• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh Tahun 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indikator kesehatan suatu bangsa salah satunya masih dilihat pada angka

kematian. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka

Kematian Balita (AKABA), merupakan beberapa indikator status kesehatan

masyarakat. Ditemukan lebih 200 juta anak di bawah 5 tahun tidak berkembang

sesuai umur. Kebanyakan di temukan di daerah Asia selatan dan Afrika bagian

sahara, yang dikarenakan oleh kemiskinan, nutrisi yang kurang, krisis kesehatan dan

lingkungan yang tidak memadai (KIA-KR UGM, 2008). Di Indonesia saat ini angka

kematian bayi masih relatif tinggi yaitu 31 per 1000 kelahiran hidup (Senewe, 2004).

Menurut data survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKB 34 per 1000

kelahiran hidup, dibanding dengan negara-negara lainnya di ASEAN seperti Vietnam

24,37 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 16,62 per 1000 kelahiran hidup, Brunai

Darussalam 13,12 per 1000 kelahiran hidup dan Singapura 2,30 per 1000 kelahiran

hidup (The World Factbook, 2007).

Penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia adalah kematian neonatal dan

dua pertiga dari kematian neonatal adalah pada satu minggu pertama dimana daya

imun bayi masih sangat rendah Committee on Nutrition (ACC/SCN) dalam edisi

laporan tahun 2000 menyebutkan perlunya meningkatkan durasi pemberian ASI

(2)

kelangsungan hidup anak. Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian

anak, United Nation Children Foundation (UNICEF) dan World Health Organitation

(WHO) merekomedasikan agar anak sebaiknya disusui hanya ASI saja selama paling

sedikit enam bulan dan setelah enam bulan dapat diberi makanan tambahan lainnya

dan ASI dapat diteruskan sampai anak berusia 2 tahun (WHO, 2005). Pemberian

ASI Eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13%.

Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama

enam bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI eksklusif

bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI eksklusif

memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama enam bulan

pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi

yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare

dan radang paru (Wahyuni, 2011). Berbagai penelitian telah mengkaji manfaat

pemberian ASI eksklusif dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan

morbiditas bayi, mengoptimalkan pertumbuhan bayi membantu perkembangan

kecerdasan anak dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah

makanan bayi yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas.. Secara

alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah

(3)

optimal jika pemberian ASI dilakukan secara eksklusif atau biasa disebut ASI

Eksklusif.

ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama

6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain (PP Nomor 33 tahun 2012). Sejalan dengan hal ini, pemerintah

Indonesia menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia enam

bulan pertama kehidupannya dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun pada PP

Nomor 33 tahun 2012. Isi keputusan tersebut tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Eksklusif yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan

ini melaksanakan ketentuan pasal 129 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan. Dalam rangka melindungi, mendukung, dan mempromosikan pemberian

ASI eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah,

pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, masyarakat

serta keluarga agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi (PP, 2012)

Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai

penyakit seperti radang paru-paru, diare, infeksi/peradangan telinga, asma, kencing

manis, overweight dan beberapa infeksi lainnya yang disebabkan oleh kuman

(Harm’s Way, 2002). Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif mempunyai

kemungkinan lebih besar menderita kekurangan gizi, obesitas, kanker, jantung,

hipertensi dan diabetes (Amiruddin dan Rostia, 2006).

ASI ekskluif masih menjadi masalah di Dunia. Di benua Eropa, cakupan ASI

(4)

50% dengan cakupan terbanyak di Asia selatan sebesar 445 dan disusul dengan Asia

Pasifik sebesar 43% (UNICEF, 2009). Menurut Laporan Anak Dunia UNICEF tahun

2011, 136,7 juta bayi dilahirkan di seluruh dunia dan hanya 32,6% dari mereka

mendapat ASI secara eksklusif pada enam bulan pertama (Apriani, 2012).

Berdasarkan survey sosial ekonomi nasional (SUSENAS) tahun 2007 ibu

yang memberikan ASI Eksklusif pda bayi dibawah enam bulan di Indonesia hanya

62,2% dan menunjukkan penurunan pada tahun 2008 menjadi 56,2% sedangkan

cakupan ASI Eklusif pada bayi sampai enam bulan turun 28,6% tahun 2007 menjadi

24,3% pada tahun 2008. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2010, pemberian ASI Eksklusif secara keseluruhan pada umur 0-1 bulan sebesar

45,4%. Pemberian ASI Eksklusif umur 2-3 bulan sebesar 38,3% dan pada umur 4-5

bulan sebesar 31%. Hal ini menunjukkan penurunan pemberian ASI Eksklusif di

setiap umur bayi. Kondisi ini masih sangat jauh dari target nasional cakupan ASI

Eksklusif yaitu 80% .

Secara nasional cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia berfluktuasi

selama 3 tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-5 bulan turun

dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008, namun meningkat lagi pada

tahun 2009 menjadi 61,3%. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi

sampai enam bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun

2008 dan naik lagi menjadi 34,3% pada tahun 2009. Alasan yang menjadi penyebab

kegagalan praktek ASI eksklusif bermacam-macam seperti budaya memberikan

(5)

menghentikan pemberian ASI Eksklusif karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja,

dan ibu ingin mencoba susu formula (Kemenkes, 2010).

Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2006-2007, data jumlah pemberian ASI Eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan

hanya mencakup 67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring

dengan bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19% pada

bayi usia 7-9. Lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu

formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan.

Berdasarkan survei Dinkes tahun 2007 data jumlah total 934.297 bayi yang diberikan

ASI eksklusif yaitu sebanyak 502.174 (53,75%).

Data Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2007), bayi yang

mendapatkan ASI Eksklusif hanya 18.508 atau 16,8 % dari sejumlah 110.301 bayi.

Adapun Kabupaten dengan cakupan paling rendah adalah: (1) Nagan Raya, Gayo

Lues, dan Kota Sabang, masing-masing 2% bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif.

(2) Aceh Jaya, 66 bayi atau 3,6%, (3) Aceh Timur, 327 bayi atau 3,9 %; dan Aceh

besar 629 bayi atau 9,25 % menempati urutan 8 setelah Aceh Utara, Aceh Selatan,

Bener Meriah dan Bireuen.

Praktek pemberian ASI Eksklusif yang semakin menurun dapat disebabkan

oleh berbagai faktor antara lain seperti budaya memberikan makanan pralaktal,

memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan

pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja, dan ibu ingin mencoba

(6)

Kegagalan pemberian ASI disebabkan karena kondisi bayi (BBLR, trauma

persalinan, infeksi, kelainan kongenital, bayi kembar dll) dan kondisi ibu

(pembengkakan, abses payudara, cemas/kurang percaya diri, anggapan yang salah

tentang nilai susu botol, ingin bekerja, ibu kurang gizi, dll) Selain itu penyebab

kegagalan menyusui adalah karena inisiasi yang terhambat, ibu belum

berpengalaman, paritas, umur, status perkawinan, merokok, pengalaman menyusui

yang gagal, tidak ada dukungan keluarga, kurang pengetahuan, sikap dan

keterampilan, faktor sosial budaya dan petugas kesehatan, rendahnya pendidikan

laktasi saat prenatal dan kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung laktasi

(Brown, 2002 dalam Agam, 2012).

Sosiodemografi seperti usia ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan

suami, status pekerjaan, dan tingkat pendapatan keluarga juga mempengaruhi

pemberian ASI Eksklusif. Hasil penelitian Kurniawan (2012) menyatakan faktor

sosiodemografi yaitu usia ibu dan status pekerjaan ibu memilki hubungan dengan

keberhasilan ASI eksklusif. Nurjanah (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan

pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif . ibu yang mempunyai sikap

mendukung terhadap pemberikan ASI eksklusif dia akan berusaha keras untuk

memenuhi kebutuhan bayinya dalam hal ini adalah pemenuhan gizi dengan

memberikan ASI secara ekslusif. Sementara ibu yang tidak mempunyai sikap

mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif akan berusaha merubah perannya

(7)

tidak cukup, ibu bekerja, takut gemuk, selain itu dukungan dari keluarga juga sangat

berpengaruh (Widiyanto, 2012).

Budaya turut mempengaruhi pemberian ASI eksklusif karena masyarakat di

Indonesia sangat menghargai tradisi yang telah ada sebelumnya. Mustamin (1998)

dalam bukunya membahas pengaruh budaya terhadap pemberian ASI pada

masyarakat To Bunggu. ASI keluar beberapa jam setelah kelahiran pada masyarakat

dan kolostrum yang keluar harus dibuang karena masyarakat menganggap kolostrum

dapat membuat bayi sakit perut. Promosi susu formula merupakan salah satu

penyebab menurunnya jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Wibisono, 2008).

Siregar (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan seorang ibu

tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya disebabkan meningkatnya promosi

susu kaleng sebagai pengganti ASI.

Menurut hani (2008) melalui penelitiannya menyatakan dukungan kepada ibu

menjadi satu faktor penting yang juga mempengaruhi ibu memberikan ASI eksklusif.

Seorang ibu yang punya pikiran positif tentu saja akan senang melihat bayinya,

kemudian memikirkannya dengan penuh kasih sayang, terlebih bila sudah mencium

dan menimang bayi. Semua itu terjadi bila ibu dalam keadaan tenang (Yayasan

Eureka Indonesia, 2009). Keadaan tenang ini didapat oleh ibu jika adanya

dukungan-dukungan dari lingkungan sekitar ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Karena

itu, ibu memerlukan dukungan yang kuat agar dapat memberikan ASI Eksklusif.

Fikawati dan Syafiq menyatakan terdapat pengaruh pendidikan, pengetahuan, dan

(8)

keberhasilan ASI eksklusif. Dari segi faktor pendorong,dukungan tenaga kesehatan

penolong persalinan paling nyata pengaruhnya dalam keberhasilan pelaksanaan ASI

eksklusif dan iklan susu formula di media massa ternyata mempengaruhi keberhasilan

ASI eksklusif terutama pada ibu yang berpendidikan rendah

Salah satu dukungan yang paling dominan dalam memotivasi ibu memberikan

ASI saja kepada bayinya sampai usia enam bulan adalah keluarga. Keluarga adalah

sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang

konsisten dan memiliki hubungan yang erat (Helvie, 1981 dalam Mubarak, 2009).

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,

sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap kehidupan. Dukungan

keluarga dapat berupa dukungan sosial internal seperti dukungan dari suami, istri atau

dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan eksternal keluarga

inti (Friedman, 2010). Dukungan petugas penolong persalinan dengan memberikan

penyuluhan dan motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam

praktek pemberian ASI Eksklusif (Faisal, 2011).

Kebiasaan pada masyarakat Aceh, terutama orang tua dan mertua adalah

segera memberikan makanan tambahan seperti bubur, madu, larutan gula, susu dan

pisang kepada bayi dengan alasan bayi kelaparan bila hanya diberikan ASI. Suami

sebagai kepala keluarga biasanya menuruti kebiasaan tersebut dengan berbagai

alasan, antara lain kurangnya pemahaman tentang ASI Eksklusif atau patuh kepada

(9)

Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh juga

memiliki kebiasaan yang sama, yaitu memberikan makanan tambahan seperti bubur,

madu, larutan gula, susu dan pisang kepada bayi yang biasanya di sarankan dari pihak

keluarga seperti dari pihak orang tua, mertua maupun saudara. Hal inilah yang

membuat kurang suksesnya pemberian ASI Ekslusif pada bayi, terlihat dari cakupan

ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh yaitu hanya sebesar 45,4%.

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya

Banda Aceh Tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa sajakah yang

memengaruhi pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya

Banda Aceh Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor–faktor yang

memengaruhi pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya

(10)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor sosiodemografi, sikap, budaya, promosi susu formula,

dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian ASI

Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh Tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Masukan bagi pihak Wilayah Kerja Puskesmas Bandaraya Banda Aceh Banda

mengenai faktor yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif yang dapat

digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan dalam upaya meningkatkan

cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.

b. Bahan masukan untuk masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan dan

menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengembangan pemberian kompensasi pada umumnya bertujuan, selain untuk kepentingan Organisasi juga untuk Pegawai itu sendiri, hal ini dimaksudkan agar supaya tujuan

[r]

Tujuan: Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rumah Sakit PKU

Penulisan ini membahas tentang perancangan UML dan pembuatan sebuah website dengan mengunakan bahasa pemrograman PHP dengan tujuan dapat dijadikan sebagai media informasi,

Flapper [14] gave an introduction to feature cluster on closed loop supply chains in European Journal of Operational Research volume 191, where three important issues were

Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi terjadi karena patahan lempeng di dasar laut bergerak ke atas atau turun ke bawah (vertikal) secara tiba- tiba. Akibatnya, air di

• Perhitungan-perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold • Level daya threshold 

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan maksud peneliti ingin menggambarkan keadaan sebenarnya mengenai penerapan model pembelajaran kontekstual dalam