan ini merupakan transaksi yang dapat diwakilkan.

Artinya: salah satu pihak jika bertindak hokum terhadap obyek

perserikatan itu dengan ijin pihak lain, dianggap sebagai wakil

(25)

d) Hasil adalah pendapatan yang diperoleh dari harta perserikatan,

bukan dari harta lain.

c. Aspek Teknis

1) Musyarakah dapat diterapkan pada pembiayaan untuk penyediaan

modal kerja (antara lain jenis usaha pesanan (order), jenis usaha

waralaba, jenis usaha dengan pola kemitraan, jenis usaha

industri/manufaktur serta penyediaan dana untuk proyek/aktivitas

ekspor-impor).

2) Pekerjaan dan Biaya

a) Pengurus proyek boleh berasal dari pemilik modal sendiri atau

bukan pemilik modal (pihak ketiga) asalkan para pengurus

tersebut mendapat ijin resmi dari seluruh pemilik modal.

b) Biaya aktual dari usaha/proyek yang akan dilakukan dan lama

proyek tersebut harus diketahui bersama.

c) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun

tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha musyarik

kecuali di dalam akad disepakati bahwa bank memiliki hak turut

serta berperan dalam menentukan kebijakan usaha nasabah.

Penyedia dana (bank) tidak boleh membatasi usaha/tindakan

(26)

perianjian (usaha yang telah disepakati) atau yang menyimpang

dari aturan syariah.

d) Para pengurus proyek harus melaporkan perkembangan usahanya

kepada pemilik modal (sampai sejauhmana persentase progress

proyek tersebut dilaksanakan).

e) Apabila dalam pengerjaan suatu proyek (yang dibiayai oleh

Bank) tidak seluruh bagian pekeriaan dapat diselesaikan oleh

nasabah, maka dalam hal :

(1) Dimungkinkan untuk melakukan sub kontraktor atas

pengerjaan suatu proyek, dengan persetujuan baik dari Bank

maupun bouwheer. Namun demikian pertanggungjawaban

atas hasil akhir pekerjaan tersebut tetap ada pada nasabah.

Dengan demikian dalam hal proyek yang dikerjakan sub

kontraktor tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan atau pekerjaan tidak selesai tepat pada waktunya,

maka tanggung jawab atas seluruh hasil pekerjaan tersebut

tetap ada pada nasabah.

(2) Tidak dimungkinkan untuk mensub-kan pekerjaan yang akan

dibiayai Bank, oleh karena itu nasabah dilarang untuk

menunjuk pihak ketiga lainnya untuk mengeriakan proyek.

(27)

f) Bagi Hasil dan Kerugian

(1) Pembagian hasil dilaksanakan sesuai nisbah yang telah

disepakati,

(2) Bank tidak diperkenankan mengubah atau mengurangi

nisbah bagi hasil tanpa adanya kesepakatan dari para pihak

yang terlibat dalam kerjasama tersebut, termasuk apabila

terjadi perubahan komposisi modal, tidak secara otomatis

akan menambah porsi nisbah.

(3) Jika ada kerugian hendaklah ditanggung bersama oleh para

pemilik modal menurut porsi modal masing-masing.

(4) Pembagian hasil harus diberikan kepada bank dan musyarik,

selain dari itu tidak berhak menerimanya.

(5) Bank tidak akan menerima hasil bila terjadi kegagalan atau

wanprestasi yang bukan dilakukan oleh musyarik, namun

bila kegagalan usaha dan menyebabkan kerugian tersebut

disebabkan oleh kelalaian musyarik, maka kerugian harus

ditanggungmusyarik(menjadi piutang bank).

4) PembiayaanIjarah

a. Definisi

Ijarah adalah akad antara Bank (Mubljir) dengan nasabah (Musta’jir)

(28)

mendapatkan irnbalan jasa atas barang yang disewanya. Ijarah

Muntahiyyah Bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara Bank

(Mu’ajjir) dengan Nasabah (Musta'jir) yang diakhiri dengan pembelian

obyek sewa (Ma'jur).

Ada 2 macam Ijarah, yaitu : Operating Ijarah, dan Ijarah Muntahiyyah

Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina) yaitu sewa menyewa yang berkombinasi,

bila masa sewa berakhir penyewa boleh membelinya.

b. Aspek Syariah

1) Rukun

a) Penyewa (Musta'jir)

b) Pemilik Barang (Mu’ajjir)

c) Barang/Obyek sewaan (Ma'jur)

d) Harga sewa/Manfaat sewa (Ajran/Ujrah)

e)Ijab Qabul

2) Syarat

a) Kerelaan dua pihak melakukan akad

b) Barang/Obyek sewa ada manfaatnya dan :

 manfaat tersebut dibenarkan agama/halal

 manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/diperhitungkan

 manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa

(29)

c. Aspek Teknis

(1) Objek sewa yang diperbolehkan meliputi :

a) Properti

b) Peralatan (Appliances)

c) Alat Transportasi

d) Alat-alat Berat

(2) Jumlah ukuran dan jenis objek akan disewa harus diketahui jelas

serta tercantum dalam akad. Sedangkan yang tidak diperbolehkan

meliputi :

a) Perjanjian Ijarah untuk eksplorasi atau penggunaan sumber alam

seperti minyak, gas, timber, metal dan sejenisnya.

b) Transaksi yang berhubungan dengan lisensi seperti perekaman

video, manuskrip, hak patent, dan hak cipta.

c) Perjanjian mengenai tenaga kerja dan penyewaan jasa profesi,

(3) Setelah lebih masa sewa Musta’jir wajib membeli Ma’jur

(barang/obyek sewa).

(4) Musta'jirdilarang menyewakan kembali barang yang disewakan.

(5) Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama di awal perjanjian.

(6) Kewajiban Musta’jir yang dibayar setiap bulan meliputi harga sewa

(30)

(7) Jangka waktu Ijarah Muntahiyyah Bittamlik adalah antara 2 s/d 5

tahun.

(8) Nasabah yang digolongkan bermasalah diperbolehkan untuk dimintai

biaya administrasi sesuai Fatwa Dewan Pengawas Syariah BSM.

Apabila nasabah tidak mempunyai kemampuan untuk membayar

maka penyelesaiannya diputuskan oleh Direksi berdasarkan usulan

Tim Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah.

(9) Biaya asuransi barang ditanggung oleh Bank.

5) PembiayaanBai'as Salam(Salam)

a. Definisi

1) Pembelian suatu hasil produksi (komoditi) untuk pengiriman yang

ditangguhkan dengan pembayaran segera sesuai dengan persyaratan

tertentu, Atau penjualan suatu komoditi untuk pengiriman yang

ditangguhkan sebagai imbalan atas pembayaran segera.

2) Salam Paralel adalah suatu akad salam dimana pelaksanaan

kewajiban Muslam Ilaih(penjual) tergantung pada penerimaan yang

akan diperolehnya (dalam kapasitas sebagaiMuslam) dari akadsalam

sebelumnya, dimana akad salam yang kedua tidak tergantung akad

(31)

3) Tujuan Penggunaan

Produk Salam ini diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil

produksi pertanian atau peternakan atau perkebunan.

b. Aspek Syariah

1) Rukun

a) Rukun Pembeli (Muslam/Salham)

b) Penjual (Muslam Ilaih).

c) Hasil Produksi/Barang yang diserahkan (Muslam Fihi)

d) Harga (Ra'su Al Maali as Salam)

e)Ijab Qabul(Shigat)

2) Syarat

a) Pihak yang berakad harus ridha kedua belah pihak dan tidak ingkar

janji serta harus cakap hukum.

b) Hasil produksi yang akan dibeli (dipesan) harus jelas seperti jenis,

ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.

c) Hasil produksi tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang

syariah atau menimbulkankemudharatan.

d) Harga jual dan masa penyerahan harus jelas dan dicantumkan dalam

(32)

e) Modal yang diberikan dalam bentuk barang atau manfaat harus

diukur berdasarkan nilai wajarnya (fair value) dari barang atau .

manfaat yang akan diberikan kepada nasabah.

f) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

g) Pembayaran salam harus diakui pada saat modal Salamdibayarkan

kepadamuslam ilaih,

h) Transaksi salam paralel harus diakui ketika Bank menerima modal

salam dari nasabah kedua.

c. Aspek Teknis

(1) Tujuan salam untuk pembelian hasil produksi pertanian atau

perkebunan atau peternakan.

(2) Hasil produksi/barang harus diketahui jelas ciri-cirinya dan bersifat

umum seperti: jenis (type), macam (kind), ukuran (size), mutu

(quality) dan banyaknya (quantity).

(3) Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan ciri-ciri yang

diminta, apabila terjadi kekeliruan atau cacat maka produsen harus

bertanggung jawab.

(4) Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh

berubah selama waktu perjanjian.

(5) Jangka waktu salam adalah untuk jangka pendek.

(33)

6) PembiayaanIstishna'

a. Definisi

Bai' al Istishna' adalah akad jual beli barang (Mashnu) antara pemesan

(Mustashni’) dengan penerima pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga

barang pesanan disepakati diawal akad dengan pembayaran dilakukan

secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai

Shani' kemudian menunjuk pihak lain untuk membuat barang (Mashnu)

maka hal ini disebutIstishna-Paralel.

b. Aspek Syariah

1) Rukun

a) Barang/obyek jual beli (Mashnu)

b) Pemesan (Mustashal)

c) Penerima pesanan (Shani’)

d) Harga (Tsaman)

e)Ijab Qabul

2) Syarat Jual Beli

a) Pihak yang berakad ridha dua belah pihak dan punya kekuasaan

untuk jual beli

b) Barang/objek harus jelas jenisnya, tipenya, kualitas/spesifikasinya,

kuantitasnya (berapa jumlah atau berat objek tersebut) serta tidak

(34)

c. Aspek Teknis

(1) Istishna' umumnya dapat diterapkan pada pembiayaan proyek:

pembiayaan kontraktor, proyek perumahan, proyek industri, proyek

transportasi jalan tol,. proyek komunikasi, proyek listrik/energi,

proyek pertambangan, dan lain-lain.

(2) Barang yang boleh dibeli berupafixed asset/aktiva tetap seperti:

a) Pembanganan/renovasi rumah, gedung atau sejenisnya

b) Pemesanan (indent) kendaraan/alat transportasi.

c) Pemesanan alat industri, hasil-hasil garmen/konveksi.

d) Pemesanan asset lain yang tidak bertentangan dengan syariah dan

disetujui Bank.

(3) Bank berhak menentukan supplierdalam pembelian barang. Apabila

nasabah menunjuk supplier lain, maka Bank berhak melakukan

penilaian terhadap supplier tersebut untuk menentukan apakah

supplier tersebut layak atau tidak (sesuai kriteria yang ditetapkan oleh

Bank).

(4) Ketentuan harga jual (pricing) ditetapkan di awal perjanjian, dan

harga tidak bisa dinaikkan atau diturunkan karena perubahan harga

(35)

(5) Perubahan harga dimungkinkan atas kesepakatan bersama bila terjadi

perubahan material pada mashnu’ atau karena

kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa diramalkan.

(6) Apabila nasabah memberikan uang muka (down payment) pada saat

yang sama, maka uang muka nasabah tersebut sudah dianggap

sebagai angsuran pertamanya.

Secara otomatis pula akan mengurangi jumlah total angsuran/

kewajiban yang harus dibayar. Akad jual beli yang dibuat antara

Bank dengan nasabah tetap berpedoman kepada harga jual beli awal

yang telah disepakati.

(7) Jangka waktu pembiayaan Istishna' antara 1 (satu) bulan sampai

dengan maksimum 10 (sepuluh) tahun.

(8) Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah.

7) Wakalah

Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muwakkil)

kepada penerima kuasa (Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil)

atas nama pemberi kuasa.

Implementasi Wakalah di Bank Syariah Mandiri telah diterapkan dalam

pemberian fasilitas penerbitan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

(36)

8) Kafalah a. Definisi

Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak

kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas

pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.

Jenis-jenisKafalah:

1)Kafalah Bi An Nafs

Akad memberikan jaminan atas diri dari si penjamin (personal

guarantee). Bank sebagai Juridical Personality dapat memberikan

jaminan untuk maksud-maksud tertentu.

2)Kafalah Bi Al Mal

Adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Atas

jaminan yang diberikan, bank berhak menarik imbalanfeetertentu dari

nasabah.

3)Kafalah Bit Taslim

Dilakukan untuk menjamin dikembalikannya barang sewaan pada

akhir masa kontrak. Hal ini dapat dilakukan antara bank dengan

leasing company terkait atas nama nasabah dengan mempergunakan

(37)

4)Kafalah Al Munjazah

Jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau

dihubungkan dengan maksud-maksud tertentu.

5)Kafalah Al Mualaqah

Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari Kafalah Al

Munjazah dimana jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan

tertentu. Dalam dunia perbankan umum, jaminan jenis ini disebut

sebagaiperformance bond(jaminan prestasi).

b. ImplementasiKafalah

1) PelaksanaanKafalah

Tata cara pedoman pelaksanaan fasllitas Kafalah diuraikan secara

lengkap pada Pedoman Transaksi Jasa-Jasa mengenai Pedoman Bank

Garansi.

2) PencairanKafalah

a) Pencairan Kafalah adalah pembayaran oleh bank kepada pihak

penerima garansi bank atas tuntutannya, dikarenakan nasabah

(pihak yang dijamin) tidak memenuhi kewajibannya seperti

tercantum dalam perjaniian/transaksi yang menjadi dasar

diterbitkannya Kafalahyang dimaksud (tata cara pencairan Kafalah

diuraikan secara rinci dalam Pedoman Transaksi Jasa-Jasa

(38)

b) Apabila terjadi pencairan Kafalah, maka nasabah (pihak yang

dijamin) harus segera melunasi fasilitas pencairan Kafalah tersebut

maksimal 3 (tiga) bulan sejak Kafalah dicairkan atau bank

menyetujui memberikan fasilitas pembiayaan untuk menutup

jumlah Kafalah yang dicairkan. Fasilitas pembiayaan tersebut

digolongkan dalam jenis pembiayaan sesuai dengan Kafalah yang

dicairkan, yaitu jenis pembiayaan modal kerja dan pembiayaan

investasi (tata cara pelunasan dan pemberian pembiayaan atas

fasilitas Kafalah yang dicairkan diuraikan dengan rinci pada

Pedoman Transaksi Jasa-Jasa mengenai Bank Garansi).

9) Rahn a. Definisi

Rahn adalah akad penyerahan barang/harta (Rahin) kepada Bank

(Murtahin) sebagai seluruh hutang.

b. Aspek Syariah

1) Rukun dan SyaratRahn

a) Obyek gadai (Marhun/Rahn)

b) Pemberi gadai (Rahin)

c) Penerima gadai (Muftahin)

d) Hutang (Marhun bih)

(39)

2) SyaratRahn

a) Pihak yang berakad berakal sehat, ridha/kerelaan dua belah

pihak dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan juai beli.

b) Shighat tidak boleh terikat dengan syarat dengan syarat tertentu

dan juga dengan suatu waktu di masa depan.

c) Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian hutang

seperti halnya akad jual beli, sehingga tidak boleh diikat dengan

syarat tertentu atau dengan sesuatu waktu di masa depan.

d) Barang (marhun) harus dapat diperjualbelikan, berupa harta yang

bernilai, bisa dimanfaatkan secara Syariah, diketahui keadaan

fisiknya (jelas ukuran, sifat dan jumlah), serta harus dimiliki oleh

peminjam/penggadai atau setidaknya harus seijin pemiliknya.

c. Aspek Teknis

1) Pembiayaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan

uang tunai (sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah),

2) Barang yang boleh digadaikan adalah emas (bukan emas putih) dalam

bentuk perhiasan atau batangan (logam mulia)

3) Bank berhak menganalisis barang yang digadaikan atau menentukan/

menaksir harganya.

4) Bank berhak menjual barang yang digadaikan apabila nasabah tidak

(40)

5) Bank akan langsung mentransfer uang pembiayaan Rahn langsung

kepada nasabah, melalui rekening nasabah di BSM.

6) Jangka waktu pembiayaan Rahn adalah 2 (dua) bulan dan dapat

diperpanjang kembali sebanyak 2 (dua) kali perpanjangan.

7) Nasabah yang belum dapat melunasi kewajibannya pada saat

pembiayaan Rahn jatuh tempo, diberi masa tenggang selama 15 (lima

belas) hari untuk melunasi kewajibannya dan dikenakan biaya sebesar

1,25%.

8) Penjualan objek Rahndilakukan apabila nasabah tidak dapat melunasi

kewajibannya setelah 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal jatuh

tempo.

9) Biaya asuransi ditanggung oleh nasabah (sudah termasuk di dalam

biaya pemeliharaan).

3. Pelaksanaan Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri

PT. Bank Syariah Mandiri sebagai badan usaha menjalankan kegiatan

usahanya dengan melakukan berbagai kegiatan di bidang jasa keuangan, salah

satu kegiatan usahanya adalah penyaluran dana kepada masyarakat, yang disebut

(41)

perbankan pada umumnya didasarkan pada pasal 1 ayat 11 UU Perbankan.49

Dalam hal praktek perbankan, pemberian kredit disertai dengan pemberian bunga

yang harus dilunasi selama jangka waktu tertentu. Sedangkan pada Perbankan

Syariah, sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,

penyaluran pembiayaan dilakukan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam,

AkadIstisna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.50

Pelaksanaan pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri secara garis besar

ditentukan dalam 2 (dua) prosedur dan persyaratan, yaitu:

1) Negosiasi PembiayaanMurabahahantara Bank dan Calon Nasabah,

2) Nasabah melengkapi dokumen yang dipersyaratan.

Dokumen yang dipersyaratkan yang harus dipenuhi oleh calon nasabah, yaitu

dokumen pribadi, legalitas usaha, dokumen pendukung usaha. Pihak PT. Bank

Syariah Mandiri selanjutnya melakukan verifikasi terhadap aspek-aspek legalitas

yang diperlukan tersebut, baik aspek legalitas usaha, dokumen pribadi, maupun

dokumen pendukung usaha.

Ruang lingkup negosiasi awal adalah prosedur awal atau prosedur

permulaan sampai pada prosedur berikutnya antara lain pemenuhan persyaratan,

penandantanganan Akad Pembiayaan Murabahah, dan pelaksanaannya serta

pengawasannya. Dalam negosiasi ini yang paling penting dinegosiasikan antara

49 Tri Widyamo,

(42)

nasabah dan bank adalah harga barang (yang akan menentukan besaran

pembiayaan) dan jangka waktu cicilan. Proses negosiasi berlangsung secara

terbuka, dimana nasabah dan Bank Syariah saling mengemukakan prosedur,

proses dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk sampai pada tahapan

berikutnya. Proses negosiasi yang berlangsung dengan keterbukaan informasi

bertujuan untuk memberikan kejelasan di antara para pihak bahwa tidak ada

agenda tersembunyi dalam prosedur maupun persyaratannya.

Setelah tahapan awal tersebut (negosiasi) membawa pada suatu titik temu,

maka akan berlanjut pada tahapan berikutnya, yaitu terkait erat dengan

pemenuhan sejumlah persyaratan, baik persyaratan dalam dokumen pribadi,

persyaratan Legalitas Usaha, dan persyaratan dokumen pendukung usaha

sebagaimana tersebut di atas. Setelah calon nasabah memenuhi seluruh

persyaratan yang dikemukakan oleh pihak Bank Syariah, dilanjutkan dengan

penandantanganan Akad, yang menentukan sejumlah hak dan kewajiban bagi

pihak Nasabah dan pihak Bank Syariah.

B. Pelaksanaan Take Over Pembiayaan di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan

1. Dasar Hukum PelaksanaanTake OverPembiayaan

Dasar hukum pelaksanaan take over pembiayaan pada Bank Syariah

(43)

a) UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut

UUS) beserta persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan

pihak yang dibiayai dan/atau akan diberi fasilitas dana untuk

mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu. Setiap

transaksi yang dilakukan oleh bank syariah diwujudkan dalam bentuk

tertulis, yaitu akad. Pasa 19 ayat (1) huruf e UUS, menyatakan bahwa

kegiatan Bank Umum Syariah meliputi menyalurkan pembiayaan

berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

Prinsip Syariah. Allah SWT berfirman: “Hai orang yang beriman!

Penuhilah aqad-aqad itu…” QS. Al-Ma’idah (5):1).

b) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan

Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran

Dana Serta Pelayanan Bank Syariah, pada Pasal 1 angka 3 huruf d

menentukan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau

tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam transaksi

pinjaman yang didasarkan antara lain atas akadqardh.

c) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad

Penghimpunan Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Usaha Berdasarkan

Prinsip Syariah, pada Pasal 1 angka 11 menentukan bahwa qardh adalah

(44)

mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam

jangka waktu tertentu.

d) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang

Pengalihan Utang menentukan dalam ketentuan umum sebagai berikut:

a. Pengalihan utang adalah pemindahan utang nasabah daribank/lembaga

keuangan konvensional ke bank/lembagakeuangan syariah;

b. Al-Qardh adalah akad pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah

(LKS) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib

mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada

waktudan dengan cara pengembalian yang telah disepakati.

c. Nasabah adalah (calon) nasabah LKS yang mempunyai kredit (utang)

kepada Lembaga Keuangan Konvensional(LKK) untuk pembelian

asset, yang ingin mengalihkan utangnya ke LKS.

d. Aset adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit dariLKK dan

belum lunas pembayan kreditnya.

Akad dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak, perjanjian atau

persetujuan yang artinya adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih.51 Dalam istilah fiqih

secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk

melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak sepertiwakaf, talak, dan sumpah,

(45)

maupun yang muncul dari dua pihak seperti jual-beli, sewa, wakalah dan juga

gadai.52 Oleh karena itu akad merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan

kewajiban berprestasi pada salah satu pihak, dan hak bagi pihak lain atas prestasi

tersebut, dengan ataupun tanpa melakukan kontraprestasi.53 Dalam konteks

syariah,Aqadmerupakan suatu perekatan antara ijab dan kabul dengan cara yang

dibenarkan syariah yang berakibat adanya akibat hukum pada objeknya. Ijab

adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan,

sedangkankabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Suatu akad

atau perjanjian dalam Hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan

syarat-syarat yang dicantumkan dalam kontrak tersebut.

Akad yang dibuat antara bank syariah dengan nasabah dituangkan dalam

bentuk akad baku. Penggunaan akad baku merupakan wujud efisiensi bisnis oleh

para pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi dominan dalam

melakukan transaksi ternyata juga dipakai untuk memperoleh keuntungan atau

benefits dengan cara mencantumkan klausula eksemsi yang mana memberatkan

salah satu pihak.54

Hubungan hukum Bank Syariah dengan nasabah penerima fasilitas

pembiayaan tidaklah hanya semata-mata didasarkan pada hubungan kreditor

dengan debitor sebagaimana pada bank konvensional. Dalam pelaksanaanya,

52Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 35.

53Abdul Ghofur Anshori,Op.Cit, hlm. 21.

(46)

hubungan hukum tersebut didasarkan pada berbagai macam hubungan hukum

antara Bank Syariah dengan nasabah. Akad merupakan landasan hubungan hukum

antara nasabah dengan Bank Syariah.

Perjanjian pada dasarnya dibuat berlandaskan pada asas kebebasan

berkontrak di antara dua pihak yang memiliki kedudukan seimbang dan kedua

pihak berusaha mencapai kata sepakat melalui proses negosiasi. Dalam

pelaksanaannya, banyak perjanjian dalam transaksi bisnis dilakukan tidak melalui

negosiasi yang seimbang di antara para pihak. Salah satu pihak telah menyiapkan

syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah ada kemudian disodorkan

kepada pihak lain untuk disetujui atau tidak. Perjanjian yang demikian disebut

sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar.55 Kata baku atau standar artinya

tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen

yang menandakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang dibakukan dalam

perjanjian baku meliputi model, rumusan dan ukuran.56 Dalam hal ini, salah satu

pihak hanya memilih setuju atau tidak setuju dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam kontrak, jika setuju maka dilakukan penandatanganan kontrak.

Dengan demikian, dalam perjanjian baku, penandatanganan kontrak merupakan

bentuk persetujuan terhadap syarat-syarat dalam dokumen kontrak tersebut.

55

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, hlm. 65.

(47)

Dalam pelaksanaan pembiayaan di Bank Syariah, penuangan akad dalam

kontrak baku sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak. Ruang lingkup

kebebasan berkontrak dapat berupa kebebasan: menentukan objek perjanjian;

menentukan bentuk perjanjiannnya; mengajukan syarat-syarat dalam merumuskan

hak dan kewajiban; menentukan pihak yang bertransaksi; serta menentukan suatu

cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan atau sengketa.57 Dengan demikian,

pada prinsipnya akad pada Bank Syariah yang dituangkan dalam bentuk baku

tidak bertentangan dengan syariah sepanjang akad tersebut memenuhi beberapa

hal:

a) Keabsahan akad, yaitu memenuhirukundan syarat akad;

b) Tidak melanggar unsur yang dilarang menurut syariah, yaitu gharar,

maysir, riba, zalimdan objekharam;

c) Tidak melanggar prinsip perjanjian syariah antara lain prinsip kebebasan

berkontrak, konsensualisme, kejujuran, itikad baik, persamaan,

keseimbangan, keadilan, dan amanah.58

Terdapat beberapa prinsip perjanjian syariah yang melandasi setiap akad,

yaitu:59

1) Hurriyah at-Ta’uqudatau kebebasan berkontrak.

57Trisadini Prasastinah Usanti, A. Shomad, dan Ari Kurniawan,Absorpsi Hukum Islam dalam Akad di Bank Syariah, Laporan Penelitian DIPA Universitas Airlangga, Unggulan Perguruan Tinggi, 2012, hlm. 68.

(48)

Prinsip hurriyah at-Ta’uqud merupakan wujud dari kebebasan berkontrak.

Masing-masing pihak yang akan mencapai tujuan akad mempunyai

kebebasan untuk mengadakan penyusunan perjanjian atau freedom of

making contract. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang

universal sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko dari pendapat

Sutan Remy Sjahdeni bahwa sebagai asas yang bersifat universal yang

bersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak atau freedom of

contract itu muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang

mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas. Menurut Agus Yudha

Hernoko bahwa asas kebebasan berkontrak adalah menempatkan para pihak

yang berkontrak dalam posisi yang setara secara proposional, asas ini tidak

menempatkan para pihak untuk saling berhadapan, menjatuhkan dan

mematikan sebagai lawan kontrak justru sebaliknya asas ini menempatkan

para pihak sebagai partner mitra kontrak pertukaran kepentingan mereka.60

2) Al Musawahatau persamaan.

Muamalah merupakan suatu ketentuan hukum yang mengatur hubungan

akan sesama manusia untuk nanti dapat memenuhi suatu kebutuhan hidup.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, Allah telah melebihkan sebagian kamu

daripada sebagian yang lain dalam hal rezeki (QS. An-Nahl (16):71).

Namun, hikmah yang dapat diambil dari adanya perbedaan tersebut ialah

(49)

agar di antara mereka akan saling membutuhkan kerjasama (QS.

Az-Zukhruf (43):32). Dengan adanya perilaku saling membutuhkan, maka

setiap manusia memiliki kesamaan hak untuk dapat mengadakan perikatan.

Dikatakan demikian, karena pada prinsipnya manusia adalah sama.

Sedangkan yang membedakan hanya ketakwaannya. Allah SWT berfirman:

”Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah SWT diantara kamu

ialah orang yang paling bertakwa” (QS. Al-Hujurat (49):13).

3) At-Tawazunatau keseimbangan.

Secara faktual masing-masing pihak yang akan mengadakan kontrak yang

memiliki berbagai latar belakang yang berbeda, namun hukum Islam tetap

menekankan perlunya berpegang kepada prinsip keseimbangan, karena

prinsip keseimbangan dalam akad terkait dengan pembagian hak dan

kewajiban. Misal adanya hak untuk mendapatkan keuntungan dalam

investasi, berarti harus disertai dengan kewajiban menanggung risiko.

Ketentuan ini merujuk pada kaidah fiqh yang menyatakan: Keuntungan

muncul bersama risiko dan Hasil usaha muncul bersama tanggungan yang

dikeluarkan.61

4) Al Amanahatau kepercayaan.

Amanah merupakan bentuk kepercayaan yang timbul karena adanya itikad

(50)

perjanjian syariah, terdapat bentuk akad yang bersifat amanah. Maksud

amanahdisini dapat diartikan sebagai kepercayaan kepada pihak lain untuk

kemudian menjalin kerja sama. Dasar hukumnya ialah dari firman Allah

yang menyatakan bahwa: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak menerima” (QS. An-Nisa

(4):58). ”Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya” (QS.

Al Baqarah (2):283) ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu

mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”(QS. Al

Anfal (8):27). Surat Al-Anfal ini tercantum pada akad pembiayaan di

Perbankan Syariah sebagai dasar bahwasanya hubungan antara Bank

Syariah dan nasabah didasarkan padaamanahsehingga harus dijagaamanah

tersebut.

5) Al Adalahatau keadilan.

Pelaksanaan dari prinsip ini dalam suatu perjanjian atau akad menuntut para

pihak untuk melakukan yang benar di dalam pengungkapan suatu kehendak

dan keadaan, memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa

mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh

mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak. Untuk itu Allah berfirman:

(51)

adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa kamu kerjakan”(QS. Al Maidah (5):8).62

6) Al Ridhaatau kerelaan.

Prinsip ini yang menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus

atas dasar kerelaan antara setiap pihak, harus didasarkan pada kesepakatan

bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, penipuan,

dan mis-statemen. Dasar hukum adanya asas kerelaan dalam perbuatan

perjanjian terdapat dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29, yang artinya

sebagai berikut:

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta dari sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu”.

7) Ash-Shiddiqatau kejujuran.

Kejujuran merupakan hal yang prinsip bagi manusia dalam segala aspek

bidang kehidupan, termasuk di dalam penyusunan kontrak muamalah. Jika

kejujuran tidak diamalkan dalam penyusunan kontrak, maka akan merusak

keridhaannya (uyub al-ridha). Di samping itu, ketidakjujuran di dalam

penyusunan perjanjian akan berakibat perselisihan di antara para pihak.

Allah berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada

(52)

Dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda: ”Jika kamu menjual barang

dagangan, maka katakanlah tidak ada penipuan” (HR. Bukhari).

Berdasarkan kutipan ayat Al Quran dan juga Al Hadits tersebut, diketahui

bahwa di dalam hukum kontrak syariah sangat menekankan adanya prinsip

kejujuran yang hakiki, karena hanya dengan prinsip kejujuran itulah

keridhaandari para pihak yang membuat perjanjian dapat terwujud.63

8) Itikad Baik

Di dalam pandangan Islam, niat merupakan prinsip mendasar terkait dengan

unsur kepercayaan sebelum dapat melakukan suatu amal perbuatan. Dalil

syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya asas itikad baik adalah hadits

Nabi yang menyatakan: “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada

niat, dan sesungguhnya tiap-tiap orang tergantung dari apa yang

diniatkannya” (HR. Bukhari). Demikian juga dalam hadits Nabi Saw:

“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam

pembayaran akan hutangnya” (HR Bukhari).64

2. PelaksanaanTake OverPembiayaan di BSM Cabang Medan

Pelaksanaan take over di BSM Cabang Medan dimulai dari adanya

kesepakatan antara nasabah dengan bagian pemasaran Bank untuk melakukantake

overpembiayaan dimaksud. Sebelum kesepakatan terjadi, bagian pemasaran Bank

(53)

juga menjelaskan kepada calon nasabah beberapa syarat dan ketentuan-ketentuan

yang berlaku dalam pelaksanaantake overdimaksud, diantaranya:

1. Pembiayaan hanya dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

2. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut dapat berbentuk akad

murabahah,istishna’, musyarakah, mudharabah, danaijarah.

3. Penetapan margin, nisbah bagi hasil dan/atau fee yang diminta oleh Bank

mengacu kepada ketentuan-ketentuan masing-masing akad dan ditetapkan

pada saat akad tersebut dibuat.65

Setelah ada kesepakatan, maka calon nasabah mengajukan surat

permohonan pembiayaan kepada BSM dengan menjelaskan kondisi pembiayaan

yang akan di take over. Setelah itu, maka BSM menerbitkan Surat Penegasan

Persetujuan Pembiayaan, dimana dalam surat tersebut dijelaskan beberapa hal,

yaitu:

a. Struktur pembiayaan, menyangkut jenis pembiayaan, tujuan pembiayaan,

harga beli, margin, harga jual, angsuran pendahuluan, angsuran

ditangguhkan, pembiayaan bank, jangka waktu, angsuran per bulan, cara

pencairan, denda keterlambatan, serta biaya-biaya (administrasi dan

lain-lain).

b. Jaminan, menjelaskan jenis dan lokasi jaminan.

(54)

d. Syarat pencairan

e. Lain-lain.

Syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan, yaitu:

1) Nasabah dan pasangan telah mengembalikan asli Surat Penegasan

Persetujuan Pembiayaan (SP3) yang telah ditandatangani di atas materai

secukupnya.

2) Telah menyerahkan Surat Pernyataan dan Kuasa yang ditandatangani di

atas materai secukupnya dan diketahui isteri (jika lebih dari satu isteri,

harus diketahui semua isteri) bahwa :

a) Nasabah bersedia membayar biaya administrasi dan biaya lainnya

sehubungan dengan penandatanganan Akad pembiayaan Murabahah;

b) Nasabah bersedia membayar angsuran setiap bulannya dengan tertib

sesuai jadwal;

c) Bila nasabah tidak bekerja lagi, maka bank berhak untuk memperoleh

prioritas pertama pembayaran atas segala hak yang diperoleh nasabah

dari tempat kerjanya, kecuali jika nasabah dapat melanjutkan dan

membayar angsuran pembiayaan dari sumber yang dapat diyakini oleh

bank.

3) Telah menyerahkan Surat Kuasa Pendebetan Rekening di PT Bank Syariah

Mandiri untuk melakukan atas, namun tidak terbatas pada:

(55)

b) pembayaran angsuran per bulannya;

c) pembayaran biaya materai;

d) pembayaran biaya notaris;

e) pembayaran denda keterlambatan.

4) Telah menyerahkan surat pernyataan atas kesediaan nasabah antara lain

untuk menandatangani kuasa menjual secara notaril apabila nasabah tidak

dapat memenuhi kewajiban kepada Bank.

5) Telah menyerahkan Asli Slip Gaji 3 bulan terakhir untuk PNS dan

rekening koran selama 6 bulan terakhir untuk non PNS;

6) Telah menyerahkan bukti lunas kartu kredit.

Setelah dilengkapi, maka dilakukan penandatangan akad qardh yaitu akad

pembiayaan antara Bank Syariah Mandiri dengan nasabah untuk mengambil alih

pembiayaan dari bank lain ke Bank Syariah Mandiri. Setelah itu dilakukan

pencairan pembiayaan setelah memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Telah melakukan penandatanganan akad pembiayaan dan pengikatan

agunan dengan Hak Tanggungan dan telah didaftarkan ke Badan

Pertanahan Nasional (BPN) serta dibuktikan dengan cover note dari

notaris.

2) Telah membuka rekening di PT Bank Syariah Mandiri dan menyetor biaya

cadangan untuk pembayaran biaya yang terkait dengan perjanjian

(56)

3) Telah dilakukan penutupan asuransi jiwa dan kerugian atas nama nasabah

denganbanker clausePT Bank Syariah Mandiri - CFBC Medan.

4) Telah mencadangkan satu kali angsuran di rekening Bank Syariah Mandiri

dan diblokir sampai pembiayaan selesai.

5) Telah menyerahkanOutstandingterakhir dari PT. Bank Syariah Mandiri.

6) Pencairan bertahap :

a) Tahap I : sebesar Rp. ……,.- untuk take over ke PT. Bank Bank

Syariah Mandiri Cabang Medan Utama.

b) Tahap II : sebesar Rp. ……,- setelah kuitansi pembelian bahan material

diserahkan ke PT. Bank Syariah Mandiri - CFBC Medan.

Nasabah juga menandatangani Surat Sanggup yang menyatakan

kesanggupan nasabah untuk membayar angsuran per bulan kepada BSM.

Selanjutnya dilakukan pengikatan akad qardh, yaitu akad pembiayaan antara

BSM dan nasabah untuk mengambil alih pembiayaan dari bank lain ke BSM.

Setelah penandatanganan akadqardh, dilanjutkan dengan penandatanganan

akad jenis pembiayaan (misalnyaqardh wal murabahah). Akad qardhmerupakan

surat perjanjian pembiayaan antara BSM dan nasabah, dimana dalam akad

tersebut telah dicantumkan kewajiban-kewajiban nasabah serta segala sesuatu

yang berhubungan dengan pelaksanaan pembiayaan tersebut. Di dalam Pasal 1

(57)

1) Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam akad ini, BANK setuju untuk

memberikan pinjaman kepada NASABAH untuk jumlah yang tidak

melebihi Rp. ……….

2) NASABAH berjanji dan mengikat diri bahwa pinjaman sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini semata-mata digunakan untuk melunasi

pinjaman/take overdari PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama.

Selanjutnya di dalam Pasal 2 ditentukan mengenai jangka waktu dan cara

pembayaran, sebagai berikut:

1) NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar

kembali jumlah seluruh pinjamannya kepada BANK sebagaimana tersebut

dalam Pasal 1 Akad ini selama …. tahun (…. Bulan) dengan cara

membayar sekaligus atau mengangsur pada tiap-tiap bulan-bulan sesuai

dengan jadwal angsuran yang ditetapkan.

2) Setiap pembayaran oleh NASABAH kepada BANK akan diperhitungkan

sebagai angsuran/pelunasan atas pokok pinjaman.

3) Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pinjaman bertepatan dengan

bukan pada hari kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini

mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran pada hari pertama BANK

beroperasi kembali.

Di dalam Akad juga dijelaskan tentang Cidera Janji (Pasal 5) dan

(58)

Menyimpang dari ketentuan Pasal 2 Akad ini, BANK berhak untuk menuntuk

menagih pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak

darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah pinjaman NASABAH kepada BANK

berdasarkan Akad ini, untuk dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan

adanya surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat lainnya apabila terjadi salah

satu peristiwa di bawah ini:

 NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan tepat

pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo angsuran;

 Dokumen atau keterangan yang diberikan/diserahkan NASABAH kepada

BANK sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 palsu, tidak sah atau tidak

benar;

 apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

kemudian berlaku, NASABAH tidak dapat/berhak menjadi NASABAH;

 NASABAH dinyatakan dalam keadaan pailit, ditaruh di bawah

pengampuan;

 NASABAH atau pihak ketiga telah memohon kepailitan terhadap

NASABAH;

 apabila karena sesuatu sebab, sebagian atau seluruh Akad Jaminan

dinyatakan batal berdasarkan Putusan Pengadilan;

 apabila pihak yang mewakili NASABAH dalam Akad ini menjadi

Referensi

Dokumen terkait

Deviation Minimum Maximum Range.. Interquartile

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan secara statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan kecenderungan ADHD

Adapunkriteria inklusi dari subyek penelitian adalah anak jalanan di Kota Semarang, pernah mengalami kekerasan seksual berupa perkosaan, baik per vaginal maupun per anal (sodomi),

Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model PBL ini dapat digunakan untuk membantu mengatasi

Dengan demikian pada masing-masing kreativitas belajar tinggi, sedang, dan rendah penggunaan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching dengan Alat Peraga menghasilkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi, beban maksimum, kekerasan bahan yang tertinggi adalah benda uiji awal atau sebelum terkorosi.. Dan semakin lama peletakan benda uji

Dalam hal ini peran komputer host selain sebagai pengirim kode S- record ke memori 68HC11 (sebagai downloader), juga dapat digunakan sebagai fasilitas untuk menulis instruksi

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini memilih metode spektrofotometri ultraviolet sebagai metode yang digunakan untuk penetapan kadar α-mangostin dalam plasma