BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian
Keuangan Daerah, Pajak Daerah , Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi.
Kemudian akan menjabarkan penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan
referensi yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.
2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah
2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah
dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat yang
dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang
maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta
pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, kemandirian
keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan
pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam
rangka asas desentralisasi.
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan retribusi sebagai sumber yang diperlukan daerah (Halim,
2007:232).
Menurut Halim (2007 : 25) ruang lingkup keuangan daerah
terdiri dari “keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang dikelola langsung
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan
meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”.
Tangkilisan (2007: 89-92) mengemukakan bahwa terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara
lain:
1. Potensi ekonomi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian euangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovotif dan pemanfaatan lembaga Dispenda untk meningkatkan penerimaan daerah.
2.1.1.2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat besarnya PAD
dibandingkan dengan penerimaan transfer dari pusat. PAD merupakan
unsur utama dalam mengukur kemandirian keuangan daerah. Menurut
Halim (2007:96) “PAD merupakan semua penerimaan daerah yang
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah. Sehubungan
dengan hal di atas setiap daerah di harapkan mampu meningkatkan PAD
untuk mencapai daerah yang mandiri. Menurut Halim (2007: 232) Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :
���������������� = ���
������� �����,�������� ��� �������� � 100%
2.1.1.3Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah Tabel 2.1.
Pola Hubungan Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan
Rasio Kemandirian (%)
Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25 Instruktif Rendah >25-50 Konsultatif Sedang >50-75 Partisipatif Tinggi >75-100 Delegatif Sumber : Halim, 2007
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Halim 2007 :169)
dikemukakan hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah
dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, yang paling utama
yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undang-undang tentang
perimbangan keuangan atara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yaitu :
2. Pola hubungan konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan etonomi. Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat.
4. Pola hubungan delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.
2.1.2 Pajak Daerah
2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Untuk dapat lebih memahami pajak daerah terlebih dahulu kita
harus mengerti apa yang dimaksud dengan pajak. Menurut Adriani
dalam Waluyo (2007 : 2) “Pajak adalah iuran wajib kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan - peraturan, dengan tidak mendapat prestasi –
kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara menyelenggarakan pemerintahan”.
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2006 : 1) “Pajak adalah
iuran rakyak kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat di tujukan dan yang digunakan untuk membayar
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak daerah,
yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Mardiasmo (2006 : 6) Berdasarkan lembaga pemungutnya pajak
di kelompokkan menjadi :
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya, pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan dan bea materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
Pajak Provinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.
Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib kepada daerah
untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak daerah ditetapkan dengan
undang-undang dan pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut
dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan
pungutan selain pajak yang ditetapkan undang-undang (pasal 2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.1.2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah
Adapun yang termasuk ciri-ciri pajak daerah adalah sebagai
berikut:
a. Pajak Daerah dapat berasal dari Pajak Asli Daerah maupun pajak
negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.
b. Pajak Daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah
administratif yang dikuasainya.
c. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
urusan rumah tangga atau untuk membiayai pengeluaran daerah
sebagai badan hukum.
d. Pajak Daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan
Peraturan Daerah (PERDA), maka pungutan pajak daerah dapat
dipaksakan kepada masyarakat yang wajib membayar dalam
pungutan administratif kekuasaannya.
2.1.2.3 Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak
provinsi dan 11 (sebelas) pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat
Tabel 2.2 Jenis-jenis Pajak Daerah
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang burung Walet 10.PBB Pedesaan dan Perkotaan 11.Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan
Sumber : UU No. 28 Tahun 2009
2.1.2.4 Tarif Pajak Daerah
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, tarif pajak daerah adalah sebagai berikut :
A. Pajak Daerah Provinsi
1. Tarif Kendaraan Bermotor
a) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi untuk kepemilikan kendaraan pertama 1-2 % dan kepemilikan kendaraan bermotor kedua ditetapkan secara progresif 2-10%.
b) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lemabaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, PEMDA dan kendaraan lain sebesar 0,5-1%
c) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar di tetapkan sebesar 0,1-0,2%
2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor a) Penyerahan pertama sebesar 20%
b) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a) Penyerahan pertama sebesar 0,75%
3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan tarif bahan bakar kendaraan umum ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar untuk kendaraan pribadi.
4. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10% 5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan10% dari cukai rokok.
B. Pajak Kabupaten/Kota
1. Tarif Pajak Hotel sebesar 10% 2. Tarif Pajak Restoran 10%
3. Tarif Pajak Hiburan paling tinggi 35%
Khusus hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, klab malam, panti pijat dan lain-lain paling tinggi 75%. Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional paling tinggi 10%. 4. Tarif Pajak reklame 25%
5. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%. 6. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Bahan 25%
7. Tarif Pajak Parkir 30%
8. Tarif Pajak Air dan Tanah 20% 9. Tarif Pajak Sarang Walet 10% 10.Tarif PBB 0,3%
11.Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%
2.1.3 Retribusi Daerah
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah
Istilah retribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
didefinisikan sebagai pungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa.
Menurut Mardiasmo (2006 : 14) “Retribusi adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan”.
Berdasarkan (Pasal 1 angka 10 UU Nomor 28 Tahun 2009)
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Pada prinsipnya retribusi sama dengan pajak, dimana
pungutannya dapat dipaksakan, diatur berdasarkan undang-undang dan
pemungutannya dilakukan oleh negara. Namun yang membedakan
retribusi dengan pajak adalah imbalan atau kontra – prestasi, yakni
dalam retribusi dapat langsung dirasakan pembayar.
Melihat dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah.
2.1.3.2 Golongan Retribusi
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
dan Retribusi Daerah, retribusi daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan
yaitu :
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta dan
Secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.3 Golongan Retribusi Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa
Usaha
Retribusi Perizinan Tertentu
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/
Kebersihan c. Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Alat
Pemadam Kebakaran i. Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
m. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang n. Retribusi Pelayanan
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
b. Retribusi Pasar Grosir dan/
c. Retribusi Izin Tempat
d. Penjualan Minuman e. Beralkohol f. Retribusi Izin
Gangguan
g. Retribusi Izin Trayek
h. Retribusi Izin Usaha
Pendidikan o. Retribusi
Pengendalian Menara
Telekomunikasi
Sumber : UU No.28 Tahun 2009
2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan disuatu perekonomian. Kemajuan suatu perekonomian
ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang ditunjukkan oleh perubahan
output nasional. Pertumbuhan ekonomi adalah untuk mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.
(Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Pertumbuhan ekonomi adalah masalah
makroekonomi dalam jangka panjang. Setiap Negara mempunyai kesempatan
untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi oleh karena faktor-faktor produksi
bertambah dari satu periode ke periode lainnya dan oleh karenanya
pendapatan nasional dapat ditingkatkan.
Secara umum teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu teori pertumbuhan ekonomi klasik dan teori pertumbuhan
ekonomi modern. Pada teori pertumbuhan ekonomi klasik, analisis didasarkan
pada kepercayaan akan efektivitas mekanisme pasar bebas. Teori ekonomi
klasik merupakan teori yang dicetus para ahli ekonomi yang hidup pada abad
18 hingga abad 20. Sedangkan teori ekonomi modern mengakui pentingnya
peranan pemerintah dalam perekonomian untuk mengatasi kegagalan sistem
pasar bebas. Kelompok ini cenderung tidak mengakui keefektifan sistem
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara dapat diukur dengan cara membandingkan Gross National Product
(GNP) tahun yang sedang berjalan dengan GNP tahun sebelumnya. Laju
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur juga dengan menggunakan
laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berikut ini
adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi:
� =����1− ����0
����0
× 100%
Keterangan:
G = Pertumbuhan Ekonomi
PDRB1 = PDRB ADHK pada suatu tahun PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun sebelumnya
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah
bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau
merupakan jumlah yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu
atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat data PDRB adalah untuk
mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi,
besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada suatu
periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan
konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
penghitungannya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah. Penelitian tersebut yaitu Muliana (2009),
Marizka (2013), Utomo dkk (2013), Siagian (2014) dan Wilujeng (2014).
Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.4
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Muliana (2009)
Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat
1. Secara parsial bahwa rasio
efektivitas PAD berpengaruh secara signifikan positif terhadap
tingkat kemandirian keuangan daerah , sedangkan DAU, DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah
2. Secara simultan, bahwa Rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan positif terhadap
tingkat kemandirian keuangan daerah .
2. Marzika (2013)
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.
kemandirian keuangan daerah
2. Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh teradap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah sedangkan Dana Alokasi
Khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap Tingkat Kemandirian (Studi Kasus pada Kota di Jawa Barat)
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil pada Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
1. Secara parsial Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh negatif terhadap Kemandirian Keuangan Daerah sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.
2. Secara simultan
Penduduk dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus pada Pemerintahan
Kabupaten Klaten Tahun 2003-2012).
tingkat kemandirian keuangan
daerah, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Sumber : Berbagai penelitian
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu hubungan atau kaitan antara suatu
konsep dengan konsep lainnya yang gunanya adalah untuk menghubungkan atau
menjelaskan panjang lebar suatu masalah yang akan diteliti. Hubungan yang
dimaksud adalah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel independen pajak daerah,
retribusi daerah, dan pertumbuhan ekonomi terhadap variabel dependen tingkat
kemandirian keuangan daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2011 - 2013. Pajak daerah, retribusi daerah, dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.
Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka dibuat kerangka
Variabel Independen (X)
H1 Variabel Dependen (Y)
H2
H3
H 4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Berikut yang dapat di uraikan dari hubungan variabel independen dengan
dependen sesuai dengan kerangka konseptual diatas :
1. Hubungan pajak daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Secara teoritis pajak daerah sangat berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian daerah, dimana pajak daerah merupakan penerimaan daerah
terbesar yang tentunya akan mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan
daerah. Semakin besar penerimaan pajak daerah maka tingkat kemandirian
keuangan daerah juga cenderung meningkat.
2. Hubungan retribusi daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Secara teoritis retribusi daerah juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah, dimana retribusi daerah juga merupakan
sumber pendapatan asli daerah yang besar. Semakin besar penerimaan Pajak Daerah
(X1)
Retribusi Daerah (X2)
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
(Y)
retribusi daerah maka tingkat kemandirian keuangan daerah juga
cenderung meningkat.
3. Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemandirian daerah.
Secara teoritis pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah, dimana semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi berarti dalam suatu daerah tersebut terjadi peningkatan kegiatan
ekonomi, peningkatan produksi barang dan jasa yang tentunya akan
meningkat penerimaan penduduk dan pemerintah daerah. Semakin
meningkat retribusi pertumbuhan ekonomi maka tingkat kemandirian
keuangan daerah juga cenderung meningkat.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian secara umum sering diartikan anggapan dasar peneliti
terhadap masalah yang dikaji. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2010). Kerangka konseptual
merupakan pedoman dalam melakukan penelitian, dimana dengan berpedoman
pada kerangka konseptual diharapkan penelitian ini sesuai dengan tujuan serta
memberikan hasil yang tidak bias. Berdasarkan tujuan penelitain, landasan teori,
penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual, maka dapat diperoleh
hipotesisnya yaitu :
H1 : Pajak daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah
H2 : Retribusi daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah secara parsial pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
H3 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah secara parsial pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara.
H4 : Pajak daerah, retribusi daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah secara simultan pada