BAB II
PELAKSANAANTAKE OVERPEMBIAYAANDI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN
A. Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri 1. Tinjauan Umum tentang Bank Syariah Mandiri
Krisis ekonomi dan moneter yang berlangsung sejak Juli 1997 dan
kemudian disusul dengan krisis multidimensi termasuk di panggung politik
Nasional telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap
dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri Perbankan Nasional yang
didominasi oleh Bank-bank Konvensional mengalami krisis yang luar biasa.
Sebagai akibat dari peristiwa tersebut, Pemerintah akhirnya mengambil
tindakan dengan cara merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank
di Indonesia. Pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat Bank antara
lain yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo
dimerger menjadi satu Bank baru yang diberi nama dengan PT Bank Mandiri
(Persero) dan diresmikan pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan
tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
sebagai pemilik mayoritas dari PT. Bank Susila Bakti.
Setelah diberlakukannya Undang-undang No. 10 tahun 1998, yang
memberi peluang Bank Umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking
Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukkan Tim ini bertujuan untuk
mengembangkan layanan Perbankan Syariah di kelompok perusahaan Bank
Mandiri. Oleh karena itu, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera
mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB
berubah dari Bank Konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan
Prinsip Syariah yang diberi nama dengan PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana
tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi Bank Umum Syariah dikukuhkan
oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/KEP.BI/1999
pada tanggal 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999. Bank Indonesia (BI)
telah menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Sesuai dengan Keputusan Bank Indonesia tersebut, maka PT Bank Syariah
Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau
bertepatan dengan tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir,
tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha
dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni
antara idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu
keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di Pebankan Indonesia
Visi Bank Syariah Mandiri : “Menjadi Bank Syariah “terpercaya” pilihan mitra
usaha.
Berdasarkan rumusan visi diatas maka rumusan misi PT Bank Syariah
Mandiri terdapat 5 butir yaitu sebagai berikut:
1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan.
2. Mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan
pada segmen UMKM.
3. Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja
yang sehat
4. Mengembangkan nilai-nilai Syariah universal.
5. Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.
Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri menganut prinsip
berdasarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR tanggal
19 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah, yang meliputi: 1)
prinsip titipan atau simpanan, 2) prinsip bagi hasil, 3) prinsip jual beli, 4) prinsip
sewa, dan 5) prinsip jasa.
1) Prinsip titipan atau simpanan, adalah akad penitipan barang atau uang antara
pihak yang mempunyai uang atau barang dengan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
a. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang di mana
pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang
yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang atau titipan yang bukan diakibatkan kelalaian
penerima titipan.
b. Wadi’ah Yad Damanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang
dapat memanfaatkan barang atau titipan dan harus bertanggung jawab
terhadap kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang
tersebut menjadi hak penerima titipan.39
2) Prinsip Bagi Hasil, yaitu suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan
kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana
masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang
diberikan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara
bank dan nasabahnya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari :
a. Al-Musyarakah: Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
b. Al-Mudharabah: Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
c. Al-Muzara’ah: Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian
tertentu (persentase) dari hasil panen.
d. Al-Musaqah: Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3) Prinsip Jual Beli, suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank
sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan, baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga
termasuk kegiatan usaha jual beli, dimana dilakukan pada waktu bersamaan
baik antara penjual dengan bank maupun antara bank dengan nasabah sebagai
pembeli, sehingga bank tidak memiliki persediaan barang yang dibiayainya.
Berdasarkan jenisnya terdiri dari:
a. Al- Murabahah: Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk
tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara
pesanan.
b. Al-Salam: Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya
diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di
muka secara penuh.
c. Al-Istishna: Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima
pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan
4) Prinsip Sewa, didasarkan pada :
a. Al-Ijarah: Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.
b. Ijarah wa Iqtina: Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir)
dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang
ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepadamustajir.
5) Prinsip Jasa,suatu prinsip penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan
usaha lain bank Syari’ah yang lazim dilakukan terdiri dari:
a. Al-Kafalah: Akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan
suatu pihak kepada pihak lain sebagai pemberi jaminan (kafiil) yang
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi
b. Al-Hiwalah: Akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank
(muhal alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta muhal alaih
untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli.
Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada
muhal alaih.Muhalakan memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan
piutang.
c. Al-Kafalah: Akad pemberian kuasa dari dari pemberi kuasa (muwakhil)
kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksankan tugas (taukil) atas
nama pemberi kuasa
d. Ar-Rahn: Akad penyerahan barang harta (markun) dari nasabah (rahim)
kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
e. Al-Qardhul Al-Hasan: Akad pinjaman dari bank (murqidh) kepada
pihak tertentu (muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan
sesuai dengan pinjaman.
f. Sharf: Akad jual beli suatu valuta asing dengan valuta lainnya sesuai
dengan prinsip Syari’ah.
g. Ujr: Imbalan yang diminta atau diberikan atas suatu pekerjaan yang
2. Pengertian dan Jenis-jenis Pembiayaan
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust,
yaitu ‘saya percaya’ atau ‘saya menaruh kepercayaan’. Perkataan pembiayaan
yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada
seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bankselaku shahibul
maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai
dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua
belah pihak.40Selanjutnya Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin menjelaskan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan bagi hasil.41
Pembiayaan dalam perbankan konvensional, biasa disebut kredit, yaitu
memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran sesuai dengan
membayar cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Kredit bisa berbentuk
barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang atau berbentuk uang
dalam hal pembayarannya menggunakan metode angsuran.42Di dalam Perbankan
Syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena Bank Syariah memiliki skema yang
40
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori ,Konsep, dan Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 698.
berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan dananya kepada nasabah
dalam bentuk pembiayaan.43
Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT,
karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. Berdasarkan UU
No. 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah: “Penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah
dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil.”44
Selanjutnya Ismail45 menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan aktivitas
Bank Syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang
membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi Bank Syariah, nasabah,
dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara
penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan
dana melalui pembiayaan, Bank Syariah perlu melakukan analisis pembiayaan
yang mendalam. Sifat pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi
merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan
usaha. Pembiayaan juga memiliki fungsi sebagai:
a) Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan jasa.
43
Ismail,Perbankan Syariah, Prenada Group, Jakarta, 2011, hlm. 103.
44 Muhammad Ridwan,
b) Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkanidle fund.
c) Pembiayaan sebagai alat pengendali harga.
d) Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang
ada.
Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan Bank Syariah kepada
masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah
dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus dana.46 Menurut
Adiwarman Karim, dalam menyalurkan dananya pada nasabah secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli.
2) Pembiayaan dengan prinsip sewa.
3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
4) Pembiayaan dengan akad pelengkap.47
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan
yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi
hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang
dan jasa sekaligus.
46
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 7.
Dari beberapa pengertian pembiayaan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa pembiayaan adalah aktivitas BMT dalam penyediaan dana dimana dana
tersebut didapat dari anggota yang kelebihan dana, dan disalurkan kepada pihak
yang kekurangan dana dengan kesepakatan pengembaliannya dalam jangka waktu
tertentu dan nisbah bagi hasil yang telah disepakati
Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari masyarakat
luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito dan menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana.
Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang
lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan. Menurut UU No. 10 tahun 1998,
pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia
perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi
Bank Syariah. Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri terdiri dari beberapa jenis,
sebagai berikut.48
1. Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Penggunaan
1) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan yang diberikan oleh Bank kepada perseorangan untuk
keperluan konsumsi dan akan habis untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bank membatasi penggunaan pembiayaan tersebut antara lain untuk
pemenuhan kebutuhan dasar seperti rumah untuk dihuni, mobil untuk
dipergunakan, dan peralatan rumah tangga. Sumber pembayaran kembali
pembiayaan berasal dari penghasilan nasabah yang bersumber dari usaha
lain dan bukan dari hasil eksploitasi barang yang dibaiyai dari fasilitas ini.
2) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan yang diberikan dalam rangka pengolahan/pemanfaatan
sumber-sumber produksi yang dapat memberikan nilai tambah dalam
menghasilkan barang dan jasa. Termasuk dalam pembiayaan ini adalah:
a. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan jangka pendek yang diberikan untuk membiayai
kebutuhan modal-kerja suatu perusahaan. Misalnya untuk
membiayai pembelian bahan baku, siklus/perputaran usaha, modal
kerja dan pembiayaan kontraktor.
b. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang yang diberikan
untuk pembelian barang modal/aktiva tetap, pembiayaan proyek
baru ataupun proyek perluasan suatu perusahaan, misalnya
2. Pembiayaan Berdasarkan Cara Penggunaan
1) Cash Loan
a. Pembiayaan Umum
Antara lain pembiayaan modal kerja, pembiayaan anjak piutang,
maupun pembiayaan investasi.
b. Trade Finance
1) Pre export financing, adalah pembiayaan modal kerja yang
diberikan kepada eksportir untuk memproduksi atau pengadaan
barang dengan tujuan penjualan pasar ekspor.Pembiayaan ini harus
atas adanya irrevocable sight LC atau usance LC atau
sekurang-kurangnya purchase order(PO) atas komoditas yang akan diekspor
oleh ekspotir. Setiap penerimaan devisa ekspor akan melunasi/
menurunkanoutstandingpembiayaan.
2) L/C refinancing, adalah pembiayaan modal kerja kepada impotir
untuk pembayaran L/C impor yang diterbitkan melalui BSM.
2) Non Cash Loan
a. Trade Finance
1) L/C Impor -OpeningL/C
Pemberian fasilitas kepada debitur importir untuk melakukan
menjamin kepada pihak penerima L/C (beneficiary) atas pembayaran
L/C yang dibuka.
Fasilitas L/C Impor yang diberikan dapat berupa sight L/C (atas
unjuk) dan usance L/C (berjangka). Khusus L/C yang diterbitkan di
Indonesia dengan bank penerbit dan bank penegosiasi/pembayar ada
di Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
(SKBDN).
2) L/C Ekspor -Export Negotiation Facility
Pembiayaan yang diberikan dengan cara membeli (menegosiasikan)
dokumen ekspor yang diserahkan eksportir dengan tujuan membantu
modal kerja eksportir.
b. Bank Garansi
Adalah surat pernyataan dari bank yang menjamin applicantkepada pihak
ketiga sebagai penerima bank garansi (beneficiary guaranteed party)
bahwa apabila selama periode tertentu yang ditetapkan applicant tidak
memenuhi kewajibannya (wanprestasi) maka bank akan mengambil alih
kewajiban tersebut secarafinancial. Jenis-jenis bank garansi :
1) Bank garansi umum
Bank garansi yang diterbitkan untuk menjamin transaksi secara umum
2) Bid/tenderbond
Bank garansi yang diterbitkan untuk keperluan mengikuti tender suatu
proyek dengan ketentuan bank akan menjamin pembayaran kepada
beneficiary apabila pihak applicant tidak memenuhi kewajibannya
untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam persyaratan
tender dan atau menarik diri setelah ditunjuk sebagai Pemenang tender.
3) Advance payment bond
Bank garansi yang diberikan untuk menjamin applicantatas penarikan
sejumlah uang sebagai uang muka dari pihak yang dijamin dan akan
digunakan untuk keperluan proyek yang dimaksud dalam kontrak.
4) Peformance bond
Bank garansi yang diterbitkan dalam rangka penjaminan terhadap
pelaksanaan pekerjaan suatu proyek/transaksi oleh pihak yang dijamin
dengan ketentuan pihak bank akan membayar sejumlah uang kepada
beneficiary apabila ternyata pihak yang dijamin tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum
dalam Surat Perjanjian/Surat Perintah Kerja.
5) Retentian/Maintenance bond
Bank garansi yang diperlukan untuk mendapatkan sisa uang atas
uang dimaksud sebenarnya baru dibayar pihak penerima jaminan
setelah selesainya masa pemeliharaan pekerjaan.
6) Stand by L/C
Bank garansi yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas
permintaan applicant (debitur atau pihak lain yang disetujui debitur)
yang memberikan hak kepada penerima jaminan (beneficiary) untuk
mencairkan dana sejumlah yang dinyatakan dalamstandbyL/C apabila
applicant tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam
stand byL/C.
7) Shipping Guarantee
Adalah surat jaminan yang diterbitkan bank atas permintaan importir
dan ditujukan kepada Maskapai Pelayaran bahwa importir adalah
pihak yang berhak menguasai barang yang diangkut. Shipping
guarantee merupakan pengganti bill of lading (B/L) yaitu dokumen
resmi pengambilan barang.
3. Pembiayaan Berdasarkan Skim Pembiayaan
1) Pembiayaan Murabahah
a. Definisi
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
(bank) dan pembeli (nasabah). Pembayaran dapat dilakukan sekaligus
atau cicilan dalam jangka waktu yang disepakati.
b. Aspek Syariah
1) Rukun dan SyaratMurabahah
a) Rukun Jual Beli : Penjual (Ba'i), pembeli (musytaria), objek
jual beli, harga (tsaman),ijab qabul.
b) Syarat Jual Beli
(1) Pihak yang berakad
(a) Ridha/kerelaan dua belah pihak.
(b) Punya kekuasaan untuk jual beli.
2) Barang/Obyek
(a) Barang itu ada meskipun tidak ditempat, namun ada pernyataan
kesanggupan itu.
(b) Barang itu milik sah penjual/seseorang.
(c) Barang yang diperjual belikan harus berwujud,
(d) Tldak termasuk yang diharamkan.
(e) Barang tersebut sesuai dengan pernyataan penjual,
(f) Apabila benda bergerak, maka barang itu bias langsung
dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual. Sedangkan
barang tidak bergerak bias dikuasai pembeli setelah
3) Harga
(a) Harga jual Bank adalah harga beli ditambah keuntungan.
(b) Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
(c) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.
c. Aspek Teknis
1) Murabahah dapat diterapkan pada pembiayaan untuk pembelian
barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri
(impor).
2) Murabahahtidak tepat diterapkan untuk skema pembiayaan modal
kerja permanen (permanent working capital) dimana lazim
pembiayaannya bersifat evergreenyang selalu di roll over, karena
Murabahah merupakan kontrak jangka pendek dengan sekali akad
(one short deal).
3) Barang yang boleh dibeli antara lain: rumah/gedung atau
sejenisnya, kendaraan/alat transportasi, alat-alat industry dan asset
lain yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
4) Bank berhak menentukan supplier dalam pembelian barang.
Apabila nasabah menunjuk supplier lain, maka Bank berhak
melakukan penilaian terhadap supplier tersebut untuk menentukan
apakah supplier tersebut layak atau tidak (sesuai kriteria yang
5) Bank menerbitkan purchase order (PO) sesuai kesepakan dengan
nasabah kepada supplier agar barang tersebut dikirim ke nasabah.
6) Bank akan langsung mentransfer uang pembelian barang kepada
penjual/ supplier agar barang tersebut dikirim ke nasabah.
7) Ketentuan harga jual (pricing) ditetapkan di awal perjanjian dan
tidak boleh berubah selama waktu perjanjian. Apabila nasabah
memberikan uang muka (down payment) pada saat yang sama,
maka uang muka nasabah tersebut sudah dianggap sebagai
angsuran pertamanya. Secara otomatis pula akan mengurangi
jumlah total angsuran/kewajiban yang harus dibayar.
8) Jangka waktu Murabahah antara 1 (satu) bulan sampai dengan 5
(lima) tahun
9) Biaya-biaya yang berkaitan dengan pembiayaan Murabahah
terdiri dari:
a) Provisi
b) Biaya administrasi
c) Biaya meterai
d) Biaya Pengikatan jaminan
e) Biaya asuransi jaminan
10) Pembayaran kewajiban (angsuran pokok dan margin) dilakukan
dengan mendebet rekening nasabah di Bank Syariah Mandiri.
11) Semua biaya administrasi yang timbul akibat dari perjanjian ini
ditanggung oleh nasabah, dan diakui sebagai pendapatan Bank.
2) Pembiayaan Mudharabah
a. Definisi
Mudharabahadalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan modal 100% sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola dengan keuntungan dibagi menurut
kesepakatan dimuka. Apabila terjadi kerugian maka ditanggung oleh
pemilik modal sepanjang kerugian tersebut tidak disebabkan oleh
kesalahan atau kelalaian pengelola, dalam hal ini harus dilakukan
investigasi terhadap sebab-sebab kerugian. Apabila kerugian diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus
bertanggungiawab atas kerugian tersebut.
b. Aspek Syariah
1) Rukun akadMudharabahadalah:
a) Shahibul Maal/Rabbul Maal(pemilik modal).
b) Mudharib(pelaksana/pengusaha).
c) Maal(modal).
e) Hasil.
f) Ijab Qabul.
2) Syarat
a) Orang-orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak
hukum.
b) Syarat modal yang digunakan harus :
(1) Berbentuk uang (bukan dalam bentuk barang).
(2) Jelas jumlahnya.
(3) Tunai (bukan berbentuk hutang).
(4) Langsung diserahkan kepadaMudharib.
c. Aspek Teknis
1) Mudharabah dapat diterapkan pada pembiayaan modal kerja (antara
lain jenis usaha waralaba, usaha dengan pola kemitraan,
industri/manufaktur dan proyek/aktivitas eksport/impor) maupun
pembiayaan investasi khusus.
2) Dalam akad perianjian harus disebutkan dengan jelas minimal
mengenai:
a) Tujuan penggunaan modal.
b) Porsi bagi hasil (nisbah).
c) Jangka waktu pemakaian modal.
3) Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang jelas dan disepakati
bersama.
4) Modal yang disetor berupa uang tunai, jelas jenis mata uangnyadan
jelas jumlahnya.
5) Modal yang diserahkan ke Mudharib diusahakan harus 100% lump
sum. Seandainya modal diserahkan secara bertahap, maka harus jelas
tahapannya dan disepakati bersama.
6) Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Studi Kelayakan atau sejenisnya
tidak termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biaya-biaya
tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakata kedua belah pihak.
7) Bagi hasilMudharabah:
a) Bagi hasil yang diperoleh merupakan pendapatan dari pengelolaan
dana pembiayaan mudharabah. Besarnya bagi hasil sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati.
b) Pembagian hasil harus diberikan kepada bank dan mudharib,
selain dari itu tidak berhak menerimanya,
c) Bank tidak akan menerima hasil bila terjadi kegagalan atau
wanprestasi yang bukan dilakukan oleh mudharib. Bila terjadi
kegagalan usaha dan menyebabkan kerugian disebabkan oleh
kelalaian mudharib, maka kerugian tersebut harus ditanggung
8) Pekerjaan/Usaha:
a) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun
tidak berhak mencampuri pekerjaan/usaha mudharib.
b) Penyedia dana (Bank) tidak boleh membatasi usaha/tindakan
mudharib dalam memperoleh keuntungan, kecuali di luar
perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau yang menyimpang
dari aturan syariah.
c) Mudharib harus melaporkan perkembangan usaha kepada pemilik
modal.
d) Jangka waktu proyek sesuai kesepakatan
3)PembiayaanMusyarakah
a. Definisi
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik
modal untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai
dengan kontribusi modal. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan
dana untuk membiayai proyek tersebut.
Modal yang disetor bias berupa uang, barang perdagangan (trading
goodwill) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Semua modal dicampur untuk dijadikan modal provek Musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana Proyek.
b. Aspek Syariah
1) Rukun
a) Pemilik modal (shahibul maal)
b) Modal (maal)
c) Proyek / usaha
d) Pelaksana Proyek (musyarik)
e) Ijab Qabul
2) Syarat
a) Jenis usaha yang dilakukan harus jelas dan tidak melanggar
syariah.
b) Modal diberikan berbentuk uang tunai atau asset yang likuid
(dapat dicairkan) dan mempunyai nilai ekonomis (economic
value).
c) Perserikatan ini merupakan transaksi yang dapat diwakilkan.
Artinya: salah satu pihak jika bertindak hokum terhadap obyek
perserikatan itu dengan ijin pihak lain, dianggap sebagai wakil
d) Hasil adalah pendapatan yang diperoleh dari harta perserikatan,
bukan dari harta lain.
c. Aspek Teknis
1) Musyarakah dapat diterapkan pada pembiayaan untuk penyediaan
modal kerja (antara lain jenis usaha pesanan (order), jenis usaha
waralaba, jenis usaha dengan pola kemitraan, jenis usaha
industri/manufaktur serta penyediaan dana untuk proyek/aktivitas
ekspor-impor).
2) Pekerjaan dan Biaya
a) Pengurus proyek boleh berasal dari pemilik modal sendiri atau
bukan pemilik modal (pihak ketiga) asalkan para pengurus
tersebut mendapat ijin resmi dari seluruh pemilik modal.
b) Biaya aktual dari usaha/proyek yang akan dilakukan dan lama
proyek tersebut harus diketahui bersama.
c) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun
tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha musyarik
kecuali di dalam akad disepakati bahwa bank memiliki hak turut
serta berperan dalam menentukan kebijakan usaha nasabah.
Penyedia dana (bank) tidak boleh membatasi usaha/tindakan
perianjian (usaha yang telah disepakati) atau yang menyimpang
dari aturan syariah.
d) Para pengurus proyek harus melaporkan perkembangan usahanya
kepada pemilik modal (sampai sejauhmana persentase progress
proyek tersebut dilaksanakan).
e) Apabila dalam pengerjaan suatu proyek (yang dibiayai oleh
Bank) tidak seluruh bagian pekeriaan dapat diselesaikan oleh
nasabah, maka dalam hal :
(1) Dimungkinkan untuk melakukan sub kontraktor atas
pengerjaan suatu proyek, dengan persetujuan baik dari Bank
maupun bouwheer. Namun demikian pertanggungjawaban
atas hasil akhir pekerjaan tersebut tetap ada pada nasabah.
Dengan demikian dalam hal proyek yang dikerjakan sub
kontraktor tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan atau pekerjaan tidak selesai tepat pada waktunya,
maka tanggung jawab atas seluruh hasil pekerjaan tersebut
tetap ada pada nasabah.
(2) Tidak dimungkinkan untuk mensub-kan pekerjaan yang akan
dibiayai Bank, oleh karena itu nasabah dilarang untuk
menunjuk pihak ketiga lainnya untuk mengeriakan proyek.
f) Bagi Hasil dan Kerugian
(1) Pembagian hasil dilaksanakan sesuai nisbah yang telah
disepakati,
(2) Bank tidak diperkenankan mengubah atau mengurangi
nisbah bagi hasil tanpa adanya kesepakatan dari para pihak
yang terlibat dalam kerjasama tersebut, termasuk apabila
terjadi perubahan komposisi modal, tidak secara otomatis
akan menambah porsi nisbah.
(3) Jika ada kerugian hendaklah ditanggung bersama oleh para
pemilik modal menurut porsi modal masing-masing.
(4) Pembagian hasil harus diberikan kepada bank dan musyarik,
selain dari itu tidak berhak menerimanya.
(5) Bank tidak akan menerima hasil bila terjadi kegagalan atau
wanprestasi yang bukan dilakukan oleh musyarik, namun
bila kegagalan usaha dan menyebabkan kerugian tersebut
disebabkan oleh kelalaian musyarik, maka kerugian harus
ditanggungmusyarik(menjadi piutang bank).
4) PembiayaanIjarah
a. Definisi
Ijarah adalah akad antara Bank (Mubljir) dengan nasabah (Musta’jir)
mendapatkan irnbalan jasa atas barang yang disewanya. Ijarah
Muntahiyyah Bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara Bank
(Mu’ajjir) dengan Nasabah (Musta'jir) yang diakhiri dengan pembelian
obyek sewa (Ma'jur).
Ada 2 macam Ijarah, yaitu : Operating Ijarah, dan Ijarah Muntahiyyah
Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina) yaitu sewa menyewa yang berkombinasi,
bila masa sewa berakhir penyewa boleh membelinya.
b. Aspek Syariah
1) Rukun
a) Penyewa (Musta'jir)
b) Pemilik Barang (Mu’ajjir)
c) Barang/Obyek sewaan (Ma'jur)
d) Harga sewa/Manfaat sewa (Ajran/Ujrah)
e)Ijab Qabul
2) Syarat
a) Kerelaan dua pihak melakukan akad
b) Barang/Obyek sewa ada manfaatnya dan :
manfaat tersebut dibenarkan agama/halal
manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/diperhitungkan
manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
c. Aspek Teknis
(1) Objek sewa yang diperbolehkan meliputi :
a) Properti
b) Peralatan (Appliances)
c) Alat Transportasi
d) Alat-alat Berat
(2) Jumlah ukuran dan jenis objek akan disewa harus diketahui jelas
serta tercantum dalam akad. Sedangkan yang tidak diperbolehkan
meliputi :
a) Perjanjian Ijarah untuk eksplorasi atau penggunaan sumber alam
seperti minyak, gas, timber, metal dan sejenisnya.
b) Transaksi yang berhubungan dengan lisensi seperti perekaman
video, manuskrip, hak patent, dan hak cipta.
c) Perjanjian mengenai tenaga kerja dan penyewaan jasa profesi,
(3) Setelah lebih masa sewa Musta’jir wajib membeli Ma’jur
(barang/obyek sewa).
(4) Musta'jirdilarang menyewakan kembali barang yang disewakan.
(5) Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama di awal perjanjian.
(6) Kewajiban Musta’jir yang dibayar setiap bulan meliputi harga sewa
(7) Jangka waktu Ijarah Muntahiyyah Bittamlik adalah antara 2 s/d 5
tahun.
(8) Nasabah yang digolongkan bermasalah diperbolehkan untuk dimintai
biaya administrasi sesuai Fatwa Dewan Pengawas Syariah BSM.
Apabila nasabah tidak mempunyai kemampuan untuk membayar
maka penyelesaiannya diputuskan oleh Direksi berdasarkan usulan
Tim Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah.
(9) Biaya asuransi barang ditanggung oleh Bank.
5) PembiayaanBai'as Salam(Salam)
a. Definisi
1) Pembelian suatu hasil produksi (komoditi) untuk pengiriman yang
ditangguhkan dengan pembayaran segera sesuai dengan persyaratan
tertentu, Atau penjualan suatu komoditi untuk pengiriman yang
ditangguhkan sebagai imbalan atas pembayaran segera.
2) Salam Paralel adalah suatu akad salam dimana pelaksanaan
kewajiban Muslam Ilaih(penjual) tergantung pada penerimaan yang
akan diperolehnya (dalam kapasitas sebagaiMuslam) dari akadsalam
sebelumnya, dimana akad salam yang kedua tidak tergantung akad
3) Tujuan Penggunaan
Produk Salam ini diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil
produksi pertanian atau peternakan atau perkebunan.
b. Aspek Syariah
1) Rukun
a) Rukun Pembeli (Muslam/Salham)
b) Penjual (Muslam Ilaih).
c) Hasil Produksi/Barang yang diserahkan (Muslam Fihi)
d) Harga (Ra'su Al Maali as Salam)
e)Ijab Qabul(Shigat)
2) Syarat
a) Pihak yang berakad harus ridha kedua belah pihak dan tidak ingkar
janji serta harus cakap hukum.
b) Hasil produksi yang akan dibeli (dipesan) harus jelas seperti jenis,
ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.
c) Hasil produksi tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang
syariah atau menimbulkankemudharatan.
d) Harga jual dan masa penyerahan harus jelas dan dicantumkan dalam
e) Modal yang diberikan dalam bentuk barang atau manfaat harus
diukur berdasarkan nilai wajarnya (fair value) dari barang atau .
manfaat yang akan diberikan kepada nasabah.
f) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.
g) Pembayaran salam harus diakui pada saat modal Salamdibayarkan
kepadamuslam ilaih,
h) Transaksi salam paralel harus diakui ketika Bank menerima modal
salam dari nasabah kedua.
c. Aspek Teknis
(1) Tujuan salam untuk pembelian hasil produksi pertanian atau
perkebunan atau peternakan.
(2) Hasil produksi/barang harus diketahui jelas ciri-cirinya dan bersifat
umum seperti: jenis (type), macam (kind), ukuran (size), mutu
(quality) dan banyaknya (quantity).
(3) Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan ciri-ciri yang
diminta, apabila terjadi kekeliruan atau cacat maka produsen harus
bertanggung jawab.
(4) Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh
berubah selama waktu perjanjian.
(5) Jangka waktu salam adalah untuk jangka pendek.
6) PembiayaanIstishna'
a. Definisi
Bai' al Istishna' adalah akad jual beli barang (Mashnu) antara pemesan
(Mustashni’) dengan penerima pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga
barang pesanan disepakati diawal akad dengan pembayaran dilakukan
secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai
Shani' kemudian menunjuk pihak lain untuk membuat barang (Mashnu)
maka hal ini disebutIstishna-Paralel.
b. Aspek Syariah
1) Rukun
a) Barang/obyek jual beli (Mashnu)
b) Pemesan (Mustashal)
c) Penerima pesanan (Shani’)
d) Harga (Tsaman)
e)Ijab Qabul
2) Syarat Jual Beli
a) Pihak yang berakad ridha dua belah pihak dan punya kekuasaan
untuk jual beli
b) Barang/objek harus jelas jenisnya, tipenya, kualitas/spesifikasinya,
kuantitasnya (berapa jumlah atau berat objek tersebut) serta tidak
c. Aspek Teknis
(1) Istishna' umumnya dapat diterapkan pada pembiayaan proyek:
pembiayaan kontraktor, proyek perumahan, proyek industri, proyek
transportasi jalan tol,. proyek komunikasi, proyek listrik/energi,
proyek pertambangan, dan lain-lain.
(2) Barang yang boleh dibeli berupafixed asset/aktiva tetap seperti:
a) Pembanganan/renovasi rumah, gedung atau sejenisnya
b) Pemesanan (indent) kendaraan/alat transportasi.
c) Pemesanan alat industri, hasil-hasil garmen/konveksi.
d) Pemesanan asset lain yang tidak bertentangan dengan syariah dan
disetujui Bank.
(3) Bank berhak menentukan supplierdalam pembelian barang. Apabila
nasabah menunjuk supplier lain, maka Bank berhak melakukan
penilaian terhadap supplier tersebut untuk menentukan apakah
supplier tersebut layak atau tidak (sesuai kriteria yang ditetapkan oleh
Bank).
(4) Ketentuan harga jual (pricing) ditetapkan di awal perjanjian, dan
harga tidak bisa dinaikkan atau diturunkan karena perubahan harga
(5) Perubahan harga dimungkinkan atas kesepakatan bersama bila terjadi
perubahan material pada mashnu’ atau karena
kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa diramalkan.
(6) Apabila nasabah memberikan uang muka (down payment) pada saat
yang sama, maka uang muka nasabah tersebut sudah dianggap
sebagai angsuran pertamanya.
Secara otomatis pula akan mengurangi jumlah total angsuran/
kewajiban yang harus dibayar. Akad jual beli yang dibuat antara
Bank dengan nasabah tetap berpedoman kepada harga jual beli awal
yang telah disepakati.
(7) Jangka waktu pembiayaan Istishna' antara 1 (satu) bulan sampai
dengan maksimum 10 (sepuluh) tahun.
(8) Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah.
7) Wakalah
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muwakkil)
kepada penerima kuasa (Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil)
atas nama pemberi kuasa.
Implementasi Wakalah di Bank Syariah Mandiri telah diterapkan dalam
pemberian fasilitas penerbitan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
8) Kafalah a. Definisi
Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas
pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
Jenis-jenisKafalah:
1)Kafalah Bi An Nafs
Akad memberikan jaminan atas diri dari si penjamin (personal
guarantee). Bank sebagai Juridical Personality dapat memberikan
jaminan untuk maksud-maksud tertentu.
2)Kafalah Bi Al Mal
Adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Atas
jaminan yang diberikan, bank berhak menarik imbalanfeetertentu dari
nasabah.
3)Kafalah Bit Taslim
Dilakukan untuk menjamin dikembalikannya barang sewaan pada
akhir masa kontrak. Hal ini dapat dilakukan antara bank dengan
leasing company terkait atas nama nasabah dengan mempergunakan
4)Kafalah Al Munjazah
Jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau
dihubungkan dengan maksud-maksud tertentu.
5)Kafalah Al Mualaqah
Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari Kafalah Al
Munjazah dimana jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan
tertentu. Dalam dunia perbankan umum, jaminan jenis ini disebut
sebagaiperformance bond(jaminan prestasi).
b. ImplementasiKafalah
1) PelaksanaanKafalah
Tata cara pedoman pelaksanaan fasllitas Kafalah diuraikan secara
lengkap pada Pedoman Transaksi Jasa-Jasa mengenai Pedoman Bank
Garansi.
2) PencairanKafalah
a) Pencairan Kafalah adalah pembayaran oleh bank kepada pihak
penerima garansi bank atas tuntutannya, dikarenakan nasabah
(pihak yang dijamin) tidak memenuhi kewajibannya seperti
tercantum dalam perjaniian/transaksi yang menjadi dasar
diterbitkannya Kafalahyang dimaksud (tata cara pencairan Kafalah
diuraikan secara rinci dalam Pedoman Transaksi Jasa-Jasa
b) Apabila terjadi pencairan Kafalah, maka nasabah (pihak yang
dijamin) harus segera melunasi fasilitas pencairan Kafalah tersebut
maksimal 3 (tiga) bulan sejak Kafalah dicairkan atau bank
menyetujui memberikan fasilitas pembiayaan untuk menutup
jumlah Kafalah yang dicairkan. Fasilitas pembiayaan tersebut
digolongkan dalam jenis pembiayaan sesuai dengan Kafalah yang
dicairkan, yaitu jenis pembiayaan modal kerja dan pembiayaan
investasi (tata cara pelunasan dan pemberian pembiayaan atas
fasilitas Kafalah yang dicairkan diuraikan dengan rinci pada
Pedoman Transaksi Jasa-Jasa mengenai Bank Garansi).
9) Rahn a. Definisi
Rahn adalah akad penyerahan barang/harta (Rahin) kepada Bank
(Murtahin) sebagai seluruh hutang.
b. Aspek Syariah
1) Rukun dan SyaratRahn
a) Obyek gadai (Marhun/Rahn)
b) Pemberi gadai (Rahin)
c) Penerima gadai (Muftahin)
d) Hutang (Marhun bih)
2) SyaratRahn
a) Pihak yang berakad berakal sehat, ridha/kerelaan dua belah
pihak dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan juai beli.
b) Shighat tidak boleh terikat dengan syarat dengan syarat tertentu
dan juga dengan suatu waktu di masa depan.
c) Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian hutang
seperti halnya akad jual beli, sehingga tidak boleh diikat dengan
syarat tertentu atau dengan sesuatu waktu di masa depan.
d) Barang (marhun) harus dapat diperjualbelikan, berupa harta yang
bernilai, bisa dimanfaatkan secara Syariah, diketahui keadaan
fisiknya (jelas ukuran, sifat dan jumlah), serta harus dimiliki oleh
peminjam/penggadai atau setidaknya harus seijin pemiliknya.
c. Aspek Teknis
1) Pembiayaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan
uang tunai (sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah),
2) Barang yang boleh digadaikan adalah emas (bukan emas putih) dalam
bentuk perhiasan atau batangan (logam mulia)
3) Bank berhak menganalisis barang yang digadaikan atau menentukan/
menaksir harganya.
4) Bank berhak menjual barang yang digadaikan apabila nasabah tidak
5) Bank akan langsung mentransfer uang pembiayaan Rahn langsung
kepada nasabah, melalui rekening nasabah di BSM.
6) Jangka waktu pembiayaan Rahn adalah 2 (dua) bulan dan dapat
diperpanjang kembali sebanyak 2 (dua) kali perpanjangan.
7) Nasabah yang belum dapat melunasi kewajibannya pada saat
pembiayaan Rahn jatuh tempo, diberi masa tenggang selama 15 (lima
belas) hari untuk melunasi kewajibannya dan dikenakan biaya sebesar
1,25%.
8) Penjualan objek Rahndilakukan apabila nasabah tidak dapat melunasi
kewajibannya setelah 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal jatuh
tempo.
9) Biaya asuransi ditanggung oleh nasabah (sudah termasuk di dalam
biaya pemeliharaan).
3. Pelaksanaan Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri
PT. Bank Syariah Mandiri sebagai badan usaha menjalankan kegiatan
usahanya dengan melakukan berbagai kegiatan di bidang jasa keuangan, salah
satu kegiatan usahanya adalah penyaluran dana kepada masyarakat, yang disebut
perbankan pada umumnya didasarkan pada pasal 1 ayat 11 UU Perbankan.49
Dalam hal praktek perbankan, pemberian kredit disertai dengan pemberian bunga
yang harus dilunasi selama jangka waktu tertentu. Sedangkan pada Perbankan
Syariah, sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
penyaluran pembiayaan dilakukan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam,
AkadIstisna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.50
Pelaksanaan pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri secara garis besar
ditentukan dalam 2 (dua) prosedur dan persyaratan, yaitu:
1) Negosiasi PembiayaanMurabahahantara Bank dan Calon Nasabah,
2) Nasabah melengkapi dokumen yang dipersyaratan.
Dokumen yang dipersyaratkan yang harus dipenuhi oleh calon nasabah, yaitu
dokumen pribadi, legalitas usaha, dokumen pendukung usaha. Pihak PT. Bank
Syariah Mandiri selanjutnya melakukan verifikasi terhadap aspek-aspek legalitas
yang diperlukan tersebut, baik aspek legalitas usaha, dokumen pribadi, maupun
dokumen pendukung usaha.
Ruang lingkup negosiasi awal adalah prosedur awal atau prosedur
permulaan sampai pada prosedur berikutnya antara lain pemenuhan persyaratan,
penandantanganan Akad Pembiayaan Murabahah, dan pelaksanaannya serta
pengawasannya. Dalam negosiasi ini yang paling penting dinegosiasikan antara
49 Tri Widyamo,
nasabah dan bank adalah harga barang (yang akan menentukan besaran
pembiayaan) dan jangka waktu cicilan. Proses negosiasi berlangsung secara
terbuka, dimana nasabah dan Bank Syariah saling mengemukakan prosedur,
proses dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk sampai pada tahapan
berikutnya. Proses negosiasi yang berlangsung dengan keterbukaan informasi
bertujuan untuk memberikan kejelasan di antara para pihak bahwa tidak ada
agenda tersembunyi dalam prosedur maupun persyaratannya.
Setelah tahapan awal tersebut (negosiasi) membawa pada suatu titik temu,
maka akan berlanjut pada tahapan berikutnya, yaitu terkait erat dengan
pemenuhan sejumlah persyaratan, baik persyaratan dalam dokumen pribadi,
persyaratan Legalitas Usaha, dan persyaratan dokumen pendukung usaha
sebagaimana tersebut di atas. Setelah calon nasabah memenuhi seluruh
persyaratan yang dikemukakan oleh pihak Bank Syariah, dilanjutkan dengan
penandantanganan Akad, yang menentukan sejumlah hak dan kewajiban bagi
pihak Nasabah dan pihak Bank Syariah.
B. Pelaksanaan Take Over Pembiayaan di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan
1. Dasar Hukum PelaksanaanTake OverPembiayaan
Dasar hukum pelaksanaan take over pembiayaan pada Bank Syariah
a) UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut
UUS) beserta persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan
pihak yang dibiayai dan/atau akan diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu. Setiap
transaksi yang dilakukan oleh bank syariah diwujudkan dalam bentuk
tertulis, yaitu akad. Pasa 19 ayat (1) huruf e UUS, menyatakan bahwa
kegiatan Bank Umum Syariah meliputi menyalurkan pembiayaan
berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah. Allah SWT berfirman: “Hai orang yang beriman!
Penuhilah aqad-aqad itu…” QS. Al-Ma’idah (5):1).
b) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana Serta Pelayanan Bank Syariah, pada Pasal 1 angka 3 huruf d
menentukan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau
tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam transaksi
pinjaman yang didasarkan antara lain atas akadqardh.
c) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah, pada Pasal 1 angka 11 menentukan bahwa qardh adalah
mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu.
d) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang
Pengalihan Utang menentukan dalam ketentuan umum sebagai berikut:
a. Pengalihan utang adalah pemindahan utang nasabah daribank/lembaga
keuangan konvensional ke bank/lembagakeuangan syariah;
b. Al-Qardh adalah akad pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada
waktudan dengan cara pengembalian yang telah disepakati.
c. Nasabah adalah (calon) nasabah LKS yang mempunyai kredit (utang)
kepada Lembaga Keuangan Konvensional(LKK) untuk pembelian
asset, yang ingin mengalihkan utangnya ke LKS.
d. Aset adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit dariLKK dan
belum lunas pembayan kreditnya.
Akad dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak, perjanjian atau
persetujuan yang artinya adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih.51 Dalam istilah fiqih
secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk
melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak sepertiwakaf, talak, dan sumpah,
maupun yang muncul dari dua pihak seperti jual-beli, sewa, wakalah dan juga
gadai.52 Oleh karena itu akad merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan
kewajiban berprestasi pada salah satu pihak, dan hak bagi pihak lain atas prestasi
tersebut, dengan ataupun tanpa melakukan kontraprestasi.53 Dalam konteks
syariah,Aqadmerupakan suatu perekatan antara ijab dan kabul dengan cara yang
dibenarkan syariah yang berakibat adanya akibat hukum pada objeknya. Ijab
adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan,
sedangkankabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Suatu akad
atau perjanjian dalam Hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan
syarat-syarat yang dicantumkan dalam kontrak tersebut.
Akad yang dibuat antara bank syariah dengan nasabah dituangkan dalam
bentuk akad baku. Penggunaan akad baku merupakan wujud efisiensi bisnis oleh
para pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi dominan dalam
melakukan transaksi ternyata juga dipakai untuk memperoleh keuntungan atau
benefits dengan cara mencantumkan klausula eksemsi yang mana memberatkan
salah satu pihak.54
Hubungan hukum Bank Syariah dengan nasabah penerima fasilitas
pembiayaan tidaklah hanya semata-mata didasarkan pada hubungan kreditor
dengan debitor sebagaimana pada bank konvensional. Dalam pelaksanaanya,
52Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 35.
53Abdul Ghofur Anshori,Op.Cit, hlm. 21.
hubungan hukum tersebut didasarkan pada berbagai macam hubungan hukum
antara Bank Syariah dengan nasabah. Akad merupakan landasan hubungan hukum
antara nasabah dengan Bank Syariah.
Perjanjian pada dasarnya dibuat berlandaskan pada asas kebebasan
berkontrak di antara dua pihak yang memiliki kedudukan seimbang dan kedua
pihak berusaha mencapai kata sepakat melalui proses negosiasi. Dalam
pelaksanaannya, banyak perjanjian dalam transaksi bisnis dilakukan tidak melalui
negosiasi yang seimbang di antara para pihak. Salah satu pihak telah menyiapkan
syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah ada kemudian disodorkan
kepada pihak lain untuk disetujui atau tidak. Perjanjian yang demikian disebut
sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar.55 Kata baku atau standar artinya
tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen
yang menandakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang dibakukan dalam
perjanjian baku meliputi model, rumusan dan ukuran.56 Dalam hal ini, salah satu
pihak hanya memilih setuju atau tidak setuju dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam kontrak, jika setuju maka dilakukan penandatanganan kontrak.
Dengan demikian, dalam perjanjian baku, penandatanganan kontrak merupakan
bentuk persetujuan terhadap syarat-syarat dalam dokumen kontrak tersebut.
55
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, hlm. 65.
Dalam pelaksanaan pembiayaan di Bank Syariah, penuangan akad dalam
kontrak baku sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak. Ruang lingkup
kebebasan berkontrak dapat berupa kebebasan: menentukan objek perjanjian;
menentukan bentuk perjanjiannnya; mengajukan syarat-syarat dalam merumuskan
hak dan kewajiban; menentukan pihak yang bertransaksi; serta menentukan suatu
cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan atau sengketa.57 Dengan demikian,
pada prinsipnya akad pada Bank Syariah yang dituangkan dalam bentuk baku
tidak bertentangan dengan syariah sepanjang akad tersebut memenuhi beberapa
hal:
a) Keabsahan akad, yaitu memenuhirukundan syarat akad;
b) Tidak melanggar unsur yang dilarang menurut syariah, yaitu gharar,
maysir, riba, zalimdan objekharam;
c) Tidak melanggar prinsip perjanjian syariah antara lain prinsip kebebasan
berkontrak, konsensualisme, kejujuran, itikad baik, persamaan,
keseimbangan, keadilan, dan amanah.58
Terdapat beberapa prinsip perjanjian syariah yang melandasi setiap akad,
yaitu:59
1) Hurriyah at-Ta’uqudatau kebebasan berkontrak.
57Trisadini Prasastinah Usanti, A. Shomad, dan Ari Kurniawan,Absorpsi Hukum Islam dalam Akad di Bank Syariah, Laporan Penelitian DIPA Universitas Airlangga, Unggulan Perguruan Tinggi, 2012, hlm. 68.
Prinsip hurriyah at-Ta’uqud merupakan wujud dari kebebasan berkontrak.
Masing-masing pihak yang akan mencapai tujuan akad mempunyai
kebebasan untuk mengadakan penyusunan perjanjian atau freedom of
making contract. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang
universal sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko dari pendapat
Sutan Remy Sjahdeni bahwa sebagai asas yang bersifat universal yang
bersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak atau freedom of
contract itu muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang
mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas. Menurut Agus Yudha
Hernoko bahwa asas kebebasan berkontrak adalah menempatkan para pihak
yang berkontrak dalam posisi yang setara secara proposional, asas ini tidak
menempatkan para pihak untuk saling berhadapan, menjatuhkan dan
mematikan sebagai lawan kontrak justru sebaliknya asas ini menempatkan
para pihak sebagai partner mitra kontrak pertukaran kepentingan mereka.60
2) Al Musawahatau persamaan.
Muamalah merupakan suatu ketentuan hukum yang mengatur hubungan
akan sesama manusia untuk nanti dapat memenuhi suatu kebutuhan hidup.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, Allah telah melebihkan sebagian kamu
daripada sebagian yang lain dalam hal rezeki (QS. An-Nahl (16):71).
Namun, hikmah yang dapat diambil dari adanya perbedaan tersebut ialah
agar di antara mereka akan saling membutuhkan kerjasama (QS.
Az-Zukhruf (43):32). Dengan adanya perilaku saling membutuhkan, maka
setiap manusia memiliki kesamaan hak untuk dapat mengadakan perikatan.
Dikatakan demikian, karena pada prinsipnya manusia adalah sama.
Sedangkan yang membedakan hanya ketakwaannya. Allah SWT berfirman:
”Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah SWT diantara kamu
ialah orang yang paling bertakwa” (QS. Al-Hujurat (49):13).
3) At-Tawazunatau keseimbangan.
Secara faktual masing-masing pihak yang akan mengadakan kontrak yang
memiliki berbagai latar belakang yang berbeda, namun hukum Islam tetap
menekankan perlunya berpegang kepada prinsip keseimbangan, karena
prinsip keseimbangan dalam akad terkait dengan pembagian hak dan
kewajiban. Misal adanya hak untuk mendapatkan keuntungan dalam
investasi, berarti harus disertai dengan kewajiban menanggung risiko.
Ketentuan ini merujuk pada kaidah fiqh yang menyatakan: Keuntungan
muncul bersama risiko dan Hasil usaha muncul bersama tanggungan yang
dikeluarkan.61
4) Al Amanahatau kepercayaan.
Amanah merupakan bentuk kepercayaan yang timbul karena adanya itikad
perjanjian syariah, terdapat bentuk akad yang bersifat amanah. Maksud
amanahdisini dapat diartikan sebagai kepercayaan kepada pihak lain untuk
kemudian menjalin kerja sama. Dasar hukumnya ialah dari firman Allah
yang menyatakan bahwa: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerima” (QS. An-Nisa
(4):58). ”Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya” (QS.
Al Baqarah (2):283) ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”(QS. Al
Anfal (8):27). Surat Al-Anfal ini tercantum pada akad pembiayaan di
Perbankan Syariah sebagai dasar bahwasanya hubungan antara Bank
Syariah dan nasabah didasarkan padaamanahsehingga harus dijagaamanah
tersebut.
5) Al Adalahatau keadilan.
Pelaksanaan dari prinsip ini dalam suatu perjanjian atau akad menuntut para
pihak untuk melakukan yang benar di dalam pengungkapan suatu kehendak
dan keadaan, memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa
mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh
mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak. Untuk itu Allah berfirman:
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa kamu kerjakan”(QS. Al Maidah (5):8).62
6) Al Ridhaatau kerelaan.
Prinsip ini yang menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus
atas dasar kerelaan antara setiap pihak, harus didasarkan pada kesepakatan
bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, penipuan,
dan mis-statemen. Dasar hukum adanya asas kerelaan dalam perbuatan
perjanjian terdapat dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29, yang artinya
sebagai berikut:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta dari sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.
7) Ash-Shiddiqatau kejujuran.
Kejujuran merupakan hal yang prinsip bagi manusia dalam segala aspek
bidang kehidupan, termasuk di dalam penyusunan kontrak muamalah. Jika
kejujuran tidak diamalkan dalam penyusunan kontrak, maka akan merusak
keridhaannya (uyub al-ridha). Di samping itu, ketidakjujuran di dalam
penyusunan perjanjian akan berakibat perselisihan di antara para pihak.
Allah berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda: ”Jika kamu menjual barang
dagangan, maka katakanlah tidak ada penipuan” (HR. Bukhari).
Berdasarkan kutipan ayat Al Quran dan juga Al Hadits tersebut, diketahui
bahwa di dalam hukum kontrak syariah sangat menekankan adanya prinsip
kejujuran yang hakiki, karena hanya dengan prinsip kejujuran itulah
keridhaandari para pihak yang membuat perjanjian dapat terwujud.63
8) Itikad Baik
Di dalam pandangan Islam, niat merupakan prinsip mendasar terkait dengan
unsur kepercayaan sebelum dapat melakukan suatu amal perbuatan. Dalil
syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya asas itikad baik adalah hadits
Nabi yang menyatakan: “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada
niat, dan sesungguhnya tiap-tiap orang tergantung dari apa yang
diniatkannya” (HR. Bukhari). Demikian juga dalam hadits Nabi Saw:
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam
pembayaran akan hutangnya” (HR Bukhari).64
2. PelaksanaanTake OverPembiayaan di BSM Cabang Medan
Pelaksanaan take over di BSM Cabang Medan dimulai dari adanya
kesepakatan antara nasabah dengan bagian pemasaran Bank untuk melakukantake
overpembiayaan dimaksud. Sebelum kesepakatan terjadi, bagian pemasaran Bank
juga menjelaskan kepada calon nasabah beberapa syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam pelaksanaantake overdimaksud, diantaranya:
1. Pembiayaan hanya dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
2. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut dapat berbentuk akad
murabahah,istishna’, musyarakah, mudharabah, danaijarah.
3. Penetapan margin, nisbah bagi hasil dan/atau fee yang diminta oleh Bank
mengacu kepada ketentuan-ketentuan masing-masing akad dan ditetapkan
pada saat akad tersebut dibuat.65
Setelah ada kesepakatan, maka calon nasabah mengajukan surat
permohonan pembiayaan kepada BSM dengan menjelaskan kondisi pembiayaan
yang akan di take over. Setelah itu, maka BSM menerbitkan Surat Penegasan
Persetujuan Pembiayaan, dimana dalam surat tersebut dijelaskan beberapa hal,
yaitu:
a. Struktur pembiayaan, menyangkut jenis pembiayaan, tujuan pembiayaan,
harga beli, margin, harga jual, angsuran pendahuluan, angsuran
ditangguhkan, pembiayaan bank, jangka waktu, angsuran per bulan, cara
pencairan, denda keterlambatan, serta biaya-biaya (administrasi dan
lain-lain).
b. Jaminan, menjelaskan jenis dan lokasi jaminan.
d. Syarat pencairan
e. Lain-lain.
Syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan, yaitu:
1) Nasabah dan pasangan telah mengembalikan asli Surat Penegasan
Persetujuan Pembiayaan (SP3) yang telah ditandatangani di atas materai
secukupnya.
2) Telah menyerahkan Surat Pernyataan dan Kuasa yang ditandatangani di
atas materai secukupnya dan diketahui isteri (jika lebih dari satu isteri,
harus diketahui semua isteri) bahwa :
a) Nasabah bersedia membayar biaya administrasi dan biaya lainnya
sehubungan dengan penandatanganan Akad pembiayaan Murabahah;
b) Nasabah bersedia membayar angsuran setiap bulannya dengan tertib
sesuai jadwal;
c) Bila nasabah tidak bekerja lagi, maka bank berhak untuk memperoleh
prioritas pertama pembayaran atas segala hak yang diperoleh nasabah
dari tempat kerjanya, kecuali jika nasabah dapat melanjutkan dan
membayar angsuran pembiayaan dari sumber yang dapat diyakini oleh
bank.
3) Telah menyerahkan Surat Kuasa Pendebetan Rekening di PT Bank Syariah
Mandiri untuk melakukan atas, namun tidak terbatas pada:
b) pembayaran angsuran per bulannya;
c) pembayaran biaya materai;
d) pembayaran biaya notaris;
e) pembayaran denda keterlambatan.
4) Telah menyerahkan surat pernyataan atas kesediaan nasabah antara lain
untuk menandatangani kuasa menjual secara notaril apabila nasabah tidak
dapat memenuhi kewajiban kepada Bank.
5) Telah menyerahkan Asli Slip Gaji 3 bulan terakhir untuk PNS dan
rekening koran selama 6 bulan terakhir untuk non PNS;
6) Telah menyerahkan bukti lunas kartu kredit.
Setelah dilengkapi, maka dilakukan penandatangan akad qardh yaitu akad
pembiayaan antara Bank Syariah Mandiri dengan nasabah untuk mengambil alih
pembiayaan dari bank lain ke Bank Syariah Mandiri. Setelah itu dilakukan
pencairan pembiayaan setelah memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Telah melakukan penandatanganan akad pembiayaan dan pengikatan
agunan dengan Hak Tanggungan dan telah didaftarkan ke Badan
Pertanahan Nasional (BPN) serta dibuktikan dengan cover note dari
notaris.
2) Telah membuka rekening di PT Bank Syariah Mandiri dan menyetor biaya
cadangan untuk pembayaran biaya yang terkait dengan perjanjian
3) Telah dilakukan penutupan asuransi jiwa dan kerugian atas nama nasabah
denganbanker clausePT Bank Syariah Mandiri - CFBC Medan.
4) Telah mencadangkan satu kali angsuran di rekening Bank Syariah Mandiri
dan diblokir sampai pembiayaan selesai.
5) Telah menyerahkanOutstandingterakhir dari PT. Bank Syariah Mandiri.
6) Pencairan bertahap :
a) Tahap I : sebesar Rp. ……,.- untuk take over ke PT. Bank Bank
Syariah Mandiri Cabang Medan Utama.
b) Tahap II : sebesar Rp. ……,- setelah kuitansi pembelian bahan material
diserahkan ke PT. Bank Syariah Mandiri - CFBC Medan.
Nasabah juga menandatangani Surat Sanggup yang menyatakan
kesanggupan nasabah untuk membayar angsuran per bulan kepada BSM.
Selanjutnya dilakukan pengikatan akad qardh, yaitu akad pembiayaan antara
BSM dan nasabah untuk mengambil alih pembiayaan dari bank lain ke BSM.
Setelah penandatanganan akadqardh, dilanjutkan dengan penandatanganan
akad jenis pembiayaan (misalnyaqardh wal murabahah). Akad qardhmerupakan
surat perjanjian pembiayaan antara BSM dan nasabah, dimana dalam akad
tersebut telah dicantumkan kewajiban-kewajiban nasabah serta segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelaksanaan pembiayaan tersebut. Di dalam Pasal 1
1) Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam akad ini, BANK setuju untuk
memberikan pinjaman kepada NASABAH untuk jumlah yang tidak
melebihi Rp. ……….
2) NASABAH berjanji dan mengikat diri bahwa pinjaman sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini semata-mata digunakan untuk melunasi
pinjaman/take overdari PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama.
Selanjutnya di dalam Pasal 2 ditentukan mengenai jangka waktu dan cara
pembayaran, sebagai berikut:
1) NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar
kembali jumlah seluruh pinjamannya kepada BANK sebagaimana tersebut
dalam Pasal 1 Akad ini selama …. tahun (…. Bulan) dengan cara
membayar sekaligus atau mengangsur pada tiap-tiap bulan-bulan sesuai
dengan jadwal angsuran yang ditetapkan.
2) Setiap pembayaran oleh NASABAH kepada BANK akan diperhitungkan
sebagai angsuran/pelunasan atas pokok pinjaman.
3) Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pinjaman bertepatan dengan
bukan pada hari kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini
mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran pada hari pertama BANK
beroperasi kembali.
Di dalam Akad juga dijelaskan tentang Cidera Janji (Pasal 5) dan
Menyimpang dari ketentuan Pasal 2 Akad ini, BANK berhak untuk menuntuk
menagih pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak
darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah pinjaman NASABAH kepada BANK
berdasarkan Akad ini, untuk dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan
adanya surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat lainnya apabila terjadi salah
satu peristiwa di bawah ini:
NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan tepat
pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo angsuran;
Dokumen atau keterangan yang diberikan/diserahkan NASABAH kepada
BANK sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 palsu, tidak sah atau tidak
benar;
apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
kemudian berlaku, NASABAH tidak dapat/berhak menjadi NASABAH;
NASABAH dinyatakan dalam keadaan pailit, ditaruh di bawah
pengampuan;
NASABAH atau pihak ketiga telah memohon kepailitan terhadap
NASABAH;
apabila karena sesuatu sebab, sebagian atau seluruh Akad Jaminan
dinyatakan batal berdasarkan Putusan Pengadilan;
apabila pihak yang mewakili NASABAH dalam Akad ini menjadi