• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gaya Kepemimpinan Melayani dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Berprestasi Karyawan Credit Union Modifikasi (C.U.M) HKBP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Gaya Kepemimpinan Melayani dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Berprestasi Karyawan Credit Union Modifikasi (C.U.M) HKBP"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB I:

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam kajian para pengamat ekonomi, salah satu faktor utama Indonesia tidak mengalami kehancuran ekonomi pada krisis moneter 1997-1998 adalah karena kuatnya peranan ekonomi kerakyatan di tengah-tengah masyarakat. Soetrisno (2005) menjelaskan bahwa sektor ekonomi rakyat, usaha kecil, dan kegiatan koperasi telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya ketika krisis multidimensi melanda Indonesia. Usaha ekonomi mikro masyarakat bahkan diyakini memberi sumbangan yang relatif besar bagi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Sementara itu, dalam skala internasional, Grameen Bank di Bangladesh yang merupakan wujud ekonomi kerakyatan memberikan bukti nyata kekuatan ekonomi kerakyatan dalam membangun suatu negara (Yunus, 2007). Grameen Bank mampu membangun masyarakat yang telah dilanda kemiskinan yang dahsyat menjadi salah satu barometer keberhasilan suatu negara dalam mengembangkanan ekonomi kerakyatan.

(2)

16 Semenjak Indonesia melewati masa krisis moneter, industri ekonomi kerakyatan sudah semakin menggeliat baik oleh perorangan, perusahaan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, bahkan oleh lembaga kerohanian. Perusahaan atau organisasi yang bergerak di bidang ekonomi kerakyatan ini berlomba-lomba menawarkan layanannya untuk menarik perhatian masyarakat. Agar ekonomi kerakyatan ini bisa menarik dan diterima masyarakat, tentu ia harus menawarkan berbagai layanan yang dikelola dengan baik dan terpercaya. Dengan demikian suatu perusahaan ekonomi kerakyatan akan mampu bersaing di lapangan bisnis. Tujuan mulia akan diterima jika dikelola dengan baik (Ambarita, 2013).

Salah satu hal penting agar suatu perusahaan memiliki kemampuan bersaing yang tinggi adalah penanganan sumber daya manusia yang baik. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Mutakin (2008) bahwa agar mampu bertahan dan bersaing dalam perdagangan bebas, perusahaan harus memanfaatkan sumber daya manusia yang handal seoptimal mungkin melalui praktik-praktik organisasional secara luwes dan cepat tanggap terhadap perubahan lingkungan.

Demikian halnya dengan organisasi koperasi, dalam mengelola aktivitas usahanya diperlukan manajemen bisnis yang kompetitif dengan perusahaan lainnya. Agar koperasi dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, maka manajemen koperasi harus mengacu pada manajemen bisnis lainnya yang lebih profesional (Ropke, 1989).

Sebagaimana juga dikatakan oleh Widarmanto (2008) bahwa kompetensi sumber daya manusia seluruh unsur penggerak koperasi harus selalu digali, diasah, dan dikembangkan sehingga muncul pemikiran-pemikiran yang kreatif dan inovatif dalam pengembangan koperasi.

(3)

17 orang yang melaksanakan upaya maksimal guna mencapai tujuan produksi unit kerjanya dan organisasi di mana ia bekerja. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, perusahaan atau organisasi harus mendorong gairah kerja karyawan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilan terbaiknya (Hasibuan, 1996).

Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting adalah mereka mau bekerja keras dan berkeinginan kuat untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan, jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimilikinya. Itu sebabnya, motivasi itu penting karena dengan motivasi setiap individu diharapkan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi (Hasibuan, 1996).

Uraian-uraian di atas menggambarkan bahwa di balik suatu organisasi, faktor yang paling penting adalah siapa yang menggerakkan organisasi itu. Di sini, unsur manusia memiliki peran yang paling penting. Sukses tidaknya sebuah organisasi mencapai tujuannya sangat tergantung pada bagaimana manusia yang berada di dalamnya berinteraksi satu sama lain sesuai dengan perannya masing-masing. Termasuk di dalamnya bagaimana peran perilaku ini berinteraksi dengan pihak luar yang mempunyai pengaruh pada perjalanan organisasi.

(4)

18 Berdasarkan penelitian McClelland (1987) didapatkan hubungan antara motivasi berprestasi dengan keinginan mencapai suatu tujuan. Apabila individu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, maka akan mendorong individu untuk menetapkan tujuan, serta menggunakan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan dalam pencapaian tujuan.

Lebih lanjut McClelland (1987) mengatakan bahwa karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Motivasi berprestasi yang dimiliki karyawan harus ditumbuhkan dari dalam diri individu yang bersangkutan dan didukung oleh lingkungan kerja. Hal tersebut dikarenakan motivasi berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri individu akan membentuk kekuatan bagi diri individu. Selain itu, apabila situasi lingkungan kerja turut mendukung, maka pencapaian kinerja akan lebih mudah tercapai.

Perusahaan dapat terus maju dan berkembang karena adanya kerjasama antara perusahaan dengan karyawannya. Itu sebabnya, perusahaan harus berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dapat memotivasi karyawan untuk terus berprestasi dan sebaliknya karyawan juga dapat memenuhi tuntutan dari perusahaan. Perusahaan tidak hanya menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan dalam memenuhi target yang diharapkan, melainkan juga adanya motivasi dari diri karyawan (Handa, Mujiasih, & Masykur 2008).

(5)

19 tidak penting terhadap tujuan, bosan dan jenuh terhadap pekerjaan karena tidak adanya variasi pekerjaan, monoton, dan ketidaksesuaian pekerjaan yang diterima (Kondalkar, 2009). Selain faktor dari dalam diri individu, terdapat pula faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi motivasi berprestasinya yaitu faktor ekstrinsik. Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan adalah beban kerja yang relatif berat, kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung, sistem imbalan yang kurang memadai, konflik horizontal atau vertikal yang dihadapi karyawan di dalam perusahaan, kesewenangan atasan dan kebijakan perusahaan yang tidak tepat (Kondalkar, 2009). Hal ini dapat mengakibatkan perilaku negatif pada karyawan seperti aksi protes dan demo, mogok kerja dan pengunduran diri. Faktor ekstrinsik merupakan hal-hal yang berasal dari organisasi dan perusahaan yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan seperti status kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan, gaji, kondisi kerja, dan relasi interpersonal (McClelland, 1987).

George & Jones (2002) menambahkan bahwa lingkungan kerja yang mendukung dapat menjadi salah satu faktor penting dalam memotivasi karyawan. Terdapat dua variabel yang mempengaruhi motivasi berprestasi ini yaitu: (1) lingkungan sosial, misalnya atasan atau rekan kerja; (2) berbagai tipe tindakan yang diambil oleh organisasi misalnya imbalan, kompetensi, dan iklim organsiasi.

Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kontribusi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan gaya kepemimpinan dan budaya organisasi yang lebih sesuai dan lebih efektif.

(6)

20 dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya ialah lingkungan kerja, dalam hal ini disebut faktor kepemimpinan. Siagian (2002) juga menyatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi. Untuk mengakomodir kepentingan dirinya dalam suatu instansi dibutuhkan pemimpin dengan gaya kepemimpinannya.

Kepemimpinan secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan motivasi kerja bawahannya. Hal ini didukung oleh penelitian Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensial dalam meningkatkan motivasi kerja. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Arep & Tanjung (2003) yang menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan sumber motivasi dalam bekerja sehingga seorang pemimpin diharapkan dapat menguasai atau mempengaruhi serta memotivasi karyawannya.

Seorang pemimpin memiliki cara tersendiri dalam memotivasi karyawannya yang disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi cara kerja bawahan. Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka nyaman dengan keinginan pemimpin (Schaeffer & Staokcslager, 2008).

(7)

21 Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektifitas dan keberhasilan organisasi (House & Shamir, 1993). Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya.

Berbagai gaya kepemimpinan telah dibahas dalam literatur teori dan perilaku organisasi. Sebagian besar teori kepemimpinan berkaitan erat dengan kekuasaan, posisi, atau jabatan (Yukl, 2008). Tetapi tidak demikian halnya dengan kepemimpinan melayani (servant leadership), yang lebih menekankan pada usaha melayani kebutuhan dan kepentingan orang lain (Greenleaf, 1977). Kepemimpinan melayani menekankan kemampuan seorang pemimpin dalam memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh positif kepada anggotanya tanpa ada rasa takut atau segan (Zaluchu, 2011). Selanjutnya, Zaluchu (2011) berpendapat bahwa kepemimpinan melayani ini sangat relevan untuk dikembangkan dan dipraktikkan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan kristiani. Pendapat tersebut didukung oleh Blanchard & Hodge (2006), bahwa bagi orang Kristen, kepemimpinan sebagai tindakan pelayanan bukanlah pilihan, itu adalah mandat atau perintah. Penerapan kepemimpinan melayani harus menjadi perilaku dalam hidup karena hal tersebut merupakan cara memperlakukan sesama dengan mempraktikkan ajaran-ajaran kristiani.

(8)

22 sehat dapat membantu kreativitas dan komitmen yang tinggi dari karyawan sehingga mampu mengakomodasi perubahan ke arah yang positif (Kotter & Heskett, 1997).

Walaupun diyakini secara luas dewasa ini bahwa budaya yang kuat menciptakan kinerja unggul, namun Kotter dan Heskett (1997) menambahkan bahwa budaya yang kuat juga harus cocok dengan strategi bisnis yang diterapkan. Budaya yang kuat dengan praktik yang tidak cocok dengan konteks perusahaan, sesungguhnya dapat mengakibatkan orang pandai berperilaku destruktif, yang secara sistematis menghancurkan sebuah kemampuan organisasi untuk hidup dan berhasil baik. Bahkan lebih tegas lagi, Kreitner & Kinicki (2003) mengutarakan bahwa berlawanan dengan apa yang diperkirakan oleh orang, budaya yang kuat bukanlah hal yang paling utama, malahan keberadaan nilai budaya yang sentral lebih penting daripada kekuatannya.

Selain itu, karyawan yang mempunyai kualitas baik, mampu berperilaku sesuai budaya perusahaan, bermotivasi prestasi tinggi, dan mampu bekerja sama akan menjadi kunci keberhasilan bagi perusahaan. Karena itu, diperlukan adanya peran dari semua pihak yang mampu memberi dorongan dan mengarahkan karyawannya pada tujuan yang diinginkan perusahaan (Gomes, 2003).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor internal dan eksternal dalam kaitan antara motivasi berprestasi dengan kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki keterkaitan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan pendapat para pakar interaksionis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini gaya kepemimpinan melayani dan budaya organisasi ditempatkan sebagai variable independent dan motivasi berprestasi ditempatkan sebagai variable dependent.

(9)

bersama-23 sama dengan semua orang di dalam masyarakat global, terutama masyarakat Kristen, demi kemuliaan Allah Bapa yang Mahakuasa” (Aturan dan Peraturan Huria Kristen Batak

Protestan, 2002).

Salah satu cara untuk mewujudkan visi dan misi ini, HKBP mendirikan sebuah unit pelayanan diakonia yang disebut dengan Credit Union Modifikasi (C.U.M). Lembaga ini adalah layanan ekonomi kerakyatan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang bertujuan mensejahterakan masyarakat dengan basis nilai-nilai kristiani. Nilai-nilai yang dianut di dalam C.U.M berangkat dari tritugas panggilan gereja, yaitu bersekutu (koinonia), bersaksi (marturia), dan berbelas kasih (diakonia). Itu sebabnya, C.U.M dipahami sebagai wadah persekutuan; bersekutu dengan Tuhan dan bersekutu dengan sesama manusia. Persekutuan ini dilandaskan pada rasa kasih yang merupakan wujud kepercayaan kepada Tuhan yang telah mengasihi manusia dengan cara melalui AnakNya Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 3: 16). Kedatangan Yesus adalah sebuah misi penyelamatan dengan cara merendahkan diriNya untuk melayani umat manusia. Dengan demikian, Allah menghendaki manusia yang percaya itu hidup dalam persekutuan yang berasaskan belas kasih (Matius 12: 7). Salah satu acuan teologis lainnya diambil dari kitab Yeremia 29:7 “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana

kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Hal ini mendorong gereja untuk terlibat aktif dalam membangun

perekonomian bangsa. Selain itu, dalam Galatia 6:2 disebutkan “Bertolong-tolonganlah

menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” Dengan dasar-dasar teologis ini, perbedaan utama C.U.M dengan lembaga ekonomi kerakyatan lainnya adalah bahwa C.U.M berusaha mendekatkan anggota-anggotanya kepada Tuhan yang ia imani (Hasil wawancara dengan Dr. MP. Ambarita, 19 Maret 2014).

(10)

24 menjadi manajer. Filosofi kerja manajer C.U.M adalah mampu menggerakkan seluruh potensi (SDM dan perangkat operasional) untuk mencapai sasaran organisasi. Dari segi manajemen, manajer C.U.M mampu memimpin proses kerja dengan orang lain secara efektif dan efisien sesuai dengan sasaran yang diharapkan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas dalam suatu keadaan yang tidak pasti. Dari segi akuntansi, seorang manajer mampu menguasai sistim informasi berdasarkan di mana pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu perusahaan dapat mengambil keputusan. Oleh karena itu, seorang manajer C.U.M harus mampu memberdayakan skill karyawannya dan juga mampu memotivasi mereka untuk memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Karyawan atau staff merupakan line office dalam pelayanan C.U.M, sehingga mereka perlu dimotivasi secara terus menerus agar produktivitas mereka terus meningkat (Hasil wawancara dengan Dr. MP. Ambarita, 19 Maret 2014).

Pada dasarnya prinsip dan asas C.U.M diadopsi dari sistim C.U tradisional, tetapi perbedaan utamanya adalah peran manajer yang sangat sentral di C.U.M HKBP. Peran sentral manajer ini tidak terlepas dari pola pelatihan yang dilakukan HKBP. Lembaga Pelatihan Manajer yang berada di Porsea (Kab. Tobasa) didedikasikan untuk melatih para pelayan gereja seperti pendeta, diakones, dan majelis jemaat yang akan menjadi manajer di seluruh medan pelayanan HKBP. Setelah di lapangan, manajer inilah yang berperan banyak dalam tugas pengembangan C.U.M.

(11)

25 Greenleaf (1977) mengatakan “The great leader is seen as servant first…” Kewajiban

utama dari pemimpin adalah melayani kebutuhan dan kepentingan orang lain. Servant leadership memandang kepemimpinan bukan status atau posisi, tetapi sebagai kesempatan untuk melayani sebagai bentuk dalam mengembangkan orang lain dengan sepenuhnya.

Terkait dengan budaya organisasi, sebenarnya C.U.M belum merumuskan budaya organisasinya secara eksplisit. Hal ini mungkin disebabkan oleh belum adanya penelitian yang secara khusus meneliti budaya organisasi dalam C.U.M. Oleh karena itu, pemilihan teori budaya organisasi dipilih berdasarkan kinerja C.U.M selama ini yang paling mendekati karakteristik budaya organisasi yang dikembangkan oleh Robbins (2002).

(12)

26 sebagai alat pencari keuntungan. Dalam hal orientasi tim, C.U.M sangat menekankan kerjasama tim dalam melakukan berbagai tugas organisasi. Dalam hal keagresifan, C.U.M mendorong tiap karyawan untuk agresif dan proaktif untuk memenuhi target yang telah ditentukan. Dalam hal stabilitas, C.U.M berusaha untuk menekankan stabilitas dalam bekerja.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana “Hubungan Gaya Kepemimpinan Melayani dan Budaya

Organisasi dengan Motivasi Berprestasi Karyawan C.U.M HKBP.”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Sejauh mana hubungan Gaya Kepemimpinan Melayani dengan Motivasi Berprestasi karyawan C.U.M HKBP?

2. Sejauh mana hubungan Budaya Organisasi dengan Motivasi Berprestasi karyawan C.U.M HKBP?

3. Sejauh mana hubungan Gaya Kepemimpinan Melayani dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Berprestasi karyawan C.U.M HKBP?

D. MANFAAT PENELITIAN

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi Peneliti

(13)

27 2. Bagi Program Studi Magister Psikologi Sains Universitas Sumatera Utara

Memberi tambahan referensi pengetahuan tentang hubungan gaya kepemimpinan melayani dan budaya organisasi dengan motivasi berprestasi karyawan suatu organisasi.

3. Bagi Organisasi HKBP

Memberi masukan dan tambahan pemahaman bagi HKBP berdasarkan data-data penelitian tentang hubungan gaya kepemimpinan melayani dan budaya organisasi dengan motivasi berprestasi karyawan C.U.M. Dengan demikian HKBP mampu menangani masalah motivasi berprestasi karyawan C.U.M dengan mempertahankan hal-hal yang baik dan memperkuat yang masih kurang kuat yang ditemukan dari hasil penelitian ini.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

1. BAB I: Berisikan Latar Belang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Keaslian Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

2. BAB II: Berisikan Landasan Teori tentang defenisi Motivasi Berprestasi, Gaya Kepemimpinan Melayani, Budaya Organisasi, Dinamika Pengembangan Model, Kerangka Berpikir, dan Hipotesis Penelitian.

(14)

28 4. BAB IV: Berisikan Analisis Data dan Interpretasi yang mencakup Gambaran Umum

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, tegangan air pori yang terbentuk pada bidang longsor ini akan digunakan untuk memperoleh parameter kuat geser tanah.. Tegangan air pori pada bidang

Tanggap Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang lebih lama dibandingkan ukuran. waktu tanggap selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2jam (Basoeki

2 Bagi subyek penelitian, dalam hal ini Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Gresik dapat memperoleh pengetahuan mengenai standar laporan keuangan yang berlaku

Hasil dari studi pendahuluan di Posyandu Balita Temu Ireng RW IX, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjodidapatkan data sebagai berikut: jumlah balita umur 6

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah guna mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dalam pengelolaan

memperoleh informasi pemahaman mahasiswa pada konsep ikatan kimia berdasarkan alasan dari jawaban yang dipilih; f) data hasil tes dan wawancara dianalisis untuk

Indonesia saat ini mempunyai dua macam bahan bakar diesel, yaitu bahan bakar solar yang digunakan sebagai bahan bakar motor diesel dengan kecepatan putaran tinggi dan minyak

Hasil penelitian pada kualitas fisik daging menunjukkan perbedaan genotipe berdasarkan SNP Arg25Cys pada gen leptin, tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap